TUGAS SARJANA
MESIN FLUIDA
PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK
UNTUK SISTEM PNEUMATIK
PADA GUN BURNER
OLEH
NAMA : ERWIN JUNAISIR
NIM : 020401047
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
TUGAS SARJANA
MESIN FLUIDA
PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK
UNTUK SISTEM PNEUMATIK
PADA GUN BURNER
OLEH
NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047
DISETUJUI OLEH : DOSEN PEMBIMBING
TUGAS SARJANA
MESIN FLUIDA
PERANCANGAN KOMPRESOR TORAK
UNTUK SISTEM PNEUMATIK
PADA GUN BURNER
OLEH
NAMA : ERWIN JUNAISIR NIM : 020401047
Telah disetujui dari Hasil Seminar Tugas Sarjana Periode 495, tanggal 01 Desember 2007
Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II
IR. Zamanhuri, MT IR. Mulfi Hazwi, MSc
NIP. 130 353 113 NIP. 130 905 356
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
Adapun yang menjadi pembahasan dalam tugas sarjana ini adalah
mengenai perencanaan kompresor torak untuk sistem pneumatik pada Gun
Burner pada Combustion Chamber PLTU. Berbagai ilmu yang berkaitan dengan
sub program studi konversi energi seperti termodinamika, mekanika fluida
diaplikasikan dalam merencanakan kompresor torak ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian Tugas Sarjana ini, terutama
kepada :
1. Kedua orangtua saya yang terkasih dan tercinta, Ayahanda
E.Nainggolan dan Ibunda N.Pakpahan yang senantiasa memberikan
doa, nasehat dan dorongan serta materi hingga tugas sarjana ini selesai.
2. Bapak Ir. Isril Amir selaku dosen pembimbing, yang bersedia
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan
dalam penyelesaian tugas sarjana ini.
3. Bapak Ir. Alfian Hamsi, MSc selaku Ketua Departemen Teknik Mesin
USU yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas sarjana ini.
4. Bapak Ir. Zamanhuri, MT selaku dosen pembanding seminar yang
5. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, MSc selaku dosen pembanding seminar yang
telah bersedia meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta
masukan kepada penulis.
6. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU yang
telah memberikan kesempatan dan urusan administrasi.
7. Adinda Masron dan Andre yang telah banyak memberikan doa serta
semangat bagi penulis dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.
8. Teman-teman Teknik Mesin khususnya Stambuk 2002 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan
serta semangat bagi penulis.
Penulis menyadari Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan banyak masukan untuk penyempurnaan tugas ini. Dan atas
perhatian pembaca, penulis mengucapkan terimakasih.
Penulis,
Erwin Junaisir
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR SIMBOL viii
DAFTAR TABEL xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Penggunaan Udara Tekan 2
1.4 Ruang Lingkup Permasalahan 3
1.4.1 Batasan Masalah 3
1.4.2 Asumsi-asumsi 3
1.5 Sistematika Penulisan 3
BAB II LANDASAN TEORI 5
2.1 Pengertian Kompresor 5
2.2 Klasifikasi Kompresor 5
2.3 Kompresor Torak 7
2.3.1 Prinsip Kerja Kompresor Torak 8
2.4 Kompresor Dua Tingkat Dengan Intercooler 13
2.4.1 Prinsip Kerja Kompresor Torak Dua Tingkat dengan Intercooler 13
2.4.2 Kerja Kompresor Dua Tingkat 14
2.5 Efisiensi Volumetrik 16
2.6 Pemilihan Jenis Kompresor 18
BAB III PEMBAHASAN MATERI 21
3.1 Perancangan Kompresor 21
3.1.1 Penggunaan Kompresor 21
3.2 Data – data Kompresor 22
3.2.1 Rugi – rugi tekanan pada pipa 23
3.2.2 Kerja Kompresi Per Siklus 24
3.2.4 Effesiensi Volumetrik 26
3.3 Diameter dan Langkah Torak 27
3.4 Spesifikasi Perancangan 28
BAB IV UKURAN-UKURAN UTAMA KOMPRESOR 30
4.1 Silinder 30
4.1.1 Tebal Silinder 30
4.1.2 Panjang Silinder 31
4.1.3 Kepala Silinder 32
4.2.1 Ukuran Utama Torak 33
4.2.1.1 Silinder Tekanan Rendah 35
4.2.1.2 Silinder Tekanan Tinggi 37
4.2.2 Pena Torak (Pin Piston) 39
4.2.2.1 Silinder Tekanan Rendah 39
4.2.2.2 Silinder Tekanan Tinggi 39
4.2.3 Cincin Torak 41
4.2.3.1 Silinder Tekanan Rendah 42
4.2.3.2 Silinder Tekanan Tinggi 43
4.2.4 Berat Torak dan Perlengkapannya 44
4.2.4.1 Silinder Tekanan Rendah 44
4.2.4.2 Silinder Tekanan Tinggi 46
4.3 Poros Engkol (Crank Shaft) 49
4.3.1 Ukuran Utama Poros Engkol 50
4.3.2 Beban Penyeimbang 53
4.4 Batang Torak (Connecting Rod) 53
4.4.1 Silinder Tekanan Rendah 54
4.4.2 Silinder Tekanan Tinggi 58
4.5 Bantalan 62
4.6 Sabuk dan Pulli 64
4.6.1 Sabuk 64
BAB V ANALISA KEKUATAN KOMPONEN UTAMA KOMPRESOR 73
5.1 Kekuatan Silinder 73
5.1.1 Tegangan Tarik 73
5.1.2 Tegangan Melintang 74
5.1.3 Kepala Silinder 75
5.2 Kekuatan Torak 76
5.2.1 Kekuatan Pena Torak 76
5.2.1.1 Kekuatan Terhadap Tegangan Bengkok 76
5.2.1.2 Kekuatan Terhadap Kekuatan Aksial 77
5.2.2 Kekuatan Cincin Torak 78
5.2.2.1 Kekuatan Terhadap Tegangan Tarik 78
5.3 Batang Torak 78
5.3.1 Kekuatan Terhadap Tegangan Bengkok 79
5.3.2 Kekuatan Terhadap Tegangan Tarik 80
5.4 Kekuatan Poros Engkol 81
5.4.1 Distribusi Gaya pada Poros Engkol 81
5.4.2 Kekuatan pada Pusat Poros Engkol 83
5.5 Kekuatan Bantalan 86
BAB VI KESIMPULAN 88
DAFTAR PUSTAKA 93
DAFTAR TABEL
Lampiran 1 Sifat – Sifat Thermodinamika Udara 94
Lampiran 2 Ukuran – Ukuran Utama Poros 95
Lampiran 3 Daftar Konsentrasi Poros 96
Lampiran 4 Panjang Standart Ls & Faktor Koreksi Panjang K2
Untuk Beban Sabuk-V Konvensional Beban Berat 97
Lampiran 5 Konstanta Yang Dipakai Dalam Persamaan Nilai Daya 98
Lampiran 6 Faktor Perbandingan Kecepatan Yang Dipakai Dalam
Persamaan Nilai Daya 98
Lampiran 7 Penampang Sabuk-V Yang Sanggup Untuk Beban Berat 99
Lampiran 8 Beban dan Nilai Beban Ekuivalen 100
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Kompresor 6
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Kompresor 8
Gambar 2.3 Diagram p-V dan T-S Untuk Kompresor
Torak Satu Tingkat 10
Gambar 2.4 Diagram p-V dan T-S Untuk Kompresor
Torak Dua Tingkat 14
Gambar 2.5 Proses Kompresi Dengan Volume Sisa 17
Gambar 3.1 Diagram Alir Kompresor 22
Gambar 4.1 Penampang Silinder 31
Gambar 4.2 Penampang Torak 34
Gambar 4.3 Penampang Pena Torak 39
Gambar 4.4 Penampang Cincin Torak 41
Gambar 4.5 Penampang Poros Engkol 49
Gambar 4.6 Penampang Batang Torak 54
Gambar 4.7 Penampang Bantalan 63
Gambar 4.8 Grafik Menentukan Tipe Sabuk 65
Gambar 4.9 Grafik Menentukan Harga K1 67
Gambar 4.10 Kedudukan Sabuk Terhadap Pulli 68
Gambar 4.11 Bentuk Penampang Sabuk 69
Gambar 4.12 Bentuk Penampang Pulli 70
Gambar 4.13 Channel Valve 72
Gambar 4.14 Poppet Valve 72
Gambar 5.1 Distribusi Gaya pada Penampang Silinder 73
Gambar 5.2 Distribusi Gaya Sepanjang Silinder 74
Gambar 5.3 Penampang Potongan Batang Torak 79
Gambar 5.4 Distribusi Gaya Pada Siklus Kinematik Poros Engkol 81
DAFTAR SIMBOL
a = Tebal sabuk ; [mm]
a = Jarak beban W2 terhadap tumpuan bantalan di titik A ; [mm]
A = Luas penampang ; [m2]
b = Kedalaman celah ring piston ; [mm]
b = Tebal sabuk tunggal ; [mm]
b = Jarak dari tumpuan bantalan di titik E terhadap beban W2 ; [mm]
b = Jarak dari tumpuan bantalan di titik E terhadap titik B ; [mm]
b = Jarak dari tumpuan bantalan di titik A terhadap pipi engkol ; [mm]
b’ = Tebal sabuk bergabung ; [mm]
br = Lebar cincin torak ; [mm]
B = Lebar bantalan ; [mm]
C = Jarak sumbu kedua pulli ; [mm]
C = Jarak kedua ujung cincin ; [mm]
C = Beban dinamis yang diijinkan pada bantalan ; [kN]
d = Diameter ; [mm]
E = Modulus elastisitas ; [mm]
f = Frekuensi ; [Hz]
fh = Faktor umur bantalan
fn = Faktor putar bantalan
F = Gaya ; [N]
g = Gravitasi ; [m/s2]
h = Entalpi gas ; [kJ/kg]
h = Lebar pipi engkol ; [mm]
h = Tebal batang torak ; [mm]
h = Tebal cincin torak ; [mm]
hf = Kerugian akibat gesekan ; [ m]
hL = Head loses ; [m]
hm = Kerugian minor ; [m]
H = Panjang silinder ; [mm]
i = Perbandingan transmisi
I = Momen inersia ; [mm4]
k = Konduktivitas thermal ; [W/m.K]
kt = Faktor korelasi untuk keadaan momen puntir
K = Jarak sumbu pena torak terhadap ring yang pertama ; [mm]
l = Panjang poros engkol ; [mm]
L = Panjang sabuk ; [mm]
L = Panjang torak ; [mm]
LC = Panjsng batang torak ; [mm]
Lci = Panjang silinder sisa ; [mm]
Lh = Umur bantalan ; [jam]
Li = Panjang pena torak ; [mm]
Lo = Jarak tumpuan pena torak ; [mm]
m = Massa ; [kg]
o
m = Massa aliran udara ; [kg/s]
M = Momen ; [kg.mm]
n = Indeks polytropik
n = Putaran poros engkol ; [rpm]
N = Putaran pulli pada motor listrik ; [rpm]
p = Jumlah pole
p = Tekanan ; [Bar, kg/cm2]
P = Daya ; [kW]
P = Gaya tekan ; [N]
Pr = Beban ekivalen bantalan ; [kN]
o
q = Jumlah kalor yang mengalir persatuan luas ; [W/m2]
Q = Kapasitas udara ; [m3/s]
q = Laju perpindahan panas ; [kJ/s]
r = Champer ; [mm]
r = Radius gyrasi pada pusat batang torak ; [mm]
rp = Perbandingan kompresi
S = Entropi ; [kJ/kg.K]
S = Panjang langkah ; [mm]
Sf = Faktor keamanan pada poros
t = Tebal ; [mm]
T = Temperatur ; [K]
v = Faktor mekanisme bantalan
v = Faktor keamanan
V = Volume ; [m3]
W = Berat ; [N]
Wb = Momen perlawanan ; [mm3]
WC = Total kerja kompresor ; [kJ/kg]
x = Jarak dari tumpuan bantalan di titik A terhadap pipi engkol ; [mm]
x = Jarak dari tumpuan bantalan terhafap titik acuan ; [mm]
x = Faktor beban radial pada bantalan
y = Faktor beban aksial pada bantalan
Y = Besar defleksi pada poros engkol ; [mm]
z = Jumlah sabuk
α = Faktor konsentrasi tegangan
α = Koefisien ekspansi panas ; [/K]
α = Sudut ; [o]
β = Sudut ; [o]
a
η = Efisiensi adiabatik ; [%]
a
η = Efisiensi mekanis ; [%]
v
η = Efisiensi volumetrik ; [%]
ρ = Massa jenis ; [kg/m3]
µ = Poison ratio
ε = Nilai kekasaran dari pipa ; [m]
τ = Tegangan geser ; [kg/cm2]
τ = Tegangan geser izin ; [kg/cm2]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi, maka keperluan udara
tekan sebagai sumber tenaga juga semakin meningkat, khususnya untuk
kebutuhan pneumatik. Keperluan tersebut tidak hanya untuk keperluan industri,
melainkan juga untuk kebutuhan sehari-hari seperti disebutkan berikut ini :
1. Pompa pengisi ban, perahu karet, bola, dst
2. Lift mobil pada perbengkelan
3. Rem pada mobil
4. Pengecetan
5. Pemasangan botol minuman
6. Pengujian terhadap kebocoran dan kekuatan terhadap tekanan.
Tidak sedikit industri menggunakan udara tekan sebagai sumber tenaga,
sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan udara merupakan suatu kebutuhan
yang sangat vital. Semua kebutuhan udara ini dapat dihasilkan oleh kompresor
baik itu kompresor torak, sentrifugal, screw maupun kompresor jenis lainnya yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan kegunaannya.
Kompresor mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan tenaga
listrik dan hidrolik, seperti :
1. Konstruksi dan operasi mesin yang sederhana.
2. Pemeliharaan dan pemeriksaan mesin serta peralatannya dapat dilakukan
3. Energinya dapat disimpan.
4. Kebocoran udara yang terjadi tidak akan membahayakan lingkungan.
Mengingat begitu pentingnya kebutuhan udara tekan tersebut maka dalam
tulisan ini akan direncanakan suatu kompresor torak yang akan digunakan untuk
kebutuhan udara tekan (pneumatik) untuk membuka gun burner yang terdapat
pada boiler pembangkit listrik tenaga uap.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Secara umum tujuan dari penulisan ini adalah untuk merencanakan suatu
kompresor torak untuk kebutuhan udara tekan pada sistem pneumatik yang
digunakan untuk membuka gun burner pada pembangkit listrik tenaga uap.
Tujuan khusus dari tulisan ini adalah untuk mengetahui performansi dari
kompresor tersebut secara teoritis serta menentukan dimensi
komponen-komponen utama dari kompresor tersebut hingga komponen-komponen tersebut dapat
diketahui keamanannya terhadap tegangan yang timbul.
1.3 PENGGUNAAN UDARA TEKAN
Pada sistem pneumatik ini digunakan untuk membuka gun burner yang
terdapat pada boiler PLTU.Sistem katup pneumatik ini berfungsi untuk membuka
gun burner pada boiler saat pemeliharaan atau terdapat permasalahan pada gun
burner tersebut. Proses membuka gun burner ini tidak berlangsung secara terus –
menerus karena hanya digunakan saat pemeliharaan atau terjadi permasalahan
1.4 RUANG LINGKUP PERMASALAHAN
1.4.1 Batasan Masalah
Untuk mendapatkan suatu hasil perencanaan yang baik, maka dalam hal ini akan
dibuat suatu batasan masalah karena semakin spesifik suatu perencanaan maka
hasilnya juga akan lebih baik. Mengingat hal diatas maka dalam hal ini akan
direncanakan suatu kompresor torak dua tingkat yang dilengkapi sebuah
intercooler (pendingin perantara). Dalam tulisan ini tidak akan dibahas
intercooler tersebut dan dalam perencanaan kompresor ini ditetapkan bahwa
temperatur udara yang keluar dari intercooler 25oC lebih tinggi dari temperatur
udara yang masuk pada silinder pertama (Low Pressure).
1.4.2 Asumsi – asumsi
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perencanaan ini antara lain :
1. Tidak ada penurunan tekanan dalam intercooler.
2. Efek sisa diabaikan.
3. Pemampatan pada silinder kedua (High Pressure) adalah polytropik.
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk lebih mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka
dilakukan pembagian bab yang saling berhubungan. Tulisan ini akan disusun
dalam enam bab, dimana pada BAB I merupakan pendahuluan yang berisikan
latar belakang penggunaan kompresor serta ruang lingkup permasalahan. Pada
BAB II akan dibahas mengenai teori yang menunjang permasalahan kompresor
Pada BAB III akan ditentukan spesifikasi perencanaan yang berdasarkan
pada penggunaan kompresor dan teori-teori yang menunjang perencanaan ini.
Selanjutnya pada BAB IV akan dihitung dimensi dari komponen-komponen
utama kompresor. Pada BAB V akan dianalisa kekuatan daripada
komponen-komponen utama dari kompresor yang direncanakan. Hasil dari keseluruhan
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN KOMPRESOR
Kompresor merupakan suatu unit yang dapat memindahkan udara yang
bertekanan rendah menjadi bertekanan lebih tinggi, selama perpindahan ini udara
dimampatkan. Udara yang mampat yang dihasilkan oleh kompresor ini menghisap
udara bebas bertekanan satu atmosfir hingga tekanan kerja yang diinginkan.
Dalam hal ini kompresor bekerja sebagai penguat (booster). Udara mampat ini
biasanya tidak langsung digunakan, melainkan kadang-kadang dialirkan melalui
satu saluran sampai ke tempat pemakaian, dapat juga disimpan ke tempat tangki
penyimpanan udara terlebih dahulu, baru kemudian dari tangki tersebut dialirkan
ke unit-unit yang membutuhkan udara mampat.
2.2 KLASIFIKASI KOMPRESOR
Kompresor terdapat dalam beberapa jenis dan model, tergantung pada
volume dan tekanannya. Berdasarkan cara pemampatannya, dibagi atas dua jenis,
seperti terlihat pada gambar 2.1 yang diambil dari [12] :
1. Kompresor Turbo
Kompresor ini menaikkan tekanan dan kecepatan udara dengan hanya
sentrifugal yang ditimbulkan oleh impeller dan dengan gaya angkat (lift)
yang ditimbulkan oleh sudu. Kompresor turbo ini dibagi atas kompresor
2. Kompresor Perpindahan Positif (Positiv Displacement)
Kompresor ini menaikkan tekanan dan kecepatan udara dengan
memperkecil atau memampatkan volume gas yang dihisap kedalam
silinder atau stator oleh torak atau sudu. Kompresor ini juga dibagi atas
Berdasarkan konstruksinya, maka kompresor menurut [12] dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan jumlah tingkat kompresi : satu tingkat, dua tingkat, sampai
banyak tingkat.
2. Berdasarkan langkah kerja (pada kompresor torak) : kerja tunggal dan
kerja ganda.
3. Berdasarkan susunan silinder (pada kompresor torak) : mendatar, tegak,
bentuk L, bentuk V, bentuk W, bentuk bintang, dan bentuk lawan
berimbang.
4. Berdasarkan media pendinginan : pendinginan air dan pendinginan udara.
5. Berdasarkan transmisi penggerak : langsung, sabuk, dan roda gigi.
6. Berdasarkan penempatannya : permanen dan dapat dipindahkan.
2.3 KOMPRESOR TORAK
Kompresor torak merupakan suatu kompresor bolak balik yang
menggunakan torak (piston) di dalam silinder yang bergerak bolak-balik untuk
menghisap, menekan dan mengeluarkan udara secara terus-menerus. Dalam hal
ini udara yang ditekan tidak boleh bocor melalui celah antara piston dan silinder
yang saling bergesekan. Untuk mencegah kebocoran ini maka pada piston
dilengkapi dengan ring piston yang fungsinya sebagai perapat sekaligus penyalur
2.3.1 Prinsip Kerja Kompresor Torak
Adapun cara kerja kompresor torak ini dapat dijelaskan seperti terlihat
pada gambar 2.2 yang diambil dari [12] :
b. Kompesi
L Katup Isap
θ
a. Hisap
Piston Katup Keluar
Silinder Dp
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Kompresor Torak
1. Langkah Isap
Pada langkah isap, piston bergerak ke bawah dan tekanan udara di dalam
silinder lebih kecil dari tekanan atmosfer, sehingga udara bebas yang terhisap
akan mendorong katup isap sampai ke titik mati bawah. Oleh karena itu udara
bebas tersebut akan masuk ke silinder.
2. Langkah Kompresi
Ketika piston mulai naik dari titik mati bawah, maka katup masukpun tertutup
3. Langkah Keluar
Bila torak terus-menerus bergerak ke atasa hingga titik mati atas maka katup
keluar akan terbuka akibat tekanan udara tersebut, sehingga udara keluar dari
silinder melalui katup keluar. Besarnya tekanan udara untuk membuka katup
keluar ini sama dengan besar tekanan udara pada akhir langkah kompresi.
Pada waktu piston mencapai titik mati atas, antara sisi atas piston dan
kepala silinder masih ada volume sisa yang besarnya Vc. Volume ini idealnya
adalah nol, agar udara dapat didorong seluruhnya keluar, tetapi dalam prakteknya
harus ada jarak atau clearance agar sisi atas piston tidak berbenturan dengan
kepala silinder, karena hal ini dapat merusak piston itu sendiri maupun kepala
silindernya.
Akibat adanya volume sisa ini, maka ada sejumlah udara dengan tekanan
pd dan volume Vc di akhir kompresi. Jika piston memulai langkah isap, maka
katup isap tidak dapat terbuka sebelum sisa udara tersebut berekspansi hingga
tekanannya turun menjadi pi. Katup isap akan mulai terbuka ketika tekanan sudah
mencapai tekanan isap pi.
Untuk mendapatkan tekanan yang lebih tinggi, maka kompresor yang
digunakan adalah kompresor bertingkat. Dalam hal ini semakin banyak
tingkatannya, maka tekanan udara yang dihasilkan juga semakin tinggi, Akan
tetapi harus juga diperhatikan untuk kapasitas berapa suatu kompresor tersebut
2.3.2 Kompresor Torak Satu Tingkat
Diagram P-V dan T-S untuk kompresor torak satu tingkat dapat dilihat
pada gambar 2.3 yang diambil dari [1] dengan dianggap volume clearance adalah
nol.
Udara dikompresikan dapat berupa proses isothermal, polytropik, ataupun
adiabatik. Dalam hal ini kerja yang dilakukan per siklus (W) dinyatakan dengan
luas diagram P-V tersebut, sehingga dari gambar tersebut dapat terlihat kerja yang
dilakukan per siklus terbesar adalah bila proses kompresi udara secara adiabatik
dan yang paling kecil adalah proses isothermal.
Pada keadaan aktualnya dalam kompresi udara ini proses isothermal dan
adiabatik tidak pernah terjadi secara sempurna, sehingga dalam hal ini proses
kompresi yang sesungguhnya berada diantara keduanya, yaitu proses polytropik.
Hubungan antara P dan V pada proses polytropik ini dapat dirumuskan sebagai :
Gambar 2.3 Diagram P-V Kompresor Torak Satu Tingkat
Tekanan
D C1 C C2 p2
Adiabatik n=k
Polytropik 1<n<k
Isothermal n=1
A p1
B
PVn = konstan, atau
P1V1n = P2V2n
n p p V V 1 2 1 2 1 =
Disini n adalah indeks polytropik dan harganya terletak antara 1 (proses
isothermal) dan k (proses adiabatik), jadi 1<n<k.Untuk kompresor udara harga n =
1,3.
Kerja yang dilakukan per siklus menurut [1] adalah :
W = Luas ABCD
= Luas A’C’CD + Luas C’CBB’ – Luas ABB’A’
= 1 1
1 1 2 2 2 2
1 PV
n V P V P V P − − − + = 1 ) 1 ( ) 1
( 2 2 2 2 1 1 1 1
− − − − + − n n V p V p V p V p n = ( )
1 p2V2 p1V1
n n − − = −
−1 1 1 1
2 2 1 1 V p V p V p n n = −
−1 1
1 2 1 1 2 1 1 n p p p p V p n n
W =
−
−1 1
2.3.3 Kompresor Torak Bertingkat Banyak
Tingkatan pada kompresor dapat dikembangkan dari satu tingkat silinder
sampai bertingkat banyak dengan pendekatan temperatur gas dan perbandingan
tekanan. Temperatur gas yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya
pembakaran pada oli atau dekomposisi pada oli. Penambahan perbandingan
tekanan akan mengakibatkan semakin besarnya ekspansi pada celah gas, sehingga
akan mengakibatkan berkurangnya efisiensi volumetrik kompresor. Oleh sebab itu
untuk memperoleh gas dengan tekanan yang lebih tinggi, maka kompresor harus
disusun bertingkat dengan dilengkapi dengan intercooler (pendingin antara) antar
tingkat. Gas didinginkan antar tingkat dimaksudkan untuk menjaga agar
temperatur gas tetap aman dalam operasinya. Temperatur udara ini dimaksudkan
akan kembali sama dengan temperatur masuk, dalam hal ini intercooler bekerja
dengan sempurna tetapi dalam prakteknya hal ini tidak akan pernah dijumpai.
Pada kompresor yang bertingkat, perbandingan tekanan setiap silinder
adalah sama, sehingga walau perbandingan tekanan pada kompresor tinggi, tetapi
efisiensi volumetrik setiap tingkat akan menjadi lebih baik. Tekanan gas keluar
untuk kompresor bertingkat banyak akan lebih besar daripada kompresor
bertingkat satu. Misalnya untuk kompresor dua tingkat tekanannya dapat
mencapai 2000 kPa gauge sedangkan untuk tiga, empat, dan lima tingkat,
tekanannya tidak dapat disebutkan secara spesifik, tetapi bagaimanapun untuk
kompresor lima tingkat, tekanan keluar dapat dicapai hingga 35 MPa dengan
Jadi dapat dikatakan bahwa kompresor bertingkat banyak memiliki
beberapa keuntungan, diantaranya :
1. Efisiensi volumetrik lebih tinggi
2. Tekanan keluar lebih besar
3. Pelumasan yang lebih efektif
4. Konstruksinya relatif kecil
2.4 KOMPRESOR TORAK DUA TINGKAT DENGAN INTERCOOLER
2.4.1 Prinsip Kerja Kompresor Torak Dua Tingkat Dengan Intercooler
Untuk kompresor torak dua tingkat akan dilengkapi dengan satu unit
intercooler. Intercooler ini diletakkan diantara silinder tekanan rendah atau Low
Pressure (L.P) dan silinder tekanan tinggi atau High Pressure (H.P). Tujuan
dipasangnya intercooler adalah untuk menjaga agar temperatur gas pada silinder
tekanan tinggi tidak terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan berkurangnya
ketahanan silinder tersebut. Dalam hal ini intercooler merupakan suatu alat untuk
dapat mendekati pemampatan secara isothermal, yaitu temperatur gas masuk
silinder tekanan rendah sama dengan temperatur gas keluar intercooler. Tetapi
dalam kenyataannya tidak pernah terwujud, sehingga pemampatanya bukan
proses isothermal.
Gambar 2.4 yang diambil dari [6] menunjukkan aliran proses pada
Gambar 2.4 Diagram T-S dan P-V Kompresor Torak Dua Tingkat
Udara bebas dengan tekanan atmosfer (P1,T1) diisap dan masuk kedalam
silinder tekanan rendah, setelah itu dikompresikan hingga menggapai titik 2
secara polytrofik. Dari titik 2 udara dialirkan ke intercooler sampai titik 3 hingga
temperaturnya turun hingga T3 dengan tekanan konstan. Setelah udara keluar
intercooler lalu masuk silinder tekanan tinggi sampai titik 4 dengan tekanan P4
dan temperatur T4.
Sebelum udara bertekanan ini digunakan maka terlebih dahulu disimpan
dalam tangki tekan dan sebelum digunakan untuk kebutuhan pneumatik maka
udara ini juga didinginkan lagi karena temperatur T4 masih terlalu tinggi.
2.4.2 Kerja Kompresor Dua Tingkat
Proses yang terjadi dalam proses kompresi adalah proses polytropik, P.Vn
Kerja pemampatan atau kerja kompresor per siklus pada silinder Low
Pressure menurut [1] :
W1 =
− − − 1 1 1 1 2 1 1 n n p p V p n n
Kerja pemampatan atau kerja kompresor per siklus pada silinder High Pressure
menurut [1] :
W2 =
− − − 1 1 1 1 2 2 2 n n p p V p n n
Kerja total yang dibutuhkan kompresor per siklus menurut [1] :
WC = W1 + W2
WC =
− − − 1 1 1 1 2 1 1 n n p p V p n n + − − − 1 1 1 1 2 2 2 n n p p V p n n
Perbandingan kompresi untuk setiap tingkat adalah sama, sehingga :
1 2 2 4 p p p p = 4 1 2
2 p p
p =
4 1
2 p p
p =
Jadi : WC =
( )
(
1 1 2 2)
1
1
1 r pV p V
n n
n n
p +
−
−
−
Dimana : V1 = Volume silinder pertama
V2 = Volume silinder kedua
Apabila pendinginan sempurna (intercooler bekerja dengan sempurna),
WC =
( )
− −
− 1 1
2 1
n n p
r n
n
Bila
o
m adalah massa aliran udara yang dihasilkan kompresor per siklus,
maka daya yang diperlukan untuk melakukan proses kompresi menurut [1] adalah
:
C o K mW
P = .
Sedangkan daya yang diperlukan untuk menggerakkan kompresor menurut [6]
adalah :
m a
K
P P
η η =
Dimana : ηa= Efisiensi adiabatik yang besarnya tergantung pada
perbandingan tekanan (rp).
ηm =Efisiensi mekanis kompresor.
2.5 EFISIENSI VOLUMETRIK
Dalam prakteknya setiap kompresor akan menghasilkan udara yang lebih
sedikit dari pada yang dihisap dari udara bebas. Nilai perbandingan inilah yang
disebut sebagai efisiensi volumetrik (ηv). Efisiensi volumetrik juga dapat
didefinisikan sebagai perbandingan volume udara aktual masuk silinder dengan
volume langkah atau perpindahan piston.
Besarnya efisiensi volumetrik yang paling baik tentunya adalah satu, tetapi
kerugian-kerugian dalam instalasi kompresor tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat
[image:31.595.178.397.148.341.2]dilihat pada gambar 2.5 yang diambil dari [6].
Gambar 2.5 Proses Kompresi Dengan Volume Sisa
Dimana : 1-2 = Proses kompresi
2-3 = Proses pendorongan keluar dari silinder
3-4 = Proses ekspansi
Va = Volune udara yang dihisap = V1 – V4
Vs = Volume langkah = V1 – V3
Vc = Volume clearance = V3
V4 = Volume udara yang dihisap dari ruang sisa silinder
hingga pergerakan piston dari titik mati atas hingga
titik 4.
3 1
4 1
V V
V V V V
s a
v −
− = = η
=
(
(
) (
)
)
3 1
3 4 3 1
V V
V V V V
− − − −
Tekanan
p2 3 2
4 1 p1
Vc Vs
= 2 1 3 4 1 V V V V − − − = 3 1 4 3 1 3 1 V V V V V V − − − + Dimana : n n p p p p V V 1 3 2 1 4 3 3 4 = =
( )
np n r V p p V V 1 3 1 4 3 3
4 =
=
Jadi :
( )
p ns c s c v r V V V V 1
1+ −
= η
= 1−
( )
−11 n p s c r V V s c V V
merupakan faktor sisa yang besarnya antara 3 % sampai 10 %
.(engineering thermo with applct sec edtion,M.david Burghard…hal 347)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa semakin besar (rp), maka ηv
semakin kecil, sehingga untuk menaikkan ηv maka (rp) harus diperkecil dengan
membuat kompresor bertingkat.
2.6 PEMILIHAN JENIS KOMPRESOR
Untuk menentukan jenis kompresor harus diperhatikan keuntungan,
kerugian, maupun sifat-sifat kompresor yang akan digunakan pada suatu
perencanaan. Dalam perencanaan ini kompresor yang dipakai untuk kebutuhan
Sesuai dengan pemakaiannya kompresor yang paling menguntungkan
adalah kompresor torak, karena kompresor torak memiliki kelebihan-kelebihan
dibandingkan dengan kompresor jenis lain, diantaranya :
1. Kompresor torak mempunyai efisiensi volumetrik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis kompresor yang lain, sehingga kompresor ini akan
menghasilkan kapasitas udara yang lebih besar.
2. Debu dan pasir tidak mudah masuk ke dalam silinder karena udara yang
dihisap harus melalui saringan udara sebelum udara tersebut masuk silinder
memalui katup isap. Dalam hal ini silinder dan piston tidak akan cepat rusak
akibat kotoran yang masuk ke dalam silinder.
3. Kompresor torak memiliki konstruksi yang lebih sederhana, sehingga
penggunaannya lebih ekonomis.
4. Memiliki rasio kompresi yang lebih besar.
Adapun kekurangan dari kompresor torak adalah :
1. Pada tekanan yang tinggi dan udara tekan yang dihasilkan rendah diperlukan
pondasi yang kuat dan dijaga keamanannya terhadap lingkungan sekitar dan
diperlukan penggunaan saluran pipa yang tahan terhadap getaran yang timbul.
2. Pada tekanan yang tinggi dan udara tekan yang dihasilkan rendah kompresor
torak membutuhkan biaya pemeliharaan yang lebih tinggi pada kapasitas yang
sama.
Bila kompresor torak dibandingkan dengan kompresor sentrifugal maka
kelebihan yang dimiliki oleh kompresor sentrifugal adalah sebagai berikut :
1. Pada tekanan yang rendah dan massa aliran udara yang dihasilkan besar biaya
2. Hasil atau kapasitas merata (pengukuran volume dapat dipercaya).
3. Udara mampat sama sekali bebas minyak (dimanapun tidak ada kontak
dengan minyak pelumas).
4. Efisiensi tidak berubah selama bekerja.
BAB III
PEMBAHASAN MATERI
3.1 PERANCANGAN KOMPRESOR
Perancangan sebuah kompresor tergantung pada penggunaannya, sehingga
dapat di analisa besarnya tekanan dan kapasitas udara tekan yang dibutuhkan.
Produksi udara tekan dilakukan oleh kompresor yang memampatkan udara, dari
tekanan lingkungan (tekanan atmosfer) hingga mencapai tekanan kerja yang
diinginkan.
3.1.1 Penggunaan Kompresor
Dalam perancangan ini, kompresor berfungsi intuk menggerakkan katup
pneumatik yang terdapat pada burner ruang bakar Pembangkit Listrik Tenaga
Uap. Gun burner merupakan pemantik api pada ruang bakar PLTU, penempatan
posisi gun burner pada ruang bakar haruslah tepat untuk menghindari proses
pembakaran yang tidak sempurna.
Udara yang dimampatkan oleh kompresor dikumpulkan dalam bejana
tekan. Regulator akan mengatur tekanan yang dibutuhkan katup pneumatik pada
gun burner sampai terbuka.
Proses penggunaan udara mampat dari kompresor hingga ke
C
R
Gambar 3.1 Diagram alir kompresor
Keterangan :
C : kompresor
PV : pressure vessel (bejana tekan)
R : regulator (pengatur tekanan)
PV : Pneuumatic Valve
3.2 DATA – DATA KOMPRESOR
Berdasarkan survey yang dilakukan di PT.PLN Persero Sicanang Belawan,
maka diperoleh beberapa data – data sebagai berikut :
• Kapasitas aliran udara (Q) : 53,4
h
m3 = 0,89
mnt m3
• Tekanan kerja : 7,5 bar
• Tekanan masuk : 1 atm = 1,013 bar
• Daya motor : 35 kW
Dengan adanya data – data tersebut maka dapat di tentukan besarnya massa
udara dengan persamaan berikut :
m = r . v . A = ρ . Q
di mana : Pv = R . T
ρ =
T R
P
⋅ = kPam kgK K kPa kPa 300 ) . ( 287 , 0 325 . 101 750 3 ⋅ +
ρ = 9,887 kg / m3
Sehingga :
mnt m m
kg
m
=9,887 3⋅0,89 3
mnt kg
m
=8,799 = s kg 146 , 0
Maka laju aliran massa udara diperoleh sebesar 0,146 kg/s.
3.2.1 Rugi – Rugi Tekanan Pada Pipa Aliran
Pada penyaluran udara dari kompresor hingga ke pneumatic valve yang
berjarak 60 m, menggunakan pipa berdiameter D = 55 mm (di = 50 mm). maka
dapat diperoleh kerugian tekanan dari persamaan :
∆P =
i d L v ⋅ ⋅ ⋅ 2 2 ρ
λ , diambil dari(6)
Di mana : ∆P : kerugian tekanan (Pa)
λ : koefisien gesekan
L : panjang pipa (m)
ρ : massa jenis udara (kg/m3)
di : diameter dalam pipa (m)
diperoleh harga v dari pers :
v =
Ai p
Q 10000
60 ⋅
dimana : v : kecepatan aliran (m/s)
p : tekanan kerja (bar)
Q : kapasitas aliran udara (m3/s)
Ai = 14πdi2 = 14π52 =19,6cm2
Sehingga ,v =
6 , 19 5 , 7 60 8900 ⋅
⋅ = 1,009m/s
maka dapat diperoleh :
∆P =
d T R p v L . . . 2 . . 2 λ
Dimana ; λ = koef. gesekan yang didekatkan
Pada nilai kekasaran dari dinding saluran.
148 , 0 0561 , 0 g Q =
λ , diambil dari [6]
Q Qg =1,3.60.
h kg Qg =1,3.60.0,89=69,42
02 , 0 42 , 69 0561 , 0 148 , 0 = = λ
Maka : ∆P = 5 2
5 2 10 . 00106 , 0 05 , 0 . 300 . 287 . 2 10 . 5 , 7 009 , 1 . 60 . 02 , 0 m N =
= 0,00106 bar
3.2.2 Kerja Kompresi Per Siklus
Dari grafik T-S kompresor torak dua tingkat dapat ditentukan besarnya
kerja kompresi per siklus. Dari mulai silinder tekanan rendah, intercooler, silinder
P1 : 1 atm = 1.013 bar
T1 : 27 °C = 300 K
P4 : 7,5 bar
T3 : T1 + 25 = 300 + 25 = 325 K
P2 : p1.p4 = 1.013.7,5 =2,76
rp1 = rp2 ,maka: rp =
1 2
p p
= bar
013 . 1 76 , 2
= 2,72
Pada T1 = 300 K maka diperoleh dari lampiran 1: h1 : 300,19 kJ/kg
Pr1 : 1,386
Pr2 : rp x 1,386 = 3,76
Maka diperoleh T2 dari : 398,52
806 , 3 481 , 3 76 , 3 481 , 3 400 390 390 2 = − − = − −T
maka : T2 = 398,52 K
h2 = 399,55 kJ/kg
Dari T3 = 325 K maka diperoleh dari lampiran 1 :
Pr3 = 1,87478
h3 = 327,31 kJ/kg
Pr4 = rp x 1,87478 = 5,09
T4 = 434,196 K
Maka dari data tersebut dapat dicari kerja kompresi per siklus, untuk
silinder tingkat pertama dan kedua.
Kerja kompresi untuk silinder tingkat pertama adalah :
WL = ⋅
( )
− WL = 0,287 300
(
2,72)
1 96,91kJkg 1 3 , 1 3 , 1 3 . 1 1 3 . 1 = − ⋅ ⋅ ⋅ − −Kerja kompresi untuk silinder tingkat kedua adalah :
WH =
( )
− − − 1 1 1 3 n n rp RT n n
WH = 0,287 325
(
2,72)
1 104,98kJkg1 3 , 1 3 , 1 3 . 1 1 3 . 1 = − ⋅ ⋅ − −
Maka kerja total kompresi per siklus adalah : Wtot = WL + WH
Wtot = 96,91 + 104,98
= 201,89kJ/kg
Daya yang diperlukan untuk melakukan kompresi adalah :
Pk = Wtot
m
×
Pk = 209,28 kJ/kg x 0,146 kg/s
= 30,55 kW
Sedangkan daya mesin penggerak, dalam hal ini yang digunakan adalah motor
listrik. Diperoleh dari data survei sebesar 35 kWatt
3.2.3 Effisiensi Volumetrik
Untuk menentukan effisiensi volumerik kompresor, maka dapat dilihat
pada siklus halaman 17 pada gambar 2.5. Di mana :
ηv = 1−
( )
−11 n s c rp V V
3.3 DIAMETER DAN LANGKAH TORAK
Untuk menentukan besar diameter silinder, maka terlebih dahulu
ditentukan panjang langkah torak dan volume silinder. Untuk kompresor dua
tingkat, perbandingan panjang langkah terhadap diameter silinder adalah :
S / D = 0,9∼ 1.9
Diambil harga S / D = 1,2 , sehingga S = 1,2 D
Dari : Va =
1 1 P
T R m⋅ ⋅
Di mana : Va : Volume udara yang diisap (m3)
m : massa udara (kg)
Sehingga :
n
m
m
= dengan putaran poros engkol 965 rpm
kg m 9,11 10 3
965 799 ,
8 = × −
=
Dari persamaan di atas dapat diperoleh :
Va = 3
3 00774 , 0 3 , 101 300 287 . 0 10 11 , 9 m = ⋅ ⋅ × −
ηv =
si a
V V
V1 = Vsi = 0,0085 3
9 . 0 00773 . 0 m V v
a = =
Dari persamaan : 2 2 2 1 1 1 T v p T v p =
Maka 1
1 2 2 1 2 V T P T P
V = ×
V2 = 0,0085 0.0,00414 3
300 76 , 2 52 , 398 013 . 1 m = × ⋅ ⋅
Dari hasil di atas dapat diperoleh panjang langkah torak dengan persamaan :
S / D2 = 1,2
S = 1,2 D2
V2 = π/4 . D2 . S
V2 = π/4 . D22 . 1,2 D2 maka : D2 = 0,163m
2 . 1 00414 , 0 4 3 = ⋅ ⋅ π
Dengan cara yang sama diperoleh : V1 = π/4 . D12 . 1,2 D1
D1 = 0,208m
2 . 1 0085 , 0 4 3 = ⋅ ⋅ π
Maka panjang langkah torak :
S / D1 = 1,2 , S/D2 =1,2
S = 1,2 x 0,163 = 0,195 m
S = 1,2 x 0,208 = 0,249 m
3.4 SPESIFIKASI RANCANGAN
Dari hasil perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan spesifikasi
kompresor torak yang telah dirancang, yaitu :
• Temperatur masuk : 27 ºC = 300 K
• Massa aliran udara : 8,799 kg / mnt
• Putaran poros engkol : 965 rpm
• Motor penggerak : Motor listrik
BAB IV
UKURAN-UKURAN UTAMA KOMPRESOR
4.1 SILINDER
Silinder kompresor merupakan bejana yang kedap udara dimana torak
(piston) bergerak bolak balik untuk menghisap dan memampatkan udara. Silinder
ini harus cukup kuat untuk menahan tekanan udara, biasanya silinder ini terbuat
dari besi cor, dalam hal ini akan dipilih bahan Gray Cast Iron dengan tegangan
tarik 30.000 psi – 50.000 psi . Permukaan dalam silinder harus disuperfinis sebab
ring piston (cincin torak) akan meluncur pada permukaan ini. Untuk melancarkan
panas yang timbul dari proses kompresi, dinding luar silinder diberi sirip-sirip.
Sirip dimaksudkan untuk memperluas permukaan yang memancarkan panas pada
kompresor dengan pendingin udara.
Untuk kompresor torak dua tingkat tekanan, kedua silinder mempunyai
tebal dan panjang yang sama, dalam hal ini dihitung berdasarkan diameter silinder
yang terbesar dan tekanan yang maksimum.
4.1.1 Tebal Silinder
Untuk menentukan tebal silinder seperti terlihat pada gambar 4.1 yang
dapat dihitung melalui persamaan menurut [7] :
b = 0,5.(d0 – di )
Dimana : b = ketebalan silinder
di = diameter silinder tekanan tinggi
[image:45.595.237.396.140.347.2]`
Gambar 4.1 Penampang Silinder
Maka :
b = 0,5 ( 208 – 163 )
= 22,5 mm
Maka ketebalan silinder diperoleh sebesar 22,5 mm.
4.1.2 Panjang Silinder
Panjang silinder (H) merupakan jumlah dari penampang torak, panjang
langkah dan panjang silinder sisa (clearance).
H = L + S + LC1
Dimana : L = Panjang torak
L = Panjang torak = (0,9 ÷ 1,3)D
= (0,9 ÷ 1,3)163 = ( 146,7 ÷211,9 ) diambil 160 mm
S = Panjang langkah torak (195 mm)
08 , 0 = S C V V
; diambil dari
mm mm mm L S L C C 18 36 , 17 217 . 08 , 0 08 , 0 1
1 = → = = =
Maka : H = (160 + 195 + 18 )mm = 373 mm
Diambil : H = 373 mm
4.1.3 Kepala Silinder
Kepala silinder dibuat dari bahan yang sama dengan silinder dan juga
diberi sirip-sirip dengan tujuan yang sama. Tebal minimum kepala silinder
menurut [7] dapat ditentukan melalui persamaan berikut :
t PC D t σ . =
Dimana : C = konstanta yang besarnya 0,31
S = tegangan yang diizinkan
Maka : 076 , 703 31 , 0 . 5 , 7 . 208 = t mm t =11,96
Jumlah baut pengikat kepala silinder dapat dihitung menurut [7] :
i = 0,38.D + 4
Dimana : D = Diameter silinder (inchi)
D = 163 mm = 6,41 inchi
i = 0,38.(6,41) + 4
i = 6,435 buah
Direncanakan : i = 6 buah
4.2 TORAK (PISTON)
Torak harus cukup kuat untuk menahan tekanan dan terbuat dari bahan
yang cukup kuat. Untuk mengurangi gaya inersia dan getaran yang ditimbulkan
oleh gerakan bolak balik, torak harus dirancang seringan mungkin. Bentuknya
juga harus sesuai untuk mengatasi pengaruh pemuaian karena pemanasan pada
langkah kompresi. Dalam hal ini akan diambil bahan torak Alumunium campuran
(Alluminium Alloy) dengan tegangan tarik 40.000 psi.
4.2.1 Ukuran Utama Torak
Berikut ini akan ditentukan ukuran-ukuran utama torak yang direncanakan
L
k
t3 di
do
t2 t1
t4
[image:48.595.173.457.94.391.2]t
Gambar 4.2 Penampang Torak
Keterangan :
L = Panjang torak
t = Tebal alur ring piston
t1 = Tebal kepala torak
t2 = Tebal dinding torak bagian atas
t3 = Tebal dinding torak bagian bawah
t4 = Jarak kepala piston ke ring yang pertama
b = Kedalaman celah ring piston
K = Jarak sumbu pena torak terhadap kepala torak
di = Diameter dalam tumpuan pena torak
4.2.1.1 Silinder Tekanan Rendah
D = 208 mm = 8,18 in
psi
t =40.000 σ
v
t t
σ
σ = v = faktor keamanan.Untuk beban yang dinamis diambil v = 4.
psi psi
t 10.000
4 000 . 40 = = σ 2 / 076 ,
703 kg cm
t = σ
* L = 0,95.D = 0.95. (208 mm) = 197,6 mm ; diambil L = 198 mm
* K =(0,53___0,85).D ;
mm K =(0,53___0,85).208
mm K =(110,24___176,8)
Diambil : K = 150 mm
* t P D t σ . . 43 , 0
1 = ; diambil dari [8]
mm t 9,54
076 , 703 5 , 7 . 208 . 43 , 0
1 = = ,diambil = 10mm
* b=0,066.D0,775 ; diambil dari [7]
mm b=0,066.(208)0,775 =4,13
Diambil : b = 4 mm = 0,15 in
* t2 =0,18+0,03.D+b (in) ; diambil dari [8]
15 , 0 ) 18 , 8 .( 03 , 0 18 , 0
2 = + +
t
mm in
*
(
)
2 ___ 3 0,25 0,35.tt = ; diambil dari [8]
(
)
mmt3 = 0,25___0,35.15
(
)
mmt3 = 3,75___5,25
Diambil : t3 = 5 mm
*
(
___)
14 1 1,2.t
t = ; diambil dari [8]
(
)
mmt4 = 1___1,2.10
(
)
mmt4 = 10___12
Diambil : t4 = 12 mm
* t .D
25 1 ___ 35
1
= ; diambil dari [10]
mm t .208
25 1 ___ 35
1
=
(
)
mmt = 5,94___8,32
Diambil : t = 6 mm
* di (0,20 0,25).D ___
= ; diambil dari [7]
mm di =(0,20___0,25).208
mm di =(41,6___52)
Diambil : di = 45 mm
* do (1,4 1,7).di
___
= ; diambil dari [7]
mm do =(1,4___1,7).45
mm do =(63___76.5)
4.2.1.2 Silinder Tekanan Tinggi
D = 163 mm = 6,41 in
psi
t =40.000 σ v t t σ
σ = v = faktor keamanan.Untuk beban dinamis diambil v = 4.
psi psi t 10000 4 000 . 40 = = σ 2 / 076 ,
703 kg cm
t = σ
* L = 0,95D = 0.95. (163 mm) = 154,8 mm ; diambil L = 155 mm
* K =(0,53___0,85).D ; diambil dari [7]
mm K =(0,53___0,85).163
mm K =(86,39___138,55)
Diambil : K = 112 mm
* t P D t σ . . 43 , 0 1 = mm t 7,23
076 , 703 5 , 7 . 163 . 43 , 0
1 = =
Diambil : t1 = 7 mm
* b=0,066.D0,775
mm b=0,066.(163)0,775 =3,41
Diambil : b = 3 mm = 0,12 in
* t2 =0,18+0,03.D+b (in)
12 , 0 ) 41 , 6 .( 03 , 0 18 , 0
2 = + +
t
mm in
Diambil : t2 = 12 mm
* t3 =
(
0,25___0,35)
.t2(
)
mmt3 = 0,25___0,35.12
(
)
mmt 3___4,2
3 =
Diambil : t3 = 4 mm
* t4 =
(
1___1,2)
.t1(
)
mmt4 = 1___1,2.7
(
)
mmt 7___8,4
4 =
Diambil : t4 = 8 mm
* t .D
25 1 ___ 35
1
=
mm t .163
25 1 ___ 35
1
=
(
)
mmt = 4,657___6,52
Diambil : t = 6 mm
* di =(0,20___0,25).D
mm di =(0,20___0,25).163
mm di =(32,6___40,75)
Diambil : di = 35 mm
* do =(1,4___1,7).di
mm do =(1,4___1,7).35
D L0
L1
dpi dpo
4.2.2 Pena Torak (Piston)
Pena torak merupakan penyambung antara torak dengan batang torak
(connecting rod) dan juga berfungsi sebagai media perantara dalam melumasi
permukaan torak dan silinder. Pada gambar 4.3 akan ditunjukkan bentuk
[image:53.595.201.441.221.362.2]penampang pena torak.
Gambar 4.3 Penampang Pena Torak
Keterangan :
Lo = Jarak tumpuan pena torak
Li = Panjang pena torak
dpi = Diameter dalam pena torak
dpo = Diameter luar pena torak
4.2.2.1 Silinder Tekanan Rendah
* Lo = 0,45.D ; diambil dari [7]
Lo = 0,45.208 mm
Lo = 93,6 mm ; Diambil Lo = 94 mm
* Li =
2
D Lo +
Li = mm 151mm
2 208
94+ =
Diambil : Li = 151 mm
* dpo = 45 mm ; sama dengan diameter dalam tumpuan pena torak
* dpi =
(
0,8 0,95)
.dpo___
; diambil dari [7]
dpi =
(
0,8___0,95)
.45mmdpi =
(
36___42,75)
mmDiambil : dpi = 40 mm
4.2.2.2 Silinder Tekanan Tinggi
* Lo = 0,45.D
Lo = 0,45.163 mm
Lo = 73,35 mm,diambil = 74 mm
* Li =
2
D Lo +
Li = mm 118,5mm
2 163
74+ =
Diambil : Li = 118 mm
* dpo = 35 mm ; sama dengan diameter dalam tumpuan pena torak
* dpi =
(
0,8 0,95)
.dpo___
dpi =
(
0,8___0,95)
.35mmdpi =
(
28___33,25)
mm4.2.3 Cincin Torak (Ring Piston)
Cincin torak dipasang pada alur-alur di sekeliling torak dan berfungsi
untuk mencegah kecoboran antara permukaan torak dan silinder. Jumlah cincin
torak bervariasi, tergantung pada perbedaan tekanan pada sisi atas dan bawah
silinder. Biasanya pemakaian dua atau empat buah cincin dapat dipandang cukup
untuk kompresor dua tingkat.
h
C
[image:55.595.219.397.255.399.2]br
Gambar 4.4 Penampang Cincin Torak
Keterangan :
br = Lebar cincin torak
h = Tebal cincin torak
i = Jumlah cincin torak
C = Jarak kedua ujung cincin torak dalam keadaan bebas
Dalam hal ini cincin torak juga dipergunakan untuk penyapu minyak
pelumas. Cincin ini dipasang pada alur paling bawah dari cincin yang lain. Pada
gambar 4.4 akan diperlihatkan penampang cincin torak yang akan direncanakan
4.2.3.1 Silinder Tekanan Rendah
* br .D
25 1 ___ 35
1
=
br .208mm
25 1 ___ 35
1
=
br =
(
5,94____8,32)
mmDiambil : br = 7 mm
* h=(0,7____1).br ; diambil dari [8]
h=(0,7____1).7mm
h=(4,9____7)mm
Diambil : h = 6 mm
* C =(3,5____4).br ; diambil dari [8]
C =(3,5____4).7mm
C =(24,5____28)mm
Diambil : C = 26 mm
*
i D h
. 10
= ; diambil dari [8]
h D i
10
=
46 , 3 6
. 10
208
= =
mm mm i
Jadi jumlah cincin torak yang direncanakan sebanyak 4 buah yang
terdiri dari dua cincin untuk mencegah kebocoran udara dan dua cincin untuk
penyapu pelumas.
4.2.3.2 Silinder Tekanan Tinggi
* br .D
25 1 ___ 35
1
=
br .163mm
25 1 ___ 35
1
=
br =
(
4,65____6,52)
mmDiambil : br = 6 mm
* h=(0,7____1).br
h=(0,7____1).6mm
h=(4,2____6)mm
Diambil : h = 5 mm
* C =(3,5____4).br
C =(3,5____4).6mm
C =(21____24)mm
Diambil : C = 23 mm
*
i D h
. 10
= ; diambil dari [8]
26 , 3 5
. 10
163
= =
mm mm i
Jadi jumlah cincin torak yang direncanakan sebanyak 4 buah yang
terdiri dari dua cincin untuk mencegah kebocoran udara dan dua cincin untuk
penyapu pelumas.
4.2.4 Berat Torak Dan Perlengkapannya
4.2.4.1 Silinder Tekanan Rendah
• Berat Torak menurut [7]
W = m. g
W = V.ρ.g ; disini untuk bahan Alluminium Alloy ρ =2790kg/m3
V = V1 + V2 + V3 + V4
1 2
1 . .
4 D t
V =π
3 2
1 .(0,208) .10.10
4
−
=π
V
3
1 0,000339m
V =
[
( 2 )]
( 1/2. ).
4 1
2 2 2
2 D D t k t do
V =π − − − −
[
2 3 2]
32 .(0,208) (0,208 2.15.10 ) (150 10 1/2.70).10
4
−
− − −
− −
=π
V
3
2 0,00095m
) ]( .[ 4 2 2
3 D Lo do di
V =π − −
3 2
2
3 .[(0,208) (0,094) ](70 45).10
4 − − − =π V 3
3 0,00067m
V =
[
( 2 )]
( 1/2. ). 4
2 3 2
4 D D t L k do
V =π − − − −
[
2 3 2]
34 .(0,208) (0,208 2.5.10 ) (198 150 1/2.70).10
4 − − − − − − =π V 3
4 0,0000414m
V =
4 3 2
1 V V V
V
V = + + +
3 ) 0000414 , 0 00067 , 0 00095 , 0 000339 , 0 ( m
V = + + +
3
00201 ,
0 m
V =
Maka : W = (0,00201).(2790).(9,81) N
= 55,01 N
• Berat Pena Torak menurut [7]
W = V.ρ.g ; disini untuk bahan Alluminium Alloy ρ =2790kg/m3
i pi po d L
d
Maka : W = (0,00005037).(2790).9,81 N
= 1,37 N
• Berat Cincin Torak menurut [7]
W = V.ρ.g ; disini untuk bahan Alluminium Alloy 3
/
2790kg m
= ρ
[
D D h]
brV . ( 2. ) . 4
2
2 − −
=π
[
2 3 2]
310 . 7 . ) 10 . 6 . 2 208 , 0 ( ) 208 , 0 ( . 4
− −
− −
=π
V
3
0000266 ,
0 m
V =
Maka : W = (0,0000266).(2790).9,81 N
= 0,72 N
Berat torak pada silinder tekanan rendah :
W = (55,01 + 1,37 + 0,72) N
W = 57,1 N
4.2.4.2 Silinder Tekanan Tinggi
• Berat Torak
W = m. g
W = V.ρ.g ; disini untuk bahan Alluminium Alloy ρ =2790kg/m3
V = V1 + V2 + V3 + V4
1 2
1 . .
4 D t
3 2 1 .(0,163) .7.10
4
−
=π
V
3
1 0,000145m
V =
[
( 2 )]
( 1/2. ).
4 1
2 2 2
2 D D t k t do
V =π − − − −
[
2 3 2]
32 .(0,163) (0,163 2.12.10 ) (112 7 1/2.55).10
4 − − − − − − =π V 3
2 0,000469m
V = ) ]( .[ 4 2 2
3 D Lo do di
V =π − −
3 2
2
3 .[(0,163) (0,074) ](55 35).10
4 − − − =π V 3 3 0,0003m V =
[
( 2 )]
( 1/2. ). 4
2 3 2
4 D D t L k do
V =π − − − −
[
2 3 2]
34 .(0,163) (0,163 2.4.10 ) (155 112 1/2.55).10
4 − − − − − − =π V 3
4 0,0000409m
V =
4 3 2
1 V V V
V
V = + + +
3 ) 0000409 , 0 0003 , 0 000469 , 0 000145 , 0 ( m
V = + + +
3
000954 ,
0 m
Maka : W = (0,000954).(2790).(9,81) N
= 26,11 N
• Berat Pena Torak
W = V.ρ.g ; disini untuk bahan Alluminium Alloy 3
/
2790kg m
= ρ
i pi po d L
d
V .( ).
4 2 2 − = π 3 2 2 10 . 118 ). 03 , 0 035 , 0 .( 4 − − =π V 3 0000301 , 0 m V =
Maka : W = (0,0000301).(2790).9,81 N
= 0,823 N
• Berat Cincin Torak [7]
W = V.ρ.g ; disini untuk bahan Alluminium Alloy 3
/
2790kg m
= ρ
[
D D h]
brV . ( 2. ) . 4
2
2 − −
=π
[
2 3 2]
310 . 6 . ) 10 . 5 . 2 163 , 0 ( ) 163 , 0 ( . 4 − − − − =π V 3 0000148 , 0 m V =
Maka : W = (0,0000148).(2790).9,81 N
r
t
R
l 3
l 1
d 2
d 1
l 2 h
Berat torak pada silinder tekanan tinggi :
W = (26,11 + 0,823 + 0,40) N
W = 27,33 N
4.3 POROS ENGKOL (CRANK SHAFT)
Poros engkol berfungsi sebagai tempat kedudukan dari batang torak
(connecting rod) dimana gerakan rotasi dari poros engkol akan menggerakkan
torak melalui batang torak secara translasi. Karena kompresor ini digerakkan
melalui sabuk –V, maka pada ujung poros engkol dipasang sebuah puli yang
berfungsi sebagai roda gaya.
Untuk menyeimbangkan putaran poros engkol, maka pada poros engkol
akan dilengkapi dengan beban pemberat sebagai balancing, seperti terlihat pada
gambar 4.5 yang diambil dari [7]. Poros engkol biasanya terbuat dari baja tempa
karena memerlukan kekuatan yang besar dan ketahanan yang cukup terhadap
keausan. Dalam hal ini direncanakan bahan poros engkol dari
[image:63.595.118.502.534.718.2]Keterangan :
d = Diameter pena engkol
t = Tebal pipi engkol
h = Lebar pipi engkol
l = Panjang pena engkol
R = Jari-jari engkol
4.3.1 Ukuran Utama Poros Engkol
2 / 082 , 66 000 .
94 psi kg mm
t = =
σ
2 1. f
f t t S S σ
σ = ; diambil dari
Dimana : Sf1 = Faktor keamanan berdasarkan batas kelelahan puntir, untuk baja
= 6
Sf2 = Faktor keamanan berdasarkan faktor alur pasak, perubahan
diameter, dankekerasan permukaan yang harganya (1,3 – 3 );
diambil 2,0. 2 2 / 2 , 734 / 342 , 7 5 , 1 . 6 082 , 66 cm kg mm kg
t = = =
σ
Momen torsi (Mt) :
n P Mt 9,74.10 .
5
= (kg.mm) ;
mm kg Mt 35.326,4 .
965 35 . 10 . 74 ,
9 5 =
Diameter poros engkol (d) menurut : 3 / 1 . . . 1 , 5
= b t t t M K C d σ
Dimana : Cb = Faktor beban lentur yang terjadi
Kt = Faktor korelasi untuk keadaan momen puntir
Karena poros engkol ini diperkirakan akan mengalami beban kejut yang
besar, maka harga Cb = 2,0 – 3,0 dan Kt = 1,5 – 3,0 maka diambil Cb = 2,5 dan Kt
= 2,0 yang diambil dari [11].
3 / 1 ) 4 , 326 . 35 .( 0 , 2 . 5 , 2 . 342 , 7 1 , 5 = d mm
d =49,69 ; diambil d = 50 mm
Kemudian diambil pengaruh adanya alur pasak pada poros terhadap
tegangan geser. Dari (“Sularso;Dasar Perencanaan & Pemilihan Elemen Mesin.”)
untuk diameter poros (50-58) mm, maka ukuran penampang pasak yang
digunakan adalah (16 x 10) mm dan ukuran alur pasak pada poros 16 mm x 6,0
mm dengan champer, r = 0,6 mm, sehingga :
012 , 0 55 6 , 0 = = d r
Dari (“Sularso;Dasar Perencanaan & Pemilihan Elemen
Mesin.”),diperoleh faktor konsentrasi tegangan, α =3,2 . Tegangan geser yang
terjadi pada poros tanpa alur pasak yang menerima beban Mt adalah :
3 . 1 , 5 d Mt =
2
3 1,441 /
50 4 , 326 . 35 . 1 ,
5 = kg mm
= τ
Poros aman menurut [11] apabila : g.Sf2 τ.Cb.Kt
α τ > 2 / 441 , 3 2 , 3 . 342 , 7 . 2 mm kg Sf
g = =
α τ 2 / 205 , 7 0 , 2 . 5 , 2 . 441 , 1 .
.Cb Kt = = kg mm
τ
Jadi untuk diameter poros 55 mm belum aman terhadap tegangan geser
yang timbul akibat pengaruh alur pasak, sehingga diameternya diperbesar menjadi
d= 75 mm. Setelah diuji dengan cara yang sama, maka poros aman terhadap
tegangan geser yang timbul akibat adanya alur pasak. Dimana penampang pasak
yang digunakan berukuran 22 mm x 14 mm dengan alur pasak pada poros 22
mm x 9 mm serta champer, r = 0,6 mm.
• t = (0,45 – 0,75).d ; diambil dari [7]
t = (0,45 – 0,75).75 mm
t = (33,75 – 56,25) mm
Diambil : t = 45 mm
• h = (1,3 – 1,5).d ; diambil dari [7]
h = (1,3 – 1,5).75mm
h = (97,5 – 112,5)mm
Diambil : h = 105 mm
• l = 2,4.d ; diambil dari[7]
l = 2,4. 75mm
• R = 0,5.S ;diambil dari [7]
R = 0,5.195 mm
R = 97,5 mm
4.3.2 Beban Penyeimbang ( balancing )
Berat pipi engkol = 2. Vp. p. g ; dimana p baja adalah 7822 kg/m3
Vp = t (R + d). h
= 0,045 (0,0975 + 0,08). 0,105 = 0,00083
Wp = 2.0,00083.7822.9,81 = 12,73 N
W1 = π /4. 0,08.0,192.7822.9,81 = 92,5 N
Berat masing-masing penyeimbang adalah :
WB = ½.(12,73 + 92,5)
= 52,61 N
4.4 BATANG TORAK (CONNECTING ROD)
Batang torak dipasang pada pena torak yang letaknya eksentrik
terhadap sumbu putar. Batang torak berfungsi sebagai penerus gaya yang
dihasilkan poros engkol ke kotak untuk menghasilkan udara yang bertekanan yang
lebih tinggi. Kepala yang besar dari batang torak dihubungkan ke pena torak serta
melalui batang torak ini jugalah disalurkan pelumas hingga ke piston. Bahan yang
biasa digunakan untuk batang torak adalah besi cor tetapi kedua kepalanya harus
difinishing hingga halus. Gambar 4.6 menunjukkan bentuk penampang dari
Gambar 4.6 Penampang Batang Torak
Keterangan :
LC = Panjang batang torak
h = Tebal batang torak
tb = Tebal busing
d = Diameter saluran oli
d1 = Diameter luar busing kepala kecil
d2 = Diameter luar busing kepala kecil
d3 = Diameter dalam busing kepala besar = diameter poros engkol
d4 = Diameter luar busing kepala besar
4.4.1 Silinder Tekanan Rendah
* h = 0,34.D ; diambil dari [7]
h = 0,34 x 208 mm = 71 mm
* b = 0,5.h ;diambil dari [7]
b = 0,5.71 mm = 35 mm
* t = 1/6.h ; diambil dari [7]
t = 1/6.71 mm = 11,8 mm
Diambil : t = 12 mm
* d = ¼.t ; diambil dari[7]
d = ¼.12 mm = 3 mm
* tb = (0,08 – 0,085).dpo ; diambil dari [7]
tb = (0,08 – 0,085).45 mm
tb = (3,6 – 3,825) mm
Diambil : tb = 3,8 mm
* d1 = dpo + 2.tb ; diambil dari [7]
d1 = 45 + 2.3,8
d1 = 52,6 mm,diambil = 53 mm
* d2 = (1,2 – 1,4).d1 ; diambil dari [7]
d2 = (1,2 – 1,4).53mm
d2 = (63,6 – 74,2) mm
Diambil : d2 = 70 mm
* d3 = 75 mm
* L2 = (0,32 ÷ 0,45).d3