EFFECT OF INTERNAL AND EXTERNAL FACTORS OF MOTHERS ON THE ADMINISTRATION OF SUPPLEMENTARY FOOD FOR
INFANT OF 0-6 MONTHS OLD IN THE CITY OF LANGSA
T H E S I S
BY
SAFRINA SALIM 087032006/AKK-GM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL IBU TERHADAP PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA
0-6 BULAN DI KOTA LANGSA
T E S I S
Oleh
SAFRINA SALIM 087032006/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL IBU TERHADAP PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA
0-6 BULAN DI KOTA LANGSA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SAFRINA SALIM 087032006/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL IBU TERHADAP PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 0-6 BULAN DI KOTA LANGSA
Nama Mahasiswa : Safrina Salim Nomor Induk Mahasiswa : 087032006
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 17 Februari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL IBU TERHADAP PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA
0-6 BULAN DI KOTA LANGSA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2011
Penulis,
ABSTRAK
Makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi yang berusia 0-6 bulan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terhambatnya tumbuh kembang optimal pada bayi. Pemberian makanan pendamping ASI pada masa ini akan menurunkan Cakupan ASI Eksklusif. Cakupan ASI Eksklusif di kota Langsa masih rendah 39,87% (tahun 2009) sementara target nasional 80%. Hal ini diduga terkait dengan faktor internal (pengetahuan, sikap, motivasi) dan faktor eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan sosial budaya) ibu.
Penelitian ini merupakan penelitian survai explanatory yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal ibu terhadap pemberian MP-ASI. Populasi adalah 1.002 ibu, yang mempunyai anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa Tahun 2010. Sampel sebanyak 270 ibu yang diambil dengan multistage sampling. Data diambil dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel pengetahuan (p=0,002), motivasi (p=0,008), dukungan keluarga (p=0,007), peran petugas kesehatan (p=0,032) dan sosial budaya (p=0,013) merupakan variabel yang berpengaruh terhadap makanan pendamping ASI.
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk menyosialisasikan ASI Eksklusif kepada ibu, keluarga dan masyarakat serta berperan aktif dalam melakukan pendataan, pemantauan, pengawasan serta kerjasama petugas kesehatan dengan kader, tokoh masyarakat, lintas sektor dan lintas program terhadap pencapaian cakupan ASI Eksklusif.
ABSTRACT
Complementary feeding for infants of 0-6 months years old is one of the factors that affect optimal growth and development in infants. Provision of complementary feeding at this time will reduce the scope of exclusive breast feeding.
The scope of exclusive breastfeeding in the city of Langsa was still low 39.87% (in 2009) while the national target of 80%. This is apparently related to internal factors of mother (knowledge, attitude, motivation) and external factors (family support, the role of health workers and social-cultural).
This research was an explanatory survey research that aimed to analyze the influence of internal and external factors of mothers on the provision of complementary feeding. The population were 1002 women, who had children aged 0-6 months in the city of Langsa in 2010. The sample amount of 270 mothers were taken by multistage sampling. Data were obtained by using questionnaires and analyzed with logistic regression.
The statistical analysis showed that the variables of knowledge (p = 0.002), motivation (p = 0.008), family support (p = 0.007), the role of health workers (p = 0.032) and socio-culture (p = 0.013) were variables that influenced on the complementary feeding.
It is suggested to health worker to socialize exclusive breastfeeding to the mother, family and community and play an active role in conducting the data collection, monitoring, supervision and collaboration with a cadre, community leaders, across sectors and programs toward the achievement of the scope of exclusive breast feeding.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis
telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Ibu
terhadap Pemberian MP-ASI pada Anak Usia 0-6 Bulan di Kota Langsa Tahun 2010’’
Selama proses penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc, (CTM), Sp.A (K).
Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
pembanding yaitu dan telah memberikan kritikan dan saran serta bimbingan demi kesempurnaan tesis ini.
Tak terhingga terima kasih saya ucapkan kepada keluarga yang telah memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.
Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Maret 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Safrina Salim dilahirkan di Meulaboh pada tanggal 16 Maret 1967
dan menikah dengan Drs. Diswan MD dan telah dikaruniai 3 (tiga) anak yaitu Dilfan
Marhadi, Diva Delfisna dan Firas Al-Wafi.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Madrasah Ibtidayah tamat
tahun 1980. Tahun 1983 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama negeri 2 Blang
Pidie, dan menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di Meulaboh tahun 1983. Pada tahun
1990 Penulis menamatkan Program Pendidikan Bidan di Banda Aceh, tahun 2004 Penulis
menamatkan Akademi Kebidanan di Banda aceh dan terakhir tahun 2008 Penulis
menamatkan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Banda aceh.
Penulis memulai karir sebagai Kepala Seksi Kesehatan Keluarga di Dinas Kesehatan
Kota Langsa tahun 2004-2007. Tahun 2007-2008 menjadi Kepala Bidang Kesehatan Sosial
dan Kepala Bidang Kesehatan Keluarga di Dinas Kesehatan Kota Langsa tahun 2008-2009,
DAFTAR ISI
2.3. Prasyarat Pemberian Makanan Tambahan ASI ... 12
2.4. Faktor Yang Memengaruhi Pemberian MP-ASI ... 14
2.5. Landasan Teori ... 21
4.3. Pengetahuan Responden... 38
4.4. Sikap Responden ... 38
4.6. Dukungan Keluarga... 39
4.7. Peran Petugas Kesehatan... 40
4.8. Sosial Budaya ... 40
4.9. Pemberian MP-ASI ... 41
4.10. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Pemberian MP-ASI .. 42
4.11. Hubungan Sikap Responden dengan Pemberian MP-ASI ... 42
4.12. Hubungan Motivasi Responden dengan Pemberian MP-ASI ... 43
4.13. Hubungan Dukungan Keluarga Responden dengan Pemberian MP-ASI... 44
4.14. Hubungan Peran Petugas Kesehatan Responden dengan Pemberian MP-ASI ... 44
4.15. Hubungan Sosial Budaya Responden dengan Pemberian MP-ASI 45 4.16. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Pemberian MP-ASI... 46
BAB 5. PEMBAHASAN ... 49
5.1. Faktor Internal ... 49
5.2. Faktor Eksternal... 51
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
6.1. Kesimpulan ... 53
6.2. Saran... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Kecamatan ... 27
3.2 Variabel, Alat Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur... 28
4.1 Gambaran Luas Kota Langsa ... 34
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 35
4.3 Gambaran Pengetahuan Responden ... 36
4.4 Gambaran Sikap Responden... 37
4.5 Gambaran Motivasi Responden... 37
4.6 Gambaran Dukungan Keluarga ... 38
4.7 Gambaran Peran Petugas Kesehatan ... 38
4.8 Gambaran Sosial Budaya Responden... 39
4.9 Gambaran Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 39
4.10 Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dengan Pemberian MP-ASI Ibu. 40 4.11 Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Pemberian MP-ASI Ibu... 41
4.12 Tabulasi Silang Motivasi Responden dengan Pemberian MP-ASI Ibu... 41
4.13 Tabulasi Silang Dukungan Keluarga Responden dengan Pemberian MP-ASI Ibu ... 42
4.15 Tabulasi Silang Sosial Budaya Responden dengan Pemberian MP-ASI
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
ABSTRAK
Makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi yang berusia 0-6 bulan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terhambatnya tumbuh kembang optimal pada bayi. Pemberian makanan pendamping ASI pada masa ini akan menurunkan Cakupan ASI Eksklusif. Cakupan ASI Eksklusif di kota Langsa masih rendah 39,87% (tahun 2009) sementara target nasional 80%. Hal ini diduga terkait dengan faktor internal (pengetahuan, sikap, motivasi) dan faktor eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan dan sosial budaya) ibu.
Penelitian ini merupakan penelitian survai explanatory yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal dan eksternal ibu terhadap pemberian MP-ASI. Populasi adalah 1.002 ibu, yang mempunyai anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa Tahun 2010. Sampel sebanyak 270 ibu yang diambil dengan multistage sampling. Data diambil dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel pengetahuan (p=0,002), motivasi (p=0,008), dukungan keluarga (p=0,007), peran petugas kesehatan (p=0,032) dan sosial budaya (p=0,013) merupakan variabel yang berpengaruh terhadap makanan pendamping ASI.
Disarankan kepada petugas kesehatan untuk menyosialisasikan ASI Eksklusif kepada ibu, keluarga dan masyarakat serta berperan aktif dalam melakukan pendataan, pemantauan, pengawasan serta kerjasama petugas kesehatan dengan kader, tokoh masyarakat, lintas sektor dan lintas program terhadap pencapaian cakupan ASI Eksklusif.
ABSTRACT
Complementary feeding for infants of 0-6 months years old is one of the factors that affect optimal growth and development in infants. Provision of complementary feeding at this time will reduce the scope of exclusive breast feeding.
The scope of exclusive breastfeeding in the city of Langsa was still low 39.87% (in 2009) while the national target of 80%. This is apparently related to internal factors of mother (knowledge, attitude, motivation) and external factors (family support, the role of health workers and social-cultural).
This research was an explanatory survey research that aimed to analyze the influence of internal and external factors of mothers on the provision of complementary feeding. The population were 1002 women, who had children aged 0-6 months in the city of Langsa in 2010. The sample amount of 270 mothers were taken by multistage sampling. Data were obtained by using questionnaires and analyzed with logistic regression.
The statistical analysis showed that the variables of knowledge (p = 0.002), motivation (p = 0.008), family support (p = 0.007), the role of health workers (p = 0.032) and socio-culture (p = 0.013) were variables that influenced on the complementary feeding.
It is suggested to health worker to socialize exclusive breastfeeding to the mother, family and community and play an active role in conducting the data collection, monitoring, supervision and collaboration with a cadre, community leaders, across sectors and programs toward the achievement of the scope of exclusive breast feeding.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan
gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat
pula menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan
gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak
diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa.
Usia 0-24 bulan merupakan masa dimana bayi mengalami pertumbuhan dan
perkembangan dengan cepat (Roesli, 2005). Pada masa ini sering di istilahkan
sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila
pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh
kembang optimal, sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh
makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode
kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini
maupun masa selanjutnya.
Pada tumbuh kembang anak, makanan merupakan kebutuhan yang terpenting.
Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, karena makanan
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 1995). Pada masa
balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga
tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan
kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada bayi dan anak-anak
terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat terganggunya pertumbuhan
jasmani dan kecerdasan otak (Ahmad Djaeni, 2000).
Target di atas dapat dilakukan dengan sejumlah kegiatan yang bertumpu
kepada perubahan perilaku dengan cara mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).
Penerapan perilaku Keluarga Sadar Gizi, keluarga didorong untuk memberikan ASI
eksklusif pada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan dan memberikan makanan
pendamping air susu ibu (MP-ASI) yang cukup dan bermutu kepada bayi dan anak
usia 6-24 bulan.
Pada periode pemberian MP-ASI, bayi bergantung sepenuhnya pada
perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Menurut data WHO (2000,)
menyatakan lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang
tidak benar.
Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, salah satunya adalah
pemberian makanan yang terlalu dini. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) tahun 2002, diketahui bahwa 32% ibu yang memberikan makanan
tambahan terlalu dini kepada bayinya yang berumur 2-3 bulan, seperti bubur nasi,
pisang, dan 69% terhadap bayi yang berumur 4-5 bulan.
Pemberian makanan terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada
bahwa dalam pemberian makanan bayi perlu diperhatikan ketepatan waktu
pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya.
Hasil penelitian yang dilakukan Irawati (2007), peneliti pada Pusat Pelatihan
dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan, diperoleh bahwa lebih
dari 50% bayi di Indonesia mendapat makanan pendamping ASI dengan usia kurang
dari 1 bulan.
Penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Wonosobo, Provinsi
Jawa Tengah, ditemukan bahwa praktek pemberian makan pada bayi sebelum usia 1
bulan mencapai 32,4% dan pada usia tersebut didapatkan sebesar 66,7% jenis
makanan yang diberikan adalah pisang (Depkes, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2001) di Provinsi Jawa Tengah dan
Jawa Barat, sebanyak 77% responden memberikan makanan prelaktal dan 23%
langsung memberikan ASI saja kepada bayinya.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2006) menunjukkan
bahwa 56,80% ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6
bulan dan sebesar 43,20% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu
dini (Litbangkes, 2007).
Suhardjo (1999) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
ibu memberikan makanan tambahan pada bayi antara lain faktor kesehatan bayi,
faktor kesehatan ibu, faktor pengetahuan, faktor pekerjaan, faktor petugas kesehatan,
Data Dinas Kesehatan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (2008)
menunjukkan bahwa 51,13% ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini
pada bayi 0-6 bulan dan sebesar 48,87% ibu tidak memberikan makanan pendamping
ASI terlalu dini.
Data Dinas Kesehatan Kota Langsa (2009) menunjukkan bahwa 60,13% Ibu
memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan sebesar
39,87% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini.
Adapun salah satu strategi yang dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan dalam pemberian makanan pendamping ASI yaitu dengan dilakukan
sejumlah kegiatan yang bertumpu kepada perubahan perilaku dengan cara
mewujudkan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Penerapan perilaku Kadarzi, keluarga
didorong untuk memberikan MP-ASI yang cukup dan bermutu relatif tidak
bermasalah. Pada keluarga miskin, pendapatan yang rendah menimbulkan
keterbatasan pangan di rumah tangga yang berlanjut kepada rendahnya jumlah dan
mutu ASI yang diberikan kepada bayi dan anak.
Salah satu tidak tercapainya cakupan ASI Eksklusif dan tingginya pemberian
MP-ASI terlalu ini dikarenakan rendahnya pengetahuan serta dorongan sikap dan
motivasi ibu tentang ASI Eksklusif dan MP-ASI serta dipengaruhi oleh faktor sosial
budaya dalam keluarga dan masyarakat. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI
eksklusif dan MP-ASI terlihat dari diberikannya susu formula dan makanan
Beberapa faktor di atas merupakan refleksi dari beberapa asumsi faktor
internal dan eksternal determinan perilaku. Faktor-faktor itu berpengaruh terhadap
pencapaian suatu program kesehatan, seperti perilaku tidak proaktif dalam hal
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Survei pendahuluan menunjukkan bahwa dari 20 orang ibu yang mempunyai
bayi dan menyusui, hanya 2 ibu (10%) yang berhasil memberikan ASI eksklusif
dengan alasan mereka telah pernah mendapatkan informasi mengenai ASI eksklusif
sewaktu memeriksakan kehamilan pada dokter kandungan dan si ibu mempunyai
motivasi yang kuat untuk memberikan ASI eksklusif kepada anaknya, sedangkan 18
ibu lainnya tidak berhasil menjalankan program ASI eksklusif kepada bayinya
disebabkan berbagai hambatan di antaranya 5 bayi pada hari pertama telah diberikan
susu formula dengan alasan ASI baru keluar pada hari ketiga pasca persalinan, 7 bayi
menjelang bulan kedua telah diselingi dengan MP-ASI (nasi campur pisang wak) oleh
Keluarga (nenek bayi) dengan alasan ASI saja kebutuhan bayi tidak mencukupi
karena pertumbuhan bayi semakin hari semakin bertambah, 3 bayi menjelang usia
tiga bulan mulai dirasakan susu formula dengan alasan sewaktu ibunya bekerja nanti
si bayi yang ditinggal akan terbiasa dengan pengganti ASI sehingga kebutuhan bayi
tercukupi, 3 ibu mengatakan ASI nya tidak mencukupi (sedikit) sehingga si bayi
rewel dan si ibu harus mengikuti pola kebiasaan yang sudah turun temurun dikeluarga
seperti pantang minum banyak (takut perut si ibu kebesaran) si ibu dianjurkan minum
Berdasarkan seluruh uraian di atas, maka di Kota Langsa perlu dilakukan
suatu penelitian tentang pengaruh faktor internal dan eksternal ibu dalam pemberian
MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa sehingga permasalahan ini
diangkat untuk diteliti dan diharapkan dapat menyusun perencanaan strategi untuk
meningkatkan cakupan ASI eksklusif dan pemanfaatan pemberian MP-ASI sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan serta dapat menurunkan prevalensi gizi buruk
dan gizi kurang pada bayi dan balita 15%, dan menurunkan prevelensi balita pendek
menjadi 32% serta peningkatan umur harapan hidup menjadi 72 tahun berdasarkan
target pencapaian SPM Kota Langsa yang akan datang serta jaminan pemeliharan
kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan
motivasi) dan eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan, dan sosial
budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa
tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor internal
(pengetahuan, sikap, dan motivasi) dan eksternal (dukungan keluarga, peran petugas
kesehatan, dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6
1.4. Hipotesis
Ho : Tidak ada pengaruh faktor eksternal (dukungan keluarga, peran petugas
kesehatan, dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia
0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
Ha : Ada pengaruh faktor eksternal (dukungan keluarga, peran petugas kesehatan
dan sosial budaya) ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6
bulan di Kota Langsa tahun 2010.
Ho : Tidak ada pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan motivasi) ibu
terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun
2010.
Ha : Ada pengaruh faktor internal (pengetahuan, sikap, dan motivasi) ibu terhadap
pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa tahun 2010.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa maupun jajaran
dalam upaya meningkatkan cakupan ASI eksklusif pada anak usia 0-6 bulan,
dan pemberian MP-ASI pada anak usia 6-24 bulan.
b. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak
disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 1992). MP-ASI
diberikan mulai umur 6-24 bulan dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke
makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan
kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).
Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana selama
periode pemberian makanan tambahan seorang bayi terbiasa memakan makanan
keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi dari asupan yang
semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Proses ini juga
dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari
refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan
memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang. Pengenalan
dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun
jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pemberian MP-ASI
yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan
perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini (Ariani,
2.1.1. Makanan Tambahan yang Baik
Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energy, protein dan
mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan fosfat),
bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak ada
potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak terlalu
panas, tidak pedas atau asin, mudah dimakan bayi, disukai bayi, mudah disiapkan dan
harga terjangkau (Rosidah, 2004).
2.1.2. Waktu yang Tepat Memberikan Makanan Tambahan
Air Susu Ibu (ASI) memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi
yaitu untuk petumbuhan dan kesehatan sampai berumur enam bulan, sesudah itu ASI
tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bayi. Makanan tambahan mulai diberikan umur
enam bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup
berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai
tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya dan berminat terhadap
rasa yang baru (Rosidah, 2004).
Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian makanan tambahan pada
bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum umur
tersebut akan menimbulkan risiko sebagai berikut : a) seorang anak belum
memerlukan makanan tambahan saat ini. Makanan tersebut dapat menggantikan ASI,
jika makanan diberikan maka anak akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun
nutrisi anak, b) anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit sehingga risiko
infeksi meningkat, c) risiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih
ASI, d) makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya
berkuah dan sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini memang membuat
lambung penuh tapi memberikan nutrient sedikit, e) ibu mempunyai risiko lebih
tinggi untuk hamil kembali (Ariani, 2008)
Akibat dari kurang menyusui dan resiko pemberian makanan tambahan terlalu
lambat, a) anak tidak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan mengisi
kesenjangan energy dan nutrient, b) anak berhenti pertumbuhannya atau tumbuh
lambat, c) pada anak risiko malnutrisi dan deficiency mikro nutrient meningkat.
2.1.3. Manfaat dan Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian MP-ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak,
menyesuaikan kemampuan alat kerja dalam menerima makanan tambahan dan
merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga selain untuk memenuhi
kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi (Suhardjo, 1999).
Tujuan pemberian makanan tambahan adalah untuk mencapai pertumbuhan
perkembangan yang optimal, menghindari terjadinya kekurangan gizi, mencegah
resiko masaalah gizi, defisiensi zat gizi mikro (zat besi, zink, kalsium, vitamin A,
vitamin C, dan folat), menyediakan makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi
kesenjangan energi dengan nutrient, memelihara kesehatan, mencegah penyakit,
mendidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan memperkenalkan
bermacam-macam bahan makanan yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi (Husaini, 2001).
Pemberian makanan tambahan merupakan suatu proses pendidikan. Bayi
diajar mengunyah dan menelan makanan padat, makanan tidak diberi pada saat
kepandaian mengunyah sedang muncul, pengenalan pemberian makanan lebih mudah
sebelum gigi keluar, gusi bayi bengkak dan sakit maka akan sulit memberikan
makanan tambahan (Suhardjo, 1999).
Indikator bahwa bayi siap untuk menerima makanan padat, kemampuan bayi
untuk mempertahankan kepalanya untuk tegak tanpa disangga, menghilangnya
refleks menjulurkan lidah, bayi mampu menunjukkan keinginannya pada makanan
dengan cara membuka mulut, lalu memajukan anggota tubuhnya ke depan untuk
menunjukkan rasa lapar, dan menarik tubuh ke belakang atau membuang muka untuk
menunjukkan ketidak tertarikan pada makanan (Ariani, 2008).
2.2. Pola Konsumsi Makanan Pada Bayi
Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat
kritis dalam kehidupan bayi, pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat,
tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan cepat. ASI harus
merupakan makanan utama pada masa ini. Biasanya makanan tambahan terhadap
bayi diperlukan pada semester kedua untuk mempertahankan pertumbuhan anak pada
Memperkenalkan makanan tambahan pada umur empat sampai enam bulan ini
disebabkan karena alasan psikologis dan psikososial.
ASI harus merupakan makanan satu-satunya (eksklusif) untuk bulan-bulan
pertama kehidupan bayi. Makanan tambahan pertama diberikan adalah terutama
untuk memberikan tambahan energi serta untuk memulai proses pendidikan dan
akulturasi, kebutuhan makanan tambahan yang meningkatkan agar campuran ASI dan
makanan tersebut dapat memberikan energi dan protein yang diperlukan anak. Pada
suatu saat makanan tambahan secara keseluruhan menggantikan peran ASI, dalam hal
ini berarti si bayi disapih atau tidak menyusui lagi pada ibunya sebaiknya hal ini
dilakukan bila bayi telah berumur dua tahun.
Selama proses penyapihan tersebut, makanan tambahan yang diberikan harus
mengandung nilai kalori dan kadar protein yang cukup tinggi serta mengandung
vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh bayi. Pada masa kini makanan
tambahan untuk bayi tersebut banyak diproduksi oleh industri dan mudah diperoleh di
pasaran. Masaalah ekonomi untuk memperoleh produk tersebut, makanan orang
dewasa yang terdiri dari serealia, umbi-umbian dan kacang-kacangan serta sayuran
dan buah-buahan dapat diformulasikan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kebutuhan bayi akan zat-zat gizi.
2.3. Prasyarat Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) akan berkontribusi pada
pemberian MP-ASI Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan empat hal
berikut diantaranya: a) saat yang tepat pemberian makanan pada bayi merupakan
upaya pengenalan bertahap, mulai dari makanan murni cair (ASI), makanan lunak
(bubur susu), kemudian makanan lembek (tim saring), makanan agak kasar, hingga
makanan padat (makanan orang dewasa) pada usia diatas 12 bulan. Pemberian yang
terlalu dini akan mengganggu penyerapan zat gizi, sebaliknya, pengenalan yang
terlambat akan meningkatkan resiko kesulitan makan pada anak di fase berikutnya.
Informasi mengenai waktu pengenalan makanan yang dianjurkan biasanya diperoleh
tidak hanya dari tenaga kesehatan, tetapi juga internet, majalah dan buku mengenai
pemberian makan pada anak, serta informasi yang tercantum pada KMS, b) adekuat
(mencukupi). Makanan yang diberikan harus mengandung kalori, protein, dan
mikronutrien (zat besi, vitamin A, dan lain-lain) yang cukup. Secara sederhana, ini
berarti memberikan makanan yang tidak hanya sekedar menyenangkan anak, tetapi
secara seimbang juga memberikan kecukupan zat gizi lain untuk pertumbuhan dan
perkembangannya misalnya pemberian nasi dan kerupuk saja, walaupun secara kalori
tidak kekurangan dan tidak akan membuat seseorang lapar, namun nilai gizinya perlu
dipertanyakan karena asupan protein dan mikronutrien terabaikan, c) bersih dan
aman. Pemilihan bahan makanan maupun cara pengolahannya penting untuk
2.4. Faktor yang Memengaruhi Pemberian MP-ASI
2.4.1.Faktor Internal
Faktor internal adalah beberapa faktor yang memengaruhi dari dalam si
individu untuk melakukan sesuatu. Adapun yang menjadi faktor internal meliputi
pengetahuan, sikap, dan motivasi.
2.4.1.1. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melaukukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan yang mencakup dalam domain
kognitif seperti “tahu, memahami, aplikasi, analisa sintesis dan evaluasi.” Penilaian
ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Roesli (2000), bahwa hambatan utama tercapainya ASI eksklusif dan
pemanfaatan MP-ASI yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang
benar tentang ASI eksklusif dan MP-ASI pada para ibu. Seorang ibu harus
mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan
tentang menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk
sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal, pengetahuan yang
kurang mengenai ASI eksklusif dan MP-ASI terlihat dari pemanfaatan susu formula
secara dini di perkotaan dan pemberian pisang atau nasi lembek sebagai tambahan
ASI di pedesaan. Azwar (2003), menyatakan bahwa rendahnya pengetahuan ibu
tentang manfaat ASI dimulai dari masa persalinan sampai pasca melahirkan
berdampak terhadap sikap ibu yang kemudian akan berpengaruh terhadap perilaku
ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti berasumsi bahwa
pengetahuan berperan besar terhadap seseorang melakukan tindakan artinya tingkat
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap kebutuhan baik untuk dirinya maupun
orang lain. Ibu dengan tingkat pengetahuan rendah mayoritas akan acuh tak acuh
dengan kondisi bayinya sebaliknya ibu dengan tingkat pengetahuan lebih biasanya
akan sangat peduli terhadap kondisi anaknya baik itu terhadap pemberian ASI
ekslusif maupun sampai pemberian makanan pendamping ASI.
2.4.1.2. Sikap Ibu
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Cardno dalam Notoatmodjo (2003), membatasi
sikap sebagai hal yang memerlukan predisposisi yang nyata dan variabel disposisi
lain untuk memberi respons terhadap objek sosial dalam interaksi dengan situasi dan
Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa sikap merupakan
kesediaan dan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu, akan tetapi sebagai salah satu predisposisi tindakan untuk perilaku. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional.
Krech dalam Notoatmodjo (2003), menyebutkan bahwa sikap
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif
sehingga selalu dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif.
Selanjutnya Mucchielli dalam Notoatmodjo (2003) menegaskan sikap sebagai suatu
kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif terhadap kategori tertentu dari objek,
orang atau situasi.
Menurut Fathurahman (2004), menyatakan bahwa, sikap ibu dapat
memengaruhi sebahagian besar bayi pernah diberikan MP-ASI pada kelompok umur
0-1 bulan dan umur 2-3 bulan. Secara keseluruhan ada perbedaan pemberian MP-ASI
pada bayi di perkotaan dan pedesaan. Jenis MP-ASI yang diberikan di perkotaan
umumnya berupa susu/makanan formula, sedangkan di pedesaan adalah makanan
tradisional.
2.4.1.3. Motivasi
Secara umum motivasi sering diartikan dengan istilah dorongan dari diri
sendiri. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk
manusia untuk bertingkah laku, didalam perbuatan itu mempunyai tujuan tertentu.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu dimulai dengan motivasi (niat).
Oleh karena itu dilihat dari pendapat ini motivasi adalah merupakan sejumlah
proses-proses psikologika. Terjadinya peristiwa kegiatan sukarela (volunteer) yang
diarahkan ketujuan tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal bagi
seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi.
Motivasi dapat menjadikan manusia lebih semangat dan kreatif dalam menjalankan
sesuatu.
Berdasarkan penelitan yang dilakukan Diana Nurafifah (2007) menyatakan
bahwa dalam pemberian ASI eksklusif, sebagian ibu tidak mengetahui pentingnya
pemberian ASI eksklusif sehingga mereka tidak mempunyai motivasi untuk
menyusui bayinya. Hal ini terlihat dari sebahagian ibu telah memberikan makanan
pendamping air susu ibu (PASI) sejak dini dianggap sebagai suatu hal yang baik agar
bayi cepat tumbuh besar, gemuk dan tidak sakit.
2.4.2. Faktor Eksternal
Faktor Eksternal adalah beberapa faktor yang memengaruhi dari luar si
individu untuk melakukan sesuatu. Adapun yang menjadi faktor eksternal meliputi
2.4.2.1. Dukungan Keluarga
Sarafino (2003) mengatakan bahwa kebutuhan, kemampuan dan sumber
dukungan mengalami perubahan sepanjang kehidupan seseorang. Keluarga
merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh individu dalam proses
sosialisasinya. Dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat diberikan kepada
keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana membuat
penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.
Taylor (1995), mengungkapkan bahwa keluarga dan perkawinan adalah
sumber dukungan sosial yang paling penting. Dukungan keluarga berupa dorongan,
motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa
lebih tenang dan aman. Dukungan didapatkan dari keluarga yang terdiri dari suami,
orang tua ataupun keluarga dekat lainnya. Dukungan keluarga dapat mendatangkan
rasa senang, rasa aman, rasa puas, rasa nyaman, dan membuat orang yang
bersangkutan merasa mendapat dukungan emosional yang akan memengaruhi
kesejahteraan jiwa manusia. Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan
keseimbangan mental dan kepuasan psikologis.
Bagian dari keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap
keberhasilan dan kegagalan menyusui yaitu suami. Masih banyak suami yang
berpendapat salah, yang menganggap menyusui adalah urusan ibu dan bayinya,
mereka menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Peranan suami akan
turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflek) yang sangat
Suami dan anggota keluarga lainnya dapat berperan aktif dalam keberhasilan
pemberian ASI dengan jalan memberikan dukungan secara emosional dan
bantuan-bantuan praktis lainnya, seperti mengganti popok. Pengertian suami tentang
peranannya yang sangat penting ini merupakan langkah pertama mendukung ibu agar
berhasil menyusui secara eksklusif dan hal ini merupakan suatu investasi yang
berharga. Hubungan yang baik antara seorang ayah dan bayinya merupakan faktor
yang paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak di
kemudian hari (Roesli, 2007).
Kelompok ibu-ibu yang sehat dan produksi ASI-nya bagus, sebetulnya yang
paling memungkinkan dapat memberikan ASI dengan baik, tetapi banyak faktor yang
memengaruhinya, antara lain faktor keluarga dan kekerabatan. Tidak semua suami
atau orang tua akan mendukung pemberian ASI, misalnya, suami merasa tidak
nyaman apabila istrinya menyusui. Pada waktu seorang ibu melahirkan, keluarga
besar atau kerabatnya berdatangan untuk membantu merawat ibu dan bayinya. Pada
saat itu mereka memberikan makanan/minuman pada usia yang sangat dini.
2.4.2.2. Peran Petugas Kesehatan
Ibu yang mempunyai masalah dalam menyusui memerlukan bimbingan agar
dapat mengatasi masalahnya dan terus menyusui sehingga tercapai ASI eksklusif.
Petugas kesehatan atau relawan yang membantu ibu dengan latar belakang
pengalaman berhasil menyusui sendiri tentunya dapat menjadi nilai tambah dalam
ibu dalam memahami hal-hal berikut : a) pemberian ASI dapat meringankan beban
ekonomi keluarga karena tidak perlu memberi susu formula dan menyediakan semua
perangkat yang diperlukan serta mengerjakan hal-hal untuk menyediakan susu
formula secara baik yang terjaga keamanan dan keberhasilannya, b) memahami
masalah yang mungkin dihadapi dan mengatasinya karena sudah melihat peragaan
cara-cara mengatasi masalah menyusui, seperti puting susu lecet, sindroma ASI
kurang, bingung puting, bayi rewel, dan lain-lain, c) memperoleh bukti bahwa
perkembangan bayi yang diberi ASI memuaskan, d) memahami bahwa bayi yang
disusui jarang megalami penyakit seperti diare, infeksi saluran pernafasan, atau
biasanya dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI (Suliastriani, 2004).
Permasalahan yang sering ditemukan di lapangan yakni belum semua petugas
paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu
untuk menyusui bayi mereka, serta adanya praktek yang keliru dengan memberikan
susu botol kepada bayi yang baru lahir. Petugas kesehatan harus mengajarkan ibu
tentang perawatan bayi, melatih ibu meyusui dengan baik dan benar, manfaat ASI
eksklusif dan pemberiaan MP-ASI secara baik dan tepat, sehingga dapat menambah
pengetahuan ibu dan juga harus mampu menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri
bahwa ibu dapat menyusui secara eksklusif (Siregar, 2004).
2.4.2.3 Sosial Budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat (Taylor, 2002). Menurut Soemardjan
berfungsi sebagai tempat berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan
perhiasan.
Faktor budaya setempat dan pengetahuan sendiri serta sistem nilai sangat
berpengaruh terhadap keputusan yang diambil dalam memberikan makan tambahan
pada usia 0-6 bulan (Syafrudin, 2009).
Roesli (2000) menyatakan, mitos tentang menyusui ASI yang terjadi di
masyarakat adalah : 1) menyusui akan merubah bentuk payudara ibu, 2) menyusui
sulit untuk menurunkan berat badan ibu, 3) ASI tidak cukup pada hari-hari pertama,
sehingga bayi perlu makanan tambahan, 4) Ibu bekerja tidak dapat memberikan ASI
eksklusif, 4) payudara ibu yang kecil tidak cukup menghasilkan ASI, 5) ASI pertama
keluar harus dibuang karena kotor, 6) ASI dari ibu kekurangan gizi, kualitasnya tidak
baik.
Menurut Parinasia (2004), seorang wanita yang dalam keluarga atau
lingkungan sosialnya mempunyai kebiasaan yang mempunyai “budaya susu
formula/botol”, ibu-ibu atau wanita muda di daerah tersebut tidak mempunyai sikap
positif terhadap menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari.
2.5. Landasan Teori
Masalah gangguan tumbuh kembang pada bayi dan anak di bawah usia 2
tahun (baduta) merupakan masalah yang perlu ditanggulangi dengan serius. Usia di
bawah dua tahun merupakan masa yang amat penting sekaligus masa kritis dalam
bulan harus memperoleh asupan gizi sesuai dengan kebutuhannya yang sejalan
dengan bertambahan umur, sebab bertambah umur bertambah pula kebutuhan
gizinya, pada usia ini bayi harus diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI). Selain
ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi juga perlu diperhatikan waktu pemberian,
frekuensi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan pemberian MP-ASI.
Di dalam keluarga peranan ibu sangat penting dalam melaksanakan pemberian
MP-ASI. Penanganan yang baik yang dilakukan oleh ibu dalam pemberian MP-ASI
kepada bayinya berpotensi untuk mencapai bayi yang sehat baik dalam pertumbuhan
dan perkembangannya. kenyataannya masih banyak terjadi masalah pemberian
MP-ASI pada bayi dan hal tersebut didasari oleh banyak faktor terutama dari faktor
perilaku ibu sendiri.
Perilaku ibu yang tidak sesuai ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mendasari timbulnya perilaku. Menurut teori Green, yang mendasari timbulnya
perilaku ibu tersebut dikelompokkan menjadi faktor predisposing, enabling dan
reinforcing. Faktor-faktor yang tergolong sebagai faktor predisposing antara lain
umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, penghasilan, dan budaya. Tingkat pendidikan
ibu yang rendah diasumsikan akan menyebabkan tingkat pengetahuan ibu juga
rendah. Pengetahuan mengenai MP-ASI terdiri dari waktu pemberian, frekuensi,
porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberian MP-ASI.
Faktor budaya yang secara turun temurun diwariskan dalam pola makan
masyarakat akhirnya akan membentuk pola konsumsi kepada anak nantinya. Faktor
pendamping juga mendasari tindakan ibu. Tingkat ketersediaan bahan makanan
dalam lingkungan (pasar) akan mendorong ibu dalam mendapatkan dan mengolah
bahan makanan tersebut menjadi makanan pendamping bagi bayinya. Informasi yang
diperoleh dari media massa akan mendasari ibu dalam memilih jenis makanan
pendamping baik tenaga puskesmas maupun posyandu akan mendorong ibu untuk
berperilaku berdasarkan informasi yang didapat dari mereka. Sikap dan tindakan
petugas yang mendukung akan menimbulkan minat pada ibu.
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 0- 6
BULAN Faktor Internal
a. Pengetahuan b. Sikap c. Motivasi
Faktor Eksternal a. Dukungan keluarga b. Peran Petugas c. Sosial Budaya
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor Internal dan Eksternal
Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat kita lihat bahwa faktor internal
yaitu pengetahuan, sikap dan motivasi dan juga fakor eksternal yaitu dukungan
keluarga, dukungan petugas, dan sosial budaya akan memengaruhi terhadap
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan survey dengan tipe explanatory research untuk
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dipilih di Kota Langsa karena masih banyak ibu yang tidak
memberikan ASI Eksklusif, data profil dinas kesehatan Kota Langsa tahun 2009 di
ketahui bahwa terdapat sebanyak 60,13% ibu memberikan makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada bayi usia 0-6 bulan, berdasarkan hasil survey pendahuluan diketahui
dari 20 orang ibu yang mempunyai bayi dan menyusui hanya 2 ibu (10%) yang
berhasil memberikan ASI Eksklusif .
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan diawali dari bulan April dan di akhiri
bulan September 2010.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 0-6
bulan yang terdapat di Kota Langsa yang berjumlah 1.002 bayi (Data PWS KIA
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan yang
terdapat di Kota Langsa. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Lemeshow, 2003 ) :
n =
Dari rumus di atas diperoleh untuk jumlah sampel dalam penelitian ini
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap
(multistage sampling) :
1. Tahap pertama, penentuan lokasi penelitian dilakukan pada 5 kecamatan yang
dilakukan secara proportional random sampling (pengambilan sampel dari
masing-masing strata dilakukan berdasarkan perimbangan).
2. Tahap kedua, dari masing-masing kecamatan dipilih secara purposive sampling
desa yang mempunyai anak bayi dengan proporsi tinggi.
3. Tahap ketiga, setelah itu dari masing-masing desa terpilih, sampel diambil dari
ibu yang mempunyai anak usia 0-6 bulan secara acak (simple random sampling).
Tabel. 3.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kecamatan
Kecamatan Populasi Sampel
Langsa Barat 173 47
Langsa Timur 149 40
Langsa Kota 270 73
Langsa Baro 213 57
Langsa Lama 197 53
Total 1002 270
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut :
a) Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan responden dengan
menggunakan kuesioner. Data primer meliputi pengetahuan, sikap, motivasi,
b) Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan, puskesmas yang berisi catatan
atau dokumen ibu-ibu yang baru melahirkan maupun sedang menyusui. Data
sekunder meliputi jumlah bayi berusia 0-6 bulan, jumlah bayi 0-6 bulan yang
mendapatkan ASI Eksklusif dan bayi 0-6 bulan yang telah diberikan MP-ASI.
3.4.1. Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan pada ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan dengan
jumlah responden 30 orang. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana
suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu
alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel
pada analisis reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan
ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.
Setelah semua pertanyaan valid berdasarkan uji validitas, analisis dilanjutkan
dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas data dicari
dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat
ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka
dinyatakan relialibel (Sugiyono, 2004). Nilai r Tabel dalam penelitian ini
3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah :
Variabel Jumlah
Pertanyaan Hasil Ukur Alat Ukur Skala Ukur
Pemberian MP-ASI 1 a. Ya (Tidak baik)
b. Tidak (Baik) Kuesioner Ordinal
Pengetahuan 8 a. Baik
b. Tidak Baik Kuesioner Ordinal
Sikap 8 a. Baik
b. Tidak Baik Kuesioner Ordinal
Motivasi 6 a. Baik
b. Tidak Baik Kuesioner Ordinal
Dukungan keluarga 3 a. Baik
b. Tidak Baik Kuesioner Ordinal
Peran Petugas 7 a. Baik
b. Tidak Baik Kuesioner Ordinal
Sosial Budaya 4 a. Baik
b. Tidak Baik Kuesioner Ordinal
3.5.2. Definisi Operasional
1. Pemberian MP-ASI adalah Makanan yang diberikan kepada bayi usia 0-6 bulan
selain ASI.
2. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui serta pemahaman ibu terhadap
pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan.
3. Sikap adalah respon atau tanggapan ibu tentang pemberian makanan tambahan
pada anak usia 0-6 bulan.
4. Motivasi adalah dorongan/keinginan ibu untuk memberikan makanan tambahan
pada anak usia 0-6 bulan.
5. Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan oleh keluarga baik moril
6. Peran petugas adalah bantuan yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap ibu
dalam pemberian makanan tambahan pada anak usia 0-6 bulan.
7. Sosial budaya adalah faktor budaya setempat dalam pemberian makanan tambahan
pada anak usia 0-6 bulan.
3.6. Metode Pengukuran Variabel 1) Pengukuran Variabel Dependen
Pengukuran variabel dependen (pemberian MP-ASI) didasarkan pada skala
ordinal dari 1 item pertanyaan dengan alternatif jawaban :
1. Ya (skor 0) dikategorikan “tidak baik”
2. Tidak (skor 2) dikategorikan “baik”
2) Pengukuran Variabel Independen 1. Pengetahuan
Pengukuran variabel pengetahuan didasarkan pada skala ordinal dari 8 item
pertanyaan dengan alternatif jawaban :
1. Jawaban “a” diberi skor 2
2. Jawaban “b” diberi skor 1
3. Jawaban “c” diberi skor 0
Selanjutnya dikategorikan menjadi :
1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 8)
2. Sikap
Pengukuran variabel sikap didasarkan pada skala ordinal dari 8 item
pertanyaan dengan alternatif jawaban :
1. Setuju (skor 2)
2. Tidak Setuju (skor 1)
Selanjutnya dikategorikan menjadi :
1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 12)
2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 12)
3. Motivasi
Pengukuran variabel motivasi didasarkan pada skala ordinal dari 6 item
pertanyaan dengan alternatif jawaban :
1. Ya (skor 1)
2. Tidak (skor 2)
Selanjutnya dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 9)
2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 9)
4. Dukungan Keluarga
Pengukuran variabel dukungan keluarga didasarkan pada skala ordinal dengan 3
item pertanyaan, jika responden jawaban “a” diberi skor 2, jawaban “b” diberi skor 1
dan jawaban “c” diberi skor 0. Dengan total skor yaitu 6. Berdasarkan jumlah nilai
1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 3)
2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 3)
5. Peran Petugas Kesehatan
Pengukuran variabel petugas kesehatan didasarkan pada skala ordinal dari 7
item pertanyaan dengan alternatif jawaban :
1. Ya (skor 2)
2. Tidak (skor 1)
Selanjutnya dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 10,5)
2. Tidak Baik, jika responden memperoleh skor < median (skor 10,5)
6. Sosial Budaya
Pengukuran variabel sikap didasarkan pada skala ordinal dari 4 item
pertanyaan dengan alternatif jawaban :
1. Setuju (skor 1)
2. Tidak Setuju (skor 2)
Selanjutnya dikategorikan menjadi:
1. Baik, jika responden memperoleh skor ≥ median (skor 6)
3.7. Metode Analisis Data a. Analisa Univariat
yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel–variabel
penelitian baik independen maupun dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Chi
Square untuk melihat ada hubungan yang bermakna antara faktor internal dan faktor
eksternal ibu terhadap pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan di Kota Langsa
Tahun 2010 dengan tingkat kepercayaan 0,05.
c. Analisa Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel yang paling
dominan antara variabel independen (pengetahuan, sikap, motivasi, dukungan
keluarga, peran petugas kesehatan dan sosial budaya ibu) terhadap variabel dependen
(pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan di Kota Langsa). Adapun uji statistik
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Kota Langsa
Setelah Kota Langsa lepas dari Kabupaten Aceh Timur tahun 2001, struktur
perekonomian dibangun atas perdagangan, industri, dan pertanian. Sejak lama Langsa
dikenal sebagai pusat perdagangan dan jasa, khususnya hasil bumi dari Kabupaten
Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan paling banyak dari Medan, Sumut.
Kota Langsa merupakan kota pesisir yang memiliki garis pantai 16 km.
Penduduk yang sangat heterogen –Aceh, Jawa, melayu dan Gayo Batak sehingga
menyebabkan Kota Langsa memiliki banyak kemiripan dengan Medan.
Langsa merupakan kota kecil dengan keramaian yang terpusat di dua titik.
Jalan Teuku Umar sebagai pusat pertokoan dan pasar tradisional selalu ramai sejak
pagi sampai malam hari. Demikian juga Jalan Ahmad Yani, jalan protokol dua jalur
4.1.2. Geografis
yaitu Kecamatan Langsa Kota, Kecamatan Langsa Barat, Kecamatan Langsa
Timur, Kecamatan Langsa Baro dan Kecamatan Langsa Lama. dengan jumlah
penduduk keseluruhan adalah 113.837 jiwa.
Tabel 4.1. Gambaran Luas Kota Langsa
Kecamatan Luas (Km2)
Langsa Kota Langsa Barat Langsa Lama Langsa Baruh Langsa Timur
43,62 40,06 49,67 63,49 65,57
Total 262,41
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Langsa 2008
Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Langsa Timur
sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Langsa Kota.
Secara geografis wilayah Kota Langsa mempunyai luas wilayah 262,41 km2
dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Batas Utara : Kabupaten Aceh Timur dan Selat Malaka
2. Batas Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang
3. Batas Timur : Kabupaten Aceh Tamiang
4.2 Karakteristik Responden
Adapun yang menjadi variabel karakteristik dalam penelitian ini antara lain
umur, pendidikan, umur bayi, suku dan pekerjaan. Selanjutnya dapat dilihat pada
tabel 4.2. dibawah ini :
Tabel 4.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas diketahui menurut kelompok umur, sebagian
besar ibu berusia ≥ 25 tahun yaitu sebanyak 196 ibu (72,6%), dan mayoritas
berpendidikan menamatkan SLTA yaitu sebanyak 137 ibu (50,7%).
Berdasarkan umur bayi mayoritas ibu mempunyai bayi dengan umur 1 bulan
yaitu sebanyak 96 ibu (35,6%), dan berdasarkan suku mayoritas responden dengan
suku Aceh yaitu sebanyak 157 ibu (56,3%) dan mayoritas responden dengan
pekerjaan ibu rumah tangga yaitu sebanyak 146 (54,1%).
4.3. Pengetahuan Responden
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang berpengetahuan baik
sebanyak 174 ibu (64,4 %) dan yang berpengetahuan tidak baik sebanyak 96 (35,6 %)
ibu terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan. Selanjutnya dapat dilihat
secara keseluruhan pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Gambaran Pengetahuan Responden
No Pengetahuan (n) (%)
1 Baik 174 64,4
2 Tidak Baik 96 35,6
Total 270 100
4.4. Sikap Responden
Distribusi data dari penelitian berdasarkan sikap yang dilakukan didapat
bahwa responden dalam kategori tidak baik berjumlah 137 ibu (50,7 %) dan kategori
pada anak usia 0-6 bulan. Selanjutnya dapat dilihat secara keseluruhan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.4. Gambaran Sikap Responden
No Sikap (n) (%)
1 Baik 133 49,3
2 Tidak Baik 137 50,7
Total 270 100
4.5. Motivasi
Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden dapat diperoleh
bahwa berdasarkan motivasi dikelompokkan menjadi 2 kategori. Hal ini dapat dilihat
motivasi yang tidak baik sebanyak 208 ibu (77,0 %) terhadap pemberian MP-ASI
pada anak usia 0-6 bulan. Selanjutnya dapat dilihat secara keseluruhan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.5. Gambaran Motivasi Responden
No Motivasi (n) (%)
1 Baik 62 23,0
2 Tidak Baik 208 77,0
Total 270 100
4.6. Dukungan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian dukungan keluarga secara keseluruhan terhadap
pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan dikategorikan baik dan tidak baik
dimana sebagian besar dukungan keluarga pada kategori tidak baik yaitu 208 ibu
responden berperan besar terhadap pemberian MP-ASI kepada bayi. Selanjutnya
dapat dilihat secara keseluruhan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6. Gambaran Dukungan Keluarga
No Dukungan Keluarga (n) (%)
1 Baik 62 23,0
2 Tidak Baik 208 77,0
Total 270 100
4.7. Peran Petugas Kesehatan
Distribusi data responden berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
sebagian besar peran petugas kesehatan sebanyak 256 ibu (94,8 %) dalam kategori
baik dan selebihnya 14 ibu (5,2 %) dalam kategori tidak baik terhadap pemberian
MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan. Artinya dalam upaya penanggulangan pemberian
MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan petugas kesehatan sudah bekerja keras
mempromosikan ASI Ekslusif lebih baik dari pada susu formula. Selanjutnya dapat
dilihat secara keseluruhan pada tingkat peran petugas kesehatan melalui tabel
dibawah ini :
Tabel 4.7. Gambaran Peran Petugas Kesehatan
No Peran Petugas Kesehatan (n) (%)
1 Baik 256 94,8
2 Tidak Baik 14 5,2
4.8. Sosial Budaya
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden berdasarkan sosial
budaya dikelompokkan menjadi 2 kategori. Berdasarkan analisis univariat terlihat
bahwa responden dengan kategori tidak baik yaitu 233 ibu (86,3 %) dan kategori baik
yaitu 37 ibu (13,7 %). Selanjutnya dapat dilihat secara keseluruhan responden berada
pada tingkat sosial budaya melalui tabel dibawah ini:
Tabel 4.8. Gambaran Sosial Budaya
No Sosial Budaya (n) (%)
1 Baik 37 13,7
2 Tidak Baik 233 86,3
Total 270 100
4.9. Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI adalah sesuatu yang diberikan oleh responden kepada
bayinya. Selanjutnya dapat diihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.9. Gambaran Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
No Pemberian MP-ASI (n) (%)
1 Tidak Baik 147 54,4
2 Baik 123 45,6
Total 270 100
Berdasarkan Tabel 4.9. di atas, diketahui mayoritas ibu telah memberikan
MP-ASI sejak dini, diketahui dari 270 ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan terdapat
(45,6%) yang mempunyai bayi 0-6 bulan tidak (baik) memberikan MP-ASI. Kondisi
pemberian MP-ASI dini di Langsa masih tinggi dibandingkan dengan persentase
yang ditemukan di Pemerintah Aceh yaitu sekitar 51,13%, hal ini menunjukkan
masih banyak pengaruh faktor eksternal dan internal ibu terhadap pemberian MP-ASI
dini di Kota Langsa.
4.10. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Pemberian MP-ASI
Hasil analisis bivariat setelah dilakukan tabulasi silang dan uji statistic
chi-square dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.10 Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dengan Pemberian MP-ASI Pemberian MP-ASI
Tidak baik Baik
Jumlah Pengetahuan
N % N % N %
P sig.
Baik 108 62,1 66 37,9 174 100
Tidak Baik 39 40,6 57 59,4 96 100 11,470 0,001
Berdasarkan tabel 4.10 di atas, di ketahui dari 174 ibu yang berpengetahuan
baik terdapat sebanyak 108 ibu (62,1%) terhadap pemberikan MP-ASI kategori “tidak
baik,” selebihnya 66 ibu (37,9%) dengan kategori “baik” hal ini menunjukkan kondisi
ibu yang berpengetahuan tinggi di Kota Langsa tidak dapat menunjukkan
peningkatan pemberian ASI Eksklusif pada bayi disebabkan oleh faktor pekerjaan,
bahwa nilai p (0,001) < p 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.
4.11. Hubungan Sikap Responden dengan Pemberian MP-ASI
Hasil analisis bivariat setelah dilakukan tabulasi silang dan uji statistic
chi-square dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.11. Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Pemberian MP-ASI Pemberian MP-ASI
Tidak Baik Baik
Jumlah Sikap
N % N % N %
P sig.
Baik 68 51,1 65 48,9 133 100
Tidak Baik 79 57,7 58 42,3 137 100 1,162 0,282
Berdasarkan tabel 4.11 di atas, di ketahui dari 133 ibu yang memiliki sikap
baik sebanyak 68 ibu (51,1%) yang melakukan pemberian MP-ASI kategori “tidak
baik” selebihnya 65 ibu (48,9%) dengan kategori “baik” pada pemberian MP-ASI.
Hasil analisis bivariat (chi-square test) menunjukkan bahwa nilai p (0,282) > p 0,05,
artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan pemberian
MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.
4.12. Hubungan Motivasi Responden dengan Pemberian MP-ASI
Hasil analisis bivariat setelah dilakukan tabulasi silang dan uji statistic
Tabel 4.12 Tabulasi Silang Motivasi Responden dengan Pemberian MP-ASI Pemberian MP-ASI
Tidak Baik Baik
Jumlah Motivasi
N % N % N %
P sig.
Baik 25 40,3 37 59,7 62 100
Tidak Baik 122 58,7 86 41,3 208 100 6,471 0,011
Berdasarkan tabel 4.12 di atas, di ketahui dari 62 ibu yang memiliki motivasi
baik sebanyak 25 ibu (40,3%) yang melakukan pemberian MP-ASI pada kategori
“tidak baik” selebihnya 37 ibu (59,7%) dengan kategori “baik” pada pemberian
MP-ASI. Hasil analisis bivariat (chi-square test) menunjukkan bahwa terdapat nilai p
(0,011) < p 0,05 artinya adanya hubungan yang signifikan antara motivasi ibu dengan
pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.
4.13. Hubungan Dukungan Keluarga Responden dengan Pemberian MP-ASI Hasil analisis bivariat setelah dilakukan tabulasi silang dan uji statistic
chi-square dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.13. Tabulasi Silang Dukungan Keluarga Responden dengan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI
Tidak Baik Baik
Jumlah Dukungan
Keluarga
N % N % N %
P sig.
Baik 45 72,6 17 27,4 62 100