• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pemberian Remisi Khusus Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Pemberian Remisi Khusus Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku :

1. Arief, Barda Nawawi dan Muladi, 1983, Pidana dan Pemidanaan, F.H, Unsoed,Purwokerto

2. Atmasasmita, Romli,1984, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, Armico, Bandung

3. Dirjen Pemasyarakatan, 1994, Hasil Seminar Tentang

Pemasyarakatan di Indonesia, Akademi Ilmu Pemasyarakatan Jakarta 3. Hamzah, Andi, 1994, Azas- azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta 4. Moeljatno, 1999, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, Penerbit Bumi

Aksara, Jakarta

5. Nawawi Barda, 1986, Penetapan Pidana Penjara Dalam Perundang- undangan dalam Rangka Usaha Penaggulangan Kejahatan, Penerbit Gramedia, Bandung

6. Saleh, Roeslan, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta

7. Simanjuntak, S, 2004, Tata Usaha Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

8. Saharjo, 1963 Dr. Pohon Beringin Pengayoman, Penerbit Rumah Pengayoman Sukamiskin, Bandung

9. Departemen Kehakiman R.I, Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan, Jakarta, 1990

10. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman R.I, 1979, Dari Sanggar ke Sanggar

Peraturan Perundang-undangan

1. Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan, Dirjen Pemasyarakatan, Jakarta

2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999, Tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan,Dirjen

Pemasyarakatan, Jakarta

3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 Tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan,Dirjen

Pemasyarakatan, Jakarta

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia, No 156 Tahun 1950 Tentang Remisi

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia, No 5 Tahun 1987 Tentang Remisi

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia, No 69 Tahun 1999 Tentang Remisi

(2)

7. Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I No. M.01-PR.07.03 Tahun 1985, Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. 8. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I No.

M.09.HN.02.01, Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden R.I. No.174 Tahun 1999 Tentang Remisi

9. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan R.I No. M.10.HN.02.10 Tanggal 23 Desember 1999, Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus Pada Hari Natal 1999 dan Hari Raya Idul Fitri 1420 Hijriyah Tahun 2000

(3)

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Lokasi dan Kondisi Fisik Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam

Secara umum Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah tempat

untuk melaksanakan pembinaan terhadap orang-orang yang dijatuhi

hukuman penjara atau kurungan (hukuman badan) berdasarkan

keputusan pengadilan, dengan kata lain pelaku kejahatan tersebut terbukti

telah melakukan kejahatan atau pelanggaran. Lembaga Pemasyarakatan

adalah tempat pembinaaan terhadap orang-orang terhukum agar mereka

dapat kembali ke dalam masyarakat dan diterima sebagaimana

masyarakat lainnya maka proses pembinaan dan berbagai fasilitas

penunjang lainnya perlu dilihat relevansinya sesuai dengan pencapaian

tujuan pembinaan itu sendiri.

Visi Lembaga Pemasyarakatan adalah memulihkan kesatuan

hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan

Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan Makhuk

Tuhan Yang Maha Esa (membangun manusia mandiri). Misi Lembaga

Pemasyarakatan yaitu melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta pengelolaan benda

(4)

penanulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi

manusia.

Lembaga Pemasyarakatan Kls IIB Lubuk Pakam didirikan pada

tahun 1928 oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan daya tampung 250

orang dengan sebutan Rumah Penjara. Penjara ini diperuntukkan kepada

terpidana dan juga sebagai tempat tahanan.

Pada tahun 1964 status Rumah Penjara berubah menjadi Lembaga

Pemasyarakatan Lubuk Pakam dengan daya tampung 250 orang.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor

M.01.PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga

Pemasyarakatan. Pada tahun 1986 beralih Lembaga Pemasyarakatan

Lubuk Pakam menjadi Rumah Tahanan Negara Lubuk Pakam. Kemudian

terjadi perubahan kembali struktur organisasi Rumah Tahanan Negara Kls

IIB Lubuk Pakam menjadi Lembaga Pemasyarakatan Kls IIB Lubuk

Pakam sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI

Nomor M.05.PR.07.03 tahun 2003 tanggal 16 April 2003.

Letak Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Lubuk Pakam berada di

Jl. Sudirman No. 27 dan berdekatan dengan Kantor Kepolisian Resort Deli

Serdang dengan luas tanah seluruhnya kurang lebih 16.550 M2. 1. Luas tanah untuk lingkungan : 6412 m2

2. Luas tanah kosong : 7303 m2

3. Luas bangunan gedung kantor dan rumah dinas : 8691 m2

(5)

Timur : Tanah Penduduk

Barat : Lapangan Tembak Pemasyarakatan

Utara : Polres Deli Serdang

Selatan : Tali Air

B. Organisasi dan Tata Kerja

Dalam melaksanakan tugasnya untuk menciptakan suasana aman,

tertib dan damai serta terkendali. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIB Lubuk Pakam dibantu oleh para petugas, yang pada tanggal 10

November 2009 berjumlah 920 orang yang terdiri dari pria yang berjumlah

892 orang dan wanita 22 orang.

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam melaksanakan

sistem kerja 6 hari dimulai dari pukul 08.00 wib sampai dengan 14.30 wib .

Hal ini dilaksanakan mengingat jumlah petugas yang sedikit sehingga

pekerjaan keseharian yang dilaksanakan petugas dapat efektif dan efisien

sesuai dengan anjuran pemerintah.

Adapun Struktur Organisasi Lapas Klas IIB Lubuk Pakam adalah sebagai

(6)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No : M.01-PR.07.03 Tahun 1985 - Sumber : Sub Bagian Tata Usaha

KEPALA

LEMBAGA PEMASYARAKATAN

SUB SEKSI REGRISTRASI DAN BIMBINGAN KEMASYARAKATAN

SEKSI ADM. KEAMANAN DAN TATA TERTIB

URUSAN UMUM SUB BAGIAN

TATA USAHA

KPLP

SUB SEKSI PERAWATAN NAPI/ANAK DIDIK SEKSI BINADIK DAN

KEGIATAN KERJA

URUSAN KEPEGAWAIAN

SUB SEKSI KEGIATAN KERJA

SUB SEKSI KEAMANAN

SUB SEKSI PELAPORAN DAN TATA TERTIB

(7)

Uraian Tugas :

a. Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

Mengawasi dan mengkoordinasikan administrasi keamanan dan

ketertiban dalam Lapas, Pembinaan dan kegiatan kerja serta pengelolaan

Tata Usaha meliputi urusan Kepegawaian, keuangan dan rumah tangga

sesuai peraturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan

pemasyarakatan.

b. Sub Bagian Tata Usaha.

Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Tata Usaha kepegawaian,

keuangan, rumah tangga dan perlengkapan sesuai dengan ketentuan dan

peraturan yang berlaku dalam rangka pelayanan admnistrasi dan Fasilitatif

Lapas.

- Urusan Kepegawaian dan Keuangan.

Mempunyai Tugas melakukan ursan kepegawaian dan keuangan.

- Urusan Umum.

Mempunyai tugas melakukan tugas surat menyurat perlengkapan

dan rumah tangga.

c. Seksi Bimbingan Narapidana, anak Didik Pemasyarakatan dan Giatja.

Mempunyai tugas memberikan bimbingan kemasyarakatan kepada

narapidana dan anak didik pemasyarakatan serta memberikan bimbingan

(8)

- Sub Seksi Registrasi dan Bimkemas.

Mempunyai tugas melakukan pencatata, penghitungan

penangguhan status penahanan, penghitungan remisi, asimilasi,

pembebasan bersyarat dan membuat statistik serta dokumentasi sidik jari

narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

- Sub Seksi Kegiatan Kerja

Mempunyai tugas memberikan bimbingan kerja, mempersiakan

saran kerja dan mengelola hasil kerja.

- Sub seksi perawatan

Melakukan perawatan terhadap narapidana, baik makanan,

kesehatan, maupun merencanakan program-progaram kesehatan

narapidana.

d. Seksi Administrasi Keamanan dan Ketertiban.

Mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan

perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan, menerima laporan

harian dan berita acara dari satuan pengamanan yang bertugas serta

menyusun laporan berkala dibidang keamanan dan penegakan tata tertib.

- Sub Seksi Keamanan.

Mempunyai tugas mengatur jadwal tugas, penggunaan

perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan.

(9)

Mempunyai tugas menerima laporan harian dan berita acara dari

satuan pengamanan yang bertugas serta mempersiapkan laporan berkala

dibidang keamanan dan menegakan Tata Tertib.

e. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan.

Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas penjagaan sesuai jadwal

jaga agar tercapai keamanan dan ketertiban di lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan.

- Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan.

Mempunyai tugas menjaga keamanan dan ketertiban, melakukan

penjagaan, pengawasan, pemeliharaan keamanan, ketertiban,

pengawalan, penerimaan, penempatan,pengeluaran, pemeriksaan

terhadap Narapidana dan Anak Didik serta membuat laporan harian dan

berita acara pelaksanaan pengamanan.

C. Keadaan Pegawai dan Penghuni.

a. Keadaan Petugas

Dalam Upaya melaksanakan pembinaan terhadap narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam Pegawai berjumlah 85

orang yang terdiri dari pria 38 orang dan wanita 5 orang tabel dibawah ini

memperlihatkan data pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB

(10)

TABEL I

KLASIFIKASI PEGAWAI BERDASARKAN JENJANGKEPANGKATAN

DAN TINGKAT PENDIDIKAN

NO GOL JUMLAH

1 IIId 3

2 IIIc 5

3 IIIb 16

4 IIIa 15

5 IId 13

6 IIc 6

7 IIb 3

8 IIa 27

BERDASARKAN PENDIDIKAN

NO PENDIDIKAN JUMLAH

1 S2 1

2 S1 18

3 DOKTER 1

4 D3 2

5 SLTA 64

6 SLTP 2

Sumber : Urusan Kepegawaian Pertanggal Oktober 2008

b. Keadaan Penghuni

Berdasarkan penelitian pada bulan November 2009 Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam mempunyai kapasitas 350 orang

sedangkan jumlah penghuni yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas IIB Lubuk Pakam berjumlah orang dengan perincian 126 orang dan

tahanan 66 orang narapidana. Untuk lebih jelasnya dibawah ini

dipaparkan data narapidana dan tahanan berdasarkan lama pidana dan

(11)

TABEL II

DATA PENGHUNI LAPAS KELAS IIB LUBUK PAKAM

BERDASARKAN LAMA PIDANA

NO GOLONGAN DEWASA ANAK JUMLAH KETERANGAN

P W P W

1 N

A R A P I D A N A

SH - - - - -

SH : SEUMUR HIDUP

2 BI 359 4 40 1 404

3 BIIa 20 4 2 - 26

4 BIIb 5 - - - 5

5 BIIIs 21 - 12 - 33

6 T A H A N A N

AI 38 5 2 - 45

7 AII 73 - 33 1 107

8 AIII 225 11 9 1 246

9 AIV 4 - - - 4

10 AV 3 - - - 3

TOTAL JUMLAH 873

Sumber : Sub Seksi Registrasi pertanggal 10 Oktober 2009

TABEL III

DATA PENGHUNI LAPAS KELAS IIB MOJOKERTO BERDASARKAN AGAMA

NO AGAMA NARAPIDANA TAHANAN JUMLAH

PRIA WANITA PRIA WANITA

1 ISLAM 403 6 362 12 783

2 KRISTEN 57 1 49 4 111

3 KHATOLIK - - - - -

4 HINDU 1 2 - - 3

5 BUDHA 6 3 3 1 13

JUMLAH 467 12 414 17 910

[image:11.595.115.529.197.537.2] [image:11.595.115.528.604.733.2]
(12)

BAB IV

IMPLEMENTASI PEMBERIAN REMISI KHUSUS DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS IIB LUBUK PAKAM

A. Syarat-syarat Pemberian Remisi Khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam.

Pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan merupakan

tugas utama sistem Pemasyarakatan Khususnya di Lembaga

Pemasyaratan Kelas IIB Lubuk Pakam. Pembinaaan Hanya dapat

dilaksanakan bila keamanan dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan

berlangsung dengan baik. Dalam rangka menciptakan manusia- manusia

yang mandiri, Sistem Pemasyarakatan mengambil langkah dengan cara

melaksanakan pembinaan secara terpadu kepada narapidana.

Seiring dengan hal tersebut, telah muncul pemikiran-pemikiran dari

pejabat-pejabat tinggi negara yamg peduli dengan kelangsungan hidup

narapidana di Indonesia Hal itu dapat dilihat dengan dikeluarkannya

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi. Secara garis besar, Keputusan Presiden yang dikeluarkan pada

tanggal 23 Desember 1999 tersebut merupakan penjabaran dan

penyempurnaan dari Undang-Undang tentang Remisi yang dikeluarkan

sebelumnya. Namun, kali ini tampaknya ada perhatian yang lebih serius

(13)

Khusus Pada Hari - hari Besar keagamaan kepada setiap narapidana dan

anak pidana.

Remisi khusus merupakan bagian dari remisi yang diberikan

sebagai hak narapidana dan anak pidana seperti yang juga telah diatur

dalam Undang –undang Nomor 12 tahun 1995 .Pelakasanaan pemberian

remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam adalah

salah satu contoh bagaimana makna dari pemberian remisi khusus

tersebut belum dapat meresap ke dalam hati nurani setiap narapidana.

Remisi khusus saat ini hanya mutlak sebagai hak yang harus narapidana

dapatkan pada saat hari-hari besar keagamaan. Remisi khusus belum

menjadi pendorong bagi narapidana untuk meningkatkan kwalitas

ketaqwaannya, terlebih lagi dalam hal pembinaan kepribadian narapidana.

Pemberian Remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk

Pakam tidak mempertimbangkan tingkat ketekunan dan ketaqwaan

seorang narapidana dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama

dan kepercayaan selama ia berada didalam lapas.Akibatnya, remisi

khusus belum mampu mendorong setiap narapidana untuk lebih memberi

perhatian pada kesadaaran beragama sebagai upaya dalam rangka

memperbaiki dirinya.

(14)

Pada tahun 2006 ada perubahan yang mengatur dalam pemberian

remisi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2006

Tentang Perubahan Syarat dan Tata cara pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan, dengan mempertimbangkan ketentuan

mengenai pemberian remisi, assimilasi, cuti menjelang bebas dan

pembebasan bersyarat perlu ditinjau ulang guna menyesuaikan dengan

perkembangan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat, terutama

terkait dengan narapidana yang melakukan tindak pidana yang

mengakibatkan kerugian yang besar bagi Negara atau masyarakat atau

korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan atau

ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat.

Sesuai dengan pasal 34 ayat 3 PP No.28 Tahun 2006 ;

“(3) bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak

pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan

terhadap keamanan Negara dan kejahatan hak asasi manusia yang

berat, dan kejahatan transnasional lainnya, diberikan remisi apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Berkelakuan baik

b. Telah menjalani sepertiga (1/3) masa pidana.

Adapun penjelasan atas PP No. 28 tahun 2006 sebagai berikut ;

(15)

a. Terlibat pasal 6 s.d 24 PP pengganti UURI No. 1 tahun 2002

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Narkotika/ psikotropika, khusus bagi produsen, Bandar dan

pengedar;

a. Terlibat pasal 59, 60 dan 61 UU No. 5 Tahun 1997 tentang

Psikotropika

b. Terlibat pasal 78,79,80,81,82,83,84 dan 87 UU No.22 Tahun 1997

tentang Narkotika

c. Lama Pidana masing –masing pada huruf a dan b minimal 2 (dua)

tahun.

3. Korupsi

a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan

orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara.

b. Mendapat perhatian yang meresahkan Negara paling sedikit Rp.

1.000.000.000,- ( satu milyar rupiah ).

4. Kejahatan Hak Asasi Manusia Berat : Pembunuhan masal

(16)

5. Kejahatan Transnasional terorganisasi : trafficking ( penjualan manusia lintas batas Negara ), cyber crime (kejahatan ekonomi berbasis teknologi komputer dan sejenisnya), money loundring

(pencucian uang via perbankan/ perusahaan), illegal loging

(pembalakan hutan liar berskala besar dan sangat banyak

merugikan negara), dll.

Dalam pelaksanaannya pemberian remisi di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam yang berdasarkan KEPRES

No.174 tahun 1999 tentang Remisi telah dilaksanakan sebagaimana

mestinya. Dimana untuk mendapatkan remisi narapidana harus memenuhi

[image:16.595.114.519.516.653.2]

ketentuan- ketentuan yang berlaku.

TABEL VII

BESARNYA PEROLEHAN REMISI KHUSUS

( HARI RAYA KEAGAMAAN )

TAHUN BESARNYA REMISI

TAHUN I 6 bulan s/d 12

bulan

15 hari

Lebih dari 12 bulan 1 bulan

TAHUN II 1bulan

TAHUN III 1bulan

TAHUN IV 1 bulan15 hari

TAHUN V 1 bulan15 hari

TAHUN VI, dst 2 bulan

(17)

Dalam penghitungan remisi jika ada angka kurang dari satu maka

angka tersebut dibulatkan menjadi satu hari. Ternyata remisi tidak hanya

diberikan terhadap narapidana yang berkelakuan baik saja karena Remisi

Khusus Dasa Warsa juga dapat diberikan pada narapidana yang dijatuhi

hukuman disiplin atau terdaftar dalam register F. Yang dapat diusulkan

untuk mendapatkan remisi tidak hanya narapidana karena tahanan juga

dapat diusulkan untuk mendapatkan remisi khusus tertunda. Syarat

kelakuan baik tersebut tidak hanya dihitung mulai dari awal masa pidana

melainkan dalam kurun waktu pemberian remisi terakhir sampai waktu

remisi yang akan diberikan. Efektifitas dari pemberian remisi itu sendiri

terlihat dengan makin terpacunya narapidana untuk mematuhi segala

aturan yang ada dalam lapas sehingga tujuan dari proses pembinaan

narapidana itu dapat tercapai.

B. Prosedur Pemberian Remisi Khusus

Dalam rangka menciptakan manusia – manusia yang mandiri,

sistem Pemasyarakatan mengambil langkah dengan cara melaksanakan

pembinaan secara terpadu kepada narapidana. Dengan dikeluarkannya

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi secara garis besar, Keputusan Presiden yang dikeluarkan pada

tanggal 23 Desember 1999 tersebut merupakan penjabaran dan

penyempurnaan dari Undang –Undang tentang remisi yang dikeluarkan

(18)

dari negara terhadap hakekat agama, yaitu dengan diberikannya remisi

khusus pada hari – hari besar keagamaan kepada setiap narapidana dan

anak narapidana.

Yang belum dapat terwujud hingga saat ini adalah makna dari

pemberian khusus tersebut kepada narapidana. Pelakasanaan pemberian

remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam

adalah salah satu contoh bagaimana makna dari pemberian remisi

khusus tersebut belum dapat meresap kedalam setiap narapidana Remisi

khusus saat ini hanya mutlak sebagai hal yang harus narapidana

dapatkan pada saat hari – hari besar keagamaan. Remisi Khusus belum

menjadi pendorong bagi narapidana untuk meningkatkan kwalitas.

Ketaqwaannya, terlebih lagi dalam hal pembinaan kepribadian narapidana

.Pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk

Pakam hanya mengacu kepada register F sebagai patokan dasarnya,

pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk

Pakam tidak mempertimbangkan tingkat ketekunan dan ketaqwaan

seorang narapidana dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama

dan kepercayaannya selama ia berada di dalam Lapas akibatnya, remisi

khusus belum mampu mendorong setiap narapidana untuk lebih memberi

perhatian pada kesadaran beragama sebagai upaya dalam rangka

(19)

Narapidana yang mendapat remisi haruslah melalui tahapan yang

harus dijalani narapidana tersebut. Untuk itu makanya langkah-langkah

konkrit yang dilakukan lembaga pemasyarakatan klas IIB Lubuk Pakam.

Realisasi dari semua ini terbukti dari langkah-langkah yang

diambil oleh para petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk

Pakam sebagai berikut :

a. Memberitahukan adanya remisi khusus dan syarat- syarat yang

harus dipenuhi oleh narapidana melalui dialog langsung oleh

petugas.

b. Melakukan pembinaan yang mengarahkan narapidana agar

dapat berkelakuan baik.

c. Mengadakan penilaian terhadap narapidana,

d. Mengusulkan narapidana yang berkelakuan baik kepada

Menteri Hukum dan HAM RI untuk mendapatkan Remisi

khusus.

e. Memberikan Remisi yang telah ditetapkan Menteri Hukum dan

HAM RI kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan.

f. Memperlakukan sama terhadap semua narapidana

Adapun ketentuan- ketentuan yang harus dilaksanakan bagi

(20)

1. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan

2. Narapidana mentaati peraturan yang berlaku dan tidak

dikenakan tindakan disiplin yang dicatat dalam buku register F

selama kurun waktu yang diperhitungkan untuk pemberian

Remisi.

3. Tidak sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas

4. Tidak sedang dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti

pidana denda.

Adapun besarnya Remisi yang diperoleh Narapidana sesuai

dengan KEPRES No.174 Tahun 1999 Pasal 4 Tentang Remis Khusus :

(1) Besarnya remisi khusus adalah :

Pasal 5:

a. 15 (lima belas) hari bagi narapidana dan Anak Pidana yang

telah menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua

belas) bulan; dan

b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah

menjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

(2) Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut :

a. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana

(21)

b. Pada tahun kedua dan ketiga masing- masing diberikan

remisi 1 (satu) bulan;

c. Pada tahun keempat dan kelima masing- masing diberikan

remisi 1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari;dan

d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua)

bulan setiap tahun.

Dari pasal 5 KEPRES No. 174 tahun 1999 tentang Remisi dapat

dibaca dari table sebagai berikut :

Sebagai pertimbangan, kita dapat melihat data – data tentang

narapidana yang mendapatkan remisi khusus pada tahun 2004 dan

selama kurun waktu 4 ( Empat ) Tahun terakhir pada tabel – tabel berikut

[image:21.595.118.529.620.723.2]

ini :

TABEL IV

JUMLAH NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN REMISI

KHUSUS PADA TAHUN 2009 DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KELAS IIB LUBUK PAKAM

NO KLASIFIKASI NARAPIDANA

JUMLAH KESELURUHAN

NARAPIDANAYANG

MENDAPAT REMISI KHUSUS PERSENTASI

1 ISLAM 504 382 75,8 %

2 PROTESTAN 58 42 72,41 %

3 KATHOLIK - - -

4 BUDHA - - -

5 HINDU 6 6 100 %

(22)
[image:22.595.113.513.249.417.2]

TABEL V

DATA NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN REMISI KHUSUS

SELAMA

KURUN WAKTU 4 (empat) TAHUN TERAKHIR.

N

O TAHUN

REMISI AGAMA JUMLAH NAPI PERSENTASI KHUSUS I KHUSUS II YANG MENDAPAT REMISI YANG DIUSUL REMISI

1 2005 363 12 ISLAM 424 427 99,3 %

51 1 KRISTEN

2 2006 294 - ISLAM 349 349 100 %

55 - KRISTEN

3 2007 387 20 ISLAM 460 469 98,08 %

59 3 KRISTEN

4 2008 411 9 ISLAM 460 462 99,56 %

42 - KRISTEN

Sumber : Lapas Klas IIB Lubuk Pakam

Dari tabel tersebut nampak jelas bahwa semua narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Lubuk Pakam mendapatkan remisi

khusus, kecuali mereka yang masih berstatus tahanan, belum genap

menjalani pidana selama 6 (enam) bulan, dan terdaftar pada register F

belum pernah ada dalam hal pemberian remisi khusus tersebut

pertimbangan mengenai perkembangannya kwalitas ketaqwaan

(23)

C. Kewenangan Pemberian Remisi Khusus

Pelaksanaan pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIB Lubuk Pakam dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang

berdasarkan KEPRES No.174 Tahun 1999 tentang Remisi. Dimana untuk

mendapatkan remisi yang merupakan hak bagi narapidana, narapidana

tersebut harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berlaku,

sebagaimana diatur dalam KEPRES No.174 tahun 1999 tentang Remisi.

Pemberian remisi terhadap narapidana yang sudah waktunya

dilaksanakan pada saat hari kemerdekaan Republik Indonesia dan juga

hari-hari besar keagamaan bagi narapidana yang bersangkutan yang

diambil satu kali hari besar yang lebih dimuliakan apabila terdapat lebih

dari satu hari besar dalam setahun.

Pemberian remisi dilakukan oleh bagian registrasi, dimana bagian

regristrasi mendata semua narapidana dan tahanan yang sudah menjadi

narapidana dimana nama-nama tersebut didata dibuat kemudian di rekap

disusun besarnya remisi yang bisa dia dapatkan, setelah itu dilaksanakan

sidang oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan. Dalam sidang dibahas

nama-nama narapidana yang diusulkan remisinya dan apabila dinyatakan

cukup untuk mendapatkan remisi akan diusulkan ke Kantor Wilayah

Sumatera Utara yang bertempat di Medan.

Di Kantor Wilayah nama-nama yan sudah ada dibahas lagi direkap

(24)

bidangi oleh divisi Pemasyarakatan, melalui divisi ini seluruh usulan remisi

dari UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Pemasyarakatan diterima dan

disidang TPP tingkat Kantor Wilayah akan diteruskan ke Direktorat

Jenderal Pemasyarakatan yang bertempat di Jakarta.

Di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan seluruh usulan remisi dari

Kantor Wilayah yang dikerjakan divisi pemasyarakatan diterima dan

direkap untuk dibahas di TPP Pusat. Setelah disidang di tingkat pusat dan

disepakati maka diteruskan kepada menteri secara garis besar melalui

satu surat keputusan untuk seluruh Indonesia .

Setelah Surat Keputusan ditandatangani oleh Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia RI melalui Dirjen Pemasyarakatan diteruskan ke

kantor wilayah melalui kepala Divisi Pemasyarakatan untuk dilaksanakan

di masing-masing unit pelaksanaan teknis termasuk ke Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam.

Diagram proses pemberian remisi

Keterangan :

proses turunnya remisi

proses mengajukan remisi LEMBAGA PEMASYARAKATAN

SEKSI REGRISTRASI DAN BIMPAS MENTERI HUKUM DAN HAM DIRJEN PEMASRAYAKATAN

KANWIL

DIVISI PEMASYARAKATAN

(25)

D. Hambatan-Hambatan Pemberian Remisi Khusus

Banyak aspek yang harus menunjang tercapainya keberhasilan

tujuan pemberian remisi. Namun dari hal-hal tersebut ada yang menjadi

hambatan-hambatan yang dapat penulis analisa dalam bentuk

a. Peran Aktif Petugas Pemasyarakatan

Keberhasilan pembinaan banyak ditentukan oleh peran petugas

Pemasyarakatan, khususnya yang bertanggung jawab atas pelaksanaan

pembinaan tersebut. Tindakan-tindakan yang tidak terpuji yang dilakukan

oleh oknum-oknum petugas justru akan menghambat terwujudnya

pembinaan narapidana yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Berbicara mengenai peran aktif petugas khususnya dalam rangka

meningkatkan motivasi narapidana dan mengembangkan kualitas

ketaqwaannya, secara garis besar peranan tersebut harusnya berada di

bawah tanggung jawab TPP. TPP adalah sebuah tim yang mengawasi

jalannya program pembinaan yang diberikan kepada narapidana. TPP

harus membuat laporan dan mempunyai catatan tersendiri (Kartu

Pembinaan Narapidana) terhadap masing-masing narapidana yang ada di

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam. TPP bukan hanya

memberikan catatan khusus tertentu pada program pembinaan seperti

asimilasi, PB, CMB, dan CMK, sementara perkembangan kepribadian

narapidana diabaikan. Jika pemberian remisi khusus dapat dioptimalkan

sebagai motivasi narapidana untuk memperdalam ketaqwaan narapidana.

(26)

pengusulan remisi tersebut dengan mendasarka pada catatan pembinaan

narapidana dalam program pembinaan kesadaran beragama.

Dan dengan adanya orang tua asuh yang dicanangkan oleh Direktorat

Jenderal Pemasyarakatan seharusnya menjadikan lebih mudah

pelaksanaan pembinaan narapidana. Orang tua asuh merupakan petugas

pemasyarakatan yang diangkat oleh kepala lembaga Pemasyarakatan

yang berfungsi sebagai orang tua narapidana sewaktu menjalani masa

pidana di Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga demikian orang tua asuh

seharusnya lebih menyentuh pribadi narapidana dan lebih terpantau

pribadinya sehingga dapat dituangkan dalam buku pembinaan narapidana

sehingga mengoptimalkan fungsi pemberian remisi khusus.

Namun pada kenyataannya pemberian remisi khusus bukan melihat

pribadi narapidana maupun ketaqwaan narapidana, lebih kepada

persyaratan admistratif yang harus sudah dipenuhi narapidana tersebut,

seperti masa pidana yang harus sudah enam bulan atau tidak adanya

register f narapidana tersebut, sebab itulah mengapa remisi khusus belum

dapat memberikan makna yang mendalam kepada setiap narapidana.

b. Sarana dan Prasarana

Setiap program dapat berjalan dengan maksimal apa bila didukung

sarana dan prasarana yang lengkap. Lembaga pemasyarakatan klas IIB

Lubuk Pakam merupakan lapas dengan kondisi over kapasitas sampai

dengan 300 % . Kapasitas yang seharusnya 350 orang diisi oleh kurang

(27)

dengan maksimal. Mesjid maupun gereja diharap dapat memampung

narapidana dan tahanan untuk beribadah namun tidak dapat

menampunng. Akibatnya membuat mereka malas melaksanakan ibadah.

Luas bangunan yang sangat kecil mempengaruhi pola pembinaan

narapidana. Kegiatan-kegiatan yang mau dilakukan di dalam ruangan

tidak dapat maksimal terlaksana karena ruangan kurang cukup

menampung semua warga binaan pemasyarakatan.

c. Kerjasama dengan Pihak Ketiga

Dengan ada kerjasama dengan pihak ketiga dapat membantu

petugas dalam pelaksanaan ibadah keagamaan maupun kemandirian.

Dalam hal ini pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Lubuk Pakam

sudah bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal pembinaan

keagamaan dan kemandirinan. Misalnya saja tersedianya ustad untuk

sholat jumat oleh Departemen Agama juga kunjungan para pendeta dari

gereja-gereja dan adanya pelatihan elektronika dari dinas ketenaga

kerjaan Deli Serdang. Hal ini sangat membantu dalam pembinaan mental

narapidana untuk dapat berbuat hal-hal yang positif selama berada di

dalam lapas.

d. Peranan tata usaha administratif narapidana

Tata usaha admistratif yang baik menunjang terlaksananya

program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Karena dengan tata

(28)

pembinaanya. Masing-masing narapidana mempunyai kartu pembinaan

maupun buku wali pemasyaratan dengan ini setiap narapidana dapat

dilihat kemajuan yang telah didapatnya. Bukan hanya itu dengan tata

usaha administratif yang baik dapat mempermudah narapidana untuk

memperhitungkan remisi yang diperolehnya, karena semua tertulis dan

terdata. Dengan adanya kartu pembinaan dan buku wali setiap

narapidana dapat terdata langkah-langkah pembinaan yang telah

dilakukan dan mejalin hubungan langsung kepada petugas sehingga

mempermudah penilaian kepribadian kepada narapidana.

e. Kerjasama yang baik dengan aparatur penegak hukum lainnya

Dalam terciptanya kepastian hukum maka perlu kerjasama dengan

pihak-pahak sesama aparatur penegak hukum. Lembaga

Pemasyarakatan sebagai perpanjangan pemerintah menjalankan

eksekusi yang dilaksanakan kejaksaan setelah diputuskan oleh Hakim.

Dalam beberapa kasus yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan

Klas IIB Lubuk Pakam Vonis sering datang terlambat yang membuat

terkadang narapidana yang dapat mendapat remisi jadi tertunda. Akhirya

narapidana yang seharusnya pada tanggal hari besar keagamaan sudah

dapat remisi terpaksa harus menggu turunnya vonis. Contoh kasus

narapidana narapidana divonis 1 tahun 6 bulan, namun pada saat sudah

mencapai masa 6 bulan vonis belum turun padahal di persidangan sudah

diputus. Akibatnya si narapidana tersebut sudah tidak dapat remisi.

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

a. Sejauh ini pemberian remisi khusus di Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIB Lubuk Pakam berjalan dengan baik, menurut syarat subtantif dan

administratif tanpa membedakan kualitas ketaqwaan, sehingga

dampak/pengaruh dari pemberian remisi khusus belum mencapai

tujuan yang diharapkan yaitu menjadikan manusia yang beriman dan

bertaqwa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah narapidana yang masih

sedikit mengikuti kegiatan-kegiatan keagamanan sedangkan jumlah

yang mendapat remisi khusus lebih dari 50% dari jumlah yang

diusulkan.

b. Pemberian remisi khusus dengan pembinaan kepribadian narapidana

didalam lapas sangat berkaitan erat tetapi hal ini belum sepenuhnya

disadari oleh petugas ataupun narapidana di Lapas Klas IIB Lubuk

Pakam sehingga apa yang menjadi maksud dan tujuan diberikannya

remisi khusus belum mencapai hasil yang optimal.

c. Kurangnya sarana dan prasarana peribadatan serta kurangnya peran

aktif petugas dalam memberikan suri tuladan yang baik kepada

narapidana membuat maksud dan tujuan remisi khusus belum

(30)

d. Pemberian remisi khusus di lapas Lubuk Pakam merupakan hak

narapidana, namun tidak mutlak diberikan. Karena remisi khusus harus

memberikan memenuhi syarat subtantif berupa harus berkelakuan

baik. Seharusnya setiap narapidana dapat dinilai kepribadian satu

persatu oleh petugas lapas. Namun di Lapas Lubuk Pakam penilaian

itu bertitik berat kepada tidak adanya register F (buku pelanggaran

narapidana).

e. Pengoptimalisasian pemberian remisi khusus harus dilaksanakan

sehingga bukan hanya diberikan kepada narapidana tapi juga harus

kita lihat kwalitas kepribadian dan ketakwaanya, sehingga ketika

narapidana bebas dari lapas benar-benar dapat berguna bagi

masyarakat. Pemberian remisi khusus dewasa ini hanya diberikan

untuk mengurangi isi dalam lapas tanpa melihat kwalitasnya.

2. Saran

a. Sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB

Lubuk Pakam agar segera dilengkapi oleh Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan sehingga dengan tersedianya sarana dan prasarana

yang memadai, sehingga proses pembinaan dapat berjalan baik

sesuai dengan apa yang diharapkan.

b. Penambahan petugas agar proses pembinaan dapat berjalan dengan

baik berkaitan dengan pemberian remisi khusus. Sehingga pembinaan

(31)

petugas dapat menjangkau semua warga binaan di Lapas Lubuk

Pakam sehingga semua masalah yang terjadi di dalam Lapas dapat

tercover.

c. Peningkatan kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah maupun

swasta yang ada dimasyarakat untuk memberikan pendidikan

ketrampilan narapidana sebagai modal nanti bebas narapidana.

Karena perlu kita pahami bahwa tangung jawab pembinaan orang

yang terpidana bukan hanya pada Lembaga Pemasyarakatan tapi

pada semua elemen masyarakat maupun pemerintah.

d. Peran aktif pimpinan sebagai pembuatan keputusan dalam

memberikan motivasi dan penyuluhan tentang maksud dan tujuan

diberikannya remisi khusus. Kalapas sebagai pimpinan harus membuat

suatu rencana kerja dan mengawasinya sehingga semua upaya dapat

di berjalan dengan baik.

e. Memberikan penyuluhan langsung kepada narapidana dimana petugas

dijadwalkan untuk memberikan pengarahan kepada narapidana.

Karena dengan adanya komunikasi dua arah yang karakter dan

kepribadian narapidana dapat dinilai. Misalnya saja Lapas dapat

membuat jadwal pertemuan kelompok yang diketuai oleh petugas

lapas, dalam diskusi kelompok itu dapat dibicara semua kemajuan

narapidana tesebut. Sehingga hasil pembinaan di lembaga

(32)

f. Untuk menjamin hak-hak narapidana lembaga pemasyarakatan juga

harus berkomunikasi aktif dengan kejaksaan dan pengadilan.

Lembaga pemasyarakatan memberitahukan bahwa masa penahanan

ataupun vonis narapidana tersebut sehingga adanya kepastian hukum.

Dengan adanya tertib administrasi di semua intansi hukum maka dapat

tercapainya kepastian hukum si terpidana.

g. Pemberian remisi khusus dapat berjalan dengan maksimal dengan

dibuat suatu program yang terencana dengan baik. Kalender kerja

yang dibuat setiap lapas dapat dijadikan acuan kerja melaksanakan

(33)

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Sejarah Pemberian Remisi

Terhadap pengertian pidana, ternyata tidak semua sarjana

berpendapat bahwa pidana itu pada hakekatnya adalah suatu penderitaan

atau nestapa, tetapi merupakan hakekat yang lain sebagaimana dikatakan

oleh beberapa sarjana di bawah ini :

1. Simon mengartikan pidana sebagai :

“suatu penderitaan yang oleh undang- undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah”.(Lamintang, 1984 : 48 ). 3)

2. Van I Lamci menyebutkan bahwa pidana sebagai :

“suatu penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama Negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yaitu semata- mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh Negara”.(Lamintang,1984 ; 47) 4) Dari beberapa pendapat sarjana dapat disimpulkan bahwa pidana

mengandung unsur- unsur atau ciri- ciri sebagai berikut :

1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan

penderitaan atau nestapa atau akibat lain yang tidak

menyenangkan.

(34)

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan

yang mempunyai kekuasaan atau yang berwenang.

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan

tindak pidana menurut undang- undang.

Jadi dalam pidana ini, fokusnya adalah perbuatan yang salah

satunya tindak pidana yang telah dilakukan oleh si pelaku. Dengan kata

lain, perbuatan itu mempunyai peranan yang besar dan merupakan syarat

yang harus ada untuk adanya punishment.

Dalam sistem hukum di Indonesa , pidana yang dijatuhkan dan

perbuatan- perbuatan apa yang diancam pidana, harus terlebih dahulu

tercantum dalam undang- undang pidana,hal itu tidak terlepas dari

keberadaan asas legalitas yang berbunyi : “Nullum crimen, nulla poena, sine praevialege poeballi”.

Dengan mengutip pendapat Leo Polak, Sudarto mengatakan

bahwa :

(35)

Berdasarkan pernyataan diatas jelas merupakan indikasi bagi kita

untuk berhati- hati menggunakan pidana sebagai sarana prevention of

crime, tetapi kalau sifatnya yang ultimatum tetap digunakan maka

hendaknya dilihat dahulu tujuan pemidanaan itu sendiri, disamping dasar-

dasar pembenarannya.

Terhadap tujuan pidana terlebih dahulu dapat dikemukakan

beberapa pandangan dari para ahli terdahulu yaitu

1. Spinoza dan J.J. Roessau berpendapat :

“Tujuan pidana untuk memulihkan keadaan yang harmonis sebagai akibat dari gangguan perbuatan narapidana dan cara memulihkan keadaan yang demikian itu adalah dengan menakut- nakuti disamping harus diusahakan perbaikannya”.( Muladi, 1985 : 46 ). 5)

2. Muladi dan Barda Nawawi dalam bukunya yang berjudul

“Pidana dan Pemidanaan berkesimpulan :

Pidana mengandung unsur- unsur atau ciri- ciri sebagai berikut :

a. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat- akibatlain yang tidak menyenangkan.

b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan ( oleh yang berwenang ).

c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang- undang”. ( Muladi, Nawawi, 1983 : 3 ).

(36)

Selanjutnya jika disimak mengenai tujuan pemidanaan dalam

kepustakaan hukum pidana dapat dibagi- bagi kedalam tiga kelompok

yaitu :

1. Teoi absolute atau teori Pembalasan

Teori ini disebut retributif atau verdegeldings theory, menurut teori ini pidana dijatuhkan semata- mata karena orang- orang telah

melakukan kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak

yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang

melakukan kejahatan dan tujuan utama dari pidana menurut teori ini

adalah untuk memuaskan tuntutan keadaan. Dasar pembenaran teori

absolute adalah terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri.

Adapun ciri-ciri pokok dari teori absolut ini adalah :

a. Tujuan pidana adalah semata- mata pembalasan

b. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak

mengandung saran- saran untuk tujuan lain misalnya

kesejahteraan masyarakat

c. Kesalahan adalah salah satunya syarat untuk adanya

pidana

(37)

e. Pidana melihat ke belakang, ia merupakan pencelaan yang

murni dan tujuannya tidak untuk memperbaiki, mendidik atau

memasyarakatkan kembali pelanggar.

2. Teori relatif atau Teori Tujuan

Teori ini disebut juga dengan teori utilitarian atau teologis, menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolute

dari keadilan, sehingga pembalasan dianggap tidak mempunyai nilai,

tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi masyarakat. Selain itu,

pidana dijatuhkan bukanlah untuk pembalasan pada orang yang telah

melakukan kejahatan, tetapi mempunyai tujuan tertentu yang bermanfaat.

Tujuan- tujuan tertentu yang bermanfaat disini mempunyai maksud

menjadi orang- orang yang bersalah untuk menjadi orang- orang yang

lebih baik, juga berkaitan dengan dunia, misalnya dengan mengisolasi dan

memperbaiki penjahat atau pencegah potensial, sehingga karenanya

dunia akan menjadi tempat yang lebih baik.

Adapun ciri yang terdapat pada teori relative ini adalah

a. Tujuan pidana adalah pencegahan ( preventiaon);

b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana

untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan

(38)

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat

dipersalahkan karena si pelaku saja (misalnya karena

sengajaan atau culpa) yang memenuhi syarat adanya pidana;

d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat

untuk mencegah kejahatan;

e. Pidana (bersifat prospektif) pidana dapat mengadung unsur

pencelaan, tetapi unsur pencelaan maupun unsur pembalasan

tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan

kejahatan untuk kepentinagn kesejahteraan masyarakat.

Adapun dasar pembenaran teori relatif adalah terletak pada

tujuannya sehingga pidana dijatuhkan bukan karena orang yang berbuat

kejahatan, melainkan agar orang jangan melakukan kejahatan atau

nepeccatur.

3. Teori Integratif

Timbulnya teori ini adalah sebagai akibat adanya ketidakpuasan

terhadap kedua teori terdahulu yang dianggap kurang mampu dalam

menanggulangi kejahatan. Oleh karena itu, timbul usaha untuk

menghubungkan secara terpadu antara pandangan utilitas yang

menyatakan tujuan pidana harus dapat menimbulkan manfaat yang dapat

dibuktikan, dengan pandangan ynag retributif yang menyatakan bahwa

(39)

dengan menggunakan ukuran- ukuran berdasarkan pirinsip- prinsip

keadilan.

Jadi, singkatnya teori ini menghubungkan dan menggabungkan

prinsip- prinsip retribution dengan utilaterian misalnya mencegah sekaligus rehabilitasi yang semuanya dapat dilihat sebagai sasaran yang harus

dicapai oleh suatu rencana pemidanaan.

Adapun ciri-cirinya sebagai berikut :

a. Tujuan pemidanaan terhadap pencegahan umum dan khusus;

b. Adanya perlindungan terhadap masyarakat;

c. Memelihara solidaritas masyarakat;

d. Terdapatnya pengimbalan dan pengimbangan.

Dari teori yang dianut, yang terpenting apakah pidana yang

dicanangkan itu memuat dan mengandung “prevenci special dan prevenci general” sebab bukankah pencegahan kejahatan ingin dicapai melalui pidana, yaitu dengan cara mempengaruhi terpidana agar tidak melakukan

kejahatan lagi.

Demikian juga prevenci general, dimaksudkan sejauh mana pidana itu berpengaruh pada masyarakat. Andenaes mengatakan bahwa :

(40)

Berbicara mengenai masalah tujuan pidana yaitu untuk mencegah

terjadinya tindak pidana yang mana seperti apa yang diungkapkan oleh

Van Bemmelen sebagai berikut :

“Selain mempunyai pengaruh prevensi special dan prevensi general pidana itu hendaknya mempunyai daya pengaman, khususnya pidana pencabutan kemerdekaan dapat lebih mengamankan masyarakat terhadap kejahatan selama penjahat tersebut berada dalam penjara”. ( Bemmelen, 1984 : 19).7)

Tujuan pemidanaan yang termuat dalam pasal 47 rancangan

KUHP, yang berbunyi sebagi berikut :

a. Pemidanaan bertujuan untuk :

1) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan

norma hukum demi pengayoman masyarakat.

2) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan

pembinaan, sehingga menjadikan orang yang baik dan

berguna;

3) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai

dalam masyarakat;

4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

(41)

b. Pemidanaan tidak bermaksud untuk menderitakan dan tidak

diperkenankan meremehkan martabat manusia.

Pandangan bahwa pidana di Indonesia harus bersumber dan

berdasarkan Pancasila kiranya tidak perlu dipersoalkan lagi namun in concerto masih memerlukan penjabaran dan penganalisaan pembahasan lebih lanjut dengan didasarkan atas dasar teoritis yang kuat dan

mendalam, karena pengkajian masalah pidana dan pemidanaan tanpa

suatu pengetahuan dasar teoritis yang kuat dan mendalam, khususnya

dalam bidang “sosiologi kriminologi” tidak akan berarti, sama saja dengan

meletakkan permasalahan pidana dan pemidanaan dalam tangan- tangan

yang tidak cakap dan tidak ahli.

Menurut hukum pidana positif, di Indonesia ini terhadap klasifikasi

sistem pemidanaan dapat dilihat baik berdasarkan KUHP dan dalam

konsep rancangan KUHP sebagai dasar perbandingannya. Maksudnya

tiada lain untuk lebih mengetahui, bentuk pidana apa yang patut diberikan

pada mereka yang melanggar aturan- aturan hukum pidana.

1. Dalam KUHP, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 10 KUHP (

Kitab Undang- Undang Hukum Pidana), pidana terdiri atas :

a. Pidana Pokok

1) Pidana Mati

(42)

3) Pidana kurungan

4) Denda

5) Pidana Tutupan ( UU No.20/ 1946 )

b. Pidana Tambahan

1) Pencabutan beberapa hak yang tertentu

2) Perampasan beberapa barang yang tertentu

3) Pengumuman putusan hakim

Ad.a. Pidana Pokok

1) Pidana Mati

Menurut ketentuan Pasal 11 KUHP

“pelaksanaan pidana mati, yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak mati, menurut ketentuan- ketentuan dalam undang- undang No.2 (Pnps) tahun 1964”.

Sebelum adanya ketentuan- ketentuan dalam undang- undang

No.2 (Pnps) tahun 1964, hukuman mati dilaksanakan oleh algojo ditempat

penggantungan, dengan menggunakan sebuah jerat dileher terhukum dan

mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan serta menjatuhkan papan

tempat orang itu berdiri.

Tetapi karena ketentuan itu tidak lagi sesuai dengan

(43)

mati itu dilaksanakan dengan ditembak sampai mati disuatu tempat dalam

daerah hukum pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat

pertama.

2) Pidana Penjara

Merupakan pidana hilang kemerdekaan sebagai

pelaksanaan dari pasal 29 KUHP. Pidana penjara dilakukan

dengan memasukkan terpidana dalam sebuah penjara

dengan mewajibkan orang tersebut mantaati semua tata

tertib yang berlaku di dalam penjara. Pidana penjara ini

sementara minimal 1 hari dan maksimal 15 tahun.

3) Pidana Kurungan

Pidana kurungan berupa pembatasan kemerdekaan

seseorang, kurungan biasanya dijatuhkan oleh hakim

sebagai pemidanaan pokok atau denda.

Pidana kurungan lebih ringan jika dibandingkan

dengan pidana penjara. Sifatnya lebih ringan Nampak dari

pelaksanaannya dan tidak boleh diangkat ketempat lain

diluar daerah terpidana kecuali permintaannya.

4) Pidana Denda

Denda oleh pembentuk undang-undang suatu pidana

(44)

pembentuk undang- undang ditentukan satu batas minimal

umum, karena jumlah denda di dalam WvS maupun dalam

ketentuan pidana yang lain dikeluarkan sebelum tanggal 17

agustus 1945 adalah sudah tidak sesuai lagi dengan sifat

tindak pidana yang dilakukan, maka keluarlah peraturan

pemerintah pengganti undang- undang ini ancaman denda

yang termuat dalam WvS maupun dalam ketentuan-

ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal

17 Agustus 1945, harus dibaca dalam mata rupiah dilipat

gandakan menjadi lima belas kali.

5) Pidana Tutupan

Sebelum tanggal 31 oktober 1946, pidana tutupan

tersebut no.5 dari hukuman pokok itu tidak ada. Tetapi sejak

dikeluarkannya UU No.20/1946 tanggal 31 oktober 1946,

maka selain pidana mati,pidana penjara,pidana kurungan

dan denda, ada lagi pidana tutupan.

Ad.b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak- hak tertentu

Pencabutan hak-hak tertentu ini tidak dapat dilakukan

terhadap semua hak, artinya orang tidak mungkin akan

(45)

ia akan dapat hidup seperti manusia lainnya. Hak- hak

yang dapat dicabut menurut Pasal 35 KUHP adalah:

a. Hak untuk mendapat segala jabatan atau jabatan

yang tertentu.

b. Hak untuk menjadi militer

c. Hak menjadi penasehat atau penguasa dan menjadi

wali, wali pengawas,pengampu atau pengampu

pengawas atas orang lain, bukan anaknya sendiri.

d. Hak untuk dipilih maupun memilih dalam pemilihan

umum yang diadakan berdasarkan aturan- aturan

umum.

2. Perampasan Barang- barang Tertentu

Mencabut hak milik suatu barang dari orang yang

mempunyai dan barang itu dijadikan milik pemerintah.

Barang- barang yang dirampas dibagi kedalam dua

golongan yaitu :

a. Barang- barang yang diperoleh karena kejahatan

seperti uang palsu yang diperoleh dari kejahatan,

(46)

b. Barang- barang yang sengaja dipakai untuk

melakukan kejahatan.

3. Pengumuman Keputusan Hakim:

Publikasi ekstrim hakim bebas untuk menentukan

tempat publikasi artinya adalah mencegah orang tertentu

atau golongan tertentu melakukan beberapa jenis tindak

pidana yang sering dilakukan, seperti menghindarkan diri

dari membayar pajak.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk mencapai

tujuan pembinaan melalui program-program pendidikan, rehabilitasi dan

reintegrasi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dibina dan diamankan

untuk jangka waktu tertentu agar nantinya dapat hidup kembali di tengah-

tengah masyarakat sebagaimana disebut dalam undang- undang No.12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Pasal 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan:

“Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan Warga binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat,sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab”

Sedangkan tujuan memasyarakatkan narapidana berarti antara

(47)

1. Berusaha agar narapidana atau anak didik tidak melanggar hukum lagi dimasyarakat kelak.

2. Menjadikan narapidana atau anak didik sebagai peserta yang aktif dan kreatif dalam pembangunan,

3. Membuat narapidana atau anak didik kelak berbahagia di dunia dan akhirat.

Usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah karena

banyak sekali hambatan sebab orang- orang yang dikenakan tindakan

Institusionalisasi pada umumnya akan mengalami beberapa kehilangan

antara lain kehilangan kemerdekaan, kehilangan rasa aman,kehilangan

otonomi dan kehilangan hubungan seks. Tindakan Institusionalisasi akan

potensial menimbulkan bahaya prisonisasi (terkontaminasinya mental

penghuni dengan budaya penjara) dan stigmanisasi ( pemberian label

atau cap kepada seseorang bahwa ia itu jahat dan akan menghayati

predikat itu sehingga mengakibatkan penyimpangan perilaku jahat atau

resedivis).

Dalam Sistem Pemasyarakatan, orang walaupun akan dikenakan tindakan institusiolisasi masih diberikan hak- hak yang tercantum dalam undang- undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 14 ayat (1). Salah satu hak yang dimiliki oleh narapidana tersebut adalah remisi.

Dari apa yang dijabarkan diatas maka dapat disimpulkan Negara

berhak memperbaiki setiap pelangar hukum yang melakukan suatu tindak

pidana melalui sesuatu pembinaan. Agar pembinaan dapat berjalan

dengan baik maka salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah

(48)

remisi kepada Narapidana yang dinyatakan telah memenuhi syarat

substantif dan administraif. Pemberian remisi di Negara Republik

Indonesia sudah sejak Negara Indonesia mendapat kemerdekaan dari

tangan penjajah, sehingga Hak Asasi Manusia, dapat tetap diberikan

walaupun dia masih berstatus sebagai narapidana. Pemberian remisi

menurut Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

merupakan hak bagi setiap Narapidana.

Dalam sejarah Republik Indonesia pemerintah telah 5(lima) kali

mengeluarkan keputusan tentang ini dan ini menunjukkan adanya

perkembangan politik dalam penyelenggaraan hukum yang menyangkut

perlakuan kepada narapidana di Indonesia. Sejak akhir tahun 1999

Indonesia mengenal remisi khusus yakni remisi yang diberikan kepada

narapidana pada hari raya yang paling diagungkan sesuai dengan agama

yang dianut oleh pemeluknya.

Berikut ini perkembangan ketentuan yang mengatur tentang remisi.

a. Keppres No. 156 Tahun 1950

Keputusan Presiden ini dikeluarkan pada masa presiden Soekarno

di dalam Keppres tersebut diatur ketentuan-ketentuan sebagai berikut.

1. Pengurangan Hukuman

Pasal 1 ayat 1

Orang hukuman penjara, hukuman tutupan atu kurungan, termasuk

hukuman pengganti denda, berhak mendapat pengurangan hukuman

(49)

2. dibebaskan dari semua hukuman, jika mereka berkelakuan

baik.

2. Syarat-Syarat Pengurangan Hukuman

Pasal 1 ayat 2

Syarat-syarat ayat 1 diatas adalah

1. Orang yang bersangkutan telah berjasa besar terhadap

negara.

2. orang yang bersangkutan dihukum karena perbuatannya

melanggar peraturan Hindia Belanda atau Peraturan

Jepang, yang sekarang tidak diancam lagi dengan

hukuman.

3. Orang yang bersangkuatan tersebut diatas dianggap patut

dibebaska dari hukumannya atau sebagaian dari hukuman

itu disebabkan lain-lain hal yang penting sekali bagi

negara.

- Pengurangan hukuman tidak berlaku kepada :

Pasal 2

Ketentuan pasal 1 tidak berlaku

1. Terhadap orang hukuman kurang dari 3(tiga) bulan

2. Untuk membebaskan dari segala hukuman, jika ia belum

menjalankan sepertiga dari hukuman itu.

Pasal 3 ayat 1

(50)

1. Orang yang berkelakuan baik sekali, yaitu palind sedikit

tidak mendapat hukuman disilin (Register F), yaitu

pelanggaran pasal 69 Reglemen Penjara

2. Berjasa pada negara, antara lain dalam menjalani

hukuman terbukti telah melakukan pekerjaan yang luar

biasa bagi keselamatan negara.

3. Lain-lain hal yang penting bagi negara ialah perbuatan

atau pikiran luar biasa bagi keselamatan negara.

4. Orang hukuman ialah orang yang menjalani hukuman

penjara tutupan atau kurungan, termasuk juga kurungan

pengganti denda yang lamanya tidak kurang dari 3 bulan.

5. Pembantu Pegawai dari orang-orang hukuman ialah orang

hukuman yang pekerjaannya membantu pegawai dengan

mendapat “surat pengangkatan dari Kepala Penjara”

Adapun penjelasan mengenai pasal-pasal diatas adalah sebagai

berikut.

Pasal 3 ayat 2

Yang disebut dalam keputusan ini :

1. Pembebasan hukuman, yaitu

a. Pembebasan hukuman sama sekali.

b. Pembebasan hukuman sebagian atau peringanan

c. Perubahan hukuman seumur hidup menjadi

(51)

2. Negara yaitu Negara Indonesia Serikat

3. Hari peringatan kemerdekaan yaitu tiap-tiap 17 Agustus

Pasal 3 ayat 3 :

1. Menghitung lamanya hukuman dimaksudkan juga waktu tahanan

bilamana waktu itu menurut putusan hakim terhitung sebagai

hukuman dan langsung mendahului saat mejalankan hukuman

2. Untuk menjaankan keputusan ini, maka masa menjalankan

hukuman tidak dianggap terputus (tertunda) walaupun oleh yang

berkepentingan mengajukan permohonan pengampunan (grasi).

3. Bilamana seseorang menjalankan lebih dari satu hukuman

berturut-turut maka untuk menjalankan keputusan ini, semua

hukumna dianggap sebagai satu hukuman.

3. Perhitungan lamanya menjalani hukuman

Pasal 4

Untuk menghitung lamanya hukuman yang telah dijalani, maka yang

diambil sebagai pangkal perhitungan ialah Hari Peringantan

Kemerdekaan (17 Agustus), kecuali jika berdasarkan alasan luar

biasa patut menyimpang dari aturan dalam pasal ini.

Pasal 5 ayat 1

Orang-orang hukuman yang memenuhi syarat-syarat, seperti

tersebut dalam pasal 1ayat 1,dapat pembebasan dari sebagian dari

(52)

1. narapidana yang telah menjalani hukuman tiga bulan sampai

sampai dengan enam bulan memperoleh remisi : 1 bulan

2. Narapidana yang telah menjalani satu enam bulan sampai

dengan satu tahun memperoleh remisi 2 bulan.

3. Narapidana yang telah menjalani satu tahun dalam tahun pertama

memperoleh 2(dua) bulan remisi.

4. Pada tahun kedua dan ketiga memperoleh 3(tiga) bulan

5. Pada tahun keempat dan kelima memperoleh remisi 6 (enam)

bulan

6. Tahun keenam dan seterusnya memperoleh remisi 9 (sembilan)

bulan.

Pasal 5 ayat 2 :

Jika orang itu didalam suatu tahun tidak mendapat

pembebasan,maka buat memberi pembebasan lagi, seterusnya

didasarkan pada pembebasan paling akhir.

Pasal 5 ayat 3 :

Pembantu pegawai memperoleh tambahan 1/3 dari remisi yang

diterimanya pada tahun yang berjalan.

Pasal 6

Hukuman seumur hidup bagi yang telah menjalani hukumannya lima

tahun dan memenuhi syarat-syarat pasal 1 dapat diubah menjadi

hukuman sementara sehingga lamanya sisa hukumannya yang

(53)

b. Keppres No. 5 tahun 1987 :

Keputusan Presiden ini dikeluarkan pada masa Presiden Soeharto

yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1987 Tentang “pengurangan

masa menjalani pidana(remisi)”, Keppres No.5 tahun 1987 dalam

konsiderannya memberi pertimbangan : dalam rangka pelaksanaan

Pemasyarakatan, pemerintah memberikan remisi kepada narapidana

dengan rincian sebagai berikut :

1. Kepada setiap Narapidana yang menjalani pidana penjara

sementara diberikan pengurangan menjalani pidana apabila

selama menjalani pidana ia berkelakua baik.

2. Pengurangan masa menjalani pidana sebagaimana dimaksud

dapat ditambah apabila selama menjalani pidana narapidana

yang bersangkutan :

a. Berbuat jasa kepada negara.

b. Melakukan Perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau

kemanusiaan

c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan dinas

Lembaga Pemasyarakatan.

3. Pengurangan masa menjalani pidana tidak diberikan kepada :

a. Narapidana yang dikenakanpidana kurungan dari 6 (enam)

bulan.

b. Napi kambuhan

(54)

a. Narapidana yang telah menjalani 6(enam) sampai 12(dua

belas) bulan mendapat remisi sebesar satu bulan.

b. Menjalani dua belas bulan atau lebih mendapat dua bulan

c. Remisi kedua 3 (tiga) bulan.

d. Remisi ketiga 4( empat) bulan

e. Remisi keempat dan kelima 5 (lima) bulan.

f. Remisi yang keenam dan seterusnya 6(enam) bulan.

g. Seumur hidup tidak dirubah melalui remisi, tetapi melalui

permintaan Grasi hal ini sesuai dengan keppres No. 5

tahun 1987 bahwa remisi tidak diberikan kepada :

1. narapidana yang kurang dari 2 bulan

2. narapidana kambuhan

3. Remisi seumur hidup menjadi pidana

sementara.

Selebihnya Keppres No. 5 Tahun 1987 adalah sama dengan

keppres No. 156 Tahun 1950. Bila diteliti secara mendalam nampak

dengan jelas bahwa Keppres No. 5 Tahun 1987 Menunjukkan

ciri-ciri kurang manusiawi jika dibsndingksn dengan Keppres No. 156

Tahun 1950, khususnya tentang penekanan terhadap narapidana

residivis dan narapidana seumur hidup jelas hal tersebut tidak

sesuai dengan jiwa Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang

(55)

c. Keppres No. 69 Tahun 1999

pada tanggal 5 juli 1999 Presiden Habibie mengeluarkan Keppres

baru tentang remisi yakni Keppres No. 69 tahun 1999 atas dasar

pertimbangan bahwa Keppres No. 69 tahun 1987 kurang

manusiawi dan menunjukkan ciri-ciri balas dendam keppres No. 69

Tahun 1999 tentang pengurangan masa pidana ( Remisi)

mempunyai etentuan-ketentuan sebagai berikut :

Narapidana/anak pidana, termasuk pidana kurungan berhak

memperoleh remisi. Yang tidak boleh menerima remisi adalah :

1. narapidana yang dipidana kurang dari enam bulan

2. narapidana yang tercatat di register f

3. Narapidana yang sedang Menjalani cuti menjelang bebas(CMB)

4. Pidana kurungan pengganti denda (dalam Keppres 156 Tahun

1950 narapidana seperti itu mendapat remisi.

Keppres No. 69 tahun 1999 menentukan remisi besarnya sebagai

berikut :

1. Narapidana enam bulan sampai dua belas bulan memperoleh

remisi 1 bulan

2. Narapidana lebih dari dua belas bulan memperoleh remisi 2

bulan

3. Pada tahun kedua memperoleh remisi 3 bulan

4. Pada tahun ketiga memperoleh remisi 4 bulan

(56)

6. Pada tahun keenam memperoleh remisi 6 bulan

Remisi tambahan (Keppres No. 05 Tahun 1987 )

Perhitungan untuk mendapat remisi dimulai sejak masa

penahanan. Narapidana seumur hidup yang selama lima tahun

berturut-turut berkelakuan baik dapat dirubah menjadi pidana

sementara paling lama 15 tahun (sama dengan Keppres No. 56

tahun 1950) Melalui keputusan Menteri Kehakiman dan HAM.

d. Keppres RI No. 174 tahun 1999

Pada tanggal 23 Desember 1999 Presiden KH Abdul Rahman

Wahid mengeluarkan ketentuan baru tentang remisi melalui Keppres

RI No. 174 Tahun 1999 tentang remisi. Keppres tersebut memberikan

warna baru dalam pengurangan masa pidana bagi narapidana di

Indonesia imana penjelasan tentang remisi umum hampir sama

dengan Keppres No. 69 Tahun 1999. Keppes tersebut memunculkan

aturan baru yakni pemberian remisi khusus berupa pengurangan masa

pidana bagi setiap narapidana pada hari besar keagamaan yang paling

diagungkan.

Perbedaan ketentuan tentang Keppres No. 69 Tahun 1999 dengan

Keppres No 174 Tahun 1999 terletak pada ketentuan kewenangan

mengenai perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana sementara

yang keputusannya ada ditangan Presiden bukan Menteri Kehakiman

(57)

Adapun penjelasan mengenai Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun

1999 adalah sebagai berikut.

1. Remisi Khusus

Remisi khusus adalah pengurangan masa pidana yang diberikan

kepada narapidana pada hari besar agama yang paling diagungkan

penganutnya yaitu :

a. Bagi narapidana yang menganut agama Islam diberikan pada hari

Raya Idul Fitri

b. Bagi narapidana yang menganut agama Kristen /Khatolik diberikan

pada tanggal 25 Desember ( Natal).

c. Bagi Agama Hindu pada saat perayaan Nyepi

d. Bagi penganut agama Budha pada hari Waisak.

2. Besarnya remisi khusus berdasarkan Keppres No. 174/1999

tersebut adalah sebagai berikut :

a. (1) 15 hari untuk narapidana yang menjalani pidana 6 bulan

sampai 12 bulan

(2) 1 bulan untuk narapidana yang menjalani 12 bulan atau

lebih

b. Tahun pertama besarnya 1 bulan

c. Tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan 1 bulan

d. Pada tahun keempat dan kelima diberikan 1 bulan 15 hari

e. Pada tahun keenam dan seterusnya 2 bulan

(58)

a. ½ dari remisi khusus untuk yang berjasa pada negara

b. 1/3 dari remisi khusus untuk yang membantu negara.

Perhitungan untuk memperoleh remisi dihitung sejak masa penahanan.

B. Tinjauan tentang Remisi Khusus a. Pengertian Remisi

Remisi atau pengurangan masa pidana adalah hal yang sangat

didambakan oleh setiap narapidana untuk memperolehnya. Sebelum

lahirnya Undang-undang No. 12 Tahun 1995 pemberian remisi kepada

narapidana merupakan anugrah negara namun, sesuai perkembangan

politik Hukum di Indonesia sejak diundangkannya Undang-Undang No. 12

Tahun 1995 remisi adalah Hak, hak yang akan diperoleh narapidana

setelah memenuhi syarat-syarat subtantif dan administratif.

Adanya pemberian remisi khusus merupakan langkah positif yang

harus kita syukuri, sebagai sesuatu bukti bahwa negara Indonesia adalah

Negara yang sangat mengagungkan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

b. Dasar hukum Pemberian Remisi Khusus

Peraturan pokok yang dijadikan dasar hukum dalam rangka

pemberian remisi khusus adalah :

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi

Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang remisi

(59)

No. 69 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa disamping pemberian remisi

umum setiap tanggal 17 Agustus, diberikan pula remisi khusus, sebagai

wujud dari kepedulian Negara pada hak-hak narapidana, terutama yang

menyangkut kepada pembentukan watak dan sikap dari setiap narapidana

yang dicapai melalui jalur pembinaan keagamaan demi tercapainya tujuan

dari Sistem Pemasyarakatan.

Hal-hal yang diatur dalam keputusan presiden ini yaitu :

a. Perhitungan lamanya menjalani masa pidana sebagai dasar untuk

menetapkan besarnya pemberian remisi, baik remisi umum,

remisi khusus, ataupun remisi tambahan, kepada setiap

narapidana yang telah memenuhi persyaratan.

b. Narapidana, anak pidana dan residivis dalam keputusan presiden

ini diperbolehkan untuk mendapatkan remisi dengan catatan bahwa

mereka telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan remisi,

seperti yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa ada sedikit keringanan yang

diberikan oleh negara, yaitu dengan diperbolehkannya seorang

residivis untuk mendapatkan remisi setelah memenuhi

ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal ini berarti bahwa negara benar-benar

memberi perhatian yang serius kepada orang-orang yang telah

gagal mengimplementasikan makna dari pembinaan yang telah

diberikan sebelumnya. Secara jelas mengenai besarnya remisi

(60)

kepada keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun

1999 tentang remisi adalah sebagai berikut :

1. Remisi Umum

Dalam pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174

Tahun 1999 tentang remisi meyatakan bahwa besarnya remisi

umum adalah :

a. 1 (satu)bulan bagi narapidana dan anak pidana yang telah

menjalani masa pidananya selama 6 (enam) sampai 12 (dua

belas) bulan

b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan anak pidana yang telah

menjalani masa pidana selama 12 ( dua belas) bulan atau lebih.

c. 3 (tiga) bulan bagi Narapidana dan anak pidana yang menjalani

masa pidananya pada tahun kedua

d. 4 (empat) bulan bagi narapidana dan anak pidana yang menjalani

masa pidananya pada tahun ketiga.

e. 5 (lima) bulan bagi narapidana dan anak pidana yang menjalani

masa pidananya pada tahun keempat dan tahun kelima

f. 6 (enam) bulan bagi narapidana dan anak pidana yang menjalani

masa pidananya pada tahun keenam dan seterusnya.

2. Remisi Khusus

Dalam pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174

Tahun 1999 t

Gambar

     TABEL III
TABEL VII BESARNYA PEROLEHAN REMISI KHUSUS
TABEL IV JUMLAH NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN REMISI
TABEL V DATA NARAPIDANA YANG MENDAPATKAN REMISI KHUSUS

Referensi

Dokumen terkait

Saran dalam skripsi adalah Kalaupun ada pengetatakan pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana khusus (extraordinary) seperti korupsi, terorisme, narkotika,

Besarnya remisi tambahan adalah setengah dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang bersangkutan bagi narapidana dan anak pidana yang berbuat jasa kepada

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pelaksanaan pemberian remisi pada narapidana tindak pidana khusus di Lembaga Kemasyarakatan Klas I Makassar di lakukan

Hasil pembahasan berupa deskripsi tentang pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Hambatan

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar

Surat keputusan di terima oleh bidang registrasi dari kepala kantor wilayah setembat, surat keputusan tersebut di terima berdasarkan usulan remisi, usulan

Pe rsyaratan pemberian remisi bagi narapidana Narkoba merupakan suatu pengetatan, selain memenuhi syarat umum berupa berkelakuan baik, juga syarat khusus berupa narapidana

Penelitian tentang jargon narapidana ini dilatarbelakangi oleh penggunaan ungkapan ungkapan khusus yang dilakukan sesama narapidana dengan kelompoknya baik