• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Kombinasi Ekstrak Fuli Pala (Myristica Fragrans Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Pada Mi Basah Matang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Kombinasi Ekstrak Fuli Pala (Myristica Fragrans Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Pada Mi Basah Matang"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG

Oleh :

MAULITA NOVELIANTI F24103090

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

Maulita Novelianti. F24103090. Aplikasi Kombinasi Ekstrak Fuli Pala (Myristica fragrans Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Pada Mi Basah Matang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.Sc. dan Siti Nurjanah, S.TP, M.Si.

RINGKASAN

Mi basah matang mempunyai kadar air sekitar 60%. Kadar air mi basah yang cukup tinggi ini menyebabkan mi basah cepat mengalami kerusakan jika disimpan pada suhu ruang maupun di suhu rendah. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperpanjang umur simpan mi basah adalah dengan penambahan pengawet tertentu, alami atau kimia. Salah satu jenis bahan alami yang memiliki sifat anti mikroba adalah fuli pala (Myristica fragrans Houtt).

Penelitian ini bertujuan mengawetkan mi basah matang dengan pengawet alami ekstrak fuli pala (Myristica fragrans Houtt) dan NaCl. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu penentuan konsentrasi ekstrak fuli pala dan NaCl. Tahap kedua yaitu pengujian pengaruh penambahan ekstrak fuli pala dan NaCl pada mutu mi basah matang serta analisis mutu mi basah matang meliputi mutu mikrobiologi, fisiko-kimia dan organoleptik.

Hasil pengamatan secara subyektif terhadap mi basah matang menunjukkan bahwa penambahan ekstrak fuli pala mempengaruhi warna, aroma, tekstur, dan umur simpan mi basah matang. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak fuli pala yang ditambahkan maka warna mi semakin gelap, aroma semakin kuat, dan tekstur yang semakin keras. Mi basah matang yang ditambah ekstrak fuli pala memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan kontrol (tanpa ekstrak). Dari tiga konsentrasi ekstrak fuli pala (1%, 3%, dan 5%), dipilih konsentrasi ekstrak fuli pala sebesar 3% yang dapat memberikan umur simpan mi selama 48 jam dan masih dapat diterima oleh konsumen.

Penambahan garam berpengaruh pada rasa, tekstur, dan umur simpan mi basah matang. Semakin tinggi konsentrasi garam yang ditambahkan rasa mi semakin asin, tekstur semakin kenyal, dan umur simpan yang lebih lama. Dari empat kosnentrasi garam (1%, 3%, 4%, dan 5%), dipilih konsentrasi garam sebesar 4% yang dapat memberikan umur simpan mi selama 48 jam dengan rasa yang masih dapat diterima.

Hasil pengamatan secara obyektif terhadap warna mi dengan menggunakan chromameter menunjukkan nilai ºHue (ketajaman warna) mi basah matang yang ditambahkan ekstrak fuli pala 3% lebih rendah daripada mi basah matang kontrol dan mi basah dengan NaCl 4%tetapi masih berada pada kisaran merah kekuningan atau yellow red. Penambahan ekstrak fuli pala juga berpengaruh pada tekstur mi basah. Mi basah matang yang ditambahkan ekstrak fuli pala 3% memiliki tekstur yang lebih keras pada awal penyimpanan dibandingkan dengan mi basah matang kontrol dan mi basah matang dengan NaCl 4%. Tekstur keempat jenis mi basah matang umumnya mulai mengalami penurunan kekerasan secara drastis setelah 36 jam.

(3)

kontrol menurun dengan cepat setelah jam pengamatan ke-24 (dari pH 8.82 menjadi pH 6.36 pada jam ke-48) sementara mi basah matang yang ditambah ekstrak fuli pala 3% mengalami penurunan pH yang cepat setelah 36 jam.

Hasil pengamatan secara subyektif menunjukkan mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% mempunyai umur simpan selama 42 jam. Akan tetapi dari hasil uji total mikroba, jumlah total mikroba mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dan NaCl 1% serta NaCl 4% pada jam ke-36 masing-masing sudah mencapai 1.2 x 107 cfu/g dan 1.3 x 107 cfu/g. Hasil uji total kapang menunjukkan jumlah total kapang mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dengan NaCl 1% serta NaCl 4% hingga jam ke-60 adalah < 1.5 x 10 cfu/g.

Hasil uji kesukaan menunjukkan skor kesukaan mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dan NaCl 4% masih dalam kisaran netral (3.1). Berdasarkan pengamatan seacara subyektif dan obyektif maka formula mi yang direkomendasikan adalah kombinasi ekstrak fuli pala 3% dan NaCl 4%.

(4)

APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAULITA NOVELIANTI F24103090

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mi basah merupakan salah satu jenis pangan yang populer di

Indonesia dan umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah

tangga. Mi basah yang terdapat di pasaran dapat dibedakan menjadi dua

jenis yaitu mi basah mentah (mi ayam) dan mi basah matang ( mi soto/ mi

bakso). Mi basah mentah dijual tanpa dimasak terlebih dahulu dan kadar

airnya sekitar 35%. Mi basah matang telah mengalami pemasakan

sehingga kadar airnya mencapai 60%.

Kadar air mi basah yang cukup tinggi menyebabkan mi basah cepat

mengalami kerusakan jika disimpan pada suhu ruang maupun di suhu

rendah. Pada mi basah matang kerusakan terjadi pada penyimpanan suhu

kamar setelah 40 jam berupa tumbuhnya kapang (Hoseney,1998).

Kerusakan mi dapat dilihat dari perubahan warna dan diikuti dengan

perubahan aroma mi menjadi asam diikuti dengan pembentukan lendir.

Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri dan diikuti

dengan timbulnya bau asam (Hoseney, 1998).

Usaha yang dilakukan untuk memperpanjang umur simpan mi

basah adalah dengan penambahan pengawet tertentu. Bahan pengawet

yang ditambahkan seringkali bukan bahan pengawet yang ditujukan untuk

makanan. Penggunaan bahan terlarang seperti formalin dan boraks banyak

dilakukan oleh produsen mi. Hasil pengujian Badan POM dari sampling

dan pengujian laboratorium secara serentak di Bandar Lampung, Jakarta,

Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, dan Makasar pada

Desember 2005 menunjukkan bahwa 64,32% mi basah tidak memenuhi

syarat kesehatan karena mengandung formalin. Selain itu, Badan POM

juga melaporkan, dari 24 sampel yang diuji, lebih dari 80% mi basah yang

dijual di Pasar Bandung mengandung boraks dan formalin (Anonim,

(6)

pengawet adalah karena harga yang murah, lebih awet, dan mutu mi basah

yang dihasilkan lebih bagus (Astawan, 2006).

Adanya kasus-kasus tersebut membuat masyarakat lebih selektif

dalam mengkonsumsi makanan dan mendorong penelitian tentang

penggunaan bahan alami sebagai pengawet. Bahan alami yang digunakan

adalah bahan yang memiliki sifat antimikroba. Salah satu jenis bahan

alami yang memiliki sifat antimikroba adalah fuli pala (Myristica fragrans

Houtt).

Potensi ekstrak fuli pala sebagai antimikroba telah diketahui

melalui metode pengukuran MIC atau Minimum Inhibitory Concecntration

(Hirasa dan Takemasa, 1998). MIC adalah konsentrasi terendah yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum

asal selama inkubasi 24 jam (Consentino et al., 1999). Penentuan MIC

ekstrak fuli pala dengan etanol dilakukan pada tujuh jenis mikroba

(Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella

typhi, S. marcescens, P. aeruginosa, Proteus vulgaris, P. morganii).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak fuli pala dengan

pelarut etanol pada sosis dapat menghambat pertumbuhan Bacillus

megaterium, Acinetobacter sp., dan Pseudomonas sp. Ekstrak fuli pala

juga mempunyai sifat antimikroba terhadap Enterobacter aerogenes,

Brevibacterium dan Achromobacter sp., Micrococcus flavus, B. subtilis,

Leuconostoc mesenteroides, dan Lactobacillus plantarum (Hirasa dan

Takemasa, 1998).

B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan mi

basah matang menggunakan kombinasi pengawet alami ekstrak fuli pala

(Myristica fragrans Houtt) dan NaCl. Sasaran yang ingin dicapai

penelitian ini adalah memperoleh konsentrasi ekstrak fuli pala dan NaCl

yang dapat memberikan umur simpan paling lama serta masih diterima

(7)

C. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah menyediakan produk mi basah

matang yang awet dan aman bagi konsumen dengan menggunakan bahan

(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. FULI PALA 1. Botani/ Morfologi

Buah pala merupakan hasil utama tanaman pala yang berasal dari

famili Myristicaceae. Pala yang mempunyai mutu terbaik dan digunakan

pada penelitian ini berasal dari jenis Myristica fragrans Houtt.

Buah pala berwarna kuning hij.au, bertekstur keras, bergaris tengah

antara 3-9 cm dengan panjang 6-9 cm. Kulit buah licin dan halus. Bila

buah masak maka daging buahnya akan terbuka sehingga terlihat biji yang

berwarna coklat dan tertutup oleh arillus berwarna merah cerah seperti jala

berlubang-lubang. Selaput merah ini jika telah kering disebut fuli (mace).

Buah pala terdiri atas daging pala (pericarp) dan biji pala yang

terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Pada Gambar 1 dapat dilihat

gambar bagian-bagian buah pala.

Daging buah

Biji pala Fuli Pala

Gambar 1. Bagian-bagian buah pala

Buah pala dapat dipanen setelah enam sampai sembilan bulan dari

masa pembentukan bunga. Pemanenan dapat dilakukan dengan

menggunakan galah atau menunggu sampai jatuh. Setiap pohon pala

mampu menghasilkan 1000-2000 buah setiap tahun tergantung umur dan

(9)

Fuli dari buah pala yang belum cukup masak berwarna kuning

pucat. Bila dikeringkan, akan mengalami perubahan warna menjadi coklat

muda. Fuli yang sudah tua berwarna merah api, apabila dikeringkan akan

berwarna merah coklat dan bila disimpan dalam waktu yang lama akan

berubah menjadi kuning tua hingga kuning oranye seperti warna jerami

(Rismunandar, 1988). Fuli pala dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Fuli pala

Fuli yang berasal dari Indonesia (East India) mempunyai aroma

yang lebih kuat dan warna yang lebih terang dibanding fuli yang berasal

dari Grenada (West India). Hal ini disebabkan karena minyak fuli East

India mempunyai kandungan safrole dan myristicin yang lebih tinggi

dibandingkan minyak pala West India, disamping itu juga terdapat

perbedaan komponen penyusun monoterpen. Safrole dan myristicin

merupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang kuat

pada fuli (Purseglove, 1981). Secara langsung biji pala dan fuli dapat

dimanfaatkan sebagai bumbu masak dan obat-obatan.

2. Komposisi Fisik dan Kimia

Buah pala terdiri atas daging pala (pericarp) dan biji pala yang

terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Purseglove et.al (1981)

mengemukakan perbandingan biji pala kering terhadap fuli kering adalah

20 : 3. Perbandingan berat biji kering dengan fuli dalam praktek di Banda

rata-rata 4 : 1. Perbandingan berat pala Banda (Myristica fragrans Houtt)

(10)

Tabel1. Persentase berat bagian-bagian buah palaa Bagian Buah Basah (%) Kering

(diangin-anginkan)

Daging 77.8 9.93

Fuli 4 2.09

Tempurung 5.1 -

Biji 13.1 8.4

a

Rismunandar (1988)

Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dapat

dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22%, tempurung biji

3.94% dan daging biji sebanyak 9.54 %. Komposisi kimia fuli hampir

sama dengan biji pala. Berdasarkan analisis proksimat, sebagian besar biji

pala dan fuli pala terdiri atas pati, minyak lemak dan ekstrak alkohol.

Selain itu biji pala dan fuli juga mengandung minyak atsiri, protein dan

mineral-mineral lainnya (Somaatmadja, 1984). Komposisi kimia fuli dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia fuli palaa

Komponen Fuli (%)

Air 9.78 - 12.04

Protein (N x 6.25) 6.25 – 7.00 Minyak atsiri 6.27 – 8.25 Ekstrak alkohol 22.07 – 24.76 Minyak lemak 21.63 - 23.72 Pati 49.85 – 64.85 Serat kasar 2.94 – 3. 95

Abu 1.81 – 2.54

a

Winton dan Winton di dalam Somaatmadja (1984)

3. Ekstrak Fuli Pala

Ekstrak suatu tanaman dapat diperoleh dengan cara ekstraksi

menggunakan pelarut yaitu mempertemukan bahan yang akan diekstrak

dengan pelarut organik selama waktu tertentu. Kemudian diikuti dengan

pemisahan filtrat terhadap residu bahan yang diekstrak. Pada umumnya,

bahan yang akan diekstrak dikeringkan lebih dahulu untuk mengurangi

kandungan air (Houghton dan Raman, 1998). Hasil ekstraksi

(11)

SKRIPSI

APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG

Oleh :

MAULITA NOVELIANTI F24103090

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

Maulita Novelianti. F24103090. Aplikasi Kombinasi Ekstrak Fuli Pala (Myristica fragrans Houtt) Dan NaCl Sebagai Pengawet Pada Mi Basah Matang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.Sc. dan Siti Nurjanah, S.TP, M.Si.

RINGKASAN

Mi basah matang mempunyai kadar air sekitar 60%. Kadar air mi basah yang cukup tinggi ini menyebabkan mi basah cepat mengalami kerusakan jika disimpan pada suhu ruang maupun di suhu rendah. Salah satu cara yang dilakukan untuk memperpanjang umur simpan mi basah adalah dengan penambahan pengawet tertentu, alami atau kimia. Salah satu jenis bahan alami yang memiliki sifat anti mikroba adalah fuli pala (Myristica fragrans Houtt).

Penelitian ini bertujuan mengawetkan mi basah matang dengan pengawet alami ekstrak fuli pala (Myristica fragrans Houtt) dan NaCl. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu penentuan konsentrasi ekstrak fuli pala dan NaCl. Tahap kedua yaitu pengujian pengaruh penambahan ekstrak fuli pala dan NaCl pada mutu mi basah matang serta analisis mutu mi basah matang meliputi mutu mikrobiologi, fisiko-kimia dan organoleptik.

Hasil pengamatan secara subyektif terhadap mi basah matang menunjukkan bahwa penambahan ekstrak fuli pala mempengaruhi warna, aroma, tekstur, dan umur simpan mi basah matang. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak fuli pala yang ditambahkan maka warna mi semakin gelap, aroma semakin kuat, dan tekstur yang semakin keras. Mi basah matang yang ditambah ekstrak fuli pala memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan kontrol (tanpa ekstrak). Dari tiga konsentrasi ekstrak fuli pala (1%, 3%, dan 5%), dipilih konsentrasi ekstrak fuli pala sebesar 3% yang dapat memberikan umur simpan mi selama 48 jam dan masih dapat diterima oleh konsumen.

Penambahan garam berpengaruh pada rasa, tekstur, dan umur simpan mi basah matang. Semakin tinggi konsentrasi garam yang ditambahkan rasa mi semakin asin, tekstur semakin kenyal, dan umur simpan yang lebih lama. Dari empat kosnentrasi garam (1%, 3%, 4%, dan 5%), dipilih konsentrasi garam sebesar 4% yang dapat memberikan umur simpan mi selama 48 jam dengan rasa yang masih dapat diterima.

Hasil pengamatan secara obyektif terhadap warna mi dengan menggunakan chromameter menunjukkan nilai ºHue (ketajaman warna) mi basah matang yang ditambahkan ekstrak fuli pala 3% lebih rendah daripada mi basah matang kontrol dan mi basah dengan NaCl 4%tetapi masih berada pada kisaran merah kekuningan atau yellow red. Penambahan ekstrak fuli pala juga berpengaruh pada tekstur mi basah. Mi basah matang yang ditambahkan ekstrak fuli pala 3% memiliki tekstur yang lebih keras pada awal penyimpanan dibandingkan dengan mi basah matang kontrol dan mi basah matang dengan NaCl 4%. Tekstur keempat jenis mi basah matang umumnya mulai mengalami penurunan kekerasan secara drastis setelah 36 jam.

(13)

kontrol menurun dengan cepat setelah jam pengamatan ke-24 (dari pH 8.82 menjadi pH 6.36 pada jam ke-48) sementara mi basah matang yang ditambah ekstrak fuli pala 3% mengalami penurunan pH yang cepat setelah 36 jam.

Hasil pengamatan secara subyektif menunjukkan mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% mempunyai umur simpan selama 42 jam. Akan tetapi dari hasil uji total mikroba, jumlah total mikroba mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dan NaCl 1% serta NaCl 4% pada jam ke-36 masing-masing sudah mencapai 1.2 x 107 cfu/g dan 1.3 x 107 cfu/g. Hasil uji total kapang menunjukkan jumlah total kapang mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dengan NaCl 1% serta NaCl 4% hingga jam ke-60 adalah < 1.5 x 10 cfu/g.

Hasil uji kesukaan menunjukkan skor kesukaan mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dan NaCl 4% masih dalam kisaran netral (3.1). Berdasarkan pengamatan seacara subyektif dan obyektif maka formula mi yang direkomendasikan adalah kombinasi ekstrak fuli pala 3% dan NaCl 4%.

(14)

APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MAULITA NOVELIANTI F24103090

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mi basah merupakan salah satu jenis pangan yang populer di

Indonesia dan umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah

tangga. Mi basah yang terdapat di pasaran dapat dibedakan menjadi dua

jenis yaitu mi basah mentah (mi ayam) dan mi basah matang ( mi soto/ mi

bakso). Mi basah mentah dijual tanpa dimasak terlebih dahulu dan kadar

airnya sekitar 35%. Mi basah matang telah mengalami pemasakan

sehingga kadar airnya mencapai 60%.

Kadar air mi basah yang cukup tinggi menyebabkan mi basah cepat

mengalami kerusakan jika disimpan pada suhu ruang maupun di suhu

rendah. Pada mi basah matang kerusakan terjadi pada penyimpanan suhu

kamar setelah 40 jam berupa tumbuhnya kapang (Hoseney,1998).

Kerusakan mi dapat dilihat dari perubahan warna dan diikuti dengan

perubahan aroma mi menjadi asam diikuti dengan pembentukan lendir.

Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri dan diikuti

dengan timbulnya bau asam (Hoseney, 1998).

Usaha yang dilakukan untuk memperpanjang umur simpan mi

basah adalah dengan penambahan pengawet tertentu. Bahan pengawet

yang ditambahkan seringkali bukan bahan pengawet yang ditujukan untuk

makanan. Penggunaan bahan terlarang seperti formalin dan boraks banyak

dilakukan oleh produsen mi. Hasil pengujian Badan POM dari sampling

dan pengujian laboratorium secara serentak di Bandar Lampung, Jakarta,

Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Mataram, dan Makasar pada

Desember 2005 menunjukkan bahwa 64,32% mi basah tidak memenuhi

syarat kesehatan karena mengandung formalin. Selain itu, Badan POM

juga melaporkan, dari 24 sampel yang diuji, lebih dari 80% mi basah yang

dijual di Pasar Bandung mengandung boraks dan formalin (Anonim,

(16)

pengawet adalah karena harga yang murah, lebih awet, dan mutu mi basah

yang dihasilkan lebih bagus (Astawan, 2006).

Adanya kasus-kasus tersebut membuat masyarakat lebih selektif

dalam mengkonsumsi makanan dan mendorong penelitian tentang

penggunaan bahan alami sebagai pengawet. Bahan alami yang digunakan

adalah bahan yang memiliki sifat antimikroba. Salah satu jenis bahan

alami yang memiliki sifat antimikroba adalah fuli pala (Myristica fragrans

Houtt).

Potensi ekstrak fuli pala sebagai antimikroba telah diketahui

melalui metode pengukuran MIC atau Minimum Inhibitory Concecntration

(Hirasa dan Takemasa, 1998). MIC adalah konsentrasi terendah yang

dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum

asal selama inkubasi 24 jam (Consentino et al., 1999). Penentuan MIC

ekstrak fuli pala dengan etanol dilakukan pada tujuh jenis mikroba

(Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella

typhi, S. marcescens, P. aeruginosa, Proteus vulgaris, P. morganii).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak fuli pala dengan

pelarut etanol pada sosis dapat menghambat pertumbuhan Bacillus

megaterium, Acinetobacter sp., dan Pseudomonas sp. Ekstrak fuli pala

juga mempunyai sifat antimikroba terhadap Enterobacter aerogenes,

Brevibacterium dan Achromobacter sp., Micrococcus flavus, B. subtilis,

Leuconostoc mesenteroides, dan Lactobacillus plantarum (Hirasa dan

Takemasa, 1998).

B. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memperpanjang umur simpan mi

basah matang menggunakan kombinasi pengawet alami ekstrak fuli pala

(Myristica fragrans Houtt) dan NaCl. Sasaran yang ingin dicapai

penelitian ini adalah memperoleh konsentrasi ekstrak fuli pala dan NaCl

yang dapat memberikan umur simpan paling lama serta masih diterima

(17)

C. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah menyediakan produk mi basah

matang yang awet dan aman bagi konsumen dengan menggunakan bahan

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. FULI PALA 1. Botani/ Morfologi

Buah pala merupakan hasil utama tanaman pala yang berasal dari

famili Myristicaceae. Pala yang mempunyai mutu terbaik dan digunakan

pada penelitian ini berasal dari jenis Myristica fragrans Houtt.

Buah pala berwarna kuning hij.au, bertekstur keras, bergaris tengah

antara 3-9 cm dengan panjang 6-9 cm. Kulit buah licin dan halus. Bila

buah masak maka daging buahnya akan terbuka sehingga terlihat biji yang

berwarna coklat dan tertutup oleh arillus berwarna merah cerah seperti jala

berlubang-lubang. Selaput merah ini jika telah kering disebut fuli (mace).

Buah pala terdiri atas daging pala (pericarp) dan biji pala yang

terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Pada Gambar 1 dapat dilihat

gambar bagian-bagian buah pala.

Daging buah

Biji pala Fuli Pala

Gambar 1. Bagian-bagian buah pala

Buah pala dapat dipanen setelah enam sampai sembilan bulan dari

masa pembentukan bunga. Pemanenan dapat dilakukan dengan

menggunakan galah atau menunggu sampai jatuh. Setiap pohon pala

mampu menghasilkan 1000-2000 buah setiap tahun tergantung umur dan

(19)

Fuli dari buah pala yang belum cukup masak berwarna kuning

pucat. Bila dikeringkan, akan mengalami perubahan warna menjadi coklat

muda. Fuli yang sudah tua berwarna merah api, apabila dikeringkan akan

berwarna merah coklat dan bila disimpan dalam waktu yang lama akan

berubah menjadi kuning tua hingga kuning oranye seperti warna jerami

(Rismunandar, 1988). Fuli pala dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Fuli pala

Fuli yang berasal dari Indonesia (East India) mempunyai aroma

yang lebih kuat dan warna yang lebih terang dibanding fuli yang berasal

dari Grenada (West India). Hal ini disebabkan karena minyak fuli East

India mempunyai kandungan safrole dan myristicin yang lebih tinggi

dibandingkan minyak pala West India, disamping itu juga terdapat

perbedaan komponen penyusun monoterpen. Safrole dan myristicin

merupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang kuat

pada fuli (Purseglove, 1981). Secara langsung biji pala dan fuli dapat

dimanfaatkan sebagai bumbu masak dan obat-obatan.

2. Komposisi Fisik dan Kimia

Buah pala terdiri atas daging pala (pericarp) dan biji pala yang

terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Purseglove et.al (1981)

mengemukakan perbandingan biji pala kering terhadap fuli kering adalah

20 : 3. Perbandingan berat biji kering dengan fuli dalam praktek di Banda

rata-rata 4 : 1. Perbandingan berat pala Banda (Myristica fragrans Houtt)

(20)

Tabel1. Persentase berat bagian-bagian buah palaa Bagian Buah Basah (%) Kering

(diangin-anginkan)

Daging 77.8 9.93

Fuli 4 2.09

Tempurung 5.1 -

Biji 13.1 8.4

a

Rismunandar (1988)

Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dapat

dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22%, tempurung biji

3.94% dan daging biji sebanyak 9.54 %. Komposisi kimia fuli hampir

sama dengan biji pala. Berdasarkan analisis proksimat, sebagian besar biji

pala dan fuli pala terdiri atas pati, minyak lemak dan ekstrak alkohol.

Selain itu biji pala dan fuli juga mengandung minyak atsiri, protein dan

mineral-mineral lainnya (Somaatmadja, 1984). Komposisi kimia fuli dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia fuli palaa

Komponen Fuli (%)

Air 9.78 - 12.04

Protein (N x 6.25) 6.25 – 7.00 Minyak atsiri 6.27 – 8.25 Ekstrak alkohol 22.07 – 24.76 Minyak lemak 21.63 - 23.72 Pati 49.85 – 64.85 Serat kasar 2.94 – 3. 95

Abu 1.81 – 2.54

a

Winton dan Winton di dalam Somaatmadja (1984)

3. Ekstrak Fuli Pala

Ekstrak suatu tanaman dapat diperoleh dengan cara ekstraksi

menggunakan pelarut yaitu mempertemukan bahan yang akan diekstrak

dengan pelarut organik selama waktu tertentu. Kemudian diikuti dengan

pemisahan filtrat terhadap residu bahan yang diekstrak. Pada umumnya,

bahan yang akan diekstrak dikeringkan lebih dahulu untuk mengurangi

kandungan air (Houghton dan Raman, 1998). Hasil ekstraksi

(21)

jenis, ukuran, tingkat kematangan bahan baku, jenis pelarut, suhu waktu,

dan metode ekstraksi (Farrel, 1999).

Minyak esensial dari fuli pala diperoleh dengan metode destilasi

uap fuli pala kering. Berdasarkan metode tersebut didapatkan minyak

pala dengan kandungan 87,5 % monoterpen, 5,5% monoterpen alkohol

dan 7% senyawa aromatik lainnya. Minyak pala berwarna kekuningan

sampai kuning pucat dan biasanya digunakan untuk pemberi cita rasa

pada cake, puding, dan makanan dari daging dan sosis. Minyak pala juga

digunakan sebagai campuran dalam obat-obatan sebagai obat sakit perut,

diare, dan bronkitis.

4. Potensi Ekstrak Fuli Pala

Potensi ekstrak fuli pala sebagai antimikroba telah diketahui

melalui metode pengukuran MIC atau Minimum Inhibitory

Concecntration (Hirasa dan Takemasa, 1998). MIC adalah konsentrasi

terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90%

dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam (Consentino et al., 1999).

Hasil penentuan MIC beberapa jenis ekstrak rempah-rempah dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. MIC (Minimum inhibitory concentration) beberapa jenis ekstrak rempah-rempah

Bakteri Ekstrak Fuli Pala (%)

EkstrakKayu Manis (%)

Bacillus subtilis 0.2 4.0

, Staphylococcus aureus 0.05 2.0

Escherichia coli 4.0< 4.0

Salmonella typhi 4.0< 4.0<

S. marcescens 4.0< 4.0<

P. aeruginosa 4.0< 4.0<

Proteus vulgaris 4.0< 2.0

P. morganii 4.0< 4.0

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak fuli pala

dengan menggunakan etanol pada sosis dapat menghambat pertumbuhan

(22)

fuli pala juga mempunyai sifat antimikroba terhadap Enterobacter

aerogenes, Brevibacterium dan Achromobacter sp., Micrococcus flavus,

B. subtilis, Leuconostoc mesenteroides, dan Lactobacillus plantarum

(Hirasa dan Takemasa, 1998).

Ekstrak fuli pala berpotensi sebagai antimikroba karena

mengandung beberapa komponen aktif. Komponen aktif pada ekstrak fuli

pala dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen aktif ekstrak fuli pala Jenis Komponen Jumlah (%) d-Pinena

d-Champhena 80

d-Linalol d-Borneol dl-Terpineol Geraniol

6

Safrol 0.6 Eugenol

Isoeugenol 0.2 a

Guenther (1952)

B. ETIL ASETAT

Pelarut yang organik dapat dibedakan menurut kepolarannya, yaitu

pelarut organik polar, pelarut organik non-polar, dan pelarut semi polar.

Pemilihan jenis pelarut didasarkan pada kepolaran komponen aktif yang

ingin didapatkan. Pelarut polar akan lebih mudah melarutkan senyawa

polar dan sebaliknya pelarut non-polar akan lebih mudah melarutkan

senyawa non-polar.

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus

CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam

asetat. Senyawa ini berwujud cairan tak berwarna, memiliki aroma khas.

Senyawa ini sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan

OAc mewakili asetat. Etil asetat diproduksi dalam skala besar sebagai

(23)

Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah

menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan

penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan

hidrogen karena tidak adanya proton yang bersifat asam (yaitu hidrogen

yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen

(Wikipedia, 2007). Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut

dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat

pada suhu yang lebih tinggi. Namun demikian, senyawa ini tidak stabil

dalam air yang mengandung basa atau asam.

Etil asetat umum digunakan sebagai pelarut organik dalam proses

ekstraksi rempah-rempah. Selain karena kepolarannya, etil asetat dipilih

karena kehalalannya dibandingkan etanol.

C. NaCl

Bahan pengawet ditambahkan pada bahan pangan sebagai salah

satu usaha memperpanjang umur simpan bahan pangan tersebut.

Beberapa aditif makanan yang sering digunakan sebagai senyawa anti

mikroba adalah asam-asam organik dan garam-garamnya seperti

propionat, benzoat, sorbat, dan asetat, senyawa nitrit dan nitrat, dan sulfur

dioksida dan sulfit, etilen dan propilen oksida, garam, gula, alkohol,

formaldehida, rempah-rempah dan senyawa lainnya (Frazier dan

Westhoff, 1988).

Garam berpengaruh pada pertumbuhan mikroba diantaranya

menyebabkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga terjadi lisis pada sel

mikroba dan menyerap air dari sel mikroba sehingga kering (Fardiaz,

1989). Selain itu garam juga dapat terurai menjadi ion Cl- yang berbahaya

bagi mikroba, mengurangi kelarutan O2 dalam air, menyebabkan sel lebih

sensitif terhadap CO2 dan menggangu kerja sel mikroba. Clostridium

botulinum dapat dihambat pertumbuhannya pada kadar garam 8 % dan

(24)

Menurut Muchtadi (1989), media untuk sebagian bakteri

mengandung garam tidak lebih dari 0.85 % (larutan garam fisiologis).

Garam dapat mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga dapat

mengendalikan pertumbuhan bakteri (Buckle et al., 1982).

Konsentrasi garam 1-2 % dapat menghambat pertumbuhan

beberapa jenis bakteri. Beberapa mikroba proteolitik dan penyebab

kebusukan tidak toleran pada konsentrasi garam kira-kira 2.5 %

(Winarno et al., 1980). Penambahan garam sebesar 6 % pada makanan

mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan mikroba

pembentuk spora, sedangkan mikroba patogen (Clostridium botulinum )

dapat dihambat pertumbuhannya oleh penambahan kadar garam 10-12 %

(Purnomo dan Adiono, 1987).

D. MI

1. Jenis Mi

Mi adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau

tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang

diizinkan, berbentuk khas mie (Dewan Standarisasi Nasional, 1992).

Produk mie mengandung karbohidrat dalam jumlah yang tinggi sehingga

umumnya digunakan sebagai sumber energi.

Menurut Pagani (1985) berdasarkan ukuran diameter produk, mi

dibedakan menjadi tiga, yaitu spaghetti (0,11 – 0,27 inci), mi (0,07 –

0,125 inci), dan vermiselli (<0,04 inci). Berdasarkan bahan baku, terdapat

dua macam mi, yaitu mi yang berasal dari tepung terutama tepung terigu

dan mi transparan dari bahan baku pati misalnya soun dan bihun.

Berdasarkan jenis produk yang dipasarkan, terdapat dua jenis mi

yaitu mi basah (mi ayam dan mi kuning) dan mi kering (mi telor dan mi

instan). Kedua jenis mi ini memiliki komposisi yang hampir sama.

Perbedaan keduanya adalah kadar air dan tahapan proses pembuatan.

Mi basah dapat digolongkan dalam dua kategori berdasarkan cara

pembuatannya, yaitu mi basah mentah (mi ayam) dan mi basah matang

(25)

terdapat tahap pemasakan (perebusan/ pengukusan) dan penambahan

minyak sawit sehingga kadar airnya meningkat sampai 52%, sedangkan

mi basah mentah tidak melewati tahapan tersebut sehingga kadar airnya

sekitar 35% (Astawan, 1999).

Syarat mutu mi basah yang ada di Indonesia dan dijadikan acuan

oleh produsen mi hanya terdapat syarat mutu mi basah mentah yaitu SNI

01-2987-1992. Dalam syarta mutu tersebut, pencantuman boraks, asam

borat, dan formalin dimaksudkan sebagai penegasan pelarangan

penggunaan ketiga bahan kimia tersebut dalam pembuatan mi basah.

Syarat mutu mi basah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Syarat mutu mi basah mentah (SNI 01-2987-1992)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :

1.1Bau 1.2Rasa 1.3Warna - Normal Normal Normal 2. Kadar air % b/b 20-35 3. Kadar abu (dihitung atas

dasar bahan kering)

% b/b Maks. 3

4. Kadar protein ((N x 6.25) dihitung atas dasar bahan kering)

% b/b Min. 3

5. Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna

5.3 Formalin

-

Tidak boleh ada

Sesuai SNI-0222-M dan

peraturanMenKes. No.722/Men.Kes/Per/ IX/88

Tidak boleh ada 6. Cemaran logam :

6.1 Timbal (Pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg)

mg/kg

Maks.1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.05 7. Arsen (As) Mg/kg Maks. 0.05 8. Cemaran mikroba ;

8.1 Angka lempeng total 8.2 E. coli

8.3 Kapang

Koloni/g APM/g Koloni/g

(26)

2. Proses Pembuatan Mi Basah Matang

Proses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses

pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan/

aging, penipisan, pemotongan, perebusan/ pengukusan, pendinginan dan

pemberian minyak sawit. Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan

mi basah matang adalah tepung terigu, garam dapur, air dan garam alkali

(Bogasari, 2005). Terigu merupakan bahan dasar utama dalam

pembuatan mi. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur,

membantu reaksi gluten dan karbohidrat, pengikat air serta meningkatkan

elastisitas dan fleksibilitas mi (Astawan, 1999).

Air berfungsi untuk melarutkan garam dapur dan garam alkali, serta

membantu pada pembentukan gluten ( Winarno dan Rahayu, 1994).

Garam alkali yang digunakan dapat terdiri atas natrium karbonat

(Na2CO3), kalium karbonat (K2CO3) atau kalium polifosfat (KH2PO4).

Garam alkali berfungsi meningkatkan pH, menyebabkan warna sedikit

kuning dengan flavor yang lebih baik. Natrium karbonat lebih berperan

untuk kehalusan tekstur, kalium karbonat untuk meningkatkan

kekenyalan sedangkan kalium polifosfat untuk meningkatkan elastisitas

dan fleksibilitas mi (Badrudin, 1994).

Bahan pengembang dapat pula digunakan dalam pembuatan mi.

Bahan pengembang yang umum digunakan adalah Carboxymethyl

Cellulose (CMC), Na-kaseinats dan Na-alginat. Bahan-bahan tersebut

berfungsi untuk mempercepat pengembangan adonan dan mencegah

penyerapan minyak sewaktu penggorengan (Sunaryo, 1985).

Proses pembuatan mi basah matang terdiri dari beberapa tahap,

yaitu tahap pencampuran bahan, pengadukan, pembentukan lembaran,

aging, penipisan lembaran, pemotongan lembaran, penaburan mi dengan

tepung, perebusan, dan pelumasan. Tahap pencampuran dalam proses

pembuatan mi bertujuan menghasilkan campuran yang homogen,

menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan

gluten sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Hal-hal yang harus

(27)

ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Umumnya air yang

ditambahkan sekitar 34-40% dari bobot tepung. Jika air yang

ditambahkan kurang dari 34%, adonan menjadi kalis, rapuh dan sulit

dibentuk menjadi lembaran. Sebaliknya jika air yang ditambahkan lebih

dari 40%, adonan menjadi basah dan lengket (Bogasari, 2005). Suhu

adonan yang terbaik adalah 25 sampai 40°C. Apabila suhunya kurang

dari 25°C adonan menjadi keras, rapuh dan kasar sedangkan bila suhunya

lebih dari 40°C adonan menjadi lengket dan mi kurang elastis (Badrudin,

1994).

Pengadukan dilakukan dalam dua tahap. Pengadukan pertama

dilakukan dengan kecepatan lambat selama 1 menit. Selanjutnya

pengadukan dilakukan dengan kecepatan sedang selama 4 menit.

Pengadukan ini berfungsi mendistribusikan air secara merata pada tepung

(Bogasari, 2005).

Pembentukan lembaran (sheeting) bertujuan menghaluskan

serat-serat gluten dan mebuat adonan menjadi lembaran (Bahrudin, 1994).

Pembentukan lembaran dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama

adalah pembentukan lembaran dari adonan dengan jarak roll 3 mm.

Tahap kedua, lembaran yang telah terbentuk dilipat menjadi tiga bagian

dan dilewatkan kembali pada roll yang berjarak 3 mm sebanyak dua kali.

Tahap ketiga, lembaran tersebut dilipat menjadi dua bagian dan

dilewatkan kembali di antara dua roll yang berjarak 3 mm. Selanjutnya

lembaran digulung dan diistirahatkan selama 15 menit untuk

menyempurnakan pembentukan gluten.

Setelah diistirahatkan, lembaran ditipiskan sampai terbentuk

lembaran dengan ketebalan 1,5 mm. Lembaran dengan ketebalan 1,5 mm

inilah yang siap untuk dipotong menjadi untaian benang-benang mi.

Hasil yang didapatkan setelah tahap pemotongan lembaran adalah berupa

mi basah mentah. Untuk memperoleh produk mi basah matang, mi

dikukus atau direbus. Perebusan dilakukan selama 2 menit, sedangkan

(28)

proses gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga mi menjadi kenyal

(Badrudin, 1994).

Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan

tipis (film) pada permukaan mi yang dapat memberikan kelembutan mi,

meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mi

(Badrudin, 1994). Setelah pemasakan, mi didinginkan dalam air es

selama 1 menit untuk menghentikan reaksi kimia yang masih terjadi.

Tahap terakhir dalam pembuatan mi basah matang adalah

pemberian minyak sawit. Pelumuran mi dengan minyak sawit dilakukan

agar mi tidak menjadi lengket satu sama lain serta untuk memberikan

citarasa agar mi tampak mengkilap (Mugiarti, 2000 ; Bogasari, 2005).

E. KERUSAKAN MI BASAH

Kerusakan mi basah matang terhjadi pada penyimpanan suhu

kamar setelah 40 jam (Astawan, 1999). Kerusakan yang terjadi salah

satunya disebabkan oleh tumbuhnya kapang. Pertumbuhan kapang

ditandai dengan adanya miselium kapang pada permukaan mi. Miselium

kapang pada mi umumnya berwarna putih atau hitam (Hoseney, 1998).

Kerusakan mi dapat dilihat dari perubahan warna dan diikuti

dengan perubahan aroma mi menjadi asam diikuti dengan pembentukan

lendir. Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri dan

diikuti dengan timbulnya bau asam (Hoseney, 1998).

Mikroba yang terdapat pada mi dapat berasal dari bahan baku mi

yaitu tepung. Menurut Christensen (1974) mikroorganisme yang terdapat

pada tepung adalah kapang, kamir, dan bakteri. Bakteri yang terdapat

pada tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta

beberapat spesies Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada

tepung antara lain berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor,

Fusarium, dan Penicillium. Selain berasal dari tepung, mikroorganisme

yang tumbuh pada mi kemungkinan juga berasal dari air yang digunakan

(29)

tidak tercemar adalah kamir, spora Bacillus, spora Clostridium dan

bakteri autotrof (Alcamo, 1983).

Mi basah mudah mengalami kerusakan atau kebusukan sehingga

banyak usaha dilakukan untuk memperpanjang umur simpan mi basah.

Salah satunya adalah dengan penambahan bahan tambahan pangan

tertentu. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Gracecia dan Priyatna

(2005) terhadap pedagang pasar tradisional dan pedagang produk olahan

mi di daerah Jabotabek, menunjukkan bahwa umur simpan mi basah

mentah dapat mencapai 4 hari, sementara umur simpan mi basah matang

dapat mencapai 14 hari. Umur simpan dengan lama tersebut ternyata

disebabkan penambahan formalin pada mi. Menurut Yohana (2007),

umur simpan mi basah matang kontrol tanpa pengawet hanya berkisar

antara 24 – 36 jam.

Secara umum, ciri-ciri kerusakan mi basah mentah dan mi basah

matang hampir sama (Gracecia, 2005 ; dan Priyatna, 2005). Berdasarkan

survei dapat diketahui bahwa kerusakan mi basah mentah ditandai

dengan timbulnya kapang ( adanya bintik-bintik warna hitam/ merah/

biru), munculnya bau asam, mi menjadi hancur, patah-patah, atau

menjadi lembek. Begitupula untuk mi basah matang, ciri kerusakan

ditandai dengan adanya bau asam, tekstur menjadi lengket, berlendir,

lembek, atau mi menjadi hancur.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Anggraeni (2007)

menunjukkan pH mi basah matang menurun dengan cepat selama

penyimpanan. Penyimpanan mi basah matang selama 48 jam tidak

(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan

menjadi dua, yaitu bahan untuk pembuatan mi dan bahan analisis.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan mi adalah tepung terigu merk

Cakra Kembar, NaCl, garam alkali (Na2CO3), air, minyak sawit, dan

ekstrak fuli pala dengan etil asetat. Bahan yang digunakan untuk analisis

adalah media PCA (Plate Count Agar), APDA(Acidified Potato

Dextrose Agar), NaCl, plastik HDPE, aquades, alkohol 70%, dan

spirtus.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dikelompokkan menjadi dua bagian

yaitu alat-alat untuk membuat mi serta peralatan dan instrumen analisis.

Alat-alat untuk pembuatan mi adalah noodle machine, mixer,

timbangan, baskom, gelas ukur, gelas piala, peralatan memasak,

saringan, sendok, dan pisau. Peralatan dan instrumen yang digunakan

untuk analisis mikrobiologi dan fisik adalah cawan petri, stomacher,

inkubator, bunsen, erlenmeyer, tabung reaksi, mikro pipet, otoklaf,

oven, hot plate, neraca analitik, pH meter, texture analyzer,

(31)

B. TAHAPAN PENELITIAN

1. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Fuli Pala dan NaCl a. Pembuatan mi basah matang

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi adalah tepung

dengan merk Cakra Kembar, NaCl, natrium karbonat, dan air. Dengan

[image:31.612.198.530.208.617.2]

formula seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Formulasi mi basah matang

Bahan Persentase (%)

Tepung Terigu Cakra 100

NaCl 1 Air 35

Na2CO3 0.6

pencampuran bahan

pengadukan ( 3 – 5 menit)

pembentukan lembaran

aging

penipisan lembaran

pemotongan lembaran

penaburan mi dengan tapioka

perebusan atau pengukusan ( 2 menit)

pemberian minyak ( 10% dari berat mi basah matang)

Gambar 3. Diagram alir pembuatan mi basah matang. Bahan-bahan mi

Mi basah mentah

Mi basah matang

(32)

b. Ekstraksi Fuli Pala

Fuli Pala diekstrak dengan pelarut etil asetat (1 : 4 b/v). Proses

ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan kecepatan rotasi 150 rpm

selama 24 jam. Selanjutnya filtrat dipisahkan dari pelarut dengan cara

penguapan dalam rotavapor sampai tidak ada pelarut yang menetes

lagi, kemudian pelarut diuapkan pada suhu 50°C. Sisa pelarut

dihilangkan dengan gas nitrogen. Ekstrak yang diperoleh digunakan

sebagai sampel. Rendemen ekstrak dihitung sebagai persen ekstrak (ml

ekstrak/100 g fuli pala).

c. Pengujian Daya Simpan Mi Basah Matang

Secara umum proses pembuatan mi basah matang meliputi

formulasi bahan, pencampuran bahan, pembentukan lembaran,

pemotongan, pembentukan mi, perebusan, dan pelumasan (pemberian

minyak). Bahan utama yang digunakan adalah tepung terigu Cakra

Kembar. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah NaCl (1%), natrium

karbonat (0.6%), dan air (35%) berdasarkan pada berat terigu yang

digunakan.

Proses pembuatan mi dapat dilihat pada Gambar 3. Mi basah

matang dimasukkan ke dalam plastik HDPE, dibiarkan pada suhu

ruang kemudian dilakukan pengamatan secara subyektif meliputi

warna, aroma, dan tekstur setiap enam jam sekali, sampai terlihat

adanya tanda-tanda kerusakan berupa bau asam, mi menjadi lunak dan

pembentukan lendir.

d. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Fuli Pala

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan

ekstrak fuli pala terhadap mutu mi basah matang yang dihasilkan dan

mendapatkan konsentrasi ekstrak fuli pala yang optimum (dapat

memberikan umur simpan lama dan diterima kosnumen). Ekstrak fuli

pala yang diaplikasikan ditambahkan ke dalam campuran air.

(33)

Persentase ekstrak yang digunakan adalah 1%, 3%, dan 5% dari berat

air (Tabel 7). Kontrol yang digunakan adalah mi basah tanpa

[image:33.612.186.508.168.232.2]

penambahan ekstrak fuli pala.

Tabel 7. Formulasi penggunaan ekstrak fuli pala dalam mi basah

Ekstrak Konsentrasi (v/v)

Fuli pala

1% dari berat air dalam formulasi 3% dari berat air dalam formulasi 5% dari berat air dalam formulasi

Mi basah matang kemudian diamati tekstur, warna, dan aroma

secara subyektif setelah mi basah matang selesai dibuat dengan

pengamatan setiap 6 jam sekali. Konsentrasi yang dipilih untuk

digunakan pada tahap selanjutnya berdasarkan masa simpan mi

terbaik.

e. Penentuan Konsentrasi NaCl

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi NaCl yang

optimum (dapat memberikan umur simpan lama dan diterima

kosnumen). Konsentrasi NaCl yang digunakan adalah 1% (kontrol),

3%, 4%, dan 5% (Tabel 6). Penambahan NaCl dilakukan pada tahap

pencampuran bahan.

Tabel 8. Konsentrasi NaCl yang digunakan dalam mi basah

Konsentrasi (b/b)

NaCl

3% dari berat tepung 4% dari berat tepung 5% dari berat tepung

Hasil formulasi kemudian dibandingkan tekstur, warna, dan

aroma secara subyektif setelah mi basah matang selesai dibuat dengan

pengamatan setiap 6 jam sekali. Konsentrasi yang dipilih untuk

digunakan pada tahap selanjutnya berdasarkan masa simpan mi

[image:33.612.182.507.506.576.2]
(34)

2. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Fuli Pala dan NaCl Pada Mutu Mi Basah

Ekstrak fuli pala dan NaCl ditambahkan pada tahap formulasi

dan pencampuran adonan dalam pembuatan mi basah matang.

Konsentrasi ekstrak fuli pala dan garam yang digunakan adalah

berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Mi dimasukkan ke dalam

plastik HDPE, dibiarkan pada suhu ruang kemudian dilakukan analisis

lebih lanjut setiap 12 jam. Analisis yang dilakukan meliputi total TPC,

total kapang, pH, aw, warna, tekstur, dan organoleptik. Untuk analisis

aw dan uji organoleptik hanya dilakukan pada saat mi basah matang

selesai dibuat ( jam ke-0).

Mi basah matang Mi basah matang

dengan penambahan NaCl dengan penambahan ekstrak fuli pala

( 3%, 4%, 5% ) (1%, 3%, 5% )

Penyimpanan suhu kamar

Analisis secara subyektif setiap 6 jam

(warna, aroma, dan lendir)

1). Konsentrasi ekstrak fuli pala terpilih

2). Konsentrasi NaCl terpilih

Aplikasi pada pembuatan mi basah

(Dibandingkan dengan kontrol tanpa penambahan ekstrak fuli pala)

Penyimpanan suhu kamar

[image:34.612.170.489.313.662.2]

Analisis TPC, total kapang, pH, aw, warna, tekstur, dan organoleptik

Gambar 4. Diagram alir pengaruh kombinasi ekstrak fuli pala

(35)

C. PROSEDUR ANALISIS

1. Mutu Fisik

a. Warna (Manual alat chromameter Minolta 100)

Pengamatan warna secara obyektif dilakukan dengan alat

chromameter Minolta 100. Mi basah diletakkan pada tempat yang

tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L,

a, dan b dari sampel dengan kisaran 0 sampai ± 100 (putih). Notasi

a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai

+a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a

(negatif) dari 0 sampai -80 untuk hijau. Notasi b menyatakan warna

kromatik campuran biru –kuning dengan nilai +b (positif) dari 0

sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0

sampai -80 untuk warna biru. Notasi L menyatakan ketajaman

warna. Semakin tinggi ketajaman warna, maka semakin tinggi pula

nilai L. Selanjutnya, dari nilai a dan b dapat dihitung ºHue dengan

rumus :

ºHue = tan-1 b a Jika hasil yang diperoleh :

18º - 54º maka produk berwarna merah (Red)

54º - 90º maka produk berwarna merah kekuningan(YR)

90º - 126º maka produk berwarna kuning (Y)

126º - 162º maka produk berwarna hijau kekuningan(YG)

b. Tekstur (Manual alat Texture Anlayzer)

Pengukuran tekstur dilakukan dengan menggunakan texture

analyzer. Faktor yang diukur adalah kekerasan dan kelengketan.

Kekerasan dinyatakan dalam satuan gram force, semakin tinggi

nilai gram force semakin tinggi kekerasannya. Kelengketan

dinyatakan sebagai luas negative area dengan satuan gram second

(gs), semakin luas negative area semakin tinggi kelengketannya.

(36)

diukur kekerasan dan kelengketannya. Pengukuran menggunakan

probe berukuran 3/5.

Gambar 5. Grafik hasil pengukuran dengan texture analyzer

2. Mutu Kimia

a. Nilai pH (AOAC, 1984)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dnegan

menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7. Sampel yang

digunakan pada pengukuran pH mi basah adalah 10 gram mi basah

matang yang ditambahkan 10ml akuades dan dihancurkan. Cara

pengukuran pH adalah dengan memasukkan elektroda pH meter di

dalam sampel, ditunggu beberapa saat sampai nilai pH yang tampil

pada pH meter stabil, sehingga terbaca nilai pH yang diukur.

b. Nilai aw (Manual alat aw-meter Shibaura W-360)

Pengukuran aw dilakukan menggunakan aw-meter Shibaura

W-360. Mi basah dimasukkan ke dalam tempat sampel kemudian

tombol start ditekan hingga diperoleh nilai aw sampel. Sebelum

digunakan, aw-meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan

menggunakan NaCl jenuh.

kekerasan

[image:36.612.228.410.125.281.2]
(37)

3. Mutu Mikrobiologi

a. Analisis total mikroba (SNI-01-2987-1992)

Analisis total mikroba dilakukan dengan metode Aerobic

Plate Count (APC). Analisis total mikroba dilakukan terhadap mi

basah matang yang sudah diaplikasikan ekstrak fuli pala dan garam

dengan konsentrasi optimum. Sebanyak 10 gram sampel mi basah

dimasukkan dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml

larutan pengencer steril. Sampel mi basah tersebut kemudian

dihancurkan dengan menggunakan alat stomacher selama 60 detik

sehingga dihasilkan sampel mi basah dengan pengenceran 1 : 10.

Setelah itu campuran dikocok, diambil 1 ml dan dimasukkan ke

dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga

diperoleh tingkat pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama

dilakukan pengenceran selanjutnya.

Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi

sampel mi basah secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan

petri steril dan kemudian dituangkan media PCA (Plate Count

Agar) steril. Cawan petri kemudian digerakkan berputar agar

sampel dapat merata dan dibiarkan menjadi dingin dan padat. Uji

ini dilakukan duplo. Setelah media membeku, cawan petri

diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37°C selama 2 hari.

Perhitungan total mikroba dilakukan berdasarkan BAM

(Bacteoriological Analytical Manual)-FDA (BAM-FDA, 2002) :

N = ∑C x (d)

[(1 x n1) + (0.1 x n2)]

N = total mikroba (cfu/g atau cfu/ml)

∑C = jumlah koloni dari tiap-tiap petri (kisaran hitung 25-250 koloni)

n1 = jumlah koloni dari pengenceran pertama yang dihitung

n2 = jumlah koloni dari pengenceran kedua yang dihitung

(38)

b. Analisis total kapang (SNI-01-2987-1992)

Analisis total kapang sama seperti analisis total mikroba tetapi

media yang digunakan adalah APDA (Acidified Potato Dextrose

Agar) dan diinkubasikan pada suhu 25°C atau suhu kamar selama 5

hari. Media APDA dibuat dengan menambahkan larutan asam

tartarat kedalam larutan media PDA hingga mencapai pH 4.5.

Perhitungan total kapang juga dilakukan dengan metode

BAM-FDA 2002. Dengan kisaran hitung 15-150 koloni.

4. Mutu Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan

konsumen terhadap mi basah matang yang telah ditambah ekstrak fuli

pala. Panelis diminta menilai keseluruhan (overall) parameter sensori

baik warna, aroma, tekstur, maupun rasa.

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan pada 30

panelis untuk mengetahui seberapa besar kesukaan konsumen terhadap

produk mi basah matang. Skala yang digunakan adalah skala numerik

yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka),dan 5

(sangat suka). Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 11.0 dan

(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. RENDEMEN EKSTRAK FULI PALA

Ekstrak fuli pala yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak fuli

pala yang menggunakan etil asetat. Pemakaian etil asetat sebagai pelarut

bertujuan agar komponen-komponen aktif yang ada pada fuli pala terekstrak

dengan optimal. Selain itu, etil asetat digunakan karena kehalalannya

dibandingkan dengan etanol. Komponen aktif yang terdapat pada fuli pala

adalah, fenolik, monoterpen, dan ester aromatik (Purseglove et al., 1981).

Rendemen ekstrak fuli pala yang dihasilkan adalah 6% b/v. Ekstrak fuli

[image:39.612.243.398.324.441.2]

pala yang dihasilkan berwarna coklat pekat (Gambar 5).

Gambar 6. Ekstrak fuli pala

B. PENENTUAN KONSENTRASI EKSTRAK FULI PALA DAN NaCl 1. Daya Simpan Mi Basah Matang Kontrol

Mi basah matang yang digunakan sebagai kontrol adalah mi basah

matang dengan formulasi garam 1% dan tanpa ekstrak fuli pala. Pembuatan

mi basah matang dilakukan pada skala percobaan, yaitu 200 gr tepung

terigu. Rendemen mi basah matang adalah 183% b/b. Pada tahap ini mi

basah matang dikemas dalam plastik HDPE dan diamati secara subyektif

setiap 6 jam terhadap warna, aroma, dan tekstur mi hingga mi mengalami

kerusakan. Tanda yang menunjukkan mi mengalami kerusakan adalah

(40)

Mi basah matang pada awal penyimpanan berwarna kuning. Warna

kuning ini terjadi karena reaksi antara garam alkali dengan komponen

flavonoid yang terdapat pada terigu (Hou dan Kruk, 1998). Berdasarkan

pengamatan selama penyimpanan diketahui bahwa mi basah matang kontrol

menunjukkan tanda kerusakan yaitu bau asam dan lendir setelah disimpan

selama 42 jam. Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan

bakteri dan diikuti dengan timbulnya bau asam (Hoseney, 1998). Menurut

Astawan (1999), berdasarkan survei pasar yang dilakukan secara subyektif

kerusakan mi basah matang terjadi pada penyimpanan suhu kamar setelah

40 jam.

2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Fuli Pala

Pemilihan konsentrasi ekstrak fuli pala yang terbaik dilakukan

berdasarkan pengamatan subyektif terhadap warna, aroma, tekstur dan umur

simpan mi basah matang. Penentuan konsentrasi fuli pala dilakukan dengan

menggunakan konsentrasi ekstrak fuli pala 1%, 3%, dan 5% ( berdasarkan

berat air yang digunakan dalam formulasi mi basah. NaCl yang digunakan

adalah 1% dari berat tepung.

[image:40.612.196.486.443.604.2]

kontrol dengan ekstrak

Gambar 7. Warnami basah matang

Warna mi basah matang yang ditambahkan ekstrak fuli pala lebih

gelap dibandingkan dengan warna mi basah kontrol (Gambar 5). Hasil

(41)

Tabel 9. Pengaruh konsentrasi ekstrak fuli pala terhadap mutu mi basah matang selama penyimpanan

% Ekstrak Jam ke- Warna Aroma Tekstur

0% (kontrol)

0 Kuning pucat Normal Normal 6 Kuning pucat Normal Normal

12 Kuning pucat Normal Normal 18 Kuning pucat Normal Normal 24 Kuning pucat Normal Normal 30 Kuning pucat Normal Normal 36 Kuning pucat Normal Agak rapuh 42 Kuning pucat Asam Rapuh,berlendir

1 %

0 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 6 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 12 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 18 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 24 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 30 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 36 Kuning kemerahan Fuli pala Agak rapuh 42 Kuning kemerahan Asam Rapuh,berlendir

3%

0 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 6 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 12 Kuning kemerahan Fuli pala Norma

18 Kuning kemerahan Fuli pala Normal

24 Kuning kemerahan Fuli pala Normal

30 Kuning kemerahan Fuli pala Normal

36 Kuning kemerahan Fuli pala Normal 42 Kuning kemerahan Fuli pala Agak rapuh 48 Kuning kemerahan Asam Rapuh,berlendir 5% 0 Coklat kemerahan Fuli pala tajam Normal

6 Coklat kemerahan Fuli pala tajam Normal 12 Coklat kemerahan Fuli pala tajam Normal

24 Coklat kemerahan Fuli pala tajam Normal

36 Coklat kemerahan Fuli pala tajam Normal

42 Coklat kemerahan Fuli pala tajam Normal 48 Coklat kemerahan Fuli pala Agak rapuh 54 Coklat kemerahan Asam Rapuh,berlendir

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna mi basah matang

semakin gelap dengan semakin tingginya konsentrasi ekstrak fuli pala yang

(42)

tercium akan semakin kuat. Aroma fuli pala yang khas diduga karena

adanya komponen safrol dan miristisin pada ekstrak fuli pala. Safrol dan

miristisinmerupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang

kuat pada fuli (Purseglove, 1981).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

ekstrak fuli pala yang ditambahkan maka mi basah matang semakin kenyal.

Hal ini diduga karena terbentuknya kompleks antara komponen fenolik yang

terkandung dalam ekstrak dengan protein. Menurut Harbone (1987),

komponen fenolik dapat membentuk kompleks dengan protein melalui

ikatan hidrogen yang dapat mempengaruhi tekstur.

Penggunaan ekstrak fuli pala berfungsi memperpanjang umur simpan

mi basah matang. Umur simpan mi basah matang dengan ekstrak fuli pala

pada tahap ini ditentukan secara subyektif yaitu terciumnya aroma asam

dan timbulnya lendir. Hasil pengamatan pada Tabel 10 menunjukkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang ditambahkan maka umur

simpan mi basah matang semakin panjang.

Tabel 10. Pengaruh konsentrasi ekstrak fuli pala pada umur simpan mi basah matang

Konsentrasi Ekstrak (%) Umur Simpan Mi Basah Matang

0 % 42 jam

1 % 42 jam

3 % 48 jam

5 % 54 jam

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mi basah matang kontrol

(tanpa penambahan ekstrak) mempunyai umur simpan 42 jam. Mi basah

matang dengan ekstrak 5% mempunyai umur simpan paling lama yaitu 54

jam. Akan tetapi, karena rasa dan aroma mi basah matang dengan

konsentrasi ekstrak fuli pala 5% sudah tidak dapat diterima, maka

konsentrasi yang dikombinasikan dengan NaCl adalah ekstrak fuli pala 3%

dengan umur simpan 48 jam.

Penambahan ekstrak fuli pala dapat memperpanjang umur simpan mi

basah matang diduga karena adanya komponen antimikroba yang

(43)

termasuk ke dalam golongan fenolik. Penelitian yang telah dilakukan pada

rimpang lengkuas (Amomum galanga) membuktikan bahwa senyawa

fenolik, flavonoid, minyak atsiri, terpena, asam organik tanaman, asam

lemak, ester asam lemak tertentu, dan alkaloid tanaman mempunyai

aktivitas antimikroba (Haraguchi et.al.,1998).

Aktivitas antimikroba senyawa fenolik yaitu dengan menyerang

dinding sel mikroba sehingga menghambat sintesis dinding sel dan juga

mempengaruhi permeabilitas membran sel. Selain itu senyawa fenolik dapat

menghambat sintesa protein dan asam nukleat mikroba sehingga

pertumbuhan mikroba terhambat (Jawetz, 1980). Kematian bakteri oleh

flavonoid dipengaruhi oleh kemampuan penetrasi menembus dinding sel

bakteri yaitu tergantung ukuran molekul dan kemampuan flavonoid untuk

membentuk ikatan kompleks dengan logam-logam berat seperti Mg, Zn, dan

Fe. Logam-logam tersebut dibutuhkan oleh E.coli dan B.subtilis untuk

mempertahankan fungsi dan integritas ribosom, sehingga fungsi ribosom

dalam pembentukan protein akan terganggu (Borang, 1982).

3. Penentuan Konsentrasi NaCl

Penambahan NaCl sebagai kombinasi dengan ekstrak fuli pala

bertujuan menambah efektivitas pengawetan mi basah matang. Penggunaan

NaCl ini juga diharapkan dapat mengurangi rasa getir dan aroma khas yang

berasal dari ekstrak fuli pala sehingga mutu organoleptik mi basah matang

menjadi lebih baik.

Penentuan konsentrasi NaCl dilakukan dengan menggunakan

konsentrasi NaCl 1% (kontrol), 3%, 4%, dan 5% dari berat tepung yang

digunakan dalam formulasi. Dalam tahap ini ekstrak fuli tidak ditambahkan

dalam formulasi. Pengamatan dilakukan secara subyektif meliputi rasa,

aroma, dan tekstur. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam hingga mi

(44)

Tabel 11. Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap mutu mi basah matang selama penyimpanan

Konsentrasi NaCl Jam ke- Rasa Aroma Tekstur

Kontrol ( 1% NaCl) 0 Normal Normal Normal 6 Normal Normal Normal

12 Normal Normal Normal 18 Normal Normal Normal 24 Normal Normal Normal

36 Normal Normal Agak rapuh

42 Asam Asam Rapuh,berlendir

3 %

0 Normal Normal Normal 6 Normal Normal Normal 12 Normal Normal Normal

18 Normal Normal Normal 24 Normal Normal Normal 30 Normal Normal Normal 36 Normal Normal Agak rapuh 42 Asam Asam Rapuh,berlendir

4%

0 Agak asin Normal Normal 6 Agak asin Normal Normal 12 Agak asin Normal Normal 18 Agak asin Normal Normal 24 Agak asin Normal Normal 36 Agak asin Normal Agak rapuh 42 Agak asin Normal Agak rapuh

48 asam Asam Rapuh,berlendir

5% 0 Asin Normal Normal

6 Asin Normal Normal 12 Asin Normal Normal

24 Asin Normal Normal 36 Asin Normal Normal 42 Asin Normal Normal 48 Asin Normal Agak rapuh 54 Asam Asam Rapuh,berlendir

Hasil pengamatan (Tabel 11) menunjukkan aroma mi basah matang

dengan penambahan konsentrasi NaCl (3%, 4%, 5%) memiliki aroma yang

sama dengan mi basah matang kontrol (1% NaCl) . Hasil pengamatan secara

subyektif juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi garam yang

(45)

Hasil pengamatan menunjukkan mi basah matang dengan NaCl 4%

memiliki umur simpan yang lebih panjang dibandingkan mi basah matang

kontrol yaitu 48 jam. Mi basah matang dengan konsentrasi NaCl 5%

memiliki masa simpan yang lebih panjang (54 jam) tetapi tidak dapat

diterima, karena rasanya terlalu asin. Maka yang akan dikombinasikan

dengan ekstrak fuli pala adalah NaCl 4 %.

.

C. PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA DAN NaCl TERHADAP MUTU MI BASAH MATANG

Pada tahap ini analisis mutu mi basah matang dengan aplikasi

kombinasi ekstrak fuli pala dan NaCl dilakukan secara obyektif. Mi basah

matang yang dianalisis terdiri dari 3 jenis formula yaitu mi basah matang

dengan NaCl 4%, mi basah matang dengan penambahan ekstrak fuli pala 3%

dan NaCl 1% serta mi basah matang dengan ekstrak fuli pala 3% dan NaCl

4%. Mi basah dengan 1% NaCl dan tanpa ekstrak fuli pala digunakan sebagai

kontrol. Analisis yang dilakukan meliputi, mutu fisik (warna dan tekstur),

kimia (pH dan aw), mikrobiologi (total mikroba dan total kapang khamir), dan

mutu organoleptik.

1. Mutu Fisik dan Kimia Mi Basah Matang a. Warna

Parameter yang diukur dalam analisis warna mi basah matang

adalah nilai L atau kecerahan dan derajat hue (ºHue) yang

menunjukkan warna mi basah matang. Nilai ºHue didapatkan dari

perhitungan nilai a dan b. Nilai a menunjukkan tingkatan warna

antara merah dan hijau, nilai a yang makin positif berarti sampel

cenderung berwarna merah. Nilai b menunjukkan tingkatan warna

antara kuning dan biru. Nilai b yang makin positif berarti sampel

(46)

i. Nilai L (ketajaman warna)

Hasil pengamatan (Gambar 7) menunjukkan nilai L keempat

sampel mi basah matang cenderung stabil selama penyimpanan.

Nilai L mi basah matang yang ditambah ekstrak fuli pala lebih

rendah dibandingkan dengan mi basah matang kontrol. Mi basah

matang kontrol dan mi basah dengan 4% NaCl mengalami

penurunan nilai L yang cukup tajam pada jam ke-12 dan relatif stabil

pada jam-jam pengamatan berikutnya.

60 62 64 66 68 70 72 74 76 78

0 12 24 26 48 60

Jam Pengamatan

N

ila

i L

Ekstrak Fuli 0% + NaCl 1% (kontrol) Ekstrak Fuli 0% + NaCl 4%

Ekstrak Fuli 3% + NaCl 1% Ekstrak Fuli 3% + NaCl 4%

Gambar 8. Pengaruh kombinasi ekstrak fuli pala dan NaCl terhadap ketajaman warna mi basah matang.

Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 5 menunjukkan

bahwa ketajaman warna mi basah matang kontrol dan mi basah

dengan 4% NaCl berbeda nyata dengan mi basah matang yang

ditambah ekstrak fuli pala 3%. Hal ini menunjukkan penambahan

ekstrak fuli pala pada mi basah matang mempengaruhi ketajaman

warna mi basah matang sedangkan penambahan konsentrasi garam

tidak berpengaruh.

Menurut pengamatan subyektif, mi basah matang kontrol

mulai terdeteksi tanda-tanda kerusakan setelah 42 jam dan mi basah

yang ditambah ekstrak fuli pala 3% dan garam 1% setelah 54 jam.

(47)

dikatakan kerusakan mi tidak berpengaruh terhadap warna mi basah

matang dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan selama penyimpanan

mi basah matang tidak mengalami perubahan ketajaman warna. Hal

tersebut mungkin disebabkan oleh enzim polifenol oksidase (PPO)

dalam tepung yang sudah terinaktivasi akibat proses perebusan

(Yohana, 2007). Enzim polifenol oksidase terinaktivasi pada suhu

71.1°C.

ii. Derajat Hue

Derajat Hue menunjukkan jenis warna suatu bahan. Hasil

pengamatan (Gambar 8) menunjukkan derajat Hue mi basah matang

cenderung stabil selama penyimpanan. Menurut Pahrudin (2006),

penyimpanan mi matang kontrol dengan garam 1% selama 48 jam

tidak mempengaruhi warna mi. Nilai ºHue mi matang adalah 84-87.

Mi basah matang kontrol dan mi basah matang dengan 4%

garam memiliki ºHue yang lebih tinggi dibandingkan mi basah

matang yang ditambahkan ekstrak fuli pala 3%. Namun, keempat

sampel mi masih termasuk kategori yang sama yaitu merah

kekuningan (54-90º). Hal ini dapat dilihat pada lampiran 1-5.

68 70 72 74 76 78 80 82 84 86

0 12 24 36 48 60

Jam Pengamatan

De

ra

ja

t Hu

e

Ekstrak Fuli 0% + NaCl 1% (kontrol) Ekstrak Fuli 0% + NaCl 4%

Ekstrak Fuli 3% + NaCl 1% Ekstrak Fuli 3% + NaCl 4%

Gambar 9. Pengaruh kombinasi ekstrak fuli pala dan NaCl terhadap

(48)

Mi basah matang yang ditambah ekstrak fuli pala mempunyai

ºHue yang lebih rendah daripada kontrol dan mi basah matang

dengan 4% NaCl. Hal ini berarti warna mi matang dengan ekstrak

fuli pala menuju warna merah daripada kuning. Perbedaan warna ini

mungkin terjadi karena adanya komponen warna pada ekstrak fuli

pala. Ekstrak fuli pala yang berwarna merah kecoklatan akibat

adanya senyawa fenolik.

b. Tekstur

Parameter yang diukur pada analisis teksur mi basah matang

adalah kekerasan dan kelengketan. Kedua parameter ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor, antara lain jenis tepung yang digunakan,

penambahan alkali dan bahan tambahan lain, dan proses pembuatan

mi (perebusan). Penambahan alkali memberikan karakteristik aroma

dan flavor pada mi basah matang, serta memberikan warna kuning,

tekstur yang kuat dan elastis (Miskelly, 1996). Lamanya perebusan mi

akan menyebabkan tekstur mi menjadi lengket dan lembek (Hoseney,

1998).

Mi basah matang diharapkan memiliki tekstur yang kenyal dan

elastis, mudah digigit, dan tidak terlalu lembek. Kekerasan mi

ditentukan oleh komponen protein yang terkandung dalam terigu yang

digunakan (Oh etal., 1985). Terigu mengandung protein 7 sampai 22

%, diantaranya glutenin dan gliadin. Glutenin dan gliadin bila

dicampur dengan air akan membentuk gluten (Winarno, 1991). Gluten

inilah yang berperan terhadap kekerasan m

Gambar

gambar bagian-bagian buah pala.
Gambar 2. Fuli pala
Tabel 1. Persentase berat bagian-bagian buah palaa
gambar bagian-bagian buah pala.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Artikel yang diajukan ke Jurnal Farmasi Udayana belum pernah dipublikasikan sebelumnya (kecuali dalam bentuk abstrak atau sebagai bagian dari skripsi), tidak dalam

Pengrajin yang masih bertahan memiliki harapan mengembalikan masa kejayaan kampung Tanubayan ini seperti dulu, sehingga kampung yang dikenal masyarakat Demak sebagai Kampung

Pengumpulan bahan-bahan koordinasi penyusunan program kerja di bidang Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) formal dan non formal yang meliputi perencanaan penyelenggaraan, pendidikan

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Langkah-langkah dalam proses penelitian dan pengembangan dikenal dengan istilah lingkaran research dan development yang terdiri atas, (a) meneliti hasil penelitian

Lampiran 15b Tabel analisis deskriptif pengaruh rasio kik dan 2B4 dan pemanasan otoklaf terhadap kadar pati resisten tepung pisang (% bk). Fermentasi Pemanasan otoklaf

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan analisis α -mangostin dari eksrak kulit buah muda, kulit buah matang dan kulit batang manggis dengan menggunakan metoda