• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PELAKSANAAN FUNGSI MAUJANA NAGORI

DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

(Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa,

Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:

030903058

THOMBAK A.P. SIAGIAN

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MEMPEROLEH

GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh: Nama : Thombak A.P. Siagian

NIM : 030903058

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : PELAKSANAAN FUNGSI MAUJANA NAGORI DALAM MEWUJUDKAN GOOD

GOVERNANCE

(Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)

Medan, 22 Desember 2008

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Ilmu

Administrasi Negara

Drs. Robinson Sembiring, Msi

NIP. 131 763 360 NIP. 131 568 391

Dr. Marlon Sihombing, MA

DEKAN FISIP USU

NIP. 131 757 010

(3)

PELAKSANAAN FUNGSI MAUJANA NAGORI DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

(Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)

ABSTRAK

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Thombak A. P. Siagian NIM : 030903058

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Dossen Pembimbing : Drs. Robinson Sembiring, MSi

Seiring dengan reformasi, maka tiap-tiap daerah harus mampu mengembangkan potensinya sendiri, yaitu dengan cara peningkatan Pemerintahan Desanya. Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No.13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Umum Pemerintahan Desa, maka BPD atau pada Daerah Simalungun disebut dengan Maujana Nagori khususnya pada Nagori Tanjung Pasir memiliki fungsi diantaranya yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

Adapun tujuan penelitian ini adalah: “Untuk Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.”

Bentuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan kualitatif, yang disajikan dalam bentuk teknis analisis kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada para informan dan observasi langsung ke tempat objek penelitian.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa Maujana Nagori Tanjung Pasir di dalam menjalankan fungsi-fungsinya baik fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan langsung kepada informan. Dimana dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut ada terdapat kerjasama antara Maujana Nagori dengan Pangulu untuk dapat mempermudah pelaksanaan Peraturan Nagori Tanjung Pasir. Sehingga pelaksanaan fungsi Maujana Nagori Tanjung Pasir sudah dapat mewujudkan good governance dalam lingkungan Pemerintahan Nagori Tanjung Pasir.

(4)

DAFTAR ISI

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA………12

2.1. Otonomi Desa……….12

2.2. Nagori……….13

2.2.1. Kewenangan Nagori ………14

(5)

2.4.4. Tiga Elemen Good Governance………33

2.4.5. Pilar-pilar Good Governance………36

BAB III: METODE PENELITIAN………...38

3.1. Bentuk Penelitian………38

3.2. Lokasi Penelitian………38

3.3. Satuan Kajian (Unit of Analysis)………38

3.4. Informan……….39

3.5. Teknik Pengumpulan Data……….40

3.6. Teknik Analisa Data………...41

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN………...43

4.1. Gambaran Umum Nagori Tanjung Pasir………43

4.2. Gambaran Umum Maujana Nagori Tanjung Pasir………...50

BAB V: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...60

5.1. Hasil Penelitian……….…..60

5.2. Hasil Penelitian Pada Maujana Nagori Tanjung Pasir………62

5.3. Pembahasan……….77

BAB VI: PENUTUP………....94

6.1. Kesimpulan……….94

6.2. Saran………....97

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1.3. Klasifikasi Jumlah Penduduk Menurut

Jenis Kelamin………..44 Tabel 4.1.4. Klasifikasi Bidang Mata pencaharian Nagori

Tanjung Pasir……….45 Tabel 4.1.5.1. Tingkat Pendidikan Penduduk Nagori

Tanjung Pasir……….46 Tabel 4.1.5.2. Sarana Pendidikan Penduduk Nagori

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Stuktur Pemerintahan Nagori Tanjung Pasir……….49 2. Strukur Kepengurusan Anggota Maujana

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut

masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas. Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.

Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara, perusahaan atau organisasi masyarakat yang memenuhi syarat- syarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai penerjemahan yang nyata dari demokrasi dengan memastikan bahwa adanya budaya mementingkan kepentingan umum atau negara sebagai penopang demokrasi itu sendiri.

Masih banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak. Seperti yang didefinisikan oleh World Bank sebagai berikut: Good

Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan

(9)

pada umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good Governance.

Kehadiran konsep daerah pada otonomi daerah reformasi bagi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahaan di desa telah memberikan dinamika dan suasana demokratis di dalam pemerintahan desa. Keberadaan institusi-institusi demokrasi selama ini (orde baru) hanya sebagai wadah formal yang tidak memiliki celah atau peluang untuk mendorong penegakan sistem demokrasi pada masyarakat pedesaan. Sebagai wujud pelaksanaan demokrasi tersebut, maka di desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi sebagai lembaga legislatif atau parlemennya desa. Sebagai parlemennya desa BPD berfungsi dalam mengawasi pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan dan belanja desa serta keputusan kepala desa.

Peraturan Desa (Perdes), merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang relatif baru, dalam kenyataan di lapangan belum begitu populer dibandingkan dengan bentuk peraturan perundang-undangan yang lain. Karena masih relatif baru dalam praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa, seringkali Perdes ini diabaikan. Bahkan masih banyak dari pemerintah dan bahkan masyarakat desa mengabaikan Perdes ini sebagai dasar penyelenggaraan urusan kepemerintahan di tingkat desa.

(10)

secara sungguh-sungguh berdasarkan kaidah demokrasi dan partisipasi masyarakat sehingga benar-benar dapat dijadikan acuan bagi penyelenggaraan pemerintahan di tingkat desa.

Sejak lahirnya Perdes sebagai dasar hukum yang baru bagi penyelenggraan pemerintahan di desa, pembentukannya lebih banyak atau bahkan hampir seluruhnya disusun oleh pemerintah desa tanpa melibatkan lembaga legislatif di tingkat desa (Badan Perwakilan Desa dan sekarang disebut Badan Permusyawaratan Desa), apalagi melibatkan masyarakat. Padahal demokratisasi penyusunan perundang-undangan bukan saja menjadi kebutuhan di nasional namun juga di lokal desa.

Pada era otonomi daerah, dipandang perlu penguatan lembaga-lembaga desa serta penguatan organisasi-organisasi masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Penguatan lembaga-lembaga desa serta organisasi masyarakat desa ini perlu supaya ada pembatasan dominasi kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintah di desa.

Dengan berlakunya Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang baru, yaitu UU No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999, fungsi serta kewenangan Badan Perwakilan Desa yang berdasarkan UU 32/2004 diganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak menjalankan fungsi kontrol, yaitu hanya berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat .

(11)

dimiliki oleh BPD berdasarkan UU 22 / 1999, yaitu fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan bersama kepala desa menetapkan peraturan desa (Perdes). Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi dan fungsi menetapkan Perdes yang dimiliki BPD merupakan sarana penting bagi pelembagaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa .

Pembuatan Perdes dalam konteks otonomi daerah hendaknya ditujukan dalam kerangka:

1. Melindungi dan memperluas ruang otonomi dan kebebasan masyarakat

2. Membatasi kekuasaan (kewenangan dan intervensi) pemerintah daerah dan pusat, serta melindungi hak-hak prakarsa masyarakat desa

3. Menjamin kekebasan masyarakat desa

4. Melindungi dan membela kelompok yang lemah di desa

5. Menjamin partisipasi masyarakat desa dalam proses pengambilan keputusan antara lain, dengan memastikan bahwa masyarakat desa terwakili kepentingannya dalam BPD

6. Memfasilitasi perbaikan dan pengembangan kondisi sosial politik dan sosial ekonomi masyarakat desa

(12)

dan melakukan pinjaman desa. Kemudian berdasarkan hak asal-usul desa bersangkutan, kepala desa dapat mendamaikan perkara atau sengketa yang terjadi diantara warganya.

Keberadaan BPD memiliki tugas, fungsi, kedudukan dan wewenang yang tidak kalah kemandiriannya dengan pemerintahan desa (kepala desa). Lembaga ini merupakan perwakilan dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat. Sebagai lembaga legislatif, BPD diharapkan menjadi wadah atau gelanggang politik baru bagi warga desa dan membangun tradisi berdemokrasi.

Sebagai landasan operasional pelaksanaan pemerintah desa, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Mengenai Pengaturan Desa. Di dalam peraturan pemerintah tersebut dijelaskan tentang pembentukan, penghapusan dan penggabungan desa, kewenangan bentuk dan susunan pemerintahan desa serta kerjasama antar desa. Kewenangan tersebut telah memberikan penjelasan bahwa desa tidak lagi sebagai level administrasi belaka, tetapi desa merupakan independent

comunity yakni berhak berbicara atas kepentingan masyarakatnya sendiri.

(13)

adalah membahas rancangan peraturan desa (Perdes) bersama kepala desa, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, membentuk panitia pemilihan kepala desa, menggali, menampung, menghinpun dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Seiring dengan perjalanan waktu perkembangan maka khusus Pemerintah Kabupaten Simalungun merasa perlu mengeluarkan Perda Kabupaten Simalungun No. 13 tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori yang menyatakan bahwa BPD diganti dengan Maujana Nagori sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Nagori mempunyai fungsi untuk menetapkan peraturan Nagori bersama Pangulu, manampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, para Maujana Nagori diharapkan dapat menjalin kerjasama yang baik dengan para Pangulu dan harus mampu menghimpun potensi-potensi yang ada di Nagori.

Berdasarkan wewenang tersebut, Maujana Nagori diharapkan menjadi wadah atau gelanggang politik baru bagi masyarakat desa dalam membangun tradisi berdemokrasi. Sebagai mitra pemerintahan Nagori, Maujana Nagori berperan dalam fungsi kontrol atas kekuasaan eksekutif Nagori sehingga diharapkan tercipta sistem demokrasi di pedesaan.

(14)

Sederet masalah dan kendala yang dihadapi Maujana Nagori antara lain kualitas keanggotaan (SDM), kurang memadai sarana dan prasarana, pengalaman organisasi yang minim dan rasa tanggung jawab yang rendah. Serta kurang akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sehingga menimbulkan ketidakefektifan BPD di dalam menjalankan fungsi- fungsinya guna menciptakan

good governance.

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk mengetahui lebih banyak lagi mengenai pelaksanaan fungsi Maujana Nagori diantaranya fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan dalam mewujudkan good governance khususnya pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.

Sehingga penulis mengangkat judul “PELAKSANAAN FUNGSI MAUJANA NAGORI DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (Studi Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun)”

1.2.Perumusan Masalah

(15)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah: “Untuk Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance Pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.”

1.4.Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis sendiri adalah menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan fungsi Maujana Nagori dalam mewujudkan Good Governance. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

tentang pelaksanaan fungsi Maujana Nagori dalam mewujudkan Good Governance, khususnya bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara.

3. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Simalungun khususnya Kantor Kelurahan Tanjung Pasir dan Maujana Nagori Tanjung Pasir dalam menjalankan fungsi Maujana Nagori untuk mewujudkan good governance.

1.5. Definisi Konsep

(16)

Untuk menetapkan batasan-batasan yang lebih jelas dari setiap variabel yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep. Adapun defenisi konsep yang diajukan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Maujana Nagori adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Nagori sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Nagori.

2. Good Governance adalah pemerintahan yang baik di dalam menciptakan suatu

penyelenggaraan pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administrasi.

3. Fungsi Maujana Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun adalah pelaksanaan tugas yang menjadi kewajiban dan kewenangan dari lembaga tersebut sebagai Parlemennya Pemerintahan Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun meliputi fungsi Legislasi, Anggaran dan Pengawasan.

4. Fungsi Legislasi adalah fungsi yang dimiliki oleh Maujana Nagori di dalam membahas rancangan peraturan nagori bersama Pangulu. Di dalam pembuatan peraturan nagori tersebut dimulai dengan suatu perancangan.

(17)

6. Fungsi Controlling adalah fungsi pengawasan yang dimiliki oleh Maujana Nagori di dalam menetapkan peraturan nagori bersama Pangulu, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

1.6. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu batasan yang diberikan pada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel tertentu (Singarimbun, 1995 :46).

Konsep operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Konsep operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator- indikator sehingga akan lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian. Berikut ini indikator dari Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori dalam mewujudkan Good Governance yakni sebagai berikut:

1. Fungsi Legislasi dengan indikator sebagai berikut: a. Membuat dan merumuskan peraturan nagori

b. Pembahasan substansi Peraturan Nagori dengan aspirasi masyarakat nagori 2. Fungsi Anggaran (Budgetting) sebagai berikut:

a. Keterlibatan langsung dalam merumuskan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Nagori (APB-Nagori)

(18)

3. Fungsi Pengawasan (Controlling) dengan indikator sebagai berikut: a. Menampung aspirasi masyarakat nagori

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar tentang Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori Dalam Mewujudkan Good Governance pada Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, maka terlebih dahulu diuraikan dan dijelaskan akan fungsi Maujana Nagori dan Good Governance.

2.1. Otonomi Desa

Sesuai dengan amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemda (Pemerintah Daerah) berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut asas desentralisasi dan tugas pembantuan.

(20)

2.2. Nagori

Menurut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari daerah. Berbeda dengan luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.

Para ahli sejarah memandang desa sebagai sumber kekuatan dan ketahanan dasar dalam mempertahankan kemerdekaan (community power). Menurut Ndraha (dalam Labolo,2006 : 133), Desa dianggap sebagai sumber nilai luhur yang memiliki karakteristik seperti gotong- royong, musyawarah mufakat, dan kekeluargaan sehingga menimbulkan berbagai semboyan.

Menurut Mutty (dalam Labolo, 2006 : 133), Desa sebagai suatu lembaga pemerintahan dengan hak otonomi yang dimilikinya telah mendapat pengakuan jauh sebelum dilaksanakannya pemerintahan dengan azas desentralisasi.

(21)

Kesatuan Masyarakat Hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada Nagori yang menjadi Kepala Pemerintahan Nagori adalah Pangulu. Sedangkan Sekretaris dan Kepala Urusan disebut dengan Tungkat Nagori. Untuk pimpinan wilayah bagian Nagori dilingkungan kerja pelaksanaan Pemerintahan Nagori adalah Gamot. Untuk bagian wilayah Nagori disebut dengan Huta.

2.2.1. Kewenangan Nagori

Adapun kewenangan Nagori menurut Perda Kabupaten Simalungun No.13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori pada Pasal 156 mencakup:

1. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal- usul Nagori

2. Kewenangan yang oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah

3. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan atau Pemerintah Daerah kepada Nagori disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.

Kewenangan yang dimaksud pada Pasal 156, meliputi bidang- bidang: 1. Bidang Pertanian

(22)

5. Bidang Perkoperasian 6. Bidang Ketenagakerjaan 7. Bidang Kesehatan

8. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 9. Bidang Sosial

10.Bidang Pekerjaan Umum 11.Bidang Perhubungan 12.Bidang Lingkungan Hidup

13.Bidang Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik Dalam Negeri 14.Bidang Pengembangan Otonomi Desa

15.Bidang Perimbangan Keuangan 16.Bidang Tugas Pembantuan 17.Bidang Pariwisata

18.Bidang Pertanahanan 19.Bidang Kependudukan 20.Bidang Perencanaan

21.Bidang Penerangan/Informasi dan Komunikasi

Untuk melaksanakan kewenangannya, Nagori setiap Tahun mendapat bantuan dana dari Pemerintah Daerah.

(23)

1. Nagori dibentuk, dimekarkan, digabung, dihapus dan atau ditata atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal- usul Nagori, kondisi geografis, sosial budaya dan ekonomi masyarakat setempat

2. Tujuan Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan, Penghapusan Nagori adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna Penyelenggaraan Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan.

Pembentukan Nagori dapat berupa penggabungan beberapa Nagori atau bagian Nagori yang bersandingan, atau pemekaran dari satu Nagori menjadi dua Nagori atau lebih, atau pembentukan Nagori diluar Nagori yang telah ada. Pada pembentukan Nagori berdasarkan atas usul Pangulu dan kemudian ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Adapun syarat dari pembentukan, pemekaran, penggabungan dan penghapusan Nagori adalah sebagai berukut:

1. Jumlah penduduk minimal 1000 jiwa atau 200 Kepala Keluarga

2. Luas wilayah terjangkau secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan

3. Mempunyai potensi sumber daya alam yang dapat dikelola untuk kepentingan masyarakat dengan memperhatikan pelestarian lingkungan

4. Minimal terdiri dari 3 (tiga) Huta (Gamot)

(24)

Mekanisme Pembentukan dan Pemekaran Nagori diantaranya:

1. Dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat serta syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud, Nagori dapat dibentuk dan dimekarkan setelah dilakukan pendataan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan 2. Pembentukan dan Pemekaran Nagori dilakukan atas prakarsa masyarakat dan

diusulkan Pangulu setelah mendapat persetujuan dari Maujana Nagori

3. Untuk melaksanankan Pembentukan dan Pemekaran Nagori, Bupati Simalungun membentuk Panitia yang terdiri dari Unsur Pemerintahan Daerah

4. Dalam pembentukan Nagori baru, Kepala Daerah dapat menetapkan Nagori Persiapan, dengan ketentuan setelah adanya pembinaan paling lama 2 (dua) tahun dan memenuhi syarat-syarat terbentuknya Nagori dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah

Penggabungan dan Penghapusan Nagori adalah sebagai berikut:

1. Suatu Nagori yang dalam perkembangan keadaan situasi dan kondisi tidak lagi memenuhi syarat, daaerah ini dapat digabungkan atau dihapuskan.

2. Penggabungan dan atau Penghapusan Nagori dapat dilakukan setelah sedikitnya 5 (lima) tahun penyelenggaraan Pemerintahan Nagori berdasrkan usul Pangulu dan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah

Adapun Pembagian wilayah Nagori yaitu:

1. Dalam wilayah Nagori dapat dibentuk Huta yang merupakan bagian wilayah kerja pelaksana Pemerintahan Nagori yang dipimpin oleh Gamot.

(25)

a. Jumlah penduduk paling rendah 330 jiwa atau 70 KK

b. Luas wilayah terjangkau secara berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan

c. Kondisi sosial budaya masyarakat memungkinkan adanya kerukunan hidup, kerukunan beragama dan mendorong perubahan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat

3. Pembentukan Huta ditetapkan dengan Peraturan Nagori

2.3. Badan Permusyawaratan Desa (Untuk Kabupaten Simalungun disebut MAUJANA NAGORI)

(26)

Keberadaan BPD bukan sekedar pelayan pada sebuah desa melainkan sebagai mitra bagi pemerintah desa dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan, selain itu BPD diharapkan dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa dengan demikian peran BPD benar- benar dirasakan oleh masyarakat.

Berbeda dengan masa Orde Baru, pada periode reformasi, perubahan yang cukup substansial dalam tata Pemerintahan Desa, hal ini terjadi dengan diterbitkannya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan selanjutnya diganti lagi, dan menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Perubahan pengaturan tentang pemerintah daerah melalui Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah membawa konsekuensi penting terhadap elemen dasar pemerintah, yaitu Pemerintahan Desa. Sekalipun tidak begitu signifikan, perubahan yang ditampilkan oleh Undang- Undang tersebut dibandingkan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999, namun dapat dipahami bahwa pengaturan Pemerintahan Desa tampak mengalami perhatian serius oleh pemerintah pusat melalui perubahaan format badan-badan pelaksana dan pertanggungjawaban pemerintah desa. Pemerintahan desa menurut perspektif Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan mempersoalkan kembali relativitas otonomi desa secara normatif dengan membandingkan dalam realitas penyelenggaraannya.

Pertama, adanya pemisahan antara kekuasaan eksekutif desa (Pemerintah

(27)

dan pengawasan kebijakan desa, namun hanya sebagai pelaksana kebijakan. Proses pembuatan kebijakan desa dilakukan dengan melakukan pelibatan partisipasi masyarakat melalui saluran formal berupa lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sekaligus BPD dapat digunakan masyarakat untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan kebijakan desa yang dilakukan oleh eksekutif desa (Pemerintah Desa). Dengan adanya pemisahan kekuasaan antara eksekutif desa dengan legislatif desa maka telah terjadi perubahan struktur Pemerintahan Desa yang tidak lagi bersifat sentralistik yang kemudian berganti dengan pengaturan Pemerintahan Desa secara demokratis melalui pemberian tempat bagi adanya partisipasi oleh warga desa.

Kedua, pengurangan mengenai sistem hirarki birokrasi. Jika pada masa Orde

(28)

Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, di desa dibentuk BPD sebagai lembaga legislasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat bersama kepala desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai lembaga legislasi, BPD memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh pemerintah desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama- sama pemerintah desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme chek and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, BPD memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBD) serta pelaksanaan keputusan pelaksanaan kepala desa. Selain itu, dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

2.3.1. Keanggotaan BPD

Keanggotaan BPD ditetapkan dalam Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 210, yang berbunyi:

1. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat

(29)

3. Masa jabatan BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) masa jabatan berikutnya

4. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam peraturan Daerah (Perda) yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP)

2.3.2. Kewajiban BPD

BPD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 29, menyebutkan BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar 1945 dan mantaati segala peraturan perundang- undangan

2. Melakanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa 3. Mempertahankan dan memelihara hukum Nasional serta keutuhan Negara

kesatuan Republik Indonesia

4. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat 5. Memproses pemilihan kepala desa

6. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan

(30)

2.3.3. Wewenang BPD

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 35, menyatakan bahwa BPD mempunyai wewenang sebagai berikut:

1. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa

3. Mengusulkan pengangkatan kepala desa dan pemberhentian kepala desa 4. Membentuk panitia pemilihan kepala desa

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat

6. Menyusun tata tertib Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Anggota BPD juga mempunyai hak sebagai berikut: 1. Mengajukan rancangan peraturan desa

2. Mengajukan pertanyaan

3. Menyampaikan usul dan pendapat 4. Memilih dan dipilih

5. Memperoleh tunjangan

2.3.4. Fungsi BPD/Maujana Nagori

(31)

2.3.4.1. Fungsi Legislasi

Fungsi legislasi ini terlihat pada keterlibatan BPD dalam mengesahkan Peraturan Desa (Perdes). Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah nomor 76 tahun 2001 pada pasal 30 ayat (1), kemudian direvisi kepada peraturan pemerintah nomor 72 tahun 2005 dalam pasal 35 bahwa wewenang Badan Permusyawaratan Desa diantaranya adalah “Membahas Rancangan Peraturan Desa

Bersama Kepala Desa. Di dalam pembuatan peraturan Desa (Perdes) tersebut

tentunya dimulai dengan suatu perancangan”. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa

sebagai legislasi yakni adanya keterlibatan di dalam merumuskan rancangan Peraturan Desa (Perdes).

Secara normatif rancangan tersebut bersumber dari dua lembaga yakni: 1. Rancangan yang berasal dari Eksekutif Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) 2. Rancangan yang berasal dari Legislatif Desa (Badan Permusyawaratan Desa)

yang disebut rancangan peraturan desa inisiatif.

Akan tetapi, kedua rancangan tersebut baru bisa dijadikan Peraturan Desa (Perdes) jika disetujui oleh kedua belah pihak yaitu legislatif dan eksekutif desa.

2.3.4.2. Fungsi Anggaran (Budgetting)

(32)

Desa sebagai daerah yang otonom harus mampu mengembangkan dirinya sendiri dalam rangka mencapai kemandirian. Untuk itu Desa dituntut tidak hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah maupun pemerintah daerah, akan tetapi harus mampu mempunyai sumber keuangan sendiri. Sumber pendapatan Desa tersebut diatur dan disusun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, penyelenggaraan urusan Pemerintahan Desa didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes), bantuan pemerintah dan pemerintah daerah. Di dalam pasal 68 dijelaskan bahwa sumber pendapatan desa terdiri dari :

1. Pendapatan asli desa meliputi hasil usaha desa , hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi waraga desa, hasil gotong royong dan lain- lain pendapatan asli desa yang sah

2. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/ Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) untuk desa dari retribusi Kabupaten/ kota sebagian diperuntukkan bagi desa

3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/ Kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) yang pembagiannya setiap desa secara proposional yang merupakan alokasi dana desa. 4. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah

Kabupaten/ Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah. 5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat

(33)

pemerintahan desa tersebut. Kemudian semua pendapatan desa disusun menjadi sebuah Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (RAPBDes).

RAPBDes kemudian dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa oleh Kepala Desa besama BPD yang ditetapkan dengan peraturan desa. Fungsi ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 pada pasal 30 ayat (2), kemudian direvisi menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 73 ayat (3) bahwa Kepala Desa bersama BPD menetapkan APBDes setiap tahun dengan Peraturan Desa.

2.3.4.3. Fungsi Controlling (Pengawasan)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi di dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa, artinya institusi ini adalah wadah yang mengakomodir aspirasi masyarakat desa. Di dalam Undang- Undang nomor 32 tahun 2004 pada pasal 209 dikatakan bahwa “BPD berfungsi menetapkan

Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat.” Perwujudan Otonomi Desa adalah suatu peningkatan kemampuan

masyarakat untuk berpartisipasi menuju kehidupan dan tradisi penyelenggaraaan pemerintahan yang didasari dan ditegakkan oleh masyarakat merasa dan turut bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama bagi sesama warga.

2.4. Good Governance

2.4.1. Pengertian Governance

(34)

dapat ditelusuri dari Endarlin (dalam Setyawan, 2004 : 223) governance merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk mengganti istilah goverment, yang menunjuk penggunaan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah- masalah kenegaraan.

Governance yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah

penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan- urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga- lembaga di mana warga dan kelompok- kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan- perbedaan di antara mereka.

Definisi lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non- pemerintah dalam suatu usaha kolektif. Definisi ini mengasumsikan banyak aktor yang terlibat di mana tidak ada yang sangat dominan yang menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusi- institusi negara. Governance mengakui bahwa di dalam masyarakat terdapat banyak pusat pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda.

Governance sebagai proses pengambilan keputusan dan proses yang mana

(35)

beberapa konteks seperti corporate governance, international governance, national

governance, dan local governance.

Menurut Kooiman (dalam Setyawan, 2004 : 224), mengatakan governance merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan- kepentingan tersebut. Governance merupakan mekanisme- mekanisme, proses- proses dan institusi- institusi melalui warga negara mengartikulasikan kepentingan- kepentingan mereka, memediasi perbedaan- perbedaan mereka serta menggunakan hak dan kewajiban legal mereka.

Governance merupakan proses lembaga- lembaga pelayanan, mengelola sumber daya

publik dan menjamin realita hak asasi manusia. Dalam konteks ini good governance memiliki hakikat yang sesuai yaitu bebas dari penyalahgunaan wewenang dan korupsi serta dengan pengakuan hak berlandaskan pada pemerintah hukum.

2.4.2. Pengertian Good Governance

(36)

Menurut O’Brien (dalam Nugroho, 2005 : 142) mendefinisikan good

governance penjumlahan dari cara- cara di mana individu- individu dan institusi-

institusi baik privat maupun publik mengelola urusan- urusan bersamanya.

Tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan perpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelengaraan pemerintahan dan pembangunan menurut dipraktekkannya prinsip good governance.

Lebih lanjut disebutkan dalam konteks pembangunan, definisi governance adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial untuk tujuan pembangunan”, sehingga good governance, dengan demikian adalah “mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien dan merata”.

(37)

2.4.3. Prinsip- Prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip- prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip- prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip- prinsip good governance . Menurut UNDP (dalam Suhady, 2005 : 59) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip- prinsip yang dikembangkan dalam pemerintahan yang baik (good governance) adalah sebagai berikut:

1. Partisipasi

Seiap orang atau setiap warga negara baik laki- laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing- masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Aturan Hukum (Rule of Law)

Kerangka aturan hukum dan perundang- undangan haruslah berkeadilan ditegakkan dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama tentnag aturan hukum tentang hak asasi manusia.

3. Transparansi

(38)

membutuhkannya, dan informasi harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebgai alat monitoring dan evaluasi. 4. Daya Tanggap (Responsiveness)

Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).

5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)

Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing- masing pihak, dan jika mungkin juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

6. Berkeadilan (Equity)

Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik tehadap laki- laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

7. Efektifitas dan Efisiensi

Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar- benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik- baiknya dari berbagai sumber yang tersedia.

8. Akuntabilitas

(39)

(stakeholders). Pertanggung jawaban tersebut berbeda- beda, bergantung pada jenis keputusan organisasi itu bersifat internal atau bersifat eksternal.

9. Bervisi Strategis

Para pimpinan dan warga negara memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut. Mereka juga memahami aspek- aspek historis, kultur, dan kompleksitas sosial yang mendasari perspektif mereka.

10.Saling Keterkaitan

Bahwa keseluruhan ciri good governance tersebut di atas adalah saling memperkuat dan saling terkait dan tidak berdiri sendiri. Misalnya, informasi semakin mudah diakses berarti transparansi semakin baik, tingkat partisipasi akan semakin luas, dan proses pengambilan keputusan akan semakin efektif. Partisipasi yang semakin luas akan berkontribusi pada dua hal, yaitu terhadap pertukaran informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan dan memperkuat keabsahan atau legitimasi atas berbagai keputusan yang ditetapkan. Tingkat legitimasi keputusan yang kuat pada gilirannya akan mendorong efektivitas pelaksanaannya. Kelembagaan yang responsip harus transparan dan berfungsi sesuai dengan aturan hukum dan perundang- undangan yang berlaku agar keberfungsiannya itu dapat bernilai dan berkeadilan.

(40)

satu sama lain saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan otonomi daerah berdasrkan ketentuan terbaru tersebut diperlukan sumber daya aparatur pemerintah daerah yang memiliki karakteristik good

governance.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, para pemerintah kabupaten kota yang harus bertanggung jawab kepada warga negara dalam konteks kerja lembaga aparat baik dibidang manajemen, organisasi maupun dibidang kebijakan publik.

Penerapan good governance kepada pemerintah adalah ibarat warga negara memastikan bahwa mandat, wewenang, hak dan kewajiban telah dipenuhi sebaik- baiknya. Dapat dilihat bahwa arah ke depan good governance adalah pemerintahan yang profesional, bukan dalam arti pemerintah yang dikelola oleh para teknokrat, oleh siapa saja yang mempunyai kualifikasi profesional, yaitu mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan, yang mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam pelaksanaannya berdasarkan etika dan moralitas yang tinggi.

Good governance sebuah upaya baik untuk meningkatkan pemerintah disetiap tingkat. Namun demikian, harus disadari tujuan dari good governance adalah untuk menjalankan pekerjaan pemerintah yang baik yang bersih berdasarkan hukum yang berlaku agar tidak terjadi penyimpangan atau penyelewengan dalam pelaksanaan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

2.4.4. Tiga Elemen Good Governance

(41)

elemen masyarakat. Ketiga elemen tersebut dapat kita sebut sebagai suatu trilogi. Masing-masing memiliki karakter tersendiri tetapi ketiganya tidak akan mampu berdiri dan berkembang sendiri-sendiri. Mereka mengarah pada satu tujuan yaitu kehidupan yang lebih baik bagi setiap insan.

2.4.4.1. Elemen penyelenggara negara

Governance dari sudut penyelenggara negara diartikan sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk mengelola urusan-urusan bangsa, mengelola mekanisme, proses, dan hubungan yang kompleks antarwarga negara dan kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentingannya (yang menghendaki agar hak dan kewajibannya terlaksana) dan menengahi atau memfasilitasi perbedaan-perbedaan di antara mereka.

Ada tiga pilar atau kaki dari good government governance (atau good

governance) ini, yaitu:

1. Economic Governance

Adalah mencakup proses pembuatan keputusan yang mempengaruhi langsung atau tidak langsung aktivitas ekonomi negara.

2. Political Governance

Adalah mengacu pada proses pembuatan keputusan dan implementasi kebijakan negara secara legitimate dan authoritative. Ini terdiri atas elemen legislatif, eksekutif, dan judikatif.

3. Administrative Governance

(42)

orang mengutip kata good government governance (good governance) tetapi sebenarnya mengacu pada pengertian sempit administrative governance.

2.4.4.2. Elemen Pelaku Bisnis

Pelaku bisnis, yang berupa kumpulan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang industri barang dan jasa, memiliki pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan sosial, politik, dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan-perusahaan itu sendiri.

Sejalan dengan globalisasi, di mana setiap perusahaan tidak kebal lagi terhadap batasan-batasan tradisional geografis dan negara. Tuntutan tanggung jawab perusahaan tidak lagi pada penciptaan keuntungan bagi pemilik modal saja. Tetapi meluas pada bagaimana perusahaan secara seimbang memberikan nilai tambah berkesinambungan bagi pemegang saham dan juga bagi kepentingan para

stakeholder-nya.

Governance dari sudut pihak pelaku bisnis atau sering disebut sebagai good

corporate governance (GCG) diartikan secara lengkap sebagai struktur, sistem, dan

proses yang digunakan oleh organ perusahaan. Ini untuk memberikan nilai tambah perusahaan yang berkesinambungan dalam jangka panjang bagi pemegang saham. Namun, dengan tetap memperhatikan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

(43)

peluang penyalahgunaan aset perusahaan. Sebagai proses, GCG memastikan tranparansi dalam proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan pengukuran kinerjanya.

2.4.4.3. Elemen Masyarakat

Governance dari sudut masyarakat kadang disebut societal governance atau

society saja. Masyarakat atau society terdiri atas individual maupun kelompok (baik

teroganisir maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi dengan aturan formal maupun informal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan lain-lain.

Terwujudnya pembangunan manusia yang berkelanjutan bukan hanya tergantung pada negara yang mampu memerintah dengan baik dan komunitas bisnis yang mampu menyediakan pekerjaan dan penghasilan. Tetapi juga tergantung pada organisasi masyarakat sipil (civil society organizations) yang memfasilitasi interaksi sosial dan politik dan yang memobilisasi berbagai kelompok di dalam masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas sosial, ekonomi, dan politik.

Organisasi masyarakat sipil tidak hanya melakukan check and balances terhadap kewenangan kekuasaan pemerintah dan komunitas bisnis. Tetapi, mereka juga dapat memberikan kontribusi dan memperkuat kedua unsur utama yang lain tersebut.

2.4.5. Pilar-pilar Good Governance

(44)

1. Negara

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan

c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable d. Menegakkan HAM

e. Melindungi lingkungan hidup

f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik 2. Sektor Swasta

a. Menjalankan industri

b. Menciptakan lapangan kerja

c. Menyediakan insentif bagi karyawan d. Meningkatkan standar hidup masyarakat e. Memelihara lingkungan hidup

f. Menaati peraturan

g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

3. Masyarakat Madani

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi b. Mempengaruhi kebijakan publik

c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah

d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah e. Mengembangkan SDM

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bentuk Penelitian

Bentuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk penelitian deskriptif kualitatif. Sebagaimana menurut Nawawi (1990:64), bahwa bentuk deskriptif yaitu bentuk penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah- masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.

Dengan demikian penelitian ini akan menggambarkan fakta- fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta- fakta yang ada dan mencoba menganalisa kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Maujana Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun.

3.3. Satuan Kajian (unit of analysis)

Dalam penelitian ini yang menjadi satuan kajian dibagi atas tiga komponen, yaitu:

(46)

b. Pemerintah Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun (sebagai Eksekutif)

c. Masyarakat Nagori Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun

3.4. Informan

Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terkait dalam pemerintahan Nagori Tanjung Pasir dan Maujana Nagori Tanjung Pasir yang dapat memberikan informasi atau keterangan mengenai Pelaksanaan Fungsi Maujana Nagori dalam Mewujudkan Good Governance Pada Nagori Tanjung Pasir.

Dalam menentukan informan, yang pertama dilakukan adalah menjabarkan ciri-cir atau karakteristik dari objek penelitian, yang dipilih adalah informan yang mengetahui dengan jelas dan sesuai dengan tujuan dari permasalahan.

Oleh sebab itu, informan tersebut diharapkan mampu memberikan keterangan tentang pelaksanaan fungsi Maujana Nagori dalam mewujudkan Good Governance Nagori Tanjung Pasir. Adapun yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah: 1. Maujana Nagori Tanjung Pasir sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu:

-. Ir. Ramses Silaen sebagai Ketua Maujana Nagori Tanjung Pasir -. Polman Siburian sebagai Sekretaris Maujana Nagori Tanjung Pasir -. Indriani sebagai Bendahara Maujana Nagori Tanjung Pasir

2. Pemerintah Nagori tanjung Pasir sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu: -. Magdalena Tambunan sebagai Pangulu Nagori Tanjung Pasir -. Rita Sianturi sebagai Sekretaris Nagori Tanjung Pasir

(47)

Sedangkan yang menjadi informan biasa adalah masyarakat Nagori Tanjung Pasir sebanyak 5 (lima) orang, diantaranya yaitu:

-. Ibu R. Simorangkir -. Bapak Ir. J. Siahaan -. Bapak Juwarno -. Bapak Amran

-. Bapak T. LumbanTobing

Jadi, jumlah informan yang diwawancarai adalah sebanyak 11 (sebelas) orang, dimana informan kunci (key informan) adalah sebanyak 6 (enam) orang dan informan biasa sebanyak 5 (lima) orang.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan dua cara yaitu :

3.5.1. Pengumpulan Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan

penelitian langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui:

3.5.1.1. Metode Wawancara

(48)

3.5.1.2. Metode Observasi

Yaitu dengan mengadakan pengamatan secara langsung dan selanjutnya mengadakan pencatatan terhadap gejala-gejala yang ditemukan di lapangan serta mencatatnya ke dalam catatan penelitian (field note) yang terkait dengan pelaksanaan fungsi Maujana Nagori dalam mewujudkan good governance.

3.5.2. Pengumpulan Data Sekunder, yaitu pengumpulan data yang dilakukan

melalui studi pustaka dan diperlukan untuk mendukung data primer. Pada penelitian ini yang menjadi data sekunder yaitu :

3.5.2.1. Penelitian Kepustakaan

Adalah pengumpulan data-data yang diperoleh melalui buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang sedang diteliti.

3.5.2.2. Studi Dokumenter (documentary)

Yaitu dengan menelaah catatan tertulis, arsip yang menyangkut masalah yang diteliti pada lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dari lapangan dari para informan.

Ada tiga unsur utama dalam proses analisis data penelitian kualitatif, menurut Miles dan Hubermanm (dalam Manurung, 2005: 89), yaitu :

(49)

Reduksi data adalah bagian dari proses yaitu bentuk analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hasil yang tidak penting, dan mengatur data, sehingga dapat dapat dibuat kesimpulan. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian, berupa singkatan pembuatan kode, memusatkan tema, membuat batasan persoalan.

b. Display Data (Penyajian data)

Sajian data adalah suatu susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan penelitian. Penyajian data dalam bentuk matriks, gambaran, skema, jaringan kerja dan tabel, mungkin akan berguna mendapatkan gambaran yang jelas serta memudahkan dalam penyususnan kesimpulan penelitian. Pada dasarnya, sajian data dirancang untuk menggambarkan suatu informasi secara sitematik dan mudah dilihat serta dipahami dalam bentuk keseluruhan sajiannya.

c. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)

(50)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Nagori Tanjung Pasir

Gambaran umum tentang Nagori Tanjung Pasir pada penelitian ini dijelaskan mengenai 6 (enam) kondisi, yaitu sebagai berikut:

4.1.1. Luas dan Batas Wilayah Nagori Tanjung Pasir

Luas Nagori Tanjung Pasir adalah sekitar 6,81 Km2. Adapun batas wilayah dari Nagori Tanjung Pasir yaitu:

a. Sebelah barat berbatasan dengan Tanah Jawa b. Sebelah timur berbatasan dengan Muara Mulia

c. Sebelah utara berbatasan dengan Panambean Marjanji d. Sebelah selatan berbatasan dengan Hatonduhan

Nagori Tanjung Pasir memiliki 5 dusun/huta, yaitu sebagai berikut: a. Dusun/Huta I Cinta Raja Pasar II

(51)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Masyarakat Nagori Tanjung Pasir merupakan masyarakat heterogen, dimana daerah ini dihuni oleh berbagai suku bangsa yakni Batak Toba, Karo, Jawa, Mandailing merupakan suku daerah ini yang memiliki sifat keterbukaan dan menerima dengan baik suku pendatang. Meskipun masyarakatnya majemuk, namun suasana kekeluargaan dan kekerabatan samapai sekarang masih cukup tinggi. Tidak ada perbedaan antara penduduk asli dengan pendatang dalam kehidupan sehari-harinya sehingga kehidupan berdampingan berjalan dengan baik.

4.1.3. Klasifikasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Berdasarkan data Statistik pada kantor Nagori Tanjung Pasir Tahun 2008, jumlah penduduk Nagori Tanjung Pasir adalah 3.325 Jiwa, terdiri dari laki-laki berjumlah 1.634 Jiwa dan perempuan berjumlah 1.691 Jiwa.

Tabel 4.1.3. Klasifikasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

NO JENIS KELAMIN JUMLAH

1 LAKI-LAKI 1.634

2 PEREMPUAN 1.691

JUMLAH 3.325

Sumber Data: BPS SIMALUNGUN, Kecamatan Tanah Jawa Dalam Angka 2008

(52)

4.1.4. Mata Pencaharian

Dilihat dari segi perekonomian atau mata pencaharian, mayoritas masyarakat Nagori Tanjung Pasir bermata pencaharian dibidang pertanian. Selain itu juga sebagian masyarakat Nagori Tanjung Pasir juga bekerja di bidang industri, konstruksi, perdagangan, transportasi, jasa/pemerintahan dan lainnya. Berikut klasifikasi mata pencaharian penduduk Nagori Tanjung Pasir.

Tabel 4.1.4. Klasifikasi Bidang Mata Pencaharian Nagori Tanjung Pasir

NO BIDANG MATA PENCAHARIAN JUMLAH

1 PERTANIAN 594

2 INDUSTRI 19

3 KONSTRUKSI 3

4 PERDAGANGAN 28

5 TRANSPORTASI 32

6 JASA/PEMERINTAHAN 532

7 LAINNYA 555

Jumlah 1.763

Sumber Data: BPS SIMALUNGUN, Kecamatan Tanah Jawa Dalam Angka 2008

(53)

4.1.5. Pendidikan

Pendidikan merupakan instrumen yang penting didalam menentukan maju mundurnya suatu daerah. Hal tersebut terjadi karena apabila berbicara tentang pendidikan kita akan bersentuhan dengan sumber daya manusianya, kualitas masyarakat dan kualitas arah pembangunan daerah tersebut. Berikut gambaran tingkatan pendidikan yang ditamatkan, yaitu:

Tabel 4.1.5.1. Tingkat Pendidikan Penduduk Nagori Tanjung Pasir

NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH 1 TIDAK/BELUM SEKOLAH 446 2 TIDAK TAMAT SD 422

3 SD 726

4 SLTP 754

5 SLTA 730

6 DIP. I-II 14

7 DIP. III 26

8 DIP. IV- S1 59

JUMLAH 3.177

Sumber Data: BPS SIMALUNGUN, Kecamatan Tanah Jawa Dalam Angka 2008

(54)

Berikut gambaran sarana pendidikan masyarakat Nagori Tanjung Pasir, diantaranya yaitu:

Tabel 4.1.5.2. Sarana Pendidikan Penduduk Nagori Tanjung Pasir

NO LEMBAGA JUMLAH

1 TK 1

2 SD 3

3 SLTP 2

4 SLTA -

5 LEMBAGA PENDIDIKAN KEAGAMAAN -

JUMLAH 6

Sumber Data: BPS SIMALUNGUN, Kecamatan Tanah Jawa Dalam Angka 2008

4.1.6. Agama

Masyarakat Nagori Tanjung Pasir mayoritas menganut Agama Protestan. Akan tetapi ada beberapa kepala keluarga dari suku pendatang yang menganut Agama Hindu. Berikut jenis agama pada masyarakat Nagori Tanjung Pasir.

Tabel 4.1.6. Klasifikasi Jenis Agama Masyarakat Nagori Tanjung Pasir

NO. AGAMA JUMLAH

1 ISLAM 1.186

2 KATHOLIK 53

3 PROTESTAN 1.929

4 HINDU 1

(55)

6 LAINNYA 8

JUMLAH 3.177

Sumber Data: BPS SIMALUNGUN, Kecamatan Tanah Jawa Dalam Angka 2008

Berdasarkan dari tabel diatas, bahwa mayoritas masyarakat Nagori Tanjung Pasir beragama Protestan. Namun demikian perbedaan agama tidak dijadikan hambatan di dalam melakukan kerjasama untuk pembangunan Nagori Tanjung Pasir, karena kerukunan antar agama di daerah ini sangat dijunjung tinggi.

4.1.7. Etnis

Masyarakat Nagori Tanjung Pasir merupakan masyarakat yang majemuk (heterogen). Kemajemukan tersebut terlihat dari beranekaragaman suku yang mendiami wilayah ini. Suku-suku tersebut adalah Batak Toba, Karo, Mandailing, Jawa, Minang, dan lainnya. Berikut gambaran beberapa etnis dan jumlah suku yang ada di Nagori Tanjung Pasir.

Tabel 4.1.7. Klasifikasi Jenis Suku pada Masyarakat Nagori Tanjung Pasir

NO. JENIS SUKU JUMLAH

1 BATAK TOBA 1.663

2 KARO 564

3 MANDAILING 35

4 JAWA 1006

5 MINANG 29

6 LAINNYA 28

JUMLAH 3.325

(56)

4.1.8. Stuktur Pemerintahan Nagori Tanjung Pasir

Gambar 1.

(57)

4.2. Gambaran Umum Maujana Nagori Tanjung Pasir

4.2.1. Sejarah Singkat Berdirinya Maujana Nagori Tanjung Pasir

Pada tahun 2001 terbentuklah Maujana Nagori Tanjung Pasir diikuti dengan pengangkatan pejabat sementara Kepala Desa (sekarang Pangulu) Tanjung Pasir yang bertugas membentuk panitia pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa (sekarang Maujana Nagori) dan mempersiapkan pelaksanaan pemilihan Pangulu. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No. 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan Kabupaten Simalungun, Pemerintah Kabupaten melalui pihak Kecamatan menginstruksikan kepada Pangulu Tanjung Pasir agar menyelenggarakan rapat desa dan membentuk panitia pemilihan anggota Maujana Nagori Tanjung Pasir.

Menurut Peraturan Daerah tersebut, yang berbunyi anggota Maujana Nagori dipilih dari calon-calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi sosial politik, golongan profesi dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan. Dan juga disebutkan bahwa jumlah anggota Maujana Nagori ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan.

(58)

Pada tanggal 10 Januari 2001 dikeluarkanlah Surat Keputusan Bupati Kabupaten Simalungun yang ditujukan kepada Kecamatan Tanah Jawa Nagori Tanjung Pasir Nomor: 141/15/Pem/TP/2001 tentang pengesahan pimpinan dan susunan kepengurusan anggota Maujana Nagori Tanjung Pasir Periode tahun 2001-2007. Keluarnya surat Keputusan tersebut berarti terbentuklah Maujana Nagori Tanjung Pasir sebagai parlemen desa yang kuat secara hukum dan kuat secara fakta karena dipilih secara demokratis.

(59)

4.2.2. Kedudukan dan Fungsi Maujana Nagori Tanjung Pasir

Maujana Nagori Tanjung Pasir yang terbentuk pada tanggal 10 Januari 2001, mempunyai kedudukan sebagai unsur Pemerintahan Nagori Tanjung Pasir. Berdasarkan Kepmendagri No. 64 Tahun 1999 pasal 35 dijelaskan bahwa kedudukan BPD adalah sebagai berikut:

a. BPD sebagai badan perwakilan merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila

b. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dengan Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkatnya)

Sedangkan menurut Perda Kabupaten Simalungun No 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 97 bahwa Maujana Nagori berkedudukan sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Nagori. Sedangkan untuk fungsi Maujana Nagori berdasarkan Perda Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 98, berfungsi menetapkan Peraturan Nagori bersama Pangulu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

4.2.3. Tugas dan Wewenang Maujana Nagori Tanjung Pasir

Menurut Perda Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 99, menyatakan bahwa tugas dan wewenang Maujana Nagori Tanjung Pasir adalah sebagai berikut:

1. Membahas rancangan Peraturan Nagori bersama Pangulu

(60)

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Pangulu 4. Membentuk Panitia Pemilihan Pangulu

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, menyalurkan aspirasi masyarakat

6. Menyusun tata tertib Maujana Nagori

4.2.4. Hak dan Kewajiban Anggota Maujana Nagori Tanjung Pasir

Dalam Perda Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 100, disebutkan bahwa yang menjadi hak Maujana Nagori Tanjung Pasir adalah:

1. Meminta keterangan kepada Pemerintah Nagori 2. Mengajukan Rancangan Peraturan Nagori 3. Mengajukan pertanyaan

4. Menyampaikan usul dan pendapat 5. Memilih dan dipilih

6. Memperoleh tunjangan

Anggota Maujana Nagori mempunyai Kewajiban berdasarkan Perda Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 101, yaitu sebagai berikut:

(61)

2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagori

3. Mempertahankan dan memelihara Hukum Nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

4. Memproses pemilihan Pangulu

5. Mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan

6. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat

7. Menjaga Norma dan Etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan

Pada Perda Kabupaten Simalungun No. 13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 102, juga menyatakan bahwa:

1. Maujana Nagori mempunyai kewajiban menyampaikan informasi hasil kinerjanya kepada masyarakat

2. Penyampaian hasil kerja Maujana Nagori sebagaimana dimaksud ayat (1) disamapaikan paling sedikit satu kali dalam satu tahun

3. Anggota Maujana Nagori berkewajiban untuk memberi penjelasan atas pertanyaan peserta pertemuan

4.2.5. Pencalonan, Penetapan dan Pemberhentian Maujana

(62)

1. Anggota Maujana Nagori adalah wakil dari penduduk Nagori bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah (Huta)

2. Anggota Maujana Nagori terdiri dari Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan Tokoh atau Pemuka Masyarakat lainnya

3. Syarat lain untuk dapat dicalonkan menjadi anggota Maujana Nagori adalah: a) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b) Berpendidikan sekurang-kurangnya SLTP atau sederajat

c) Berumur sekurang-kurangnya 25 tahun setinggi-tingginya 60 tahun d) Sehat jasmani dan rohani

e) Tidak sedang menjalani hukuman atau terdakwa f) Bersedia dicalonkan

g) Berdomisili di Nagori yang bersangkutan minimal 2 tahun berturut-turut Sedangkan untuk Penetapan Maujana Nagori Pada Perda Kabupaten Simalungun No.13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 104, yaitu:

1. Calon anggota Maujana Nagori ditetapkan secara musyawarah dan mufakat 2. Mekanisme musyawarah dan mufakat adalah:

a) Penetapan Anggota Maujana Nagori dilaksanakan dalam rapat Pemilihan Maujana Nagori yang didampingi oleh Pangulu dibantu Sekretaris Nagori dengan dihadiri oleh para Calon Anggota Maujana Nagori, Tungkat Nagori, Lembaga Kemasyarakatan dan Pemuka Masyarakat

(63)

3. Peserta musyawarah adalah Gamot, Pemangku Adat, Golongan Profesi, Pemuka Agama dan Tokoh atau Pemuka Masyarakat lainnya

4. Yang dapat dipilih menjadi Calon Anggota Maujana Nagori adalah peserta musyawarah

5. Jumlah Anggota Maujana Nagori ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan Nagori, dengan ketentuan:

a) Jumlah penduduk sampai dengan 1500 jiwa, jumlah anggota 5 (lima) orang

b) Jumlah penduduk 1501 jiwa sampai dengan 2000 jiwa, jumlah anggota 7 (tujuh) orang

c) Jumlah penduduk diatas 2001 jiwa, jumlah anggota 9 (sembilan) orang 6. Hasil pemilihan anggota Maujana Nagori dan Pengurus Maujana Nagori dimuat

dalam Berita Acara dan Surat Keputusan Pangulu kemudian diajukan kepada Camat untuk diterbitkan Surat Keputusan Pengesahan Pengangkatan oleh Kepala Daerah

7. Selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Pemilihan Pengurus Maujana Nagori, nama-nama yang terpilih diajukan kepada Kepala Daerah melalui Camat

Dalam Perda Kabupaten Simalungun No.13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori Pasal 112, Keanggotaan Maujana Nagori berhenti atau diberhentikan karena:

(64)

2. Atas permintaan sendiri

3. Telah berakhirnya masa jabatan dan telah dilantiknya anggota Maujana Nagori yang baru

4. Melanggar sumpah/janji

5. Melakukan tindak pidana atas Keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

6. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Nagori

7. Tidak berdomisili lagi di Nagori tempat terpilih sebagai Maujana Nagori

4.2.6. Struktur Organisasi Maujana Nagori Tanjung Pasir

(65)

Gambar 2.

Strukur Kepengurusan Anggota Maujana Nagori Tanjung Pasir

Dengan penjelasan sebagai berikut:

NO. NAMA JABATAN

1 Ir. RAMSES SILAEN KETUA 2 POLMAN SIBURIAN SEKRETARIS

3 INDRIANI BENDAHARA

4 K. TAMBUNAN ANGGOTA I

5 JAWATER SILABAN ANGGOTA II

6 TUBAN ANGGOTA III

KETUA

MAUJANA NAGORI

SEKRETARIS

ANGG. I

BENDAHARA

ANGG. II

ANGG. V ANGG.

IV ANGG.

III

(66)

7 AMUN SUTANTO ANGGOTA IV

8 K. HUTAPEA ANGGOTA V

9 RAMLY SIREGAR ANGGOTA VI

(67)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui hasil wawancara dengan informan. Informan kunci dan informan biasa dilakukan dengan wawancara yang berupa pertanyaan mengenai permasalahan yang termuat dalam skripsi ini dan juga berdasarkan kepada teori yang ada. Tidak hanya wawancara saja, tetapi penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian. Sedangkan data-data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan sekunder yang ada dan yang berhubungan dengan penelitian.

Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih 3 bulan di lokasi penelitian yakni pada Maujana Nagori Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Jawa. Dalam melaksanakan penelitian, ada beberapa hambatan yang dialami pada saat pengambilan data yaitu kurang lengkapnya data- data yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Maujana Nagori dan jarangnya informan berada di lokasi penelitian.

Dalam hal ini, penulis menjadikan Maujana Nagori Tanjung Pasir sebagai fokus penelitian yaitu yang menjadi informan kunci (key informan) sebanyak 6 (enam) orang diantaranya:

(68)

-. Polman Siburian sebagai Sekretaris Maujana Nagori Tanjung Pasir -. Indriani sebagai Bendahara Maujana Nagori Tanjung Pasir

2. Pemerintah Nagori tanjung Pasir sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu: -. Magdalena Tambunan sebagai Pangulu Nagori Tanjung Pasir -. Rita Sianturi sebagai Sekretaris Nagori Tanjung Pasir

-. Holong Siagian sebagai Kaur Pembangunan

Sedangkan yang menjadi informan biasa adalah masyarakat Nagori Tanjung Pasir sebanyak 5 (lima) orang, diantaranya yaitu:

-. Ibu R. Simorangkir -. Bapak Ir. J. Siahaan -. Bapak Juwarno -. Bapak Amran

-. Bapak T. LumbanTobing

Jadi, jumlah informan yang diwawancarai adalah sebanyak 11 (sebelas) orang, dimana informan kunci (key informan) adalah sebanyak 6 (enam) orang dan informan biasa sebanyak 5 (lima) orang.

(69)

Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan melakukan wawancara, maka berikut ini akan disajikan hasil pengumpulan data tentang Pelaksanaan fungsi Maujana Nagori Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Jawa dalam mewujudkan Good Governance.

Sebagaimana diungkapkan pada bagian terdahulu berdasarkan, Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Pasal 73 ayat 3 bahwa, Kepala Desa bersama BPD menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) setiap tahun dengan Peraturan Desa, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 dan 64 Tahun 1999 dan untuk daerah Simalungun khususnya pada Nagori Tanjung Pasir yaitu mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun No.13 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Nagori, maka dapat disimpulkan bahwa tugas dan fungsi BPD/Maujana Nagori terdiri atas tiga fungsi yaitu:

1. Fungsi Legislasi

2. Fungsi Budgetting (Anggaran) 3. Fungsi Controlling (Pengawasan)

Hasil pengumpulan data tersebut, akan penulis uraikan secara deskriptif dan diinterpretasikan.

5.2. Hasil Penelitian Pada Maujana Nagori Tanjung Pasir 5.2.1. Fungsi Legislasi

Fungsi legislasi ini terlihat pada keterlibatan Maujana Nagori dalam

Gambar

Tabel 4.1.3.  Klasifikasi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.1.4. Klasifikasi Bidang Mata Pencaharian Nagori Tanjung Pasir
Tabel 4.1.5.1. Tingkat Pendidikan Penduduk Nagori Tanjung Pasir
Tabel 4.1.5.2. Sarana Pendidikan Penduduk Nagori Tanjung Pasir
+4

Referensi

Dokumen terkait

ayat (3), dan Pasal 72 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32

Menimbang : bahwavtonlkiaZIG vntak melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 158,

Dalam pelaksanaan pembinaan bagi masyarakat desa sesuai dengan Pasal 14 ayat 2 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, pemerintah desa terkesan lemah bahkan

bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Peraturan Daerah Kabupaten Selayar Nomor 13 Tahun 2001 tentang Tata Cara

Abstrak : Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun

bahwa untuk melaksanakan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa Pemerintahan Desa merupakan penyelenggaraan dari urusan Pemerintahan oleh Pemerintah