• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Nasabah dengan Bank Dalam Perjanjian Baku Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM PERJANJIAN BAKU KREDIT PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA

D. Penyelesaian Sengketa Nasabah dengan Bank Dalam Perjanjian Baku Kredit Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

Sebagaimana diketahui dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hak-hak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik, sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan

munculnya pengaduan nasabah.93 Walaupun pada kenyataannya sangat jarang bahkan belum pernah terjadi pengaduan nasabah mengenai perjanjian kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia namun tidak tertutup kemungkinan di suatu hari akan terdapat pengaduan nasabah mengenai perjanjian kredit tersebut. Apabila terjadi pengaduan nasabah ataupun sengketa antara nasabah dengan bank atas perjanjian kredit tersebut maka akan diselesaikan secara musyarawarah untuk mufakat seperti yang tercantum dalam Pasal 27 Perjanjian Kredit Umum PT. Bank Negara Indonesia (Persero ) Tbk. Musyawarah untuk mufakat disini maksudnya adalah mediasi perbankan sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia 10/1/2008.94

1. Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi

Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.95

Mediasi perbankan selain dimaksud untuk membantu menjaga reputasi Bank sebagai lembaga intermediasi, juga dimaksudkan untuk memberikan alternatif penyelesaian sengketa kepada nasabah, khususnya bagi nasabah kecil

93

Rachmadi Usman,Penyelesaian., hal. 168.

94

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Endah selaku Staff pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia, pada hari/tanggal : Jumat/ 24 April 2012, pukul : 09.00 di Kantor PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Sentra Kredit Kecil Polonia.

95

dan bentuk usaha mikro dan kecil (UMK), jika pengaduan yang mereka ajukan kepada bank tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.96

Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 telah diatur mengenai persyaratan pengajuan penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan. Hal ini ditentukan dalam Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008, bahwa pengajuan penyelesaian sengketa dalam rangka mediasi perbankan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:97

1. diajukan secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung yang memadai, seperti bukti transaksi keuangan yang dilakukan nasabah;

2. pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh nasabah kepada bank, dibuktikan dengan bukti penerimaan pengaduan dan/atau surat hasil penyelesaian yang dikeluarkan oleh bank;

3. sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya, yaitu sengketa tersebut belum pernah diajukan oleh nasabah dan/atau bank kepada lembaga-lembaga arbitrase atau peradilan atau lembaga mediasi lainnya atau upaya penyelesaian sengketa pada lembaga-lembaga dimaksud sudah dihentikan;

4. sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan;

96

Ibid.

97

5. sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia. Sengketa yang sudah pernah diupayakan penyelesaiannya melalui mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia tidak dapat diproses ulang; dan

6. pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah.

Pengajuan penyelesaian sengketa kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan (Bank Indonesia) hanya dapat dilakukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah, termasuk lembaga, badan hukum, dan atau bank lain yang menjadi nasabah bank tersebut. Sengketa yang dapat di ajukan penyelesaiannya kepada pelaksana fungsi mediasi perbankan adalah sengketa keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.

Nilai tuntutan finansial dalam mediasi perbankan diajukan dalam mata uang rupiah dengan batas paling banyak sebesar Rp. 500.000.00,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah maksimum nilai tuntutan financial tersebut dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian financial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak daapt dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa dilakukan secara tertulis dengan format Formulir Pengajuan Sengketa sebagaimana tercantum di bawah ini dengan menyertakan dokumen berupa:

a. fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah;

b. fotokopi bukti identitas nasabah yang masih berlaku;

c. surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya, dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia;

d. fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan; dan

e. fotokopi surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa dikuasakan.

Formulir Pengajuan Penyelesaian Sengketa pada Mediasi Perbankan disediakan di setiap kantor Bank atau dapat dibuat sendiri oleh nasabah dengan berpedoman pada format seperti yang terdapat di dalam situs resmi Bank Indonesia dengan cara mengakses alamat http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres /FB6B8C42-2688-441C-6BCE135AD592113/12202/lamp_se_814 06.pdf.

Pengajuan penyelesaian sengketa tersebut, dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja, yang terhitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari bank sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos.98

98

Pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah ditujukan kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro lantai 29, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 dengan tembusan disampaikan kepada bersangkutan. Pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat menolak pengajuan penyelesaian sengketa apabila tidak memenuhi persyaratan.99

Demikian pula mengenai batas jangka (batas) waktu penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan telah diatur secara limitative dalam ketentuan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008, bahwa proses mediasi dilakukan dalam jangka waktu maksimal 30 hari kerja terhitung sejak nasabah arau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi, dengan ketentuan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan bersama antara nasabah dengan bank.100

Ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 menentukan sebagai berikut:

Pelaksanaan proses mediasi sampai dengan ditandatanganinya Akta Kesepakatan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank menandatangani perjanjian Mediasi (agreement to mediate) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)

99

Ibid.

100

Sebelum penandatanganan perjanjian mediasi, pelaksana fungsi mediasi perbankan Bank Indonesia akan memanggil nasabah dan bank untuk menjelaskan seputar101:

a. tata cara pelaksanaan proses mediasi perbankan pada penyelesaian sengketa perbankan

b. seluk beluk isi perjanjian mediasi perbankan

Pelaksana fungsi mediasi perbankan memanggil nasabah dan bank untuk menjelaskan tata cara pelaksanaan mediasi perbankan. Apabila nasabah dan bank sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa, nasabah dan bank wajib menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate).102

Sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008, sebelum proses mediasi dilaksanakan, maka nasabah atau perwakilan nasabah dari bank wajib atau harus membuat dan menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate) yang memuat:

a. kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa; dan

b. persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

101

Ibid., hal.229.

102

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP, aturan mediasi perbankan tersebut memuat kondisi-kondisi yang terkait dengan proses mediasi perbankan, yang minimal memuat hal-hal sebagai berikut103:

2. Nasabah dan bank wajib menyampaikan dan mengungkapkan seluruh informasi penting yang terkait dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan mediasi.

3. Seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasi merupakan informasi yang bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskan untuk kepentingan pihak lain di luar pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses mediasi, yaitu pihak-pihak selain Nasabah, Bank dan Mediator.

4. Mediator bersikap netral, tidak memihak dan berupaya membantu para pihak untuk menghasilkan kesepakatan.

5. Kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi adalah kesepakatan secara sukarela antara nasabah dengan bank dan bukan merupakan rekomendasi dan atau keputusan mediator.

6. Nasabah dan bank tidak dapat meminta pendapat hukum (legal advice) maupun jasa konsultasi hukum (legal counsel) kepada mediator.

7. Nasabah dan bank dengan alasan apa pun tidak akan mengajukan tuntutan hukum terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan, baik atas kerugian yang mungkin timbul karena pelaksanaan atau eksekusi Akta Kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lain yang terkait dengan pelaksanaan mediasi.

103

8. Nasabah dan bank yang mengikuti proses mediasi berkehendak untuk menyelesaikan sengketa. Dengan demikian, nasabah dan bank bersedia:

a. melakukan proses mediasi dengan itikad baik;

b. bersikap koperatif dengan mediator selama proses mediasi berlangsung; dan

c. menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan tanggal dan tempat yang telah disepakati.

9. Dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya mencapai kesepakatan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan pokok sengketa, maka nasabah dan bank menyetujui tindakan-tindakan yang dilakukan mediator antara lain:

a. menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai tenaga ahli untuk mendukung kelancara mediasi; atau

b. menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampui batas waktu proses mediasi; atau

c. menghentikan proses mediasi.

10. Dalam hal nasabah dan atau bank melakukan upaya lanjutan penyelesaian snegketa melalui proses arbitrase atau peradilan, nasabah dan bank sepakat untuk:

a. tidak melibatkan mediator maupun Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan untuk memberi kesaksian dalam pelaksanaan arbitrase atau peradilan dimaksud;

b. tidak meminta mediator maupun Bank Indonesia menyerahkan sebagian atau seluruh dokumen mediasi yang ditatausahakan Bank Indonesia, baik berupa catatan, laporan, risalah, laporan proses mediasi dan atau berkas lainnya yang terkait dengan proses mediasi.

11. Dalam hal nasabah dan bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atau tenaga ahli tertentu, maka nasabah dan bank sepakat untuk menanggung biaya narasumber atau tenaga ahli dimaksud.

12. Proses Mediasi berakhir dalam hal: a. tercapainya kesepakatan;

b. berakhirnya jangka waktu mediasi;

c. terjadi kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi; d. nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau

e. salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi (agreement to mediate).

Dalam pelaksanaan proses mediasi, baik nasabah maupun bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama nasabah atau bank. Dalam hal ini pihak yang menerima kuasa dapat berupa perseorangan, lembaga, atau badan hukum. Pemberian kuasa tersebut di atas harus dilakukan dengan surat kuasa khusus tanpa hak substitusi, bermaterai cukup, dan paling kurang mencantumkan hal-hal sebagai berikut:104

a. identitas pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa, dengan menyebutkan dasar kewenangannya;

104

b. pemberian kewenangan kepada penerima kuasa untuk mengikuti proses mediasi sesuai dengan aturan mediasi, termasuk pengambilan keputusan berupa kesepakatan.

Pemberian kuasa dapat pula mencakup kewenangan untuk menandatangani dokumen-dokumen yang terkait dengan proses mediasi, antara lain Perjanjian Mediasi (agreement to mediate) dan Akta Kesepakatan.

Proses mediasi dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 hari (tiga puluh) hari kerja yang dihitung sejak Nasabah dan Bank menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate) sampai dengan penandatanganan Akta kesepakatan. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya berdasarkan Kesepakatan Nasabah dan Bank yang dituangkan secara tertulis.

Kesepakatan tertulis mengenai perpanjangan waktu pelaksanaan proses mediasi mencantumkan secara jelas alasan dilakukannya perpanjangan waktu, antara lain untuk menghadirkan narasumber tertentu yang memiliki keahlian dan kompetensi sesuai masalah yang disengketakan. Perpanjangan waktu dimaksud dapat dilakukan sepanjanng memenuhi persyaratan:105

a. Para pihak memiliki itikad baik dengan mematuhi aturan mediasi dan perjanjian mediasi (agreement to mediate); dan

b. Jangka waktu proses mediasi hampir berakhir, namun menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan.

105

Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu Akta Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Bersifat final berarti sengketa tersebut dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksanaan fungsi mediasi perbankan. Bersifat mengikat berarti kesepakatan berlaku sebagai Undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP terdapat kewajiban-kewajiban bank terkait dengan proses penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan, yaitu:

1. Memenuhi penggilan Bank Indonesia; 2. Menaati Perjanjian Mediasi Perbankan; 3. Melaksanakan akta kesepakatan;

4. Mempublikasikan sarana alternatif penyelesaian sengketa di bidang perbankan.

Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/14/DPNP lebih lanjut diatur mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kewajiban bank mempublikasikan mediasi perbankan kepada nasabah, sebagai berikut:

b. Bank wajib mempublikasikan adanya sarana alternatif penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan kepada nasabah dengan cara:

i. menyediakan informasi dalam bentuk leaflet, booklet, poster dan/atau bentuk publikasi lainnya, termasuk website bank. Leaflet,

booklet, dan/atau poster disediakan di setiap kantor Bank pada lokasi yang mudah di akses oleh Nasabah; dan

ii. menyampaikan leaflet yang memuat informasi mengenai mediasi perbankan kepada nasabah, yang dilakukan bersama-sama dengan pengiriman dan/atau penyampaian surat hasil penyelesaian pengaduan.

c. Informasi yang wajib dipublikasikan oleh Bank paling kurang memuat: i. prosedur yang harus ditempuh nasabah untuk dapat mengajukan

penyelesaian sengketa;

ii. persyaratan pengajuan penyelesaian sengketa; iii. batas waktu pengajuan penyelesaian sengketa;

iv. nilai tuntutan financial maksimal untuk setiap sengketa, yaitu berupa kerugian financial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk menyelesaikan sengketa; dan

v. cakupan nilai tuntutan financial tidak termasuk nilai kerugian immaterial.

d. Penyediaan informasi dalam bentuk leaflet, booklet, dan/atau poster di setiap kantor bank dilakukan paling lambat tanggal 1 September 2006.

Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 yang menentukan sebagai berikut:

(1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 9 ayat (2), Pasal 13, dan Pasal 14 dikenakan sanksi administrative sesuai Pasal 52 Undanng-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa teguran tertulis.

(2) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperhitungkan dalam kompenen penilaian tingkat kesehatan Bank. Sanksi administratif tersebut dikenakan bagi bank yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008, yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban bank dalam proses penyelesaian sengketa pada mediasi perbankan, yaitu:

a. Pasal 7 ayat (2) : bank tidak memenuhi panggilan Bank Indonesia dalam rangka penyelesaian sengketa mediasi perbankan;

b. Pasal 9 ayat (2) : bank tidak mengikuti dan mentaati perjanjian mediasi perbankan yang telah ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank;

c. Pasal 13 : bank tidak melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan yang telah disepakati dan dituangkan dalam Akta Kesepakatan antara nasabah dengan bank;

d. Pasal 14 : bank tidak mempublikaskan adanya sarana alternatif penyelesaian sengketa di bidang perbankan dengan cara mediasi kepada nasabah.

2. Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi (Melalui Pengadilan)

Apabila nasabah dan bank tidak mencapai kesepakatan dalam proses mediasi perbankan, nasabah tetap dapat melanjutkan upaya penyelesaian sengketa melalui cara arbitrase atau jalur peradilan.106

Penyelesaian kredit melalui institusi hukum dapat dilakukan melalui pendekatan litigasi (jalur pengadilan) dan pendekatan non-litigasi (di luar pengadilan) dan pendekatan non litigasi ( di luar pengadilan). Pendekatan litigasi akan menyerap biaya yang cukup besar serta memakan waktu yang cukup lama karena adanya proses hukum. Sedangkan pendekatan nonlitigasi menyerap biaya yang relatif kecil serta memakan waktu yanag relatif singkat.107

Apabila debitur dan bank telah mencoba melakukan mediasi tetapi tidak menemukan kata sepakat, maka debitur dapat melakukan upaya hukum, yaitu dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Pada gugatan keperdataan melalui pengadilan negeri, debitur harus melakukannya sesuai dengan sistem acara keperdataan yang dimulai dengan menunjuk kuasa yang akan maju di persidangan dengan surat kuasa khusus, membuat surat gugatan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang, mendaftarkan perkara hingga pelaksanaan eksekusi. Namun dimungkinkan pula ditengah persidangan terjadi perdamaian para pihak sehingga diputus damai.108

106

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/BC44A72B-42B5-4C3A-951C-DB1689381CA2/908/ PanduanSingkatPenyelesaianPermasalahanAndadenganBa.pdfdiakses pada hari/tanggal: Selasa/1 Mei 2012, pada pukul : 20.23 WIB.

107

Rachmadi Usman,Penyelesaian, hal. 121.

108

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian mengenai perjanjian baku kredit bank pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan kaitannya dengan perlindungan konsumen maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perjanjian kredit bank merupakan perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh bank, dimana pihak debitur hanya tinggal menandatangani. Bank dalam membuat perjanjian kredit cenderung memuat klausul-klausul yang memberatkan konsumen. Klausul-klausul perjanjian kredit tersebut memberikan tanggung jawab kepada konsumen lebih banyak dibandingkan dengan bank. Sehingga terdapat ketidakseimbangan kedudukan di dalam Perjanjian Kredit yaitu pihak debitur berada pada posisi yang sangat lemah. Pada Pasal 1338 ayat (3) dan Pasal 1339 KUH Perdata mengatur bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dan kepatutan, sehingga perjanjian kredit yang melanggar pasal tersebut dapat dimintakan pembatalannya.

2. Klausul-klasul baku dalam perjanjian kredit bank bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen khususnya Pasal 18 yang memuat larangan terhadap larangan klausula baku. Bank dalam membuat perjanjian kredit secara sepihak sampai sekarang belum menyesuaikan dengan Undang-undang perlindungan

konsumen. Pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran klausula baku sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen juga sampai sekarang belum dilaksanakan.

3. Penyelesaian sengketa yang di dahulukan untuk ditempuh apabila terjadi sengketa antara nasabah dan bank adalah penyelesaian sengketa secara mediasi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/2008 tentang Mediasi Perbankan. Penyelesaian sengketa secara mediasi ini juga dipertegas di dalam klausul yang terdapat di dalam perjanjian kredit yaitu Pasal 27 yang menyebutkan (1) Segala Perselisihan yang timbul antara Para Pihak berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan Perjanjian Kredit ini akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat oleh Para Pihak.

B. Saran

1. Diharapkan pihak Bank dapat membuat perjanjian kredit lebih adil dan patut sehingga tidak terdapat lagi klausul-klausul perjanjian kredit yang isinya sangat memberatkan debitur.

2. Bank diharapkan dalam membuat klausul-klausul perjanjian kredit dapat menyesuaikan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3. Pengawasan dan Penegakan hukum terhadap pelanggaran klausula baku diharapkan dapat dilaksanakan instansi terkait, sehingga Undang-undang Perlindungan Konsumen agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.