• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Kombinasi Bubuk Fuli Pala (Myristica Fragrans Houtt) dan NaCl Sebagai Pengawet Alami Pada Mi Basah Matang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Kombinasi Bubuk Fuli Pala (Myristica Fragrans Houtt) dan NaCl Sebagai Pengawet Alami Pada Mi Basah Matang"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI

BASAH MATANG

Oleh: ADI PUTRA

F24103097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SKRIPSI

APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI

BASAH MATANG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: ADI PUTRA

F24103097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Adi Putra. F24103097. Aplikasi Kombinasi Bubuk Fuli Pala (Myristica fragrans

Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Alami Pada Mi Basah Matang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.

RINGKASAN

Mi basah termasuk bahan pangan yang mudah rusak (High Perishable Food) karena kadar air yang cukup tinggi. Saat ini usaha yang dapat dilakukan oleh produsen untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan memperpanjang umur simpan adalah dengan melakukan penambahan bahan pengawet. Akan tetapi seringkali bahan pengawet yang ditambahkan bukan pengawet makanan, seperti penyalahgunaan formalin yang cukup meresahkan masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mencari bahan-bahan alami yang aman sebagai pengawet. Fuli pala merupakan bahan alami yang dapat dijadikan alternatif sebagai pengawet alami.

Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah yang diproduksi dengan bahan pengawet alami yaitu bubuk fuli pala (Myristica fragrans Houtt) yang dikombinasikan dengan NaCl, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Produk yang dihasilkan diharapkan selain memiliki umur simpan yang lebih panjang juga memiliki karakteristik sensori berupa tekstur, aroma, warna dan rasa yang masih dapat diterima oleh konsumen.

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap. Pada penelitian tahap pertama dilakukan pengujian daya simpan mi basah matang, pembuatan bubuk fuli pala, penentuan konsentrasi bubuk fuli pala dan penentuan konsentrasi NaCl secara subyektif. Pada penelitian tahap kedua kombinasi konsentrasi bubuk fuli pala dan NaCl terbaik dianalisis lebih lanjut secara obyektif dan dibandingkan dengan mi basah matang kontrol tanpa penambahan bubuk fuli pala. Analisis yang dilakukan meliputi analisis TPC, total kapang, pH, aw, warna, tekstur, dan organoleptik.

Berdasarkan hasil pengamatan subyektif, diketahui bahwa kerusakan mi basah matang yang disimpan pada suhu ruang terjadi pada jam pengamatan ke-42 ditandai dengan munculnya bau asam sedangkan berdasarkan hasil pengamatan obyektif, secara mikrobiologi telah melewati batas SNI (106 cfu/g) pada jam pengamatan ke-24.

(4)

Mi kontrol memiliki nilai aw sebesar 0.97 sedangkan mi yang dibuat dengan penambahan bubuk fuli pala 1% + NaCl 4% memiliki nilai aw sebesar 0.92. Penambahan bubuk fuli pala 1% dan NaCl 4% mampu menurunkan nilai aw.

Mi yang dibuat dengan penambahan bubuk fuli pala 1% + NaCl 4% mempunyai nilai pH awal 9.04 dan pH akhir sebesar 6.97 sedangkan mi kontrol mempunyai nilai pH awal 9.25 dan pH akhir sebesar 5.93. Penambahan bubuk fuli pala 1% dan NaCl 4% mampu menghambat laju penurunan pH.

Perubahan warna pada mi basah matang tidak terlalu berpengaruh selama penyimpanan. Hal itu terlihat pada perubahan ketajaman warna (nilai L) dan golongan warna (ºHue) selama penyimpanan. Kerusakan mi baik secara subyektif maupun obyektif, kurang berpengaruh terhadap warna mi basah matang. Nilai L dan nilai ºHue relatif stabil selama penyimpanan.

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI

BASAH MATANG

Oleh: ADI PUTRA

F24103097

Dilahirkan pada tanggal 13 Maret 1983

di Tangerang

Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui,

Bogor, Agustus2007

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.

Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 13 Maret 1983.

Penulis adalah anak ke-3 dari pasangan Nursin dan Ani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1996 di

SDN Parigi 02 Pondok Aren kemudian melanjutkan

pendidikan menengah pertama di Mts. Al – Sa’adah Pondok

Aren Tangerang hingga tahun 1999. Penulis menamatkan

pendidikan menengah atas di SMA Dwiwarna Parung, Bogor pada tahun 2003.

Penulis pernah mengikuti program pertukaran pelajar AFS di Oita Uenogaoka

High School Jepang pada tahun 2001 – 2002. Penulis melanjutkan pendidikan

tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB) pada tahun 2003.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus

Himitepa pada tahun 2005 dan berbagai kepanitiaan lainnya, seperti Kepanitiaan

Lepas Landas Sarjana tahun 2005 dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2005.

Penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan dan sebagai

tugas akhir, penulis mengambil penelitian dengan judul Aplikasi Kombinasi

Bubuk Fuli Pala (Myristica fragrans Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Alami Pada Mi Basah Matang di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie,

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut

Pertanian Bogor.

Selama melaksanakan penelitian dan terselesainya skripsi ini penulis telah

mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS selaku dosen pembimbing yang

banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis.

2. Dra. Suliantari, MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji.

3. Ir. Elvira Syamsir, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji.

4. Bapak dan ibuku yang tiada henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang,

nasehat dan semangat.

5. Kakak-kakakku dan adikku terima kasih atas dukungannya selama ini.

6. Ibu Latifah, Ibu Endang, dan Ibu Nasti terimakasih atas motivasi dan bantuan

yang diberikan selama ini.

7. Pak Koko yang telah banyak membantu dan setia menemani siang dan malam

di laboratorium selama penelitian.

8. Bu Rubiyah, Teh Ida, Bu Antin, Mas Edi, dan Pak Mul terimakasih atas

kerjasamanya.

9. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan (Agus, Arie, dan Lita) terimakasih

atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.

10.Teman-teman penelitianku (Sarwo, Nooy, Hendy, Steph, Mitoel, Wayan,

Jeng-jeng, Rina, Denang, Oneth, Kaninta, Tathan, Martin, dll ) yang telah

banyak membantu selama penelitian.

11.Teman-teman yang pernah membantu menemani lembur di laboratorium (

Tilo, Mardiati, Ekus, Hanifah, Dhani, sinung, udjo ) Terimaksih atas

(8)

12.Sinung, Shindu, Gilang, Dito terimakasih atas kedekatan dan persahabatannya

selama ini.

13.Teman-teman ITP 40, 41, dan 42 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

14.Tak terlupakan sahabat-sahabatku 2 no 8 kumi tokuni Tomomi, Tsubasa, Masami, Moe, Anai. Itsumo hagemashite kurete arigatou.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan

mungkin terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna

dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2007

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. SASARAN ... 3

D. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. FULI PALA ... 4

1. Botani ... 4

2. Komposisi Fisik dan Kimia... 5

B. GARAM... 7

C. MI... 8

1. Jenis Mi ... 8

2. Proses Pembuatan Mi... 10

D. KERUSAKAN MI BASAH... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. METODE PENELITIAN ... 15

1. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala dan NaCl... 15

a. Pengujian daya simpan mie basah matang... 15

b. Pembuatan Bubuk Fuli Pala... 16

c. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala... 17

d. Penentuan Konsentrasi NaCl... 18

(10)

3. Prosedur Analisis ... 20

a. Analisis Mikrobiologi ... 20

1). Analisis Total Mikrobiologi ... 20

2). Analisis Total Kapang ... 21

b. Analsisi Fisik... 21

1). Warna... 21

2). Tekstur ... 22

c. Analisis Kimia... 22

1). Nilai pH... 22

2). Nilai aw... 23

d. Uji Organoleptik... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. PENENTUAN KONSENTRASI BUBUK FULI PALA DAN NaCl ... 24

1. Pengujian daya simpan mie basah matang... 24

2. Pembuatan Bubuk Fuli Pala ... 25

3. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala ... 25

4. Penentuan Konsentrasi NaCl ... 28

B. PENGARUH KOMBINASI BUBUK FULI PALA DAN NaCl PADA MUTU MI BASAH ... 30

1. Total Mikroba Mi Basah Matang Selama Penyimpanan .. 30

2. Total Kapang Mi Basah Matang Selama Penyimpanan.... 36

3. Nilai aw... 37

4. Nilai pH... 39

5. Warna ... 40

a. Nilai L (ketajaman warna)... 40

b. Derajat Hue ... 42

6. Tekstur ... 44

7. Uji Organoleptik... 46

a. Warna ... 46

b. Aroma... 47

(11)

SKRIPSI

APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI

BASAH MATANG

Oleh: ADI PUTRA

F24103097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

SKRIPSI

APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI

BASAH MATANG

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh: ADI PUTRA

F24103097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Adi Putra. F24103097. Aplikasi Kombinasi Bubuk Fuli Pala (Myristica fragrans

Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Alami Pada Mi Basah Matang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.

RINGKASAN

Mi basah termasuk bahan pangan yang mudah rusak (High Perishable Food) karena kadar air yang cukup tinggi. Saat ini usaha yang dapat dilakukan oleh produsen untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan memperpanjang umur simpan adalah dengan melakukan penambahan bahan pengawet. Akan tetapi seringkali bahan pengawet yang ditambahkan bukan pengawet makanan, seperti penyalahgunaan formalin yang cukup meresahkan masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mencari bahan-bahan alami yang aman sebagai pengawet. Fuli pala merupakan bahan alami yang dapat dijadikan alternatif sebagai pengawet alami.

Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah yang diproduksi dengan bahan pengawet alami yaitu bubuk fuli pala (Myristica fragrans Houtt) yang dikombinasikan dengan NaCl, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Produk yang dihasilkan diharapkan selain memiliki umur simpan yang lebih panjang juga memiliki karakteristik sensori berupa tekstur, aroma, warna dan rasa yang masih dapat diterima oleh konsumen.

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap. Pada penelitian tahap pertama dilakukan pengujian daya simpan mi basah matang, pembuatan bubuk fuli pala, penentuan konsentrasi bubuk fuli pala dan penentuan konsentrasi NaCl secara subyektif. Pada penelitian tahap kedua kombinasi konsentrasi bubuk fuli pala dan NaCl terbaik dianalisis lebih lanjut secara obyektif dan dibandingkan dengan mi basah matang kontrol tanpa penambahan bubuk fuli pala. Analisis yang dilakukan meliputi analisis TPC, total kapang, pH, aw, warna, tekstur, dan organoleptik.

Berdasarkan hasil pengamatan subyektif, diketahui bahwa kerusakan mi basah matang yang disimpan pada suhu ruang terjadi pada jam pengamatan ke-42 ditandai dengan munculnya bau asam sedangkan berdasarkan hasil pengamatan obyektif, secara mikrobiologi telah melewati batas SNI (106 cfu/g) pada jam pengamatan ke-24.

(14)

Mi kontrol memiliki nilai aw sebesar 0.97 sedangkan mi yang dibuat dengan penambahan bubuk fuli pala 1% + NaCl 4% memiliki nilai aw sebesar 0.92. Penambahan bubuk fuli pala 1% dan NaCl 4% mampu menurunkan nilai aw.

Mi yang dibuat dengan penambahan bubuk fuli pala 1% + NaCl 4% mempunyai nilai pH awal 9.04 dan pH akhir sebesar 6.97 sedangkan mi kontrol mempunyai nilai pH awal 9.25 dan pH akhir sebesar 5.93. Penambahan bubuk fuli pala 1% dan NaCl 4% mampu menghambat laju penurunan pH.

Perubahan warna pada mi basah matang tidak terlalu berpengaruh selama penyimpanan. Hal itu terlihat pada perubahan ketajaman warna (nilai L) dan golongan warna (ºHue) selama penyimpanan. Kerusakan mi baik secara subyektif maupun obyektif, kurang berpengaruh terhadap warna mi basah matang. Nilai L dan nilai ºHue relatif stabil selama penyimpanan.

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI

BASAH MATANG

Oleh: ADI PUTRA

F24103097

Dilahirkan pada tanggal 13 Maret 1983

di Tangerang

Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui,

Bogor, Agustus2007

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.

Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 13 Maret 1983.

Penulis adalah anak ke-3 dari pasangan Nursin dan Ani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1996 di

SDN Parigi 02 Pondok Aren kemudian melanjutkan

pendidikan menengah pertama di Mts. Al – Sa’adah Pondok

Aren Tangerang hingga tahun 1999. Penulis menamatkan

pendidikan menengah atas di SMA Dwiwarna Parung, Bogor pada tahun 2003.

Penulis pernah mengikuti program pertukaran pelajar AFS di Oita Uenogaoka

High School Jepang pada tahun 2001 – 2002. Penulis melanjutkan pendidikan

tinggi di Institut Pertanian Bogor Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian melalui Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB) pada tahun 2003.

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus

Himitepa pada tahun 2005 dan berbagai kepanitiaan lainnya, seperti Kepanitiaan

Lepas Landas Sarjana tahun 2005 dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan 2005.

Penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Mikrobiologi Pangan dan sebagai

tugas akhir, penulis mengambil penelitian dengan judul Aplikasi Kombinasi

Bubuk Fuli Pala (Myristica fragrans Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Alami Pada Mi Basah Matang di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie,

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut

Pertanian Bogor.

Selama melaksanakan penelitian dan terselesainya skripsi ini penulis telah

mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS selaku dosen pembimbing yang

banyak memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis.

2. Dra. Suliantari, MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji.

3. Ir. Elvira Syamsir, MSi atas kesediaannya sebagai dosen penguji.

4. Bapak dan ibuku yang tiada henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang,

nasehat dan semangat.

5. Kakak-kakakku dan adikku terima kasih atas dukungannya selama ini.

6. Ibu Latifah, Ibu Endang, dan Ibu Nasti terimakasih atas motivasi dan bantuan

yang diberikan selama ini.

7. Pak Koko yang telah banyak membantu dan setia menemani siang dan malam

di laboratorium selama penelitian.

8. Bu Rubiyah, Teh Ida, Bu Antin, Mas Edi, dan Pak Mul terimakasih atas

kerjasamanya.

9. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan (Agus, Arie, dan Lita) terimakasih

atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.

10.Teman-teman penelitianku (Sarwo, Nooy, Hendy, Steph, Mitoel, Wayan,

Jeng-jeng, Rina, Denang, Oneth, Kaninta, Tathan, Martin, dll ) yang telah

banyak membantu selama penelitian.

11.Teman-teman yang pernah membantu menemani lembur di laboratorium (

Tilo, Mardiati, Ekus, Hanifah, Dhani, sinung, udjo ) Terimaksih atas

(18)

12.Sinung, Shindu, Gilang, Dito terimakasih atas kedekatan dan persahabatannya

selama ini.

13.Teman-teman ITP 40, 41, dan 42 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

14.Tak terlupakan sahabat-sahabatku 2 no 8 kumi tokuni Tomomi, Tsubasa, Masami, Moe, Anai. Itsumo hagemashite kurete arigatou.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna dan

mungkin terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna

dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2007

Penulis

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. SASARAN ... 3

D. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. FULI PALA ... 4

1. Botani ... 4

2. Komposisi Fisik dan Kimia... 5

B. GARAM... 7

C. MI... 8

1. Jenis Mi ... 8

2. Proses Pembuatan Mi... 10

D. KERUSAKAN MI BASAH... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 15

A. BAHAN DAN ALAT ... 15

B. METODE PENELITIAN ... 15

1. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala dan NaCl... 15

a. Pengujian daya simpan mie basah matang... 15

b. Pembuatan Bubuk Fuli Pala... 16

c. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala... 17

d. Penentuan Konsentrasi NaCl... 18

(20)

3. Prosedur Analisis ... 20

a. Analisis Mikrobiologi ... 20

1). Analisis Total Mikrobiologi ... 20

2). Analisis Total Kapang ... 21

b. Analsisi Fisik... 21

1). Warna... 21

2). Tekstur ... 22

c. Analisis Kimia... 22

1). Nilai pH... 22

2). Nilai aw... 23

d. Uji Organoleptik... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. PENENTUAN KONSENTRASI BUBUK FULI PALA DAN NaCl ... 24

1. Pengujian daya simpan mie basah matang... 24

2. Pembuatan Bubuk Fuli Pala ... 25

3. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala ... 25

4. Penentuan Konsentrasi NaCl ... 28

B. PENGARUH KOMBINASI BUBUK FULI PALA DAN NaCl PADA MUTU MI BASAH ... 30

1. Total Mikroba Mi Basah Matang Selama Penyimpanan .. 30

2. Total Kapang Mi Basah Matang Selama Penyimpanan.... 36

3. Nilai aw... 37

4. Nilai pH... 39

5. Warna ... 40

a. Nilai L (ketajaman warna)... 40

b. Derajat Hue ... 42

6. Tekstur ... 44

7. Uji Organoleptik... 46

a. Warna ... 46

b. Aroma... 47

(21)

d. Rasa ... 49

e. Keseluruhan (overall)... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. KESIMPULAN ... 52

B. SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Persentase berat bagian-bagian buah

pala...

Tabel 2. Komposisi kimia fuli pala berdasarkan analisis proksimat

dalam 100 g edible portion.... Tabel 3. Syarat mutu mi basah (SNI 01-2987-1992)...

Tabel 4. Penggunaan Bubuk Fuli Pala dalam Mie Basah...

Tabel 5. Formulasi Penggunaan NaCl dalam Mi Basah...

Tabel 6. Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu sensori mi basah

matang...

Tabel 7. Pengaruh konsentrasi bubuk fuli pala terhadap mutu sensori

mi selama penyimpanan...

Tabel 8. Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap mutu sensori mi

selama penyimpanan...

Tabel 9. Formulasi mi kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl...

Tabel 10.Perbandingan umur simpan mi basah matang berdasarkan

pengamatan subyektif dan mikrobiologi...

Tabel 11.Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap nilai

aw mi...

6

6

9

17

18

24

26

29

30

35

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mi basah secara umum... 11

Gambar 2. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum... 16

Gambar 3. Diagram alir pembuatan bubuk fuli pala... 17

Gambar 4. Diagram alir konsep penelitian... 19

Gambar 5. Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

total mikroba mi selama penyimpanan ... 31

Gambar 6. Grafik persamaan garis lurus nilai total mikroba mi + fuli

Pala 0% dan NaCl 1% (kontrol)... 32

Gambar 7. Grafik persamaan garis lurus nilai total mikroba mi + fuli

Pala 0% dan NaCl 4% ... 33

Gambar 8. Grafik persamaan garis lurus nilai total mikroba mi + fuli

Pala 1% dan NaCl 1% ... 33

Gambar 9. Grafik persamaan garis lurus nilai total mikroba mi + fuli

Pala 1% dan NaCl 4% ... 34

Gambar 10. Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

total kapang mi selama penyimpanan... 36

Gambar 11. Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

nilai pH mi selama penyimpanan... 40

Gambar 12 Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

nilai L mi selama penyimpanan ... 41

Gambar 13 Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

nilai ºHue mi selama penyimpanan... 43

Gambar 14. Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

kekerasan mi selama penyimpanan... 45

Gambar 15. Pengaruh kombinasi bubuk fuli pala dan NaCl terhadap

kelengketan mi selama penyimpanan... 45

Gambar 16. Hasil uji hedonik terhadap warna mi basah matang... 47

Gambar 17. Hasil uji hedonik terhadap aroma mi basah matang... 48

(24)

Gambar 19. Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang ... 50

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Jumlah total mikroba mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 0 % dan NaCl 1% (kontrol) ... 56

Lampiran 2. Jumlah total mikroba mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 0 % dan NaCl 4 %... 57

Lampiran 3. Jumlah total mikroba mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 1 % dan NaCl 1%... 58

Lampiran 4. Jumlah total mikroba mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 1 % dan NaCl 4 %... 59

Lampiran 5. Jumlah total kapang mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 0 % dan NaCl 1% (kontrol) ... 60

Lampiran 6. Jumlah total kapang mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 0 % dan NaCl 4 %... 61

Lampiran 7. Jumlah total kapang mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 1 % dan NaCl 1%... 62

Lampiran 8. Jumlah total kapang mi basah matang dengan penambahan

bubuk fuli pala 1 % dan NaCl 4 %... 63

Lampiran 9a.Perubahan pH mi basah matang dengan penambahan bubuk

fuli pala 0 % dan NaCl 1 % (kontrol) ... 64

Lampiran 9b.Perubahan pH mi basah matang dengan penambahan bubuk

fuli pala 0 % dan NaCl 4 %... 64

Lampiran 10a.Perubahan pH mi basah matang dengan penambahan bubuk

fuli pala 1 % dan NaCl 1 %... 65

Lampiran 10b. Perubahan pH mi basah matang dengan penambahan bubuk

fuli pala 1 % dan NaCl 4 %... 65

Lampiran 11. Pengamatan analisis warna mi basah matang dengan bubuk

fuli pala 0 % + NaCl 1 % (kontrol) ... 66

Lampiran 12. Pengamatan analisis warna mi basah matang dengan bubuk

fuli pala 0 % + NaCl 4 % ... 68

Lampiran 13. Pengamatan analisis warna mi basah matang dengan bubuk

(26)

Lampiran 14. Pengamatan analisis warna mi basah matang dengan bubuk

fuli pala 1 % + NaCl 4 % ... 72

Lampiran 15. Hasil analisis sidik ragam nilai L (Ketajaman warna) .... 74

Lampiran 16. Perubahan tekstur mi basah matang dengan bubuk fuli

pala 0% + NaCl 1% (kontrol)... 75

Lampiran 17. Perubahan tekstur mi basah matang dengan bubuk fuli

pala 0% + NaCl 4%... 76

Lampiran 18. Perubahan tekstur mi basah matang dengan bubuk fuli

pala 1% + NaCl 1%... 77

Lampiran 19. Perubahan tekstur mi basah matang dengan bubuk fuli

pala 1% + NaCl 4%... 78

Lampiran 20. Hasil analisis sidik ragam uji hedonik warna mi basah

matang... 79

Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam uji hedonik aroma mi basah

matang... 80

Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam uji hedonik tekstur mi basah

matang... 81

Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam uji hedonik rasa mi basah

matang... 82

Lampiran 24. Hasil analisis sidik ragam uji hedonik keseluruhan

(27)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mi merupakan salah satu jenis makanan yang populer di Asia

khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Di Indonesia, banyak orang

mengkonsumsi mi karena rasanya yang disukai dan praktis dalam

penyajiannya. Mi sering dijadikan pangan alternatif pengganti nasi sebagai

penghasil energi karena kandungan karbohidratnya yang tinggi.

Produksi mi basah di Indonesia cukup besar. Menurut Badan Pusat

Statistik, data produksi mi basah di Indonesia pada tahun 2002 sebesar

92.492.696 kg, sedangkan data konsumsi mi basah penduduk Indonesia pada

tahun 2004 untuk pengeluaran rata-rata perkapita dalam seminggu adalah

0.003 kg. Artinya konsumsi mi basah setiap penduduk Indonesia dalam

seminggu adalah 3 gram mi basah.

Mi basah yang dikonsumsi umumnya berupa produk olahan dari mi

basah seperti mi ayam yang menggunakan mi basah mentah, soto mi, bakso,

dan taoge goreng yang menggunakan mi basah matang. Produk olahan ini

umumnya dikonsumsi sebagai makanan jajanan, sarapan dan makan siang.

Mi basah mentah biasanya dijual tanpa proses pemasakan terlebih dahulu

dengan kadar air sekitar 35%, sedangkan mi basah matang telah mengalami

proses pemasakan sehingga kadar airnya mencapai 52% (Astawan, 1999).

Kadar air mi basah yang cukup tinggi serta kondisi sanitasi proses

produksi, peralatan dan perilaku pekerja yang kurang terjamin kebersihannya

menyebabkan mi basah cepat mengalami kerusakan akibat pertumbuhan

mikroba seperti kapang, khamir dan bakteri yang cukup tinggi. Pada mi basah

matang kerusakan terjadi setelah 40 jam pada suhu kamar berupa tumbuhnya

kapang (Hoseney, 1998). Saat ini usaha yang dapat dilakukan oleh produsen

untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan memperpanjang umur simpan

mi basah adalah dengan melakukan penambahan bahan pengawet. Akan

tetapi seringkali bahan pengawet yang ditambahkan bukanlah pengawet

(28)

Produsen mi sering menggunakan bahan yang dilarang seperti

formalin dan boraks sebagai pengawet pada mi basah. Hasil pengujian Badan

POM dari sampling dan pengujian laboratorium secara serentak di Bandar

Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram,

dan Makasar pada Desember 2005 menunjukkan bahwa 64,32% mi basah

tidak memenuhi syarat kesehatan karena mengandung formalin. Selain itu,

Badan POM juga melaporkan, dari 24 sampel yang diuji, lebih dari 80% mi

basah yang dijual di Pasar Bandung mengandung boraks dan formalin

(Anonim, 2005). Alasan produsen menggunakan formalin dan boraks sebagai

bahan pengawet adalah karena harga yang murah, lebih awet, dan mutu mi

basah yang dihasilkan lebih bagus (Astawan, 2006).

Maraknya kasus penggunaan formalin pada mi basah membuat

masyarakat menjadi resah dan lebih selektif dalam memilih bahan pangan.

Hal tersebut mendorong dilakukannya usaha untuk mencari bahan-bahan

alami sebagai pengawet. Fuli pala merupakan bahan alami yang dapat

dijadikan alternaif sebagai pengawet alami.

Fuli pala dihasilkan dari tanaman pala yang merupakan rempah

indigenes Indonesia. Potensi antimikroba fuli pala telah diteliti dengan

mengeskstrak fuli pala dengan etanol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

ekstrak etanol fuli pala memiliki aktivitas antimikroba terhadap Bacillus megaterium, Acinetobacter sp., dan Pseudomonas sp. Ekstrak fuli pala juga

mempunyai sifat antimikroba terhadap Enterobacter aerogenes,

Brevibacterium dan Achromobacter sp., Micrococcus flavus, Bacillus subtilis, Leuconostoc mesenteroides, dan Lactobacillus plantarum (Hirasa dan Takemasa, 1998).

Mengingat proses ekstraksi etanol pada fuli pala membutuhkan waktu

yang cukup lama, biaya yang mahal dan keterampilan khusus, maka perlu

diupayakan cara lain untuk memanfaatkan antimikroba yang terdapat pada

fuli pala. Salah satu caranya yaitu dengan cara membuat bubuk fuli pala.

Bentuk bubuk lebih mudah dibuat dan lebih mudah diaplikasikan ke dalam

sistem pangan karena umumnya rempah-rempah ditambahkan ke dalam

(29)

Garam adalah seasoning dan pengawet yang komposisi kimianya adalah natrium klorida, sekitar 40 % natrium dan 60 % klorida (Igoe dan Hui,

1996). Secara umum kristal NaCl tidak berwarna dan berbentuk kubus.

Konsentrasi garam 1-2 % dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis

bakteri. Beberapa mikroba proteolitik dan penyebab kebusukan tidak toleran

pada konsentrasi garam kira-kira 2.5 % (Winarno etal., 1982).

Kombinasi aktivitas antimikroba dari bubuk fuli pala dan garam

diharapkan cukup efektif bila diaplikasikan pada sistem pangan, sehingga

mampu memperpanjang umur simpan mi basah. Bubuk fuli pala diharapkan

dapat digunakan sebagai alternatif pengawet alami oleh produsen mi basah

sehingga menghasilkan produk yang tidak hanya awet tetapi juga aman untuk

dikonsumsi.

B. TUJUAN, SASARAN DAN MANFAAT

1. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah

menggunakan bahan pengawet alami yaitu bubuk fuli pala (Myristica fragrans Houtt) yang dikombinasikan dengan garam, sehingga lebih aman karena tidak mengandung bahan pengawet sintetik.

2. SASARAN

Sasaran dari penelitian ini adalah menghasilkan mi dengan umur

simpan yang lebih panjang dan memiliki karakteristik sensori berupa

tekstur, aroma, warna dan rasa yang masih dapat diterima oleh konsumen.

3. MANFAAT

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi produsen

sehingga dapat memproduksi mi basah dengan umur simpan yang lebih

panjang sekaligus memberikan solusi terhadap masalah penyalahgunaan

formalin sebagai pengawet sehingga memberikan jaminan keamanan bagi

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. FULI PALA

1. Botani

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut pendapat para

ahli, pala adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Malaise

Archipel yaitu gugusan kepulauan Banda dan Maluku. Kemudian

menyebar dan berkembang ke pulau-pulau lain yang berada di

sekitarnya, bahkan sekarang telah mencapai Aceh, Sulawesi Utara dan

Irian Jaya.

Pala termasuk ke dalam famili Myristicaceae yang merupakan tanaman tropis berumah dua dan terdiri dari 18 genera dan 300 spesies.

Genus terbesar adalah Myristica yang terdiri dari 72 spesies. Tinggi tanaman pala antara 4 – 10 meter. Semua bagian tanaman pala bersifat

aromatik (Purseglove et al., 1981).

Tanaman pala memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau

kekuning-kuningan, buah ini apabila masak terbelah dua. Garis tengah

buah berkisar antara 3 -9 cm, daging buahnya tebal dan asam rasanya.

Biji berbentuk lonjong sampai bulat, panjangnya berkisar antara 1,5 -

4,5 cm dengan lebar 1- 2,5 cm. Kulit biji berwarna coklat dan mengkilat

pada bagian luarnya. Kernel biji berwarna keputih-putihan sedangkan

fulinya berwarna merah gelap dan kadang-kadang putih

kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala.

Menurut Farrell (1985) buah pala terdiri dari tiga bagian utama,

yaitu :

1) Bagian terluar yang disebut daging buah

2) Serabut berwarna merah – oranye yang disebut arillus. Jika arillus

dikeringkan dengan sinar matahari selama 6 – 8 minggu, maka

warnanya berubah menjadi oranye pucat yang disebut fuli (mace).

Bentuk fuli inilah yang diperdagangkan secara komersial sebagai

(31)

3) Bagian terdalam dari buah pala yang disebut bjij pala.

Fuli dari buah pala yang belum cukup masak berwarna kuning

pucat. Bila dikeringkan, akan mengalami perubahan warna menjadi

coklat muda. Fuli yang sudah tua berwarna merah api, apabila

dikeringkan akan berwarna merah coklat dan bila disimpan dalam waktu

yang lama akan berubah menjadi kuning tua hingga kuning oranye

seperti warna jerami (Rismunandar, 1988).

Fuli yang berasal dari Indonesia (East India) mempunyai aroma

yang lebih kuat dan warna yang lebih terang dibanding fuli yang berasal

dari Grenada (West India). Hal ini disebabkan karena minyak fuli East India mempunyai kandungan safrole dan myristicin yang lebih tinggi dibandingkan minyak pala West India, disamping itu juga terdapat

perbedaan komponen penyusun monoterpen. Safrole dan myristicin

merupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang kuat

pada fuli (Purseglove, 1981).

Dalam bidang makanan, fuli pala sangat baik digunakan sebagai

flavor untuk produk bakery seperti pound cake, doughnuts, fruit cake,

fruit pies, cookies, dan whipped cream toppings. Fuli pala memiliki karakter yang lebih baik dibandingkan biji pala bila digunkan dalam

resep masakan, penggunaanya juga 20 % lebih sedikit. Terkadang fuli

pala juga digunakan sebagai seafood chowders, fish sauces, soups,

chicken casseroles, creamed vegetables, pickles,dan sebagai pengawet (Farrell, 1990).

2. Komposisi Fisik dan Kimia

Buah pala terdiri dari 4 bagian yaitu daging, fuli, tempurung

(cangkang) dan biji (Rismunandar, 1988). Perbandingan berat pala

Banda (Myristica fragrans Houtt) dari keempat bagian buah pala dapat dilihat pada Tabel 1.

Purseglove et al. (1981) mengemukakan perbandingan biji pala kering terhadap fuli kering adalah 20 : 3. Pada kenyataannya

(32)

pulau lain dari gugusan kepulauan Maluku, berat fulinya agak rendah

(Rismunandar, 1988).

Tabel 1. Persentase berat bagian-bagian buah pala

Bagian Buah Basah (%) Kering

(diangin-anginkan)

Daging 77.8 9.93

Fuli 4 2.09

Tempurung 5.1 -

Biji 13.1 8.4

Rismunandar (1988)

Buah pala segar dapat menghasilkan daging buah sebanyak 83.3

%, fuli 3.22%, tempurung biji 3.94% dan daging biji sebanyak 9.54 %

(Somaatmadja, 1984). Berdasarkan analisis proksimat komposisi kimia

fuli dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia fuli pala berdasarkan analisis proksimat dalam 100 g edible portion

Air 8.2 g Magnesium 163 mg

Energi 475 kcal Fosfor 110 mg

Protein 6.7 g Kalium 463 mg

Lemak 32.4 g Natrium 80 mg

Karbohidrat 50.5 g Seng 2 mg

Serat 4.8 g Niasin 1 mg

Abu 2.2 g Vitamin A 800 IU

Kalsium 252 mg Vitamin lainnya insignificant

Zat besi 14 mg

Farrell (1990)

Potensi ekstrak fuli pala sebagai antimikroba telah diketahui

(33)

adalah konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam

(Consentino et al., 1999). Penentuan MIC ekstrak fuli pala dilakukan

pada tujuh jenis mikroba (B. subtilis, S. aureus, E. coli, S. Typhimurium, S. marcescens, P. aeruginosa, P. vulgaris, P. morganii).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak fuli pala dengan

menggunakan etanol yang ditambahkan pada sosis dapat menghambat

pertumbuhan Bacillus megaterium, Acinetobacter sp., dan

Pseudomonas sp. Ekstrak fuli pala juga mempunyai sifat antimikroba terhadap Enterobacter aerogenes, Brevibacterium dan Achromobacter

sp., Micrococcus flavus, B. subtilis, Leuconostoc mesenteroides, dan

Lactobacillus plantarum (Hirasa dan Takemasa, 1998).

B. GARAM

Bahan pengawet biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan

untuk mencegah pertumbuhan mikroba (antimikroba). Beberapa aditif

makanan yang sering digunakan sebagai senyawa antimikroba adalah

asam-asam organik dan garam-garamnya seperti propionat, benzoat,

sorbat, dan asetat, senyawa nitrit dan nitrat, dan sulfur dioksida dan sulfit,

etilen dan propilen oksida, garam, gula, alkohol, formaldehida,

rempah-rempah dan senyawa lainnya (Frazier dan Westhoff, 1988).

Menurut Igoe dan Hui (1996), garam adalah seasoning dan pengawet yang komposisi kimianya adalah natrium klorida, sekitar 40 %

natrium dan 60 % klorida. Secara umum, kristal NaCl tidak berwarna dan

berbentuk kubus.

Pengaruh garam terhadap pertumbuhan mikroba diantaranya

menyebabkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga terjadi lisis pada sel

mikroba dan menyerap air dari sel mikroba sehingga kering (Fardiaz,

1989). Selain itu garam juga dapat terurai menjadi ion Cl- yang berbahaya

bagi mikroba, mengurangi kelarutan O2 dalam air, menyebabkan sel lebih

(34)

botulinum dapat dihambat pertumbuhannya pada kadar garam 8 % dan

Pseudomonas pada kadar garam 3 % (Fardiaz et al., 1988).

Menurut Muchtadi (1989), media untuk sebagian bakteri

mengandung garam tidak lebih dari 0.85 % (larutan garam fisiologis).

Konsentrasi garam 1-2 % dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis

bakteri. Beberapa mikroba proteolitik dan penyebab kebusukan tidak

toleran pada konsentrasi garam kira-kira 2.5 % ( Winarno et al., 1980). Penambahan garam sebesar 6 % pada makanan mampu

menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan mikroba pembentuk

spora, sedangkan mikroba patogen (Clostridium botulinum ) dapat dihambat pertumbuhannya oleh penambahan kadar garam 10-12 %

(Purnomo dan Adiono, 1987). Garam dapat mempengaruhi aktivitas air

(aw) dari bahan sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri

(Buckle et al., 1982). Menurut Fardiaz (1989) garam dapat menurunkan RH (kelembaban) atau aw (aktivitas air).

C. MI

1. Jenis Mi

Mi adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau

tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang

diizinkan, berbentuk khas mi (Dewan Standarisasi Nasional, 1992).

Pagani (1985) menyatakan bahwa mi merupakan produk pasta yang

pertama kali ditemukan oleh bangsa China yang berbahan baku beras

dan tepung kacang-kacangan.

Menurut Pagani (1985) berdasarkan ukuran diameter produk, mi

dibedakan menjadi tiga, yaitu spaghetti (0,11 – 0,27 inci), mi (0,07 –

0,125 inci), dan vermiselli (<0,04 inci). Berdasarkan bahan baku,

terdapat dua macam mi, yaitu mi yang berasal dari tepung terutama

tepung terigu dan mi transparan dari bahan baku pati misalnya soun dan

bihun.

Berdasarkan pembuatan dan cara konsumsi, mi dibedakan

(35)

mi kering atau mi bakso). Sedangkan berdasarkan jenis produk yang

dipasarkan, terdapat dua jenis mi yaitu mi basah (mi ayam dan mi

kuning) dan mi kering (mi telor dan mi instant). Pada dasarnya baik

produk mi kering maupun mi basah memiliki komposisi yang hampir

sama, hanya saja kadar air, kadar protein dan tahapan proses

pembuatannya yang berbeda.

Tabel 3. Syarat mutu mi basah (SNI 01-2987-1992).

Mi basah dapat digolongkan dalam dua kategori berdasarkan

cara pembuatannya, yaitu mi basah mentah (mi ayam) dan mi basah

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan :

5. Bahan tambahan pangan

5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna

(36)

matang terdapat tahap pemasakan (perebusan/pengukusan) dan

penambahan minyak sawit sehingga kadar airnya meningkat sampai

52%, sedangkan mi basah mentah tidak melewati tahapan tersebut

sehingga kadar airnya sekitar 35% (Astawan, 1999).

Berdasarkan SNI 01–2987–1992, mi basah adalah produk

makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan

bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan,

berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Syarat mutu mi basah

menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 3.

2. Proses Pembuatan Mi

Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan mi basah matang

adalah tepung terigu, garam dapur, air dan garam alkali (Bogasari,

2005). Terigu berfungsi sebagai bahan pembentuk struktur, sumber

karbohidrat dan sumber protein, pelarut garam dan pembentuk sifat

kenyal gluten. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur,

membantu reaksi gluten dan karbohidrat, pengikat air serta

meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi (Astawan, 1999). Air

berfungsi untuk melarutkan garam dapur dan garam alkali, serta

membantu pada pembentukan gluten ( Winarno dan Rahayu, 1994).

Garam alkali yang digunakan dapat terdiri atas natrium karbonat

(Na2CO3), kalium karbonat (K2CO3) atau kalium polifosfat (KH2PO4).

Garam alkali berfungsi meningkatkan pH, menyebabkan warna sedikit

kuning dengan flavor yang lebih baik. Natrium karbonat lebih berperan

untuk kehalusan tekstur, kalium karbonat untuk meningkatkan

kekenyalan sedangkan kalium polifosfat untuk meningkatkan elastisitas

dan fleksibilitas mi. Dapat juga ditambahkan zat warna serta bumbu

untuk memberikan flavor tertentu (Badrudin, 1994).

Proses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses

pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan/

(37)

dan pemberian minyak sawit. Proses pembuatan mi basah dapat dilihat

pada Gambar 1.

pencampuran bahan

pengadukan

pembentukan lembaran

aging

penipisan lembaran

pemotongan lembaran

penaburan mi dengan tapioka

perebusan atau pengukusan

pelumasan

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mi basah secara umum.

Tahap pencampuran dalam proses pembuatan mi bertujuan

menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air

dan membentuk adonan dari jaringan gluten sehingga adonan menjadi

elastis dan halus. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses

pencampuran adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan

waktu pengadukan. Umumnya air yang ditambahkan sekitar 34-40% Bahan-bahan mi

Mi basah matang

(38)

dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari 34%, adonan

menjadi kalis, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Sebaliknya

jika air yang ditambahkan lebih dari 40%, adonan menjadi basah dan

lengket. Suhu adonan yang terbaik adalah 25 sampai 40°C. Apabila

suhunya kurang dari 25°C adonan menjadi keras, rapuh dan kasar

sedangkan bila suhunya lebih dari 40°C adonan menjadi lengket dan mi

kurang elastis (Badrudin, 1994).

Pengadukan dilakukan dalam dua tahap. Pengadukan pertama

dilakukan dengan kecepatan lambat selama 1 menit. Selanjutnya

pengadukan dilakukan dengan kecepatan sedang selama 4 menit.

Pengadukan ini berfungsi mendistribusikan air secara merata pada

tepung (Bogasari, 2005).

Setelah pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran

(sheeting), proses ini bertujuan menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran (Bahrudin, 1994). Pembentukan

lembaran dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah

pembentukan lembaran dari adonan dengan jarak roll 3 mm. Tahap

kedua, lembaran yang telah terbentuk dilipat menjadi tiga bagian dan

dilewatkan kembali pada roll yang berjarak 3 mm sebanyak dua kali. Tahap ketiga, lembaran tersebut dilipat menjadi dua bagian dan

dilewatkan kembali di antara dua roll yang berjarak 3 mm. Selanjutnya

lembaran digulung dan diistirahatkan selama 15 menit untuk

menyempurnakan pembentukan gluten.

Setelah diistirahatkan, lembaran ditipiskan sampai terbentuk

lembaran dengan ketebalan 1,5 mm. Lembaran dengan ketebalan 1,5

mm inilah yang siap untuk dipotong menjadi untaian benang-benang mi.

Hasil yang didapatkan setelah tahap pemotongan lembaran adalah

berupa mi basah mentah. Untuk memperoleh produk mi basah matang,

mi dikukus atau direbus. Perebusan dilakukan selama 2 menit,

sedangkan pengukusan dilakukan selama 13 menit. Pemasakan

bertujuan agar terjadi proses gelatinisasi pati dan koagulasi gluten

(39)

Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk

lapisan tipis (film) pada permukaan mi yang dapat memberikan kelembutan mi, meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya

rehidrasi mi (Badrudin, 1994). Setelah pemasakan, mi didinginkan

dalam air es selama 1 menit untuk menghentikan reaksi kimia yang

masih terjadi.

Tahap terakhir dalam pembuatan mi basah matang adalah

pemberian minyak sawit. Pelumuran mi dengan minyak sawit dilakukan

agar mi tidak menjadi lengket satu sama lain serta untuk memberikan

citarasa agar mi tampak mengkilap (Mugiarti, 2001 ; Bogasari, 2005).

D. KERUSAKAN MI BASAH

Mi basah digolongkan dalam kelompok bahan pangan yang mudah

rusak (High Perishable Food). Hal inidisebabkan kadar air mi basah yang cukup tinggi serta kondisi sanitasi proses produksi yang kurang terjamin

kebersihannya sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroba. Kerusakan yang

terjadi salah satunya disebabkan oleh tumbuhnya kapang. Pertumbuhan

kapang ditandai dengan adanya miselium kapang pada permukaan mi.

Miselium kapang pada mi umumnya berwarna putih atau hitam (Hoseney,

1998).

Kerusakan mi dapat dilihat dari perubahan warna dan diikuti

dengan perubahan aroma mi menjadi asam diikuti dengan pembentukan

lendir. Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri dan

diikuti dengan timbulnya bau asam (Hoseney, 1998).

Mikroba yang terdapat pada mi dapat berasal dari bahan baku mi

yaitu tepung. Menurut Christensen (1974) mikroorganisme yang terdapat

pada tepung adalah kapang, kamir, dan bakteri. Bakteri yang terdapat pada

tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada tepung antara lain berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan

(40)

Mikroorganisme yang tumbuh pada mi kemungkinan juga berasal

dari air yang digunakan dalam pembuatannya. Mikroorganisme yang

terdapat dalam air yang tidak tercemar adalah khamir, spora Bacillus,

spora Clostridium dan bakteri autotrof (Alcamo, 1983).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Gracecia dan Priyatna

(2005) terhadap pedagang pasar tradisional dan pedagang produk olahan

mi di daerah Jabotabek, menunjukkan bahwa umur simpan mi basah

mentah dapat mencapai 4 hari, sementara umur simpan mi basah matang

dapat mencapai 14 hari. Padahal menurut Astawan (1999) kerusakan mi

basah matang terjadi pada penyimpanan suhu kamar setelah 40 jam.

Kemungkinan besar telah dilakukan penambahan formalin pada mi

tersebut.

Priyatna (2005) menyatakan bahwa kandungan formalin rata-rata

yang terdapat di dalam mi mentah yang beredar di pasar tradisional

sebesar 106.00 mg/kg bahan, di pedagang produk olahan mi sebesar 72.93

mg/kg bahan, dan mi mentah yang beredar di supermarket sebesar 113.45

mg/kg bahan. Hasil survei yang dilakukan Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan (2005), kandungan formalin yang terdapat pada mi

basah sebesar 2914.36 mg/kg untuk pasar tradisional, 3423.51 mg/kg

untuk produk olahan mi basah, dan 29141.82 mg/kg untuk mi basah yang

terdapat di supermarket.

Secara umum, ciri-ciri kerusakan mi basah mentah dan mi basah

matang hampir sama (Gracecia, 2005 ; dan Priyatna, 2005). Berdasarkan

survei dapat diketahui bahwa kerusakan mi basah mentah ditandai dengan

tumbuhnya kapang (adanya bintik-bintik warna hitam/ merah/ biru),

munculnya bau asam, mi menjadi hancur, patah-patah, atau menjadi

lembek. Begitupula untuk mi basah matang, ciri kerusakan ditandai

dengan adanya bau asam, tekstur menjadi lengket, berlendir, lembek, atau

(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan

untuk memproduksi mi basah dan bahan untuk analisis. Bahan yang

digunakan untuk produksi mi basah adalah tepung terigu (cakra kembar),

NaCl, soda abu (Na2CO3), air, minyak sawit dan fuli pala dalam bentuk

bubuk. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah media PCA (Plate Count Agar), APDA (Acidified Potato Dextrose Agar), larutan pengencer, plastik HDPE, alkohol 70%, dan spiritus.

Alat-alat yang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

alat-alat untuk membuat mi basah dan alat-alat untuk analisis mikrobiologi, fisik

dan sensori. Alat-alat untuk produksi mi basah adalah noodle machine,

mixer, kompor gas, panci, baskom, saringan, sendok, pisau, timbangan, gelas ukur dan gelas piala. Peralatan yang digunakan untuk analisis

mikrobiologi dan fisik adalah cawan petri, stomacher, inkubator, bunsen,

erlenmeyer, tabung reaksi, mikro pipet, otoklaf, oven, hot plate, neraca analitik, pH meter, chromameter minolta dan texture analyzer.

B. METODE PENELITIAN

1.Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala dan NaCl a. Pengujian Daya Simpan Mi Basah Matang

Secara umum proses pembuatan mi basah matang meliputi

formulasi bahan, pencampuran bahan, pembentukan lembaran,

pemotongan, pembentukan mi, perebusan, dan pelumasan

(pemberian minyak). Bahan utama yang digunakan adalah tepung

terigu Cakra Kembar. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah

NaCl (1%), natrium karbonat (0.6%), dan air (35%) berdasarkan

pada berat terigu yang digunakan.

Proses pembuatan mi dapat dilihat pada Gambar 2. Mi basah

matang dimasukkan ke dalam plastik HDPE, dibiarkan pada suhu

ruang kemudian dilakukan pengamatan secara subyektif meliputi

(42)

adanya tanda-tanda kerusakan berupa bau asam, mi menjadi lunak

dan pembentukan lendir.

pencampuran bahan

pengadukan (3 – 5 menit)

pembentukan lembaran

Aging (10 – 15 menit)

penipisan lembaran

pemotongan lembaran

perebusan (100 ºC, ±2 menit)

Pelumasan (pemberian minyak 10 % dari berat mi mentah)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan mi basah.

b. Pembuatan Bubuk Fuli Pala

Fuli pala segar dicuci, ditiriskan, diletakkan dalam cawan,

lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 40 - 50°C selama ± 20 jam

hingga kadar airnya mencapai 8-10 % berat kering. Kadar air fuli

pala kering dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

a = berat fuli pala segar (g)

b = berat fuli pala setelah dikeringkan dan cawan (g)

c = berat cawan (g)

Setelah kering, fuli pala dihaluskan menggunakan blender Kadar Air (%bk) = ((a-(b-c))/(b-c)) x 100%

Bahan-bahan mi (terigu, NaCl, dan Na2CO3)

Mi basah matang

(43)

untuk mendapatkan bubuk fuli pala yang halus dan seragam.

Diagram alir proses pembuatan bubuk fuli pala dapat dilihat pada

Gambar 3.

Cuci dengan air bersih

Tiriskan

Masukkan dalam oven (40-50°C ±20 jam, kadar air mencapai 8-10%)

Blender kering

Ayak (ukuran 60 mesh)

Gambar 3. Diagram alir pembuatan bubuk fuli pala

c. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala

Bubuk fuli pala ditambahkan ke dalam adonan mi basah

dengan perbandingan tertentu. Formulasi persentase bubuk fuli

pala yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 . Penggunaan bubuk fuli pala dalam mi basah

Bubuk Konsentrasi (b/b)

0.5% dari berat terigu 1% dari berat terigu Fuli pala

1.5% dari berat terigu

Pengaruh konsentrasi bubuk fuli pala terhadap keawetan mi

diamati secara subyektif (warna, aroma, dan tekstur) setelah mi

basah matang selesai dibuat dengan pengamatan setiap 6 jam sekali

sampai terlihat adanya tanda-tanda kerusakan berupa bau asam, mi

menjadi lunak dan pembentukan lendir. Fuli pala segar

(44)

Konsentrasi yang dipilih untuk digunakan pada tahap

selanjutnya berdasarkan umur simpan mi terbaik selama

pengamatan subyektif.

d. Penentuan Konsentrasi NaCl

Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap keawetan mi basah

matang dilakukan pada beberapa konsentrasi seperti terlihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Formulasi penggunaan NaCl dalam mi basah

Konsentrasi (b/b)

3% dari berat terigu 4% dari berat terigu NaCl

5% dari berat terigu

Pengamatan mi dengan beberapa konsentrasi NaCl di atas

meliputi warna, aroma, dan tekstur secara subyektif setelah mi

basah matang selesai dibuat dengan pengamatan setiap 6 jam sekali

sampai terlihat adanya tanda-tanda kerusakan berupa bau asam, mi

menjadi lunak dan pembentukan lendir. Konsentrasi yang dipilih

untuk digunakan pada tahap selanjutnya berdasarkan umur simpan

mi terbaik selama pengamatan subyektif.

2. Pengaruh Kombinasi Bubuk Fuli Pala dan NaCl Pada Mutu Simpan Mi Basah

Bubuk fuli pala dan NaCl ditambahkan pada tahap

pencampuran adonan dalam pembuatan mi. Konsentrasi bubuk fuli

pala dan NaCl yang digunakan adalah berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya. Mi dimasukkan ke dalam plastik HDPE, dibiarkan pada

suhu ruang kemudian dilakukan analisis lebih lanjut setiap 12 jam.

Analisis yang dilakukan meliputi total TPC, total kapang, pH, aw,

(45)

organoleptik hanya dilakukan pada saat mi basah matang selesai dibuat

( jam ke-0).

Mi basah matang Mi basah matang

dengan penambahan NaCl dengan penambahan bubuk fuli pala

( 3%, 4%, 5% ) (0.5%, 1%, 1.5% )

Penyimpanan suhu kamar

Analisis setiap 6 jam

(warna, aroma, dan tekstur)

1). Konsentrasi bubuk fuli pala terpilih

2). Konsentrasi NaCl terpilih

Aplikasi pada pembuatan mi basah

(Dibandingkan dengan kontrol tanpa penambahan bubuk fuli pala)

Penyimpanan suhu kamar

Analisis TPC, total kapang, pH, aw, warna, tekstur, dan organoleptik

(46)

3. Prosedur Analisis a. Analisis Mikrobiologi

1). Analisis Total Mikroba (BAM-FDA, 2001)

Sebanyak 10 gram sampel mi basah dimasukkan dalam

plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer

steril. Sampel mi basah tersebut kemudian dihancurkan dengan

menggunakan alat stomacher selama 60 detik sehingga dihasilkan sampel mi basah dengan pengenceran 1 : 10. Setelah

itu campuran dikocok, diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga

diperoleh tingkat pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama

dilakukan pengenceran 10-3 dan 10-4.

Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi

sampel mi basah secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan

petri steril secara duplo dan kemudian dituangkan sebanyak 12 –

15 ml media PCA (Plate Count Agar) steril yang bersuhu 45 ±1°C dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama. Setelah

media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik

pada suhu 37°C selama dua hari. Perhitungan total mikroba

dilakukan dengan metode BAM-FDA (Bacteriological Analytical Manual), seperti di bawah ini.

Σ C N =

[(1*n1) + (0.1*n2)] * d

Keterangan :

N = jumlah koloni per ml/g produk

Σ C = jumlah seluruh koloni pada cawan yang terhitung n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua

(47)

jumlah koloni pada cawan yang masuk perhitungan

adalah cawan dengan jumlah koloni 25-250 untuk perhitungan

total mikroba. Sementara untuk perhitungan total

kapang-khamir, cawan yang dihitung adalah cawan dengan jumlah

koloni 10-150 (Maturin dan Peeler, 2001).

2). Analisis Total Kapang (SNI-01-2987-1992)

Analisis total kapang sama seperti analisis total mikroba

tetapi media yang digunakan adalah APDA (Acidified Potato Dextrose Agar) dan diinkubasikan pada suhu 25°C atau suhu kamar selama 5 hari. Perhitungan total kapang dilakukan setelah

5 hari. Jumlah kapang dilaporkan per gram atau ml contoh.

b. Analisis Fisik 1). Warna

Analisisis warna dilakukan dengan menggunakan

Chromameter Minolta (tipe CR 200, jepang). Analisis ini dilakukan setiap 12 jam sekali selama 60 jam. Faktor yang

diamati adalah kecerahan (L, a, b). Sampel diletakkan pada

tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran nilai 0

sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik

campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai

+100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai

-100 untuk warna hijau. Notasi menyatakan warna kromatik

campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai

+70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80

untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan ketajaman warna.

Semakin tinggi nilai L, maka semakin tinggi tingkat ketajaman

warnanya. Perhitungan nilai a dan b didapatkan nilai h atau

°Hue, dengan rumus sebagai berikut :

(48)

Jika hasil yang diperoleh :

18º - 54º maka produk berwarna red (R)

54º - 90º maka produk berwarna yellow red (YR)

90º - 126º maka produk berwarna yellow (Y)

126º - 162º maka produk berwarna yellow green (YG) 162 - 198º maka produk berwarna green (G)

198º - 234º maka produk berwarna blue green (BG) 234º - 270º maka produk berwarna blue (B)

270º - 306º maka produk berwarna blue purple (BP) 306º - 342º maka produk berwarna purple (P) 342º - 378º maka produk berwarna red purple (RP)

2). Tekstur

Pengamatan tekstur dilakukan menggunakan texture analyzer. Faktor yang diamati adalah kekerasan (firmness) dan kelengketan (adhesiveness). Kekerasan dinyatakan dalam satuan

gram force, semakin tinggi nilai gram force semakin tinggi kekerasannya. Kelengketan dinyatakan sebagai luas negative area dengan satuan gram second (gs), semakin luas negative area semakin tinggi kelengketannya. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan, kemudian diukur kekerasan dan

kelengketannya.

c. Analisis Kimia

1). Nilai pH (AOAC, 1984)

Mi basah matang terlebih dahulu dilarutkan dalam

akuades dengan perbandingan 1:10. Kemudian mi basah matang

tersebut dihancurkan dengan menggunakan stomacher selama dua menit. Larutan mi basah matang tersebut lalu diukur

menggunakan pH-meter.

Pengukuran nilai pH dilakukan berdasarkan metode

(49)

dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan 7. Kemudian elektroda pH-meter ditempatkan dalam wadah

sampel, ditunggu beberapa saat hingga pH stabil sehingga

terbaca nilai pH yang diukur. Elektroda kemudian diangkat dan

dibilas dengan akuades.

2). Nilai aw

Alat yang digunakan untuk mengukur sampel adalah aw

-meter Shibaura WA-360. Sampel diletakan di dalam cawan

sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor

aw-meter dan ditekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete.

Sebelum digunakan untuk mengukur aw sampel, alat dikalibrasi

dengan NaCl jenuh.

d. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat

penerimaan panelis terhadap sampel mi basah matang dengan empat

parameter penilaian, yaitu warna, aroma, tekstur, rasa, dan penilaian

keseluruhan (overall).

Uji yang dilakukan adalah uji hedonik dengan lima

peringkat kesukaan. Uji organoleptik ini menggunakan 30 orang

panelis. Skala yang digunakan pada uji hedonik yaitu : (1) sangat

tidak suka, (2) tidak suka, (3) netral, (4) suka, dan (5) sangat suka.

Data uji hedonik yang didapatkan, dianalisis dengan SPSS 11.5

dengan tipe analisis General Linear Model jenis Univariate. Uji

(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.PENENTUAN KONSENTRASI BUBUK FULI PALA DAN NaCl 1. Pengujian Daya Simpan Mi Basah Matang

Mi basah matang yang digunakan sebagai kontrol adalah mi basah

dengan formulasi NaCl 1 % dan tanpa penambahan bubuk fuli pala. Mi

basah matang dikemas dalam kantong plastik HDPE dan disimpan pada

suhu ruang kemudian diamati setiap 6 jam sekali sampai terlihat adanya

tanda-tanda kerusakan berupa bau asam, mi menjadi lunak dan

pembentukan lendir. Seperti terlihat pada Tabel 6, mi basah matang telah

mengalami kerusakan pada jam pengamatan ke-42 ditandai dengan adanya

bau asam. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Astawan (1999)

bahwa kerusakan mi basah matang terjadi pada penyimpanan suhu kamar

setelah 40 jam.

Tabel 6. Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu sensori mi basah matang

Jam ke-

Warna Aroma Tekstur

0 Kuning pucat Bau terigu Kenyal, berminyak 6 Kuning pucat Bau terigu Kenyal, berminyak 12 Kuning pucat Bau terigu Kenyal, berminyak 18 Kuning pucat Bau terigu Kenyal, berminyak 24 Kuning pucat Bau terigu Kenyal, berminyak 30 Kuning pucat Bau terigu < Kenyal, berminyak 36 Kuning pucat Bau terigu < Kenyal, berminyak 42 Kuning pucat Bau asam Agak lunak,

berminyak 48 Kuning pucat Bau asam Lunak, berminyak 54 Kuning pucat Bau asam Lunak, berminyak,

berlendir

60 Kuning pucat Bau asam Lunak, berminyak, berlendir

66 Kuning pucat agak gelap

Bau asam Lunak, berminyak, berlendir

72 Kuning pucat agak gelap

Gambar

Tabel 2. Komposisi kimia fuli pala berdasarkan analisis proksimat
Tabel 3. Syarat mutu mi basah (SNI 01-2987-1992).
Gambar 1. Diagram alir pembuatan mi basah secara umum.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan mi basah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Apabila pada tanggal tersebut belum masuk, maka dianggap idak mengikui cabang olahraga

Cara kerja dari alat ini adalah dengan mengubah tegangan yang masuk rangkaian menjadi gelombang ultrasonic yang terlebih dulu dikuatkan oleh IC bertype LM 380. IC tersebut

Program utama PPL yang berjudul “ Pendataan GTT/GTY dan PTT/PTY TK di Kabupaten Bantul di __Bidang Pendidikan Non _Formal Dinas Pendidikan Menengah dan __Non

(1) Bupati melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan bidang sosial, Ketenagakerjaan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lingkungan Hidup, Keluarga

Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik

Hasil analisis kajian menunjukkan pemantauan aktiviti pertanian komuniti berada di bawah purata skor min yang sederhana iaitu 3.56. Analisa berkaitan i) pihak

Pengumpulan bahan-bahan koordinasi penyusunan program kerja di bidang Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) formal dan non formal yang meliputi perencanaan penyelenggaraan, pendidikan

Hukum sebagai bagian dari pengetahuan manusia memiliki berbagai pandangan terhadap kebenarannya. Kebenaran hukum tersebut lebih cenderung dinilai sesuai dengan persepsi dan