• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) Terhadap Volume Dan Harga Karet Alam Bentuk Smoked Sheet Ekspor Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dampak ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) Terhadap Volume Dan Harga Karet Alam Bentuk Smoked Sheet Ekspor Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara dianggap sebagai proses alokasi sumber daya ekonomi antar negara dalam rangka meningkatkan derajat hidup bersama. Setiap negara yang melakukan kerja sama

internasional pasti mengharapkan hasil yang lebih baik dibanding jika hidup sendiri (Rahardja dan Mandala Manurung, 2008).

Dampak perkembangan globalisasi yang di alami oleh ASEAN menjadikan kawasan ini perlu mengadakan kerjasama ekonomi di dunia internasional,

mengingat pentingnya perdagangan ASEAN dengan negara-negara lain di luar kawasan. Hal ini agar berbagai peluang kerjasama dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha ASEAN untuk bersaing secara internasional, disamping itu ASEAN

harus dapat menjadi pasar yang menarik bagi investasi asing. Melalui pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/ FTA) ASEAN

melakukan kerjasama ekonomi dengan beberapa negara mitra seperti Jepang, China, Korea, Australia, Selandia Baru dan india. Dalam kerjasama ini pula setiap negara anggota ASEAN dapat melakukan kerjasama bilateral dengan

negara-negara yang menjadi mitra ASEAN tersebut. Free Trade Agreement atau perjanjian perdagangan bebas adalah perjanjian antar dua negara atau lebih untuk

(2)

Melihat perkembangan ekonomi dari beberapa mitra ASEAN, Cina merupakan

negara yang mengalami perkembangan paling pesat. Pasca reformasi Deng Xio ping, Cina mengalami kemajuan yang sangat besar terutama dalam bidang

ekonomi. Faktanya saat ini Cina telah menjadi salah satu negara penggerak perkeonomian dunia. Hal ini terlihat pada produk-produk China yang telah mampu menjangkau berbagai belahan dunia. Selain luasnya wilayah perdagangan

China juga memiliki kelebihan dimana harga produk yang di tawarkan jauh lebih murah. Disamping itu China memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia dan

kemajuan tekhnologi serta infrastruktur lainnya yang tentu saja dapat menunjang kemajuan negara ini (Desriyanti, 2012).

Kesepakatan ACFTA dimulai pada tahun 2001 diadakan ASEAN-China Summit

di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan kelima antara ASEAN dengan China ini menyetujui usulan China untuk membentuk ACFTA

(ASEAN-China Free Trade Area) dalam waktu 10 tahun. Adapun bidang usaha yang disepakati adalah lima bidang kunci yang disepakati untuk dilakukan kerjasama adalah pertanian, investasi antara-negara, telekomunikasi, pengembangan

sumberdaya manusia, dan pembangunan di sekitar area sungai Mekong (Desriyanti, 2012).

Kerjasama ACFTA ini merupakan salah satu kerjasama yang sangat penting, mengingat tujuan-tujuan yang ingin dicapai bisa memberikan keuntungan yang

(3)

jasa dan investasi dan juga investasi yang telah disepekati setelah tarif barang

dilakukan, menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara

anggota.

Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman. Dalam

ACFTA, kesempatan atau ancaman ditunjukkan bahwa bagi kalangan penerima, ACFTA dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi

Indonesia. Pertama, Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari PPN produk-produk yang baru masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk

yang masuk ke Indonesia. Beragam produk China yang masuk ke Indonesia dinilai berpotensi besar mendatangkan pendapatan pajak bagi pemerintah. Kedua,

persaingan usaha yang muncul akibat ACFTA diharapkan memicu persaingan harga yang kompetitif sehingga pada akhirnya akan menguntungkan konsumen (penduduk/pedagang Indonesia (Jiwayana, 2010).

Menurut Kuncoro (2012) Penurunan tarif dalam kerangka kerjasama ACFTA dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu (1) Early Harvest Programme (2) Normal

Track Programme (3) Senscitive Track yang meliputi Sensitive List dan Highly

Sensitive List. Dengan adanya pengurangan tarif tersebut perdagangan bebas

(4)

Program perjanjian ACFTA untuk produk pertanian secara umum diberlakukan

pada tahun 2004. Untuk produk olahan karet alam termasuk smoked sheet dimasukkan kedalam tahap Sensitive Track, dan lebih spesifik lagi termasuk ke

dalam Highly Sensitive List.

Berikut cakupan Produk dalam Sensitive Track Indonesia :

Produk-produk dalam sensitive list adalah tarif BM akan diturunkan atau

dihapuskan menjadi 0-20% pada tahun 2012 sampai dengan 2017 dan menjadi 0-5% mulai tahun 2018. Sebesar 304 pos tarif (HS 6 digit) yang diantara lain

terdiri dari tas kulit, alas kaki, sepatu, kacamata, alat musik, mainan, alat olahraga, alat tulis, besi dan baja, spare part, alat angkut, glosida dan alkaloid

nabati dan antibiotik.

Produk-produk dalam Highly Sensitive list adalah tarif BM akan diturunkan

atau dihapuskan menjadi 0-50% mulai tahun 2015 sebesar 47 pos tariff (HS 6 digit) di antara lain terdiri dari produk pertanian, seperti beras, gula, jagung

dan kedelai,produk industri tekstil dan produk tekstil (ITPT) dan produk otomotif.

Produk andalan Indonesia yang oleh China dimasukkan dalam sensitive track dan

highly sensitive list antara lain palm oil dan turunannya (HS 1511), karet alam

(HS 4001), playwood (HS 4412). Sebaliknya Indonesia juga memasukkan produk-produk unggulan ekspor China ke Indonesia antara lain barang jadi, tas kulit, alas kaki, sepatu sport, kacamata, alat musik, alat olahraga, besi dan baja,

(5)

Dengan adanya penurunan dan penghapusan tarif, produk ASEAN-China bersaing

ketat memasuki pasar Indonesia. Indonesia pun memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar ASEAN-China, dan produk andalan ekspor Indonesia yang

bersaing di pasar ASEAN-China adalah karet alam komoditas Smoked Sheet. Keunggulan produk Smoked Sheet adalah memiliki daya elasistas yang tinggi dan tahan lama.

Melalui kesepakatan ini, produk impor dari pasar ASEAN dan China akan lebih

mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan

penghapusan tarif menjadi nol persen. Sebaliknya, Indonesia juga memiliki

kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negeri negara ASEAN dan

China dengan komoditi unggulan ekspornya.

Dengan pemberlakuan kerjasama ACFTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produk produk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk

pertanian, antara lain kelapa sawit, karet, dan kopi. Kemudian produk yang diprediksi akan terkena dampak negatif adalah produk yang pasarnya di dalam

negeri, antara lain garmen,elektronik, sektor makanan, industri baja/besi, dan produk hortikultura (Mutakin dan Salam, 2009).

Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet alam

dan barang olahan dari karet. Ekspor karet alam mengalami perkembangan yang signifikan semenjak dunia otomotif mengalami perkembangan, khususnya sebagai bahan baku dalam hal vulkanisir ban sebesar 73 persen, sedangkan sisanya dalam

(6)

tahunnya. Dan permintaan ini direspon baik oleh Indonesia, karena kondisi ini

menguntungkan Indonesia, dimana Indonesia memiliki iklim yang sangat cocok untuk tanaman karet dan masih tersedianya lahan yang sangat luas. Tanaman karet

juga dapat berproduksi sepanjang tahun di Indonesia dan hampir semua daerah di Indonesia cocok untuk ditanami karet. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen karet di dunia. Dan salah satu konsumen

utama karet alam dunia adalah negara China, konsumsi karet alam yang tinggi di China member peluang bagi perluasan pasar bagi produsen karet karet alam dunia.

Jenis produk ekspor karet Indonesia. pada tahun 1969 didominasi oleh sit asap (Ribed Smoked Sheet - RSS) HS 400121, tetapi sepuluh tahun kemudian tahun 1980 didominasi oleh bentuk karet spesifikasi teknis (Standart Indonesian

Rubber- SIR) atau TSR (Technical Specified Rubber). Akan tetapi pada tahun

2008-2013 karet jenis SIR mengalami pemberhentian ekspor, terutama ke Negara

(7)

Untuk melihat pertumbuhan volume ekspor karet alam Indonesia dalam berbagai

bentuk tipe olahan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Pertumbuhan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe Produk Tahun 1969-2002 Sumber : Internasional Rubber Study (IRSG), 2003

Dari Tabel 1, dapat dilihat bahwa ekspor karet alam bentuk RSS (Ribed Smoked

Sheet) dari tahun 1980-2002 mengalami penurunan yang cukup drastis, dibanding

sebelumnya tahun 1969 menjadi unggulan ekspor dengan perkembangan 50%. Meskipun mengalami penurunan tatapi rutin diekspor bahkan setiap bulan sampai

saat ini. Dan bentuk olahan karet alam yang peningkatan sangat signifikan adalah SIR (Standard Indonesian Rubber), terlihat jelas dari sepeluh tahun berturut-turut

mulai tahun 1980-2002 mengalami persentase perkembangan yang sangat signifikan bahkan di tahun 2002 mencapai perkembangan 96%, hal ini dikarenakan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara pengimpor karet,

(8)

Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2013 setelah pemberlakuan ACFTA

(ASEAN-China Free Trade Area) namun belum adanya pengurangan dan penghapusan tarif dalam sensitive track, karena pemberlakuan untuk sensitive

track baru berlaku pada tahun 2015, dan untuk melihat volume dan nilai ekspor

karet alam bentuk smoked sheet Indonesia ke negara ASEAN dan China dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Volume Ekspor Karet Alam Bentuk Smoked Sheet Indonesia Ke Negara ASEAN dan China

Tahun

ASEAN China

Volume (kg) Nilai FOB ($) Volume (kg) Nilai FOB ($)

2005 12.715.450 17.327.756 37.773.890 48.867.740

2006 17.974.653 37.253.554 51.296.861 97.855.246

2007 18.604.003 39.450.214 41.028.729 83.312.167

2008 16.097.502 43.370.761 12.887.144 33.338.757

2009 6.510.669 12.063.225 17.797.728 26.950.953

2010 7.868.778 22.640.704 6.482.846 20.147.197

2011 7.847.262 36.901.188 12.318.018 56.915.592

2012 6.427.735 21.358.415 11.457.507 36.815.330

2013 5.990.816 12.596.726 10.611.418 28.287.029

Sumber : UN Comtrade

Tabel 2, menunjukkan bahwa umumnya volume ekspor karet alam bentuk

Smoked Sheet Indonesia setelah pelaksanan ACFTA mengalami fluktuasi dan

cenderung mengalami penurunan baik negara-negara ASEAN maupun ke negara China. Hal ini dikarenakan belum berlakunya tarif 0 % yang disepakati dalam

(9)

sheet lebih bersaing kompetitif. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian untuk menganalisis dampak kerjasama perjanjian ACFTA terhadap perdagangan karet alam bentuk Smoked Sheet Indonesia, dimana Indonesia

merupakan produsen karet alam terbesar kedua setelah Thailand diantara negara-negara ASEAN.

1.2 Identikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana volume ekspor karet alam bentuk smoked sheet Indonesia ke

negara ASEAN sebelum dan sesudah ACFTA (ASEAN-China Free Trade

Area)?

2. Bagaimana harga karet alam bentuk smoked sheet ekspor Indonesia ke negara

ASEAN sebelum dan sesudah adanya ACFTA (ASEAN-China Free Trade

Area)?

3. Bagaimana volume ekspor karet alam bentuk smoked sheet Indonesia ke negara China sebelum dan sesudah ACFTA (ASEAN-China Free Trade

Area)?

4. Bagaimana harga karet alam bentuk smoked sheet ekspor Indonesia ke negara China sebelum dan sesudah adanya ACFTA (ASEAN-China Free Trade

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis volume ekspor karet alam bentuk smoked sheet Indonesia ke negara ASEAN sebelum dan sesudah adanya ACFTA

(ASEAN-China Free Trade Area)?

2. Untuk menganalisis harga karet alam bentuk smoked sheet ekspor Indonesia ke negara ASEAN sebelum dan sesudah adanya ACFTA (ASEAN-China

Free Trade Area)?

3. Untuk menganalisis volume ekspor karet alam bentuk smoked sheet

Indonesia ke negara China sebelum dan sesudah adanya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area)?

4. Untuk menganalisis harga karet alam bentuk smoked sheet ekspor Indonesia

ke negara ASEAN sebelum dan sesudah adanya ACFTA (ASEAN-China

Free Trade Area)?

1.4 Kegunaan Penelitian :

1. Sebagai bahan informasi bagi Pengusaha karet dalam melakukan ekspor karet 2. Sebagai pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijaksanan

kerjasama

3. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan

4. Sebagai bahan infornasi untuk perkembangan ilmu pengetahuan yang

Gambar

Tabel 1. Pertumbuhan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Tipe Produk Tahun 1969-2002
Tabel 2. Volume Ekspor Karet Alam Bentuk Smoked Sheet Indonesia Ke Negara ASEAN dan China

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penolakan dan penilaian negatif dari lingkungan sosial membuat remaja indigo memandang dirinya secara negatif atau dengan kata

Symbolic Precognitive Dream ditandai dengan informasi prekognitif yang abstrak yang pada umumnya tidak disadari hingga kejadian yang sebenarnya terjadi.Hal ini sulit

Pemahaman Konsep Matematika dalam

1.128.347.000 (Satu Milyard Seratus Dua Puluh Delapan Juta Tiga Ratus Empat Puluh Tujuh Ribu Rupiah). Sanggahan ditujukan kepada Panitia Pengadaan Badan Usaha Dalam Rangka

Perjanjian pembiayaan konsumen merupakan perjanjian yang berada di luar Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam

Soerjono Soekanto , Pengantar Penelitian Hukum , UI Press, Jakarta, 2010, hlm.. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Menurut

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Nilai-Nilai Personal memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai

The characteristic of flash flood by initially defining it as a rapid flooding of low-lying areas, rivers and streams that are caused by the intense rainfall also occur when