• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitataif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitataif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

IMPRESSION MANAGEMENT MAHASISWI PEROKOK DI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Studi Deskriptif Kualitatif

Impression Management

Mahasiswi

Perokok Di Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

JOHN HAGAI SIHOMBING

100904048

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

(2)

IMPRESSION MANAGEMENT MAHASISWI PEROKOK DI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Studi Deskriptif Kualitatif

Impression Management

Mahasiswi

Perokok Di Universitas Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

JOHN HAGAI SIHOMBING

100904048

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : John Hagai Sihombing

NIM : 100904048

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : IMPRESSION MANAGEMENT MAHASISWI PEROKOK DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara).

Medan, Maret 2014

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen,

Dr. Nurbani, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis NIP : 196108021987012001 NIP : 198011072006042002

Dekan FISIP USU,

Prof.Dr. Badaruddin, M.Si

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : John Hagai Sihombing

NIM : 100904048

Tanda Tangan :

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : John Hagai Sihombing

NIM : 100904048

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitataif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara).

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ……….. (………..) Penguji : ……….. (………..) Penguji Utama : ………... (……….)

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan perkenanan Tuhan yang tak berkesudahan selama proses penulisan skripsi ini. Sungguh besar dan tak terhingga kasih karunia dari Tuhan untuk setiap nafas kehidupan yang tak henti-hentinya setiap hari Tuhan anugerahkan kepada peneliti, sehingga peneliti mampu melewati masa-masa sulit dan berjalan sejauh ini sehingga akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Skripsi yang berjudul Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara). Dalam penyusunan skripsi ini, saya sebagai peneliti tidak terlepas bimbingan, dorongan, serta doa dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Orang tua saya Rapi Sihombing, SH dan Adry M Simatupang yang selalu menopang dan mendoakan saya selama pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

2. Bapak Prof. Dr. Badarudin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(7)

kesempatan yang baik dan berharga mempunyai dosen pembimbing seperti beliau.

6. Bapak Abdi Sitepu, MSP selaku Dosen Wali penulis yang banyak memberikan masukan, nasihat, bimbingan, dan dorongan kepada penulis. 7. Para dosen dan staff di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara khususnya dari Departemen Ilmu Komunikasi atas ilmu dan pengalaman hidup yang dibagikan selama masa perkuliahan sebagai bekal hidup di masa mendatang.

8. Kepada abang dan kakak terkasih Rio Sihombing, Bobby Sihombing, Dhora Sihombing terimakasih untuk setiap doa,dukungan dan motivasinya selama penulis mengikuti pendidikan sampai pada tahap peyelesaian skripsi ini.

9. Kepada Kak Maya bagian pendidikan yang telah banyak membantu saya dalam segala urusan administrasi.

10.Kepada teman-teman yang selalu mendukung saya Victor Christanto dan Klaudia Marbun yang memotivasi pada proses penyusunan skripsi serta seluruh teman-teman di Ilmu Komunikasi terkhusus stambuk 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

11.Kepada kelompok kecil Eseni kak Eva, Permata Sari, Debora, Yuanita,

Saidah yang bersedia bertumbuh bersama untuk mengenal Dia lebih sungguh

12.Kepada informan-informan yang telah meluangkan waktunya dan bersedia diwawancarai.

13. Semua pihak yang telah membantu saya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan menunjukkan kasih karunia-Nya dan memberkati kita semua beserta pihak yang telah membantu. Peneliti menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan perlu perbaikan. Karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap para pembaca berkenan menyampaikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan saya agar skripsi ini dapat berguna dan membawa manfaat bagi

(8)

pengembangan ilmu di masa mendatang dan menjadi sumbangan pemikiran bagi setiap pembacanya.

Medan, 27 Maret 2014

Peneliti,

(9)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan

dibawah ini:

Nama : JOHN HAGAI SIHOMBING NIM : 100904048

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non ekslusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

IMPRESSION MANAGEMENT MAHASIWI PEROKOK DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara).

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Medan

Pada tanggal : Maret 2014

Yang Menyatakan

(10)

ABSTRAK

Penelitian berjudul Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara, untuk mengetahui alasan mahasiswi merokok di Universitas Sumatera Utara dan untuk mengetahui Impression Management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif kualitatif yaitu untuk menggambarkan bagaimana Impression Management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini memakai paradigma konstruktivis sebagai pendekatan. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Teori Dramaturgi, Teori Disonansi Kognitif, dan Konsep Diri. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth interwiev) terhadap informan. Dalam penelitian ini, subjek penelitian yaitu mahasiswi yang sedang berkuliah di Universitas Sumatera Utara dan yang aktif mengonsumsi rokok. Dengan menggunakan metode snow ball sampling yaitu pengambilan sampel dengan menentukan satu atau lebih individu atau tokoh kunci dan meminta dia untuk menyebut orang-orang lain yang pada gilirannya dapat ditemui, maka ditetapkanlah tujuh orang mahasiswi perokok sebagai Informan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tujuh informan tersebut ini ditemukan bahwa karakteristik mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara ada yang mengonsumsi rokok pada tahap kebutuhan (kecanduan), perokok biasa, dan yang tidak tergantung pada rokok. Karakteristik lain adalah informan mulai merokok sejak berada di bangku TK, SD, SMP dan juga SMA, namun tidak ada yang mulai merokok sejak berada di bangku kuliah. Alasan mahasiswi merokok karena tiga faktor yaitu keinginan mencoba apa itu rokok, pengaruh dari orang lain, dan karena faktor stres atau masalah yang sedang yang dialami. Mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara menggunakan Impression Management untuk mengelabui signification other. Usaha yang dilakukan diantaranya mendesain diri, sikap, gaya berbicara dan tampilan saat berada di front stage dan back stage. Dari proses penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa terdapat tiga golongan mahasiswi perokok yang menggunakan Impression Management yaitu pemain drama ulung, pemain drama biasa dan pemain figuran. Namun tidak semua mahasiswi perokok di Universitas Sumatera yang menggunakan Impression Management saat merokok. Ada juga yang sama sekali tidak mendesain dirinya sama sekali, hal ini disebabkan tidak ada batasan antara front stage dan back stage akibat kebiasaan merokoknya telah diketahui oleh semua orang yang mengenalnya.

Kata Kunci: Perokok,Impression Management,Mahasiswi.

Universitas Sumatera Utara

(11)

ABSTRACT

The study titled Impression Management smoker student at the University of North Sumatra ( Qualitative Descriptive Study of Impression Management smoker student at the University of North Sumatra ). This study aims to determine student characteristics of smokers at the University of North Sumatra, to find out the reason for smoking student at the University of North Sumatra and to know smokers Impression Management student at the University of North Sumatra. The research method chosen was a qualitative descriptive method is to describe how smokers Impression Management student at the University of North Sumatra. This study used a constructivist paradigm as an approach. Relevant theory used researchers to discuss this research is Dramaturgy Theory, Theory of Cognitive Dissonance , and Self-Concept. Information obtained through observation and in-depth interviews ( in in-depth interwiev ) against informants. In this study, research subjects that the student who was enrolled at the University of North Sumatra and are actively consume cigarettes. By using the snowball method of sampling is sampling by determining one or more individuals or key figure and asks him to call other people who in turn can be found, then be stipulated seven student smokers as informants.

Based on research conducted at seven the informer was found that the characteristics of smokers student at the University of North Sumatra there who consume cigarettes on stage need ( addiction ), regular smokers, and are not dependent on cigarettes. Another characteristic is the informant started smoking since being in kindergarten, elementary, junior high and high school, but no one started smoking since being in college . Reason student smoking because of three factors, namely the desire to try anything that cigarette, the influence of other people, and because of stress or problems that are being experienced. Female students at the University of North Sumatra smokers using Impression Management to trick other signification. The work done to design them myself, attitude, style and appearance while speaking in front of the stage and back stage. From the research conducted it was found that there are three classes of student smokers who use Impression Management is accomplished cast, the usual cast and extras. But not all smokers in Sumatra University student who uses Impression Management while smoking. There is also no way to design him at all, it is because there are no boundaries between front stage and back stage due to the habit of smoking have been known by everyone who knew him.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

(13)

4.2 Pembahasan ... 97

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 102

5.2 Saran ... 103

5.3 Implikasi ... 104

- Teoritis ... 104

- Praktis ... 104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

- Surat Izin Penelitian - Panduan Wawancara - Hasil Wawancara - Dokumentasi Penelitian - Biodata Peneliti

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 ` Tabel Karakteristik Informan 42

4.2 Impression Management TL 51

4.3 Impression Management MH 56

4.4 Impression Management LP 68

4.5 Impression Management AM 73

4.6 Impression Management SH 78

4.7 Impression Management WN 85

4.8 Impression Management GH 90

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Proses Disonansi 16

2.2 Bentuk konsep Diri 22

2.3 Model Teoritik 24

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

- Surat Izin Penelitian - Panduan Wawancara - Hasil Wawancara - Dokumentasi Penelitian - Biodata Peneliti

(17)

ABSTRAK

Penelitian berjudul Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara, untuk mengetahui alasan mahasiswi merokok di Universitas Sumatera Utara dan untuk mengetahui Impression Management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian yang dipilih adalah metode deskriptif kualitatif yaitu untuk menggambarkan bagaimana Impression Management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini memakai paradigma konstruktivis sebagai pendekatan. Teori yang relevan peneliti gunakan untuk membahas penelitian ini adalah Teori Dramaturgi, Teori Disonansi Kognitif, dan Konsep Diri. Informasi diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (in depth interwiev) terhadap informan. Dalam penelitian ini, subjek penelitian yaitu mahasiswi yang sedang berkuliah di Universitas Sumatera Utara dan yang aktif mengonsumsi rokok. Dengan menggunakan metode snow ball sampling yaitu pengambilan sampel dengan menentukan satu atau lebih individu atau tokoh kunci dan meminta dia untuk menyebut orang-orang lain yang pada gilirannya dapat ditemui, maka ditetapkanlah tujuh orang mahasiswi perokok sebagai Informan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tujuh informan tersebut ini ditemukan bahwa karakteristik mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara ada yang mengonsumsi rokok pada tahap kebutuhan (kecanduan), perokok biasa, dan yang tidak tergantung pada rokok. Karakteristik lain adalah informan mulai merokok sejak berada di bangku TK, SD, SMP dan juga SMA, namun tidak ada yang mulai merokok sejak berada di bangku kuliah. Alasan mahasiswi merokok karena tiga faktor yaitu keinginan mencoba apa itu rokok, pengaruh dari orang lain, dan karena faktor stres atau masalah yang sedang yang dialami. Mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara menggunakan Impression Management untuk mengelabui signification other. Usaha yang dilakukan diantaranya mendesain diri, sikap, gaya berbicara dan tampilan saat berada di front stage dan back stage. Dari proses penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa terdapat tiga golongan mahasiswi perokok yang menggunakan Impression Management yaitu pemain drama ulung, pemain drama biasa dan pemain figuran. Namun tidak semua mahasiswi perokok di Universitas Sumatera yang menggunakan Impression Management saat merokok. Ada juga yang sama sekali tidak mendesain dirinya sama sekali, hal ini disebabkan tidak ada batasan antara front stage dan back stage akibat kebiasaan merokoknya telah diketahui oleh semua orang yang mengenalnya.

Kata Kunci: Perokok,Impression Management,Mahasiswi.

Universitas Sumatera Utara

(18)

ABSTRACT

The study titled Impression Management smoker student at the University of North Sumatra ( Qualitative Descriptive Study of Impression Management smoker student at the University of North Sumatra ). This study aims to determine student characteristics of smokers at the University of North Sumatra, to find out the reason for smoking student at the University of North Sumatra and to know smokers Impression Management student at the University of North Sumatra. The research method chosen was a qualitative descriptive method is to describe how smokers Impression Management student at the University of North Sumatra. This study used a constructivist paradigm as an approach. Relevant theory used researchers to discuss this research is Dramaturgy Theory, Theory of Cognitive Dissonance , and Self-Concept. Information obtained through observation and in-depth interviews ( in in-depth interwiev ) against informants. In this study, research subjects that the student who was enrolled at the University of North Sumatra and are actively consume cigarettes. By using the snowball method of sampling is sampling by determining one or more individuals or key figure and asks him to call other people who in turn can be found, then be stipulated seven student smokers as informants.

Based on research conducted at seven the informer was found that the characteristics of smokers student at the University of North Sumatra there who consume cigarettes on stage need ( addiction ), regular smokers, and are not dependent on cigarettes. Another characteristic is the informant started smoking since being in kindergarten, elementary, junior high and high school, but no one started smoking since being in college . Reason student smoking because of three factors, namely the desire to try anything that cigarette, the influence of other people, and because of stress or problems that are being experienced. Female students at the University of North Sumatra smokers using Impression Management to trick other signification. The work done to design them myself, attitude, style and appearance while speaking in front of the stage and back stage. From the research conducted it was found that there are three classes of student smokers who use Impression Management is accomplished cast, the usual cast and extras. But not all smokers in Sumatra University student who uses Impression Management while smoking. There is also no way to design him at all, it is because there are no boundaries between front stage and back stage due to the habit of smoking have been known by everyone who knew him.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Generasi muda adalah tulang punggung bangsa jika dulu para pahlawan dengan susah payah membela bangsa dengan bambu runcing, maka kita mengemban tugas dengan mengangkat buku untuk membela negara. Dunia pendidikan merupakan suatu gambaran dunia yang penuh dengan ilmu, nilai, keterampilan, dan pengetahuan yang outputnya diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan perubahan zaman yang terus berkembang. Hal tersebut meyakinkan kita bahwa pendidikan

itu penting, seolah - olah tidak ada lagi nilai tawar untuk satu kata yakni

„pendidikan‟. Citra yang baik dari pendidikan menjadi kebanggaan bagi para

pelaku pendidikan.

Namun sebuah fenomena menarik terjadi di dalam dunia pendidikan tersebut yakni kebiasaan merokok di kalangan peserta didik mulai dari anak - anak hingga dewasa. Faktanya Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Tahun 2009 di Indonesia, Prevalensi merokok pada anak sekolah usia 13 -1 5 tahun mencatat :

- 30.4% Anak sekolah pernah merokok (L:57.8%, P:6.4%)

- 20.3% Anak sekolah adalah perokok aktif (L: 41%, P: 3.5%)

Pada zaman modern ini, rokok bukanlah suatu benda asing lagi. Bagi mereka yang hidup di kota maupun di desa, umumnya mereka sudah mengenal rokok. Bahkan, bagi sebagian orang, rokok sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa alasan yang jelas, seseorang akan merokok, baik setelah makan, setelah minum kopi atau teh, bahkan sambil bekerja pun seringkali diselangi dengan rokok. Rokok sudah menjadi budaya manusia (Jaya, 2009:38).

(20)

ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad ke-16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu juga mencoba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian, kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, orang Eropa merokok semata-mata hanya untuk kesenangan. Pada abad ke-17 Masehi, para pedagang Spanyol masuk ke Turki. Saat itu, kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Jadi, usia rokok belumlah terlalu lama lebih dari 3 abad (Jaya, 2009:40).

WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 penyakit yang berkaitan dengan tembakau menjadi masalah kesehatan utama di dunia yang menyebabkan 8,4 juta kematian setiap tahunnya dan separuhnya terjadi di Asia. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) yang menyebutkan angka kematian akibat rokok mencapai 200.000 jiwa pertahun, artinya 16.666 meninggal perbulan, 555 orang perharinya meninggal akibat penyakit yang disebabkan rokok. Di Asia, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, Indonesia menempati urutan ketiga terbanyak jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa. Data tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok saat ini sebesar 34,7%, dari jumlah tersebut 76,6% merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga yang lain.

Data lainnya menunjukkan konsumsi rokok di Indonesia tahun 2002 mencapai 182 milyar batang. Keadaan ini menunjukkan bahwa total perokok aktif di Indonesia adalah 70 % dari total penduduk atau 141,44 juta orang.

(http://metro.sindonews.com/read/2013/10/24/31/797993/data-kemenkes-soal-angka-kematian-akibat-rokok).

(21)

Perokok pasif mempunyai resiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular, kanker paru dan penyakit paru lainnya. Di Indonesia, kebiasaan merokok tidak hanya dilakukan oleh laki - laki saja namun perempuan melakukan hal yang sama.Pravelensi merokok terus meningkat baik pada laki – laki maupun perempuan. Pravelensi merokok pada perempuan meningkat empat kali lipat dari 1,3 % pada tahun 2001, menjadi 5,2% pada tahun 2007 (Riset Kesehatan Dasar - Global Youth Tobacco Survey,2009:12).

Meskipun beberapa perempuan menyadari masalah ini, namun mereka terus merokok. Beberapa alasan populer untuk merokok adalah bahwa hal itu memungkinkan mereka untuk bersantai dan mengekang perasaan atau potensi agresi dan kadang - kadang depresi. Stres yang sering terjadi di tempat kerja, di rumah, menjadikan rokok salah satu cara perempuan untuk meredakan diri dari sensasi stres. Banyak wanita juga merokok untuk menurunkan berat badan. Meskipun menurut mereka ini merupakan metode yang efektif, dampak negatif rokok secara signifikan lebih besar daripada manfaatnya.

(http://life.viva.co.id/news/read/444256-riset--wanita-perokok-berisiko-tinggi-derita-gangguan-otak).

Menurut McWeeney, keinginan untuk merokok lebih besar pada wanita dari pada pria karena wanita lebih cepat merasa gelisah/kalut dan Iain-lain.

Beberapa orang wanita yang fashionable, berpendapat dengan merokok mereka akan tetap langsing. Di negara maju, kebiasaan merokok pada wanita di tempat umum, jauh lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan di negara berkembang. Faktanya, wanita perokok juga terdapat di dunia perndidikan bahkan di lingkungan kampus. Mahasiwi perokok bukan sosok yang sulit yang ditemui.

(22)

beruban. Sesudah menopause, tulang lebih rapuh sehingga cepat patah (McWeeney,1990:14).

Karenanya mahasiswi yang notabene adalah perempuan yang akan hamil dan mengalami masa monopouse, memiliki risiko yang sama dengan data diatas. Peneliti memilih mahasiswi sebagai informan dalam penelitian tersebut karena mereka memegang status sebagai kaum terpelajar dan berpendidikan. Mahasiswa/i dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswi merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswi juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi yang makin menyatu dengan masyarakat, dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual (Sarwono, 1978:80).

Seorang peserta didik seharusnya menjadi seseorang yang terdidik pula. Fenomena mahasiswi perokok tersebut sangat menarik untuk diketahui. Karena,

selain terbiasa dengan tugas dan sederetan aktivitas di kampus, seorang mahasiswi juga melakoni kebiasaan lain yakni merokok. Dengan berbagai faktor yang menyebabkan mereka memutuskan untuk merokok dan bagaimana ia dapat diterima di lingkungannya dengan kebiasaan tersebut membuat hal tersebut sangat menarik untuk diketahui.

Lewat pengamatan peneliti, seorang mahasiswi perokok memaknai rokok bukan sebagai sesuatu yang melekat pada faktor status sebagai mahasiswi, namun pada keberadaanya pada segmen - segmen kehidupan lain. Diantaranya profesi di luar lingkungan pendidikan, gaya hidup, kebutuhan mendasar, dan sedikit pada faktor mencoba dengan kehendak sendiri. Peneliti melakukan observasi terhadap

(23)

penyiar radio. Rokok juga ia gunakan sebagai media untuk memberatkan kualitas suara saat on air disegmen acara yang dibawakan.

Kualitas suara seorang penyiar wanita yang sedikit ngebass membuat para pendengarnya semakin tertarik untuk mendengarkan acara yang dibawakan. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dilapangan, banyak mahasiswi perokok memulai kebiasaan merokok bukan ketika mengemban status sebagai mahasiswa namun ketika duduk dibangku SMP dan SMA. Bunga memaknai dirinya sebagai seorang perokok dan memandang perempuan perokok di kalangan mahasiswa adalah sesuatu hal yang wajar dan sudah umum dilakukan (Observasi Pra Penelitian 28 Agustus 2013).

Keberanian seorang mahasiswi untuk merokok di depan umum menjadi sebuah hal yang sangat menarik untuk diketahui. Kebiasaan tersebut layaknya hal yang lumrah dan menjadi tontonan yang tidak asing lagi bagi orang - orang yang berada di lingkungan kampus. Fenomena tersebut menjadi dasar peneliti untuk melihat apa yang menjadi alasan seorang mahasiswi memutuskan untuk merokok. Kemudian apa yang menjadi alasan seorang mahasiswi perokok untuk menunjukkan kebiasaan merokoknya di tempat umum (front stage) khususnya di tempat tempat umum, dan bagaimana ia mendesain dirinya ketika berada di panggung belakang (back stage) serta peneliti sangat tertarik untuk mengetahui

bagaimana karakteristik seorang mahasiswi perokok sehingga setiap orang dapat mengenalinya.

Lokasi Penelitian yang ditentukan sebagai sasaran penelitian adalah di Universitas Sumatera Utara, karena Universitas Sumatera Utara sedang giat untuk menyosialisasikan USU Bebas Rokok dengan membuat Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di beberapa titik – titik di lingkungan Universitas Sumatera Utara, meskipun kegiatan tersebut mengandung pro dan kontra. Undang- Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 pasal 115, dalam pasal tersebut yang dimaksud dengan KTR meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum lain yang ditetapkan.

(24)

Impression menegement yang didesain sedimikian rupa akan mengundang persepsi yang berbeda dari tiap orang (Dadang, 2007 : 77). Sehingga peneliti juga ingin mengetahui bagaimana gambaran Impression Management dari wanita perokok dikehidupan front stage dan back stage. Penelitian akan dilaksanakan secara mendalam dengan menggunakan wawancara kepada informan yang telah bersedia untuk menjadi subjek penelitian. Secara lengkap akan dipaparkan lewat judul penelitian ini : “Impression Management mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok di Universitas Sumatera Utara).

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, peneliti merumuskan bahwa fokus yang akan diteliti lebih lanjut adalah : “Bagaimana Impression Management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menggambarkan karakteristik mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk menggambarkan alasan mahasiswi menjadi perokok di Universitas Sumatera Utara.

3. Untuk menggambarkan Impression Management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan dampak positif dan menambah pengetahuan dalam khasanah penelitian komunikasi serta dapat dijadikan sebagai sumber bacaan mahasiswa FISIP USU khususnya Departemen Ilmu komunikasi.

(25)

3. Secara praktis, Penelitian ini menerapkan lmu yang diterima peneliti -peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi sekaligus memberikan masukan kepada siapa saja yang tertarik terhadap meneliti fenomena sosial yang ada di masyarakat.

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif Kajian

2.1.1 Perspektif

Pemahaman atas komunikasi manusia, merupakan masalah perspektif yang dipakai untuk memahamninya (Fisher,1990:86). Perspektif adalah sudut pandang dan cara pandang kita terhadap sesuatu (Ardianto dan Q-Anees, 2007:75). Cara kita memandang atau pendekatan yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Suatu perspektif (cara pandang) tidak berlaku secara semena - semena. Perspektif yang kita gunakan dalam menghampiri suatu peristiwa komunikasi akan menghasilkan perbedaan yang besar dalam jawaban dan makna yang kita deduksi. Kita bisa saja mengamati suatu peristiwa dengan pikiran yang terbuka dan netral, namun begitu kita harus mengobservasi suatu hal, kita akan melakukannya dengan cara tertentu.

Persperktif adalah cara memandang atau cara kita menentukan sudut pandang ketika mengamati sesuatu. Seluruh memberikan skema atau petunjuk mengenai sudut pandang mana yang akan kita gunakan untuk meneliti kebenaran

peristiwa komunikasi. Nilai perspektif tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Semua perspektif yang dapat diperoleh adalah benar dan mencerminkan realitas, walaupun setiap perspektif pada tahap tertentu kurang lengkap serta didistorsi. Jadi yang menjadi inti adalah upaya mencari perspektif yang dapat memberikan kepada kita konseptualisasi realitas yang paling bermanfaat bagi pencapaian tujuan kita. Menggunakan perspektif berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun oleh kaitan antara apa yang diamati dan apa yang menjadi konsep pengamatan.

(27)

pandang tertentu, tidak menurut satu cara yang lain, yang serta merta berlaku secara universal (Ardianto dan Q-Anees, 2007:78). Pada perspektif yang kita pilih terkandung semua keuntungan dan keterbatasan, akan tetapi kita tidak memiliki hak untuk mengingkari nilai dan untuk mempermasalahkan validitas perspektif yang lain.

Konsekuensi dari penggunaan perspektif adalah kearifan untuk menyatakan bahwa apa yang kita ketahui sekarang bukanlah kebenaran mutlak, melainkan hanya pemahaman yang diciptakan manusia. Karena pemahaman kita adalah produk kemanusiaan, maka ia tunduk pada perubahan konseptual sebagaimana secara historis kita telah mengubah konsep dan perspektif untuk menciptakan pemahaman kita. Konsekuensi lainnya adalah kita bukan menemukan realitas tetapi menciptakan realitas. Alasannya karena ketika kita melakukan penelitian kita tidak mungkin tidak mengorganisasikan pengamatan dan persepsi kita dan hal ini tidak dapat kita hindarkan saat melakukan penelitian.

Pengunaan perspektif yang paling nyata haruslah secara sadar tanggap pada perspektif yang dipakai, apa implikasinya, dan kemana ia mengarahkan kita. Kita harus tanggap pada pertanyaan apa yang dapat ditanyakan dan karenanya , dapat dijawab dalam rangka perspektif itu. Kita perlu mengetahui pertanyaan

pertanyaan apa yang tidak dapat dipertanyakan, dan karenanya dapat dijawab dalam rangka perspektif itu. Kita perlu mengetahui pertanyaan pertanyaan apa yang tidak dipertanyakan, dan karenanya, juga tidak dapat dijawab. Kita perlu mengetahui apa yang seharusnya kita ketahui dan bagaimana menggunakan perspektif yang paling tepat untuk membawa kita pada pengetahuan/pemahaman itu (Fisher,1990:89). Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif konstruktivisme.

2.1.2 Perspektif Konstruktivisme

(28)

Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah kontruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Konstruksi membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia. Dengan demikian paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualism objektivitisme – subjektivitisme dangan mengafarmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan (Ardianto dan Q-Anees, 2007:152).

Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyamapai pesan. Konstruktivisme justru mengaggangap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan-pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri

sang pembicara. Pada perspektif konstruktivis, kebenaran bukan pada kecocokan dengan realitas ontologis melainkan pada viabilitas, yaitu kemampuan suatu konsep atau pengetahuan dalam beroperasi. Pengetahuan yang kita kostruksikan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut.

Oleh karena itu, analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi. Von Glasersfeld dan Kitchener membuat gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:

1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur

(29)

3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Konstruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah pengalaman. Banyak situasi yang memaksa atau membantu seseorang untuk mengadakan peubahan akan pengetahuannya. Perubahan inilah yang akan mengembangkan pengetahuan seseorang. Atau bila kita berhadapan dengan suatu persoalan atau kejadian yang baru atau berbeda, kita tertantang untuk mencari arti dan makna hal itu dengan menggunakan gagasan, ide – ide, maupun konsep konsep yang telah kita punyai. (Ardianto dan Q-Anees, 2007:153)

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Teori Dramaturgi(Impression Management)

Seorang individu seringkali peduli terhadap self image yang ditampilkannya

terhadap orang lain. Kepedulian tersebut akan menuntun individu tersebut untuk

senantiasa berusaha mengontrol tentang apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya

tersebut. Self image yang dicoba ditampilkan ini dapat berbeda-beda dari satu situasi

ke situasi lainnya, tergantung dari tujuannya. Self image yang dicoba untuk

ditampilkan tersebut dapat dianalogikan seperti seorang aktor yang sedang bermain

peran. Layaknya seorang aktor dalam pementasan teater, setiap individu akan

berusaha untuk dapat menampilkan image tertentu dengan menggunakan suatu setting

tingkah laku verbal maupun nonverbal secara hati-hati untuk dapat mencerminkan

image tersebut. Usaha tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah impression

management atau pengelolaan kesan. Menurut Robbins and Judge, impression management adalah proses saat seorang individu berusaha mengontrol persepsi orang lain terhadapnya (Rakhmat, 2008 : 96) .

Berbicara mengenai impression management tentu tidak terlepas dari kajian

dramaturgi. Pada perkembanganya, Dramaturgi begitu banyak dikenal dan dijadikan

sebagai bentuk komunikasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari manusia. Teori

(30)

identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas

manusia bisa saja berubah - ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain.

Disinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam

dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater.

Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik

personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.

Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan

mengembangkan perilaku - perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya

pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan

kelengkapan pertunjukan. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang

baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Lebih jauh lagi,

dengan mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan

mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk

memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kita. (Mulyana, 2003 : 112)

Istilah dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia - manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Dramaturgi juga diibaratkan sebagai permainan peran oleh manusia. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh manusia tersebut disesuaikan dengan tujuan

yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya sekedar untuk menciptakan kesan

tertentu tentang diri kita dihadapan penonton ataupun suatu bentuk penghargaan

lainya yang kita peroleh dari permainan peran tersebut. Dalam buku yang berjudul

The Presentation of Self in Everyday Life” karangan Erving Goffman yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman mendalami konsep dramaturgi yang bersifat

penampilan drama atau teater atau teateris di atas panggung, dimana seorang aktor

memainkan karakter manusia-manusia yang lain, sehingga penonton dapat

memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut serta mampu mengikuti alur

cerita dari drama yang disajikan.

Menurut Goffman dalam Dramaturgi terdiri dari : - Front stage (panggung depan)

(31)

Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita.

Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya. Ada juga Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor dan gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” yaitu masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing actor (Rakhmat, 2008 : 97). Kajian dramaturgi membagi dua wilayah yang biasa digunakan seorang individu dalam memainkan peran. Wilayah tersebut ialah :

1. Front stage (panggung depan) merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan atas penampilan

(appearance) dan gaya (manner). Pada lingkungan yang menjadi front stage inilah dimunculkan identitas palsu oleh individu

tersebut guna memaksimalkan peran yang dimainkannya dalam area front stage tersebut dimana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. Penampilan disini meliputi petunjuk artifaktual seperti pakaian, make up, dan sebagainya. Sedangkan gaya meliputi cara berbicara, berjalan dan sebagainya.

(32)

boleh diketahui oleh orang lain (Rakhmat, 2008 : 97). Beberapa hal penting yang menjadi bagian back stage ini antara lain :

a. Make Up (Tata rias)

b. Pakaian

c. Sikap dan Perilaku

d. Bahasa Tubuh

e. Mimik Wajah

f. Isi Pesan

g. Cara Bertutur atau Gaya Bahasa

Dalam teori Dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui

“pertunjukan dramanya sendiri” (Sudikin, 2002 : 49).

Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung anasir struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias mewakili

kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat dia bernaung. Meskipun berbau struktural, daya tarik pendekatan Goffman terletak pada interaksi. Ia berpendapat bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan, meresa merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. Hal itu disebabkan oleh (Mulyana, 2003:116):

(33)

2. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan pertunujkan, langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kesalahan tersebut (misalnya sopir taksi menyembunyikan fakta bahwa ia mulai salah arah).

3. Aktor mungkin merasa perlu menunjukan hanya produk akhir dan menyembunyikan proses memproduksinya (misal dosen menghabisakan waktu beberapa jam untuk memberi kuliah, namun mereka bertindak seolah - olah telah lama memahami materi kuliah).

4. Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan untuk membuat produk akhir dari khalayak (kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang secara fisik kotor, semi-legal, dan menghinakan.

Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada

lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan.

Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan (Dadang,2007:78).

2.2.2 Teori Disonansi Kognitif

Teori yang berpendapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan. Sebagaimana Roger Brown katakan, dasar dari teori ini

(34)

memotivasi usaha – usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Selanjutnya, Brows mengatakan bahwa teori ini memungkinkan dua elemen untuk memilikitiga hubungan yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant),( dissonant), (irrelevant) (West&Turner,2008:137).

1. Hubungan konsonan (consonant)

Ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain.

2. Hubungan Disonan( dissonant),

Berarti bahwa elemen – elemen tidak seimbang satu dengan lainnya. 3. Hubungan tidak relevan (irrelevant)

Ada ketika elemen – elemen tidak mengimplikasikan apa pun mengenai satu sama lain :

Beraikibat pada

Beraikibat pada

Gambar 2.1 Proses Disonansi

Teori ini menyatakan bahwa, agar dapat menjadi persuasif, strategi -strategi harus berfokus pada inkonsistensi sembari menawarkan perilaku baru yang memperlihatkan konsistensi atau keseimbangan. Selanjutnya disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat melakukan persuasi kepada orang lainnya dan saat orang berjuang untuk mengurangi disonansi kognitifnya. Sebagaimana telah dikemukakan Teori Disonansi Kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap, Teori ini berfokus

Sikap,pemikiran, dan perilaku yang tidak

konsisten

Perubahan yang menghilangkan inkonsistensi Rangsangan

yang tidak menyenangkan Mulainya

(35)

pada efek inkonsistensi yang ada diantara kognisi – kognisi. Untuk itu terdapat sejumlah asumsi dasar yang mendukung teori tersebut.

Teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah:

1. Manusia memiliki hasrat akan konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya. Disini menekankan sifat dasar manusia yang mementingkan stabilitas dan konsistensi.

2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. Teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi - kognisi harus tidak konsisten secara psikologis. 3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk

melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.

4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. (West&Turner,2008:139)

Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Pada umumnya orang berperilaku ajeg atau konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten seperti itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi perilaku. Apabila

disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya mengurangi dengan jalan mengubah perilakunya, kepercayaannya atau opininya. (West&Turner,2008:141)

Teori disonansi kognitif berkaitan dengan proses pemilihan terpaan selektif (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention),pemilihan interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selectie retention) karena teori ini memprediksikan bahwa orang akan menghindar informasi yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran.

1. Terpaan selektif (selective exposure)

(36)

2. Pemilihan perhatian (selective attention)

Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsistensi itu ada. Orang memerhatikan inforasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan keyakinanya sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten.

3. Pemilihan interpretasi (selective interpretation)

Melibatkan penginterpretasian informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan intepretasi selektif, kebanyakan otang menginterpretasikan sikap teman dekatnya lebih sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya terjadi.

4. Pemilihan retensi(selectie retention)

Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap informasi yang konsisten. Sikap tampaknya dapat mengelola memori dalam proses pemilihan retensi(West&Turner,2008:142).

2.2.3 Konsep Diri

Salah satu faktor penentu atau gagalnya seseorang dalam menjalani kehidupan adalah konsep diri. Konsep diri yang ada pada seorang individu adalah sebagai bentuk keyakinan dirinya bahwa dia mampu dan bisa untuk

menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya dalam suatu lingkungan. Manusia sebagai organism yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri pada dasarnya merupakan pandangan kita mengenai siapa kita dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita (Rakhmat,2005: 99).

(37)

dari pemikiran atau pandangan dari orang lain terhadap diri kita dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada diri kita dari pemikiran orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang diri, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari keseluruhan perilakunya. Artinya, perilaku individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menujukkan ketidakmampuannya tersebut. Menurut Felker dalam Pudjijogyanti (1998:5), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu :

1. Konsep diri memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Individu senantiasa berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya. Bila individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau pikiran yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah

perilaku atau memililih suatu system untuk mempertahankan kesesuaian antara individu dengan lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan menolak gambaran yang diberikan oleh lingkungannya mengenai dirinya atau individu berusaha mengubah dirinya seperti apa yang diungkapkan lingkungan sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya dengan lingkungannya.

(38)

berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran peostif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya.

3. Konsep diri juga berperan sebagai penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Felker (1974) menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapan harapan tersebu. Siswa yang cemas

dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan “Saya sebenarnya anak bodoh, pasti saya tidak akan mendapat nilai yang baik”,

sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh nilai yang baik. Keyakinannya tersebut mencerminkan sikap dan pandangan yang negatif terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan tidak mempunyai motivasi untuk mencapai

prestasi yang gemilang (Pudjijogyanti,1988:5).

Sedangkan menurut Pudjijogyanti (1988:3) koponen – komponen konsep diri ada dua yaitu :

1. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya, misalnya “saya anak bodoh” atau “saya anak nakal”.

Jadi komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang

(39)

2. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (Self acceptance), serta harga diri (self esteem) individu.

Konsep diri yang baik ditandai dengan sikapnya yang optimis dan terbuka terhadap lingkungan. Selain itu, dia juga memiliki keyakinan untuk mengatasi masalah yang dia hadapi dan juga mampu memperbaiki dirinya dengan cara menampilkan kepribadian dan juga perilaku yang disenangi oleh orang lain. Sedangkan konsep diri yang tidak baik ditandai dengan sikap yang pesimis, tertutup, tidak percaya diri dan mudah tersinggung. Selain itu, dia selalu minder karena dia merasa jika dia tidak disenangi oleh orang – orang yang berada disekitarnya. Dia selalu merasa jika orang lain adalah musuhnya yang tidak senang dengan dirinya.

Dari pernyataan diatas, S.Frank Miyamoto dan Sanford M. Dornbusch (1956) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala empat angka dari yang paling jelek sampai uang paling baik, yaitu :

1. Kecerdasan 2. Kepercayaan diri 3. Daya tarik fisik

4. Kesukaan orang lain kepada dirinya

Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian tentang diri. Jadi konsep diri meliputi tentang apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri. Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri atau set relatif stabil dari persepsi bahwa seseorang memegang sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Ketika seseorang atau aktor sosial mengajukan

(40)

Gambar 2.2 BentukKonsep Diri

Menurut Stuart dan Sundeen memberi penjelasan bahwa konsep diri terdiri dari 5 aspek :

1. Gambaran Diri (Body Image)

Gambaran diri adalah sikap mahasiswi perokok terhadap tubuhnya secara sadar maupun tidak sadar. Sikap ini menyangkut persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk penampilan, fungsi, dan potensi tubuh masa sekarang dan masa lalu.

2. Ideal Diri

Ideal Diri adalah persepsi mahasisiwi perokok bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita cita atau nilai yang ingin dicapainya. Ideal diri akan mewujudkan cita cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga,lingkungan) kepada siapa ia ingin melakukannya.

3. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi mahasiswi perokok terhadap hasil yang ingin dicapai dengan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi identitas diri sendiri.Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Semakin sering seseorang gagal kecenderungannya adalah harga diri akan rendah demikian sebaliknya.

4. Peran

(41)

5. Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun. (Stuard & Sundeen, 1998:378).

2.3 Model Teoritik

Dalam penelitian ini peneliti membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan antara beberapa teori. Keterkaitan antar teori menjadi rangkaian yang berkesinambungan, berikut model teoritik yang peneliti gambarkan untuk

menjelaskan keterkaitan antar teori yang menjadi rangkaian berkesinambungan :

\

Gambar 2.3 Model Teoritik

Impression Management

Mahasiswi Perokok Karakteristik

Mahasiswi Perokok Latar Belakang

Mahasiswi Merokok

Teori Disonansi

Kognitif

Teori Dramaturgis

Konsep Diri

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi penelitian adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawabannya. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau intrepertasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang – orang di tempat penelitian (Mulyana,2001:145).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dengan metode desktriptif merupakan penelitian yang menggambarkan situasi, proses atau gejala – gejala tertentu yang diamati. Penelitian yang menggunakan metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi serta fenomena, realita

sosial yang ada di masyarakat yang menjadi penelitian dan berupaya menarik realita itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, dan fenomena tertentu (Bungin,2006 : 68).

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merujuk kepada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian ini adalah Impression management mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah segala sesuatu baik hidup, benda ataupun lembaga

(instansi), yang sifat dan keadaanya (atributnya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek

(43)

penelitian. Seorang informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan

mengulang kata - kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model

imitasi dan sumber informasi. Subjek penelitian ini merujuk pada rensponden ataupun

informan yang akan dimintai informasi berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.

Subjek penelitian akan ditujukan terhadap mahasiswi perokok di lingkungan

Universitas Sumatera Utara.

Untuk menambah jumlah data kelengkapan data yang hendak dicapai maka peneliti menggunakan Metode Snowball Sampling merupakan salah satu metode dalam pengambilan sample dari suatu populasi. Dimana snowball sampling ini adalah termasuk dalam teknik non-probability sampling sample dengan probabilitas yang tidak sama. Untuk metode pengambilan sampel seperti ini, khusus digunakan untuk data-data yang bersifat komunitas dari subjektif responden/sampel, atau dengan kata lain oblek sampel yang kita inginkan sangat

langka dan bersifat mengelompok pada suatu Himpunan. Snowball sampling adalah cara yang efektif untuk membangun kerangka pengambilan sampel yang

mendalam, dalam populasi yang relatif kecil, yang masing-masing orang cenderung melakukan hubungan satu dan lainnya. Dalam pengambilan sampel ini, peneliti menentukan satu atau lebih individu atau tokoh kunci dan meminta dia atau mereka untuk menyebut orang-orang lain yang pada gilirannya dapat ditemui (Sugiyono, 2006:67).

3.4 Kerangka Analisis

Menurut Spradly unit analisis dalam penelitian ini meliputi tiga komponen yaitu:

1. Tempat, tempat dimana penelitian berlangsung. Tempat dalam penelitian ini adalah lingkungan Kampus Universitas Sumatera. 2. Pelaku, yaitu pelaku atau orang orang yang sesuai dengan objek

penelitian. Pelaku penelitian ini adalah mahasiswi yang menggunakan rokok secara aktif artinya sampai penelitian ini dilakukan informan masih sebagai konsumen dari rokok.

(44)

impression management yang dilakukan oleh mahasiswi perokok (Sugiyono,2006:83).

Setelah memperoleh data dari proses penelitian dilapangan maka peneliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan sebanyak mungkin, sehingga perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum dan meilih hal hal apa saja yang pokok, dan berfokus pada hal – hal penting saja. Data telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,2006:92).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah : 1. Metode Observasi Partisipasi

Teknik observasi partisipasi merupakan metode mengumpulkan data dengan mengamati langsung di lapangan. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi melihat, merekam, menghitung, mengukur, dan mencatat kejadian. Observasi bisa dikatakan merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.

Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata dibantu oleh pancaindra lainnya. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.

(45)

3. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsi umum dan bukan dipaparkan sebagai sesuatu yang hanya menarik perhatian.

4. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya (Bungin, 2008:115).

2. Metode wawancara

Penelitian dilakukan dengan mewawancarai mahasiswi perokok di Universitas Sumatera Utara yang menjadi narasumber. Secara mendalam dan diharapkan dapat memperoleh kedekatan yang tidak intim agar informasi dapat diperoleh. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2008:108).

3. Metode kepustakaan

Penelitian dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian.

4. Dokumentasi

Penggunaan data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang berbagai hal yang berhubungan dengan game online. Teknik dokumentasi ini juga digunakan untuk mendapatkan informasi dan data-data sekunder yang berhubungan dengan fokus penelitian (Parwito,2007:78).

(46)

3.6 Teknik Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih milihnya menjadi satuan yang dapat dikelolah, mendeteksinya, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,2009:248). Seperti digambarkan dalam kerangka analsisi, peneliti menggunakan model Miles dan huberman untuk menganalisis data yang ada dengan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif Miles dan Huberman. yaitu:

1. Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung.

2. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mencermati penyajian data ini, peneliti akan lebih mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

3. Penarikan kesimpulan yaitu penarikan arti data yang ditampilkan. Pemberian makna harus sejauh pemahaman peneliti dan interpretasi yang dibuat (Idris, 2009:150).

Gambar 3.1 Model Miles dan Huberman Pengumpulan

Data

Reduksi Data

Penarikan Penyajian

(47)

Gambar

Gambar 3.1 Model Miles dan Huberman
Tabel 4.1 Karakteristik Informan
Tabel 4.3 Impression Management MH
Tabel 4.6  Impression Management SH

Referensi

Dokumen terkait

Masalah sosial tersebut seperti, (1) anak asuh tidak memiliki orangtua, sehingga kasih sayang, perhatian, serta pendidikan dari orangtua tidak pernah mereka dapatkan,

“ Saya belum pernah. Saya termasuk orang bodoh, hobi baca, tapi bodoh. Pengalaman-pengalaman dari buku-buku itu saya sering tidak percaya. Apalagi buku-buku yang sifatnya

Ya mungkin harapannya, ya saya nggak tau juga ya motivasi yang dari pihak KR, tapi bagi saya kenapa saya lebih memilih di Swara Kampus ya itu karena akses saya

Eerrr..mungkin tetap penting ya..tapi maksudnya tu bukan berarti ga berinteraksi lagi..tapi lebih ke ini, apa yang mau kita sampaikan dia tau..dia tidak menanyakan lagi hal

Jawab : kalau masalah itu kurang tau juga, tapi kalau pekerja yang di lapangan sejauh ini baik-baik aja kami kerja, gak pernah takut orang itu, orang kita ramah-e. ramah disini

4 Saya yakin terhadap kemampuan saya dalam menyelesaikan suatu pekerjaan/masalah 5 Saya tidak pernah khawatir dengan kegagalan 6 Penampilan saya mencerminkan kualitas diri

Selain anda mendapatkan barang yang anda inginkan nilai apalagi yang anda dapatkan dalam berbelanja menggunakan jasa

M.Pd, dan Ibunda Sri Wahyuni, abang saya Rahmad Falisni Harahap, S.Pd, dan adik saya Muhammad Fahrezi Harahap yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan