• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hubungan cuaca dan jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) dengan fungsi transfer studi kasus kota surabaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hubungan cuaca dan jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) dengan fungsi transfer studi kasus kota surabaya"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

USWATUN HASANAH. Analisis Hubungan Cuaca dan Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Fungsi Transfer. Studi Kasus Kota Surabaya. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan KUSMAN SADIK.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk

Aedes Aegypti. Peningkatan penyebaran penyakit akibat gigitan nyamuk ini harus segera diwaspadai. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan tersebut. Salah satunya adalah akibat pengaruh cuaca, seperti curah hujan dan suhu udara. Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh curah hujan dan suhu udara terhadap jumlah penderita DBD.

Model fungsi transfer yang dihasilkan menjelaskan bahwa jumlah penderita DBD dipengaruhi oleh curah hujan dua bulan sebelumnya dan suhu udara tiga bulan sebelumnya. Proses peramalan 1 tahun ke depan menghasilkan nilai MAPE sebesar 87.85. Untuk 7 bulan pertama hasil peramalan dengan model fungsi transfer lebih mendekati data aktual dibandingkan dengan model ARIMA. Tetapi, untuk 5 bulan berikutnya hasil peramalan dengan menggunakan ARIMA lebih sesuai.

(2)

ANALISIS HUBUNGAN CUACA DAN JUMLAH PENDERITA

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN FUNGSI TRANSFER

Studi Kasus Kota Surabaya

USWATUN HASANAH

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

USWATUN HASANAH. Analisis Hubungan Cuaca dan Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Fungsi Transfer. Studi Kasus Kota Surabaya. Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan KUSMAN SADIK.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk

Aedes Aegypti. Peningkatan penyebaran penyakit akibat gigitan nyamuk ini harus segera diwaspadai. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan tersebut. Salah satunya adalah akibat pengaruh cuaca, seperti curah hujan dan suhu udara. Model fungsi transfer merupakan suatu model peramalan deret waktu berganda yang dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh curah hujan dan suhu udara terhadap jumlah penderita DBD.

Model fungsi transfer yang dihasilkan menjelaskan bahwa jumlah penderita DBD dipengaruhi oleh curah hujan dua bulan sebelumnya dan suhu udara tiga bulan sebelumnya. Proses peramalan 1 tahun ke depan menghasilkan nilai MAPE sebesar 87.85. Untuk 7 bulan pertama hasil peramalan dengan model fungsi transfer lebih mendekati data aktual dibandingkan dengan model ARIMA. Tetapi, untuk 5 bulan berikutnya hasil peramalan dengan menggunakan ARIMA lebih sesuai.

(4)

ANALISIS HUBUNGAN CUACA DAN JUMLAH PENDERITA

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN FUNGSI TRANSFER

Studi Kasus Kota Surabaya

USWATUN HASANAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Analisis Hubungan Cuaca dan Jumlah Penderita Demam

Berdarah Dengue (DBD) dengan Fungsi Transfer. Studi Kasus

Kota Surabaya

Nama Mahasiswa

: Uswatun Hasanah

NIM :

G14103013

Menyetujui :

Pembimbing I ,

Pembimbing II ,

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc. Kusman Sadik, S.Si, M.Si.

NIP 130605236

NIP 132158751

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP 131578806

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam senantiasa dilimpahkan kepada tauladan umat Rasulullah Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya yang senantiasa istiqomah mengemban Islam.

Banyak ilmu dan pelajaran yang sangat dirasakan oleh penulis dalam proses pembuatan karya ilmiah ini, sehingga pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih, diantaranya kepada :

1. Bapak Aji Hamim Wigena dan Bapak Kusman Sadik sebagai pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan waktu dan sarannya kepada penulis.

2. Seluruh dosen Departemen Statistika IPB atas ilmu yang bermanfaat.

3. Bapak Achmad Sasmito beserta Staf Bidang Analisis Data Meteorologi BMG Jakarta.

4. Teristimewa kupersembahkan karya kecil ini untuk Papa dan Mama yang selalu memberi motivasi serta doa tiada putus.

5. Kak Heri, Unin Yanti, Bang Ruslan, Unin Ina, Bang Iwan, Bang Wiwin, Mbak Endang, Bang Ari dan Kak Adek.. Thanks God, Engkau berikan aku keluarga yang begitu indah..

6. Malaikat-malaikat kecilku..Icha, Haekal, Sutan, Ami dan Adri..Celoteh kalian adalah semangat buat mami, makasih sayang ya..

7. Ntang, Me2i, Muti, Suci, Ndri dan Essi.. Terima kasih atas sentuhan warna indah yang kalian berikan dalam hidup ash..

8. Rosit (terimakasih telah membuat SAS itu jauh lebih mudah), Riko (meskipun kerjaan ash gak terselamatkan, tapi..bantuan lo berarti banget, makasi ya..)

9. Shinta, Rini, Oci, K’Rio..Terima kasih telah menemani di hari-hari sulit ash..Motivasi dan semangat yang kalian berikan sangat berarti..Maaf ya kalo ash sering ngeluh..

10. Teman-teman di STK 40. Terima kasih atas kebersamaannya selama 4 tahun ini. Semoga kita bisa bertemu kembali dalam kesuksesan. Amien.

11. Adik kelasku STK 41 dan STK 42..

12. Bu Dedeh, Bu Sulis, Bu Markonah, Pak Iyan, Mang Sudin, Mang Herman, Bang Dur, Bu Aat..Terima kasih atas segala bantuannya.

Bogor, Desember 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 9 Mei 1985 sebagai anak keenam dari enam bersaudara, anak dari pasangan Ismetsyah Nasution dan Rohani Lubis.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Padangsidimpuan pada tahun 1997, studi penulis dilanjutkan di SMPN 1 Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 3 Plus YPMhb Sipirok, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Cuaca dan DBD ... 1

Model Deret Waktu ARIMA ... 1

Kriteria Pemilihan Model ... 4

Model Fungsi Transfer ... 4

BAHAN DAN METODE ... 6

Bahan Penelitian ... 6

Metode Penelitian ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Eksplorasi Data ... 6

Mempersiapkan Deret Output dan Deret Input (Penstasioneran Data) ... 7

Identifikasi Model ARIMA ... 7

Prewhitening Deret Input Curah Hujan ... 9

Prewhitening Deret Input Suhu Udara ... 9

Menghitung Korelasi Silang ... 9

Identifikasi Model Awal ... 9

Identifikasi Model Sisaan ... 10

Pendugaan Akhir Parameter Model Fungsi Transfer ... 10

Peramalan ... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

Kesimpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nilai Lambda dan Transformasinya ... 2

2. Nilai SBC dan AIC Kandidat Model ARIMA x1t ... 8

3. Nilai SBC dan AIC Kandidat Model ARIMA x2t ... 8

4. Model Fungsi Transfer x1t ... 10

5. Model Fungsi Transfer x2t ... 10

6. Evaluasi Peramalan Model Fungsi Transfer dan Model ARIMA ... 11

7. Hasil Peramalan Model Fungsi Transfer Secara Bertahap ... 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Grafik Kasus DBD Rata-rata Bulanan ... 6

2. Plot yt Stasioner ... 7

3. Plot x1t Stasioner ... 7

4. Plot x2t Stasioner ... 7

5. Plot ACF Deret Input x1t ... 7

6. Plot PACF Deret Input x1t ... 7

7. Plot ACF Deret Input x2t ... 8

8. Plot PACF Deret Input x2t ... 8

9. Plot ACF Deret Output yt ... 9

10. Plot PACF Deret Output yt ... 9

11. Plot Data Aktual dan Data Prediksi ... 11

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Petunjuk Penentuan Nilai Ordo Pada Proses ARIMA Berdasarkan Plot ACF dan PACF ... 15

2. Plot Data Asli Demam Berdarah Dengue, Curah Hujan dan Suhu Udara ... 15

3. Plot ACF dan PACF Data Asli DBD, Curah Hujan dan Suhu Udara ... 16

4. Hasil Uji Augmented Dicky-Fuller Data Asli ... 17

5. Hasil Uji Augmented Dicky-Fuller Setelah Pembedaan Satu Kali ... 18

6. Pendugaan Parameter ARIMA (0,1,0)(1,0,0)12 Deret Input Curah Hujan ... 19

7. Pendugaan Parameter ARIMA (0,1,0)(1,0,1)3 Deret Input Suhu Udara ... 19

8. Pendugaan Parameter ARIMA (0,1,0)(0,0,1)12 Deret Output DBD ... 20

9. Hasil Korelasi Silang antara x1t dengan yt dan antara x2t dan yt ... 21

10. Pendugaan Awal Model Fungsi Transfer ... 22

11. Plot ACF dan PACF Deret Sisaan ... 22

12. Hasil Pendugaan Akhir Model Fungsi Transfer ... 23

13. Plot ACF dan PACF Sisaan Model Fungsi Transfer ... 23

14. Statistik χ2 Box-Pierce Untuk Menguji Kebebasan Sisaan Model Fungsi Transfer ... 24

15. Statistik χ2 Box-Pierce Untuk Menguji Kebebasan Antara Input dan Sisaan ... 24

16. Hasil Peramalan ... 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semua makhluk hidup di permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca/iklim. Demikian halnya dengan nyamuk

Aedes aegypti sebagai penyebab penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Peningkatan penyebaran penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti ini disebabkan pengaruh cuaca seperti curah hujan dan suhu udara. Tingginya curah hujan membuat sejumlah daerah rawan terjadi genangan air. Sedangkan genangan air ini merupakan tempat yang sangat disukai bagi berkembangnya jentik nyamuk penyebab demam berdarah (Imron 2007).

Jumlah penderita DBD yang semakin meningkat tajam harus segera diwaspadai. Sebuah model analisis penyakit menular menunjukkan bahwa kasus DBD di Indonesia akan meningkat lebih dari 4 kali, yaitu dari 6 kasus di tahun 1989 menjadi 26 kasus per 10.000 orang di tahun 2070 (Agus 2007).

Peningkatan jumlah penderita DBD dapat dimodelkan dengan menggunakan metode ARIMA. Begitu juga dengan peningkatan curah hujan dan suhu udara. Akan tetapi hubungan antara curah hujan dan suhu udara dengan peningkatan jumlah penderita DBD tidak dapat dimodelkan dengan metode ARIMA, karena metode ini hanya untuk satu peubah. Untuk mengatasi hal tersebut, digunakan model fungsi transfer.

Model fungsi transfer adalah suatu model peramalan deret waktu berganda yang menggabungkan beberapa karakteristik model-model ARIMA satu peubah dengan beberapa karakteristik analisis regresi (Makridakis et al. 1983). Model fungsi transfer diharapkan dapat menjelaskan pengaruh curah hujan dan suhu udara terhadap jumlah penderita DBD, sehingga dapat dipertimbangkan dalam perencanaan atau kebijakan strategis terhadap dampak perubahan cuaca.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Membuat model fungsi transfer yang menjelaskan hubungan antara curah hujan dan suhu udara dengan jumlah penderita DBD.

2. Melakukan peramalan jumlah penderita DBD.

3. Membandingkan hasil peramalan model fungsi transfer dengan model ARIMA.

TINJAUAN PUSTAKA

Cuaca dan DBD

Cuaca merupakan keadaan udara di suatu tempat. Unsur-unsur cuaca terdiri dari curah hujan, suhu udara, kelembapan udara, tekanan atmosfer dan angin. Sedangkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes aegypti. WHO menyatakan bahwa daerah tropis merupakan daerah hiperendemik DBD dan berdasarkan tinjauan meteorologi daerah tropis merupakan daerah yang kaya hujan sepanjang tahun sehingga perkembangbiakan nyamuk sangat erat kaitannya dengan masalah cuaca/iklim di suatu wilayah (BMG 2006).

Perubahan iklim/cuaca seperti perubahan suhu dan perubahan curah hujan dapat mempengaruhi organisme vektor DBD yaitu terjadi perubahan dalam pergerakan, perkembangbiakan dan tingkah laku, serta mempengaruhi kecepatan kematangan dan lamanya hidup vektor penginfeksi (LIPI 2006).

Curah hujan merupakan bentuk air cair yang jatuh ke permukaan bumi. Banyaknya curah hujan yang mencapai tanah atau permukaan bumi selama selang waktu tertentu dinyatakan dengan ketebalan atau ketinggian air hujan seandainya menutupi proyeksi horizontal permukaan bumi dan tidak ada yang hilang karena penguapan, limpasan, dan infiltrasi atau peresapan.

Suhu didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan suatu benda yang secara mikroskopik berkaitan dengan gerakan molekul, semakin besar kecepatan molekul maka suhu akan semakin tinggi (BMG 2006).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh BMG pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa jumlah penderita DBD berkaitan erat dengan intensitas dan jumlah hari hujan. Hujan yang terjadi saat ini tidak secara langsung berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penderita DBD, tetapi terdapat selang waktu (time lag) beberapa bulan kemudian (BMG 2006).

Model Deret Waktu ARIMA

(12)

berordo-q atau merupakan kombinasi keduanya. Pembeda berordo-d dilakukan jika data deret waktu tidak stasioner. Kebanyakan data deret waktu bersifat non stasioner, padahal aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA menghendaki data yang stasioner.

Kestasioneran Data Deret Waktu

Syarat utama dalam membuat model ARIMA adalah data bersifat stasioner, baik dalam rataan maupun ragam. Data dikatakan stasioner jika fluktuasi data berada di sekitar nilai yang konstan (stasioner dalam rataan) dan ragam dari fluktuasi tersebut tetap konstan dari waktu ke waktu (stasioner dalam ragam).

Pemeriksaan kestasioneran data dapat dilihat dari plot data terhadap waktu dan plot korelasi dirinya (ACF). Deret waktu yang stasioner memiliki pola plot ACF yang menunjukkan penurunan nilai-nilai korelasi diri dengan cepat mendekati nol. Sebaliknya deret waktu yang tidak stasioner memiliki pola plot ACF yang menunjukkan penurunan nilai-nilai korelasi diri secara lambat. Fungsi korelasi diri dinotasikan sebagai berikut :

(

)(

)

(

)

= − = + − − − = N t t k N t k t t k X X X X X X r 1 2 1 dengan :

Xt = nilai pengamatan pada waktu ke-t

rk = nilai korelasi diri pada lag ke-k

N = banyaknya pengamatan deret waktu k = lag yang diamati

t = 1,2,3,…,N

Ketidakstasioneran data deret waktu terbagi dua, yaitu tidak stasioner dalam rataan dan tidak stasioner dalam ragam. Data deret waktu yang tidak stasioner dalam rataan dapat distasionerkan dengan cara pembedaan dengan derajat d. Secara umum, pembedaan dengan derajat d bisa dirumuskan sebagai berikut :

(

)

t

d t

d

X B

X = −

Δ 1

Biasanya pembedaan dilakukan hanya sampai dua kali, karena data aktual umumnya tidak stasioner hanya pada satu atau dua tahap (Cryer 1986).

Data deret waktu yang tidak stasioner dalam ragam bisa distasionerkan dengan transformasi Box Cox. Dalam transformasi Box Cox akan dihasilkan nilai λ yang akan menentukan jenis transformasi yang akan dilakukan. Nilai lambda beserta aturan transformasi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1 (Wei 1990).

Tabel 1 Nilai λ dan Transformasinya

Nilai λ Transformasinya -1.0 1/Xt

-0.5 1/

t X

0.0 Ln Xt

0.5

t X

1.0 Xt (tanpa transformasi)

Untuk menguji apakah data yang digunakan stasioner, dapat digunakan Uji

Augmented Dicky-Fuller. Hipotesis yang digunakan yaitu H0 : data tidak stasioner dan

H1 : data stasioner. Jika nilai-p lebih besar dari

nilai α maka terima H0 atau dengan kata lain

data tidak stasioner dan sebaliknya.

Model Regresi Diri (Autoregressive)

Model regresi diri berordo p, yang disingkat AR (p) menyatakan bahwa nilai pengamatan pada periode ke-t dipengaruhi oleh nilai-nilai pengamatan sebelumnya selama p periode (Makridakis et al. 1983). Dengan kata lain nilai pengamatan Xt dipengaruhi nilai

pengamatan Xt-1, Xt-2, …, Xt-p.

Secara umum, model AR(p)

diformulasikan sebagai berikut (Montgomery

et al. 1990) :

t p t p t t

t X X X e

X =μ+φ1 12 2+...+φ +

( )

t t

p B X =μ+e

φ

dengan :

t

X = nilai pengamatan pada waktu ke-t

μ = konstanta

φ = parameter model AR

t

e = sisaan pada waktu ke-t

( )

p

p

p B φB φB φ B

φ =1− 12 2−...− merupakan polinomial karakteristik AR

Model Rataan Bergerak (Moving Average)

Perbedaan antara model MA dan model AR terletak pada peubah bebasnya. Pada model AR peubah bebasnya adalah nilai sebelumnya dari peubah tak bebas itu sendiri (Xt),

sedangkan pada model MA, peubah bebasnya adalah nilai sisaan pada periode sebelumnya. Rumus umum proses MA (q) adalah sebagai berikut (Montgomery et al. 1990) :

t q t q t t

t e e e e

X =μ−θ1 1−θ2 2−...−θ +

( )

t

q

t Be

X =μ+θ

dengan :

t

(13)

μ = konstanta

θ = parameter model MA

t

e = sisaan pada waktu ke-t

( )

q

qB

B B B

q θ θ θ

θ =1− 12 2−...− merupakan polinomial karakteristik MA

Model Regresi Diri-Rataan Bergerak (p,d,q) Autoregressive Integreted Moving Average (ARIMA) adalah gabungan dari model regresi diri ordo p dan rataan bergerak ordo q terhadap data yang telah mengalami pembedaan sebanyak d kali. Bentuk umum model ARIMA (p,d,q) adalah sebagai berikut :

( )

d t q

( )

t

p B X μ θ Be

φ ∇ = +

Memasukkan faktor musiman (S) ke dalam model akan dapat mereduksi besarnya sisaan yang disebabkan oleh fakor musiman. Bentuk umum dari model campuran dengan faktor musiman adalah ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)s :

( )

Ps

( )

d Ds t q

( )

Qs

( )

t p BΦ B∇ ∇ X =μ+θ BΘ Be

φ

dengan :

μ = konstanta

φ = parameter model AR

θ = parameter model MA

t

e = sisaan pada waktu ke-t

s = banyaknya pengamatan deret waktu dalam satu musim

d

∇ = operator pembedaan dengan derajat pembeda d

( )

p

p

p B φ B φ B φ B

φ =1− 12 2−...− merupakan polinomial karakteristik AR

( )

q

q

q B θ B θ B θ B

θ =1− 12 2−...− merupakan polinomial karakteristik MA

( )

B Ps

Φ merupakan polinomial karakteristik AR musiman

( )

B

Qs

Θ merupakan polinomial karakteristik MA musiman

(

s

)

D D

s = −B

∇ 1 merupakan operator

pembedaan musiman dengan pembedaan derajat D

Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan model ARIMA adalah metode Box-Jenkins (Makridakis et al. 1983) dengan prosedur sebagai berikut :

1. Identifikasi Model

Identifikasi model beranjak dari struktur data yang bersifat stasioner. Dari data yang telah stasioner dapat diperoleh model sementara dengan mengamati fungsi korelasi

diri (ACF) dan fungsi korelasi diri parsialnya (PACF).

Ordo proses AR dapat ditentukan dengan melihat berapa banyak koefisien korelasi diri parsial (PACF) pertama yang berbeda nyata dengan nol. Sedangkan ordo proses MA ditentukan dengan melihat berapa banyak koefisien korelasi diri (ACF) pertama yang berbeda nyata dengan nol (Bowerman & O’Connel, 1987). Untuk lebih jelasnya, dalam mengidentifikasi proses ARIMA dari plot korelasi diri dan plot korelasi diri parsialnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Pendugaan Parameter

Banyaknya parameter yang akan diduga bergantung pada banyaknya koefisien model awal. Penduga parameter dikatakan nyata jika nilai-t absolut yang berpadanan dengan parameter tersebut lebih besar daripada nilai-t table pada taraf nyata α/2 dengan derajat bebas N dikurangi dengan banyaknya parameter model (Bowerman & O’Connel, 1987).

3. Diagnostik Model

Uji Portmanteau atau Box-Pierce dapat digunakan untuk menguji apakah model yang dimiliki sudah layak atau belum, yaitu dengan melihat apakah sekelompok korelasi diri sisaan secara nyata berbeda dengan nol.

Statistik uji Q Box-Pierce menyebar mengikuti sebaran χ2

dengan derajat bebas k-n, dimana k adalah lag tertinggi yang diamati dan n adalah jumlah ordo AR dan MA baik regular maupun musiman. Jika nilai Q lebih besar dari nilai χ2(nk) untuk tingkat kepercayaan tertentu atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf nyata α, maka dapat disimpulkan bahwa model tidak layak. Persamaan statistik uji Q Box-Pierce menurut Montgomery et al.(1990) adalah :

(

)

= − = K k k r d N Q 1 2 dengan :

rk2 = nilai korelasi diri pada lag ke-k

N = banyaknya amatan pada data awal d = ordo pembedaan

K = lag tertinggi

(14)

4. Peramalan

Peramalan merupakan suatu proses untuk memperoleh data beberapa periode waktu ke depan. Untuk memperoleh sejauh a periode ke depan dari titik waktu ke t, maka dipilih satu model yang memiliki nilai KTG minimum. Perhitungan dilakukan secara rekursif, yaitu menghitung peramalan satu periode kemudian dua periode, dan seterusnya sampai a periode ke depan.

Kriteria Pemilihan Model

Schwarz’s Bayesian Criterion (SBC) atau disebut juga Bayesian Information Criterion (BIC) adalah kriteria untuk memilih model. SBC merupakan kriteria pemilihan model berdasarkan fungsi kemungkinan maksimum. SBC didefinisikan sebagai : n ln(σˆa2)+ M ln n, dimana

2 ˆa

σ adalah penduga dari 2

a

σ , M banyaknya parameter dalam model, dan n banyaknya sisaan yang dapat dihitung dari suatu deret. Model terbaik adalah model dengan nilai SBC minimum (SAS/ETS User’s Guide, 1988).

SBC dibentuk untuk menyeleksi model dan memilih nilai parameter yang sebenarnya setepat mungkin. Sementara Akaike Information Criterion (AIC) cenderung dari SBC, dimana AIC dapat didefinisikan sebagai : n ln ˆ2

a

σ + 2M. Untuk data yang besar SBC lebih baik serta lebih konsisten.

Setelah melakukan peramalan, ketepatan peramalan dapat dicari dengan menghitung MAPE (Mean Absolute Percentage Error), dengan rumus sebagai berikut : 100 1 × − =

= n x f x MAPE n t t t t

dengan xt adalah pengamatan pada waktu ke-t

dan ft adalah ramalan pada waktu ke-t.

Semakin kecil nilai MAPE menunjukkan data hasil peramalan semakin mendekati nilai aktual.

Model Fungsi Transfer

Jika deret waktu yt berhubungan

dengan satu atau lebih deret waktu lain (xt),

maka dapat dibuat sebuah model deret waktu untuk menduga nilai yt berdasarkan informasi

xt. Model yang dihasilkan disebut model fungsi

transfer. Deret waktu yt dinamakan deret output

dan deret waktu xt sebagai deret input

(Makridakis et al. 1983).

Perbedaan dengan regresi linier terdapat pada jenis data yang digunakan. Fungsi transfer menggunakan data deret waktu yang tidak saling bebas antar periodenya. Hal ini disebabkan karena data deret waktu mengandung unsur seasonality, trend, dan

cycle. Sehingga perhitungan korelasi (kedekatan antara X dan Y) fungsi transfer dan regresi linier berbeda.

Korelasi antara X dan Y (Regresi Linier) :

yy xx xy xy Cov Cov Cov r =

(

)(

)

= − − = n t t t

xy X X Y Y

n Cov

1

1

Korelasi antara X dan Y (Fungsi Transfer) disebut juga dengan Korelasi Silang (Cross-correlation) :

( )

( )

yy xx xy xy Cov Cov k Cov k r =

( )

(

)(

)

= + − −

= n k

t

k t t

xy X X Y Y

n k Cov

1

1

Model fungsi transfer memiliki bentuk umum sebagai berikut :

( ) ( )

s t b t

r

t B B x n

y =δ−1 ω − + dengan :

1. yt dan xt merupakan deret yang stasioner.

2. b adalah angka yang melambangkan periode sebelum deret input (xt) memulai

untuk mempengaruhi deret output (yt).

3.

( )

s

s

s B ω ωB ω B ω B

ω = 012 2−...− Nilai s mengindikasikan berapa lama deret output (yt) mulai dipengaruhi oleh nilai

yang baru dari deret input (xt).

4.

( )

r

r

r B δ B δ B δ B

δ =1− 1 − 2 2−...−

Nilai r mengindikasikan berapa lama deret output (yt) berhubungan dengan nilai yang

terdahulu dari deret output itu sendiri. 5. nt merupakan komponen galat pada waktu

ke-t.

Komponen galat (nt) diasumsikan dapat

dimodelkan dengan proses ARIMA (p,d,q), sehingga model kombinasi fungsi transfer galat :

( ) ( )

s t b p

( ) ( )

q t

r

t B B x B Ba

y =δ−1 ω +Φ−1 θ

( )

p

p

p B φB φ B φ B

φ =1− 12 2−...−

( )

q

q

q B θB θ B θ B

θ =1− 12 2−...−

b, r, s, p, q adalah konstanta

t

(15)

( )

( )

d

p p B = B

Φ φ merupakan operator regresi diri umum

Model persamaan fungsi transfer untuk kasus dua input atau lebih, yaitu :

( ) ( ) ( )B s Bxt b rj( ) ( ) ( )B sjBxt bj nt r

t

y =δ−11 ω1 1+...+δ−1 ω +

Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa konstanta (r,s,b) dan (p,q) merupakan faktor penentu dalam membangun model fungsi transfer.

Prosedur pembentukan model fungsi transfer meliputi tahapan-tahapan berikut :

1. Identifikasi Bentuk Model Fungsi Transfer

1.1. Mempersiapkan deret input dan output

Tahap ini mengidentifikasi apakah deret input dan deret output sudah stasioner baik dalam rataan maupun dalam ragam. Jika data tidak stasioner maka dilakukan pembedaan dan transformasi untuk menghilangkan ketidakstasioneran.

1.2. Prewhitening deret input

Tahap prewhitening deret input merupakan proses transformasi deret yang berkorelasi menuju perilaku white noise yang tidak berkorelasi. Proses prewhitening ini menggunakan model ARIMA untuk deret input. Oleh karena itu, sebelum proses

prewhitening, dibangun terlebih dahulu model ARIMA bagi xt.

Misalkan jika deret input xt dimodelkan

sebagai proses ARIMA (p,0,q), maka deret ini memiliki model :

( )

t q

( )

t

p B x θ Bα

φ =

dengan αt merupakan sisaan acak. Dengan demikian deret input yang telah mengalami

prewhitening (αt) adalah :

( ) ( )

q t

p

t B 1 Bx

=φ θ α

1.3. Prewhitening deret output

Fungsi transfer merupakan proses pemetaan xt tehadap yt. Sehingga apabila

diterapkan suatu proses prewhitening terhadap xt, maka transformasi yang sama juga harus

diterapkan terhadap yt agar dapat

mempertahankan integritas hubungan fungsional. Sehingga deret output yang telah ditransformasi (βt) adalah :

( ) ( )

q t

p

t B 1 B y

=φ θ β

1.4. Perhitungan korelasi silang antara deret input dan deret output yang telah di prewhitening

Fungsi korelasi silang antara αt dan βt pada lag ke-k adalah :

( )

( )

β α αβ αβ s s k c k

r = , k=0, ±1, ±2, …

dimana :

( )

k

rαβ = korelasi silang antara αt dan βt pada

lag ke-k

( )

k

cαβ = kovarian antara αt dan βt pada lag

ke-k

α

s = simpangan baku deret αt

β

s = simpangan baku deret βt

1.5. Menentukan nilai b,r,s

Konstanta b, r, dan s ditentukan berdasarkan pola fungsi korelasi silang antara

αt dan βt. Cara menentukan nilai b, r dan s adalah :

a. Korelasi silang berbeda nyata dengan nol untuk pertama kalinya pada lag ke-b b. Untuk s dilihat dari lag berikutnya yang

mempunyai pola yang jelas atau lama x mempengaruhi y setelah nyata yang pertama

c. Nilai r mengindikasikan berapa lama deret output (yt) berhubungan dengan

nilai yang terdahulu dari deret output itu sendiri. Nilai r dilihat dari plot korelasi diri yt.

1.6. Pendugaan awal parameter δ dan ω

Penduga awal parameter fungsi transfer

yaitu δˆ=

(

δ12,...,δr

)

dan

(

ω ω ωs

)

ω= 0, 1,...,

)

dicari dengan memanfaatkan persamaan berikut ini:

s b j V V V V s b b j V V V V b j V V V V b j V r j r j j j b j r j r j j j r j r j j j j + > + + + = + + = − + + + = = + + + + = < = − − − − − − − − − − , ... ,..., 1 , ... , ... , 0 2 2 1 1 2 2 1 1 0 2 2 1 1 δ δ δ ω δ δ δ ω δ δ δ dengan

( )

α β αβ s s k r vˆk =
(16)

2. Pendugaan Akhir Parameter Model Fungsi Transfer

Pendugaan awal parameter merupakan nilai awal pada logaritma pendugaan kuadrat terkecil nonlinier untuk membentuk penduga akhir parameter model yang dilakukan secara iteratif. Proses diulang sampai kekonvergenan dicapai. Iterasi akan berhenti jika jumlah kuadrat galatnya mencapai nilai minimum (Box & Jenkins, 1979). Pada prosedur SAS, pendugaan akhir parameter ini menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Least Squares Methods)

3. Diagnostik Model Fungsi Transfer

Pemeriksaan kesesuian model dilakukan dengan melihat perilaku sisaan (at) dan

korelasi silang contoh (SCC) antara at dan αt (sisaan dan input). Keacakan sisaan serta tidak adanya nilai SCC yang berbeda nyata dengan nol menunjukkan model sudah sesuai.

Uji Q Box-Pierce dapat diaplikasikan untuk menguji kebebasan sisaan dan tidak adanya korelasi antara input dan sisaan.

4. Peramalan

Peramalan dihitung dengan menggunakan persamaan :

( ) ( )

p t p

( ) ( )

s t b r

( ) ( )

q t r Bφ B y φ Bω BX δ Bθ Ba

δ = +

dengan memasukkan nilai-nilai parameter fungsi transfer dan nilai deret input dan output yang didapat dari langkah-langkah sebelumnya.

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data harian yang dikumpulkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta. Data yang digunakan merupakan data bulanan sejak Januari 2001 hingga Desember 2006, terdiri dari peubah curah hujan dan suhu udara yang merupakan rata-rata dari 10 stasiun pengamatan di Surabaya serta data jumlah penderita DBD yang merupakan total dari seluruh kecamatan di Surabaya. Data bulan Januari 2001 – Desember 2005 digunakan dalam pembuatan model sedangkan data bulan Januari 2006 – Desember 2006 digunakan sebagai data evaluasi.

Metode Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Eksplorasi data curah hujan, suhu dan data jumlah penderita DBD untuk melihat pola setiap peubah.

2. Mempersiapkan deret output dan deret input (penstasioneran data).

3. Identifikasi model ARIMA untuk seluruh peubah.

4. Prewhitening deret input curah hujan dan suhu udara.

5. Menghitung korelasi silang masing-masing deret input dengan deret output.

6. Identifikasi awal model fungsi transfer. 7. Identifikasi model sisaan.

8. Menentukan model kombinasi fungsi transfer.

9. Meramalkan jumlah penderita DBD dengan menggunakan model terbaik.

10. Membandingkan hasil peramalan model fungsi transfer dengan model ARIMA. 11. Melakukan peramalan model fungsi

transfer secara bertahap.

Pengolahan dengan menggunakan

software Minitab 14 dan SAS 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Pada Lampiran 2 dapat dilihat adanya hubungan positif antara jumlah penderita DBD pada bulan ke-t dengan curah hujan pada bulan ke t-2, sedangkan dengan suhu memiliki hubungan negatif. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari 2002 mencapai 600.09 mm sedangkan suhu udara rata-rata berkisar antara 260-290C. Dengan menggunakan nilai rata-rata bulanan (Gambar 1), diketahui bahwa pada bulan Januari hingga Juni kasus DBD cukup besar, dengan kasus tertinggi terjadi pada bulan Maret. Sedangkan pada bulan Juli hingga Desember terjadi penurunan jumlah kasus DBD.

Grafik Kasus DBD Rata2 Bulanan (2001-2005)

132.6 188.6

372.6

53.2 44.2 43.0 61.8 68.6 94.2 151.8 254.2 251.2

0 50 100 150 200 250 300 350 400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

DBD

(17)

Mempersiapkan Deret Output dan Deret Input (Penstasioneran Data)

Data deret waktu memerlukan transformasi dan pembedaan untuk mencapai kestasioneran data. Transformasi diperlukan agar stasioner dalam ragam, sedangkan pembedaan agar deret stasioner dalam rataan. Plot data asli pada Lampiran 2 dan plot ACF serta PACF pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa data tidak stasioner. Pembedaan satu kali telah dapat menghasilkan deret output yt

maupun deret input curah hujan (x1t) dan suhu

udara (x2t) yang stasioner (Gambar 2, 3 dan 4).

bulan D B D ( j iw a ) 60 54 48 42 36 30 24 18 12 6 1 500 250 0 -250 -500

Time Series Plot of DBD ( Yt )

Gambar 2 Plot yt Stasioner.

bulan C u ra h H u ja n ( m m ) 60 54 48 42 36 30 24 18 12 6 1 300 200 100 0 -100 -200 -300 -400

Time Series Plot of Cur ah Hujan ( X1 t )

Gambar 3 Plot x1t Stasioner.

bulan S u h u U d a ra ( C ) 60 54 48 42 36 30 24 18 12 6 1 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5

Time Series Plot of Suhu Udara ( X2t )

Gambar 4 Plot x2t Stasioner.

Kestasioneran juga dapat diuji dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller. Hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Pada Lampiran 4, pengujian untuk data asli memperlihatkan bahwa untuk peubah x1t dan x2t masih mengandung nilai-p

yang lebih besar dari 0.05 yang menunjukkan terima H0 atau data tidak stasioner. Setelah

dilakukan pembedaan satu kali (Lampiran 5), hasilnya menunjukkan kestasioneran untuk semua peubah, baik x1t, x2t maupun yt. Hal ini

dilihat dari nilai-p yang lebih kecil dari 0.05 atau tolak H0.

Identifikasi Model ARIMA

Identifikasi model ARIMA dilakukan dengan memperhatikan beberapa nilai awal dari korelasi diri dan korelasi diri parsialnya yang berbeda nyata dengan nol, serta pola dari plot ACF dan plot PACFnya.

Curah Hujan

Plot ACF dan PACF dari deret input x1t

yang telah stasioner, masing-masing nyata pada

lag 12 (Gambar 5 dan 6).

Lag A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for X1 t

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 5 Plot ACF Deret Input x1t.

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for X1t

(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

(18)

Pengecekan dengan beberapa nilai α menghasilkan kandidat model (Tabel 2).

Tabel 2 Nilai SBC dan AIC Kandidat Model ARIMA x1t

Model SBC AIC

ARIMA(0,1,0)(0,0,1)12 747.9865 745.9090 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)12 741.0306 738.9531

ARIMA(0,1,0)(1,0,0)8 753.7968 751.7193 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)5 753.7507 751.6732 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)9 756.1677 754.0902 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)7 754.6888 752.6113 ARIMA(0,1,0)(0,0,1)5 754.4458 752.3683 ARIMA(0,1,0)(0,0,0)8 753.5747 751.4972 ARIMA(0,1,0)(1,0,1)5 752.6967 756.8518 ARIMA(0,1,0)(1,0,1)8 757.5800 753.4249 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)10 753.9027 751.8251 ARIMA(0,1,0)(0,0,1)11 756.4142 754.3366 ARIMA(0,1,0)(0,0,0)14 752.2955 750.2180 ARIMA(0,1,0)(0,0,2)5 756.142 751.9869

Tabel 2 menunjukkan bahwa model ARIMA(0,1,0)(1,0,0)12 merupakan model terbaik karena memiliki nilai SBC terkecil dan seluruh koefisien pendugaannya nyata (Lampiran 6). Selain itu, pengujian Box-Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol untuk semua

lagnya. Sehingga model ARIMA yang diperoleh adalah :

(1-0.52067 B12) (1-B) x1t =αt

Suhu Udara

Berikut merupakan plot ACF dan PACF deret input x2t yang telah stasioner.

La g A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocor r ela tion Function for X2 t

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 7 Plot ACF Deret Input x2t.

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for X2 t

(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Gambar 8 Plot PACF Deret Input x2t.

Pengecekan dengan beberapa nilai α menghasilkan kandidat model pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai SBC dan AIC Kandidat Model ARIMA x2t

Model SBC AIC

ARIMA(0,1,0)(1,0,0)3 104.9841 102.4066 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)11 109.0536 106.9761 ARIMA(0,1,0)(0,0,1)3 105.7303 103.6527 ARIMA(0,1,0)(1,0,1)3 104.6697 100.5147

ARIMA(0,1,0)(1,0,0)2 105.5381 103.4605 ARIMA(0,1,0)(0,0,1)2 105.3617 103.2841 ARIMA(0,1,0)(1,0,1)2 109.3768 105.2217 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)8 104.538 102.4604 ARIMA(0,1,0)(1,0,0)9 106.3739 104.2964 ARIMA(0,1,0)(0,0,1)6 106.4014 104.3239 ARIMA(0,1,0)(0,0,1)8 104.2007 102.1232 ARIMA(0,1,0)(0,0,2)3 107.7091 103.554 ARIMA(0,1,0)(1,0,1)8 108.267 104.112 ARIMA(0,1,0)(1,0,2)3 111.7826 105.55

Tabel 3 menunjukkan bahwa model ARIMA(0,1,0)(1,0,1)3 merupakan model terbaik karena memiliki nilai SBC dan AIC terkecil dan seluruh koefisien pendugaannya nyata (Lampiran 7). Selain itu, pengujian Box-Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol untuk semua lagnya. Sehingga model ARIMA yang diperoleh adalah :

(1+0.95752 B3) (1-B)x2t = (1+79673 B3) αt

Penderita DBD

Plot ACF dan PACF dari deret output yt

(19)

Lag A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for Yt

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Gambar 9 Plot ACF Deret Output yt.

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for Yt

(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Gambar 10 Plot PACF Deret Output yt.

Proses identifikasi model menunjukkan bahwa model ARIMA(0,1,0)(0,0,1)12 merupakan model terbaik karena memiliki nilai SBC terkecil dan seluruh koefisien pendugaannya nyata (Lampiran 8). Selain itu, pengujian Box-Pierce menunjukkan bahwa nilai korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol untuk semua lag nya. Sehingga model ARIMA yang diperoleh adalah :

(1-B) yt = (1+0.36332 B12) αt

Prewhitening Deret Input Curah Hujan

Tahap prewhitening dilakukan berdasarkan identifikasi model ARIMA untuk data curah hujan (deret input). Dalam tahap ini digunakan unsur white noise model tersebut. Dengan demikian model prewhitening untuk deret input x1t adalah :

(

)

(

)

t

t B Bx1

12 1 =1−0.520672 1−

α

Prewhitening deret output yt diperoleh

dengan cara melakukan transformasi yang sama dengan deret input x1t, sehingga model prewhitening untuk deret output yt adalah :

(

)

(

)

t

t B B y1

12 1 =1−0.520672 1−

β

Prewhitening Deret Input Suhu Udara

Serupa dengan deret input x1t, maka

model prewhitening untuk deret input x2t

adalah :

(

)

(

)

(

3

)

2 3 2 79673 1 1 95752 . 0 1 B x B B t t + − + = α

Prewhitening deret output yt diperoleh

dengan cara melakukan transformasi yang sama dengan deret input x2t, sehingga model prewhitening untuk deret output yt adalah :

(

)

(

)

(

3

)

2 3 2 79673 1 1 95752 . 0 1 B y B B t t + − + = β

Menghitung Korelasi Silang

Peubah output dan peubah input yang telah melalui proses prewhitening dihitung korelasi silangnya. Korelasi silang menunjukkan hubungan antara curah hujan dan suhu udara dengan jumlah penderita DBD, yang nilainya akan digunakan untuk mengidentifikasi model fungsi transfer (b,r,s). Hasil korelasi silang antara α1t dengan β1t

dan α2t dengan β2t dapat dilihat pada

Lampiran 9.

Identifikasi Model Awal

Identifikasi model fungsi transfer dilakukan dengan melihat plot korelasi silang antara peubah input dengan peubah output. Untuk deret input x1t, nilai b ditentukan

berdasarkan lag yang nyata pertama kali pada plot korelasi silangnya, sehingga nilai b=2. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai s dilihat berapa lama nilai x1t mempengaruhi yt setelah

nyata yang pertama. Sedangkan untuk nilai r dapat dilihat berdasarkan plot korelasi diri yt

stasioner yang menunjukkan lag yang nyata setelah nyata yang pertama. Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai b=2, s=0 dan r=0. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dilakukan overfitting

(20)

Tabel 4 Model Fungsi Transfer x1t

No Nilai b, s dan r

Para meter

Nilai t SBC AIC

1 (2,0,0) ω0 5.38 647 645

0 ω 5.35 1 ω -0.15 2 (2,1,1) 1 δ 0.40 641 636 0 ω 0.81 1 ω -1.08 3 (1,1,1) 1 δ -1.23 677 671 0 ω 1.16 1 ω 0.42 4 (0,1,1) 1 δ -3.50 685 679 0 ω 1.89 5 (0,0,1) 1 δ -5.39 677 681

Model umum untuk pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer adalah :

(

) (

)

t b

s s t

r

rB y B B x

B− − = − − −

−δ ... δ ω ω ... ω

1 1 0 1

Sehingga model untuk pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer x1t adalah :

2 , 1 52888 . 0 = t t x y

Identifikasi model awal untuk deret input x2t diperoleh dengan cara yang sama dengan

deret input x1t. Dari plot korelasi silang antara

yt dengan x2t diperoleh nilai b=3, s=0 dan r=0.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dilakukan overfitting model. Hasilnya tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5 Model Fungsi Transfer x2t

No Nilai b, s dan r

Para meter

Nilai t SBC AIC

1 (1,0,0) ω0 -2.06 682 680

0 ω -0.46 1 ω -0.48 2 (2,1,1) 1 δ -0.82 658 652 0 ω -2.17 1 ω -0.54 3 (1,1,1) 1 δ 1.35 672 666 0 ω -0.07 1 ω -0.07 4 (0,1,1) 1 δ 1.48 687 681

5 (3,0,0) ω0 -2.82 651 649

Model dengan nilai b=3, s=0 dan r=0 merupakan model terbaik, karena koefisiennya

nyata dan memiliki nilai SBC dan AIC terkecil, sehingga diperoleh koefisien parameter model

0

ω = -70.5246 dengan standar error sebesar 24.987.

Model umum untuk pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer adalah :

(

) (

)

t b

s s t

r

rB y B B x

B− − = − − − −

−δ ... δ ω ω ... ω

1 1 0 1

Sehingga model untuk pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer x2t adalah :

3 , 2 5246 . 70 − = t t x y

Setelah diperoleh model awal fungsi transfer untuk masing-masing peubah, dilakukan pendugaan model awal fungsi transfer bersama antara x1t, x2t dan yt. Hasil

pemodelan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10.

Model persamaan fungsi transfer untuk kasus dua input atau lebih, yaitu :

( ) ( )

s tb rj

( ) ( )

sj ( )t bj t r

t B B x B Bx n

y =δ− ω + +δ−1 ω +

1 ) ( 1 1 1 ...

Sehingga model untuk pendugaan parameter awal dari model fungsi transfer adalah :

t t t

t x x n

y =0.47696 1,2−46.54567 2,3+

Identifikasi Model Sisaan

Model yang didapatkan dari identifikasi pertama yaitu :

t t t

t x x n

y =0.47696 1,−2−46.54567 2,−3+

Sehingga nilai nt adalah :

3 , 2 2

,

1 46.54567

47696 .

0

= t t t

t y x x

n

Pendugaan awal parameter menghasilkan plot ACF dan PACF sisaan (Lampiran 11). Dari plot tersebut, dapat dilihat bahwa plot ACF dan PACF sisaan masing-masing nyata pada lag kedua. Akan tetapi setelah dilakukan proses pencocokan model, diperoleh bahwa model ARIMA (1,0,0)(0,0,1)2 merupakan model terbaik untuk deret sisaan.

(

)

(

)

(

)

(

B

)

a B n a B n B t t t t 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 φ θ θ φ − − = − = −

Pendugaan Akhir Parameter Model Fungsi Transfer

Identifikasi akhir model fungsi transfer dilakukan dengan mengkombinasikan model awal dengan sisaannya. Kombinasi model awal dengan sisaannya, yaitu :

( ) ( )

(

(

)

)

B a B x x

yt t t t

1 2 2 2 0 1 0 1 1 3 , 2 2 , 1 φ θ ω ω − − + + =

(21)

Hasil pendugaan akhir model fungsi transfer dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai t-hitung masing-masing dugaan parameter nyata pada taraf α<0.05. Plot ACF sisaan dan PACF sisaan (Lampiran 13) yang tidak berbeda nyata dengan nol mengindikasikan bahwa sisaan model ini saling bebas. Berdasarkan nilai korelasi diri sisaan (Lampiran 14), nilai sisaan dari model fungsi transfer saling bebas karena nilai korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 5%. Nilai korelasi silang antara input dengan sisaan juga tidak berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata 5% (Lampiran 15) sehingga asumsi kebebasan antara input dan sisaan terpenuhi.

Dengan pertimbangan penduga parameter yang nyata, korelasi diri sisaan tidak berbeda nyata dengan nol, dan korelasi antara deret input dan sisaan tidak nyata, maka ditetapkan bahwa model akhir fungsi transfer yang diidentifikasi adalah :

(

)

(

B

)

a B x

x

y t

t t t 1 0.44

74 . 0 1 16 . 41 59 . 0 2 3 , 2 2 , 1 + − + − = 2 4 , 2 3 , 2 3 , 1 2 , 1 1 74 . 0 11 . 18 16 . 41 26 . 0 59 . 0 44 . 0 − − − − − − − + − − + + − = t t t t t t t t a a x x x x y y

Untuk mengetahui keakuratan prakiraan jumlah penderita DBD berdasarkan model yang telah diperoleh, dilakukan validasi model. Inti dari validasi model adalah membandingkan antara data aktual dengan data prediksi yang diperoleh dari model yang dihasilkan. Keakuratan model dapat dilihat dari nilai MAPE yang dihasilkan, semakin kecil nilai MAPE nya, maka data prediksi semakin mendekati data aktual sehingga model yang dihasilkan semakin baik. Plot bersama antara data aktual dengan data prediksi model tercantum pada Gambar 11.

Plot Data Aktual dan Data Prediksi Model

-100 0 100 200 300 400 500 600 700

1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56

Bulan Ju m lah P e n d er it a DB D aktual prediks i

Gambar 11 Plot Data Aktual dan Data Prediksi.

Nilai MAPE sebesar 2.58 menunjukkan bahwa model ini akurat.

Peramalan

Pada bahasan sebelumnya diketahui bahwa deret yt merupakan hasil pembedaan

(differencing) pertama dari deret output penderita DBD. Sehingga, jika dilakukan peramalan terhadap jumlah penderita DBD, maka terlebih dahulu harus dilakukan pengkonversian terhadap yˆt .

Sebagai contoh :

Jumlah Penderita DBD(t=61)=jumlah penderita DBD (t=60) +

y

ˆ

61

Hasil peramalan untuk model akhir fungsi transfer dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16. Selain itu, Tabel 6 memperlihatkan perbandingan hasil peramalan antara model fungsi transfer dengan model ARIMA untuk 1 tahun ke depan. Nilai MAPE hasil peramalan dengan fungsi transfer adalah 87.85 sedangkan pada model ARIMA sebesar 58.88.

Tabel 6 Evaluasi Peramalan Model Fungsi Transfer dan Model ARIMA

Ramalan Bulan

Transfer ARIMA Aktual

Januari 133 76 557

Februari 349 101 790

Maret 372 161 841 April 326 190 672 Mei 329 184 513 Juni 270 121 320

Juli 244 103 160

Agustus 182 97 99

September 176 90 72

Oktober 143 86 41

November 125 88 56

Desember 137 81 65

MAPE 87.85 58.88

(22)

Gambar 12 Plot Hasil Ramalan (Transfer dan ARIMA) dan Aktual.

Gambar 12 memperlihatkan bahwa, dengan model fungsi transfer untuk 7 bulan pertama hasil peramalannya lebih mendekati data aktual dibandingkan dengan model ARIMA dan juga memiliki pola yang lebih mirip. Tetapi, untuk 5 bulan berikutnya hasil peramalan dengan ARIMA lebih sesuai dibandingkan dengan fungsi transfer.

Untuk memperoleh hasil ramalan model fungsi transfer yang lebih mendekati data aktual, maka peramalan 12 bulan ke depan dilakukan secara bertahap. Tahapan ini terdiri dari pengurangan jumlah periode peramalan menjadi 2 bulan yang diikuti dengan proses pembaharuan data yaitu dengan menginput data aktual terbaru (updating). Hasilnya tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil Peramalan Model Fungsi Transfer Secara Bertahap

Bulan Ramalan Aktual

Januari 133 557

Februari 349 790

Maret 410 841 April 415 672

Mei 573 513

Juni 578 320

Juli 309 160

Agustus 348 99

September 95 72

Oktober 88 41

November 50 56

Desember 55 65

MAPE 69.25

Proses peramalan secara bertahap menghasilkan ramalan yang lebih mendekati data aktual. Jumlah data yang digunakan juga sangat mempengaruhi peramalan yang dihasilkan, terutama dalam bidang klimatologi. Suatu peramalan akurat jika menggunakan data

iklim/cuaca dengan periode sebesar 10 - 30 tahun (BMG 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil pendugaan menunjukkan bahwa model fungsi transfer yt = -0.44yt-1 + 0.59x

1,t-2 + 0.26x1,t-3 - 41.16x2,t-3 -18.11x2,t-4 + at -

0.74at2 dapat menjelaskan hubungan jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan curah hujan dua bulan sebelumnya dan suhu udara tiga bulan sebelumnya.

Untuk 7 bulan pertama hasil peramalan dengan model fungsi transfer lebih mendekati data aktual dibandingkan dengan model ARIMA. Tetapi, untuk 5 bulan berikutnya hasil peramalan dengan menggunakan ARIMA lebih sesuai.

Pengurangan jumlah periode peramalan menjadi 2 bulan yang diikuti dengan proses pembaharuan data yaitu dengan menginput data aktual terbaru (updating) menghasilkan ramalan yang lebih akurat.

Saran

Penulis menyarankan untuk mengkaji kembali hubungan antara curah hujan dan suhu udara dengan jumlah penderita DBD dengan menggunakan metode deret waktu lainnya seperti metode VAR dan State Space. Tidak terlepas kemungkinan diperoleh model baru yang lebih mampu menjelaskan hubungan ketiganya.

Dalam analisis deret waktu terutama dalam bidang klimatologi sebaiknya menggunakan data dengan periode 10-30 tahun dan melakukan simulasi untuk mengetahui n periode yang menghasilkan ramalan yang paling tepat.

Perlu dibuat suatu software yang mampu melakukan proses otomatisasi terutama dalam proses peramalan secara bertahap, sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih efektif dan efisien.

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

bulan d

b d

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2007. Indonesia Harus Waspada, Perubahan Dampak Iklim Sudah di Depan Mata. http://www.pelangi.or.id/ press.php. [21 Agustus 2007].

[BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2006. Laporan Proyek Pengembangan Meteorologi dan Geofisika Tahun 2006. Jakarta : BMG.

Bowerman B, Richard O’Connel. 1987. Time Series Forecasting, Unified Concepts and Computer Implementation. 2nd edition. Boston : Duxbury Press.

Box, GEP & GM Jenkins. 1979. Time Series Analysis, Forecasting and Control. San Fransisco : Holden-Day.

Cryer, JD. 1986. Time Series Analysis. Boston : Duxbury Press.

Imron. 2007. Penderita Demam Berdarah Meningkat. http://www.tempointeraktif. com/hg/nusa/jawamadura. [21 Agustus 2007].

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2006. Sejarah Demam Berdarah, Ledakan Kasus DBD di Negara-Negara Asia. http://www.pdii.lipi.go.id. [21 Agustus 2007]

Makridakis S, SC Wheelwright, VE Megee. 1983. Forecasting : Methoads and Applications. 2nd edition. New York : John Wilcy and Sons.

Montgomery DC, LA Johnson, JS Gardiner. 1990. Forecasting and Time Series Analysis. 2nd edition. Singapore : Mc Graw Hill.

SAS Institute Inc. 1988. SAS/ETS User’s Guide, Version 6, First Edition. Cary, NC : SAS Institute Inc.

(24)

15

Lampiran 1. Petunjuk Penentuan Nilai Ordo Pada Proses ARIMA Berdasarkan Plot ACF dan PACF

No. Kemungkinan Plot ACF dan PACF Model ARMA

1. ACF nyata pada lag ke -1,2,…,q dan terpotong setelah lag

q (cuts off), PACF menurun cepat membentuk pola eksponensial atau sinus (tails off).

MA (q)

2. ACF tails off, PACF nyata pada lag ke-1,2,…,p dan cuts off

setelah lag ke-p

AR (p)

3. ACF nyata pada lag ke-1,2,…,q lalu cuts off, PACF nyata pada lag ke-1,2,…,p lalu cuts off

MA (q) jika ACF cuts off

lebih tajam, AR (p) jika PACF cuts off lebih tajam 4. Tidak ada autokorelasi yang nyata pada plot ACF dan

PACF

ARMA (0,0)

5. ACF tails off, PACF tails off ARMA (p,q)

6. ACF nyata pada lag ke-S,2S,…,QS dan cuts off setelah lag

QS, PACF tails off

MA (Q)

7. PACF nyata pada lag ke-S,2S,…,PS dan cuts off setelah

lag PS, ACF tails off

AR (P)

8. ACF nyata pada lag ke-S,2S,…,QS lalu cuts off, PACF nyata pada lag ke-S,2S,…,PS lalu cuts off

MA (Q) jika ACF cuts off

lebih tajam, AR (P) jika PACF cuts off lebih tajam 9. Tidak ada autokorelasi yang nyata pada level musiman

dalam plot ACF dan PACF

ARMA(0,0)

10. ACF tails off pada level musiman, PACF tails off pada level musiman

ARMA (P,Q)

Lampiran 2. Plot Data Asli Demam Berdarah Dengue, Curah Hujan dan Suhu Udara

bulan

D

B

D

(

ji

w

a

)

60 54 48 42 36 30 24 18 12 6 1 700 600 500 400 300 200 100 0

Time Series Plot of Jumlah Penderita DBD 2 0 0 1 -2 0 0 5

bulan

C

u

ra

h

H

u

ja

n

(

m

m

)

60 54 48 42 36 30 24 18 12 6 1 600 500 400 300 200 100 0

Time Series Plot of Curah Hujan 2 0 0 1 -2 0 0 5

bulan

S

u

h

u

U

d

a

ra

(

C

)

60 54 48 42 36 30 24 18 12 6 1 29.0 28.5 28.0 27.5 27.0 26.5 26.0

(25)

16

Lampiran 3. Plot ACF dan PACF Data Asli DBD, Curah Hujan dan Suhu Udara

Lag A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for DBD

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for DBD

(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Lag A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for Curah Hujan

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for Curah Hujan

(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)

Lag A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for Suhu Udara

(with 5% significance limits for the autocorrelations)

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for Suhu Udara

(26)

17

Lampiran 4. Hasil Uji Augmented Dicky-Fuller Data Asli

Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests For Curah Hujan

Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F

Zero Mean 1 -10.2018 0.0231 -2.11 0.0348

12 -0.4606 0.5745 -0.87 0.3352

Single Mean 1 -27.7450 0.0006 -3.51 0.0108 6.18 0.0120

12 38.5782 0.9999 -3.07 0.0359 4.86 0.0500

Trend 1 -27.3175 0.0065 -3.40 0.0607 6.10 0.0691

12 -156.217 0.0001 -2.64 0.2646 7.81 0.0250

Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests For Suhu Udara

Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F

Zero Mean 1 0.0141 0.6824 0.09 0.7094

12 0.0104 0.6806 0.35 0.7815

Single Mean 1 -45.1153 0.0005 -4.95 0.0002 12.25 0.0010

12 -38.1077 0.0004 -1.92 0.3222 1.91 0.5956

Trend 1 -47.4752 0.0001 -4.91 0.0010 12.36 0.0010

12 -23.6111 0.0151 -1.27 0.8828 1.80 0.8198

Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests For DBD

Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F

Zero Mean 1 -11.1292 0.0173 -2.35 0.0191

Single Mean 1 -29.6048 0.0005 -3.72 0.0060 6.94 0.0010

(27)

18

Lampiran 5. Hasil Uji Augmented Dicky-Fuller Setelah Pembedaan Satu Kali

Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests For Curah Hujan

Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F

Zero Mean 1 -48.4875 <.0001 -4.74 <.0001

12 11.7369 0.9999 -3.32 0.0014

Single Mean 1 -48.5341 0.0005 -4.70 0.0003 11.03 0.0010

12 11.7343 0.9999 -3.23 0.0243 5.34 0.0373

Trend 1 -49.3034 0.0001 -4.76 0.0016 11.77 0.0010

12 10.6016 0.9999 -3.85 0.0227 7.41 0.0342

Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests For Suhu Udara

Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F

Zero Mean 1 -92.2374 <.0001 -7.23 <.0001

12 12.9853 0.9999 -3.17 0.0022

Single Mean 1 -92.2314 0.0005 -7.16 0.0001 25.65 0.0010

12 12.8531 0.9999 -3.17 0.0278 5.07 0.0443

Trend 1 -91.9328 0.0001 -7.11 <.0001 25.29 0.0010

12 11.5362 0.9999 -3.84 0.0232 7.58 0.0304

Augmented Dickey-Fuller Unit Root Tests

Type Lags Rho Pr < Rho Tau Pr < Tau F Pr > F

Zero Mean 1 -69.9998 <.0001 -5.83 <.0001

Single Mean 1 -70.0465 0.0005 -5.78 0.0001 16.72 0.0010

(28)

19

Lampiran 6. Pendugaan Parameter ARIMA (0,1,0)(1,0,0)12 Deret Input Curah Hujan

Conditional Least Squares Estimation

Parameter Estimate Standard Error t Value Approx Pr > |t|

Lag

AR1,1 0.52067 0.12507 4.16 0.0001 12

Variance Estimate 15834.51

Std Error Estimate 125.8353

AIC 738.9531

SBC 741.0306

Number of Residuals 59

Autocorrelation Check of Residuals

To Lag

Chi-Square

DF Pr > ChiSq

Autocorrelations

6 4.94 5 0.4235 -0.181 -0.100 -0.033 -0.006 -0.181 -0.015

12 11.06 11 0.4385 -0.023 -0.128 0.025 0.174 0.060 -0.176

18 17.02 17 0.4529 0.145 0.191 -0.087 -0.082 0.034 -0.034

24 26.92 23 0.2595 -0.067 -0.097 -0.086 0.007 0.053 0.27

Lampiran 7. Pendugaan Parameter ARIMA (0,1,0)(1,0,1)3 Deret Input Suhu Udara

Conditional Least Squares Estimation

Parameter Estimate Standard Error t Value Approx Pr > |t|

Lag

MA1,1 -0.79673 0.19552 -4.07 0.0001 3

AR1,1 -0.95752 0.12595 -7.60 <.0001 3

Variance Estimate 0.311129

Std Error Estimate 0.557789

AIC 100.5147

(29)

20

Number of Residuals 59

Autocorrelation Check of Residuals

To Lag

Chi-Square

DF Pr > ChiSq

Autocorrelations

6 4.91 4 0.2963 -0.147 -0.236 -0.017 -0.017 -0.017 0.003

12 14.36 10 0.1572 0.015 -0.255 0.000 0.241 -0.086 0.025

18 17.65 16 0.3447 0.107 -0.052 0.121 -0.054 -0.092 0.016

24 21.19 22 0.5087 -0.008 -0.063 -0.090 0.121 0.095 -0.031

Lampiran 8. Pendugaan Parameter ARIMA (0,1,0)(0,0,1)12 Deret Output DBD

Conditional Least Squares Estimation

Parameter Estimate Standard Error t Value Approx Pr > |t|

Lag

MA1,1 -0.36332 0.13291 -2.73 0.0083 12

Variance Estimate 12256.63

Std Error Estimate 110.7097

AIC 723.8417

SBC 725.9192

Number of Residuals 59

Autocorrelation Check of Residuals

To Lag

Chi-Square

DF Pr > ChiSq

Autocorrelations

6 3.14 5 0.6785 -0.073 -0.119 -0.110 -0.097 -0.066 -0.058

12 4.92 11 0.9350 -0.084 0.035 -0.006 0.057 -0.096 0.060

18 7.75 17 0.9716 0.111 0.116 -0.087 -0.039 0.006 -0.023

(30)

21

Lampiran 9. Hasil Korelasi Silang antara x1t dengan yt dan antara x2t dan yt

Korelasi Silang antara x1t dengan yt

Lag Covariance Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 -10 -582.388 -.04342 | . *| . | -9 1482.117 0.11050 | . |** . | -8 711.741 0.05307 | . |* . | -7 495.962 0.03698 | . |* . | -6 65.094984 0.00485 | . | . | -5 -1190.034 -.08873 | . **| . | -4 -1382.741 -.10309 | . **| . | -3 -1011.990 -.07545 | . **| . | -2 844.264 0.06295 | . |* . | -1 -2692.639 -.20076 | .****| . | 0 -554.564 -.04135 | . *| . | 1 -466.925 -.03481 | . *| . | 2 6805.390 0.50739 | . |********** | 3 -816.607 -.06088 | . *| . | 4 2130.112 0.15882 | . |*** . | 5 -1979.248 -.14757 | . ***| . | 6 -1526.828 -.11384 | . **| . | 7 -319.017 -.02379 | . | . | 8 -1248.815 -.09311 | . **| . | 9 -597.066 -.04452 | . *| . | 10 446.045 0.03326 | . |* . |

Korelasi Silang antara x2t dengan yt

(31)

22

Lampiran 10. Pendugaan Awal Model Fungsi Transfer

Conditional Least Squares Estimation

Parameter Estimate Standard Error t Value Approx Pr > |t|

Lag Variable Shift

SCALE1 0.47696 0.10050 4.75 <.0001 0 x1 2

SCALE2 -46.54567 21.61282 -2.15 0.0360 0 x2 3

Variance Estimate 8584.41

Std Error Estimate 92.65209

AIC 632.427

SBC 636.3676

Number of Residuals 53

Lampiran 11. Plot ACF dan PACF Deret Sisaan

Autocorrelation Plot of Residuals

Lag Covariance Correlation -1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Std Error 0 8584.410 1.00000 | |********************| 0 1 -1929.713 -.22479 | .****| . | 0.137361 2 -3141.030 -.36590 | *******| . | 0.144135 3 1596.840 0.18602 | . |**** . | 0.160708 4 -297.559 -.03466 | . *| . | 0.164720 5 -43.057343 -.00502 | . | . | 0.

Gambar

Tabel 1  Nilai λ dan Transformasinya
Grafik Kasus DBD Rata2 Bulanan (2001-2005)
Gambar 2  Plot yt Stasioner.
Gambar 9  Plot ACF Deret Output yt.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data penelitian ini diperoleh melalui observasi (pengamatan), wawancara, dan studi dokumentasi. Data dianalisis menggunakan model analisis Spradley, terdiri atas

Hasil penelitian yang selanjutnya adalah bahwa variabel anggaran belanja memiliki hubungan yang positif dengan variabel keterlambatan penetapan APBD yang berarti semakin

Swimming pool , Tennis court , Public toilet, semua tempat sampah di luar gedung. Seksi ini sangat penting peranannya dalam operasional hotel karena mempunyai tugas

MEDIASI PASCA PERMA NO.1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang) ” dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

Skema yang memperlihatkan database dari perspektif users, Isi skema konsep adalah semua objek / entity yang ada pada. database , semua attribute , semua hubungan antara objek/entity

Dari hasil perancangan dan simulasi antena mikrostrip untuk handphone 3G dengan menggunakan 3 model patch, antara lain patch kotak, patch segitiga, dan patch lingkaran

February 2008 student accountant 43 From the above, it is apparent that if risk percentage values can be assessed for both inherent risk and control risk, then for a desired

Dalam rangka penerapan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 dan penyediaan dan pelayanan informasi publik, PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) BPKAD