• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kinerja rumah tangga tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukohardjo Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kinerja rumah tangga tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukohardjo Jawa Tengah"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

JAWA TENGAH

Oleh :

AMBAR SETIANINGSIH A14102042

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

AMBAR SETIANINGSIH. Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Di bawah bimbingan EKA INTAN KUMALA PUTRI

Konsumsi tahu mengalami peningkatan sehingga akan diikuti permintaan kedelai sebagai bahan baku utama yang mana tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal sehingga harus impor kedelai. Usaha tahu di kabupaten Sukoharjo lebih banyak menggunakan kedelai impor daripada kedelai local. Hal ini akan mengakibatkan ketergantungan kedelai impor ya ng jumlahnya meningkat dari tahun ketahun. Kondisi ini akan mempersulit usaha tahu karena harga kedelai berfluktuatif mengikuti nilai rupiah yang terjadi.

Keadaan ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak sehingga harga BBM meningkat. Kenaikan ini berdampak pada harga input- input tahu lainnya seperti upah tenaga kerja dan biaya transportasi sehingga biaya produksi mengalami peningkatan.

Perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana karakteristik usaha tahu di Kartasura, (2) Bagaimana pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong di Kartasura, (3) Bagaimana kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura.

Penelitian mengambil lokasi di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Pengambilan jumlah responden dengan metode purposive sebanyak 30 usaha rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura. Data diolah dengan 2 metode pengolahan, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif untuk mengetahui gambaran usaha tahu dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen, sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong dengan analisis regresi berganda. dan perubahan kinerja usaha tahu pong yang dilihat dari perubahan penerimaan, biaya dan keuntungannya dengan membandingkan keadaannya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Kedua analisis ini menggunakan alat bantu kalkulator, program komputer Minitab 14, dan Microsoft Excel.

Terdapat tiga sentra industri tahu di Kartasura yang terletak di kelurahan Kartasura, Wirogunan, dan Ngabeyan. Produksi ketiga sentra tersebut masih dalam skala kecil dan rumah tangga Tahu yang diproduksi di Kartasura ada 3 jenis yaitu tahu putih, tahu magel dan tahu pong. Tahu putih lebih banyak diproduksi oleh industri kecil, sedangkan tahu magel dan tahu pong lebih banyak diproduksi oleh industri kecil dan rumah tangga di Wirogunan dan Ngabeyan.

(3)

pekerjaan mengangkut sebesar 5,15 persen, biaya kayu bakar sebesar 6,39 persen, biaya minyak goreng sebesar 5,08 persen, biaya pabrik sebesar 6,07 persen, dan biaya transportasi sebesar 20,53 persen.

Penjualan Tahu Pong ini terbatas pada daerah sekitar yaitu Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, dan Klaten. Saluran pemasarannya ada 5 jalur yaitu jalur I dari produsen ke pedagang eceran, yaitu pedagang asongan kemudian diteruskan kepada konsumen, jalur II produsen menjual Tahu Pong kepada pedagang eceran, yaitu pedagang sayur keliling kemudian diteruskan kepada konsumen di daerah penjualannya masing – masing, jalur II produsen Tahu Pong menjual tahu kepada usaha – usaha rumah makan dan warung makan sekitar, jalur IV merupakan jalur terpendek yaitu dari produsen Tahu Pong langsung ke konsumen.

(4)

ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO

JAWA TENGAH

Oleh :

AMBAR SETIANINGSIH A14102042

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah

Nama : Ambar Setianingsih NRP : A14102042

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS NIP. 131918659

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131124019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS KINERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA TAHU PONG DI KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO, JAWA TENGAH” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

Bogor, Mei 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1984 di Kabupaten Sukoharjo, Jawa tengah. Penulis adalah putri terakhir dari 2 bersaudara pasangan Bapak Hantoro dan Ibu Sri Aminah.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan segala karunianya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Industri Rumah Tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah”. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan pada industri Tahu Pong di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2006.

Skripsi ini mengkaji industri rumah tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartasura dan pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada bulan Oktober 2005 terhadap keuntungan usaha, pendapatan usaha dan biaya-biaya usaha. Analisis yang dipakai adalah before after yaitu dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah terjadinya kenaikan harga BBM.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2007

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat menyadari dengan sepenuh hati bahwa skripsi yang disusun ini terselesaikan atas bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan meluangkan pikiran, waktu dan tenaga bagi penulis mulai dari penyusunan proposal sampai skripsi.

2. Bapak Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama dan Ibu Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah

banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi.

3. Bapak, Ibu, mas topik, mbak yuni dan dede rara tercinta atas segala kasih sayang, doa dan dukungan yang tak terhingga kepada penulis.

4. Bapak Sukasno, dan keluarga Ibu Suparti di Kartasura atas segala bantuan kepada penulis selama penelitian.

5. Keluarga besar penulis di Jakarta, dan Depok yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian ini.

6. Sahabatku Ayu, Iin, Arty dan Iren yang telah memberikan semangat berjuang untuk menuntut ilmu di IPB.

(10)

8. Teman-teman wisma Nurul Fitri, Dian, Emil, Mbak Irma, Sari, Yoli, Widi. Ida untuk bantuan statistiknya. Adik-adik tersayang Ari, Cici, Eka, Hani, Indi, Richi, Risti, Sinta, Sutin, Uma, Umi.

9. Teman-teman di IMM mbak nia, mbak rini, kak fikri, mbak Tito, budi, didik, nissa, cita hafidz dan kakak-kakak, adik-adik di KOPMA IPB atas kesempatan pembelajaran dan pengalamannya.

(11)

DAFTAR ISI

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 18

3.1.1. Kinerja Usaha ... 18

4.4.1. Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu Pong ... 34

(12)

5.2. Proses Pembuatan Tahu Kartasura... 44

5.3. Keragaan Usaha Tahu di Kartasura ... 47

5.3.1.Usaha kecil tahu di Kartasura ... 47

5.3.2. Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ... 51

VI STRUKTUR PENERIMAAN, BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA RUMAH TANGGA TAHU PONG ... 55

6.1. Struktur Penerimaan Usaha Tahu Pong... 55

6.2. Struktur Biaya Tahu Pong ... 56

6.2.2.2. Saluran Tataniaga Tahu Pong... 67

6.3. Keuntungan Usaha Tahu Pong ... 69

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI TAHU PONG ... 72

7.1. Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi Produksi ... 72

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering) ... 2

2 Keragaan Produksi dan Kebutuhan Kedelai di Jawa Tengah Tahun 1998 – 2002 ... 3

3 Jumlah Unit-Unit Jenis Indutri yang ada di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2000-2004 ... 5

4 Kandungan Satu Kilogram Kedelai ... 9

5 Komposisi Asam Amino Tahu Dibandingkan Dengan Komposisi Asam Amino yang Dianjurkan FAO/WHO ... 11

6 Daftar Sentra Industri Kecil Tahu di Kabupaten Sukoharjo... 41

7 Modal Awal Usaha Kecil Tahu ... 48

8 Pendapatan Usaha Kecil Tahu di Purwogondo ... 50

9 Karakteristik Pengusaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ... 51

10 Ukuran dan Harga Tahu Pong dari Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ... 55

11 Perubahan Penerimaan Produksi Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM ... 57

12 Perubahan Biaya Total Tahu Pong Akibat Kenaikan Harga BBM ... 59

13 Persentase Komponen Biaya Usaha Terhadap Total Biaya Usaha Tahu Pong Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM ... 60

14 Perubahan Biaya Produksi Akibat Kenaikan Harga BBM ... 61

15 Biaya Bahan Baku Kedelai Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga BBM ... 62

16 Tenaga Kerja pada Produksi Tahu Pong ... 63

17 Perubahan Biaya Kayu Bakar Akibat Kenaikan Harga BBM ... 63

18 Perubahan Biaya Minyak Goreng Akibat Kenaikan Harga BBM ... 64

19 Biaya transportasi pada penjualan Tahu Pong ... 66

(14)

21 Hasil Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebelum dan Sesudah

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva Fungsi Produksi Linier... 20

2 Kurva Fungsi Produksi Kuadratik ... 20

3 Kurva Fungsi Produksi Eksponensial ... 21

4 Hubungan Antara PT, Pr dan PM dalam Proses Produksi ... 23

5 Kerangka Operasional Penelitian... 30

6 Bagan Pembuatan Tahu Kartasura ... 46

7 Bagan Pembuatan Tahu Bandung dan tahu Sumedang ... 47

8 Produksi Tahu oleh Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura ... 52

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Gambar Proses Pembuatan Tahu Pong ... 82 2 Penghitungan Keuntungan Pengusaha Tahu di Purwogondo dan

Pengusaha Tahu di Wirogunan dan Ngabeyan ... 83 3 Perbandingan Baha n Baku Kedelai yang Digunakan Sebelum dan

Sesudah Kenaikan Harga BBM Bulan Oktober 2005 ... 84 4 Penggunaan Tenaga Kerja pada Produksi Tahu Pong ... 85 5 Penghitungan Keuntungan dari Produksi Tahu Pong Sebelum Kenaikan

Harga BBM ... 87 6 Penghitungan Keuntungan Sesudah Kenaikan Harga BBM ... 88 7 Hasil Regresi Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sebelum

Kenaikan Harga BBM ... 89 8 Hasil Regresi Berganda Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sesudah

(17)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan primer manusia ada tiga macam yaitu: pangan, sandang dan papan. Ketiga kebutuhan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua yaitu makanan dan bukan makanan. Kebutuhan makanan adalah pangan dimana kebutuhan ini untuk memenuhi energi, protein, vitamin dan mineral yang digunakan dalam beraktivitas sedangkan kebutuhan bukan makanan adalah sandang dan papan.

Pemenuhan kebutuhan makanan penduduk Indonesia mencapai 53,9 persen dari total pengeluaran. Jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat semakin beragam dilihat dari pengeluaran makanan tidak didominasi oleh jenis padi-padian. Pengeluaran untuk padi-padian mencapai 25.598 rupiah/kapita/bulan atau 18,02 persen dari pengeluaran makanan (BPS, 2006). Hal ini merupakan keberhasilan pemerintah dalam kampanye penganekaragaman pangan melalui empat sehat lima sempurna.

Penganekaragaman makanan oleh masyarakat mengalami hambatan karena krisis ekonomi tahun 1997. Krisis ini mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat terhadap beberapa jenis pangan seperti pangan hewani sehingga diperlukan pangan yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Tahu dapat menjadi salah satu solusi bagi tidak terjangkaunya pangan hewani.

(18)

Tabel 1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering)

Zat gizi Tahu Kedelai

Protein(gram) 0,49 0,39

Lemak (gram) 0,27 0,20

Karbohidrat (gram) 0,14 0,36

Serat (gram) 0,00 0,05

Vitamin B1 (mg) 0,001 0,01 (sebagai B kompleks)

Vitamin B2 (mg) 0,001

Vitamin B3 (mg) 0,03

Sumber: Sarwono dan Saragih (2003)

Mutu protein didalam tahu lebih lengkap asam amino daripada produk olahan kedelai lainnya (Sarwono dan Saragih, 2003). Tahu juga memiliki kandungan kalsium, vitamin dan mineral yang lebih baik daripada kedelai. Berbagai kandungan zat gizi menjadikan tahu sebagai pangan yang menyehatkan. Hal ini telah disadari oleh masyarakat dilihat dari peningkatan konsumsi tahu di tahun 2002, 2003, 2004 masing- masing sebesar 0,129 kg/kapita/minggu, 0,143 kg/kapita/minggu, dan 0,148 kg/kapita/minggu (BPS, 2004).

Peningkatan konsumsi tahu tentunya akan diikuti permintaan kedelai sebagai bahan baku utama yang mencapai 2,24 juta ton setiap tahun1), akan tetapi produksi kedelai sebesar 723,483 ton tahun 2004 dan 808,353 ton tahun 2005 (BPS, 2006). Hal ini akan mengakibatkan kekurangan kedelai yang diatasi dengan mengimpor kedelai dari luar negeri. Penggunaan kedelai impor lebih banyak daripada kedelai lokal karena kualitas produk tahu yang dihasilkan lebih baik daripada kedelai lokal. Begitupula yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo. Usaha tahu di kabupaten ini lebih mengenal kedelai impor daripada kedelai lokal karena

1)

Prospek bisnis. ”Produksi kedelai nasional belum mencukupi”. artikel

(19)

produksi kedelai lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelainya. Setiap tahun kebutuhan kedelai mengalami pertumbuhan sebesar 6,23 persen, sedangkan produksinya mengalami tingkat pertumbuhan sebesar -3,59 persen. Tabel 2 menjabarkan produksi dan kebutuhan kedelai di Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 2 Keragaan produksi dan kebutuhan kedelai Propinsi Jawa Tengah tahun 1998-2002

Rata-rata 185.488 329.965 -144.477

Tk pertumbuhan (%) -3,59 6,23

Sumber: Badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah2)

Ketergantungan kedelai impor akan semakin besar dari tahun ketahun. Hal ini akan mengakibatkan kesulitan bagi usaha tahu karena harga kedelai berfluktuatif mengikuti nilai rupiah yang terjadi. Kabupaten Sukoharjo dengan usaha tahu berskala kecil dan rumah tangga akan mengalami kesulitan akibat harga kedelai ini karena modal yang digunakan sehari- haripun terbatas

Keadaan ini diperburuk dengan kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak sehingga harga BBM meningkat. Peningkatan harga BBM dimulai pada tahun 2000 dan terakhir bulan Oktober 2005 dengan peningkatan mencapai 100 persen (Dartanto, 20053). Kenaikan ini berdampak pada harga input- input tahu lainnya seperti upah tenaga kerja dan biaya transportasi sehingga

2)

lembaga bbkp jawa tengah. ”Statistik Pangan”

(20)

biaya produksi mengalami peningkatan. Lebih lanjut Dartanto3) menyatakan bahwa Kenaikan harga minyak secara langsung akan meningkatkan biaya produksi barang dan jasa dan beban hidup masyarakat. Penyesuaian pada produksi harus dilakukan agar dapat melangsungkan usahanya. Hal ini menarik penulis untuk mengadakan penelitian mengenai usaha kecil dan rumah tangga tahu di Kartasura terutama usaha rumah tangga yang bermodal kecil.

1.2 Permasalahan

Selama ini harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri disubsidi pemerintah. Subsidi ini telah menjadi beban pemerintah yang mencapai 26,4 persen (2000) dari anggaran pemerintah (tim sosialisasi BBM dalam Sahara, 2003). Pemerintah mulai membuat langkah baru dengan mengurangi subsidi terhadap harga BBM sehingga harga BBM meningkat. Peningkatan ini untuk pertama kali dilakukan pada tahun 2000 sebesar 12 persen. Pada bulan Oktober 2005 terjadi peningkatan harga BBM lebih dari 100 persen (Dartanto, 20053).

Sahara (2003) menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak langsung terhadap perekonomian yaitu terjadinya kenaikan biaya produksi dan penurunan daya beli masyarakat. Usaha-usaha kecil menengah bermodal kecil akan mengalami kesulitan bila produknya harus bersaing dengan usaha besar apabila terjadi kenaikan biaya produksi. Salah satu daerah yang memiliki usaha kecil menengah adalah Jawa Tengah. Tabel 3 menjabarkan jumlah unit-unit jenis industri di propinsi Jawa Tengah.

3 )Dartanto, Teguh. BBM, kebijakan energi, subsidi dan kemiskinan di Indonesia.Inovasi Bisnis. Vol. 5/VII/November 2005. Artikel.

(21)

Daerah Jawa tengah mengalami peningkatan jumlah unit usaha untuk jenis industri kecil dan menengah setiap tahun kecuali tahun 2001 terjadi penurunan jumlah unit usaha dari tahun 2003 sebesar 643.659 menjadi 643.712 tahun 2004. Tabel 3 Jumlah unit-unit jenis industri yang ada di propinsi Jawa Tengah

tahun 2000-2004

Jenis Industri 2000 2001 2002 2003 2004

Agro Industri 323.652 324.622 324.619 324.709 324.778

- Besar 222 223 220 225 254

- Kecil dan menengah 323.430 324.399 324.399 324.484 324.524 Industri 318.619 319.574 319.599 319.645 319.660

- Besar 468 469 469 470 472

- Kecil dan menengah 318.151 319.105 319.130 319.175 319.188

Industri Besar 690 692 689 695 726

Industri Kecil dan

Menengah 641.581 643.504 643.529 643.659 643.712 Total 642.271 644.196 644.218 644.354 644.438 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah4)

Industri kecil dan menengah memiliki jumlah yang lebih besar daripada industri besar. Jumlah industri kecil menengah sebesar 643.712 dan industri besar hanya sebesar 726 pada tahun 2004. Melihat jumlah unit usaha yang lebih besar ini dapat disimpulkan penduduk Jawa Tengah banyak yang bekerja pada unit usaha kecil dan menengah dan menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut.

Usaha tahu merupakan usaha yang dapat dikerjakan dengan tradisional dan umumnya di Jawa tengah masih dilakukan secara tradisional dengan skala produksi kecil terutama di Kartasura. Usaha tahu Kartasura dibagi menjadi dua menurut skala produksinya yaitu usaha kecil dan rumah tangga.

Kenaikan harga BBM yang mengakibatkan kenaikan biaya produksi yang akan menyulitkan usaha rumah tangga tahu pong karena penggunaan jumlah modal yang terbatas. Bagaimanakah pengaruh peningkatan harga BBM terhadap

4)

pemerintah daerah jawa tengah. ”data industri”

(22)

produksi dan biaya produksi usaha ini? Perubahan pada biaya produksi akan mengakibatkan perubahan keuntungan yang didapatkan pengusaha. Bagaimanakah perubahan yang terjadi pada keuntungan? Maka sesuai latar belakang tersebut dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik usaha tahu di Kartasura?

2. Bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong di Kartasura?

3. Bagaimanakah kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan diatas maka penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui karakteristik usaha Tahu di Kartasura.

2. Mengetahui pengaruh kenaikan harga BBM bulan Oktober terhadap faktor – faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong oleh usaha rumah tangga tahu di Kartasura.

3. Menganalisis kinerja usaha rumah tangga tahu pong di Kartasura.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Pemerintah atau pengambil kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang menyangkut usaha kecil dan rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

(23)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(24)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Kecil dan Rumah Tangga

Pengertian industri kecil berbeda-beda diantara lembaga pemerintah dan non pemerintah. BPS (2004) membagi industri pengolahan menjadi empat golongan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya tanpa melihat mesin produksi atau modal yang ditanamkan. Industri besar mempekerjakan 100 orang atau lebih, industri sedang memperkerjakan 20-99 orang, industri kecil memperkerjakan 5-19 orang, industri rumah tangga memperkerjakan 1-4 orang.

Departemen Pertindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil berdasarkan modal yang ditanamkan. Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 256/MPP/Kep/1997, industri kecil dibedakan menjadi tiga, yaitu : (1) semua jenis industri dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah 5 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh daftar industri usaha kecil (2) semua jenis dalam kelompok industri kecil dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar 50 juta rupiah sampai 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan dan wajib memperoleh ijin industri, (3) semua jenis industri dengan nilai investasi diatas 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan wajib memperoleh ijin usaha industri.

Murhardjani (2004) mendefinisikan usaha kecil yaitu unit usaha berskala

kecil dengan akses terbatas, modal dan nilai investasinya kecil dibawah 5 juta rupiah sampai dengan 25 juta rupiah, penggunaan tenaga kerja lebih banyak

(25)

terbatas. Hasilnya banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga daripada diinvestasikan untuk pengembangan usaha.

Terlepas dari beberapa pendefinisian usaha kecil dan rumah tangga, usaha ini memegang peranan sangat penting dalam perekonomian Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan lapangan kerja. Hal ini didukung oleh pernyataan Toha (2001) bahwa pentingnya peranan IKRT dalam membantu memecahkan masalah pengangguran, pengentasan kemiskinan dan pemerataan distribusi pendapatan. Akan tetapi produkstivitas usaha kecil dan rumah tangga sangat rendah. Peranan IKRT dalam perekonomian karena keunggulan-keunggulannya yaitu padat karya (ketrampilan sedang), sumber daya lokal (hemat devisa), teknologi tepat guna, dan fleksibel (Tambunan, 2002).

2.2 Kedelai

Kacang kedelai biasa dijuluki dengan sebutan gold from soil karena bahan pangan yang bergizi serta sumber utama protein nabati dan minyak nabati bagi manusia. Satu kilogram kedelai terkandung 40 persen protein, 35 persen karbohidrat, 20 persen minyak dan lemak. Kandungan gizi tinggi telah menjadikan kedelai sebagai komoditas pangan yang dapat memperbaiki gizi masyarakat. Tabel 4 menguraikan kandungan yang terdapat pada satu kilogram kedelai.

Tabel 4 Kandungan satu kilogram kedelai

Kandungan Besar kandungan (gram) Besar Kandungan (%)

Zat putih telur (protein) 300 - 400 40

Zat tepung (karbohidrat) 200 - 350 35

Minyak atau lemak 150 - 200 20

(26)

Kedelai dapat diolah menjadi beberapa jenis pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat. Menurut Suharno dan Mulyana (1996) olahan kedelai dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) kedelai yang diolah melalui proses fermentasi seperti tempe, oncom, tauco, dan kecap, (2) kedelai yang diolah tanpa melalui proses fermentasi seperti tahu, tauge, dan kedelai rebus.

Tanaman kedelai termasuk salah satu anggota famili polong-polongan (leguminase) yang memiliki dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Cina dan Jepang Selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropik di Asia Tenggara5). Walaupun berasal dari daerah Asia namun dibudidayakan pula oleh masyarakat diluar Asia setelah tahun 1910.

Sejarah budidaya kedelai di Indonesia untuk pertama kali tidak dapat diketahui secara pasti. Namun kemungkinan dibawa oleh pedagang Cina pada abad ke-13. Pada tahun 1750 Rumphius melaporkan bahwa kedelai telah banyak ditanam di Jawa dan Bali dan sedikit pulau lainnya. Menurut Manwan dan Sumarno dalam Puspasari (2003) menyatakan bahwa kedelai telah menjadi tanaman penting selain jagung, ubi kayu, serta ubi jalar dan merupakan usaha pertanian yang mantap di Pulau Jawa pada penghujung abad ke-19.

2.3 Komoditi Tahu

Tahu merupakan salah satu produk yang berbahan baku kacang kedelai. Kata Tahu berasal dari bahasa Cina yaitu tao- hu, teu- hu atau tokwa. Kata tao

5)

Wikipedia. “Kedelai”

(27)

atau teu itu berarti kacang sedangkan kata hu atau kwa adalah rusak, lumat, hancur menjadi bubur. Jika kedua kata ini (tao dan hu) digabung akan membentuk kata tahu ya ng memberi pengertian makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan, dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1994). Sejarah Tahu pertama kali diperkenalkan oleh Liu An tahun 164 SM zaman pemerintahan Dinasti Han kepada para biksu yang kemudian menyebarkannya keseluruh dunia sambil menyebarkan agama Budha (Sarwono dan Saragih, 2005)

Tahu mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia ditinjau dari segi pemenuhan kalori, protein dan perbaikan status gizi masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan pemerataan kesempatan berusaha (Suharno dan Mulyana, 1996). Peningkatan kualitas konsumsi protein terutama asam amino yang ideal, dapat dipenuhi dengan konsumsi tahu. Tabel 5 menjabarkan komposisi asam amino yang dimiliki oleh Tahu.

Tabel 5 Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi Asam amino yang dianjurkan FAO/WHO

No Jenis Sumber : Sarwono dan Saragih, 2005

(28)

dari luar tubuh. Asam amino ini bisa didapatkan dari tahu yang besar kandungannya 333 mg/g N. Walaupun anjuran FAO/WHO sebesar 340 mg/g, akan tetapi semua jenis asam amino yang dianjurkan oleh lembaga ini ada di dalam tahu.

Sarwono dan Saragih (2005) meyatakan ada beberapa macam jenis tahu komersil dilihat dari variasi bentuk, ukuran, dan nama, misalnya: tahu sumedang, tahu bandung, tahu cina, tahu kuning, tahu takwa, dan tahu sutera.

1. Tahu sumedang

Tahu ini disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupakan lembaran-lembaran tahu putih setebal 3 cm dengan tekstur lunak dan kenyal. Tahu putih ini disimpan dalam wadah yang berisi air dan dipotong kecil-kecil bila akan diolah lebih lanjut. Tahu gorengnya berupa tahu kulit yang lunak dan kenyal. Isinya kosong sehingga disebut tahu pong.

2. Tahu bandung

Tahu bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal, wananya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu ini digoreng dengan mengoleskan sedikit minyak di wajan.

3. Tahu cina

(29)

4. Tahu kuning

Tahu Kuning mirip tahu cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam masakan cina.

5. Tahu takwa

Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Jika dipijit, maka tahunya terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa, hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman kedelai dan pengerasan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil. Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka.

6. Tahu sutera

Tahu sutera atau tahu Jepang atau Tofu merupakan tahu yang yang sangat lembut dan lunak. Umumnya tahu ini dikonsumsi sebagai makanan penutup (dessert) dan disajikan bersama sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.

2.4 Penelitian terdahulu

(30)

fluktuasi harga bahan bakar serta ketersediaan dan kontinuitas bahan baku yang berkualitas di pasaran. Umumnya bahan baku tahu menggunakan kedelai impor, sehingga fluktuasi rupiah terhadap dollar menentukan harga dari input ini.

Sidaruk (2005) meneliti tentang efektivitas biaya dan kelayakan finansial industri tahu antara Tahu Bandung ”Sulaeman” dan Tahu Sumedang ”Kelana Jaya” di kota Bogor. Hasil perbandingan efektivitas biayanya menunjukkan bahwa Tahu Bandung memiliki nilai efektivitas biaya yang tinggi pada: produk utama terhadap biaya investasi dan biaya total, produk sampingan terhadap biaya investasi dan biaya total, serta penerimaan total terhadap biaya investasi dan biaya total. Tahu Sumedang ’Kelana Jaya” memiliki keunggulan efektivitas biaya pada: produk utama terhadap biaya tetap dan biaya variabel, penerimaan total terhadap biya tetap dan biaya variabel, serta penerimaan total terhadap biaya tetap dan biaya variabel. Hasil analisis sensitivitas pada industri kecil tahu Bandung ”Sulaeman” dan tahu Sumedang ”Kelana Jaya”menunjukkan bahwa kedua usaha tersebut tidak peka terhadap perubahan peningkatan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen. Artinya apabila terjadi penurunan harga input sebesar 10,5 persen dan penurunan produksi sebesar 20 persen kedua usaha tersebut tetap layak untuk dilakukan dengan tingkat diskonto 14,67 persen dan 17,48 persen. Penelitian Sidauruk (2005) mengenai sensitivitas kedua usaha, terlihat bahwa jika terjadi kenaikan harga input maka usaha tersebut masih layak untuk diusahakan. Akan tetapi penelitian ini dilakukan sebelum kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005.

(31)

analisis dampak terhadap keragaan industri, pendapatan, margin keuntungan yang diterima pengrajin dan elastisitas penggunaan input. Hasil yang didapatkan adalah terjadi perubahan volume produksi, pola pengunaan kedelai, alokasi penguluaran input dan margin keuntungan yang diterima pengrajin. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan input produksi selain kedelai, alokasi pengeluaran untuk bahan baku pembantu dan pendapatan kotor yang diterima pengrajin. Hasil dari perbandingan elastisitas penggunaan input didapatkan bahwa terjadi perubahan elastisitas penggunaan input dalam proses produksi tahu. Kesimpulan dari penelitian ini adalah peningkatan harga BBM tidak begitu mempengaruhi industri tahu dikarenakan pemakaian BBM tidak terlalu besar, dan terdapat perubahan pola penggunaan bahan bakar dari minyak tanah menjadi kayu bakar.

(32)

Analisis dampak dari keadaan lingkungan yang berubah secara tiba-tiba juga dijumpai pada penelitian Astuti (2000). Penelitian ini mengenai dampak krisis ekonomi terhadap kinerja dan respon pengusaha industri kecil- menengah pakaian jadi di sentra industri pakaian jadi di kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dalam penelitiannya, Astuti meneliti dampak krisis berdasarkan skala usaha, orientasi pasar, dan hubungan subkontrak. Indikator yang digunakan adalah harga input- input, harga produk, nilai penjualan, dan keuntungan. Hasil yang didapatkan adalah krisis ekonomi meningkatkan rata-rata volume produksi dan harga produk. Peningkatan tersebut mendorong tingginya nilai produksi sehingga rata-rata keuntungan seluruh responden meningkat. Krisis ekonomi juga me ndorong tingginya volume ekspor komoditas pakaian jadi sehingga krisis berdampak positif bagi pengusaha yang berorientasi pasar ekspor. Selain pengusaha yang berorientasi ekspor juga pengusaha yang berorientasi lokal, terutama bagi usaha yang terlibat dalam hubungan subkontrak, bahkan dapat meningkatkan kinerjanya. Dampak terkecil yang dianalisis terjadi pada industri menengah-ekspor-non subkontrak dimana industri tersebut mampu untuk meningkatkan volume produksi dan keuntungannya, sedangkan dampak krisis terbesar terjadi pada industri menengah subkontrak lokal serta kecil- lokal-nonsubkontrak.

Penelitian mengenai usaha tahu terfokus populasi usaha tahu dengan

(33)

yang mengambil sampel khusus industri rumah tangga belum dilakukan sehingga penelitian ini terfokus pada industri rumah tangga tahu di Kecamatan Kartasura.

(34)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kinerja Usaha

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) mendefinisikan kinerja sebagai kata

benda yang artinya: 1. sesuatu yang dicapai, 2. prestasi yang diperlihatkan, 3. kemampuan kerja (peralatan). Sesuatu yang dicapai oleh suatu usaha erat

kaitannya dengan tujuan dari usaha tersebut. Nicholson (2002), menyatakan bahwa tujuan setiap perusahaan adalah mengubah input menjadi output. Penilaian kinerja suatu usaha erat hubungannya dengan input dan output.

Bagi pengusaha Usaha Kecil dan Rumah Tangga (UKRT) dengan omset 50 juta rupiah pengubahan input menjadi output ini hanya terbatas untuk kelangsungan usaha tersebut6), sehingga jika terjadi kenaikan harga input akan mempersulit usaha ini karena akan berpengaruh pada biaya produksi, output dan keuntungannya. Pada bulan Oktober 2005 terjadi kenaikan harga BBM. Oktaviani (2005) menyatakan bahwa pada sisi penawaran, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan biaya produksi sehingga harga-harga meningkat (inflasi) dan output menjadi turun.

Dampak tersebut tentunya akan mengakibatkan perubahan pada input dan output UKRT, sehingga produktivitasnya akan berubah. Produktivitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang yang diproduksi) dan sumber atau input yang dipakai untuk menghasilkan hasil tertentu (Lipsey, Courant, Purvis, dan Steiner, 1995). Hubungan fisik antara hasil atau

6) Kuncoro, Mudrajat. “Usaha Kecil di Indonesia: profil, masalah dan strategi pemberdayaannya”..

(35)

output dengan input ini dapat dinyatakan dalam suatu fungsi produksi (Soekartawi, 2003).

3.1.2 Produksi

Produksi (production) adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi hasil yang didinginkan oleh konsumen. Hasil itu dapat berupa barang atau jasa (Swastha dan Sukotjo 1998). Bahan-bahan atau input juga dapat disebut sebagai faktor produksi. Hubungan antara faktor produksi dan hasil atau output dapat dinyatakan dalam fungsi produksi. Soekartawi (2003) mendefiniskan fungsi produksi sebagai hubungan timbal balik antara variable yang dijelaskan (Y) berupa output dan variabel yang menjelaskan (X) berupa input.

Soekartawi (2003) menjabarkan 3 macam fungsi produksi yang sering dipakai dalam analisis produksi yaitu linier, kuadratik dan eksponensial.

1. Fungsi Produksi Linier

Soekartawi (2003) merumuskan secara matematik fungsi produksi ini sebagai berikut:

Y = X1, X2, …, Xn atau

Y = a + b1X1 + b2X2 + …+biXi + … + bnXn dimana:

Y = variable yang dijelaskan X = variable yang menjelaskan

(36)

Y

Y = a + bX

0 X

Gambar 1 Kurva Fungsi Produksi Linier

Kemiringan garis menunjukkan merupakan produk marginal yang dinyatakan sebagai intersep b.

2. Fungsi Produksi Kuadratik

Soekartawi (2003) merumuskan rumus matematik dari fungsi ini yaitu: Y = f (Xi) atau Y = a + bX + cX2

Dimana:

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b, c = parameter yang diduga

Fungsi ini berlaku ketetapan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang, dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = a + bX – cX2

Berikut merupakan gambar kurva fungsi produksi kuadratik

Y

Y = a + bX – cX

0 X

(37)

3. Fungsi Produksi eksponensial

Fungsi ini dapat disebut pula sebagai fungsi Cobb-Douglas. Soekartawi (2003) merumuskan fungsi ini sebagai berikut:

Penyelesaian dari fungsi ini memerlukan bantuan logaritma yang dapat dituliskan sebagai berikut:

LogY = log a + b1 log X1 + b2 log X2+ u Dimana:

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b = parameter yang diduga

u = kesalahan (dissturbance term) e = logaritma natural, e = 2,718

Fungsi ini dapat digambarkan melalui kurva berikut ini: Y

X

Gambar 3 Kurva Fungsi Produksi Eksponensial

Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi Cobb-Douglas lebih sering dipakai dari pada fungsi yang lain dengan alasan sebagai berikut:

1. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah diband ingkan dengan fungsi yang lain.

u

e X aX

Y b b2

2 1 1

(38)

atau

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat return to scale.

Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau decresing retuns to scale. Berdasarkan fungsi Cobb-Douglas diatas dapat dituliskan sebagai persamaan, yaitu:

1 < b1 + b2 <1

Sehingga kemungkinan hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2) < 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

2. Constant return to scale, bila (b1 + b2) = 1, dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.

3. Increasing return to scale, bila (b1 + b2) > 1, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

(39)

D

Daniel (2004) merumuskan elastisitas produksi sebagai berikut:

Keterangan: Ep = elastisitas produksi PM = produk marginal PR = produk rata-rata

Hubungan antara produk masrginal dan rata-rata dapat digambarkan dalam suatu grafik. Gambar 4 menggambarkan hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk

PT = produk rata-rata

I = daerah dengan Ep > 1 dan produksi tidak efisien II = daerah dengan 1 > Ep > 0 dan produksi efisien III = daerah dengan Ep < 1 dan produksi tidak efisien

Gambar 4 Hubungan Antara PT, PR, dan PM Dalam Proses Produksi PR

PM

(40)

Soekartawi (2003) menyatakan hubungan antara PT, PM, PR dan elastisitas produksi sesuai dengan Gambar 4 sebagai berikut:

1. Ep = 1, jika produk rata-rata mencapai maksimum atau bila produk rata-rata sama dengan produk marginal.

2. Sebaliknya, bila PM = 0 dalam situasi PR sedang menurun, maka Ep = 0. 3. Ep > 1 bila PT menaik pada tahapan increasing rate dan PR juga menaik.

Pada tahap ini terjadi di daerah I, produsen masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan.

4. Nilai Ep lebih kecil dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1 < Ep < 0.

5. Dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa ini terjadi di daerah II, dimana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap menaik pada tahapan decreasing rate.

6. Ep < 0, yang berada di daerah III, pada situasi demikian PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun.

7. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan produsen yang bersangkutan.

3.1.3 Biaya Produksi

(41)

administrasi dan umum. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh fungsi produksi untuk mengolah bahan baku menjadi produksi jadi (Mulayadi 2000). Lebih lanjut biaya produksi ini dibagi menjadi tiga yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

Menurut Swastha dan Sukotjo (1998) terdapat beberapa biaya, yaitu: biaya variabel, biaya tetap dan biaya total. Biaya variabel merupakan biaya yang berubah-ubah disebabkan oleh adanya perubahan jumlah hasil. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (konstan) untuk setiap tingkatan/sejumlah hasil yang diproduksi. Contoh dari biaya ini adalah gaji pimpinan, sewa gedung dan pajak kekayaan. Biaya total merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain adalah jumlah dari biaya variabel dan biaya tetap.

3.1.4 Pemasaran

(42)

Sudiyono (2002) menyatakan bahwa pendekatan untuk mempelajari tataniaga ada lima yaitu pendekatan komoditi, pendekatan lembaga, pendekatan fungsi, pendekatan teori ilmu ekonomi dan pendekatan sistem. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), analisis tataniaga ada 4 pendekatan yaitu pendekatan serba fungsi, pendekatan serba lembaga, pendekatan serba barang, dan pendekatan serba sistem. Selain keempat pendekatan tersebut ada juga yang menambahkan dengan pendekatan serba manajemen, dan pendekatan dari segi ekonomi.

1. Pendekatan serba fungsi

Pendekatan ini menelaah tataniaga dari sudut pandang fungsi yang dilakukan. Fungsi adalah jasa-jasa, aktivitas, dan tindakan yang diperlukan dalam proses pengaliran barang dan jasa dari titik produsen hingga titik konsumen dalam keadaan baik, lancar dan teratur. Fungsi tataniaga terdiri dari tiga fungsi pokok yaitu: fungsi pertukaran, fungsi penjualan, dan fungsi fasilitas.

2. Pendekatan serba lembaga

Pendekatan serba lembaga mempelajari tataniaga dari segi organisasi lembaga- lembaga yang turut serta atau terkait dalam proses penyampaian barang dan jasa dari titik produsen sampai titik konsumen. Lembaga- lembaga yang terlibat adalah produsen, pedagang besar, pengecer,agen-agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya.

3. Pendekatan serba barang

(43)

dari titik produsen sampai titik konsumen. Pendekatan ini hanya menekankan kepada komoditi / jasa.

4. Pendekatan serba sistem

Pendekatan serba sistem memperhatikan 3 aspek yaitu:

a. Proses ekonomi yang sedang berjalan dan mengkaji bagaimana kesinambungannya. Dilihat arus komoditi serta arus informasi dari komoditi tersebut.

b. Pengidentifikasian pusat-pusat pengawasan dan aktivitas-aktivitas yang sedang berjalan, artinya dipusat mana atau ditingkat mana keputusan tersebut diambil.

c. Pengidentifikasian suatu mekanisme yang mengintegrasikan aktivitas-aktivitas dalam suatu proses sistem yang sedang berjalan.

5. Pendekatan serba manajemen

Pendekatan serba manajemen difokuskan kepada pendapatan dan keputusan yang diambil oleh manager tentang beberapa variabel yang dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol seperti produksi perusahaan, saluran distribusi, harga, keuangan, administrasi, ketenaga kerjaan, dll. Sedangkan variabel yang tidak dapat dikontrol adalah persaingan, permintaan, masyrakat, dll.

6. Pendekatan dari teori ekonomi.

(44)

3.1.5 Biaya Pemasaran

Biaya pemasaran adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses penyampaian barang atau komoditi mulai dari titik produsen sampai ke titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Pembiayaan merupakan fungsi yang mutlak perlu dalam menangani sistem pemasaran, karena adanya perbedaan waktu yang kadang-kadang cukup lama untuk menyampaikan barang niaga dari produsen ke konsumen.

Tingginya biaya pemasaran akan berpengaruh terhadap harga eceran (harga konsumen) dan harga pada tingkat produsen. Selain itu juga mempengaruhi tingkat margin keuntungan masing- masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran komoditi tertentu.

3.2 Kerangka Operasional

Kenaikan harga BBM yang terjadi pada bulan Oktober 2005 telah banyak merugikan para pengusaha. Harga bahan baku meningkat sedangkan daya beli masyarakat menurun karena kenaikan harga barang-barang. Keadaan ini akan menyulitkan pengusaha yang bermodal kecil terutama usaha kecil dan rumah tangga. Pengusaha akan terpaksa meningkatkan harga produksinya untuk menutupi kenaikan biaya produksi. Salah satu usaha dalam skala kecil dan rumah tangga di Kartasura adalah tahu.

(45)

mengakibatkan peningkatan pada biaya produksi. Berapakah peningkatan biaya produksinya?

Modal menjalankan usaha rumah tangga sangat kecil dan terbatas, sehingga sulit bagi usaha ini menjalankan produksinya karena kenaikan biaya produksi. Sumber daya input yang dimilikipun semakin terbatas karena semakin tidak terjangkau harganya oleh pengusaha. Hal ini akan memaksa pengusaha melakukan perubahan terhadap produksinya. Kondisi tersebut melatar belakangi pengaruh kenaikan harga BBM terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi produksi setiap hari dan kinerja usaha.

(46)

Industri rumah tangga tahu Pong di Kartasura

Gambar 5 Kerangka Operasional Penelitian Kenaikan harga BBM

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi : • Jumlah kedelai

• Jumlah minyak goreng • Jumlah kayu bakar

Penurunan daya beli masyarakat Kenaikan Biaya produksi

Perubahan permintaan Tahu Pong

Perubahan kinerja usaha rumah tangga Tahu Pong di Kartasura

Rekomendasi - Biaya pemasaran - Saluran tataniaga

Struktur Biaya Keuntungan usaha

Biaya produksi Penerimaan

(47)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian mengambil lokasi di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena kecamatan ini merupakan salah satu penghasil Tahu Pong di Sukoharjo. Tahu Pong merupakan salah satu jenis tahu yang dapat dijadikan produk andalan daerah ini, akan tetapi pengelolaan dari segi produksi, pemasaran dan kelembagaan masih sederhana.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari wawancara para pemilik usaha rumah tangga tahu di daerah Kartasura. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur seperti buku potensi kelurahan, kecamatan, kabupaten setempat, departemen terkait, dan BPS.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling

(48)

4.4 Metode Pengolahan Data

Data diolah dengan dua metode pengolahan, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif dilakukan secara deskritif untuk mengetahui gambaran usaha tahu dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajeman, sedangkan metode kuantitatif untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong dan perubahan kinerja usaha Tahu Pong.

Analisis dampak kenaikan harga BBM ini menggunakan metode before and after, sehingga dapat melihat perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi dan kinerja usahanya. Produksi dihitung dalam satuan papan/bulan karena terdapat perbedaan bentuk potongan dan ukurannya. Pengolahan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianalisis dengan regresi berganda yang dibantu program komputer

Minitab 14.

(49)

u

e

X

aX

Y

=

1b1 2b2

Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibattkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel bebas (Y) dan yang lain disebut sebagai variabel menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003). Lebih lanjut Soekartawi menjelaskan fungsi ini umumnya diselesaikan dengan cara regresi karena sesuai fungsi analisis regresi. Gujarati (1978) menyatakan bahwa analisis regresi berkenaan dengan studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan dengan makasud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahuhi atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan (yang belakangan). Soekartawi (2003) menrumuskan secara matematik fungsi ini, yaitu:

Persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut, yaitu:

logY = log a + b1 log X1 + b2 log X2+ u Dimana:

Y = variabel yang dijelaskan X = variabel yang menjelaskan a, b = parameter yang diduga

(50)

Persyaratan dari fungsi Cobb-Douglas ini adalah:

1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.

2. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.

3. Tiap variabel X adalah perfect competition.

4. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u. Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhada p Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Tahu Pong

Analisis pengaruh ini dengan membandingkan hasil analisis regresi berganda faktor- faktor yang mempengaruhi produksi tahu pong setiap bulan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

ε

Y = Produksi tahu pong setiap hari (papan/bulan) 0

β = Intersep 8

1−

β = Koefisien regresi

X1 = Jumlah penggunaan kedelai setiap bulan (kg/bulan)

X2 = Jumlah penggunaan minyak goreng setiap bulan (kg/bulan)

(51)

Model tersebut kemudian di uji dengan uji statistik F untuk mengetahui penga ruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, dengan cara:

Gujarati (1978) merumuskan statistik ujinya sebagai berikut:

ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan

RSS = Jumlah kuadrat residual

N = Jumlah pengamatan

k = Jumlah koefisien Kriteria Uji:

Jika : F-hit< F-tabel, maka terima H0, artinya variabel amatan (Xi) secara

serentak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).

Jika : F-hit> F-tabel, maka tolak H0, artinya variabel amatan (Xi) secara

serentak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).

(52)

Hipotesis :

H0 : bi = 0; artinya variabel amatan (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi)

H1 : bi ? 0; artinya variabel amatan (Xi) berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi)

Gujarati (1978) merumuskan statistik ujinya dengan derajat bebas N – k, yaitu:

t-hit(N-k) =

berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).

Jika : t-hit(N-k) > t-tabel, maka tolak H0, artinya variabel amatan (Xi)

berpengaruh nyata terhadap produksi tahu pong (Yi).

Perbandingan ukuran kebaikan-suai (goodness of fit) dari dua garis regresi yang sama jenis dan jumlah variabelnya dapat menggunakan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi adalah proporsi (bagian) atau prosentase total variasi dalam variabel produksi tahu pong (Y) yang dapat dijelaskan oleh model. Gujarati (1978) koefisien ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

R2= TSS ESS

Dimana:

ESS = jumlah kuadrat yang dijelaskan

TSS = jumlah kuadrat total

(53)

Model regresi linier majemuk mensyaratkan tidak adanya multikolinearitas atau hubungan linier di antara variabel bebas. Gujarati (1978) mengkondisikan multikolinearitas sebagai berikut:

?1X1 + ?2X2 + .... + ?kXk = 0 dimana:

X1, X2, ..., Xk = variabel besar ?1, ?2, ...., ?k = konstanta

Mulitikolinearitas ini dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance Inflation Factors (VIF). Jika nilai VIF lebih dari 10 maka terdapat multikolinearitas dalam model regresi tersebut dan jika nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinearitas dalam model regresi.

(54)

Analisis keuntungan usaha dengan cara membandingkan keuntungan pada saat sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Analisis keuntungan usaha menggunakan rumus matematis yang dirumuskan oleh Soekartawi (1978), sebagai berikut:

K = PrT – B Keterangan:

K = Keuntungan usaha setiap bulan (Rp/bulan)

PrT = Penerimaan total usaha setiap bulan (Rp/bulan) B = Biaya total yang dikeluarkan setiap bulan (Rp/bulan)

Sedangkan penerimaan total dihitung dengan rumus matematis yang dirumuskan oleh Soekartawi (1978) sebagai berikut :

PrT = P x Q Keterangan:

PrT = Penerimaan usaha setiap bulan (Rp/bulan) P = Harga tahu (Rp/potong)

Q = Jumlah tahu yang diproduksi setiap bulan (potong/bulan)

4.5 Definisi Istilah

Definisi operasional digunakan untuk menyamakan pengertian mengenai istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen. Biaya produksi adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam penciptaan barang/ jasa.

(55)

3. Biaya tetap merupakan penjumlahan biaya penyusutan peralatan yang terdiri dari ember, papan, wajan, serok, susuk, dan tampah yang dihitung dengan metode garis lurus, sebagai berikut:

nilai pembelian – nilai penjualan Biaya tetap =

waktu pemakaian

4. Papan adalah alas dasar dari kayu untuk mencetak Tahu Putih. Papan digunakan sebagai satuan produksi Tahu Putih.

5. Masakan merupakan sebutan untuk mengubah kedelai menjadi Tahu Putih. Masakan juga menjadi satuan untuk upah yang diberikan untuk mengubah kedelai menjadi Tahu Putih.

6. Biaya pabrik adalah biaya yang dikeluarkan pengusaha rumah tangga kepada pemilik pabrik karena mengolah kedelainya menjadi Tahu Putih.

7. Pemasaran adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya

8. Produksi adalah pengubahan bahan-bahan dari sumber-sumber menjadi barang atau jasa.

(56)
(57)

V GAMBARAN UMUM INDUSTRI TAHU

5.1 Industri Tahu di Kartasura

Kartasura merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan ini terletak di daratan tinggi dengan luas 1.923 Ha yang terbagi menjadi 10 desa dan dua kelurahan. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar di sebelah utara, Kota Surakarta di sebelah timur, Kecamatan Gatak di sebelah selatan dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat. Jumlah penduduk mencapai 87.283 jiwa pada tahun 2004. Perekonomian daerah ini didominasi oleh

industri pengolahan yang disusul usaha perdagangan, hotel dan restoran (BPS Sukoharjo, 2004)

Salah satu jenis industri pengolahan di Kartasura adalah industri Tahu dengan dua sentra industri, yaitu Kelurahan Kartasura dan Wirogunan. Kelurahan

Kartasura memiliki 25 usaha kecil tahu dan 22 unit usaha kecil di Wirogunan. Tabel 6 menjabarkan sentra industri kecil tahu di Kabupaten

Sukoharjo.

Tabel 6 Daftar sentra industri kecil tahu di Kabupaten Sukoharjo

Kelurahan Kecamatan Unit Usaha

2005 2004 2003 2002

Karanganyar Weru 54 54 54 54

Bulu Bulu 24 24 24 24

Wirogunan Kartasura 22 22 22 22

Kartasura Kartasura 25 25 25 25

Plesan Nguter 30 30 30 30

Celep Nguter 44 44 44 44

Parang joro Grogol 32 32 30 30

Magendo Grogol 32 27 25 25

Mancasan Baki 22 22 20 20

Jumlah 285 280 269 269

(58)

Usaha tahu skala rumah tangga juga terdapat di Wirogunan walaupun jumlahnya belum diketahui secara pasti. Jumlah ini tidak mengalami peningkatan atau penurunan dari tahun 2002 - 2005. Sentra industri kecil tahu di Kelurahan Kartasura berpusat di dukuh Purwogondo. Daerah ini merupakan cikal bakal usaha tahu pertama kali di Kecamatan Kartasura yang didirikan oleh Bapak Teguh. Akan tetapi, usaha ini tidak dapat bertahan sampai sekarang. Karyawannya yang umumnya berasal dari Purwogondo mendirikan usaha tahu sendiri di Purwogondo. Dalam perkembangannya, usaha ini menyebar ke daerah sekitarnya yaitu di kelurahan Ngabeyan dan Wirogunan dengan jumlah masing- masing sembilan dan 13 unit usaha kecil tahu.

Produksi tahu Kartasura ada tiga jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong. Umumnya usaha di Purwogondo memproduksi Tahu Putih, sedangkan usaha tahu di Wirogunan dan Ngabeyan memproduksi ketiga tahu tersebut.

5.1.1 Industri Tahu Putih di Kartasura

Tahu Putih merupakan produk olahan langsung dari kedelai yang memiliki potongan kotak. Tahu ini harus diolah lagi agar dapat dikonsumsi langsung. Tahu Putih Kartasura di produksi di tiga wilayah yaitu Purwogondo, Ngabeyan dan Wirogunan. Perbedaan tahu di tiga wilayah ini adalah jumlah produksi dan sistem penyaluran produk kepada konsumen.

(59)

sampai dengan 1.200 rupiah. Usaha tahu di Wirogunan dan Ngabeyan sama jumlah produksinya mencapai sepuluh masakan setiap hari. Penjualannya langsung ditangani pemilik usaha kepada konsumen akhir atau pedagang perantara dipasar tradisional.

5.1.2 Industri Tahu Magel di Kartasura

Tahu Magel merupakan produk lanjutan dari Tahu Putih. Persamaannya dengan Tahu Pong adalah cara pembuatannya yaitu Tahu Putih digoreng dalam minyak goreng, sedangkan perbedaannya terletak pada lama penggorengan dan konsumsinya. Jika Tahu Pong digoreng sampai kosong tengahnya atau menggelembung ukurannya, maka Tahu Magel tidak sampai menggelembung dan waktu dibutuhkan lebih singkat daripada Tahu Pong. Tahu Magel tidak dibumbui dan dikonsumsi langsung seperti Tahu Pong karena kegunaannya sebagai bahan masakan.

Produksi tahu ini hanya dijumpai di Ngabeyan dan Wirogunan denga n jumlah usaha lebih sedikit daripada usaha tahu yang memproduksi Tahu Pong. Daerah penjualan Tahu Magel terbatas di daerah Kartasura dan Boyolali.

5.1.3 Industri Tahu Pong di Kartasura

Tahu Pong merupakan produk lanjutan Tahu Putih yang dapat dikonsumsi langsung. Ciri tahu ini mirip tahu Sumedang yaitu ompong atau kosong di dalamnya, akan tetapi kulit Tahu Pong lebih tipis daripada Tahu Sumedang. Bentuk tahunya ada dua yaitu kencong atau segitiga dan kotak.

(60)

penjualannya telah tersebar pada daerah sekitar Kartasura seperti Boyolali, Klaten, Sukoharjo dan Surakarta.

5.2 Proses Pembuatan Tahu Kartasura

Cara pembuatan Tahu Putih Kartasura sama dengan tahu di daerah lain, sedangkan pembuatan tahu Pong dan Magel dengan cara digoreng dan dibumbui. Tahapan dalam membuat Tahu Putih, Magel dan Pong di Kartasura akan dijabarkan sebagai berikut :

1) Pemilihan kedelai dan Perendaman Kedelai

Bahan baku utama Tahu adalah kedelai. Terdapat dua jenis kedelai yang digunakan, yaitu kedelai impor yang disebut dengan kedelai Amerika dan kedelai lokal. Perbandingan yang digunakan antara kedelai Amerika dan lokal adalah 2:1 atau 1:1 dengan jumlah campuran kedelai sebanyak enam sampai dengan sepuluh kilogram. Kedelai ini kemudian direndam dengan air selama + dua jam.

2) Penggilingan kedelai

Kedelai rendaman dibuang airnya untuk dic uci dengan air bersih secara berulang-ulang. Setelah itu kedelai digiling dengan mesin giling yang digerakan dinamo atau diesel. Dinamo menggunakan bahan bakar listrik sedangkan diesel menggunakan bahan bakar solar. Penggilingan ini ditambahkan air sedikit demi sedikit.

3) Pemasakan dan pengendapan bubur Kedelai

(61)

melalui pipa ke dalam bak berisi bubur kedelai dengan memberikan air agar menjadi encer. Pemasakan ini memakan waktu kurang lebih 30 menit. Setelah itu bubur dipindahkan kedalam bak berukuran lebih besar daripada bak pemasakan sambil menyaring bubur untuk memisahkan ampas dan air perasannya.

Air perasan merupakan sari (pati) kedelai. Pati tahu diaduk pelan-pelan sambil ditambahkan cairan atau air kecut. Hasil pencampuran antara pati tahu dan air kecut ini dinamakan bit tahu. Bit tahu kemudian diendapkan setelah itu lapisan air paling atas diambil untuk ditampung pada ember yang nantinya digunakan kembali sebagai campuran dengan pati tahu. Pada pendirian pabrik tahu pertama kali, air kecut didapatkan dengan mencampur cuka 100 ml dengan air sebanyak satu gentong.

4) Pencetakan dan pengepresan

Bit tahu yang telah diendapkan dalam bak kemudian ditampung di papan pencetakan kayu yang telah dilapisi kain tipis. Umumnya ukuran cetakan adalah 70x70 cm. Kedelai sebanyak lima sapai dengan tujuh kilogram dapat dijadikan dua buah cetakan, sedangkan sepuluh kilogram menjadi tiga buah cetakan dan 20 kilogram menjadi sepuluh cetakan. Setelah bit tahu dimasukkan ke dalam cetakan kemudian ditutup dengan kayu dan dipres dengan membebankan batu besar di atasnya.

5) Penggorengan

(62)

kurang lebih lima menit. Gambar 6 memuat bagan pembuatan Tahu Pong Kartasura.

Gambar 6 Bagan Pembuatan Tahu Kartasura

Perbedaan pembuatan Tahu Pong dan Tahu Bandung atau Tahu Sumedang. Terletak pada proses lanjutan pada Tahu Putih untuk menghasilkan ketiga tahu tersebut. Tahu Putih pada Tahu Bandung direbus dengan air yang telah di campur dengan kunyit, sedangkan Tahu Putih pada Tahu Sumedang terlebih dahulu

kedelai

Air Bubur kedelai

penggilingan

Penyaringan Pemasakan

Tahu

Pong Bumbu

Air kecut Pati kedelai

Ampas

Pencetakan

Pemotongan dan penggorengan Pengendapan

Tahu Putih

Tahu Magel

(63)

direbus dengan air campuran garam kemudian dilanjutkan proses penggorengan Potongan-potongan Tahu Putih Kartasura tidak mengalami perebusan akan tetapi langsung digoreng yang disusul pemberian bumbu-bumbu. Proses pembuatan Tahu Sumedang dan Tahu Bandung terdapat pada Gambar 7 (Sidauruk, 2005).

Gambar 7 Bagan Pembuatan Tahu Bandung dan Tahu Sumedang

5.3 Keragaan Usaha Tahu di Kartasura 5.3.1 Usaha Kecil Tahu di Kartasura

Usaha kecil tahu Kartasura telah memiliki pabrik pengolahan tahu yang berpusat di Kelurahan Kartasura sebanyak 22 unit, Wirogunan sebanyak 13 unit

kedelai

Susu kedelai

Penggumpal (asam nabati)

ampas penggilingan perebusan

penggumpalan

penyaringan

Pencetakan

Perebusan dengan air campuran kunyit

Perebusan dengan air campuran garam

penggorengan

(64)

dan Ngabeyan sebanyak 12 unit (Deperindagkop dan Penanaman Modal Kabupaten Sukoharjo 2005). Jenis tahu yang dijual di Kelurahan Kartasura adalah Tahu Putih, sedangkan tahu di Wirogunan dan Ngabeyan adalah Tahu Putih, Tahu Pong dan Tahu Magel.

1) Modal

Modal awal usaha ini untuk pembangunan pabrik dan pembelian peralatan. Pembangunan pabrik digabung atau terpisah dengan tempat tinggal. Umumnya pabrik di Purwogondo dibangun terpisah dari tempat tinggal, sedangkan usaha di Wirogunan dan Ngabeyan digabung dengan tempat tinggal. Tabel 7 menjabarkan modal awal bagi usaha tahu.

Tabe l 7 Modal Awal Usaha Kecil Tahu

Keterangan Total biaya (Rp)

Lahan 17.500.000

Bangunan 10.000.000

Dinamo 2.000.000

Penggilingan 4.000.000

Drum 1.000.000

Pipa – pipa 1.000.000

Pompa air 400.000

Cetakan (blabak) 2.500.000

Saringan + gayung 500.000

Ember – ember 200.000

Listrik 1.000.000

Total 40.100.000

(65)

Cetakan-cetakan Tahu berukuran 70 x 70 cm yang disebut papan. Satu kali proses pembuatan Tahu Putih menghasilkan dua cetakan tahu. Air yang digunakan dalam produksi tahu berasal dari air sumur dan tidak menggunakan air PAM karena air yang dibutuhkan dalam jumlah besar.

2) Bahan Baku

Bahan baku utama tahu adalah kedelai dari jenis lokal dan impor (kedelai Amerika). Campuran kedelai lokal dan impor berbeda-beda, diantaranya adalah 1 : 1 dan 1 : 2 dengan jumlah total untuk satu proses pembuatan tahu sebanyak enam sampai dengan tujuh kilogram. Satu hari membutuhkan kedelai 2,5 sampai

dengan tiga kwintal/hari sehingga pembelian kedelai langsung kepada pedagang grosir kedelai di kota Surakarta. Pembelian langsung kepada petani dari Boyolali dan Klaten juga dilakukan jika terjadi panen kedelai.

3) Tenaga kerja

Rata-rata tenaga kerja yang digunakan di Purwogondo sebanyak tiga sampai

dengan lima orang dari daerah sekitar. Sistem upah berdasarkan borongan sebesar 2.000 rupiah/masakan. Tenaga kerja yang berkerja di Wirogunan dan Ngabeyan

sebanyak satu sampai dengan empat orang/unit usaha dengan dibantu anggota keluarga atau pemilik usaha. Penentuan upah berdasarkan jumlah masakan dengan bayaran setiap tenaga kerja antara 1.000 rupiah/masakan sampai dengan 1.500 rupiah/masakan.

(66)

Besar upah dalam satu hari antara 10.000 rupiah/orang sampai dengan 15.000 rupiah/orang.

4) Penjualan

Tahu putih dijual oleh pengusaha tahu di Purwogondo seharga 27.000 rupiah/masakan hingga 30.000 rupiah/masakan, sedangkan pengusaha di Wirogunan dan Ngabeyan menjualnya dalam berbagai potongan kotak atau

kencong (segitiga) dan harga. Jenis tahu yang dijual ada tiga jenis yaitu Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong.

5) Pendapatan usaha

Pendapatan usaha tahu Purwogondo didapatkan dari penjualan tahu dan ampasnya. Ampas tahu dijual dengan harga 2.500 rupiah hingga 3.000 rupiah untuk satu masakan. Pengusaha tahu di Purwogondo dapat memproduksi hingga 50 masakan setiap hari, akan tetapi jumlah tersebut di Wirogunan dan Ngabeyan merupakan gabungan olahan bahan baku kedelai milik pribadi dan pengusaha rumah tangga. Pendapatan di Wirogunan dan Ngabeyan didapatkan dari penjualan tahu, ampas tahu dan jasa pengolahan kedelai milik usaha rumah tangga tahu di daerah sekitarnya. Tabel 8 menjabarkan pendapatan yang diperoleh oleh pengusaha tahu di Kartasura.

Tabel 8 Pendapatan Usaha Kecil Tahu di Purwogondo

No Keterangan Pengusaha

Purwogondo

Pengusaha Wirogunan dan Ngabeyan

1 Produksi (masakan/ bulan) 1.500 360

2 Penjualan (rupiah/ bulan) 48.750.000 16.192.800

(67)

5.3.2. Usaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura

Usaha rumah tangga tahu di Kartasura tersebar di Kelurahan Ngabeyan dan Wirogunan. Karakteristik pengusaha rumah tangga tahu di Kartasura pada usia pemilik usaha didominasi usia 51-60 tahun sebesar 36.67 persen dengan jumlah anggota keluarga didominasi sebanyak empat sampai dengan lima orang sebesar 43.33 persen, sehingga umumnya tenaga kerja diperoleh dari anggota keluarga. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh pengusaha ini didominasi sekolah lanjutan tingkat pertama sebesar 33.33 persen, sedangkan umur usaha didominasi satu hingga sepuluh tahun sebesar 53.33 persen. Usia usaha yang didominasi satu hingga sepuluh tahun menjelaskan bahwa pendirian usaha untuk meningkatkan pendapatan yang turun akibat goncangan ekonomi yaitu krisis ekonomi tahun 1997 dan kenaikan harga BBM. Tabel 9 menjabarkan karakteristik pengusaha rumah tangga di Kartasura.

Tabel 9 Karakteristik Pengusaha Rumah Tangga Tahu di Kartasura

Keterangan Jumlah pengusaha rumah tangga tahu (%)

Umur (tahun): Jumlah anggota keluarga (orang):

(68)

Umumnya usaha ini tidak memiliki pabrik pengolahan tahu sehingga terdapat kerjasama dengan pemilik pabrik untuk mengolah kedelainya menjadi Tahu Putih dengan upah jasa 3.500 rupiah/masakan hingga 4.000 rupiah/masakan. Tahu yang diproduksi adalah Tahu Putih, Tahu Magel dan Tahu Pong dengan porsi Tahu Pong lebih banyak. Gambar 8 menjelaskan produksi yang dilakukan oleh usaha rumah tangga di Kartasura.

Tahu Putih

Kedelai

Gambar 8 Produksi Tahu Skala Rumah Tangga di Kartasura 1) Modal awal

Modal awal usaha ini lebih sedikit dari pada usaha kecil tahu karena usaha ini tidak memiliki pabrik pengolahan tahu. Modal awal digunakan untuk pembelian peralatan yaitu yaitu wajan pengorengan, serok, susuk, tampah.

2) Bahan baku

Jumlah bahan baku kedelai untuk satu cetakan berbeda-beda antar pengusaha yaitu antara tiga kilogram/masakan sampai dengan tujuh kilogram/masakan. Jenis kedelai yang digunakan adalah kedelai impor atau lebih dikenal dengan jenis Amerika. Umumnya kedelai dibeli dari pedagang-pedagang eceran yang ada di daerah sekitar.

Pabrik Tahu Usaha rumah tangga

Penggorengan Tahu putih

Gambar

Tabel 1  Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (berdasarkan berat kering)
Tabel 3  Jumlah unit-unit jenis industri yang ada di propinsi Jawa Tengah
Tabel 5  Komposisi asam amino tahu dibandingkan dengan komposisi   Asam
Gambar 1 Kurva Fungsi Produksi Linier
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan jumlah kakao bubuk dan gula pada cokelat dark dan jumlah susu bubuk dan gula pada cokelat white terhadap kadar air, kadar lemak dan titik leleh lemak

Menurut Levey dan Loomba (2000) Proses, Suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan untuk menjadikan hasil yang diharapakan dari sistem tersebut

Berdasarkan kinerja angkutan umum yang telah ditinjau dengan standar world Bank (1986), maka dapat dikatakan untuk trayek A memiliki kecepatan, waktu perjalanan,

Berikut ini contoh penulisan tag HTML dan atribut untuk menentukan warna latar belakang dari badan dokumen yang benar, kecuali

menyediakan pilihan bagi segmentasi menengah. Berbagai macam fasilitas yang disediakan, seperti fasilitas kursi yang nyaman, hiburan via elektronik, Wi-Fi, dan telepon

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling adalah proses interaksi antara konselor dengan klien atau konseli, baik secara langsung (tatap

Data dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) jenis sesuai dengan sumber perolehannya, yaitu: (1) Data Primer, berupa data prestasi akademik dan non akademik

Manajemen waktu yang terdapat dalam proyek ini dapat dikatakan masih belum begitu baik, hal ini dapat dilihat dari adanya kesimpangan antara jadwal yang direncanakan dengan