KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR
MOTOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh Gelar Magister kedokteran dalam Bidang Ilmu Kesehatan
Mata
Oleh
BOBBY RAMSES ERGUNA SITEPU
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS
ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan , Juli 2012
Tesis dengan judul
KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR MOTOR
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh komisi pembimbing
Ketua
Prof. dr. H. Aslim D. Sihotang, Sp. M (KVR)
Anggota
Dr. Suratmin, Sp. M (K)
19450714 196902 1 001
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Dr. Aryani A. Amra, Sp. M
KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR
MOTOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
ABSTRAK
TUJUAN
Untuk mengetahui karakteristik kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP.
H. Adam Malik Medan tahun 2011.
METODE
Penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif observasional, dengan
menggunakan catatan rekam medis Poliklinik Mata Sub Bagian
Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2011.
HASIL
Kelumpuhan okular motor berjumlah 24 pasien. 10 orang (41,6%) diantaranya
mengalami kelumpuhan nervus III, 9 orang (37,5%) mengalami kelumpuhan
nervus VI, dan 5 orang (20,8%) mengalami kelumpuhan multiple nervus
kranial. Kelainan nervus IV selalu disertai kelumpuhan nervus III dan nervus
VI. Penyebabnya yang terbanyak disebabkan oleh trauma kepala (50%),
selanjutnya oleh neoplasma (20,8%) dan aneurisma (29,1%).
KESIMPULAN
Kelumpuhan okular motor terdiri dari kelumpuhan nervus III, IV dan VI. Yang
CHARACTERISTIC OF OCULAR MOTOR
PALSY IN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
ABSTRACT
AIM
To determine characteristic of ocular motor palsy in RSUP. H. Adam Malik
Medan in 2011.
METHODS
The study was design as deskriptive observational with retrospective chart
review. It perform by medical record from Neuro-Ophthalmology department
of Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan in 2011.
RESULT
There were 24 patients with ocular motor palsy. Third nerve palsy was
present in 10 patients (41,6%), sixth nerve palsy in 9 patients (37,5%), and
multiple cranial nerve palsy in 9 patients (37,5%). None fourth nerve palsy
without accompanying by third nerve palsy and sixth nerve palsy, which mean
multipel cranial nerve palsy in 5 patients (20,8). The main cause is head
trauma (50%), followed by neoplasm (20,8%) dan aneurysme (29,1%).
CONCLUSION
Ocular motor cranial nerve palsies consist of third, fourth, and sixth nerve
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan rahmatNya serta dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan
dalam menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas – tugas dan
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister kedokteran dalam
bidang Ilmu Kesehatan Mata.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
demikian besar harapan saya kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah
perbendaharaan bacaan, khususnya tentang Karakteristik Kelumpuhan Okular Motor di RSUP H.Adam Malik Medan.
Dengan selesainya tulisan dan laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
yang terhormat :
• Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinis di Fakultas
Kedokteran USU.
• Ketua Program Magister Kedokteran Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam memberikan bimbingan, nasehat dan petunjuk dalam
pendidikan Magister Kedokteran Klinis ini.
• Prof. Dr. Aslim D. Sihotang, SpM (KVR) yang telah banyak memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan tesis ini menjadi lebih baik.
• Dr. Suratmin, SpM (K) yang banyak memberikan ilmu yang bermanfaat selama pembuatan tesis ini, saya mengucapkan terima kasih.
• Dr. Delfi, SpM (K), Dr. Aryani A. Amra, SpM, sebagai Kepala Departemen dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah memberikan
izin dan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister
• Teman sejawat di Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK USU yang telah banyak memberikan saran dan masukan terhadap penelitian ini.
• Direktur RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan sarana untuk dapat melakukan penelitian ini.
Terima kasih buat istriku tercinta Irenia Vidia Brahmana, SE dan anak-anak yang
kusayangi : Karyn Zefanya Sitepu dan Caleb Nygel Sitepu yang selalu setia
mendampingi dalam suka dan duka, kasih sayang dan dorongan serta doa yang
telah diberikan selama ini.
Akhirnya terima kasih kepada para Residen Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kesehatan Mata, para tenaga medis, refraksionis dan administrasi
SMF Mata RSUP H. Adam Malik serta pasien yang mau menjadi bagian dalam
penelitian ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih akan melimpahkan berkatNya kepada kita
semua. Amin.
Medan, Juli 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... III
ABSTRACT ... IV
KATA PENGANTAR ... V
DAFTAR ISI ... VII
DAFTAR TABEL... IX
DAFTAR GAMBAR ... X
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1LATAR BELAKANG ... 1
I.2 IDENTIFIKASI MASALAH ... 2
I.3 TUJUAN PENELITIAN ... 2
I.4 MANFAAT PENELITIAN ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 NEUROANATOMI NERVUS KRANIAL OKULAR MOTOR ... 4
2.2 OTOT-OTOT EKSTRA OKULAR ... 7
2.3 PERGERAKAN BOLA MATA ... 8
2.4 KELUMPUHAN OKULAR MOTOR ... 9
2.5 ETIOLOGI ... 11
2.6 PEMERIKSAAN KLINIS ... 12
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL ... 18
3.1 KERANGKA OPERASIONAL ... 18
3.2 DEFENISI OPERASIONAL ... 18
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 19
4.1 RANCANGAN PENELITIAN ... 19
4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ... 19
4.3 POPULASI DAN SAMPEL ... 19
4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI ... 19
4.5 IDENTIFIKASI VARIABEL ... 20
4.6 CARA KERJA ... 20
4.7 ANALISA DATA ... 21
4.8 PERTIMBANGAN ETIKA ... 21
4.9 PERSONALIA PENELITIAN ... 21
4.10 BIAYA PENELITIAN ... 21
BAB V HASIL PENELITIAN ... 22
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Origo dan Insersi Muskulus Ekstra Okular ... 5
Tabel 2.2. Fungsi Muskulus Ekstra Okular ... 5
Tabel 5. 1. Data pasien dengan kelumpuhan okular motor ... 22
Tabel 5. 2. Jumlah dan penyebab kelumpuhan okular motor ... 23
Tabel 5. 3. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus III ... 24
Tabel 5. 4. Jumlah terjadinya ptosis dan keterlibatan pupil pada kelumpuhan nervus III... 25
Tabel 5.5. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus VI ... 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius ... 5
Gambar 2. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral ... 5
Gambar 3. Jaras Pupil ... 6
KARAKTERISTIK KELUMPUHAN OKULAR
MOTOR DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
ABSTRAK
TUJUAN
Untuk mengetahui karakteristik kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP.
H. Adam Malik Medan tahun 2011.
METODE
Penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif observasional, dengan
menggunakan catatan rekam medis Poliklinik Mata Sub Bagian
Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2011.
HASIL
Kelumpuhan okular motor berjumlah 24 pasien. 10 orang (41,6%) diantaranya
mengalami kelumpuhan nervus III, 9 orang (37,5%) mengalami kelumpuhan
nervus VI, dan 5 orang (20,8%) mengalami kelumpuhan multiple nervus
kranial. Kelainan nervus IV selalu disertai kelumpuhan nervus III dan nervus
VI. Penyebabnya yang terbanyak disebabkan oleh trauma kepala (50%),
selanjutnya oleh neoplasma (20,8%) dan aneurisma (29,1%).
KESIMPULAN
Kelumpuhan okular motor terdiri dari kelumpuhan nervus III, IV dan VI. Yang
CHARACTERISTIC OF OCULAR MOTOR
PALSY IN RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
ABSTRACT
AIM
To determine characteristic of ocular motor palsy in RSUP. H. Adam Malik
Medan in 2011.
METHODS
The study was design as deskriptive observational with retrospective chart
review. It perform by medical record from Neuro-Ophthalmology department
of Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan in 2011.
RESULT
There were 24 patients with ocular motor palsy. Third nerve palsy was
present in 10 patients (41,6%), sixth nerve palsy in 9 patients (37,5%), and
multiple cranial nerve palsy in 9 patients (37,5%). None fourth nerve palsy
without accompanying by third nerve palsy and sixth nerve palsy, which mean
multipel cranial nerve palsy in 5 patients (20,8). The main cause is head
trauma (50%), followed by neoplasm (20,8%) dan aneurysme (29,1%).
CONCLUSION
Ocular motor cranial nerve palsies consist of third, fourth, and sixth nerve
BAB I
P E N D A H U L U A N
I. 1. LATAR BELAKANG
Lesi dari nervus okulomotor (III), trochlear (IV), dan abducens (IV) dapat
berlokasi dimana saja mulai dari nuklei okular motor hingga ke terminasi
saraf-saraf dari otot-otot ekstra okular pada bola mata. Kelumpuhan saraf
okular motor secara klinis dapat ditemukan satu dari empat jalan, yaitu :
(a) sebagai satu bagian saja atau komplit kelumpuhan saraf tanpa
tanda-tanda neurologik lainnya dan tanpa gejala kecuali berhubungan dengan
kelumpuhan saraf itu sendiri, (b) berhubungan dengan gejala seperti nyeri
dan proptosis, tetapi tanpa tanda-tanda neurologik atau penyakit sistemik,
(c) berhubungan dengan kelumpuhan saraf okular motor lainnya, tetapi
tanpa tanda neurologik lainnya, (d) berhubungan dengan
tanda-tanda neurologik.
Beberapa peneliti mendapatkan proporsi tertinggi dari kelumpuhan okular
motor adalah kelumpuhan nervus abducens(VI) diikuti oleh nervus
okulomotor (III), dan kemudian nervus trochlear (IV). 1
Mengetahui penyebab dan pengobatan dari disfungsi saraf kranial harus
kritis karena tanpa pengobatan yang baik akan berakibat fatal. Sebagai
contoh, kegagalan dalam mendeteksi dan mendiagnosa suatu aneurisma
dapat menyebakan pecahnya aneurisma, atau kegagalan dalam
mendeteksi kelumpuhan otot ektra okular dapat memperparah keadaan
karena kelumpuhan tersebut dapat menjadi tanda pertama adanya tumor
otak.
2,3,4,5
Pemeriksaan penunjang seperti radiologi sangat diperlukan dalam
membantu mendiagnosa. Kelumpuhan okular motor yang diakibatkan
trauma dan neoplasma dapat dilihat dengan CT Scan, yang diakibatkan
stroke dan aneurisma dapat dibantu oleh Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau Magnetic Resonance Angiography (MRA).
Beberapa penyakit sistemik yang pernah dilaporkan berperan dalam
keterlibatan kelumpuhan okular motor, F Rowe dan VIS group UK
melaporkan adanya hubungan dengan stroke, Pissit Preechawat
melaporkan aneurisma kelumpuhan saraf III, M J Kupersmith melaporkan
hubungan dengan myasthenia gravis, Alejandro Fernandez Coello
melaporkan hubungan dengan cedera kepala yang minor. 5,6,7
Kerjasama beberapa disiplin ilmu sangat diperlukan dalam penanganan
dan penatalaksanaan lebih lanjut untuk menekan morbiditas dan
mortalitas.
4,6,8,9,10,11
I. 2. IDENTIFIKASI MASALAH
Berapa jumlah penderita kelumpuhan okular motor di RSUP H. Adam
Malik.
I. 3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik kelumpuhan okular motor yang ada
di RSUP H. Adam Malik Medan.
Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui penyebab dari kelumpuhan okular motor yang ada di RSUP H. Adam Malik Medan.
• Untuk mengetahui penyebab dari kelumpuhan okular motor yang berhubungan dengan saraf okular motor yang lainnya.
• Untuk mengetahui apakah ada keterlibatan pupil and ptosis pada kelumpuhan nervus okulomotor (III)
I. 4. MANFAAT PENELITIAN
Dengan penelitian ini dapat dilihat penyebab dari kelumpuhan okular
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 NEUROANATOMI NERVUS KRANIAL OKULAR MOTOR
Pergerakan okular diatur oleh enam otot ekstraokuler. Nervus cranial yang
mempersyarafinya adalah nervus III (okulomotorius), nervus IV (troklearis)
dan nervus VI (abdusens). Selain itu, Nervus III juga mempersyarafi levator
palpebra dan muskulus sfingter pupil.
2.1.1 Neuroanatomi Nervus III ( Okulomotorius )
Area nuclear nervus okulomotorius terletak di substansia grisea
periakuaduktus mesensefali, ventral dari akuaduktus
1. Nukleus parasimpatis yang terletak di medial (nukleus Edinger-Westphal)
yang mempersarafi otot-otot intraokular (m. sfingter pupil dan m.
siliaris).
, setinggi kolikulus
superior. Area ini memiliki dua komponen utama:
12,13
2. Kompleks nukleus okulomotorius, yang terletak lebih lateral yang
mempersarafi empat dari enam otot-otot ekstraokular antara lain m. rektus
superior, m. rektus inferior, m. rektus medialis, m. obliqus inferior. Selain
itu, juga mempersarafi m. levator palpebra.12,13
Fasikulus nervus okulomotorius keluar dari batang otak melewati sinus
kavernosus dan memasuki rongga orbita melalui fissura orbitalis superior.
Gambar 1. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius
(dari http://www.rev.optom.com/handbook/ sect cc.htm.)15
Serabut motorik somatik nervus okulomotorius terbagi menjadi dua divisi.
Divisi superior mempersarafi m. levator palpebra dan m. rektus superior.
Divisi inferior mempersarafi m. rektus medialis dan inferior, serta m. obliqus
inferior.12,13,14
Gambar 2. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral
REFLEKS PUPIL
Refleks Cahaya
Refleks cahaya terjadi konstriksi pupil yang seimbang dan terjadi bersamaan di
kedua mata. Jalur pupil bersamaan dengan jaras penglihatan. Namun pada akhir
traktus optic, serat pupil memasuki pretectal midbrain dan nucleus Edinger
Westphal. 12,13,14,17
Refleks melihat dekat
Refleks melihat dekat meliputi akomodasi, konstriksi pupil, dan konvergensi. 12,13,14,17
Gambar 3. Jaras Pupil
2.1.2 Neuroanatomi Nervus IV ( Troklearis)
Nucleus syaraf troklearis terletak di dalam substansia grisea, dorsal dari otak
tengah, berdampingan dengan nucleus syaraf okulomotor. Fasikulus nervus
troklearis sangat pendek, mengandung 2000 serat syaraf.
Nervus troklearis merupakan satu-satunya syaraf cranial yang keluar dari
batang otak, sehingga rentan terganggu oleh trauma kepala. Kemudian
melewati sinus kavernosus dan fissura orbitalis superior mempersyarafi m.
oblique superior.
12
12
2.1.3 Neuroanatomi Nervus VI ( Abdusens )
Nervus abdusens berasal dari caudal pons, dibawah ventrikel IV. Nukleusnya
mengandung 4000-6000 axon. Fasikulus keluar dari batang otak melewati
fossa posterior dan berjalan di bawah ligamen petroklinoid (ligament gruber),
selanjutnya memasuki sinus kavernosus dan fisura orbitalis superior
mempersyarafi m. rektus lateralis.12
2.2. OTOT OTOT EKSTRAOKULER
Tabel 2.1. Origo dan Insersi Muskulus Ekstra Okular
No
12,14
Origo insersi Inervasi
1
M. Rektus superior anulus zinii dekat
fisura orbitalis
superior
8 mm di belakang
limbus
N III
2
M. Rektus Medialis anulus zinii 5 mm di belakang
limbus
N III
3
M. Rektus Inferior anulus zinii 6 mm di belakang
limbus
N III
4
M. Oblikus Inferior fossa lakrimal sklera posterior 2
mm dari kedudukan
macula
N III
5
M. Oblikus
Superior
anulus zinii sklera di belakang
temporal belakang bola mata N IV 6 M. Rektus Lateralis
anulus zinii di atas
dan di bawah
foramen optic
7 mm di belakang
limbus
N VI
2. 3 PERGERAKAN BOLA MATA
Pergerakan bola mata bersifat konjugat yaitu keduanya menuju arah yang
sama dan pada saat yang bersamaan. Gerakan kojugat horizontal
melibatkan pergerakan simultan pada kedua mata dengan arah berlawanan
dari garis tengah; satu mata bergerak ke medial, sedangkan mata lainnya
bergerak ke arah lateral. Dengan demikian gerakan konjugat bergantung
pada ketepatan koordinasi persarafan kedua mata dan pada nuklei otot yang
menpersarafi gerakan mata pada kedua sisi. Hubungan saraf sentral yang
kompleks juga mempengaruhi terjadinya gerakan tersebut. Saraf yang
mempersarafi otot-otot mata juga berperan pada beberapa refleks yaitu
Tabel 2.2. Fungsi Muskulus Ekstra Okular
Otot
12,13, 14,19
Aksi primer Aksi sekunder Aksi tersier
M. rektus medialis
Adduksi - -
M. rektus lateralis
Abduksi - -
M. rektus superior
Elevasi Intorsi Adduksi
M. rektus inferior
Depresi Ekstorsi Adduksi
M. Oblikus superior
Intorsi Depresi Abduksi
M. Oblikus inferior
Ekstorsi Elevasi Abduksi
2.4 KELUMPUHAN OKULAR MOTOR
2.4.1 Kelumpuhan nervus III (okulomotorius)
A.Parese nervus okulomotorius dapat dibagi menjadi:
Eksternal oftalmoplegia :
Kelumpuhan otot-otot ekstraokular yang dipersarafi oleh nervus
okulomotorius.
Internal oftalmoplegia :
Reaksi pupil terganggu dan hilangnya refleks akomodasi m. siliaris.
Kelumpuhan total nervus okulomotorius :
Semua otot intraokular dan semua otot ekstraokular yang dipersarafi oleh
nervus okulomotorius terkena, disertai dengan hilangnya refleks
akomodasi dan refleks cahaya pupil. Pupil midriasis, dan juga terdapat
ptosis.
Kelumpuhan parsial nervus okulomotorius
Paralisis otot-otot intraokular dan ekstraokular dapat terjadi secara
B. Sinkinesis okulomotor (Regenerasi aberan nervus okulomotorius)
o Diskinesia kelopak mata saat menatap horizontal akibat M. levator palp
ebra bekerja sewaktu M. rektus medialis bekerja. Fenomena ini ditandai oleh:
o Aduksi sewaktu berusaha melihat ke atas akibat M. rektus medialis
bekerja sewaktu M. rektus superior bekerja.
o Retraksi sewaktu berusaha melihat ke atas karena kedua rektus, yang
bersifat retractor bekerja.
o Pupil pseudo-Argyll Robertson, yaitu tidak ada respon cahaya, tidak ada
respon dekat pada posisi primer tetapi respon “dekat” pada aduksi atau
aduksi-depresiakibat persarafan pupil dari M. rektus inferior atau
medialis.
o Tanda pseudo-Graefe, dimana terjadi retraksi kelopak mata sewaktu
menatap ke bawah akibat persarafan kelopak dari M. rektus
inferior.13,14,20,21
C.Kelumpuhan okulomotor siklik
Kelainan ini memperlihatkan spasme siklik setiap 10-30 detik. Selama
selang waktu ini, ptosis membaik dan akomodasi meningkat. Fenomena
ini berlanjut seumur hidup tetapi berkurang sewaktu tidur dan meningkat
2.4.2 Kelumpuhan Nervus IV (Troklearis)
Pasien mengeluh diplopia vertikal, terutama jika pasien mencoba untuk
membaca. Diplopia vertikal makin memburuk jika melihat ke bawah. Pasien
mungkin tidak bisa melihat ke bawah dan ke dalam. Kelumpuhan otot oblikus
superior menyebabkan deviasi mata ke atas (hipertropia). Hipertropia
meningkat sewaktu pasien melihat ke bawah dan pada adduksi. Kepala
menjauhi sisi mata yang terkena (head tilt) untuk menghilangkan
diplopia.13,14,19,20
2.4.3 Kelumpuhan Nervus Abduscens
Abduksi terbatas disebabkan oleh lemahnya otot rektus lateral. Pada
posisi primer, terjadi strabismus konvergen oleh karena tidak adanya
perlawanan terhadap kerja otot rektus medial. Pasien mengalami diplopia
horizontal dan bertambah buruk saat melihat jauh. Wajah akan berpaling ke
sisi yang terkena untuk mengurangi diplopia.13,14,19,20
2.5 ETIOLOGI
Penyebab ocular motor palsy antara lain:
- Kongenital, terjadi kelumpuhan otot-otot ekstraokular dan kadang disertai ptosis. Tidak terdapat internal oftalmoplegia.
- Trauma, dapat berupa trauma saat kelahiran ataupun akibat kecelakaan.
- Aneurisma, biasanya mengenai a. komunikans posterior atau a. karotis interna.
- Diabetes dan hipertensi, oleh karena arteriosklerosis.
2.6 PEMERIKSAAN KLINIS
A. Anamnesis
- Usia onset: merupakan faktor penting untuk prognosis jangka panjang. Semakin dini onsetnya, semakin buruk prognosis untuk fungsi
penglihatan binokularnya.
- Jenis onset: perlahan, mendadak, atau intermiten.
- Jenis deviasi: ketidaksesuaian penjajaran terjadi di semua arah atau lebih besar di posisi-posisi menatap tertentu.
- Diplopia: pasien dewasa dengan strabismus paralitik/inkomitan akan mengeluh melihat dobel (diplopia), kecuali bila disertai ptosis. Tetapi
apabila strabismus paralitik terjadi pada masa anak-anak keluhan
melihat dobel tidak ada karena terjadi
supresi pada bayangan kedua yang dilihatnya dan biasanya terjadi
ambliopia.
- Riwayat penyakit: diabetes melitus, hipertensi, aneurisma, neoplasia, ata u trauma.
B. Pemeriksaan mata
- Tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dapat dinilai dengan menggunakan kartu
Snellen atau pada anak dapat dinilai dengan menggunakan “E” jungkir
balik (Snellen) atau gambar Allen.
- Pupil
Ukuran pupil, isokor/anisokor, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung, reflex afferent papillary defect (RAPD).
- Deviasi
- Ptosis.
Pada ptosis neurogenik jatuhnya kelopak mata atas dapat unilateral,
sedangkan pada ptosis miogenik biasanya bilateral. Karakteristik pada
ptosis unilateral adalah pasien berusaha untuk meningkatkan fisura
palpebra dengan cara merengut atau mengernyitkan
dahi (kontraksi dari otot frontalis). Ptosis kongenital biasanya mengenai
satu mata saja. 14,20,25
- Hirschberg reflection test
o memeriksa reflek cahaya pada kedua permukaan kornea.
Dengan tes ini adanya strabismus dapat
dideteksi, setiap 1 mm penyimpangan sama dengan 15 prisma
dioptri.
o Ortofori → bila masing -masing refleks cahaya pada kornea
berada di tengah-tengah pupil. Heterofori → bila salah satu
refleks cahaya pada kornea tidak berada di tengah-tengah
pupil.14,20
- Pergerakan mata
Memeriksa pergerakan mata pasien dengan meminta pasien mengikuti
pergerakan jari pemeriksa ke sembilan arah yaitu lurus ke depan,
6 posisi kardinal (kanan, kanan atas, kanan bawah, kiri, kiri atas, kiri
bawah), keatas, dan ke bawah. 14,20
Pada saat mata melakukan pergerakan ke 6 posisi kardinal hanya satu
otot saja yang bekerja, sedangkan saat mata melihat ke atas atau ke
bawah beberapa otot bekerja bersamaan sehingga sulit mengevaluasi
kerja masing-masing otot. Oleh karena itu dalam menilai kelumpuhan
otot-otot ekstraokular, pergerakan mata ke 6 posisi kardinal lebih
bernilai diagnostik. Selain itu penting juga untuk menilai kecepatan dari
- Cover-uncover test
Tes ini bertujuan untuk menentukan sudut deviasi/sudut strabismus.
Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain
ditaruh penutup untuk menghalangi pandangannya, kemudian amati
mata yang tidak ditutup apakah mata tersebut bergerak untuk
melakukan fiksasi atau tidak. Setelah itu buka penutup yang telah
dipasang dan perhatikan apakah mata yang telah dibuka penutupnya
melakukan fiksasi kembali atau tidak. 14,17,20
- Hess screen
Tes ini bertujuan untuk mengukur sudut deviasi/sudut
strabismus.Untuk tes ini di depan salah satu mata pasien dipakaikan
kaca berwarna merah dan kaca berwarna hijau pada mata lainnya.
Kemudian pasien diminta untuk memegang tongkat dengan lampu
hijau dan diminta untuk menunjuk cahaya merah yang terlihat pada
layar dengan tongkat tersebut. Dengan tes ini masing-masing mata
dapat dinilai sehingga dapat diukur arah dan sudut deviasinya.14,20
Penilaian dan pengukuran deviasi pada strabismus paralitik/inkomitan
adalah penting, tidak hanya untuk mendiagnosa otot ekstraokular
mana yang terkena tapi juga sebagai patokan awal terhadap derajat
kelumpuhan otot sehingga kemajuan pasien dapat dievaluasi dengan
baik. 14,20
- Pemeriksaan sensorik
C. Pemeriksaan penunjang
Beberapa kasus yang berkaitan dengan strabismus paralitik /
inkomitan mengarah pada gangguan neurologis yang serius, seperti
pada parese N III yang disertai rasa nyeri, dicurigai akibat aneurisma
pada Sirkulus Willisi. Pada kasus-kasus seperti ini pasien sebaiknya
segera dirujuk pada ahli neurologi, tapi pada kasus-kasus yang tidak
membutuhkan penganganan dengan segera dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu dalam mencari
penyebab dan menegakan diagnosa, antara lain:
• Gula darah
•Foto cranium
•Foto sinus paranasal dan orbita.
•Tes fungsi tiroid dan autoantibody
•Tensilon (edrophonium) test, untuk menegakan diagnosa myasthenia
gravis
•CT brain / MRI / angiografi karotis pada kasus-kasus neurologis.21,23
2.7 TERAPI
- Terapi untuk strabismus
Pada dasarnya terapi pada strabismus paralitik/inkomitan adalah
dengan mengatasi faktor penyebab timbulnya parese nervus
okulomotorius. 23,24
- Terapi ambliopia.
Terapi ambliopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik ditutup
untuk merangsang mata yang mengalami ambliopia. Ada dua stadium
terapi ambliopia, yaitu:
Terapinya adalah penutupan mata terus menerus. Bila
ambliopianya tidak terlalu parah atau usia terlalu muda
maka diterapkan penutupan paruh waktu.
o Terapi oklusi dilanjutkan bila tajam penglihatan membaik.
Penutupan sebaiknya tidak terus-menerus lebih dari 4 bulan
apabila tidak terdapat kemajuan.
o Stadium pemeliharaan, terdiri dari penutupan paruh waktu yang
dilanjutkan setelah fase perbaikan untuk mempertahankan
penglihatan terbaik melewati usia dimana ambliopianya
kemungkinan besar kambuh (sekitar usia 8 tahun).23
- Prisma
Prisma menghasilkan pengarahan ulang garis penglihatan secara
optis. Bentuk yang cukup nyaman adalah prisma plastik press-on
Fresnel. Alat optik ini bermanfaat diagnostik dan terapeutik
temporer.
- Terapi bedah 14,19
Tujuan terapi bedah adalah untuk mengeliminasi diplopia dalam
lapangan pandang yang normal, baik pada penglihatan jauh ataupun
dekat. Terapi bedah dapat ditunda selambat-lambatnya sampai satu
tahun dengan maksud memberi kesempatan untuk pemulihan dengan
sendirinya. Terapi bedah biasanya dilakukan bila penglihatan binokular
tidak kunjung membaik setelah otot-otot ekstraokular pulih,
selambat-lambatnya sampai 6 bulan.24
Prosedur yang digunakan yaitu reseksi dan resesi. Sebuah otot
diperkuat dengan suatu tindakan yang disebut reseksi. Otot dilepaskan
dari mata, diregangkan lebih panjang secara terukur, kemudian dijahit
kembali ke mata, biasanya di tempat insersi semula. Resesi adalah
perlekatan fasia, dan dibiarkan mengalami retraksi. Otot tersebut dijahit
kembali ke mata pada jarak tertentu di belakang insersinya semula.24
B. Terapi untuk ptosis
Ptosis kongenital yang menghalangi penglihatan mata, terapi aksis
visual harus dilakukan tanpa penundaan untuk mencegah
perkembangan ptosis menjadi ambliopia. Selain itu, perkembangan
visual dapat dimonitor dan tindakan operasi dapat dilakukan pada usia
prasekolah, saat jaringannya masih berkembang sangat baik.
Tindakan operasi yang dilakukan berupa bedah retraksi dari kelopak
mata atas, yang sebaiknya dilakukan sesegera mungkin saat
ditemukan adanya resiko berkembangnya gangguan penglihatan
akibat ptosis. Resiko dari keratopati akibat terpapar harus di jelaskan
kepada pasien dan kemungkinan kelopak mata dapat jatuh atau turun
lagi Jika masalah keratopati terpaparnya cukup serius harus juga
dijelaskan kepada pasien.
23,24
Antibiotik dan lubrikan diberikan saat pasca operasi sampai
permukaan okular menjadi terbiasa dengan tinggi kelopak mata yang
baru.
23,24
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep merupakan kerangka yang menggambarkan dan
mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan tinjauan
kepustakaan maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut:
3.2 DEFENISI OPERASIONAL
Parese / palsy : kelumpuhan
Ptosis : kelopak mata atas lemah.
Neoplasma : tumor / keganasan
Ocular motor : pergerakan bola mata
Trauma kepala : cedera pada daerah kepala
Penyakit Vaskular : gangguan pada pembuluh darah
Umur : lamanya hidup
Kelumpuhan Okular
Motor
Karakteristik :
o
Trauma kepala
o
Neoplasma
o
Penyakit Vaskular
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian retrospektif yang bersifat deskriptif
observasional. Subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan.
4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-oftalmologi Rumah
Sakit Umum H. Adam Malik Medan tahun 2011.
4.3 POPULASI DAN SAMPEL
Populasi penelitian adalah semua penderita dengan gangguan
neuro-oftalmologi yang datang ke Poliklinik Mata Sub Bagian Neuro-neuro-oftalmologi
pada RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2011.
Sampel penelitian diambil dan ditentukan berdasarkan hasil catatan rekam
medik yang memenuhi kriteria inklusi.
4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria inklusi :
- Semua penderita yang mengalami gangguan fiksasi dan proyeksi yang menimbulkan gangguan gerakan mata, yang bersifat organik maupun
fungsional.
- Pemeriksaan media refraksi baik dan segmen posterior normal.
- Penglihatan berganda dengan kedua mata.
- Usia >18 tahun
Kriteria eksklusi :
- Usia < 18 tahun
- Media refraksi keruh dan kelainan segmen posterior.
- Penglihatan berganda menetap dengan penutupan salah satu mata.
-4.5 IDENTIFIKASI VARIABEL
Tidak bersedia ikut dalam penelitian
- Variabel bebas adalah kelumpuhan okular motor yang terdiri dari parese nervus III yang melibatkan pupil dan ptosis, parese nervus IV, parese
nervus VI dan parese nervus kranial multipel (parese III, IV dan VI).
- Variabel terikat adalah trauma kepala, neoplasma, aneurisma, umur.
4.6 CARA KERJA
Dilakukan penelitian retrospektif melalui catatan rekam medis penderita
dengan gangguan gerakan bola mata yang memenuhi kriteria inklusi di
Poliklinik Mata Rumah Sakit H. Adam Malik Medan tahun 2011. kemudian
dilakukan pengumpulan dan pencatatan data berupa :
1. Identitas pasien, yg meliputi : nama, usia, jenis kelamin, nomor rekam
medis, alamat, dan pekerjaan.
2. Hasil pemeriksaan mata :
- Keluhan utama : penglihatan berganda dengan kedua mata.
- Tajam penglihatan.
- Gerakan bola mata.
- Segmen anterior ; media refraksi, ukuran pupil, bentuk pupil, reflex cahaya/RC, relative afferent pupillary defect/RAPD, dan levator
action.
- Segmen posterior/Funduskopi
- Tekanan intra okuler
3. Kelainan lain yang diderita, misalnya : tumor, trauma, hipertensi, diabetes
4.7 ANALISA DATA
Analisa data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabulasi
data.
4.8 PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan penelitian ini disetujui oleh Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.
4.9 PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti : Bobby Ramses Erguna Sitepu
4.10 BIAYA PENELITIAN
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan catatan rekam medis Poliklinik Mata Sub
Bagian Neuro-oftalmologi Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan di tahun 2011.
[image:34.595.72.527.317.764.2]Berdasarkan kriteria inklusi maka terkumpul 24 sampel penelitian.
Tabel 5. 1. Data pasien dengan kelumpuhan okular motor
No. Pasien Umur
(thn)
Diagnosa Etiologi
1. MM 54 Kelumpuhan nervus III Neoplasma
2. M 21 Ptosis + Parese nervus III Neoplasma
3. PS 39 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala
4. LM 58 Kelumpuhan nervus III Penyakit
Vaskular
5. R 42 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala
6. S 46 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala
7. DT 53 Kelumpuhan nervus III Penyakit
Vaskular
8. GT 80 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Penyakit
Vaskular
9. LS 47 Kelumpuhan nervus VI Neoplasma
10. M 20 Kelumpuhan nervus III, IV dan VI Trauma kepala
11. FG 63 Kelumpuhan nervus VI Penyakit
Vaskular
12. RS 20 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Trauma kepala
13. SP 23 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala
14. TP 56 Kelumpuhan nervus III, IV dan VI Penyakit
15. T 32 Kelumpuhan nervus VI Trauma kepala
16. SS 23 Kelumpuhan nervus VI Neoplasma
17. RB 58 Kelumpuhan nervus VI Neoplasma
18. TN 22 Kelumpuhan nervus III Trauma kepala
19. DM 29 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Trauma kepala
20. AB 49 Ptosis + Kelumpuhan nervus III Trauma kepala
21. SR 60 Ptosis + Kelumpuhan nervus III, IV dan
VI
Penyakit
Vaskular
22. DS 31 Kelumpuhan nervus III, IV dan VI Trauma kepala
23. SN 70 Ptosis + Kelumpuhan nervus III, IV, VI Penyakit
Vaskular
[image:35.595.73.525.70.328.2]24. TS 48 Kelumpuhan nervus III Trauma kepala
Tabel 5. 2. Jumlah dan penyebab kelumpuhan okular motor
No. Kelumpuhan Okular
Motor
Trauma Neoplasma Penyakit
Vaskular
Total
1 Parese nervus III 5 2 3 10
( 41.6%)
2 Parese nervus IV - - - -
3 Parese nervus VI 5 3 1 9
(37,5%)
4 Multipel 2 - 3 5
(20,8%)
Total 12 5 7
99,9%
Kelumpuhan okular motor yang ditemukan di poliklinik Rumah Sakit H. Adam Malik
selama tahun 2011 berjumlah 24 pasien. 10 orang diantaranya mengalami
kelumpuhan nervus III, 9 orang mengalami kelumpuhan nervus VI, dan 5 orang
mengalami kelumpuhan multiple nervus kranial. Kelainan nervus IV selalu disertai
kelumpuhan nervus III dan nervus VI. Oleh karena itu disebut juga kelumpuhan
multiple nervus kranial.
Penyebab kelumpuhan okular motor terbanyak disebabkan oleh trauma
[image:36.595.91.505.326.608.2]kepala(50%), neoplasma (20,8%) dan aneurisma (29,1%).
Tabel 5. 3. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus III
Penyebab Pasien Umur < 49
tahun
Umur ≥ 50 tahun
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Trauma kepala 5 50 5 50 - -
Neoplasma 2 20 - - 2 20
Aneurisma 3 30 - - 3 30
Total 10 100 5 50 5 50
Penyebab dan hubungan kelumpuhan nervus III yang terbanyak ditemukan
disebabkan oleh trauma kepala sebanyak 50% dengan umur < 49 tahun. Sedangkan
kelumpuhan nervus III yang disebabkan neoplasma sebanyak 20% dan aneurisma
Tabel 5. 4. Jumlah terjadinya ptosis dan keterlibatan pupil pada kelumpuhan nervus Okulomotor (III)
Penyebab Ptosis (+) Ptosis (-) Anisokoria Isokoria
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Trauma kepala 4 50 1 50 3 75 2 33
Neoplasma 1 12 1 50 1 25 1 17
Aneurisma 3 38 - - - - 3 50
Total 8 100 2 100 4 100 6 100
Kelumpuhan nervus III yang dijumpai ptosis 50 %, diakibatkan trauma kepala, 12%
karena neoplasma dan 38 % karena aneurisma. Anisokoria dijumpai 75 % pada
trauma kepala, dan 25 % pada neoplasma.
Tabel 5.5. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan nervus Trokhlear (IV)
Penyebab Jumlah pasien Umur < 49 tahun Umur ≥ 50 tahun
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Trauma kepala 5 55 5 73 - -
Neoplasma 3 33 2 27 1 50
Aneurisma 1 12 - 1 50
[image:37.595.98.497.529.733.2]Penyebab dan hubungan kelumpuhan nervus VI terbanyak ditemukan disebabkan
oleh trauma kepala sebanyak 55% dengan umur < 49 tahun. Kelumpuhan nervus VI
yang disebabkan neoplasma sebanyak 33% ditemukan pada umur < 49 tahun;27%,
umur ≥ 50 tahun;50%, dan kelumpuhan yang disebabkan aneurisma sebanyak 12%
[image:38.595.71.470.254.534.2]ditemukan pada umur ≥ 50 tahun.
Tabel 5. 6. Jumlah dan Penyebab kelumpuhan multipel nervus kranial
Penyebab Jumlah pasien Umur < 49
tahun
Umur ≥ 50 tahun
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Trauma kepala 2 40 2 100 - -
Neoplasma - - - -
Aneurisma 3 60 - - 3 100
Total 5 100 2 100 3 100
Penyebab dan hubungan kelumpuhan multipel nervus kranial disebabkan trauma
kepala sebanyak 40 % dengan umur < 49 tahun dan kelumpuhan multipel nervus
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat dijumpai beberapa hal yang harus diperhatikan.
• Pada kelumpahan saraf III yang diakibatkan trauma kepala banyak melibatkan ptosis dan pupil anisokoria.
• Pasien yang berumur ≥ 50 tahun leih beresiko terjadi kelumpuhan okular motor karena faktor penyakit vascular.
• Kelumpuhan okular motor yang diakibatkan oleh neoplasma sering terjadi pada kelumpuhan nervus VI.
• Penyebab kelumpuhan multipel nervus kranial yang sering terjadi adalah trauma kepala dan aneurisma.
6.2. SARAN
• Perlunya pemeriksaan penunjang seperti radiologi untuk membantu mendiagnosa dan penanganan kelumpuhan okular motor.
• Penyakit sistemik yang harus diperiksa secara baik dapat membantu dalam penatalaksaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sergent JC. Walsh& Hoyts. Nuclear and Infranuclear ocular Motility Disorders.
In: Clinical Neuro-Ophthalmology. Lippincott William and wilkins. Sixth Edition.
Vol 1. 2005: 969-1040.
2. Rush JA, Young BR. Paralysis of Cranial Nerves III, IV, and VI: Cause and
Prognosis in 1000 cases. J Arch Ophthalmol-vol 99. Jan 1981.
3. Tiffin PAC, MacEWEN CJ, Craig EA, et al. Acquired Palsy of The Oculomotor,
Trochlear, and Abduscens Nerves. Royal College Of Ophthalmologist. Eye
(Lond). 1996; 10: 377-384.
4. Rowe F. Prevalence of ocular motor cranial nerve palsy and associations
following stroke. VIS group UK. Directorate of Orthoptics and Vision Science,
University of Liverpool
5. Akagi T, Miyamoto K, Kashii S, et al. Cause and Prognosis of Neurologically
Isolated Third, Fourth, or Sixth Cranial Nerve Dysfunction in Cases of
Oculomotor Palsy. Jpn J Ophthalmol. 2008: 52:32-35.
6. Coello AF, et al. Cranial Nerve Injury After Minor Head Trauma : Clinical
Article. J Neurosurg. Vol 113 : 547-555, 2010.
7. Tabassi AR, Dehgani AR, Mosayebi H. Etiology of Oculomotor Nerve
Paralysis. Tehran, Iran. Journal of Ophthalmic & Vision Research. 2006. Vol
1. No 1.
8. Kupersmith MJ, Ying G. Ocular Motor Dysfunction and Ptosis in Myasthenia
9. Shrader EC, Louisville, Schlezinger NS. Neuro-Ophthalmologic Evaluation of
Abducens Nerve Paralysis. Jefferson Medical College. J Arch Ophthalmol.
1960;63(1):84-91.
10. Bagheri A, Fallahi MR, Abrishami M, et al. Clinical Features and outcomes Of
Treatment for Fourth Nerve Palsy. Journal of Ophthalmic and Vision
Research. Vol 5. No. 1 2010.
11. Preechawat Pisit, et al: Aneurysmal Third Nerve Palsy J Med Assoc Thai
2004; 87(11): 1332-5.
12. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. In: American Academy Of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. 2009-2010:
97-99.
13. Japardi, Iskandar. Nervus III (Okulomotorius). Digitized by USU digital library.
2002.
14. Neuro-Ophtahlmology. In: American Academy Of Ophthalmology. Basic and
Clinical Science Course, section 5. 2009-2010: 228-232.
15. Perjalanan divisi superior dan inferior nervus okulomotorius. Dari :
16. Perjalanan nervus okulomotorius dilihat dari lateral. Dari :fig.21.36. Kanski JJ.
chapter 21. 6th Ed. 2006 : 816.
17. Langston, Deborah Pavan. Neuro-Ophthalmology. In: Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy. Sixth edition. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins. 2004. 393-397.
18. Jaras Pupil. Dari : fig 9.1, Kanski JJ, chapter 9. Ophthalmology. A Pocket
19. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: American Academy Of
Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2010-2011:
132-138.
20. Kunimoto, DY. Neuro-Ophthalmology. In: The Wills Eye Manual. Fourth
edition. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins. 2004. 204-206.
21. Newman, NM. Neuro-Ophthalmology: A practical Text. 1st edition.norwalk :
Appleton & lange, Connecticut. 1992. 197-216.
22. Kheradmand A, David Z. Cerebellum and Ocular Motor Control.
Volume 2. 2011. 2:53.
23. Noonan CP, Martin OC. Surgical management of third nerve palsy. British
Journal of Ophthalmology 1995. 79: 431-434.
24. Caplan RL. Ptosis. Journial of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry.