• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH

DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA

PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK

SENTRA KREDIT KECIL POLONIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SISKA YOPITA BR SITEPU

NIM : 080200091

Jurusan : Hukum Keperdataan Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH

DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA

PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK

SENTRA KREDIT KECIL POLONIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SISKA YOPITA BR SITEPU

NIM : 080200091

Jurusan : Hukum Keperdataan Dagang

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum) NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

(

Sinta Uli, S.H., M.Hum ) (Ramli Siregar, S.H., M.Hum)

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, penulis haturkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, tetap setia menuntun dan membimbing penulis dengan Kasih KaruniaNya dari awal hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Sumatera Utara, untuk hal tersebut penulis telah memilih judul Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia. Skripsi ini membahas mengenai kesetaraan berkontrak antara para pihak, perlindungan hukum terhadap kepentingan nasabah dalam perjanjian kredit dan penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa antara para pihak dalam perjanjian kredit pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan moril maupun materil dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku pembantu dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

4. Bapak M. Husni, S.H., M.Hum selaku pembantu dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku ketua departemen hukum keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum selaku sekretaris departemen hukum keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing I sekaligus dosen pembimbing akademik penulis yang telah banyak memberikan waktu dan pemikiran serta arahan-arahan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing II penulis yang telah memberikan waktu dan tenaganya serta dengan sabar membimbing, memberikan petunjuk dan bantuan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. Bapan dan Ibu dosen Fakultas Hukum USU Medan yang telah mendidik dan menambah keilmuan dan pengetahuan penulis.

10. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan riset dalam menyusun skripai ini serta Ibu Endah yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. 11. Dan pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis secara khusus

(5)

Perangin-anginyang dengan doa, kasih sayang dan ketulusan hati mereka telah membesarkan, mendidik dan memberikan arahan serta memberikan dukungan baik moril maupun materiil dalam penulisan skripsi ini.

12. Kepada abang-abangku : Pilius Mikael Sitepu dan Junianta Sitepu yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Kepada teman-teman stambuk 2008 pada umumnya dan pada khususnya Lisda Sagala, Rahayu Trisakti Gultom, Oka Wina Sagala, Rumanty, Gladyssia Kinssy, Josephine, dan teman-teman lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangannya, oleh karena itu setiap saran, masukan, serta kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima Kasih.

Medan, Mei 2012

(Siska Yopita

(6)

ABSTRAK

Sinta Uli* Ramli Siregar** Siska Yopita Br Sitepu***

Salah satu aspek penting dalam bahasan hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah perjanjian antara keduanya yang biasanya dibuat secara sepihak oleh Bank. Berhubung perjanjian antara bank dengan nasabah dibuat secara sepihak oleh bank, yang memungkinkan bank membuat formulir-formulir perjanjian yang tidak seimbang, yang dapat merugikan nasabah. Sebagai pembuat draf perjanjian yang tidak melibatkan nasabah, bank secara manusiawi akan cenderung protektif terhadap dirinya sendiri. Oleh karena pentingnya perlindungan terhadap nasabah khususnya nasabah debitur kecil maka penulis memilih judul skripsi ini.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah melihat bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian baku kredit khususnya di dalam Perjanjian Kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, bagaimana hukum melindungi debitur dalam perjanjian kredit serta bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi permasalahan dalam sebuah perjanjian kredit. Metode penelitian yang digunakan Penulis dalam skripsi ini adalah metode penelitian yuridis nomatif dan yuridis empiris dan sifat dari penilitian ini adalah bersifat deskriptif sedangkan sumber data dapat diperoleh dari data primer maupun data sekunder dan teknik pengumpulan dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku karangan ilmiah, peraturan perundanng-undangan, serta melakukan wawancara dengan instansi yang terkait.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di dalam perjanjian kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk masih terdapat beberapa klausula yang memberatkan nasabah sehingga tercipta kedudukan yang tidak seimbang di antara pihak, dalam hal ini nasabah debitur berada posisi yang lemah. Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah melarang pencantuman klausula baku di dalam suatu perjanjian, tetapi dalam kenyataannya masih terdapat klausul-klausul yang bertentangan dengan Undang-undang tersebut. Apabila terjadi suatu sengketa atas perjanjian kredit tersebut, maka sengketa tersebut akan diselesaikan secara musyarawah mufakat (mediasi) terlebih dahulu. Apabila tidak tercapai kata sepakat dalam mediasi, barulah perselisihan tersebut dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau pengadilan.

*

Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**

Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***

(7)

Kata Kunci : Perlindungan Nasabah, Perjanjian Kredit

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .. i

ABSTRAKSI iv

DAFTAR ISI . v

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .. 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan .. . 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian . 8

F. Keaslian Penulisan .... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Perjanjian Kredit . 13

B. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku .. ... . 24

C. Isi Perjanjian Kredit Bank . ... 28

D. Berakhirnya Perjanjian Kredit . . 38

BAB III. HUBUNGAN HUKUM BANK DENGAN NASABAH

(8)

D. Hubungan Hukum Antara Bank Dengan Nasabah Debitur ... ... 66

BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN BAKU KREDIT PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk SENTRA KREDIT KECIL POLONIA A. Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Baku Kredit .. .. 74 B. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam

Perjanjian Baku Kredit .. .... 83

C. Beberapa Kasus Mengenai Perjanjian Kredit Bank . . ... 94 D. Penyelesaian Sengketa Nasabah dengan Bank Dalam

Perjanjian Baku Kredit Pada PT. Bank Negara

Indonesia (Persero) Tbk .... .. 100

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan . 115

B. Saran . .. 116

DAFTAR PUSTAKA . ... 117

LAMPIRAN

(9)

ABSTRAK

Sinta Uli* Ramli Siregar** Siska Yopita Br Sitepu***

Salah satu aspek penting dalam bahasan hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah perjanjian antara keduanya yang biasanya dibuat secara sepihak oleh Bank. Berhubung perjanjian antara bank dengan nasabah dibuat secara sepihak oleh bank, yang memungkinkan bank membuat formulir-formulir perjanjian yang tidak seimbang, yang dapat merugikan nasabah. Sebagai pembuat draf perjanjian yang tidak melibatkan nasabah, bank secara manusiawi akan cenderung protektif terhadap dirinya sendiri. Oleh karena pentingnya perlindungan terhadap nasabah khususnya nasabah debitur kecil maka penulis memilih judul skripsi ini.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah melihat bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian baku kredit khususnya di dalam Perjanjian Kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, bagaimana hukum melindungi debitur dalam perjanjian kredit serta bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi permasalahan dalam sebuah perjanjian kredit. Metode penelitian yang digunakan Penulis dalam skripsi ini adalah metode penelitian yuridis nomatif dan yuridis empiris dan sifat dari penilitian ini adalah bersifat deskriptif sedangkan sumber data dapat diperoleh dari data primer maupun data sekunder dan teknik pengumpulan dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku karangan ilmiah, peraturan perundanng-undangan, serta melakukan wawancara dengan instansi yang terkait.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di dalam perjanjian kredit PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk masih terdapat beberapa klausula yang memberatkan nasabah sehingga tercipta kedudukan yang tidak seimbang di antara pihak, dalam hal ini nasabah debitur berada posisi yang lemah. Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah melarang pencantuman klausula baku di dalam suatu perjanjian, tetapi dalam kenyataannya masih terdapat klausul-klausul yang bertentangan dengan Undang-undang tersebut. Apabila terjadi suatu sengketa atas perjanjian kredit tersebut, maka sengketa tersebut akan diselesaikan secara musyarawah mufakat (mediasi) terlebih dahulu. Apabila tidak tercapai kata sepakat dalam mediasi, barulah perselisihan tersebut dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau pengadilan.

*

Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**

Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu aspek penting dalam bahasan hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah perjanjian antara keduanya yang biasanya dibuat secara sepihak oleh Bank.1

Hukum perikatan memegang peranan penting dalam setiap transaksi perbankan karena tidak ada transaksi perbankan yang tidak memasuki wilayah hukum perikatan, baik bidang dana dan jasa dan perkreditan. Hubungan hukum antara nasabah dan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi dan serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku facta sun servanda, yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai Undang-undang.2

Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa :

Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik, baik karena perjanjian baik karena Undang-undang .

1

Tri Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan DI Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006, hal. 66.

2

(11)

Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata , yang menyatakan bahwa Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan demikian jelaslah bahwa perjanjian melahirkan perikatan.3

Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (kreditur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau orang lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.4

Secara yuridis formal, dalam membuat suatu perjanjian harus memenuhi azas perjanjian sebagai syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Selain itu terdapat juga salah satu asas penting dalam perjanjian yaitu asas keseteraan berkontrak.

3

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta : RajaGrafindo, 2003, hal

4

(12)

Suatu asas penting yang berkaitan dengan kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Ini diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata. Asas kebebasan berkontrak artinya pihak-pihak bebas membuat kontrak apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi kontrak. Kebebasan itu tidaklah mutlak karena terdapat pembatasan yaitu tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Hubungan hukum antara pihak bank dan nasabah atau pemakai jasa bank lain merupakan hubungan kontraktual yang didasarkan pada suatu kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Menurut Sunaryati Hartono :5

Karena kontrak-kontrak itu merupakan sarana transaksi yang bersifat ekonomis yang tujuannya adalah mendapatkan keuntungan, maka kontrak-kontrak yang digunakan dalam bisnis perbankan merupakan kontrak-kontrak komersial.

Perjanjian kredit merupakan perjanjian baku (standard contract), dimana isi atau atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (blanko), tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu (vorn vrij). Calon nasabah kreditur tinggal membubuhkan tanda tangannya saja apabila bersedia menerima isi perjanjian tersebut, tidak memberikan kesempatan kepada calon debitur untuk membicarakan lebih lanjut isi atau klausula-klausula yang diajukan pihak bank.6 Dalam praktiknya, sering kali debitur yang membutuhkan uang hanya akan menandatangani perjanjian

5

Sunaryati Hartono, Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Nasional Kita, Bandung :Sinar Baru, 1974, hal.20.

6

(13)

kredit tanpa dibacakan isinya. Akan tetapi, isi perjanjian baru dipersoalkan oleh debitur pada saat debitur tidak mampu melaksanakan prestasinya.7

Perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh bank ini, lazimnya dinamakan dengan perjanjian atau klausula baku. Pihak perbankan secara sepihak telah mempersiapkan dan menetapkan terlebih dahulu aturan atau ketentuan dan syarat-syarat setiap hubungan hukum dengan nasabah, yang dituangkan dalam suatu formulir, dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.8

Karena perjanjian antara bank dengan nasabah dibuat secara sepihak oleh bank, yang memungkinkan bank membuat formulir-formulir perjanjian yang tidak seimbang, yang dapat merugikan nasabah. Sebagai pembuat draf perjanjian yang tidak melibatkan nasabah, bank secara manusiawi akan cenderung protektif terhadap dirinya sendiri. Hal ini menyangkut segi kepraktisan karena tidak mungkin bank membuat perjanjian yang berbeda-beda antara nasabah yang satu dengan yang lain. Nasabah akan berhubungan dengan bank pada umumnya tidak memperhatikan isi dari formulir-formulir yang akan ditandatanganinya. Mereka percaya pada bank atau paling tidak tidak kuasa untuk menolak formulir yang disodorkan oleh bank karena tidak mungkin nasabah membuat draf perjanjian tersebut. Juga nasabah tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai isi formulir yang telah ditandatangai yang menjadi dasar hubungan hukum antara nasabah dengan bank yang bersangkutan. Nasabah sering tidak memahami dengan

7

H. Salim,Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006, hal.147

8

(14)

maksud dan isi dari formulir atau perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh bank. Tulisan-tulisan sangat kecil dan rumit untuk dipahami, sehingga ketika terjadi

dispute, nasabah mungkin akan dirugikan.9

Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh Bank sebagai Kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Menurut CH. Gatot Wardoyo, dalam tulisannya mengenai sekitar Klausul-Klausul Perjanjian Kredit Bank, perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi diantaranya : Perjanjian Kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok. Artinya, perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.10

Kedudukan bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur tidak pernah seimbang dalam perjanjian kredit,. Ada kalanya bank lebih kuat daripada nasabah debitur termasuk pengusaha golongan ekonomi lemah. Namun bila bank berhadapan dengan nasabah yang termasuk konglomerat, maka kedudukan bank lemah. Pembuatan perjanjian kredit bank yang dilandaskan hanya pada asas kebebasan berkontrak, isinya atau klausul-klausulnya dapat sangat berat sebelah, yaitu akan lebih banyak melindungi kepentingan pihak yang kuat. Mengingat pada saat ini orang yang membutuhkan kredit (calon nasabah debitur) masih jauh

9

Tri Widiyono,Op.Cit., hal. 69.

10

(15)

lebih banyak daripada jumlah kredit yang ditawarkan oleh perbankan, maka pemimpin cabang bank lebih memilih untuk hanya melayani calon-calon nasabah yang bersedia menerima klausul-klausul yang sudah tersedia tanpa perubahan sebagaimana yang telah disusun oleh kantor pusat bank tersebut, daripada harus melayani calon nasabah debitur yang menginginkan perjanjian kredit dengan klausul-klausul yang dirundingkan. Perkembangan keadaan menjadi seperti ini adalah karena ditunjang oleh kenyataan bahwa nasabah-nasabah debitur yang kebanyakan terdiri atas pengusaha-pengusaha kecul atau golongan ekonomi lemah itu sering merasa tidak perlu untuk berpayah merundingkan klausul-klausul perjanjian kredit dari kredit yang diterimanya.11

Melihat sangat pentingnya perlindungan terhadap nasabah sebagai pihak yang lemah dalam perjanjian baku kredit, maka penulis mencoba menganalisa dengan memilih judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk SENTRA KREDIT KECIL POLONIA

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana kesetaraan berkontrak antara pihak nasabah dengan pihak bank dalam perjanjian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

11

(16)

2. Bagaimana perlindungan hukum atas kepentingan nasabah dalam perjanjian kredit pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

3. Bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa antara para pihak dalam perjanjian kredit pada Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan utama penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pada perjanjian bank apakah telah terdapat kesetaraan

kedudukan antara debitur (pihak nasabah) dengan kreditur (pihak bank) pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kepentingan pihak nasabah (debitur) dalam perjanjian baku kredit pada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

3. Untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi atas perjanjian baku kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut;

(17)

perjanjian kredit bank apakah telah terdapat ketentuan-ketentuan hukum yang secara tegas melindungi pihak nasabah.

2. Secara sosial-praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para mahasiswa pada umumnya dan para pelaku dunia perbankan pada khususnya, agar dapat mengetahui tentang perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap nasabah dalam perjanjian baku kredit bank.

E. Metode Penulisan

1. Spesifikasi Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah gabungan antara yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang menggunakan norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perUndang-undangan yang berhubungan dengan judul skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Perjanjian Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia.

(18)

rahasia bank sebagai wujud perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan.

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penulisan ini adalah bersifat deskriptif, sebab penelitian ini akan menggambarkan dan melukiskan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini, maksudnya adalah penelitian tersebut kadangkala dilakukan dengan melakukan suatu survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada. 3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia disebabkan oleh faktor adanya kemudahan akses dalam obeservasi dan pengumpulan data.

4. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dan teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:

a. Data primer

Diperoleh baik hasil wawancara, dialog, interview, Tanya jawab maupun dengan cara mempergunakan kuesionar secara tertulis dengan memakai system tertutup atau terbuka.

b. Data sekunder

(19)

Penulis menggunakan kedua metode di atas yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan berupa buku-buku karangan ilmiah, peraturan perUndang-undangan dan majalah yang membahas mengenai rahasia bank dan juga melakukan wawancara dengan pihak PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia tentang perlindungan nasabah dalam perjanjian baku kredit ini guna melengkapi bahan-bahan penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif dan disajikan dengan deskriptif. Analisa kualitatif ini untuk mengungkap secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dan akan diurai secara komperhensif untuk menjawab persoalan yang ada dalam skripsi ini.

F. Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diangkatlah suatu materi yaitu mengenai PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK SENTRA KREDIT KECIL POLONIA .

(20)

bahwa judul yang diangkat termasuk pembahasan yang ada di dalamnya belum pernah ada penulisan sebelumnya dan merupakan karangan ilmiah yang memang benar atau dibuat tanpa menjiplak dari skripsi lain, khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga dapat dipertanggungjawabkan keaslian penulisannya.

Kalaupun ada pendapat dan kutipan dalam penulisan ini, semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun secara sistematis dalam bentuk sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

Dalam bab ini akan akan diuraikan tentang pengertian perjanjian kredit, perjanjian kredit sebagai perjanjian baku, isi perjanjian kredit/ klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit, dan berakhirnya perjanjian kredit.

(21)

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hubungan hukum dalam perjanjian kredit, hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur, dan bentuk-bentuk hubungan yang terjadi antara bank dengan nasabah.

BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK SENTRA KREDIT KECIL POLONIA

(22)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A. Pengertian Perjanjian Kredit

1. Pengertian Perjanjian

Subekti memberikan defenisi mengenai perjanjian adalah sebagai berikut :

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbul timbal balik suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu, dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) adalah sama artinya. 12

Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, defenisi tentang perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Perjanjian itu dapat dituangkan dalam tulisan atau surat dan dapat pula terjadi secara lisan. Jadi perjanjian itu merupakan suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis yaitu salah satu pihak menawarkan atau mengajukan usul dan pihak lain menerima atau menyetujui usul oleh pihak-pihak yang bersangkutan maka timbullah perjanjian yang mengakibatkan ikatan hukum bagi para pihak.

12

(23)

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Suatu kontrak oleh hukum dianggap mengikat kedua belah pihak, apabila perjanjian tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang terpada pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari : (1) Kecakapan

Kecakapan yang dimaksud di sini adalah kemampuan membuat perjanjian, yaitu setiap orang yang berumur 21 tahun ke atas oleh hkum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal ditaruh di bawah pengampuan, seperti: gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros. Lebih jauh ditegaskan perihal yang dianggap tidak cakap berdasarkan Pasal 1330 menegaskan, tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:

a. Orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa

undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian

tertentu.

(2) Sepakat mereka yang membuat perjanjian

(24)

lisan, tertulis, dengan simbol-simbol tertentu serta berdiam diri. Perikatan dapat menjadi batal (dapat dibatalkan) jika saja terjadi cacat kehendak atau cacat kesepakatan melalui beberapa hal, diantaranya kekhilafan/ kesesatan, paksaan, penipuan dan penyalahgunaan keadaan.

Cacat kehendak karena kekhilafan, paksaan, dan penipuan diatur dalam Pasal 1321 BW yang menegaskan tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Kemudian diatur juga dalam Pasal 1449 BW yang menegaskan perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan, atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.

(3) Perihal Tertentu

Suatu hal tertentu sebagai salah satu syarat perjanjian jika tidak terpenuhi dalam perjanjian maka perjanjian itu dikatakan batal demi hukum(nuul and void).Pengertian hal tertentu dalam hukum perikatan adalah prestasi (kewajiban yang mesti dipenuhi oleh ke dua pihak atau lebih) yang terjadi dalam perjanjian sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1234 BW prestasi itu dapat berupa:

(25)

Apa yang ditegaskan dalam Pasal 1234, bukanlah bentuk prestasi melainkan cara melakukan prestasi itu. Bentuk prestasi yang sebenarnya adalah barang yang mesti diserahkan, jasa dengan cara berbuat sesuatu, dan berdiam diri untuk tidak berbuat sesuatu seperti berjanji untuk tidak membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetetangga.13

(4) Sebab yang halal

Sebab yang halal atau yang diperkenankan oleh undang-undang menurut Pasal 1337 KUH Perdata adalah persetujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan .

Pengertian sebab pada syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian tiada lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Jadi dalam hal ini harus dihilangkan salah sangka bahwa yang dimaksud sebab itu di sini adalah suatu sebab yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian tersebut. Bukan hal ini yang dimaksud oleh undang-undang dengan sebab halal. Sesuatu yang menyebabkan sesorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa yang untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak dihiraukan oleh undang-undang. Undang-undang hanya menghiraukan tindakan tindakan orang-orang dalam masyarakat. Jadi yang dimaksud

13

(26)

dengan sebab atau kausa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri.14

3. Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian perjanjian kredit berasal dari Bahasa Inggris, yaitu

contract credit. Dalam hukum Inggris, perjanjian kredit bank termasuk

loan of money15. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam instruksi pemerintah dan berbagai surat edaran, antara lain:16

1. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EKA/10/96, yang berisi instruksi kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apa pun, bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit ;

2. Surat Edaran Bank Indonesia Unit I Nomor: 2/539/UPK/Pemb/1996; 3. Surat Edaran Bank Negara Indonesua Nomor : 2/643/Pemb/1996

tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan.

Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

R. Subekti berpendapat:17

Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalamm Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan pasal 1769 .

14

http://id.shvoong.com/law-and-politics/2230796-pengertian-causa-yang-halal-dalam/

diakses pada hari/tanggal : selasa, 2 Mei 2012 pada pukul 10.20 WIB.

(27)

Pendapat yang sama dikemukakan Marhainis Abdul Hay:

Perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Hal yang sama dikemukakan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman :18 Dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-undang Perbankan mengenai perjanjian kredit dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika

verbruikleningtermasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan. Karenanya perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah .

Tetapi pendapat ini disangkal oleh pakar hukum lainnya. Menurut Hartono Soerja Pratiknyo:19

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo). Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang (perjanjian pijam mengganti). Sedang perjanjian hutang pitutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. Jadi arti pendahuluan pada perjanjian kredit diibedakan dengan asti pelaksanaan perjanjian hutang piutang.

4. Ciri Perjanjian Kredit

Sutan Remi Sjahdeini mengemukakan tiga ciri perjanjian kredit kredit, sebagai berikut:20

18

Rachmadi Usman,Aspek.,hal.261

19

(28)

1.1 Bersifat konsensual

Sifat konsensual suatu perjanjian kredit merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian pinjam-meminjam uang yang bersifat riil. Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang dapat bersifat riil maupun konsepsual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya setelah ditandatanganinya kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan dalam perjanjian kredit.

1.2 Penggunaaan kredit tidak dapat digunakan secara leluasa

Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang atau debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan

20

(29)

pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam-meminjam atau pinjam mengganti. Oleh karena itu, terhadap perjanjian kredit bank tidak berlaku ketentuan-ketentuan Bab XIII Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

1.3 Syarat cara penggunaannya

(30)

Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank.21

5. Bentuk Perjanjian Kredit

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata seperti telah diuraikan di depan. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti, karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang komplek ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah dikemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Kita menyimpan tabungan atau deposito di Bank maka akan memperoleh buku tabungan atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian sebagai alat bukti.22

Berdasarkan Pasal 1 butir (11) Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam adalah bentuk perjanjian kredit, sehingga nama perjanjian tersebut adalah perjanjian kredit. Meskipun pada umumnya perjanjian tidak perlu dibuat secara tertulis (asalkan kedua belah pihak sepihak, 21

H. Salim HS.,Op.Cit., hal 80

22

(31)

cakap hukum, tentang suatu sebab tertentu, dan suatu sebab yang halal sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang membolehkan kesepakatan pada perjanjian dapat dilakukan dalam bentuk lisan maupun tulisan) namun kiranya kesepakatan pada perjanjian perbankan harus dibuat dalam sebuah perjanjian tertulis.

Ketentuan ini terdapat pada penjelasan Pasal 8 Undang-undang Perbankan yang mewajibkan kepada Bank pemberi kredit untuk membuat perjanjian secara tertulis. Keharusan perjanjian perbankan harus berbentuk tulisan telah ditetapkan dalam pokok-pokok ketentuan perkreditan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Perbankan.

Dasar hukum lain yang mengharuskan perjanjian kredit harus tertulis adalah instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1996 tanggal 10 Oktober 1966. Dalam instruksi tersebut ditegaskan Dilarang melakukan pemberian kredit tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara Bank dengan Debitur atau antara Bank Sentral dan Bank-Bank lainnya. Surat Bank Indonesia yang ditujukan kepada segenap Bank Devisa No. 03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970, khususnya butir 4 yang berbunyi untuk pemberian kredit harus dibuat surat perjanjian kredit.23

23

(32)

Perjanjian yang dibuat secara tertulis dalam praktek perbankan dibedakan lagi menjadi dua bentuk perjanjian yaitu :24

1. Akta di bawah tangan; dan 2. Akta autentik.

Kedua bentuk perjanjian (akta) tersebut dapat dijadikan sebagai berikut:

5.1. Akta Di Bawah Tangan

Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh Bank kemudian ditawarkan kepada Debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja Bank, biasanya Bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standard (standaardform) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh Bank tersebut termasuk jenis Akta Di Bawah Tangan.25

Apabila calon nasabah debitur tidak berkenan terhadap klausul yang terdapat di dalamnya, maka tidak terdapat kesempatan untuk melakukan protes atas klausul yang tidak diperkenankan oleh nasabah tersebut, karena perjanjian tersebut telah dibakukan oleh lembaga perbankan yang bersangkutan dan bukan oleh petugas perbankan yang 24

Badriyah Harun,Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2010, hal. 24.

25

(33)

berhadapan langsung dengan calon nasabah debitur. Sehingga seperti yang telah disinggung sebelumnya, mau tidak mau, calon nasabah yang hendak mengajukan kredit , harus menyetujui segala syarat dan ketentuan yang telah diajukan oleh bank sebagai kreditur.

5.2. Akta Otentik

Akta otentik adalah surat atau tulisan yang sengaja dibuat dan ditandantangani, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak untuk dijadikan sebagai alat bukti. Berdasarkan Pasal 1868 KUH Perdata, akta autentik berupa akta yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat dan/atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuat.

Perjanjian kredit yang berbentuk akta autentik pada umumnya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang. Biasanya dikhususkan kepada kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi (lebih dari satu kreditur), dan lain-lain.

Dalam praktiknya, meskipun akta tersebut dibuat oleh dan/atau di hadapan notaris, namun segala syarat dan ketentuan yang terdapat dalam akta dibuat oleh bank, kemudian diberikan kepada notaris ke dalam akta.26

B. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku

26

(34)

Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu

standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.

Munir Fuady mengartikan kontrak baku adalah :

suatu kontrak yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan sering kali tersebut sudah tercetak (boilerplace) dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan-perubahan dalam klausul-klausulnya, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi dan berada hanya pada posisi take it or leave it . Dengan demikian, oleh hukum diragukan apakah benar-benar ada elemen kata sepakat yang merupakan syarat sahnya kontrak dalam kontrak tersebut. 27

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan ciri-ciri perjanjian baku. Ciri perjanjian baku, yaitu :28

1. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi (ekonominya) kuat; 2. Masyarakat (debitur) sama sekali tidak ikut bersama-sama menentukan isi

perjanjian;

3. Terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu;

27

Munir Fuady,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktik Buku Keempat, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal.146.

28

(35)

4. Bentuk tertentu (tertulis);

5. Dipersiapkan secara massal dan kolektif.

Sutan Remi Sjahdeini juga memberikan pengertian tentang perjanjian baku. Perjanjian baku adalah :

perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notaris, bila dibuat oleh notaris dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klausul itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu pun adalah juga perjanjian baku. 29

Setelah mengetahui definisi-definisi perjanjian baku berdasarkan pendapat para sarjana, maka adapun jenis-jenis perjanjian baku tersebut adalah :

1. Perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu.

2. Perjanjian baku timbal balik, yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak majikan (kreditur) dan pihak buruh (debitur). Secara formal debitur ikut serta untuk menetapkan isi perjanjian tetapi secara materiil debitur hanya mengikat diri sebagai anggota serikat atau perkumpulan tersebut.

3. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya perjanjian yang mempunyai objek-objek atas tanah.

29

(36)

4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan di notaris, yang konsepnya semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris

Beberapa pakar hukum menolak keberadaan perjanjian baku ini karena dinilai:30

a. Kedudukan pengusaha dalam perjanjian baku sama seperti pembentuk undang-undang swasta atau (legio particulure wetgever), karenanya perjanjian baku bukan perjanjian;

b. Perjanjian baku merupakan perjanjian paksa (dwangcontract);

c. Negara-negaracommon law systemmenerapkan doktrinunconscionability. Doktrinunconscionabilitymemberikan wewenang kepada perjanjian demi menghindari hal-hal yang dirasakan sebagai bertentangan dengan hati nurani. Perjanjian dianggap meniadakan keadilan.

Sebaliknya beberapa pakar hukum menerima kehadiran perjanjian baku sebagai suatu perjanjian, hal ini karena:31

a. Perjanjian baku diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu;

30

Rachmadi Usman,Aspek., hal 265.

31

(37)

b. Setiap orang yang menandatangani perjanjian bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang ditandatangani. Tidak mungkin sesseorang menandatangani apa yang tidak diketahui isinya;

c. Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan (gebruk) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.

Keabsahan perjanjian baku terletak pada persetujuan kedua belah pihak guna menunjang dan menjamin keberlangsungan usaha. Meskipun pada umumnya di dalam perjanjian baku terdapat syarat-syarat yang tidak setara antara pihak yang telah mempersiapkan (bank) dengan pihak yang disodorkan (nasabah-debitur), biasanya nasabah debitur menerimanya dengan segala konsekuensi yang timbul di kemudian hari. Dengan sendirinya pihak yang telah mempersiapkan akan menuangkan sejumlah klausul yang menguntungkan dirinya dan membebani pihak lain dengan kewajiban-kewajiban yang tidak setara.32

C. Isi Perjanjian Kredit Bank

Setiap pemberian kredit harus dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. Bentuk dan formatnya diserahkan oleh Bank Indonesia kepada

masing-32

(38)

masing bank untuk menetapkannya, namun sekurang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:33

a. Memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum yang dapat melindungi kepentingan bank.

b. Memuat jumlah, jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan-persyaratan kredit lainnya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan persetujuan kredit dimaksud.

1. Komposisi/Susunan Perjanjian Kredit

Setiap membuat perjanjian kredit apakah perjanjian otentik (dibuat Notaris) atau perjanjian kredit di bawah tangan (dibuat para pihak sendiri), pada umumnya mempunyai komposisi sebagai berikut:34

a. Judul b. Komparisi c. Substantif

a. Judul

Judul yang digunakan di dalam praktek perbankan untuk membuat perjanjian kredit berbeda-beda. Ada yang menggunakan judul Perjanjian Kredit, Perjanjian Membuka Kredit, Perjanjian Pinjaman, Perjanjian Pinjam Uang. Judul disini berfungsi sebagai nama dari perjanjian yang dibuat tersebut,

33

Rachmadi Usman,Aspek., hal. 267.

34

(39)

setidaknya kita akan mengetahui bahwa akta atau surat itu merupakan perjanjian kredit bank.35

b. Komparisi

Komparisi adalah bagian dari suatu akta yang digunakan untuk mengawali suatu bagian dari pembukaan pembuatan akta yang memuat keterangan mengenai orang atau pihak yang menghadap untuk menandatangani akta itu. Keterangan mengenai orang atau pihak yang menghadap berarti mengidentifikasi dari pihak atau orang yang terlibat dan mengikatkan diri dalam akta tersebut.

Jadi dalam suatu akta komparisi itu berupa :36

1) Uraian terinci mengenai identitas dari pihak-pihak atau orang yang menghadap Notaris atau Pejabat Negara lainnya untuk menandatangani akta. Identitas meliputi nama, alamat.

2) Dasar hukum yang memberikan kewenangan yuridis bagi para pihak yang menghadap Notaris untuk menandatangani akta.

3) Kedudukan para pihak yang menghadap apakah bertindak untuk diri sendiri atau sebagai kuasa orang lain atau mewakili perusahaan yang berbadan hukum.

Para pihak yang diuraikan dalam komparisi perjanjian kredit yaitu:37 1) Bank sebagai Kreditur. Bank adalah badan hukum berarti sebagai

subyek hukum. Sebagai badan hukum Bank tidak dapat menjalankan sendiri aktivitasnya, karena badan hukum bersifat abstrak sehingga 35

Sutarno,Op.Cit., hal. 107

36

Ibid. hal. 108

37

(40)

tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri maka harus diwakili oleh organnya. Menurut Anggaran Dasar organ yang mewakili Bank adalah Direksi atau pejabat lain yang mewakili Direksi sebagai kuasanya. Komparisi dari Bank atau Kreditur adalah identitas Bank meliputi nama Bank, alamat/domisili Bank, nama dan alamat yang mewakili Bank yaitu Direksi atau pejabat lain selaku kuasa Direksi. 2) Sedangkan jika Debitur perorangan identitas meliputi nama, alamat,

rumah atau kantor dan jika Debitur perorangan tersebut telah menikah maka dalam komparisi harus ditambah surat persetujuan dari istrinya. c. Substantif

Sebuah perjanjian perjanjian kredit bank berisikan klausula-klausula yang merupakan ketentuan dan syarat-syarat pemberian kredit, minimal harus memuat maksimum kredit, bunga dan denda, jangka waktu kredit, cara pembayaran kredit, agunan kredit,opensbaar clause, dan pilihan hukum.38

2. Klausul-Klausul Dalam Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit yang baik seyogyanya sekurang-kurangnya bersisi klausula-klausula sebagai berikut:39

a. Klausula-klausula tentang maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik;

b. Klausula-klausula tentang bunga, commitment fee, dan denda kelebihan tarik;

38

Rachmadi Usman,Aspek., hal.268

39

(41)

c. Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan rekening pinjaman nasabah kreditur;

d. Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang berisi pernyataan-pernyataan nasabah kreditur mengenai fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah kreditur pada waktu kredit diberikan, yaitu yang menjadi asumsi-asumsi bagi bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit tersebut; e. Klausula tentangconditions precedent, yaitu klausula tentang syarat-syarat

tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah kreditur sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan dana bagi kredit tersebut dan nasabah kreditur berhak untuk pertama kalinya menggunakan kredit tersebut;

f. Klausula tentang agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan;

g. Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan hubungan Rekening Koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan; h. Klausula tentang affirmative covenants, yaitu klausula yang berisi

janji-janji nasabah kreditur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanji-janjian kredit masih berlaku;

(42)

j. Klausula tentang financial covenants, yaitu klausula yang berisi nasabah kreditur untuk menyampaikan laporan keuangannya kepada bank dan memelihara posisi keuangannya pada minimal taraf tertentu;

k. Klausula tentang tindakan yang dapat diambil oleh bank dalam rangka pengawasan, pengamanan, penyelamatan, dan penyelesaian kredit;

l. Klausula tentangevents of default, yaitu klausula yang menentukan suatu peristiwa atau peristiwa-peristiwa yang apabila terjadi memberikan hak kepada bank untuk secara sepihak mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruhoutstanding kredit;

m. Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang mengatur mengenai penyelesaian perbedaan pendapat atau perselisihan diantara para pihak melalui suatu badan arbitrase, baik badan arbitrase ad hoc atau badan arbitrase institusional;

n. Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions atau

(43)

Menurut Ch. Gatot Wardoyo ada beberapa klausul yang selalu dan perlu dicantumkan dalam setiap perjanjian kredit, yaitu:40

1. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause). Klausula ini menyangkut:

a. Pembayaran provisi, premi asuransi kredit dan asuransi barang jaminan serta biaya pengikatan jaminan secara tunai;

b. Penyerahan barang jaminan dan dokumennya serta pelaksanaan pengikatan barang jaminan tersebut;

c. Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan dan asuransi kredit dengan tujuan untuk memperkecil risiko yang terjadi di luar kesalahan kreditur maupun kreditur.

2. Klausula mengenai maksimum kredit (amount clause). Klausula ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal, yaitu :

a. Merupakan objek dari perjanjian kredit sehingga perubahan kesepakatan mengenai materi ini menimbulkan konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;

b. Merupakan batas kewajiban pihak kreditur yang berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, yang berarti pula batas hak kreditur untuk melakukan penarikan pinjaman;

c. Merupakan penetapan berapa besarnya nilai agunan yang harus diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau

commitment fee;

40

(44)

d. Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (over draft).

3. Klasula mengenai jangka waktu kredit. Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu:

a. Merupakan batas waktu bagi bank kapan keharusan menyediakan dana sebesar maksimum kredit berakhir dan sesudah dilewatinya jangka waktu ini sehingga menimbulkan hak tagih/pengembalian kredit dari nasabah; b. Merupakan batas waktu kapan bank boleh melakukan teguran-teguran

kepada debitur bila tidak memenuhi kewajiban tepat pada waktunya; c. Merupakan suatu masa yang tepat bagi bank untuk melakukan tinjauan

atau analisis kembali apakah fasilitas kredit tersebut perlu diperpanjang atau perlu segera ditagih kembali.

4. Klausula mengenai bunga pinjaman (interest clause). Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud untuk:

a. Memberikan kepastian mengenai hak bank untuk memungut bunga pinjaman dengan jumlah yang sudah disepakati bersama, karena bunga merupakan penghasilan bank baik secara langsung maupun tidak langsung akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut;

b. Pengesahan pemungutan bunga di atas 60 % per tahun asalkan diperjanjikan secara tertulis.

(45)

Klausula ini bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain

6. Klausula asuransi (insurance clause)

Klausula ini bertujuan untuk pengalihan resiko yang mungkin terjadi, baik atas barang agunan maupun atas kreditnya sendiri. Adapun materinya perlu memuat mengenai maskapai asuransi yang ditunjuk, premi asuransinya, keharusan polis asuransi untuk disimpan di bank, dan sebagainya.

7. Klausula mengenai tindakan yang dilarang oleh bank (negative clause).

Klausula ini terdiri dari atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomi bagi pengaman kepentingan bank sebagai tujuan utama. 8. Tigger clause atau opeisbaar clause

Klausula ini mengatur hak bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak walaupun jangka waktu perjanjian kredit tersebut belum berakhir. 9. Klausula mengenai denda (penalty clausul)

Klausula ini dimaksudkan untuk mempertegas hak-hak bank untuk melakukan pungutan baik mengenai besarnya maupun kondisinya.

10. Expence Clause

Klausula ini mengatur mengenai beban biaya dan ongkos yang timbul sebagai akibat pemberian kredit, yang biasanya dibebankan kepada nasabah dan meliputi antara lain biaya pengikatan jaminan, pembuatan akta-akta perjanjian kredit, pengakuan utang, dan penagihan kredit.

(46)

Pendebetan rekening pinjaman debitur haruslah dengan izin debitu. 12. Representation and Warranties/Material Adverse Change Clause

Klausula ini dimaksudkan bahwa pihak debitur menjanjikan dan menjamin semua data dan informasi yang diberikan kepada bank adalah benar dan tidak diputarbalikkan.

13. Klausula ketaatan pada ketentuan bank

Klausula ini dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan bila terdapat hal-hal yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dipandang perlu, maka sudah dianggap tekah diperjanjikan secara umum.

14. Miscellaneous/Boiler Plate Provision Pasal-pasal tambahan.

15. Dispute Settlement (Alternatif Dispute Resolution)

Klausula mengenai metode penyelesaian perselisihan antara kreditur dan kreditur bila terjadi.

16. Pasal-Pasal Penutup

Pasal penutup merupakan eksemplar perjanjian kredit yang maksudnya mengadakan pengaturan mengenai jumlah alat bukti dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kredit serta tanggal penandatanganan perjanjian.

Sehingga dalam sebuah perjanjian kredit bank minimal seyogjanya memuat klausula-klausula yang berhubungan dengan:41

41

(47)

1. Ketentuan mengenai fasilitas kredit yang diberikan, diantaranya tentang jumlah maksimum kredit, jangka waktu kredit, tujuan kredit, bentuk kredit dan batas izin tarik;

2. Suku bunga dan biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian kredit, diantaranya bea materai, provisi/commitment fee dan denda kelebihan tarik;

3. Kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening giro dan/atau rekening kredit penerima kredit untuk bunga denda kelebihan tarik dan bunga tunggakan serta segala macam biaya yang timbul karena dan untuk pelaksanaan hal-hal yang ditentukan yang menjadi beban peenerima kredit; 4. Representation dan warranties, yaitu pernyataan dari penerima kredit atas

pembebanan segala harta kekayaan penerima kredit menjadi jaminan guna pelunasan kredit;

5. Conditions precedent, yaitu tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh penerima kredit agar dapat menarik kredit untuk pertama kalinya;

6. Agunan kredit dan asuransi barang-barang agunan;

7. Affirmative dan negative covenants, yaitu kewajiban-kewajiban dan pembatasan tindakan penerima kredit selama masih berlakunya perjanjian kredit;

8. Tindakan-tindakan bank dalam rangka pengawasan dan penyelamatan kredit; 9. Events of defaults/ wanprestasi/ cidera janji/ trigger clause/ opeisbaar clause,

(48)

kredit dan untuk seketika akan menagih semua utang beserta bunga dan biaya lainnya yang timbul.

10. Pilihan domisili/ forum/ hukum apabila terjadi pertikaian di dalam penyelesaian kredit antara bank dan nasabah penerima kredit;

11. Ketentuan mulai berlakunya perjanjian kredit dan penandatanganan perjanjian kredit.

D. Berakhirnya Perjanjian Kredit

Pasal 1319 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan

suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat

didalam bab ini dan bab yang lalu.

Jadi perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat di dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata.42

Berakhirnya atau hapusnya perjanjian diterangkan oleh Pasal 1381 KUH Perdata bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian disebabkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut:43

a. Karena pembayaran

Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhi perjanjian yang telah diadakan. Dengan adanya pembayaran oleh seorang

42

Rachmadi Usman,Aspek., hal. 84.

43

(49)

debitur atau pihak yang berhutang berarti Debitur telah melakukan prestasi sesuai perjanjian. Dengan dilakukannya pembayaran oleh Debitur maka perjanjian kredit/hutang menjadi hapus atau berakhir.

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie.

(50)

c. Novasi atau pembaruan utang

Novasi merupakan salah satu cara untuk menghapuskan atau mengakhiri suatu perjanjian. Novasi atau pembaruan utang adalah suatu perjanjian baru yang menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang sama memunculkan perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama. Pasal 1413 KUH Perdata menetapkan 3 (tiga) macam cara untuk terjadinya Novasi:

1) Novasi subyektif aktif adalah suatu perjanjian yang bertujuan menggantikan Kreditur lama dengan seorang Kreditur baru. Misalnya Bank A memberikan kredit atau pinjaman uang kepada seorang bernama Ali. Bank A sebagai Kreditur menjual piutangnya kepada B, maka disini terjadi pergantian Kreditur Bank A diganti Kreditur baru Bank B. Pergantian Kreditur dapat secara sepihak dilakukan Kreditur tanpa sepengetahuan Debitur.

(51)

3) Novasi obyektif suatu perjanjian antara Kreditur dengan Debitur untuk memperbaharui atau merubah obyek atau isi perjanjian. Pembaruan obyek perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari Debitur diganti dengan prestasi lain. Misalnya kewajiban menyerahkan suatu barang diganti dengan menyerahkan uang.

d. Kompensasi atau perjumpaan utang

Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generische ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun kreditur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua utang tersebut.44

Untuk dapat dilakukan perjumpaan utang atau kompensasi pasal 1427 KUH Perdata memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:

1) Kedua utang harus sama-sama mengenai utang atau barang yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama.

2) Kedua utang seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat ditagih. Kalau yang satu dapat ditagih sekarang sedangkan utang lainnya baru dapat satu bulan yang akan datang maka kedua utang itu tidak dapat diperjumpakan.

e. Percampuran utang

44

(52)

Percampuran hutang terjadi apabila kedudukan Kreditur dan Debitur bersatu pada satu orang, maka demi hukum atau otomatis suatu percampuran utang terjadi dan perjanjian ini menjadi hapus atau berakhir. Contoh terjadinya pernikahan antara Kreditur dan Debitur dan ada persatuan harta pernikahan maka terjadi percampuran hutang.

f. Pembebasan utang

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan Kreditur dengan menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari Debitur. Artinya Kreditur memberitahukan secara lisan atau tertulis kepada Debitur bahwa Kreditur membebaskan kepada Debitur untuk tidak membayar lagi hutangnya. Jadi pembebasan hutang ini dapat dilakukan secara sepihak yang berupa pernyataan atau pemberitahuan tertulis kepada Debitur yang isinya Kreditur membebaskan hutangnya dan Debitur menerima pemberitahuan itu atau membalas surat Kreditur yang menyetujui pembebasan hutang tersebut.

g. Musnahnya barang yang terhutang

Apabila barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang itu tidak diketahui lagi apakah barang itu masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus asal musnahnya barang, hilangnya barang bukan kesalahan Debitur dan sebelum Debitur lalai menyerahkan barangnya kepada Kreditur.

(53)

hak-hak berkaitan dengan barang yang musnah atau hilang, misalnya hak asuransi atas barang tersebut maka Debitur diwajibkan menyerahkan kepada Kreditur.

h. Pembatalan perjanjian

Jika syarat subyektif (Sepakat dan Cakap) tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan artinya para pihak dapat menggunakan hak untuk membatalkan atau tidak menggunakan hak untuk membatalkan.

Bila syarat obyektif (obyek tertentu dan sebab yang halal) tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum artinya perjanjian itu sejak semula dianggap tidak pernah ada jadi tidak ada perikatan hukum yang dilahirkan. Meskipun syarat-syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian telah dipenuhi, perjanjian juga dapat dibatalkan oleh salah satu pihak jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan wanprestasi (Pasal 1266 KUH Perdata).

Akibat hukum suatu perjanjian dibatalkan karena syarat subyektif dan syarat obyektif dalam perjanjian tidak dipenuhi atau karena dibatalkan salah satu pihak karena wanprestasi yaitu:

i. Hak dan kewajiban para pihak kembali kepada keadaan semula sebelum adanya perjanjian

(54)

telah menerima pembayaran segera mengembalikan uang (Pasal 1451 dan Pasal 1452 KUH Perdata).

i. Berlakunya suatu syarat batal

Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang lahirnya atau berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa itu masih belum tentu terjadi. Suatu perikatan yang lahirnya digantungkan dengan terjadinya suatu peristiwa dinamakan perikatan dengan syarat tangguh.

(55)

BAB III

HUBUNGAN HUKUM BANK DENGAN NASABAH

A. Bank Sebagai Lembaga Pemberi Kredit

1. Pengertian Bank

Menurut kamus istilah hukum Fockema Andrea, yang dimaksud dengan bank ialah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dnegan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada banker sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.45

Berdasarkan Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam

bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf

hidup rakyat banyak. Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi bank dalam setiap hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana.46

Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan simpanan , sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan kredit . Kesimpulan ini mengandung suatu

45

H. Budi Untung,Op.Cit.,, hal. 13

46

Referensi

Dokumen terkait

Bank Begara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Pematang Siantar telah berhasil meningkatkan keputusan nasabah untuk menggunakan kredit BNI Wirausaha dengan

(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembebanan Hak Tanggungan dan pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan serta permasalahan yang timbul

Secara yuridis formal, ketentuan Pasal 1 angka 11 undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah ditegaskan pengertian kredit, yakni penyediaan uang atau tagihan yang

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan atas perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.. 39 Tahun 1999 tentang Haka

Hal-hal yang dapat diajukan dalam mediasi guna memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah yaitu: Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa

Demikian pula khususnya dalam hal perjanjian Kredit Tanpa Agunan (KTA), kelima hal tersebut diataslah yang menetukan apakah permohonan KTA dapat disetujui atau

Hermansyah, 2009, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia , Jakarta : Kencana Prenada Media