• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pengering gabah tipe resirkulasi menggunakan Konveyor Pneumatik dan bahan bakar campuran minyak Jarak dengan minyak tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pengering gabah tipe resirkulasi menggunakan Konveyor Pneumatik dan bahan bakar campuran minyak Jarak dengan minyak tanah"

Copied!
360
0
0

Teks penuh

(1)

MINYAK TANAH

TOTOK PRASETYO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ” Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2009

Totok Prasetyo

(3)

Pneumatic Conveyor and blended kerosene and jatropha curcas oil. Supervisors : KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, AND LEOPOLD OSCAR NELWAN.

Post harvest losses of rice in Indonesia was estimated to reach 20 % in which drying alone accounted for 2.3%. Most farmers in this country use the traditional direct sun drying, although cheap in cost it has the demerit of being dependent on weather conditions, susceptible to damage by rodent and easy being contaminated with dusts and foreign materials which can reduce the quality of products. Any delay in drying due to bad weather conditions will lead to excess in respiration and fungal growth, and sprouting due to re-wetting of products causing great losses in rice quality. The effect of global warming, due to accumulated green house gas (GHG) emissions in our atmosphere has created global climate change and uncertainty in weather conditions. Rainy days may occur during golden harvest making sun drying impossible and consequently drying should be delayed. The use of artificial dryer is facing another problem where fossil fuel as source of hot air generation is becoming scarce and high price.

The aim of this study was to design a recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and blended fuel between kerosene and jatropha curcas oil to generate hot air for drying. This study comprises of five major components. First, is the study about the feasibility of using jatropha curcas oil as an energy source to produce drying air, second, experiments related to the influence of drying time and tempering durations on head rice yield (HRY) under non-flow static grain conditions, third, performance test of the proposed recirculation dryer, fourth computer simulation on recirculation dryer of rough rice using pneumatic conveyor and lastly, economic benefit of the proposed drying system.

(4)

assuming 15 percent of interest rate and 5 years of project lifetime would give positive NPV of Rp 8186391., 31.19 % IRR and 1.82 of net B/C ratio.

(5)

Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak. Dibimbing oleh KAMARUDDIN ABDULLAH, I MADE KARTIKA DHIPUTRA, ARMANSYAH H. TAMBUNAN, dan LEOPOLD OSCAR NELWAN.

Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20 %, termasuk didalamnya kehilangan pada proses pengeringan yang mencapai 2.3 %. Sebagian besar petanidi Indonesia menggunakan pengeringan matahari langsung, walaupun secara ekonomi murah, tetapi mempunyai kelemahan yaitu tergantung terhadap cuaca, mudah rusak karena binatang mengerat serta mudah terkontaminasi dengan debu dan benda-benda asing lainnya, yang dapat mengurangi kualitas produk. Penundaan pengeringan karena cuaca buruk akan menimbulkan jamur, dan kecambah yang menyebabkan penurunan kualitas produk. Akibat pemanasan global akibat akumulasi emisi gas rumah kaca (GHG) di atmosfir yang menyebabkan perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu. Sehingga dapat terjadi saat panen raya turun hujan, sehingga pengeringan langsung tidak mungkin dilakukan, konsekuensinya terjadi penundaan pengeringan. Penggunaan pengering mekanis juga masih menghadapi masalah dengan keterbatasan sumber bahan bakar fosil sebagai pembangkit udara panas, yang semakin langka dan mahal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang bangun pengering gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah untuk pembangkit udara panas pengeringan. Penelitian ini terdiri dari lima komponen utama. Pertama adalah kajian kemungkinan pemanfaatan minyak jarak sebagai sumber energi untuk produksi udara panas, kedua kajian tentang pengaruh waktu pengeringan dan tempering terhadap mutu beras pada kondisi pengering statis, ketiga pengujian unjuk kerja pengering resirkulasi, keempat pembuatan simulasi komputer untuk pengeringan gabah resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik dengan bantuan software Visual Basic, dan yang terakhir analisis kelakyakan usaha jasa pengeringan gabah.

(6)

biaya dalam pembuatan alat pengering mekanis, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan simulasi dengan percobaan adalah 7-10 % untuk memprediksi total waktu pengeringan dan hasil akhir pengeringan, dengan perbedaan antara 2–3 %. Hasil analisis finansial usaha pengeringan gabah dengan menggunakan pengering resirkulasi menunjukkan bahwa nilai NPV adalah sebesar Rp 8186391., net B/C sebesar 1.82, dan nilai IRR sebesar 31.19% .

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

BAKAR CAMPURAN MINYAK JARAK DENGAN MINYAK TANAH

TOTOK PRASETYO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Dyah Wulandani, STP, M.Si

(10)

Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah Nama : Totok Prasetyo

NIM : F161030031

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA Prof. Dr.Ir.I Made K.D, Dipl-Ing

Ketua Anggota

Prof.Dr.Ir. Armansyah H.Tambunan,M.Sc Dr.Leopold O Nelwan, STP,M.Si

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan,M.Sc Prof.Dr.Ir.KhairilA.Notodiputro, MS

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian serta penulisan disertasi dengan judul “Kajian Pengering Gabah Tipe Resirkulasi Menggunakan Konveyor Pneumatik dan Bahan Bakar Campuran Minyak Jarak dengan Minyak Tanah”.

Dalam penyelesaian disertasi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan koreksi konstruktif dari komisis pembimbing. Oleh karena itu, ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesarnya dan setulusnya penulis sampaikan kepada komisi pembimbing : Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA (ketua), Prof.Dr.Ir. I Made Kartika Dhiputra , Dipl-Ing, Prof.Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan,M.Sc, dan Dr. Leopold Oscar Nelwan,STP,M.Si (masing-masing sebagai Anggota), serta kepada Dr. Dyah Wulandani,STP,M.Si sebagai penguji luar pada ujian tertutup, Dr. Adhi S. Soembagijo,MSME dan Dr.Ir.Irzaman,M.Si sebagai penguji luar pada ujian terbuka.

Penelitian disertasi ini sebagian besar didanai oleh Hibah Penelitian Tim Pascasarjana (HPTP) 2004-2006, karenanya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah,MSA selaku ketua tim, Prof. Dr.Ir.Armansyah H. Tambunan, M.Sc, dan Dr.Ir. A.Harsono Soepardjo yang telah bersedia menerima penulis bergabung dalam penelitian HPTP. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Yogi S.G,MT, Dr.Ir. M.Saiful,M.Si, Dr.Ir. Yulianingsih, MT, Ir. Kudrat Sunandar, MT atas kebersamaan dan kerjasama selama bersama-sama di HPTP.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:

(12)

kepada penulis untuk mengikuti program Doktor (S3) di IPB. 3. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS. 4. Ayahanda Drs.H.Soedarsono dan Ibunda Djariah (alm) atas asuhan, didikan

dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB.

5. Istriku tercinta Umining Kadaryati dan anak-anakku tersayang Hertyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo, atas doa, dorongan dan kesabaran, pengorbanan dan kebersamaan dalam penantian, serta seluruh keluarga besar Soedarsono atas segala dorongan semangat dan motivasinya. 6. Rekan-rekan staf pengajar Politeknik Negeri Semarang, atas doa dan

dukungannya.

7. Staf Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Pak Harto, Mas Firman, Mas Darma, Pak Parma, juga Mbak Via atas segala bantuan dan kemudahan fasilitas yang diberikan selamapenulis melaksanakan penelitian di laboratorium.

8. Rekan-rekan di Perwira 6 (mbak Nia, mbak Banun, Pak Cahyo, Mas Marno dll) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini, mas Renato dan mas Zali atas bantuannya.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A’lamin

Bogor, Januari 2009

(13)

Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 27 April 1962 dari Bapak Drs.H. Soedarsono AS dan Ibu Djariah (almarhum), merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara. Pada tanggal 12 September 2004 penulis menikah dengan Umining Kadaryati dan dikaruniai dua anak yaitu Herthyaning Prasetyo dan Tommy Muhammad Prasetyo.

Pada tahun 1982 penulis diterima sebagai mahasiswa D III Politeknik Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Teknik Mesin dan menyelesaikan studi pada September 1985, selanjutnya penulis mendapat kesempatan pendidikan S1 di Hudersfield Polytechnic Inggris pada jurusan Teknik Mesin dari tahun 1986 dan selesai pada tahun 1989, Pada tahun 1999 penulis mengikuti pendidikan S2 di Universitas Indonesia pada Jurusan Teknik Mesin, konsentrasi Konversi Energi, yang di selesaikan pada Februari 2002. Selanjutnya, sejak Agustus 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa program S3 di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dalam bentuk beasiswa BPPS.

Penulis adalah staf pengajar pada Program Studi Teknik Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang mulai tahun 1989 sampai sekarang.

(14)

Seminar on Advanced Agricultural Engineering and Farm Work Operation Volume II (ISBN : 979-96105-2-4). Artikel lain berjudul Simulasi Pengering Gabah tipe Resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik akan diterbitkan pada Jurnal Ilmiah Forum Pascasarjana IPB Vol. 32 No. 1, Januari 2009 (in press). Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

(15)

.  BAKAR UNTUK PROSES TERMAL 2.1 Pendahuluan ... 11

3 ANALISISI WAKTU PENGERINGAN DAN TEMPERING TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH LAPISAN TIPIS 3.1 Pendahuluan ... 34

3.1.1 Latar Belakang ... 34

(16)

3.2 Tinjauan Pustaka ... 35

4 DISAIN DAN SIMULASI PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN

4.4.4 Distribusi Temperatur Udara Pengering Masuk dan Keluar ... 88

4.4.5 Perubahan Temperatur Bahan ... 91

4.4.6 Penurunan Tekanan ... 92

(17)

5 ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

5.1 Pendahuluan ... 95

5.2 Tinjauan Pustaka ... 96

5.2.1 Kajian Finansial ... 97

5.2.2 Analisis Data ... 101

5.3 Hasil dan Pembahasan ... 102

5.3.1 Biaya Investasi ... 102

5.3.2 Biaya Tetap ... 103

5.3.3 Biaya Tidak Tetap ... 103

5.3.4 Biaya Pokok Pengeringan ... 104

5.3.5 Analisis Titik Impas ... 104

5.3.6 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pengeringan Gabah ... 104

5.3.7 Analisis Sensitivitas ... 105

5.4 Kesimpulan ... 108

6 PEMBAHASAN UMUM ... 110

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kehilangan gabah ... 3

2 Kandungan asam lemak minyak jarak ... 13

3 Sifat fisik minyak jarak ... 15

4 Kekentalan campuran terhadap suhu ... 25

5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah ... 30

6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1:1) ... 30

7 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:2) ... 30

8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (3:1) ... 30

9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit ... 35

10 Data gabah yang digunakan dalam percobaan ... 47

11 Data hasil pengeringan gabah Ciherang ... 47

12 Pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap penurunan kadar air .... 48

13 Pengaruh waktu tempering terhadap rendemen beras kepala ... 48

14 Parameter model pengeringan untuk gabah ... 63

15 Jenis bahan dan konstanta berdasarkan ukuran bahan α ... 67

16 Hubungan massa jenis tumpukan dan kecepatan udara pembawa ... 68

17 Perhitungan penurunan tekanan udara tanpa bahan ... 72

18 Sifat termofisik gabah ... 78

19 Beras kepala terhadap waktu tempering ... 85

20 Unjuk kerja alat secara umum ... 90

(19)

22 Analisis sensitivitas kenaikan upah operator ... 103 23 Analisis sensitivitas penurunan rata-rata jumlah gabah

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Alir Penelitian ... 10

2 Bagan proses pembuatan minyak jarak ... 14

3 Struktur penyebaran api laminer ... 16

4 Ikatan kimia air ... 18

5 Ikatan kimia karbon dioksida ... 18

6 Skala Paulin... 19

7 Bagian buah jarak pagar ... 20

8 Modifikasi pipa saluran minyak ... 22

9 Kompor tekan yang telah dimodifikasi ... 23

10 Hubungan kekentalan & temperatur ... 26

11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008 ... 26

12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 30 Oktober 2008 ... 27

13 Proses pemanasan awal ... 28

14 Waktu pemanasan awal ... 28

15 Proses pencapaian api stabil (Api biru) ... 29

16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru ... 29

17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ... 31

18 Konsumsi minyak yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter ... 32

19 Struktur fisik butiran gabah... 36

(21)

21 Skematik alat percobaan ... 46

22 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 22.92 % basis basah. dengan suhu udara pengering 50 0 C...51

23 Rendemen beras kepala terhadap lama pengeringan dan tempering untuk gabah varietas Ciherang dengan kadar air awal 23.13 % basis basah. dengan suhu udara pengering 60 0 C...52

24 Sistem pengering resirkulasi ... 56

25 Klasifikasi pengering ... 59

26 Deretan pengering resirkulasi ... 66

27 Ilustrasi pengering cross-flow ... 74

28 Elemen volume untuk proses pengeringan cross flow ... 74

29 Grid finite difference untuk persamaan pengering resirkulasi cross-flow ... 77

30 Titik pengukuran pengering resirkulasi ... 80

31 Mekanisme kerja mesin pengering ... 82

32 Kalibrasi pengukuran kadar air ... 83

33 Alat pengering gabah resirkulasi hasil disain ... 84

34 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 23.5 % ... 85

35 Kurva penurunan kadar air antara percobaan dan simulasi untuk kadar air awal 22.3 % ... 86

36 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 87

37 Distribusi kadar air di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 303 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 87

38 Distribusi temperatur di dalam ruang pengering hasil simulasi pada waktu pengeringan 11.8 menit, dengan kadar air awal 23.5 % ... 89

(22)

40 Distribusi temperatur udara pengering secara simulasi ... 90 41 Distribusi temperatur udara keluar pengering, secara simulasi

dan percobaan……… 90 42 Grafik temperatur udara keluar pengering, secara simulasi

dan percobaan ...91 43 Simulasi perubahan temperatur bahan terhadap waktu pengeringan

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Disain dan spesifikasi alat………. 120 2 Contoh Simulasi ………. 121 3 Flow Chart Program ………. 122 4 Listing Program simulasi ………... 123 5 Analisis biaya Tetap Pengeringan Kapasitas 500 kg ……… 140 6 Analisis biaya tida tetap pengeringan kapasiatas 500 kg ………. 141 7 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan kapasitas 500 kg……… 142 8 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan

harga bahan bakar 10 % ………143 9 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan

harga bahan bakar 12,5 % ……….145 10 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan

harga bahan bakar 15 % ………146 11 Kriteria Investasi Usaha Pengeringan dengan kenaikan

(24)

 

Daftar Simbol A luas penampang objek, m2

Ab luas penampang bola, m2

Cd koefisien tarik objek yang jatuh, -

Cpa spesifik panas (panas jenis) udara, kJ/kg oC Cpl spesifik panas uap air, kJ/kg oC

Cpp spesifik panas bahan, kJ/kg oC Cpw spesifik panas air, kJ/kg oC d diameter bola objek , m db dry basis/basis kering, %

Fb daya apung yang bekerja pada objek, N Fd daya tarik yang bekerja pada objek, N g percepatan gravitasi, m/detik2 Ga laju aliran udara, kg/menit-m-2 Gp laju aliran bahan, kg/menit-m-2

H kelembaban mutlak, kg/kg udara kering hcv koefisien panas volumetrik air, kJ/menit-m3oK hfg panas laten penguapan, kJ/kg

k konstanta pengeringan, menit-1 L panjang/ jarak, m

Lem Bilangan Lewis, - Lf Panjang lidah api, m m massa, kg

M kadar air bahan rata-rata, %wb M0 kadar air bahan awal, %wb Me kadar air kesetimbangan, %wb P daya, Watt

q tekanan dinamik, N/m2

(25)

 

Ta temperatur udara, oC Tp temperatur bahan, oC

u kerapatan campuran massa bahan dan massa udara, kg/kg .   Vt kecepatan terminal, m/s

W massa objek, kg

wb wet basis /basis basah, % YF Fraksi massa bahan bakar, kg/kg ν kekentalan kinematis, m2/s ρ massa jenis fluida, kg/m3 ρb massa jenis bahan, kg/m3 ρo massa jenis objek, kg/m

3

(26)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok dari hampir 90% penduduk. Tingkat konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia sangat tinggi yaitu mencapai 139.15 kg/kapita/tahun (BPS, 2006). Dengan jumlah penduduk 220 juta, maka kebutuhan beras nasional adalah 30.613 juta ton beras, atau setara dengan 57.5 juta ton gabah kering panen (GKP). Konsumsi beras tersebut jauh lebih tinggi dibanding konsumsi negara lain, seperti Jepang yang konsumsi beras per kapitanya hanya 85 kg/kapita/tahun. Produksi padi nasional pada tahun 2006 mencapai 54.45 juta ton gabah kering panen, tahun 2007 meningkat menjadi 57.16 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2008 dihasilkan gabah sebanyak 59.88 juta ton (BPS, 2008).

Peningkatan produksi nasional merupakan salah satu hasil optimasi di sektor budidaya padi, tetapi belum diikuti dengan optimasi dari sektor pasca panen, yang juga memiliki kontribusi besar dalam mengamankan produksi beras nasional. Menurut Komuro (1995) kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20%, dan kehilangan pada proses pengeringan antara 2.3 hingga 2.6%, yang berarti pada tahun 2008 terdapat 1.47 juta ton gabah hilang karena pengeringan. Apabila harga per kg adalah Rp 2400, maka kehilangan tersebut setara dengan Rp 3.53 triliun.

(27)

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktifitas biologik dan kimia. Sedangkan menurut Bala (1997) pengeringan pada dasarnya merupakan proses pengurangan kadar air bahan dengan menggunakan panas untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Panas yang digunakan umumnya adalah dari udara yang dipanaskan, karena adanya perbedaan tekanan uap antara udara panas dan bahan akan menjadikan pergerakan kandungan air dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap dan udara pengering membawanya keluar.

Metoda pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah pengeringan yang menggunakan energi matahari sebagai sumber panasnya, dimana bahan yang dikeringkan dihamparkan ditempat terbuka sehingga mendapatkan panas dari matahari. Selama pengeringan bahan harus diaduk dan dibolak balik menggunakan alat penggaru agar pengeringan merata, cara ini oleh petani dianggap paling mudah, praktis serta biaya operasional yang murah, tetapi memiliki kelemahan-kelemahan seperti membutuhkan banyak tenaga, kebutuhan lahan yang sangat luas, mudah terkontaminasi kotoran, debu selama pengeringan sehingga dapat menurunkan mutu produk, tergantung pada cuaca, apabila terjadi perubahan iklim yang tidak menentu seperti dewasa ini, maka dapat menggagalkan proses pengeringan, seperti bahan busuk atau berjamur.

Masalah pengeringan padi secara alami di Indonesia adalah sukarnya untuk mendapatkan tingkat kekeringan yang merata, karena suhu dan kelembaban udara yang dipergunakan tidak terkendali, Menurut Djamila (1983) kelembaban udara dan suhu berpengaruh sekali terhadap hasil pengeringan. Sehingga apabila didalam pengeringan melalaikan tahap-tahap yang penting pada cara ini (misalnya harus membolak-balikan gabah) mengakibatkan banyak gabah retak (pada bagian endosperm) atau sun cracks , atau terbakar tumpukan (stock burn)dan jika digiling akan menghasilkan banyak beras patah.

(28)

tingkat kekeringan tahan simpan (kadar air 14%) sangat lambat maka akan memungkinkan gabah berkecambah dan gabah kuning, serta dapat menimbulkan susut kuantitatif yang cukup besar (1-5%) .

Di daerah Jatiluhur menunjukan, keberhasilan pengeringan pada bulan Juni-Agustus mencapai 80%, sedangkan pada bulan Desember - April keberhasilan pengeringan secara alami dapat berkurang hingga mencapai 17%, dengan demikian pada bulan-bulan tersebut pengeringan secara alami hampir tidak dapat dilakukan (Afif,1988).

Akibat terjadi pemanasan global, menyebabkan tidak menentunya kondisi cuaca. Akibatnya semakin sering terjadi bahwa pada musim panen raya cenderung terjadi hujan, sehingga proses pengeringan terpaksa ditunda , sedangkan keterlambatan atau penundaan pada pengeringan alami ini dapat meningkatkan kehilangan gabah (Djojomartono,1990). Besarnya kehilangan gabah akibat tertundanya pengeringan alami tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kehilangan gabah akibat penundaan pengeringan Penundaan (hari) Besar kehilangan (%)

1 0 2 2 3 5 4 9 5 15 Sumber : Djojomartono, 1990

(29)

minyak bumi dan mahal serta langkanya bahan bakar minyak, terutama di desa-desa penghasil beras di Indonesia.

Berbagai jenis pengering mekanis telah dikembangkan seperti Batch dryers, Rotary dryers, Continuous-flow dryers, Fluidized - Bed dryers, Re-circulating dryers dan sebagainya. Kendala proses pengeringan terutama jenis batch adalah perbedaan kadar air antara tumpukan bagian bawah dan atas yang cukup besar, bahkan dapat terjadi overdry sehingga penggunaan energi yang tidak efisien

Beberapa parameter yang berpengaruh dalam pengeringan adalah temperatur udara pengering dan kelembaban udara lingkungan, laju aliran udara pengering, besarnya prosentase kadar air akhir bahan yang diinginkan, energi pengeringan, efisiensi alat pengering, serta kapasitas pengeringan, sedangkan pengaruh lainnya adalah berhubungan dengan sifat bahan yaitu: bentuk, ukuran, ketebalan bahan yang dikeringkan, serta tekanan parsialnya.

Temperatur udara pengering maksimum untuk padi, tipe batch menurut Bala (1997) adalah sebesar 43oC. Hal ini dikarenakan temperatur yang tinggi akan mengubah sifat fisik maupun kimia bahan, juga akan menaikan kerusakan serta mengurangi mutu dan hasil saat pengilingan. Untuk mempercepat pengeringan, diperlukan temperatur udara pengering yang tinggi, karena semakin tinggi temperatur udara pengering, akan menyerap kandungan air bahan lebih banyak, hal ini mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan massa bahan lebih sedikit daripada untuk pengering dengan temperatur udara yang lebih rendah.

Penggunaan temperatur udara yang tinggi akan meningkatkan laju pengeringan sehingga dapat mempercepat waktu pengeringan, tetapi pengeringan yang cepat dapat mengakibatkan kerusakan bahan. Oleh karena itu diperlukan suatu rekayasa, dimana pengeringan dapat dipercepat tanpa harus mengurangi mutu hasil pengeringan tersebut.

(30)

Oleh karena dalam pengering tipe resirkulasi ini bahan kontak langsung dengan udara panas, maka diperlukan cara pencegahan terjadinya laju pengeringan yang terlalu cepat yang akan menimbulkan terjadinya cracking. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan tempering setelah mengalami pengeringan, agar kadar air bahan setiap butir sama antara bagian pusat dan permukaannya. Tempering juga merupakan proses relaksasi bahan yang dikeringkan.

Tempering dilakukan diantara dua tahap pengeringan. Tempering dimaksudkan untuk menurunkan gradien kadar air antara permukaan dan pusat bahan serta meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama, 2005). Hal ini dikarenakan pada proses pengeringan akan terjadi gradient kadar air didalam bahan, yang menyebabkan tegangan tarik pada permukaan serta tegangan kompresif pada pusat bahan. Apabila tegangan itu melewati batas akan berakibat bahan retak saat digiling dan menurunkan kadar beras kepala.

Berbagai penelitian dalam upaya menghasilkan pengering resirkulasi telah dilakukan dalam rangka mengatasi kelemahan pengeringan langsung serta upaya untuk menekan biaya investasi, serta operasionalnya. Kachru et al (1986) telah mengembangkan pengering resirkulasi di India, dengan kapasitas 1.25 ton/batch, dan menggunakan bahan bakar sekam padi sebanyak 20 kg/jam serta membutuhkan daya listrik untuk bucket elevator 2 HP, alat tersebut seharga $ 4000, serta biaya pengeringan $ 4.5/ton.

(31)

Kamaruddin et al (2007) telah menghasilkan pengering biji-bijian tipe resirkulasi dengan menggunakan energi surya, dengan tambahan bahan bakar arang kayu, energi listrik yang digunakan untuk motor getar 0.18 kW serta untuk blower 0.25 kW. Alat tersebut digunakan untuk mengeringkan gabah seberat 24 kg dengan kadar air awal 23% bb hingga menjadi 15.8%, membutuhkan arang kayu 12 kg dan lama pengeringan 7 jam, efisiensi pengeringan 1.93%.

Alat pengering mekanis menggunakan energi baik untuk memanaskan udara maupun untuk kebutuhan peralatan lainnya, apabila menggunakan sumber energi berbasis fosil, maka akan tidak ekonomis karena keterbatasannya sumber energi fosil dan harga minyak yang cenderung naik, dengan demikian perlu dikembangkan dan dikaji sumber energi alternatif yang handal dan ekonomis yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif, maka perlu pula dikaji dan dikembangkan penggunaan sumber energi terbarukan, khususnya bioenergi sebagai bahan bakar pemanas dalam pengeringan.

1.2 Perumusan Masalah

Kehilangan hasil panen dan pasca panen gabah akibat ketidak sempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20% termasuk didalamnya adalah proses pengeringan yang mencapai 2.3%. Selama ini sebagian besar petani menggunakan lamporan untuk proses pengeringan, walaupun murah tetapi mempunyai masalah yaitu tergantung dengan cuaca, kemungkinan terkontaminasi dengan benda asing, susut karena tercecer sehingga dapat menurunkan mutu gabah.

(32)

global. Permasalahan lainnya adalah penggunaan energi listrik yang masih besar, sehingga pemakaian energi spesifiknya meningkat.

Untuk mengatasi hal tersebut didalam penelitian ini dirancang suatu alat pengering mekanis tipe resirkulasi menggunakan konveyor pneumatik yang menggunakan daya listrik lebih kecil untuk mengangkut jumlah bahan yang sama, serta lebih sederhana baik dalam konstruksi maupun operasinya, serta menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan rancang bangun suatu alat pengering gabah dalam rangka mengatasi masalah pengeringan yang mengunakaan udara bertemperatur tinggi untuk mempercepat proses pengeringan, serta pemanfaatan sumber energi alterrnatif, dalam hal ini minyak jarak, sebagai bahan bakar pemanas udara pengering, untuk menghasilkan hasil pengeringan yang baik yaitu mempunyai kadar air seragam, dan rendemen beras kepala tinggi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dibagi dalam beberapa tujuan khusus yaitu :

1. Mendapatkan kinerja kompor tekan menggunakan bahan bakar campuran minyak jarak dengan minyak tanah.

2. Mendapatkan data sistem pengeringan bertahap sebagai dasar pengeringan resirkulasi.

3. Medapatkan proses pengeringan yang tepat dengan menggunakan teknik simulasi.

4. Mendapatkan nilai kelayakan usaha jasa pengeringan menggunakan pengering resirkulasi.

1.4 Manfaat Penelitian

(33)

dalam pengeringan, sehingga diharapkan dapat sebagai pemacu diversifikasi energi.

1.5 Ruang Lingkup dan Outline disertasi

Penelitian ini mengkaji pengering resirkulasi untuk gabah yang menggunakan konveyor pneumatik, dengan minyak jarak sebagai sumber energi termal. Untuk melakukan kajian tersebut didisain pengering resirkulasi.

Terdapat empat tahapan didalam penelitian ini yaitu yang pertama, kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan bakar minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah yang akan digunakan sebagai pemanas udara pengering. Didalam kajian tersebut dilakukan analisis yang meliputi karakteristik minyak jarak, analisis kemungkinan pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah dan pembuatan kompor minyak jarak, pengujian kinerjanya untuk mengetahui keragaan kompor (lama nyala, warna api kontinuitas nyala). Pembahasan mengenai pemanfaatan minyak jarak tersebut dilakukan pada Bab 2, dan hasilnya akan digunakan pada Bab 4.

Bab 3 yang berisikan pembahasan mengenai kajian tahap berikutnya, yaitu melakukan kajian tentang pengaruh, temperatur,waktu, pengeringan dan waktu tempering terhadap tingkat rendemen beras kepala setelah gabah hasil pengeringan digiling. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan data pengaruh temperatur dan waktu pengeringan serta waktu tempering terhadap rendemen beras kepala dengan menggunakan alat pengering statis, dan mengasumsikan pengeringan lapisan tipis, yang digunakan sebagai dasar dalam pengeringan resirkulasi. Analisis menggunakan prosedur ANOVA dan pengujian dengan metoda Duncan 5%, menggunakan program SAS versi 8.0. Pola perbandingan waktu pengeringan dan waktu tempering, digunakan sebagai dasar perencanaan alat yang dibahas pada Bab 4.

(34)

langsung pada alat pengering yang telah dibuat berdasarkan rancangan dan perhitungan , untuk menguji kehandalan model simulasi.

Analisis ekonomi menjadi faktor penting untuk mengembangkan usaha pengeringan. Bab 5 membahas tentang kajian tahap keempat yaitu melakukan analisis ekonomi protipe yang telah didisain dalam Bab 4, untuk mengetahui kelayakan usaha pengeringan gabah menggunakan pengering resirkulasi. Data-data masukan untuk analisis ekonomi ini merupakan Data-data sekunder yang didapat dari harga-harga bahan yang digunakan dalam penelitian ini, diperhitungkan pada harga bulan September 2006 hingga Mei 2008. Perhitungan analisis ekonomi ini dapat digunakan untuk perubahan harga-harga, dengan merubah data masukan sesuai dengan nilai yang terjadi pada saat adanya perubahan.

Bab 6 membahas secara umum keuntungan dan keterbatasan system pengering serta prospek pengembangan kedepan.

(35)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Analisis penggunaan minyak jarak

Analisis pengaruh, temperatur,waktu pengeringan dan waktu tempering

terhadap mutu gabah

Simulasi pengering Gabah tipe resirkulasi

Analisis Biaya pengering gabah tipe resirkulasi

PENGERING GABAH TIPE RESIRKULASI MENGGUNAKAN KONVEYOR PNEMATIK DAN BAHAN BAKAR CAMPURAN MINYAK Campuran

Perhitungan : RH udara pengering ; Me ; konstanta pengeringan k; waktu

pengeringan dan tempering dalam satu siklus;

Perhitungan Kadar air

tidak

Print : Frequensi sirkulasi; kadar air akhir; lama pengeringanan tempering; total waktu pengeringan; kadar air akhir

(36)

BAKAR UNTUK PROSES TERMAL

2.1 PENDAHULUAN

2.1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan bahan bakar minyak bumi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dilain pihak hal ini tidak disertai dengan pembangunan kilang dan eksplorasi sumber minyak yang baru, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dilakukan dengan mengimpor BBM.

Pemerintah telah menyiapkan berbagai peraturan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak bumi yaitu dengan adanya Kebijakan Energi Nasional (KEN), dimana kebijakan utamanya adalah intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi serta salah satu kebijakan pendukung dalam KEN adalah optimalisasi energi mix, dan secara eksplisit juga ditentukan tentang target pengembangan energi terbarukan dimana ditargetkan sebesar 5% penggunaan energi terbarukan diluar energi tenaga air skala besar yang sudah ada. Bahkan telah dibuat payung hukum yaitu diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional serta Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (bioenergi) sebagai bahan bakar alternatif.

Pemerintah Indonesia bersemangat untuk melakukan program efisiensi dan hemat energi, selain mensosialisasikan pemanfaatan energi terbarukan, utamanya bioenergi, baik untuk sektor transportasi, industri maupan sektor rumah tangga.

(37)

Sehingga pemerintah akan menerapkan kebijakan tentang pengurangan penggunaan minyak tanah, dengan target tahun 2010 tidak ada lagi masyarakat yang mengkonsumsi minyak tanah untuk memasak.

Oleh karena itu sangat penting diperlukan metode alternatif, ataupun diversifikasi energi terutama untuk menggantikan fungsi minyak tanah, baik untuk kebutuhan rumah tangga ataupun industri, sebagai solusi masalah tersebut. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai sebagai bahan bakar minyak, seperti: Bidaro, Bintaro, Jagung, Jarak, Karet, Padi (dedak) dan sebagainya. Apabila telah menjadi minyak nabati, sangat mudah penanganannya serta sangat aman penggunaannya.

Sebagian besar minyak nabati dapat digunakan untuk bahan bakar kompor baik yang menggunakan sumbu maupun kompor tekan, dan lampu minyak, dengan memodifikasi peralatan-peralatan tersebut. Terdapat dua kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif terutama untuk kompor, yaitu yang pertama menggunakan langsung minyak nabati yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan minyak tanah atau memodifikasi minyak nabati sehingga karakteristiknya berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan kompor, walaupun harganya akan menjadi kurang lebih sama dengan minyak tanah.

Adapun kemungkinan kedua, ialah dengan memodifikasi kompor untuk disesuaikan dengan karakteristik minyak nabati tersebut. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah berdasarkan metode yang ke dua, memodifikasi kompor tanpa harus merubah karakteristik minyak nabati, dalam hal ini minyak jarak pagar, serta untuk mengkaji kinerja kompor tersebut.

2.1 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan disain kompor yang dapat digunakan untuk proses pemanasan dengan menggunakan bahan bakar utama minyak jarak. 2. Mendapatkan data performansi kompor, dengan penggunaan berbagai

(38)

2.2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1 Minyak Jarak

Tanaman jarak menghasilkan biji yang terdiri dari 60 persen berat kernel (daging biji) dan 40 persen berat kulit. Inti biji (kernel) tanaman jarak mengandung 33 - 50 persen minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis ataupun ekstrakasi dengan pelarut seperti heksana. Minyak jarak pagar merupakan jenis minyak yang memiliki struktur molekul trigliserida yang mirip dengan minyak sawit, kandungan asam lemak esensial dalam minyak jarak cukup tinggi.

Produktivitas pohon jarak mencapai 2-2.5 kg biji kering perpohon, dalam 1 hektar lahan pohon dapat menghasilkan 4.4 - 4.9 ton biji kering dalam setahun dengan pengelolaan yang intensif (Agus. 2008). Bahkan dengan diluncurkannya varietas baru jarak pagar IP3 dari Puslitbang Perkebunan Badan Litbang Pertanian, tingkat produksi diharapkan dapat mencapai 8 ton/ha, sementara setiap ton biji kering akan menghasilkan 200 hingga 300 liter minyak jarak. Adapun proses pembuatan minyak jarak, hampir sama dengan pembuatan minyak nabati lainnya.

Dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak jarak tidak lebih kental. Komponen terbesar minyak jarak adalah tri-gliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat.

Tabel 2 Kandungan asam lemak minyak jarak Asam lemak Komposisi % berat

Asam oleat 43.2

Asam linoleat 34.3 Asam palmitat 14.2 Asam stearat 6.9

Sumber : Knoe Thig Vegetable Oil Sdn Bdh.2008

(39)

Gambar 2 Bagan proses pembuatan minyak jarak

Minyak jarak mempunyai nilai kalor pembakaran sebesar 31.15 MJ/L dan mempunyai sifat fisik yang khas. Minyak jarak bersifat tidak larut dalam air, mempunyai kekentalan, indeks bias dan spesifik grafiti yang cukup tinggi, serta larut dalam pelarut hidrokarbon.

Pemanenan tandan buah jarak.

Biji yang telah kering ataupun dikeringkan

Pemasakan atau pemanasan biji. Dapat dilakukan dengan uap air 100˚C.

Daging biji dihancurkan dengan alat ekstruder hingga lumat. Daging biji yang telah hancur siap dikempa (diperas)

Kulit biji

Daging biji dikempa dengan alat kempa hibrolik

Bungkil  (ampas).   Minyak jarak (Jatropa oil) yang

(40)

Tabel 3 Sifat fisik minyak jarak

Sifat fisik Satuan Nilai

Titik Nyala ˚C 236

Densitas pada 15˚C g/cm3 0.9177

Kekentalan pada 30˚C mm2/s 49.15

Residu karbon %(m/m) 0.34

Kandungan abu sufat %(m/m) 0.007

Titik tuang ˚C -2.5

Kadar air ppm 935

Kandungan sulfur ppm < 1

Nilai Acid mg KOH/g 4.75

Nilai Iodine - 96.5

Sumber :Biodiesel Technocrats 2006

2.2.2 Teori Pembakaran

Berdasarkan teori pembakaran kekentalan bahan bakar minyak akan mempengaruhi nyala api yang terdiri dari: panjang lidah api (flame length Lf) , sudut api (angel of flame ) dan panas yang dilepaskan (heat release), serta kecepatan api (flame speed) (Turn.R.S 1996).

Nyala api hasil pembakaran bahan bakar pada berbagai aplikasi, seperti kebutuhan rumah tangga atau industri dikenal dengan nyala api laminar, struktur nyala api laminar ditunjukkan pada Gambar 3.

(41)
(42)

ρ

ν=                     2.6

Parameter nyala api yang lain adalah sudut api (α) yang menunjukkan penyebaran api

tan , .

Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut di atas dapat diketahui bahwa, jika kekentalan minyak kinematis persamaan 2.6 semakin tinggi, maka Rej semakin rendah (persamaan 2.5), berakibat panjang lidah api semakin panjang, sudut api semakin kecil, kecepatan api rendah dan pelepasan panasnya kecil. Sebaliknya, apabila kekentalan kinematis rendah, maka panjang lidah api semakin pendek, sudut api semakin lebar, kecepatan api menjadi tinggi dan pelepasan panasnya besar.

Dengan demikian penurunan kekentalan minyak jarak diperlukan tidak hanya karena masalah aliran fluida kental, akan membutuhkan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan fluida berkekentalan rendah, tetapi juga karena masalah dalam pembakaran.

2.2.3 Ikatan polar dan non-polar

(43)

Gambar 4 Ikatan kimia air (sumber Kurtus.R. 2005)

Didalam molekul non-polar, elektro-elektron terdistribusi lebih simetris dan karena itu tidak ada perbedaan antara sisi yang berlawanan, seperti halnya karbon dioksida (CO2) ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Ikatan kimia karbon dioksida (sumber Kurtus.R. 2005)

(44)

menyebabkan kepolaran suatu senyawa, pada umumnya semakin besar perbedaan keelektronegatifitasnya, maka semakin polar senyawa tersebut.

Gambar 6 Skala Pauling (sumber Maelani.J, 2005)

Apabila suatu senyawa dicampurkan dengan senyawa lainnya, maka senyawa polar akan dapat larut dengan senyawa polar, dan senyawa non-polar larut terhadap senyawa non-polar. Minyak tanah adalah senyawa hidrokarbon dengan rumus empiris CnH2n+2 yang mempunyai panjang rantai karbon antara 11 hingga 14 termasuk dalam kelompok alkana, dan kebanyakan senyawa hidrokarbon adalah senyawa non-polar.

Adapun struktur minyak jarak yang mirip dengan minyak sawit, yakni struktur molekul tri-gliserida. Kepolarannya terletak pada gugus esternya yang tersusun atas gugus karbonil atau karboksilnya. Tetapi secara umum molekul minyak jarak adalah non-polar, karena sifat kepolaran gugus esternya tertutupi oleh panjangnya rantai karbon asam lemak (panjang rantai 4 hingga 24 atom karbon), yang membentuk molekul tri-gliserida yang bersifat non-polar. Jadi secara umum sifatnya sangat didominasi oleh panjang rantai karbon senyawa total. Dengan demikian minyak jarak dengan minyak tanah keduanya merupakan senyawa non-polar, sehingga saling larut satu dengan lainnya. Selain itu juga karena minyak bumi merupakan pelarut yang kuat.

2.2.4 Perkembangan kompor minyak jarak

(45)

menunjukkan hasil, untuk mendidihkan air sebanyak 0.6 liter, menggunakan minyak jarak dibutuhkan waktu 7 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.336 liter/jam dibandingkan menggunakan minyak tanah yang membutuhkan waktu 6 menit dengan laju bahan bakar 0.408 liter/jam. Selain itu percobaan dilakukan dengan menggunakan minyak kelapa sawit, untuk mendidihkan air dalam jumlah yang sama memerlukan waktu 9 menit dengan laju aliran bahan bakar 0.414 liter/ jam.

Peneliti Deptan, melakukan pengujian minyak jarak digunakan sebagai bahan bakar kompor sumbu, menunjukkan hasil perambatan dalam sumbu, minyak jarak hanya 5.6 cm dalam waktu 60 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah dalam waktu 10 menit, perambatan telah mencapai ketinggian 13 cm, sedangkan apabila digunakan untuk lampu sumbu, minyak jarak hanya mampu menyala selama 3 menit, sedangkan menggunakan minyak tanah mencapai 263 menit. Pencampuran minyak jarak dengan minyak tanah hingga 1:1 dianjurkan, karena dapat meningkatkan karakteristik pembakaran yang dicirikan dengan lama api menyala dan warna api.

Penelitian yang dilakukan REDI (Renewable Energies Development Institute) telah membuat kompor dengan bahan bakar minyak nabati, tetapi hasilnya belum dapat diketahui (jatropha stove.html). Peneliti dari Universitas Hohenheim Jerman (Stumpf, 2002), telah menghasilkan disain kompor tekan dengan bahan bakar minyak nabati hingga generasi ke dua, yang dapat menyala selama 30 jam tanpa pembersihan.

Penggunaan jarak sebagai bahan bakar juga dapat dilakukan langsung dari biji tanpa diolah menjadi minyak, ataupun dapat dibuat pasta, seperti yang telah dilakukan Alfy di Mataram (LombokNews, 2007) .

(46)

2.2.5 Pendekatan disain kompor minyak jarak

Desain kompor minyak jarak ini dengan memodifikasi kompor minyak tekan yang beredar di pasar lokal, dengan memodifikasi pipa aliran bahan bakar dari tangki menjadi melingkar yang digunakan sebagai pemanas awal. Pipa ini menggunakan bahan tembaga dengan diameter 3 mm dan ketebalan 1.5 mm.

Bahan tembaga dipilih, karena mempunyai nilai konduktivitas yang tinggi sehingga baik untuk menghantarkan panas dan juga sifat tembaga yang lunak sehingga dapat lebih mudah dibentuk.

Terdapat dua bentuk pipa spiral yang pertama berada pada bagian keluaran dari tangki dengan panjang pipa 157 cm dibuat melingkar dengan diameter dalam lingkaran 2.6 cm, dan yang kedua melingkar pada mangkok burner dengan panjang pipa 80 cm dan diameter rata-rata 6 cm, panjang total pipa tembaga 300 cm, seperti ditunjukkan pada gambar 8 berikut.

Penurunan kekentalan minyak tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pemanas awal, dimana pipa saluran bahan bakar dipanaskan pada suhu tertentu sehingga temperatur minyak meningkat, hal ini ditunjukkan berdasarkan persamaan pindah panas (Holman.J.P. 1986) sebagai berikut :

πdL T T T mc T T .

2.3 BAHAN DAN METODE

2.3.1 Waktu dan Tempat

(47)

2.3.2 Bahan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak tanah, dan berbagai variasi campuran minyak jarak dengan minyak tanah, penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, dan campuran minyak jarak dengan minyak tanah sebagai bahan bakar yang dilakukan pengujian.

2.3.3 Alat

Alat yang digunakan adalah kompor tekan yang ada dipasaran dan dimodifikasi, dengan menambahkan pemanas awal yang terdiri dari, pipa spiral dan mangkok pemanas awal yang terbuat dari stainless steel yang digunakan untuk memanaskan pipa bahan bakar, sebelum penyalaan dimulai, sehingga minyak yang melalui pipa bahan bakar temperaturnya naik, dan kekentalan dapat diturunkan

Burner digunakan untuk pembakaran bahan bakar sehingga nyala api akan lebih terarah. Burner tersebut mempunyai nosel sebagai alat pengabut minyak.

pipa spiral melingkar burner panjang 80 cm

pipa spiral diameter lingkaran 2.6 cm, panjang 157 cm

Gambar 8 Modifikasi pipa saluran minyak

(48)

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur, seperti stopwatch, termometer digital, pressure gauge, flow meter dan timbangan digital kapasitas 2 kg.

Burner

Pressure gauge Pipa Bahan Bakar

Pengukuran temperatur pipa

Pemanas awal

Tangki Bahan Bakar Pengukuran laju aliran massa bahan bakar dengan timbangan digital

Gambar 9 Kompor tekan yang dimodifikasi 2.3.4 Prosedur Percobaan

Percobaan diawali dengan pengujian kekentalan minyak jarak terhadap temperatur, dengan mengunakan metode Ostwold, untuk mengetahui penurunan nilai kekentalan minyak jarak ketika dipanaskan, hal ini diperlukan agar dalam percobaan pemanasan awal minyak jarak dapat mencapai kekentalan yang diharapkan, sehingga aliran bahan bakar menjadi lancar.

Selain itu dilakukan pencampuran antara minyak jarak dengan minyak tanah kemudian juga dilakukan pengujian kekentalannya, serta mengetahui keadaan homoginitas campuran. Perbandingan campuran minyak jarak dengan minyak tanah dalam pengujian ini ditentukan antara 3:1 ; 1:1 dan 1:3.

(49)

bahan bakar, yaitu minyak tanah sebagai bahan bakar acuan, campuran minyak jarak dengan minyak tanah dengan perbandingan 3:1 ; 1:1 dan 1: 3.

Pemanasan awal dilakukan dengan membakar alkohol yang didenaturasi dengan terusi CuSO4 sebanyak 10 ml pada mangkok pemanas, hingga temperatur pipa mencapai ± 280 oC, pengambilan data dimulai dengan mencatat waktu yang dibutuhkan, kemudian, membuka katup saluran bahan bakar dan dilanjutkan penyalaan kompor sehingga terbentuk nyala api merah.

Bukaan katup saluran bahan bakar diperbesar akan terjadi perubahan warna nyala api dari merah menjadi biru (stabil), data waktu yang dibutuhkan untuk mencapai warna biru diperlukan untuk mengetahui keragaan minyak. Untuk membandingkan dengan menggunakan minyak tanah digunakan metode Water Boiling Test (WBT) yaitu dengan mendidihkan air dalam bejana dengan menggunakan air sejumlah 1 liter, dan mencatat perubahan temperatur air terhadap waktunya. Data yang diperlukan adalah temperatur awal air, perubahan temperatur air, laju aliran bahan bakar, dan waktu yang diperlukan dalam perubahan temperatur tersebut, hingga air mendidih. Setiap percobaan dilakukan empat kali ulangan.

2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.4.1 Pengujian Kekentalan terhadap Temperatur

(50)

Tabel 4 Kekentalan campuran terhadap suhu Jarak : Minyak Tanah

(Centipoice)

Hasil tersebut di atas dapat digambarkan dengan grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 10 berikut. Nampak bahwa grafik untuk kekentalan minyak jarak terhadap temperatur menurun membentuk garis dengan persamaan

= 9967T-1.56 2.11

dengan koefisien diterminan (R2) = 0.99

Sedangkan kekentalan campuran minyak jarak dengan minyak tanah 1:1 menurun secara linier berdasarkan persamaan

= -0.088T+12,59 2.12

R2= 0.937

Untuk kekentalan campuran antara minyak jarak dengan minyak tanah menjadi 1:3 berdasarkan persamaan

=-0.006T+3.639 2.13

dengan R2= 0.93, untuk kekentalan campuran minyak jarak : minyak tanah 3:1 maka persamaan kekentalannya menjadi

= 958.4T-1.16 2.14

(51)

Gambar 10 Hubungan kekentalan & temperatur

Gambar 11 dan 12 menunjukkan kesetabilan campuran yang diamati secara visual, dengan membiarkan campuran berada dalam keadaan diam selama 6 hari, dan tidak terjadi pemisahan campuran.

Gambar 11 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran, diambil pada tanggal 25 Oktober 2008

(52)

Gambar 12 Keadaan minyak tanah, minyak jarak dan campuran,diambil pada tanggal 30 Oktober 2008

2.4.2 Waktu Pemanasan Awal

Pemanasan awal dimaksudkan untuk menaikan temperatur bahan bakar yang digunakan agar kekentalannya dapat turun, setelah dinyalakan yang keluar dari nosel menjadi uap bahan bakar. Berdasarkan persamaan 2.5, apabila kekentalan turun, maka bilangan Reynold (Rej) naik, kenaikan bilangan Reynold mengakibatkan fraksi massa bahan bakar (YF) naik (persamaan 2.4), sehingga panjang lidah api turun (persamaan 2.3), kecepatan api menjadi tinggi.

Berdasarkan persamaan 2.8, dengan diameter (d) pipa 0.4 cm, panjang 157 cm, ketika temperatur pipa dipanaskan hingga mencapai (Tw) 280 oC, dengan temperatur minyak masuk pipa diasumsikan konstan Tb1 = 30 oC, laju aliran minyak = 0.06 x10-3 kg/detik, dan koefisien konveksi (h) didapat dari persamaan

.

, , .

Didapat hasil temperatur minyak keluar pipa Tb2 menjadi 90 oC, Peningkatan temperatur minyak akan menurunkan angka kekentalan minyak tersebut.

Gambar 13 menunjukkan saat pembakaran menggunakan alkohol sebagai pemanasan awal.Waktu pemanasan awal campuran minyak jarak dengan minyak tanah 3:1 adalah 190 detik, lebih lama dibandingkan waktu pemanasan campuran yang lainnya, semakin banyak kandungan minyak jarak dalam

Minyak tanah  Minyak jarak

(53)

campuran semakin lama waktu pemanasan awalnya, hal ini dikarenakan untuk mencapai kekentalan yang mendekati kekentalan minyak tanah, campuran yang mengandung minyak jarak lebih banyak, membutuhkan temperatur lebih tinggi. Waktu pemanasan yang dibutuhkan untuk campuran 1:1 adalah 85 detik, lama waktu pemanasan untuk berbagai variasi campuran ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 13 Pemanasan awal

Gambar 14 Waktu pemanasan awal 0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

Campuran 1:1 Campuran 3:2 Campuran 3:1

waktu

 

(54)

2.4.3 Waktu Untuk Mencapai Api Biru

Apabila bahan bakar telah mencapai temperatur uapnya, warna nyala api akan berubah dari merah menjadi kebiruan (stabil) seperti ditunjukkan pada Gambar 15, sedangkan Gambar 16 menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan oleh minyak tanah jauh lebih cepat dibandingkan dengan campuran minyak jarak dengan minyak tanah. Hal ini disebabkan oleh karena minyak tanah memiliki nilai kekentalan yang rendah. Semakin tinggi nilai kekentalannya semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai api biru.

Gambar 15 Api biru

Gambar 16 Waktu yang diperlukan untuk mencapai api biru 0

50 100 150 200 250 300 350

Minyak  tanah

Campuran   1:1

Campuran  3:2

Campuran  3:1

Wa

ktu

 

(detik)

(55)

2.4.4 Konsumsi Bahan Bakar dan Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan Air 1 liter

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan berbagai variasi campuran dan digunakan memasak air sebanyak 1 liter, distribusi waktu dan temperaturnya seperti terlihat pada Tabel 5, 6, 7 dan 8 untuk campuran minyak jarak dan minyak tanah. Waktu yang diperlukan untuk mencapai temperatur 99 o

C dari temperatur awal 27 oC, menggunakan minyak tanah selama 5 menit 1 detik, sedangkan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah dengan perbandingan 1:1 dibutuhkan waktu 7 menit 3 detik, atau 2 menit lebih lama daripada menggunakan minyak tanah.

Tabel 5 Percobaan dengan menggunakan minyak tanah Percoba

Tabel 6 Percobaan minyak jarak : minyak tanah (1: 1) Percoba

(56)

Tabel 8 Percobaan minyak jarak : minyak tanah 3 : 1

Gambar 17 Waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air 1 liter

Kebutuhan energi untuk mencapai temperatur air dari 27 oC menjadi 99 o

C sebanyak 1 liter dengan menggunakan minyak tanah ternyata lebih besar yaitu 795.81 kJ, tetapi waktu yang lebih cepat, dibandingkan dengan menggunakan campuran minyak jarak dan minyak tanah, untuk perbandingan campuran 1:1, kebutuhan energinya 474.03 kJ, perbandingan 3:2 sebesar 468.45 kJ dan untuk perbandingan 3:1 sebesar 500.16 kJ. Kebutuhan energi yang besar dengan mengunakan minyak tanah dikarenakan, menggunakan kompor tekan yang telah dimodifikasi menggunakan pipa spiral yang dipanaskan, menyebabkan kekentalan minyak tanah yang semakin turun, sehingga laju aliran minyak tanah menjadi lebih banyak.

(57)
(58)
(59)

TERHADAP MUTU BERAS PADA PENGERINGAN GABAH

LAPISAN TIPIS

 

3.1 PENDAHULUAN

3.1.1 Latar Belakang

Bagi masyarakat Indonesia, beras menjadi komoditas yang sangat penting

tidak saja dilihat dari sisi produsen tetapi juga dari sisi konsumen. Sebelum menjadi

beras, padi (gabah) yang baru dipanen harus melalui beberapa proses pasca panen,

yaitu: perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan

pengemasan. Setiap proses pascapanen ini tentunya menggunakan alat atau mesin

baik yang masih mengandalkan tenaga manusia maupun yang telah menggunakan

rekayasa teknologi.

Pada umumnya hasil panen berbentuk gabah kering panen (GKP) dengan

kadar air antara 20% - 27% basis basah (bb). Apabila gabah masih mengandung

banyak kadar air terjadi respirasi aktif dan kandungan gizi akan terbawa keluar

yang menyebabkan kerusakan padi. Kadar air akan mempercepat berkembang

biaknya serangga berbahaya dan mikroorganisme, yang juga dapat menurunkan

mutu beras. Kadar air yang tinggi juga akan meningkatkan laju terbentuknya

kecambah, serta akan muncul jamur yang dapat menyebabkan racun. Oleh karena

itu sangat diperlukan pengurangan kadar air untuk mencegah terjadinya kerusakan

padi, hal tersebut yang menjadi dasar diperlukannya pengeringan gabah.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kualitas gabah, kadar

air yang disyaratkan adalah 14% bb agar gabah dapat disimpan selama 6 bulan,

demikian pula untuk keperluan proses penggilingan gabah menjadi beras, agar

menghasilkan mutu dan rendemen beras yang baik diperlukan gabah dalam keadaan

(60)

Pengeringan akan menyebabkan gradien kadar air didalam bahan, yang

menimbulkan tegangan tarik pada permukaan dan tegangan tekan pada bagian

dalam bahan. Apabila tegangan melampaui kekuatan bahan, maka bahan akan retak.

Pembentukan keretakan yang disebabkan oleh gradient kadar air (Sarker, Kunze,

Stouboulis. 1996) akan menjadi patah ketika gabah digiling, sehingga menurunkan

rendemen beras kepala.

Periode tempering memungkinkan difusi kadar air dari bagian dalam ke

permukaan bagian luar gabah, sehingga mengurangi gradient kadar air dan

meningkatkan laju pengeringan (Nishiyama 1987).

3.1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh temperatur

dan waktu pengeringan dengan waktu tempering terhadap mutu beras yang ditandai

dengan rendemen beras kepala.

3.2 TINJAUAN PUSTAKA

3.2.1 Anatomi Gabah

Tanaman Padi (Oryza Sativa L.) merupakan salah satu jenis tanaman

biji-bijian yang berasal dari benua Asia. Padi merupakan bahan baku dari beras, dimana

beras merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia baik ditinjau dari segi

fisiologis, psikologis, sosial, maupun antropologis.

Berikut ini merupakan klasifikasi dari tanaman padi :

Regnum : Plantae Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : poaceae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L.

Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi untuk menjadi beras,

karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi

(61)

gabah, yang memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih

memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan,

sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut

dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan

yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih.

Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan dan

pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan sesedikit

mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak butiran

beras

3.2.2 Karakteristik Fisik Gabah

Setelah dilepaskan dari malai pada kegiatan perontokan, butiran padi

terlepas satu dengan lainnya dan disebut dengan gabah. Butiran-butiran gabah

memiliki bentuk oval memanjang, berwarna kuning kecoklatan dan memiliki

tekstur kasar, secara garis besar, bagian-bagian gabah dapat dibedakan menjadi 3

bagian. Bagian paling luar disebut sekam. Sekam tersusun dari palea, lemma, dan

glume. Bagian ke dua disebut lapisan bekatul. Lapisan bekatul tersusun atas lapisan

luar, lapisan tengah, lapisan silang, testa, dan aleuron, sedangkan lapisan yang paling

dalam disebut endosperm, Gambar 19 menunjukkan struktur fisik butiran gabah.

(62)

Butiran-butiran gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam,tergantung

varietasnya. Secara umum, subspesies padi yang ditanam di dunia, dapat dibedakan

menjadi tiga jenis yaitu japonica, javanica, dan indica. Padi jenis japonica memiliki

bentuk butiran gabah pendek membulat. Sedangkan padi jenis indica memiliki bentuk

butiran bulat memanjang. Di Indonesia, jenis padi yang banyak ditanam yaitu padi jenis

indica. Berdasarkan sub-tipe gabah dapat diklasifikasikan berdasarkan perbandingan

panjang terhadap lebar beras pecah kulitnya. Ada tiga sub-tipe gabah dengan kriteria

tersebut, seprti di tunjukan dalam Tabel 9 berikut.

Tabel 9 Sub-tipe gabah berdasarkan perbandingan panjang terhadap lebar beras pecah kulit (Ruiten.1981 dalam Thahir.R.1986)

Sub tipe Perbandingan panjang : lebar

1. Ramping

2. Gemuk

3. Bundar

>3.0

>2.0 <3.0

<2.0

Dari segi kandungan gizi, butiran beras mengandung 70-75% karbohidrat,

6-7.5% protein, 3% lemak, dan sedikit vitamin B2. Karbohidrat dan protein terdapat di

dalam lapisan bekatul dan endosperm, sedangkan sebagian besar lemak dan vitamin

B2 terdapat dalam lapisan bekatul.

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian

gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air di

dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan % dari berat basah

(wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah

bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah, semakin banyak benda asing

atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian

gabah makin menurun.

Kualitas gabah akan mampengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang

dihasilkan, kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen

giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah

(63)

dan beras patah besar. Disamping dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling

juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam

proses penggilingan.

Kadar air yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15%. Oleh

sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG).

Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang

lebih rendah butiran gabah menjadi mudah patah. Gabah yang baru dipanen, yang

biasanya disebut gabah kering panen (GKP), biasanya memiliki kadar air antara

20-27%.

Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti

butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah,

seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam,

tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya,

termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah

terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.

3.2.3 Karakteristik Fisik Beras

3.2.3.1 Beras Pecah Kulit

Gabah yang telah dikupas disebut beras pecah kulit (beras PK). Pada

struktur butiran gabah beras PK terdiri dari endosperm, lapisan aleuron, testa, dan

pericarp atau secara ringkas berupa endosperm dan lapisan bekatul. Beras PK

sangat jarang langsung dikonsumsi karena rasanya yang kurang enak akibat masih

adanya lapisan bekatul. Dengan demikian beras PK pada umumnya diolah lebih

lanjut menjadi beras sosoh.

3.2.3.2 Beras Sosoh

Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah

terbebas dari bekatul dan telah digosok untuk mendapatkan warna putih mengkilap.

Beras sosoh memiliki rasa yang lebih enak daripada beras PK serta memiliki warna

(64)

Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran yaitu beras kepala, beras

patah, dan beras menir. Beras kepala dan beras patah dikonsumsi dalam bentuk

nasi. Menir memiliki bentuk yang kurang menarik jika dimasak dalam bentuk nasi

karena ukurannya yang kecil.

3.2.3.3 Beras patah

Pada proses penggilingan, beras patah tidak dikehendaki. Yang dikehendaki

adalah sebanyak mungkin beras kepala. Beras kepala adalah beras baik sehat

maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian

dari panjang rata-rata butir beras utuh. Terjadinya beras patah, disamping

ditentukan oleh kinerja mesin penggiling, juga ditentukan oleh kualitas gabah

sebelum digiling baik pada proses panen yang belum cukup umur ataupun pada

proses pengeringan yang tidak baik . Dengan penanganan yang kurang tepat gabah

dapat menjadi mudah patah atau retak, bahkan telah patah sebelum digiling.

Berbagai literatur menyebutkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan

beras patah hasil pengilingan, yaitu gabah dipanen belum cukup masak, jenis padi,

serta metode pengeringan, akibat dari gradien kadar air selama pengeringan juga

dapat mengakibatkan keretakan.

Banazzi et al (1994) melakukan penelitian tentang hubungan antara kualitas beras dengan kondisi pengeringan yang menunjukkan bahwa kualitas beras turun

secara cepat dengan naiknya temperatur pengeringan yang disertai kenaikkan laju

pengeringan, sehingga berakibat terjadinya thermal shock (kejutan termal) pada

butiran.

Ekstrom et al. (1996) yang melakukan pengujian pada biji jagung, menunjukkan bahwa tegangan retak tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan

temperatur didalam butiran, tetapi juga oleh karena tegangan gradien kadar air atau

gabungan tegangan kadar air dan tegangan termal.

Arora et al. (1973) melakukan penelitian tentang pengaruh temperatur udara pengering terhadap sifat termal dan mekanis gabah selama pengeringan tipe bak

(65)

dengan bahan lebih dari 43 oC, akan berakibat retak pada bahan, dan menyarankan

akan lebih baik apabila pengeringan dilakukan dengan temperatur udara pengering

di bawah temperatur transisi (53 oC), sehingga tahanan termal butiran terhadap

perbedaan temperatur dapat diminimalkan. Hal ini dikarenakan pada temperatur dan

kadar air di bawah garis transisi gelas, bahan dalam keadaan glassy, yang

mempunyai sifat, koefisien ekspansi rendah, volume spesifik dan difusivitas juga

rendah.

Ketika temperatur bahan telah melewati garis transisi gelas, keadaan bahan

berubah dari glassy menjadi rubbery. Sifat bahan di atas garis transisi gelas, di

daerah rubbery adalah koefisien ekspansi yang tinggi, demikian pula volume

spesifik dan difusivitasnya juga tinggi (Cnossen.A.G., Siebenmorgen.T.J 2000).

Laju pengeringan juga menjadi faktor penyebab keretakan (Kunze,O.R.,

1991), pengeringan yang cepat sangat merusak kualitas beras (Ban.T, 1971), karena

adanya gradien kadar air dalam butiran. Nagato et al (dalam Kunze.,1991) dalam

penelitiannya mengamati bahwa terbentuknya keretakan gabah dalam pengeringan

adalah konsekuensi dari terjadinya penyusutan yang tidak sama dalam edosperm

akibat dehidrasi yang tidak merata pada biji.

Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pascapanen sebagai akibat

dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara.

Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi berkali-kali dalam

jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah berkerut dan

berkembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan

serupa juga dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.

Sarker, Kunze dan Strouboulis (1996) menyatakan bahwa formasi keretakan

disebabkan oleh karena gradien kadar air selama pengeringan, keretakan gabah

akan mengakibatkan patah selama penggilingan, dan penurunan rendemen beras

(66)

3.2.4 Sifat Termofisik Bahan

Bahan pertanian umumnya merupakan bahan yang mudah rusak (perisable

food) sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang lebih baik untuk dapat

memperpanjang masa simpan bahan.

Proses pengolahan pascapanen untuk memperpanjang masa simpan bahan

pertanian dengan cara pengeringan, umumnya berkaitan dengan masalah

perpindahan panas. Untuk menganalisis masalah-masalah pindah panas, diperlukan

pengetahuan tentang sifat termofisik bahan tersebut.

Adapun sifat termofisik bahan yang diperlukan dalam analisis proses

perpindahan panas dalam menguapkan air bahan bahan, antara lain :

a. Konduktivitas panas

b. Massa jenis

c. Kadar air

d. Kadar air keseimbangan

e. Difusivitas panas.

f. Panas jenis

Nilai besaran sifat-sifat termofisik bahan bahan dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti komposisi kimia dan jenis bahan. Dengan diketahuinya nilai sifat

termofisik bahan, laju perubahan suhu bahan, sehingga dapat ditentukan waktu

optimum yang dibutuhkan dalam sistem pengeringan bahan.

3.2.4.1Kadar Air Keseimbangan (Me)

Dalam proses pengeringan mempelajari kadar air keseimbangan penting,

karena kadar air keseimbangan merupakan kadar air minimum yang dapat dicapai

saat pengeringan suatu bahan.Kadar air suatu bahan padat basah yang berada dalam

keseimbangan dengan udara pada temperatur dan kelembaban tertentu disebut

sebagai kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content).

Kadar air kesimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik, yang besarnya

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian Analisis penggunaan
Gambar 2 Bagan proses pembuatan minyak jarak
Gambar 4 Ikatan kimia air (sumber Kurtus.R. 2005)
Gambar 10 Hubungan kekentalan &amp; temperatur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika membandingkan proses pengeringan secara tradisional dengan menggunakan alat pengering ini diketahui bahwa bila proses menggunakan alat pengering tanpa blower

dengan Judul “ Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray Dengan Media Udara Panas Ditinjau Dari Lama Waktu Pengeringan Terhadap Exergi Pada Alat Heat..

Hasil penelitian pengaruh variasi kecepatan udara dan massa gabah terhadap waktu pengeringan gabah pada alat pengering terfluidisasi ( fluidized bed dryer) ,

Adapaun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk rancang bangun pengering gabah mengunakan panas hasil pembakaran limba sekam dan mengetahui cara kerja alat dan

Hasil penelitian pengaruh variasi kecepatan udara dan massa gabah terhadap waktu pengeringan gabah pada alat pengering terfluidisasi (fluidized bed dryer),

Gambar 35, dengan jumlah bahan yang dikeringkan 410 kg, kadar awal bahan 22.3% (bb), berdasarkan simulasi diperlukan waktu pengeringan 11.8 menit, tempering 44 menit, untuk

Karakteristik pengeringan gabah menggunakan tray dryer dengan media pengering udara yang dipanaskan dengan panas hasil pembakaran sekam padi dapat dilihat pada Gambar 2..

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelembapan pada ruang pengering 0,1875 kg air/kg udara, massa udara pengering 26,4915 kg, kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan