PERANAN PELELANGAN IKAN TERHADAP PENINGKATAN
PENDAPATAN NELAYAN DAN KAITANNYA DENGAN
PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI PERBANDINGAN
AKTIVITAS TPI PERCUT DAN TPI PEKALONGAN)
TESIS
Oleh
BETHARIA SINAGA
067003006/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SE K
O L
A
H
P A
S C
A S A R JA N
PERANAN PELELANGAN IKAN TERHADAP PENINGKATAN
PENDAPATAN NELAYAN DAN KAITANNYA DENGAN
PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI PERBANDINGAN
AKTIVITAS TPI PERCUT DAN TPI PEKALONGAN)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BETHARIA SINAGA
067003006/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERANAN PELELANGAN IKAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN DAN KAITANNYA DENGAN PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS TPI PERCUT DAN TPI PEKALONGAN)
Nama Mahasiswa : Betharia Helena Rotua Sinaga Nomor Pokok : 067003006
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, Ph.D Ketua
)
(Dr. Tavi Supriana, M.Si) (
Anggota Anggota
Kasyful Mahalli, SE, M.Si)
Ketua Program Studi Direktur
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Juli 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, Ph.D
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Si
2. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
3. Drs. Rujiman, MA
ABSTRAK
Penelitian ini tentang studi perbandingan antara pelelangan ikan yang terdapat di Pekalongan-Jawa Tengah dan pelelangan ikan di Percut Sei Tuan-Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui sejauh mana aktivitas pelelangan ikan di Pekalongan dan Percut diatur oleh Pemerintah daerah dan bagaimana proses pelelangan ikan dilaksanakan (2) mengetahui komparasi pelelangan ikan di Pekalongan dan Percut (3) mengetahui berapa besar pendapatan nelayan akibat harga lelang dan harga pasar yang terbentuk (4) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan.
Penelitian ini dilakukan di Pekalongan-Jawa Tengah dan Percut-Sumatera Utara. Adapun data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakuakan wawancara kepada para nelayan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis Regresi.
ABSTRACT
This research is a comparison study between the fish auction at Pekalongan, Central Java and fish auction asdt Percut Sei Tuan, North Sumatera. This research aims (1) to study how far the activity of fish auction at Pekalongan and Percut that determined by the local government and how the implementation of fish auction process at Pekalongan and Percut, (3) to study how much the earning of the fisherman caused by the price of auction and market price (4) to study the factors influence the earning of the fisherman.
This research was conducted at Pekalongan, Central Java and Percut-North Sumatera. The data in this research are primary and secondary data. The primary data is collected by interview to the fishermen. The analysis in this research is a descriptive and regression analysis.
Based on the results of analysis it concluded that (1) both of the location of this research, the fish auction is determined by the local government in order to support the marketing by auction system and to sell the product of the fisherman on the competitive price without cause the loss to the collector and consumer, (2) the increasing of the price of auctioned fish and sold ast the market of Pekalongan is 35% in average, while at the market of Percut is 48.5% in average from the fisherman to the broker I, 32.3% from the broker I to the broker II and from the fisherman to the broker II is 98.4% totally. (3) Based on the results of multi regression analysis indicates that at Pekalongan and Percut, the volume of fish influence the earning of the fishermen significantly, (4). Based on the t-test analysis, the earning of the fisherman at Pekalongan and Percut is differ significantly. (5) Based on the discussion on the comparison between two location of fish auction, i.e. fish auction location at Pekalongan and Percut both of the location have the government rule that determine the fish auction system, and the fish auction of Pekalongan and Percut pay the daily retribution to the fishery office and the big factor influence the earning of the fisherman is the volume of fish. While the different between them is the auction system at Pekalongan is supervised by government, while at Percut is not supervised. The chain of fish marketing at Pekalongan is fisherman – auction operator – buyer, while at Percut is fisherman – broker I – Broker II – buyer. The increasinbg of the price from the auction price at Pekalongan is 35% while at Percut is 98.4%. the Fisherman who sell the fish ast the fish auction of Pekalongan are the member of KUD and the Fisherman association of Indonesia (HNSI), while at Percut the fisherman has not an organization. All of fish sold at Pekalongan is weight by kilogram unit while at Percut, there is not weighing and the fisherman at Pekalongan must report the type of fish and the volume of fish to the auction operator before selling, while there is not a process at Percut.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa penulis panjatkan yang telah
memberikan berkah dan kekuatan kepada hamba untuk dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini yang berjudul: “PERANAN PELELANGAN IKAN TERHADAP
PENINGKATAN PENDAPATAN NELAYAN DAN KAITANNYA DENGAN
PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI PERBANDINGAN AKTIVITAS TPI
PERCUT DAN TPI PEKALONGAN)”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu saya menyampaikan rasa terima kasih yang
tulus kepada beberapa pihak yang sangat berperan dalam proses penyusunan tesis ini,
yaitu kepada Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, Ph.D, sebagai Ketua Komisi
Pembimbing yang banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan tesis ini,
kepada Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M. Si, Anggota Komisi Pembimbing yang bersedia
meluangkan waktu dan perhatian dalam penulisan dan penyelesaian tesis, kepada
Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, Anggota Pembimbing yang memberikan bantuan,
bimbingan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.
Dalam pembuatan tesis ini tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
2. Pegawai di Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah yang telah memberikan
arahan dan data-data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini.
3. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pekalongan yang telah
memberikan data dan kesediaannya dalam wawancara demi mendapatkan
4. Kepada Pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan yang telah
memberikan data-data untuk penyelesaian tesis.
5. Para staf administrasi seketariat Program Studi Perencanaan Pembanguan
Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana USU.
6. Rekan-rekan dan sahabat mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Pedesaan yang banyak memberikan dukungan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua Ir. Bungaran Sinaga, M. Si
dan Lisbeth Simanjuntak yang telah membiayai dan mendukung penulis selama
mengikuti perkuliahan dan penyelesaian tesis ini. Juga kepada abang Lamsihar
Sinaga, ST, adik-adik Rumondang Sinaga, S, Hut, M. Si, Polma Uli Sinaga, ST,
dan August Sinaga, ST untuk semua dukungan dan doa-doanya bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi
bahasa maupun isinya, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima
kritikan sehat, saran dan masukan semua pihak. Akhir kata penulis berharap
semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Medan, Juli 2008
Penulis
Penulis bernama Betharia Sinaga dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 23
September 1980, merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ir. Bungaran Sinaga,
M. Si dan Ibu Lisbeth Simanjuntak.
Jenjang pendidikan dasar dilalui di Sekolah Dasar Swasta SD. St. Yosef Sidikalang
lulus tahun 1993, SMP Putri Cahaya Medan lulus tahun 1996, dan SMA Cahaya I
Medan lulus tahun 1999. Jenjang pendidikan tinggi dilalui di Politeknik Medan jurusan
Teknik Energy dan melajutkan pendidikan program extension jurusan Teknik Industi
di Institut TD. Pardede Medan. Pada tahun 2006 penulis melajutkan pendidikan ke
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan biaya sendiri.
Pengalaman penulis bekerja, pada tahun 2007 sampai sekarang di salah satu Organisasi
Non Profit (NGO) bagian Program Pengembangan Masyarakat.
Halaman
2.1.3. Struktur Organisasi Tempat Pelelangan Ikan ... 8
2.2 Pengembangan Wilayah ... 9
2.3 Karakteristik Masyarakat Nelayan ... 12
2.4 Penelitian Terdahulu ... 15
2.5 Kerangka Pemikiran ... 16
2.6 Hipotesis Penelitian ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Lokasi Penelitian ... 18
3.2 Sumber Data dan Teknik Penentuan Sampel ... 18
3.2.1. Sumber Data ... ... 18
3.2.2 Teknik Penentuan Sampel ... 19
3.3 Metode Analisis Data ... 19
3.3.2 Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap
Pendapatan Nelayan di Pekalongan dan Percut... 20
3.3.3 Analisis Perbedaan Pendapatan antara Nelayan di Percut dan Pekalongan ... 21
3.4 Definisi Variabel Operasional ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Karakteristik Nelayan Pekalongan ... 24
4.2 Pelelangan Ikan di Pekalongan ... 31
4.2.1 Dasar dilakukannya Pelelangan Ikan ... 31
4.2.2 Kelembagaan Nelayan ... 38
4.2.3 Produksi Ikan ... ... 40
4.2.4 Intervensi Pemerintah dalam Melakukan Pelelangan Ikan di Pekalongan ... 43
4.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Pekalongan ... 45
4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Percut ... 48
4.4 Tempat Pelelangan Ikan ... 55
4.4.1 Intervensi Pemerintah terhadap Pelelangan Ikan ... 56
4.4.2 Jenis Ikan terkangkap, Harga Lelang dan Harga Pasar di Percut ... 60
4.4.3 Pemasaran Ikan Percut ... 63
4.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan Percut ... 64
4.4.5 Analisis Perbedaan Pendapatan antara Nelayan di Percut dan Pekalongan ... 67
4.5 Komparasi Tempat Pelelangan Ikan di Pekalongan dan Percut ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1 Kesimpulan ... 69
5.2 Saran ... 70
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 27
4.2 Jenis Ikan Tertangkap di TPI Pekalongan ………... 42
4.3 Hasil Perhitungan Analisis ……….…... 45
4.4 Hasil Uji Asumsi Regresi... 47
4.5 Jarak Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kecamatan ... 49
4.6 Luas Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan per Desa/Kelurahan ………... 50
4.7 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2006 ... 52
4.8 Banyaknya Murid dan Tenaga Pengajar Menurut Jenjang Pendidikan di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2006 ... 53
4.9 Harga Lelang, Harga Pasar I, Harga Pasar II Jenis Ikan di TPI Percut ... 61
4.10 Besar Persentase Kenaikan Harga yang Diberlakukan oleh Tengkulak………. 62
4.11 Hasil Analisis …...…... 64
4.12 Hasil Analisis Asumsi …...………... 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ………... 16
4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 28
4.2 Grafik Tingkat Pendidikan Nelayan Pekalongan ...……... 30
4.3 Grafik Usia Nelayan Pekalongan ... 30
4.4 Pengalaman Melaut Nelayan Pekalongan ... 31
4.5 Mekanisme Pelelangan Ikan di Pekalongan …..…... 35
4.6 Skema Penggunaan Hasil Retribusi ... 38
4.7 Grafik Produksi Jenis Ikan Dominan di Pekalongan ... 40
4.8 Skema Model Pembentukan Harga TPI Pekalongan ... 42
4.9 Grafik Tingkat Pendidikan Nelayan Percut ... 54
4.10 Gambaran Usia Nelayan Percut ... 54
4.11 Grafik Pengalaman Melaut Nelayan Percut ... 55
4.12 Skema Pelelangan Ikan Sesuai Perda ... 57
4.13 Skema Pelelangan Ikan di Percut ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian... 74
2 Data Nelayan Pekalongan ... 77
3 Hasil Analisis Regresi Berganda Data Pekalongan dan Percut ... 79
4 Foto-foto Hasil Penelitian Pekalongan ... 86
ABSTRAK
Penelitian ini tentang studi perbandingan antara pelelangan ikan yang terdapat di Pekalongan-Jawa Tengah dan pelelangan ikan di Percut Sei Tuan-Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui sejauh mana aktivitas pelelangan ikan di Pekalongan dan Percut diatur oleh Pemerintah daerah dan bagaimana proses pelelangan ikan dilaksanakan (2) mengetahui komparasi pelelangan ikan di Pekalongan dan Percut (3) mengetahui berapa besar pendapatan nelayan akibat harga lelang dan harga pasar yang terbentuk (4) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan.
Penelitian ini dilakukan di Pekalongan-Jawa Tengah dan Percut-Sumatera Utara. Adapun data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakuakan wawancara kepada para nelayan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis Regresi.
ABSTRACT
This research is a comparison study between the fish auction at Pekalongan, Central Java and fish auction asdt Percut Sei Tuan, North Sumatera. This research aims (1) to study how far the activity of fish auction at Pekalongan and Percut that determined by the local government and how the implementation of fish auction process at Pekalongan and Percut, (3) to study how much the earning of the fisherman caused by the price of auction and market price (4) to study the factors influence the earning of the fisherman.
This research was conducted at Pekalongan, Central Java and Percut-North Sumatera. The data in this research are primary and secondary data. The primary data is collected by interview to the fishermen. The analysis in this research is a descriptive and regression analysis.
Based on the results of analysis it concluded that (1) both of the location of this research, the fish auction is determined by the local government in order to support the marketing by auction system and to sell the product of the fisherman on the competitive price without cause the loss to the collector and consumer, (2) the increasing of the price of auctioned fish and sold ast the market of Pekalongan is 35% in average, while at the market of Percut is 48.5% in average from the fisherman to the broker I, 32.3% from the broker I to the broker II and from the fisherman to the broker II is 98.4% totally. (3) Based on the results of multi regression analysis indicates that at Pekalongan and Percut, the volume of fish influence the earning of the fishermen significantly, (4). Based on the t-test analysis, the earning of the fisherman at Pekalongan and Percut is differ significantly. (5) Based on the discussion on the comparison between two location of fish auction, i.e. fish auction location at Pekalongan and Percut both of the location have the government rule that determine the fish auction system, and the fish auction of Pekalongan and Percut pay the daily retribution to the fishery office and the big factor influence the earning of the fisherman is the volume of fish. While the different between them is the auction system at Pekalongan is supervised by government, while at Percut is not supervised. The chain of fish marketing at Pekalongan is fisherman – auction operator – buyer, while at Percut is fisherman – broker I – Broker II – buyer. The increasinbg of the price from the auction price at Pekalongan is 35% while at Percut is 98.4%. the Fisherman who sell the fish ast the fish auction of Pekalongan are the member of KUD and the Fisherman association of Indonesia (HNSI), while at Percut the fisherman has not an organization. All of fish sold at Pekalongan is weight by kilogram unit while at Percut, there is not weighing and the fisherman at Pekalongan must report the type of fish and the volume of fish to the auction operator before selling, while there is not a process at Percut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil ikan tangkapan, mereka
lalu mencoba menjual sendiri kepada konsumen setempat melalui cara barter atau
dengan nilai uang tertentu. Kegiatan ini tidak terorganisir dengan baik dan kurang
efisien dan tidak produktif, mutu ikan tidak dijaga sehingga harga ikan cenderung
menurun. Perkembangannya lain dengan adanya upaya bahwa pemasaran ikan harus
dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang
dan terorganisir sehingga harga tidak ditentukan oleh pembeli dan mutu ikan dapat
dipertahankan serta nilai jual yang diperoleh nelayan lebih besar. Melihat kenyataan
demikian, pelaksanaan lelang akhirnya menjadi kebutuhan nelayan.
Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan disuatu tempat pelelangan ikan guna
mempertemukan antara penjual dan pembeli ikan sehingga terjadi tawar-menawar
harga ikan yang mereka sepakati bersama. Dengan demikian pelelangan ikan adalah
salah satu mata rantai tata niaga ikan.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan suatu unit usaha yang potensial,
sehingga dapat berperan dalam memberdayakan koperasi nelayan, apabila dikelola
sebagai unit usaha koperasi. Lebih dari itu, Tempat Pelelangan Ikan dapat
dimanfaatkan sebagai fasilitas dalam upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan
Pemerintah daerah berdasarkan kewenangan yang ada, mengatur, mengurus,
dan mengawasi pelelangan ikan dengan tujuan meningkatkan pendapatan, taraf hidup,
dan kesejahteraan nelayan, mendapatkan kepastian pasar dan harga ikan yang layak
bagi nelayan maupun konsumen, memberdayakan koperasi nelayan, meningkatkan
pengetahuan, dan kemampuan nelayan.
Pemerintah mengatur tata niaga ikan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil
perikanan. Tujuan pengaturan tata niaga oleh Pemerintah agar proses tata niaga ikan
berjalan tertib sehingga nelayan sebagai produsen dan pembeli/konsumen sama-sama
memperoleh manfaat dan saling menguntungkan. Salah satu bentuk pengaturan yang
telah diatur oleh Pemerintah adalah mewajibkan setiap hasil tangkapan ikan agar
dilakukan proses pelelangan ikan kecuali ikan-ikan untuk ekspor, ikan-ikan dalam
jumlah kecil untuk konsumsi nelayan, ikan-ikan hasil tangkapan untuk penelitian.
Dengan demikian proses pelelangan ikan ini ditujukan untuk pengaturan tata niaga
ikan didalam negeri. Dengan pelelangan ikan demikian ditujukan kepada hasil
tangkapan ikan yang dijual bukan untuk tujuan ekspor.
Untuk memperlancar proses pelelangan ikan ini, Pemerintah telah membangun
tempat pelelangan ikan yang ada di Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan
Ikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Tempat pelelangan ikan di suatu Pelabuhan
Perikanan adalah merupakan sentral kegiatan perikanan. Dengan demikian semakin
berfungsinya tempat pelelangan ikan untuk aktivitas pelelangan ikan maka semakin
berfungsi pula suatu Pelabuhan Perikanan. Namun demikian tidak semua Pelabuhan
perikanan itu berada dan fungsi utamanya untuk apa, sebagai contoh pelabuhan
perikanan yang berada di Indonesia Bagian Timur dan lokasi pelabuhan perikanan
yang berada pada daerah terpencil yang jumlah penduduknya relatif sedikit dan
umumnya melayani aktivitas bongkar muat ikan untuk tujuan ekspor tidak
memerlukan tempat pelelangan ikan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pelelangan ikan bermanfaat antara lain
untuk meningkatkan nilai jual yang akan diperoleh nelayan yang pada akhirnya akan
merubah taraf hidupnya ke arah lebih sejahtera.
Di tempat pelelangan ikan desa nelayan Percut Sei Tuan sejak operasionalnya
tahun 1984 sampai sekarang aktivitas pelelangan ikan timbul tenggelam. Pada awal
pengoperasionalannya pernah terjadi aktivitas pelelangan, tetapi tidak berlangsung
lama dan memang dengan adanya lelang ini merangsang nelayan untuk meningkatkan
kapasitas usaha penangkapan ikan di laut dan mereka merasa manfaat dari pelelangan
tersebut.
Pada saat ini penjualan ikan tidak dilakukan dengan baik dan terkoordinir,
walaupun terlihat aktivitas pelelangan. Harga penjualan ikan bukanlah yang wajar
yang diterapkan kepada nelayan, serta tidak sebanding dengan tenaga ataupun usaha
yang dikorbankan nelayan dalam melakukan kegiatan menangkap ikan. Harga ikan
banyak ditetapkan oleh para tengkulak dan cenderung sangat rendah. Nelayan juga
tidak dapat menetapkan harga ikan standar, karena tidak mengetahui harga ikan yang
berlaku dipasaran, khususnya kota Medan dan juga faktor transportasi yang terbatas
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pekalongan merupakan Tempat Pelelangan Ikan
terbaik secara Nasional yang melakukan sistem Pelelangan terbuka dan terkoordinir
dengan baik oleh Pemerintah. Tempat Pelelangan Ikan ini dipilih sebagai Tempat
Pelelangan Ikan perbandingan dan menjadi model bagi Tempat Pelelangan Ikan yang
belum berjalan baik.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah yang akan ditelusuri dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Pemerintah Daerah mengatur pelelangan ikan dan bagaimana proses
pelelangan ikan dilaksanakan?
2. Bagaimana perbandingan antara Tempat Pelelangan Ikan di Pekalongan dan
Tempat Pelelangan Ikan di Percut?
3. Berapa besar pendapatan Nelayan akibat harga lelang dan harga pasar yang
terbentuk?
4. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendapatan nelayan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejauh mana aktivitas Pelelangan Ikan di Pekalongan dan Percut
Sei Tuan yang diatur oleh Pemerintah Daerah dan bagaimana proses pelelangan
2. Untuk mengetahui komparasi Tempat Pelelangan Ikan di Pekalongan dan Tempat
Pelelangan Ikan di Percut.
3. Untuk mengetahui berapa besar pendapatan Nelayan akibat harga lelang dan harga
pasar yang terbentuk
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Pemerintah Daerah.
2. Sebagai bahan masukan bagi pengelola Tempat Pelelangan Ikan untuk perbaikan
tata kelola Tempat Pelelangan Ikan.
3. Sebagai bahan referensi dalam penelitian lain yang berkaitan dengan aktivitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan
TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat
penjual jasa pelayanan antara lain sebagai tempat pelelangan, tempat perbaikan jaring,
tempat perbaikan mesin dan lain sebagainya. Disamping itu TPI merupakan tempat
berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka
mengadakan transaksi jual beli ikan. Nelayan ingin menjual hasil tangkapan ikannya
dengan harga sebaik mungkin, sedangkan pembeli ingin membeli dengan harga
serendah mungkin. Untuk mempertemukan penawaran dan permintaan itu,
diselenggarakan pelelangan ikan agar tercapai harga yang sesuai, sehingga
masing-masing pihak tidak merasa di rugikan.
Tempat Pelelangan Ikan (TPI), selain merupakan pintu gerbang bagi nelayan
dalam memasarkan hasil tangkapannya, juga menjadi tempat untuk memperbaiki
jaring, motor, serta kapal dalam persipan operasi penangkapan ikan. Tujuan utama
didirikannya TPI adalah menarik sejumlah pembeli, sehingga nelayan dapat menjual
hasil tangkapannya sesingkat mungkin dengan harga yang baik serta dapat
menciptakan pasaran yang sehat melalui lelang murni. Disamping itu, secara
fungsional, sasaran yang diharapkan dari pengelolaan TPI adalah tersedianya ikan bagi
Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa pengelolaan TPI yang baik serta
professional akan memotivasi para nelayan untuk menambah dan mengembangkan
usahanya di bidang perikanan.
2.1.2. Fungsi, Tujuan dan Manfaat Tempat Pelelangan Ikan
Menurut petunjuk Operasional, fungsi TPI antara lain adalah:
a. Memperlancar kegiatan pemasaran dengan sistem lelang.
b. Mempermudah pembinaan mutu ikan hasil tangkapan nelayan
c. Mempermudah pengumpulan data statistik.
Tujuan dari sistem Pelelangan Ikan di TPI yang sesungguhnya adalah mencari
pembeli potensial sebanyak mungkin untuk menjual hasil tangkapannya pada tigkat
harga yang menguntungkan tanpa merugikan pedagang pengumpul.
Berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan di TPI untuk mencapai tujuan yang
diharapkan antara lain:
1. Meningkatkan animo masyarakat nelayan untuk melakukan transaksi jual beli
di TPI.
2. Meningkatkan jumlah pedagang pengumpul atau grosir yang menangani hasil
tangkapan.
3. Meningkatkan fungsi dan peranan KUD sebagai organisasi ekonomi dan mampu
bertindak sebagai penyangga pemasaran.
Manfaat diadakannya pelelangan ikan di TPI antara lain adalah:
c. Adanya peningkatan pendapatan daerah melalui pemungutan retribusi (bea)
Lelang.
d. Pengembangan Koperasi Unit Desa.
2.1.3. Struktur Organisasi Tempat Pelelangan Ikan
Penyelenggaraan pelelangan Ikan pada setiap TPI sebaiknya adalah dari
organisasi nelayan dalam bentuk KUD. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
KUD bertanggungjawab kepada Pemda setempat melalui Dinas Perikanan Daerah.
Adapun tujuan adanya struktur organisasi dalam suatu lingkungan kerja secara
garis besar, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan tugas pekerjaa mempunyai kemungkinan dapat dilaksanakan secara
efisien dan efektif.
2. Pelaksanaan pekerjaan mempunyai kemungkinan dapat dilaksanakan lebih mudah.
3. Koordinasi mempunyai kemungkinan untuk dilaksanakan dengan baik.
4. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kemungkinan lebih efektif dan efisien.
Disamping itu, adanya juga struktur organisasi pada lingkungan kerja, dapat
memberikan secara jelas tugas dan tanggung jawab serta kedudukan masing-masing
pelaksana, sehingga diharapkan tidak terjadi kesimpangsiuran dalam pekerjaan yang
dapat menghambat kelancaran pencapaian tujuan.
Struktur organisasi penyelenggara atau pelaksana pelelangan ikan di TPI pada
umumnya terdiri dari:
1. Pimpinan Pelelangan, tugasnya antara lain adalah memimpin dan mengkoordinir
2. Juru tulis atau tenaga administrasi pelelangan ikan, tugasnya antara lain membuat
catatan dan laporan kegiatan pelelangan meliputi jumlah kapal, produksi ikan, nilai
produksi dan bea lelang serta melaksanakan kegiatan tata usaha pelelangan
termasuk surat-menyurat.
3. Juru Lelang, tugasnya antara lain adalah melaksanakan tata pelelangan secara
terbuka, memgumuman pemenang lelang dan mencatat dalam buku catatan khusus
mengenai pemilik ikan, pedagang atau pembeli pemenang lelang, jumlah dan jenis
ikan yang dilelang serta besarnya nilai lelang.
4. Juru timbang, tugasnya adalah melaksanakan penimbangan ikan yang masuk TPI
dan memberi label atau nota yang berisi mengenai nama pemilik ikan, jenis dan
berat ikan yang telah ditimbang.
5. Kasir (Bendahara Khusus), tugasnya adalah menagih atau menerima uang lelang
secara tunai kepada atau dari pedagang atau pembeli yang melaksanakan
pelelangan, jumlahnya sesuai dengan yang tertera didalam karcis lelang. Tugas
lainnya adalah menyetorkan hasil pungutan bea lelang kepada Pemda Tingkat I dan
Pemda tingkat II. Penyetoran tersebut langsung diberikan kepada pemegang kas
Pemda setempat. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari baik bendaharawan
khusus, juru tulis atau administrasi, juru lelang maupun juru timbang
bertanggungjawab kepada pimpinan pelelangan ikan.
2.2. Pengembangan Wilayah
dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha-usaha untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha tersebut pada dasarnya adalah bersifat
meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan, baik melalui produk-produk
maupun berbagai jenis kegiatan yang membawa pengaruh peningkatan kawasan.
Peningkatan kawasan dapat pula diartikan sebagai peristiwa pengembangan
wilayah pada wilayah yang bersangkutan sehingga seluruh usaha yang menjurus pada
perbaikan dalam tingkat kesejahteraan hidup masyarakat, dapat dipandang sebagai
penyebab berlangsungnya proses berkembangnya wilayah (Purnomisidi, 1981).
Sukirno (1985) memberikan pengertian wilayah ata daerah dalam tiga hal
yaitu: daerah homogen, daerah modal dan daerah administratif atau daerah
perencanaan. Pengertian daerah homogen adalah menganggap suatu daerah sebagai
suatu space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku di berbagai pelosok ruang
tersebut yang mempunyai sifat-sifat yang sama seperti pendapatan penduduk, agama,
suku bangsa atau struktrur ekonomi. Pengertian daerah modal adalah bahwa daerah
sebagai ruang ekonomi yang dikuasai oleh satu atau berbagai pusat kegiatan ekonomi.
Pengertian daerah administratif dari suatu negara, seperti propinsi, kabupaten, desa,
dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas, maka wilayah pembangunan hendaknya sesuai
dengan wilayah administratif dan juga mempunyai ciri wilayah modal. Dalam praktek,
apabila membahas mengenai perencanaan pembangunan daerah, pengertian daerah
administratif paling banyak digunakan karena alasan kemudahan koordinasi dan
yang berdasarkan homogeneity dan bertujuan lebih banyak untuk analitis informasi
dalam wilayah itu, guna keperluan pengembangan. Batas wilayah tidak terikat pada
batas administrasi dan tidak perlu mempunyai pusat. Misalnya satu propinsi mungkin
mempunyai wilayah pengembangan seperti wilayah pantai Timur, wilayah pantai
Barat, wilayah pegunungan dan wilayah kepulauan yang masing-masing mempunyai
ciri geografis, fauna, dan flora yang sama.
Meskipun terdapat banyak konsep tentang wilayah tetapi para pakar ekonomi
regional sependapat bahwa tujuan pembangunan wilayah merupakan bagian dari
tujuan pembangunan nasional, yang antara lain:
1. Mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang lebih tepat.
2. Menyediakan kesempatan kerja cukup.
Kedua tujuan tersebut merupakan dasar untuk memacu pendapatan perkapita
yang relatif masih rendah dan tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Disamping ini,
tujuan tersebut diatas dapat mendorong terciptanya keseimbangan sektor-sektor
ekonomi antara sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa.
Selanjutnya diharapkan agar kegiatan perekonomian wilayah itu membuka
kesempatan kerja lebih banyak, sehingga tercapai pemerataan di segala bidang dalam
kehidupan wilayah (kota dan desa). Untuk pemerataan dan mengimbangi laju
pertumbuhan, maka setiap kebijaksanaan akan didasarkan pada daya dukung potensi
wilayah. Sejalan dengan itu, arah kebijaksanaan pembangunan ditempuh melalui
sistem perwilayahan pembangunan. Selain daya dukung wilayah, tingkat kemudahan
Menurut Purnomosidi (1981) bahwa konsep pengembangan wilayah nasional
mempunyai tujuan-tujuan yaitu:
1. Mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhan.
2. Memperkokoh kesatuan ekonomi nasional.
3. Memelihara efisiensi pertumbuhan nasional.
Pencapaian tujuan pengembangan wilayah tidak terlepas dari perencanaan
pembangunan yang disesuaikan dengan potensi sumber daya yang ada di wilayah itu
sendiri. Pengembangan adalah usaha menambah potensi kepada sesuatu objek
pembangunan, sedangkan pembangunan adalah suatu aktifitas untuk mencapai yang
diinginkan dalam bidang ekonomi dan non ekonomi. Agar pengembangan wilayah itu
dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat, maka
dalam pengelolaan sumber daya seyogianya pertimbangan ekonomi dan lingkunagn
harus cukup berimbang untuk mempertahankan kelestarian sumber daya tersebut
(Anwar, 1991).
2.3. Karakteristik Masyarakat Nelayan
Nelayan adalah orang yang melakukan penangkapan/budi daya di laut,
di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut laut.
Berdasarkan sumber pendapatannya, nelayan dapat dibagi menjadi:
1. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya
berasal dari perikanan.
2. Nelayan sambilan utama, yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya
3. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya
berasal dari perikanan.
4. Nelayan Musiman, yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif
sebagai nelayan.
Dari penelitian sebelumnya yaitu Studi tentang aksebilitas rumah tangga
nelayan dalam penanggulangan kemiskinan studi kasus di pedesaan pantai Jawa Timur
yang dilakukan oleh Sahri Muhammad, Irfan Islamy dan Eko Ganis Sukoharsono
(2005) mengatakan dengan kondisi perekonomian pedesaan pantai yang rentan
terhadap musim dan perubahan lingkungannya, nelayan memiliki aksesabilitas secara
berurutan dari yang paling tinggi sampai ke paling rendah, yaitu: modal (aset) sosial,
kemudian modal fisik (keberadaan pangkalan pendaratan ikan, modal SDM yaitu
pengetahuan nelayan tentang penangkapan ikan, modal finansial yaitu kemampuan
nelayan untuk mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha dan paling rendah
adalah modal alam (stok ikan). Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki taraf hidup,
hendaknya dilakukan secara komprehensif dengan berbagai pendekatan, baik
pendekatan struktural maupun pendekatan kultural.
Faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga
nelayan adalah produksi melaut, curahan waktu kerja produktif, dan biaya produksi
atau biaya operasional melaut. Faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan produksi
melaut adalah aset kapal, jenis alat tangkap, mutu SDM, harga ikan, daerah
penangkapan ikan, dan pengembangan usaha pasca panen dalam rumah tangga.
ikan adalah bahan bakar minyak (BBM). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
biaya melaut adalah aset kapal, alat tangkap, mutu hasil, dan mut SDM.
Berdasarkan perahu/kapal penangkap yang digunakan, nelayan dapat dibagi
menjadi:
1. Nelayan berperahu tak bermotor, terdiri dari:
a. Nelayan Jukung
b. Nelayan perahu papan (kecil, sedang dan besar)
2. Nelayan berperahu motor tempel
3. Nelayan berkapal motor, menurut GT (Gross Ton) terdiri dari:
a. < 5 GT
b. 5 – 10 GT
c. 10 – 20 GT
d. 20 – 30 GT
e. 30 – 50 GT
f. 50 – 100 GT
g. 100 – 200 GT
h. 200 – 500 GT
i. > 500 GT
Alat penangkap yang dipakai nelayan, dapat dipakai menjadi pukat harimau
(trawl), pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap,
Menurut statusnya, nelayan dapat dibagi menjadi:
1. Nelayan Pemilik, terbagi menjadi nelayan pemilik perahu tak bermotor, dan
nelayan pemilik kapal motor yang sering disebut toke.
2. Nelayan Juragan, adalah pengemudi pada perahu bermotor atau sebagai kapten
kapal motor.
3. Nelayan buruh, adalah pekerja penangkap ikan pada perahu motor atau pada kapal
motor.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian Bustami Mahyuddin (2001) yang berjudul “Peranan Tempat Pelelangan
Ikan terhadap Peningkatan Pendapatan Nelayan di Pelabuhan Ratu” menyatakan
bahwa proses pelelangan ikan maka nelayan dapat diuntungkan dengan adanya
harga jual ikan standar. Selain itu pembeli memperoleh keuntungan karena harga
beli ikan yang cukup wajar. Sedangkan pemerintah daerah mendapat keuntungan
berupa PAD. Kemudian masyarakat secara tidak langsung akan merasakan denyut
perekonomian karena adanya aktivitas pelelangan ini.
2. Penelitian Zaim Mukaffi (2004) yang berjudul ”Peranan Tempat Pelelangan Ikan
terhadap pendapatan nelayan di Pelabuhan Muncar”, hasil analisa menggunakan uji
beda dua rata-rata, penelitian ini menguji pendapatan nelayan yang menjual di TPI
Pendapatan Nelayan
TPI
Ikan Hasil Tangkapan
Sortasi Ikan
Kesimpulannya menyatakan bahwa ada perbedaan pendapatan antara nelayan
yang menjual ikannya melalui fasilitas TPI maupun tidak. Dari aspek sosial-budaya
terlihat bahwa masyarakat nelayan berkomunikasi satu sama lain dan mereka
memperoleh informasi di TPI sehingga pada akhirnya akan merubah sikap dan
perilaku ke arah yang lebih positif. Masyarakat nelayan sangat mendambakan
terselenggaranya pelalangan ikan sesuai dengan peraturan yang ada.
2.5. Kerangka Pemikiran
Adapun Kerangka pemikiran penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 1 adalah
sebagai berikut:
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis yang akan menjadi
pedoman awal dalam penelitian adalah:
1. Faktor-faktor modal, jumlah jam melaut, pengalaman melaut dan jumlah tangkap
mempengaruhi Pendapatan Nelayan.
2. Terdapat perbedaan pendapatan antar Tempat Pelelangan Ikan di Percut dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive di daerah Tempat Pelelangan
Ikan di Percut dan di Pekalongan. Daerah Percut ini dipilih sebagai lokasi penelitian,
karena disana banyak aktivitas lokasi dan kegiatan nelayan. Memilih Tempat
Pelelangan Ikan Memilih Pekalongan sebagai perbandingan, karena Tempat
Pelelangan Ikan Pekalongan merupakan Tempat Pelelangan Ikan terbaik pada tahun
2006, dan sampai saat ini tetap menjalankan proses pelelangan dalam menentukan
harga ikan tangkapan nelayan.
3.2. Sumber Data dan Teknik Penentuan Sampel
3.2.1. Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer melalui kuesioner dan observasi langsung ke lapangan serta
wawancara untuk mengetahui: jumlah modal melaut, jumlah jam melaut, jumlah ikan
yang di tangkap, harga ikan, jumlah tanggungan keluarga, umur nelayan, tingkat
pendidikan, jumlah konsumsi sehari-hari serta data lain yang mendukung penelitian.
Data Sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintah, telaah internet,
studi pustaka serta data hasil penelitian terdahulu dan literatur yang di lihat relevan
3.2.2. Teknik Penentuan Sampel
Tujuan penggunaan sampel adalah agar peneliti dapat memperoleh data yang
dapat mencerminkan keadaan populasi dengan biaya lebih murah dan waktu penelitian
lebih cepat.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random
sampling yakni proses pemilihan sampel dimana anggota populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih. Penetapan ukuran sampel didasarkan atas
pertimbangan Roscoe dalam (Sugiono, 2003), yang mengatakan: Pertama, ukuran
sampel yang layak digunakan dalam penelitian sosial adalah antara 30 sampai 500.
Kedua, bila sampel dibagi dalam kategori, maka jumlah anggota sampel setiap
kategori minimal 30.
3.3. Metode Analisis Data
Untuk menjawab beberapa tujuan penelitian dan hipotesis yang telah
ditetapkan sebelumnya, maka dalam hal ini dipergunakan metode analisis sebagai
berikut berikut:
3.3.1. Analisis Deskriptif
Untuk menganalisa sejauh mana aktivitas pelelengan ikan diatur oleh
Pemerintah Daerah dan bagaimana proses pelelangan ikan dilakukan, serta untuk
mengetahui kontribusi pelelangan ikan terhadap pengembangan wilayah
3.3.2. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan Nelayan di Pekalongan dan Percut
Analisis Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di
Percut dan Pekalongan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pendapatan dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi berganda,
yaitu:
Adapun indikator uji yang dipakai dalam analisis ini adalah uji F dan uji t.
ε = Error term
dimana:
Hipotesis untuk uji F adalah:
H0
H
:faktor jumlah tangkapan ikan, jumlah jam melaut, modal, pengalaman
melaut secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap pendapatan.
1 :faktor jumlah tangkapan ikan, jumlah jam melaut, pengalaman modal,
dengan dasar pengambilan keputusan adalah:
jika probabilitas > 0,05, H0
jika probabilitas < 0,05 H
diterima
0
Hipotesis untuk uji t adalah : ditolak
H0
H
:Variabel jumlah tangkapan, jumlah jam melaut, modal, pengalaman
melaut secara parsial tidak berpengaruh terhadap pendapatan nelayan.
1
dengan dasar pengambilan keputusan adalah :
:Variabel jumlah tangkapan, jumlah jam melaut, modal, pengalaman
melaut secara parsial berpengaruh terhadap pendapatan nelayan.
jika probabilitas > 0,05, H0
jika probabilitas < 0,05 H
diterima
0
3.3.3 Analisis Perbedaan Pendapatan antara Nelayan diPercut dan Pekalongan
ditolak
Uji t digunakan untuk membandingkan pendapatan nelayan di Tempat
Pelelangan Ikan di Percut dan di Pekalongan, dengan persamaan:
t =
X1 = Rata-rata pendapatan nelayan Percut
X2 = Rata-rata pendapatan nelayan Pekalongan
N1 = Jumlah sampel nelayan Percut
S1 = Standard deviasi nelayan Percut
S2 = Standard deviasi nelayan Pekalongan
Adapun indikator uji untuk analisis ini adalah:
Ho = kedua rata-rata pendapatan adalah identik (rata-rata pendapatan nelayan di Percut
dan di Pekalongan adalah tidak berbeda secara nyata).
H1 = kedua rata-rata pendapatan adalah tidak identik (rata-rata pendapatan nelayan
di Percut dan di Pekalongan adalah memang berbeda secara nyata).
dengan dasar pengambilan keputusan adalah :
jika probabilitas > 0,05, H0
jika probabilitas < 0,05 H
diterima
0 ditolak.
3.4. Definisi Variabel Operasional
Pengertian dan batasan dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Pendapatan merupakan pendapatan yang berasal dari sumber yang secara aktual
diterima oleh seorang nelayan yaitu jumlah hasil penjualan tangkapan ikan dari
melaut perbulan (Rp).
2. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan di laut.
3. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah suatu lingkungan kerja yang meliputi areal
perairan, daratan serta sarana-sarana yang dipergunakan untuk memberikan
kapal perikanan, usaha perikanan, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
produksi perikanan.
4. Modal adalah segala sesuatu yang diupayakan untuk mendukung aktivitas nelayan
dalam melakukan kegiatannya selama melaut untuk menangkap ikan (Rp.)
5. Trip penangkapan adalah kegiatan operasi penangkapan yang dihitung sejak mulai
perahu meninggalkan pelabuhan atau tempat pendaratan menuju darah operasi
melakukan penangkapan ikan.
6. Harga adalah harga ikan yang berlaku dijual nelayan maupun harga yang sedang
berlaku di pasaran.
7. Harga Lelang adalah harga ikan yang berlaku pada proses pelelangan yang menjadi
harga kesepakatan antara nelayan dan pembeli.
8. Harga Pasar adalah harga ikan yang diberlakukan oleh tengkulak maupun
pedagang besar yang membeli ikan di Tempat Pelelangan Ikan dan dijual kepada
konsumen
9. Pengembangan Wilayah adalah terciptanya kesempatan kerja dan terjadinya
peningkatan pendapatan sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
10. Jumlah jam melaut adalah jumlah jam/waktu yang digunakan oleh nelayan untuk
melakukan aktivitas menangkap ikan di laut dengan menggunakan perahu, baik
bermotor maupun perahu tanpa motor dan menggunakan alat-alat tangkap ikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian dan Karakteristik Nelayan Pekalongan
Kota Pekalongan terletak didataran rendah Pantai Utara pulau Jawa dengan
ketinggian ±1m di atas permukaan laut dan posisi geografis antara -6050’42”-6055’44”
Lintang Selatan dan 109037’55”-1090
Batas-batas wilayah administratif sebagai berikut:
42’19” Bujur Timur serta berkoordinat fiktif
510,00 – 518,00 km membujur dan 517,75 – 526,75 km melintang.
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang
Sebelah Barat : Kabupaten Pekalongan
Sebela Timur : Kabupaten Batang
Jarak terjauh dari Utara ke Selatan ± 9 km, dan dari Barat ke Timur ± 7 km, Luas
daerah Pekalongan 45,25 km2 .
Pembangunan usaha Perikanan di Kotamadya Dati II Pekalongan di titik
bertakan pada sub sektor Perikanan. Hal ini disebabkan oleh usaha perikanan darat
khususnya usaha budidaya ikan air tawar dan air payau tidak memungkinkan
dikembangkan dengan baik, mengingat situasi dan kondisi Kodya Pekalongan yang
berada di daerah pantai. Usaha pengembangan budi daya air tawar sangat sulit
dilaksanakan karena sempitnya lahan serta sulitnya memperoleh sumber air tawar
mengalami hambatan, yaitu sempitnya lahan karena terdesak oleh pemukiman
penduduk. Luas kolam di Kotamadya Pekalongan 0,1 Ha dengan kemampuan produksi
rata-rata 62,8 ton/tahun, sedangkan luas perairan umumnya yang berasal dari sungai
adalah seluas 37,84 Ha dengan hasil produksi 2,10 ton/tahun. Oleh karena itu ditinjau
secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa usaha perikanan darat di Kodya Pekalongan
belum berarti jika dibandingkan dengan usaha perikanan lautnya.
Kegiatan usaha perikanan laut di Kotamadya Pekalongan secara keseluruhan
di pusatkan di sekitar Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP) yang
terletak di desa Panjang Wetan, Kota Pekalongan Utara, Kotamadya Dati II
Pekalongan. Pelabuhan ini merupakan prasarana usaha Perikanan Laut paling penting
di wilayah kerja Dinas Perikanan Kotamadya Dati II Pekalongan.
Status Pelabuhan Khusus Perikanan yang diberikan pada pelabuhan
Pekalongan pada 1974 yaitu sejak SK Menteri Perhubungan RI Nomor:
KM.188/0/Phb/1974 pada tanggal 16 Juli 1974, tentang perubahan status dari
Pelabuhan Umum (PU) menjadi Pelabuhan Khusus Perikanan (PKP). Selanjutnya
dengan keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 310/Kpts/org/1978 tanggal 25 Mei
1978, Pelabuhan Perikanan Pekalongan dimasukkan dalam klasifikasi Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP) merupakan Unt Pelaksana Teknis (UPT)
yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal
Perikanan (DJP). Pelabuhan tersebut mempnyai fungsi dalam melaksanakan
1. Pusat Pengembangan Masyarakat Nelayan
2. Tempat berlabuh kapal Perikanan
3. Tempat Pendaratan ikan hasil tangkapan
4. Tempat untuk memperlancar kegiatan kapal-kapal perikanan.
5. Pusat Pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan.
6. Pusat Pelaksanaan Pembinaan mutu hasil Perikanan
7. Pusat Pelaksanaan penyuluhan dan Pengumpulan Data.
Disamping itu ada peraturan daerah seperti Peraturan Daerah Propinsi tingkat I
Jawa Tengah No.1 tahun 1984 tentang Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Selanjutnya
Pemerintah mengeluarkan Peraturan (PP) No. 2 tahun 1990 tanggal 20 Januari 1990
tentang Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) yang meliputi juga Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP).
1. Kependudukan
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan
sebagaimana tertuang dalam GBHN. Pembangunan yang dilaksanakan adalah dalam
rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Untuk itu pemerintah telah
melaksanakan berbagai usaha dalam rangka memecahkan berbagai masalah
kependudukan. Usaha-usaha yang mengarah pada pemerataan penyebaran penduduk
telah dilaksanakan pemerintah dengan cara transmigrasi, sedangkan usaha untuk
menekan laju pertumbuhan penduduk telah dilakukan pemerintah dengan program KB
Jumlah penduduk kota Pekalongan pada tahun 2006 adalah 268.470 jiwa terdiri
dari 132.557 laki-laki (49,37%) dan 135.913 perempuan (50,63%). Sedangkan
banyaknya rumah tangga adalah 66.778.
Kepadatan penduduk di kota Pekalongan cenderung meningkat seiring dengan
kenaikan jumlah penduduk. Rasio ketergantungan (Dependency Ratio) Kota
Pekalongan cukup kecil, hal ini disebabkan karena jumlah penduduk usia 15-64 tahun
lebih besar dari penduduk usia 0-14 tahun dan 65 tahun keatas.
Program KB di kota Pekalongan terus ditingkatkan, sehingga diharapkan
peserta KB semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk tahun 2006 tercatat jumlah
peserta KB baru sebesar 6.729 orang.
Banyaknya penduduk Kota Pekalongan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006
dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Pekalongan Barat 40.999 42.615 83.614
Pekalongan Timur 30.908 31.961 62.869
Pekalongan Selatan 25.366 24.996 50.362
Pekalongan Utara 35.284 36.341 71.625
Jumlah Total 132.557 135.913 268.47
2005 132.217 135.357 267.574
2004 130.983 133.949 264.932
2003 130.638 133.579 264.217
2002 130.276 133.264 263.54
Banyaknya penduduk kota Pekalongan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
2006 2005 2004 2003 2002
Laki-laki Perempuan
Gambar 4.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
2. Pendidikan dan Sosial
Peningkatan partisipasi penduduk dalam bidang pendidikan tentunya harus
diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pendidikan maupun tenaga guru yang
memadai.
Pada tahun 2006 di kota Pekalongan jumlah SD sebanyak 128 buah, SMP 27
buah dan SMU 20 buah. Dapat dilihat terjadi penurunan jumlah murid di beberapa
jenjang pendidikan. Banyaknya murid SD adalah 13.171 laki-laki, 12.454 perempuan.
Murid SMP sebanyak 6.230 laki-laki dan 4.949 perempuan. Tabel 4 dapat memberikan
gambaran yang jelas mengenai jumlah guru di tahun 2006 untuk seluruh jenjang
Peningkatan sarana kesehatan sangat diperlukan sebagai upaya dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain pemerintah, peran swasta dalam
menunjang sarana kesehatan juga cukup tinggi. Sarana kesehatan yang lain adalah
Puskesmas, yang merupakan sarana kesehatan yang dapat menjangkau masyarakat
hingga pedesaan. Puskesmas pembantu 27 buah dan Puskesmas Keliling sebanyak 10
buah.
Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah pendapatan usaha
nelayan yang menggunakan perahu/kapal motor berkapasitas ≤ 5 gross ton (GT).
Motor ini mempunyai daya mesin berkekuatan ≤40 daya kuda (PK), dengan ukuran
panjang 5-9 meter dan lebar 1-2 meter yang beranggotakan 5 orang anak buah. Status
kepemilikan perahu (armada) adalah milik toke. Peralatan yang digunakan untuk
menangkap ikan dilaut pada umumnya menggunakan gill net. Pada umum nya 1 trip
waktu melaut adalah 2 hari.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan nelayan responden lebih banyak adalah tamatan SMP.
Tidak ditemukan nelayan yang tamat dari Perguruan Tinggi. Ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan di Pekalongan masih rendah.
Gambaran tingkat pendidikan masyarakat nelayan responden di kota
Gambar 4.2. Grafik Tingkat Pendidikan Nelayan Pekalongan
4. Usia Responden
Gambaran tingkat usia nelayan responden adalah sebagai berikut:
3 3
6
3
8
7
25-30 31-36 37-42 43-48 49-54 ≥ 55
Usia Nelayan Pekalongan
Gambar 4.3. Grafik Usia Nelayan Pekalongan
Usia para nelayan responden di Pekalongan pada umumnya adalah nelayan
yang berumur 49 sampai 54 tahun sebanyak 8 orang, dan untuk kelompok umur 43
sampai 48 tahun sebanyak 3 orang, umur 37 sampai 42 tahun sebanyak 6 orang, umur
31 sampai 32 tahun sebanyak 3 orang dan 25 sampai 30 tahun sebanyak 3 orang SMP
43%
SD 27% SMU/STM/SMK
5. Pengalaman Melaut
Pada umumnya lama pengalaman melaut nelayan Pekalongan adalah 26 tahun
ke atas. Pengalaman melaut responden di Pekalongan dapat dilihat dari Gambar 4.4.
Gambar 5. Grafik Pengalaman Melaut Nelayan Pekalongan
Gambar 4.4. Pengalaman Melaut Nelayan Pekalongan
6. Jumlah Jam Melaut
Dari 30 responden yang diambil, rata-rata jumlah kerja Nelayan Pekalongan
yang memiliki trip 2 hari dan kapasitas kapal 5 GT adalah 5 jam. Jumlah kerja tersebut
meliputi penyebaran alat tangkap, menunggu ikan terkumpul dan menarik alat tangkap
yang sudah berisi ikan.
4.2. Pelelangan Ikan di Pekalongan
4.2.1. Dasar Dilakukannya Pelelangan Ikan
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP) yang dibangun dengan
daerah kelengkapan TPI dan fasilitas pengepakan ikan dimaksudkan untuk
umumnya cepat sekali membusuk, sehingga secara fungsional PPNP (Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan) bergerak melayani dua fungsi sekaligus yaitu fungsi
produksi dan fungsi distribusi/pemasaran hasil. Dari aspek distribusi PPNP (Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan) memiliki posisi strategis terhadap mata rantai
pemasaran ikan karena berfungsi sebagai pasar induk (whole sale market), dimana
ikan-ikan yang didaratkan tersebut setelah dilelang kemudian langsung didistribusikan
ke pasar eceran (retailer market) di daerah konsumen kota maupun di berbagai desa
terpencil atau dikirim dahulu ke tempat pengolahan ikan untuk diproses lebih lanjut
menjadi macam-macam produk olahan seperti ika asin, dipindang, dikaleng, diasap,
atau dijadikan tepung ikan, kemudian baru didistribusikan keberbagai daerah tujuan
seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Lampung dan sebagainya. Dari sekitar rata-rata
51.525 ton setiap tahunnya ikan yang didaratkan dan dilelang di TPI, sekitar 25 %
dipasarkan secara segar, 40 % berupa ikan asin kering, dan 20 % ikan dipindang dan
sisanya di kaleng, diasap, atau dijadikan tepung ikan.
Semua hasil penangkapan ikan dari suatu daerah perikanan yang tidak
dipergunakan sebagai lauk pauk bagi nelayan sekeluarga harus dijual secara lelang di
Tempat Pelelangan Ikan. Tempat Pelelangan Ikan adalah merupakan salah satu
fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah sebagai tempat penjualan ikan hasil
tangkapan nelayan.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka semua hasil penangkapan ikan
yang tidak dipergunakan untuk lauk, harus dijual secara lelang melalui tempat
Harga lelang di Tempat Pelelangan Ikan terbentuk setelah ada persetujuan
antara nelayan dan pedagang. Para pedagang selanjutnya akan membayar kepada
nelayan melalui TPI, sistem pembayaran dilakukan secara tunai langsung dibayar ke
kasir pelelangan. Dalam pelaksanaan pelelangan ikan dapat berjalan dengan tertib,
lancar, berdaya guna dan berhasil guna maka diatur dengan petunjuk dengan
pelaksanaan SK Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah No. 523/344/87 tahun 1987.
Mekanisme Pelelangan Ikan dilaksanakan sebagai berikut :
1. Urutan Pembongkaran
a. Setelah kapal berlabuh dan merapat di dermaga PPNP (Pelabuhan Perikanan
Nusantara Pekalongan) kemudian melapor ke Pos Keamanan (Satpam, Koramil,
Polri,Syahbandar).
b. Setiap perahu dan kapal perikanan yang dengan membawa hasil tangkapannya
akan mendapat nomor urut pembongkaran dari petugas TPI yang ditunjuk.
c. Nomor Urut pembongkaran akan ditulis di papan tulis di papan tulis yang mudah
dibaca oleh umum.
2. Penimbangan
a. Ikan sebelum dilelang, dilakukan penimbangan
b. Penimbangan dilakukan untuk tiap jenis ikan dan satuannya keranjang/basket tiap
lelangan sebanyak 12 keranjang basket dengan berat berkisar antara 300-350 kg,
satu keranjang basket berisi sekitar 25-30 kg.
c. Hasil penimbangan (karcis timbang) diletakkan diatas tumpukan ikan sehingga
3. Pelelangan
a. Pelelangan di TPI dimulai pukul 6.30 sampai selesai. Para pedagang yang
berkecimpung dalam kegiatan pelelangan terdiri dari pedagang besar, menengah,
dan pengecer yang langsung terlibat dalam sistem pelelangan atau langsung
membeli ke pedagang besar.
b. Pelelangan ikan dilakukan berdasarkan urutan pembongkaran dari kapal dan
dilakukan berdasarkan kelompok jenis dan tiap satuan jumlah.
c. Pelelangan ikan dilakukan secara terbuka.
Penentuan harga lelang adalah penawaran tertinggi yang diajukan bakul peserta
lelang, setelah dilakukan pengulangan atas harga penawaran tertinggi tersebut
Sistem Pelelangan Ikan Pekalongan dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Hasil siaran lelang dicatat oleh :
Juru tulis bukul bakul
102 %
97 % 5 %
Kaur Keuangan Diatur dikapal :
Ikan disortir menurut jenisnya dan dimasukkan ke basket
Ikan ditimbang di tempat Penimbangan
Ikan di bawa ketempat Pelelangan
• Pelelangan siap dimulai
• Juru lelang naik keatas kursi lelang • Jam 6.30 WIB, Pelelangan siap dimulai
Juru tulis karcis lelang
Karcis Lembar lelang I untuk nelayan Karcis Lelang II untuk bakul
Juru tulis buku nelayan oKarcis lelang total
oDibuatkan tanda kartu untuk mengambil uang ke kasir nelayan
oData sesuai kartu, di catat pada buku nelayan
Bakul membayar ke kasir bakul ditambah biaya lelang 2 %
Dengan tanda kartu, Nelayan minta uang ke Kasir dikurangi biaya lelang 3 %.
97 %
Kasir Nelayan
97 %
Kasir Bakul
Dibuatkan tanda kartu bagi bakul sebagai bukti pembayaran lunas.
102 %
5 %
Kepala TPI
Keterangan :
1. Kapal Perikanan yang masuk di PPNP melapor ke Pos bersama untuk pemeriksaan
dan mendapatkan nomor urut kemudian berlabuh.
2. Mulai kira-kira jam 24.00 malam, ikan di bongkar oleh para nelayan ABK dan
disortir sesuai dengan mutu maupun jenisnya untuk ditempatkan pada pada Fish
basket yang disediakan oleh KUD ”Makaryo Mino”
3. Mulai kira-kira jam 3 pagi, ikan diangkut oleh petugas menggunakan gerobak
dorong yang disediakan oleh KUD untuk ditimbang.
4. Mulai jam 6.30 pagi, setelah para bakul siap lelang, ikan dilelang sesuai dengan
nomor urut kapalnya, sekali lelang 12 basket, 300 kg.
5. Ikan dilelang secara terbuka untuk umum dengan penawaran meningkat dan
diberikan kepada bakul yang berani membeli dengan harga tertinggi.
6. Ikan segar/yang bermutu baik diprioritaskan , dan dilelang terlebih dahulu.
7. Nelayan menerima uang dari kasir TPI (kasir nelayan) setelah dipotong 3% dari
jumlah lelangnya.
8. Bakul membayar kepada kasir TPI (kasir bakul) dengan ditambah 2%.
9. Uang pungutan lelang 5 % disetorkan ke BPD dan Dispenda Propinsi Jawa Tengah
Cabang Pekalongan oleh TPI.
Adapun pembagian Retribusi dapat dilihat sebagai berikut:
1. Retribusi Tempat Pelelangan Ikan sebesar 5 % dibebankan pada:
a. 3 % dipungut dari nelayan
2. Penggunaan hasil pungutan Retribusi 5 % :
2.1. 0,90 % Pemda Tingkat I Jawa Tengah
2.2. 0,95 % Pemda Tingkat II
2.3. 0,50 % Tabungan Nelayan (dikelola KUD)
2.4. 0,25 % Tabungan Bakul (dikelola KUD)
2.5. 0,45 % Dana sosial nelayan dan kecelakaan di laut (dikelola KUD)
2.6. 0,25 % Dana Pengembangan KUD Mina
2.7. 0,50 % Dana Paceklik (dikelola PUSKUD
2.8. 0,20 % Dana Asuransi (Dikelola PUSKUD)
2.9. 0,85 % Dana Penyelenggaraan Lelang
2.10. 0,10 % Dana Perawatan TPI
Adapun skema penggunaan hasil pungutan retribusi di TPI Pekalongan sesuai
Gambar 4.6. Skema Penggunaan Hasil Retribusi
4.2.2. Kelembagaan Nelayan
Nelayan di Pekalongan pada umumnya bergabung dalam lembaga Koperasi
Unit Desa yang bernama KUD Makaryo Mino yang dibentuk sejak tahun 1996. KUD
berjalan dan terkoordinir baik sekali dari sisi program dan dari sisi pelaksanaan,
sehingga beberapa kali menjadi KUD teladan tingkat Nasional termasuk di tahun 2007.
Ada 1354 nelayan yang terdaftar di KUD Makaryo Mino, termasuk nelayan yang
berasal dari luar Pekalongan.
Adapun tujuan didirikannya KUD Makaryo Mino adalah untuk meningkatkan
Kesejahteraan Nelayan dalam bentuk:
1. Dana Sosial Nelayan
Dana ini berasal dari Pelelangan Ikan untuk membantu kesejahteraan hidup nelayan
dalam bentuk :
a. Bantuan Pendidikan
b. Bantuan Pengobatan
c. Bantuan Kelahiran
d. Bantuan Kecelakaan di Laut
e. Bantuan Pembinaan/penyuluhan
f. Bantuan Kematian
KUD Makaryo Mino telah memberikan bantuan berupa bea siswa terhadap
anak-anak nelayan yang terdaftar menjadi anggota KUD dari Taman Kanak-kanak
sampai Sekolah Lanjutan Atas. Kepada anak-anak nelayan yang berprestasi juga
telah diberikan bea siswa sampai ke Perguruan Tinggi.
2. Dana Tabungan
Tabungan Nelayan dan tabungan bakul ikan (pembeli) di cairkan setiap 6 (enam)
bulan sekali.
3. Dana Paceklik
Pada saat-saat musim Paceklik dimana nelayan tidak melaut, diberikan dalam
bentuk natura (beras) kepada Nelayan Aktif 12,5 kg dan Nelayan Jompo 7,5 kg.
Disamping itu, KUD juga menyediakan kebutuhan-kebutuhan Nelayan dalam
1. Solar 2. Garam
3. Premium 4. Toko Serba ada
5. Olie
Kelembagaan Nelayan yang lain yang ada di Pekalongan adalah (Himpunan
Nelayan Seluruh Indonesia) atau yang sering disingkat dengan HNSI. Lembaga ini
bertujuan untuk memikirkan hal-hal apa saja yang diperlukan nelayan dalam
pekerjaannya sebagai nelayan, mengawasi aktivitas pelelangan ikan agar tidak
merugikan nelayan, dan menjadi wadah untuk menampung aspirasi nelayan. Adapun
yang menjadi pengurus HNSI adalah para nelayan yang sudah memasuki usia pension
dan anak-anak nelayan.
4.2.3. Produksi Ikan
Ada banyak jenis ikan yang ditangkap oleh nelayan Pekalongan. Jenis ikan
yang dimaksud adalah Ikan Layang, Ikan Bawal, Ikan Tenggiri, Ikan Juwi, Ikan
Bentong, Ikan Banyar, Ikan Tongkol, Ikan Lemuru dan banyak jenis ikan lainnya.
Jenis Ikan Dominan yang terdapat di TPI Pekalongan adalah jenis ikan Layang.
Berikut di gambarkan rata-rata besar produksi ikan menurut jenisnya :
Gambar 4.7. Grafik Produksi Jenis Ikan Dominan Pekalongan
Produksi Ikan Dominan Bawal
Harga lelang di Tempat Pelelangan Ikan terbentuk setelah ada persetujuan
antara nelayan dan pedagang. Para pedagang selanjutnya akan membayar kepada
nelayan melalui pengelola TPI. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai dan
langsung dibayar ke kasir pelelangan. Harga Pasar yang berlaku adalah harga ikan
yang dijual oleh para bakul ke pedangang berikutnya
Adapun Jenis, Harga Lelang dan Harga Pasar ikan yang berlaku di TPI
Tabel 4.2. Jenis Ikan Tertangkap di TPI Pekalongan
Sumber: Wawancara dengan Pembeli Ikan di Tempat Pelelangan Ikan
Pembentukan harga diatas dapat dimodelkan sebagai berikut:
Gambar 4.8. Skema Model Pembentukan Harga TPI Pekalongan
Dari data di atas, rata-rata kenaikan dari harga lelang ke harga pasar yang dijual
oleh pedagang besar (bakul) adalah 35 %.
Produksi ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPNP sekitar 54 % berupa
ikan asin (sudah digarami di kapal), selanjutnya oleh pedagang, ikan ini dijemur
menjadi ikan asin kering. Ikan asin kering ini selain dijual di Pulau Jawa (terutama
Jawa Barat) juga ke Pulau Sumatera bahkan sampai ke Timur Tengah. Selebihnya
berupa ikan basah (diawetkan dengan es) diolah dan dipasarkan sebagai berikut:
a. Dijual dalam bentuk segar ke berbagai daerah terutama Jakarta dan Bandung.
b. Diolah menjadi ikan pindang dan dijual ke berbagai daerah di Jawa.
c. Sebagai bahan baku pabrik ikan kaleng dan dipasarkan ke berbagai penjuru tanah
air.
d. Dijual dalam bentuk ikan panggang/baker untuk konsumsi daerah Pekalongan dan
sekitarnya.
4.2.4. Intervensi Pemerintah dalam Melakukan Pelelangan Ikan di Pekalongan
Tempat Pelelangan Ikan Pekalongan yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Jawa Tengah Nomor 10 tahun 2003 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 107 tahun 2003 tentang penyelenggaraan
pelelangan ikan, berada di dalam wilayah operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pekalongan untuk membantu menjual ikan melalui cara lelang di TPI.
Pada saat ini kegiatan pelelangan ikan di PPN Pekalongan diselenggarakan