• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi Dan Analisis Interaksi Genotipe Dan Lingkungan Galur Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi Dan Analisis Interaksi Genotipe Dan Lingkungan Galur Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI DAN ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE DAN

LINGKUNGAN GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID

HASIL KULTUR ANTERA

GERLAND AKHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi dan Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Gerland Akhmadi

(6)
(7)

RINGKASAN

GERLAND AKHMADI. Seleksi dan Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO sebagai ketua, ISWARI SARASWATI DEWI, dan DESTA WIRNAS sebagai anggota komisi pembimbing.

Pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahun menyebabkan konsumsi beras meningkat sehingga masih diperlukan usaha meningkatkan produksi beras nasional. Penurunan luas tanam padi di Indonesia, perubahan iklim, serta masalah lain yang spesifik lingkungan membuat produksi beras nasional terancam menurun. Alternatif solusi adalah mengembangkan varietas baru yang berproduktivitas tinggi dan agroekologi spesifik. Pengembangan varietas secara non konvensional melalui teknik-teknik bioteknologi memiliki keunggulan dibandingkan pemuliaan konvensional, yaitu pembentukan populasi dasar berupa galur murni lebih cepat. Salah satu teknik pemuliaan non konvensional adalah penggunaan teknik kultur antera. Kultur antera dapat menghasilkan tanaman yang homozigos penuh dengan keragaman yang tinggi dalam waktu lebih singkat. Galur-galur yang dihasilkan dari teknik ini perlu diuji serta diseleksi untuk perakitan varietas unggul.

Penelitian ini menggunakan 65 galur padi dihaploid hasil kultur antera dari 8 persilangan padi gogo dan padi sawah. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama, yaitu studi keragaman genetik populasi galur dihaploid yang dilakukan untuk mempelajari keragaman genetik populasi galur-galur dihaploid dan keeratan hubungan antara karakter komponen hasil dengan hasil. Beberapa karakter yang terpilih digunakan sebagai karakter seleksi sehingga diperoleh galur-galur yang berdaya hasil tinggi. Percobaan pertama dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Cimanggu-Bogor pada bulan Januari - Juni 2014. Pemilihan karakter seleksi dilakukan berdasarkan nilai parameter genetik, seperti heritabilitas dan koefisien korelasi. Hasil percobaan pertama menunjukkan populasi galur-galur padi dihaploid memiliki keragaman yang tinggi untuk semua karakter yang diamati, kecuali jumlah gabah hampa per malai. Karakter komponen hasil yang memiliki keeratan hubungan dengan karakter hasil adalah tinggi tanaman generatif, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah total per malai, dan bobot 1 000 butir gabah bernas. Terdapat 23 galur-galur dihaploid hasil seleksi yang memiliki karakter agronomi baik dengan kriteria tinggi tanaman generatif antara 80-120 cm, jumlah gabah bernas per malai > 100 bulir, jumlah gabah total per malai > 120 bulir, bobot 1 000 butir gabah bernas > 20 g, dan bobot gabah per rumpun > 25 g. Galur-galur tersebut dilanjutkan pada percobaan kedua.

(8)

2

genotipe dan lingkungan. Percobaan ini juga dilakukan untuk mendapatkan galur-galur yang cocok dikembangkan sebagai varietas padi gogo, varietas padi sawah, atau keduanya. Percobaan ini dilaksanakan di Rumah Kaca BB BIOGEN dan Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Percobaan ini dilakukan pada bulan Desember 2014 - Mei 2015. Analisis ragam gabungan 2 lokasi digunakan untuk menentukan nilai interaksi genotipe dan lingkungan karakter yang diamati. Hasil percobaan ini menunjukkan pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan terdapat pada karakter tinggi tanaman fase vegetatif, tinggi tanaman fase generatif, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, panjang malai, panjang daun bendera, sudut daun bendera, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, bobot 1 000 butir gabah bernas, kerapatan malai, periode pengisian biji dan produktivitas. Terdapat 5 galur padi dihaploid yang sesuai dibudidayakan pada kondisi gogo, 9 galur sesuai dibudidayakan pada kondisi sawah, dan 9 galur sesuai dibudidayakan pada kondisi sawah dan gogo.

(9)

SUMMARY

GERLAND AKHMADI. Selection and Analysis of Genotype by Environment Interactions in Dihaploid Rice Lines Obtained from Anther Culture. Under Supervision of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, ISWARI SARASWATI DEWI, and DESTA WIRNAS as members of the advisory committee.

Population increase in Indonesia causes increases in rice consumption. National rice production is needed to fulfil the need. Decline of rice planting area in Indonesia, climate change and environment-specific problems are some constraints in national rice production. An alternative solution to these problems is to form new rice varieties through plant breeding for specific agroecology. Biotechnology techniques have advantages than conventional breeding population in terms of generating the basic population. One of non conventional breeding techniques is anther culture. Anther culture can produce homozygous plants in a short time. Lines obtained from this technique need to be tested for breeding program.

(10)

2

grain per panicle, number of empty grain per panicle, total number of grains per panicle, weight of 1 000 filled grains, density of panicle, seed filling period and productivity. There were dihaploid rice lines that could potentially be cultivated as lowland rice (5 lines), upland rice (9 lines), and both lowland and upland rice (9 lines).

(11)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(12)

2

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

GERLAND AKHMADI

SELEKSI DAN ANALISIS INTERAKSI GENOTIPE DAN

LINGKUNGAN GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID

(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Seleksi dan Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid Hasil Kultur Antera” dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai Mei 2015.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Bambang Sapta Purwoko, MSc, Dr Ir Iswari Saraswati Dewi, dan Dr Desta Wirnas, SP MSi selaku pembimbing tesis, dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu E K, MS sebagai dosen penguji luar komisi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kakek, Nenek, Ibunda, Ayahanda, dan Kakak atas doa, kasih sayang, nasehat, bimbingan moral maupun material serta kesabaran yang tiada hentinya kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik (BB BIOGEN) yang telah mengizinkan penelitian di rumah kaca Cimanggu, serta kepada teknisi BB BIOGEN dan teknisi di Kebun Percobaan Sawah Baru IPB yang telah membantu selama proses penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf dan pegawai Pascasarjana khususnya Departemen Agronomi dan Hortikultura atas segala bantuan dan bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman keluarga besar Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman 2013 dan β014, keluarga besar AGH “Edelweiss” 47, teman-teman program fast track 2013 (Rima Margareta, Erin Puspita Rini, Sartika Widiowati, Listya Pramudita, Widya Kusumowati, Nur Aini Alfiah), serta sahabat terbaikku (Alvianti Yaufa Desita, Vallin Aulia, Nafi Utami, Deni Rahmat Hidayat, Didit Adyat Subaweh, Deni Yan Koesyana, Abudi, Agung Mursito, Muhammad Takbir, Muhammad Fuad, Yogo Ardhi Yohanes, Sandy Ramdhani) atas doa, bantuan, dan kebersamaannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi melalui program Beasiswa Fresh Graduate 2014. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Botani dan Fase Pertumbuhan Padi 5

Jenis Padi Berdasarkan Ekosistem 6

Seleksi 7

Interaksi Genotipe dan Lingkungan 8

3 BAHAN DAN METODE 9

Percobaan I. Pemilihan Karakter Agronomi untuk Seleksi pada Galur-Galur Padi Dihaploid

Lokasi dan Waktu Penelitian 9

Alat dan Bahan Penelitian 9

Prosedur Percobaan 9

Analisis Data 11

Percobaan II. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Alat dan Bahan Penelitian 13

Prosedur Percobaan 13

Analisis Data 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Percobaan I. Pemilihan Karakter Agronomi untuk Seleksi pada Galur-Galur Padi Dihaploid

Kondisi Umum Pertanaman di Rumah Kaca 18

Keragaan Karakter Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid 19 Komponen Ragam dan Nilai Duga Heritabilitas Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid

22 Koefisien Korelasi Genotipik dan Analisis Sidik Lintas Karakter Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid

23

Seleksi Galur-Galur Padi Dihaploid 27

Percobaan II. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid

Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan 27

Uji Kehomogenan Ragam Galur-Galur Padi Dihaploid 28 Keragaan Karakter Galur-Galur Padi Dihaploid 29 Parameter Genetik Galur-Galur Padi Dihaploid 30 Keragaan Pertumbuhan Galur-Galur Padi Dihaploid 31

(20)

2

5 SIMPULAN DAN SARAN 45

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 55

(21)

DAFTAR TABEL

1 Sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) 11

2 Sidik ragam gabungan satu musim di beberapa lokasi pengujian 17 3 Nilai tengah dan kisaran populasi karakter agronomi galur-galur

padi dihaploid dan varietas pembanding

19 4 Nilai ragam dalam galur dan antar galur pada beberapa karakter

agronomi galur-galur padi dihaploid dan varietas pembanding 20 5 Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas karakter

agronomi galur-galur padi dihaploid

22

6 Nilai koefisien korelasi genotipik karakter agronomi galur-galur padi dihaploid

23 7 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung beberapa karakter

terhadap bobot gabah per rumpun pada galur-galur padi dihaploid

24 8 Galur-galur padi dihaploid hasil seleksi dan varietas pembanding 26 9 Hasil uji kehomogenan ragam 23 galur padi dihaploid dan varietas

pembanding 28 12 Nilai tengah tinggi tanaman dari 23 galur padi dihaploid dan varietas

pembanding pada kondisi sawah dan gogo

32 13 Nilai tengah jumlah anakan dari 23 galur padi dihaploid dan varietas

pembanding pada kondisi sawah dan gogo

34 14 Nilai tengah umur berbunga, umur panen, dan periode pengisian biji

dari 23 galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

35 15 Nilai tengah karakter daun bendera dari 23 galur padi dihaploid dan

varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

37 16 Nilai tengah bobot 1 000 butir gabah bernas dan panjang malai dari

23 galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

39 17 Nilai tengah jumlah gabah per malai dari 23 galur padi dihaploid dan

varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

41 18 Nilai tengah persentase gabah bernas dan kerapatan malai dari 23

galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

42 19 Nilai tengah produktivitas dan kategori kesesuaian budidaya dari 23

galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alur penelitian seleksi dan analisis interaksi genotipe dan lingkungan galur-galur padi dihaploid hasil kultur antera 3

2 Sudut daun bendera 15

3 Persemaian galur-galur padi dihaploid di rumah kaca 18 4 Tanaman padi dihaploid yang terkena hama ulat penggulung daun 18 5 Diagram sidik lintas galur-galur padi dihaploid 25 6 Kondisi pertanaman padi dihaploid di lahan sawah (kiri) dan lahan gogo

(kanan) pada 97 hari setelah tanam (HST)

28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar galur-galur padi dihaploid yang digunakan dalam penelitian 57

2 Deskripsi varietas Inpari 13 58

3 Deskripsi varietas Ciherang 59

4 Deskripsi varietas Limboto 60

(24)
(25)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi beras tertinggi di dunia dengan data konsumsi mencapai 139.5 kg/kapita/tahun (Christianto 2013). Pertambahan jumlah penduduk Indonesia membuat konsumsi beras meningkat sehingga diperlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan beras (Puslitbangtan 2007). Peningkatan produksi beras secara nasional merupakan fokus utama dalam pemenuhan beras di Indonesia. Kementrian Pertanian menargetkan pada akhir tahun 2015 produksi padi nasional mencapai 73.4 juta ton gabah kering giling (GKG) (Ditjen Tanaman Pangan 2015). Penurunan luas tanam padi di Indonesia, perubahan iklim, serta masalah lain yang spesifik lingkungan membuat produksi beras nasional terancam menurun.

Peningkatan suhu bumi sebesar 20C saat ini menimbulkan masalah krisis air pada beberapa sektor termasuk pertanian (Subramanian 2012). Masalah yang terjadi pada padi sawah adalah kekeringan akibat curah hujan yang rendah serta penurunan kualitas air membuat produksi beras dari padi sawah menurun (Pujiharti et al. 2008). Kekeringan ini dapat menyebabkan kehilangan hasil padi hingga 50% (Akram et al. 2013). Perubahan iklim juga menyebabkan masalah lain pada padi seperti hama dan penyakit yang mengancam tanaman sehingga produksi beras dari padi sawah dan padi lahan kering atau gogo juga menurun (Wiyono 2009). Penggunaan lahan marjinal pada budidaya padi akibat berkurangnya luas lahan optimum saat ini juga memiliki kendala utama yaitu intensitas cahaya rendah pada penggunaan padi gogo sebagai tanaman sela dan tanah masam yang menyebabkan toksisitas aluminium (Sopandie 2013). Badan Pusat Statistik atau BPS (2015) mencatat berdasarkan angka sementara pada tahun 2014 produksi padi nasional turun 0.63% (70.83 juta ton GKG) dibandingkan produksi tahun 2013 yang mencapai 71.29 juta ton GKG.

Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan adalah penggunaan varietas padi baru yang berproduktivitas tinggi dan agroekologi spesifik. Varietas padi juga harus memiliki sifat yang diharapkan petani, seperti tahan hama dan penyakit utama serta berumur genjah (Suprihatno et al. 2009), namun pada padi tipe baru potensi hasil yang tinggi dapat ditingkatkan melalui penundaan senesen kanopi, memperpanjang periode pengisian biji, dan meningkatkan ketahanan rebah (Susanto et al. 2003; Subantoro et al. 2008).

(26)

2

membutuhkan waktu 6-7 generasi untuk mendapatkan tanaman mendekati homozigos (Dewi & Purwoko 2011).

Prosedur pembentukan varietas diawali dengan pembentukan populasi dasar menggunakan teknik non konvensional seperti kultur antera atau secara konvensional. Setelah pembentukan populasi dasar diperlukan seleksi awal untuk mengevaluasi karakter agronomi yang dimiliki oleh galur tersebut (Acquaah 2007; Hallauer 2011). Seleksi akan efektif bila digunakan karakter seleksi yang tepat (Xu & Muir 1992). Pemilihan karakter seleksi dilakukan berdasarkan nilai parameter genetik karakter seperti heritabilitas atau nilai koefisien korelasi (Nasution 2010; Sutoro 2006). Seleksi dapat menggunakan satu karakter atau beberapa karakter (Rachman 2010). Galur yang terseleksi memiliki keunggulan agronomi seperti produktivitas yang tinggi, jumlah anakan sedang, bermalai lebat dan umur yang genjah (Resende et al. 2011; Satoto et al. 2008).

Kegiatan selanjutnya dalam program pemuliaan tanaman adalah pengujian (Wyss et al. 2001). Terdapat beberapa pengujian sebelum galur yang dihasilkan dapat dilepas sebagai varietas. Salah satu pengujian lanjut yang dapat dilakukan adalah studi interaksi genotipe dan lingkungan (Mohamed 2013). Ragam fenotipe terdiri atas ragam genotipe, ragam lingkungan, dan ragam interaksi genotipe dan lingkungan (Bueren et al. 1999) sehingga selain faktor genetik, faktor lingkungan juga perlu diperhatikan dalam pembentukan varietas padi. Lingkungan tertentu menghasilkan fenotipe tanaman yang berbeda-beda pada suatu karakter.

Penelitian ini menggunakan galur-galur dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera F1 hasil 8 persilangan padi gogo dan padi sawah pada penelitian Putri (2014). Tetua-tetua yang digunakan dalam persilangan memiliki keunggulan, yaitu hasil yang tinggi pada IR83821-99-2-2-2, IR85640-114-2-1-3 (Arman 2014), Bio-R81, dan Bio-R82-2 (Rosita 2014); tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri pada IR83821-99-2-2-2 dan IR85640-114-2-1-3 (Arman 2014); toleran intensitas cahaya rendah atau naungan pada I5-10-1-1 dan O18-b-1 (Mara 20O18-b-14); toleran kekeringan pada OO18-b-18-b-O18-b-1 (Mara 20O18-b-14), dan toleran aluminium pada O18-b-1 (Purwoko et al. 2010; Mara 2014). Galur-galur dihaploid turunan dari persilangan ini diharapkan memiliki hasil yang tinggi serta memiliki keunggulan lain, yaitu berupa toleran terhadap beberapa cekaman lingkungan seperti tetuanya. Hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam kegiatan pemuliaan berdasarkan populasi galur-galur dihaploid padi. Galur-galur dihaploid yang memiliki potensi agronomi baik pada lingkungan yang diuji dapat dikembangkan sebagai varietas padi gogo, padi sawah, atau keduanya. Alur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendapatkan informasi tentang keragaman genetik galur-galur padi dihaploid agar dapat digunakan sebagai bahan seleksi pada pemuliaan padi.

(27)

3 3. Mendapatkan informasi tentang interaksi genotipe dan lingkungan pada

galur-galur padi dihaploid untuk memperoleh daya adaptasi genotipe terhadap lingkungan.

4. Mendapatkan galur-galur padi dihaploid yang berdaya hasil tinggi.

5. Mendapatkan galur-galur padi dihaploid yang sesuai dibudidayakan pada kondisi sawah, kondisi gogo, atau kondisi sawah dan gogo.

Galur-galur padi dihaploid

- Studi keragaman - Analisis korelasi

- Nilai parameter genetik - Karakter seleksi

Seleksi

Galur-galur berdaya hasil tinggi

Studi interaksi genotipe dan lingkungan

- Informasi interaksi genotipe dan lingkungan

- Galur-galur adaptif gogo, sawah, serta gogo dan sawah

P

erc

oba

an

I

P

erc

oba

an

II

(28)

4

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terdapat keragaman genetik yang tinggi pada populasi galur padi dihaploid. 2. Terdapat hubungan antara karakter hasil dan komponen hasil pada galur-galur

padi dihaploid.

3. Terdapat interaksi antara genotipe galur-galur padi dihaploid dengan lingkungan.

4. Terdapat galur-galur padi dihaploid yang berdaya hasil tinggi.

(29)

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Fase Pertumbuhan Padi

Padi diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta dengan sub divisio Angiospermae. Padi memiliki biji berkeping satu atau Monocotyledoneae dengan ordo Poales dan famili Graminae (Poaceae) atau rumput-rumputan. Padi termasuk genus Oryza dengan jumlah spesies sebanyak 25 spesies (Tjitrosoepomo 2002). Genus Oryza saat ini memiliki 2 spesies tanaman yang dibudidayakan yaitu Oryza glaberrima yang umumnya ditanam pada daerah-daerah di Afrika dan Oryza sativa yang banyak digunakan di Asia. Oryza sativa terbagi ke dalam 3 sub spesies berdasarkan ciri-ciri morfologinya, yaitu japonica, indica, dan javanica. Padi

japonica dapat hidup pada daerah-daerah beriklim sedang dan memiliki postur tinggi sehingga mudah rebah. Padi indica hidup pada daerah-daerah beriklim tropis dan memiliki postur pendek. Padi javanica memiliki ciri-ciri gabungan antara japonica dan indica (Katayama 1993; Rutger 2001).

Fase pertumbuhan padi secara umum terbagi atas 3, yaitu fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pematangan (Wang & Li 2005). Fase vegetatif adalah fase pertumbuhan awal hingga pembentukan malai. Fase ini dimulai dengan bertambahnya jumlah anakan, bobot, tinggi tanaman, dan luas daun. Secara umum, fase ini berada dalam periode 45 hari pertama atau bahkan lebih. Fase kedua adalah fase reproduktif yang dimulai dengan memanjangnya ruas batang tanaman, berkurangnya pertambahan jumlah anakan, munculnya daun bendera, dan terjadi pembungaan. Fase reproduktif berlangsung selama 35 hari. Fase pematangan adalah fase yang dimulai dari pembungaan, pengisian gabah hingga gabah matang. Fase ini berlangsung selama 30 hari (Makarim & Suhartatik 2009). Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh 9 stadia yang masing-masing mempunyai ciri tersendiri. Stadia tersebut menurut Deptan (2003) dan Andreani et al. (2012) adalah:

1. Stadia 0 dari perkecambahan sampai munculnya daun pertama biasanya memakan waktu sekitar 3 hari.

2. Stadia 1 merupakan stadia bibit dengan ciri terbentuknya daun pertama sampai terbentuknya anakan pertama. Stadia ini berlangsung sekitar 3 minggu.

3. Stadia 2 atau stadia anakan. Stadia ini dimulai ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai batas maksimum. Stadia ini berlangsung sampai 2 minggu. 4. Stadia 3 atau stadia perpanjangan batang. Stadia ini berlangsung selama 10

hari sampai terbentuknya bulir padi.

5. Stadia 4 dimulai saat terbentuknya bulir. Stadia ini berlangsung sekitar 10 hari.

6. Stadia 5 atau stadia perkembangan bulir sampai terbentuk biji yang berlangsung sekitar 2 minggu.

(30)

6

8. Stadia 7 atau stadia matang susu. Stadia ini dimulai saat biji berisi cairan menyerupai susu dan bulir masih kelihatan berwarna hijau. Stadia ini berlangsung sekitar 2 minggu.

9. Stadia 8 terjadi ketika biji yang lembek mulai mengeras dan sekamnya berwarna kuning sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama stadia ini sekitar 2 minggu.

10. Stadia 9 atau stadia pemasakan biji. Akhir stadia ini biji akan berukuran sempurna, keras, berwarna kuning, serta malai mulai merunduk. Lama stadia ini adalah sekitar 2 minggu.

Jenis Padi Berdasarkan Ekosistem

Berdasarkan lingkungan tumbuhnya maka padi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu jenis padi sawah dan padi gogo (Lyu et al. 2014). Padi sawah adalah padi yang memerlukan penggenangan saat penanaman (Nwilene et al. 2008). Penggenangan dapat dilakukan secara terus menerus sepanjang penanaman, secara berselang sepanjang penanaman, saat 35 hari setelah semai (HSS) hingga panen, atau saat 45 HSS hingga panen (Sauki et al. 2014). Padi gogo adalah padi yang dibudidayakan di lahan kering (Suastika et al.1997). Padi sawah dapat tumbuh pada daerah lahan dengan curah hujan lebih dari 1 600 mm/tahun, sedangkan pada padi lahan kering (padi gogo) memerlukan minimal 4 bulan basah berurutan sehingga arah pengembangan varietas untuk kedua jenis padi ini berbeda (Pujiharti et al. 2008). Selain itu terdapat padi yang dapat ditanam pada lahan sawah maupun lahan kering yang disebut padi amfibi (Suprihatno et al.

2009).

Varietas padi sawah memiliki sifat yang hampir sama dengan padi gogo namun berbeda dalam hal jumlah anakan produktif (lebih banyak), umur tanaman (lebih genjah), dan hasil produksi (lebih tinggi) (Bappenas 2000; Bobihoe 2007). Pengembangan varietas padi sawah lebih maju karena produksi beras nasional sebesar 95% diproduksi dari padi jenis ini (BPS 2015). Pembentukan varietas padi sawah saat ini masih terus dilakukan untuk tujuan peningkatan produksi dan pencegahan terjadinya penurunan produksi akibat perubahan lingkungan. Penanaman varietas padi sawah yang paling banyak saat ini adalah varietas Ciherang, IR64, Inpari 13, dan Cigeulis (Ishak & Sugandi 2012).

(31)

7 sering digunakan oleh petani saat ini adalah Situ Bagendit, Situ Patenggang, Limboto, Towuti, dan Batu Tegi (Korlina et al. 2012). Varietas padi Situ Bagendit dan Situ Patenggang merupakan varietas padi amfibi (Suprihatno et al. 2009).

Seleksi

Seleksi adalah kegiatan pemilihan individu-individu tanaman terbaik atau populasi berdasarkan karakter yang diinginkan untuk dijadikan tetua-tetua dalam menghasilkan rekombinan atau dilepas menjadi varietas baru (Chahal & Gosal 2003). Seleksi menghasilkan perubahan frekuensi gen yang berdampak pada perubahan frekuensi genotipe populasi (Falconer & Mackay 1996). Tujuan dari seleksi adalah untuk meningkatkan proporsi tanaman sesuai karakter yang dinginkan dalam populasi (Chahal & Gosal 2003). Karakter yang digunakan pada tanaman pangan untuk seleksi adalah karakter hasil atau karakter yang berkorelasi dengan hasil (Harten 1998).

Seleksi dapat dikelompokkan menjadi seleksi alam dan seleksi buatan. Seleksi alam merupakan seleksi yang dipengaruhi oleh faktor alam dalam mengarahkan seleksi tersebut yang umumnya bersifat acak, sedangkan seleksi buatan merupakan seleksi yang sengaja dilakukan oleh manusia untuk meningkatkan proporsi karakter yang diinginkan berada pada populasi tanaman yang dikembangkan (Rachmadi 2000). Seleksi pada pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri seperti padi akan efektif bila fenotipe karakter yang digunakan merupakan hasil dari susunan genetik tanaman bukan hasil dari lingkungan tumbuh. Seleksi untuk tanaman menyerbuk sendiri dapat menggunakan metode seleksi massa atau seleksi galur murni (Chahal & Gosal 2003). Seleksi massa dilakukan dengan menyeleksi tanaman menggunakan fenotipe tanaman berdasarkan karakter yang diinginkan. Tanaman yang memiliki fenotipe yang diinginkan dipanen kemudian digabung (bulk). Seleksi massa dilakukan untuk menyeragamkan varietas agar menghasilkan populasi yang lebih baik dibanding populasi asal. Seleksi galur murni dilakukan dengan menyeleksi individu tanaman yang memiliki karakter yang diinginkan pada populasi dasar. Tanaman yang terpilih kemudian ditanam dan dilakukan uji progeni.

Seleksi dapat dilakukan berdasarkan pada satu karakter atau beberapa karakter. Seleksi pada satu karakter dapat dengan mudah dilakukan karena tidak melihat pengaruh dari karakter lain. Seleksi pada beberapa karakter perlu dilakukan perhitungan nilai parameter genetik untuk menentukan karakter yang dipilih sebagai karakter seleksi (Sutoro 2006). Nilai parameter genetik yang dapat digunakan seperti heritabilitas, koefisien keragaman genetik, koefisien korelasi genetik, dan sidik lintas (Rachmadi 2000; Rachman 2010).

(32)

8

mengetahui keragaman genotipik pada karakter tertentu (Suwelo 1983). Nilai KKG yang tinggi menandakan faktor genotipe berpengaruh besar terhadap fenotipe atau karakter yang diamati sehingga karakter tersebut berpeluang diperbaiki melalui seleksi (Zen 2012). Analisis koefisien korelasi genotipik dihitung untuk mendeteksi hubungan antara 2 karakter pada tanaman (Singh & Chaudhary 1979). Nilai koefisien korelasi genotipik yang positif menunjukkan peningkatan keragaan kedua karakter yang diamati secara bersama-sama sedangkan koefisien korelasi genotipik yang negatif menunjukkan hal sebaliknya (Steel et al. 1977). Nilai koefisien korelasi genotipik dapat dijabarkan untuk melihat pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung melalui karakter lain antara kedua karakter menggunakan sidik lintas. Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung yang besar menandakan bahwa karakter tersebut berpeluang untuk dilakukan perbaikan melalui seleksi dengan memperhatikan metode seleksi yang digunakan (Singh & Chaudhary 1979).

Interaksi Genotipe dan Lingkungan

Fenotipe tanaman pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Lingkungan tumbuh padi yang beragam dapat menimbulkan interaksi antara pengaruh genotipe dengan lingkungan (Were & Omari 2014). Interaksi genotipe dan lingkungan terjadi bila respon genotipe berubah pada lingkungan yang berbeda. Genotipe yang menghasilkan nilai tinggi pada lingkungan tertentu belum tentu dapat menghasilkan nilai yang sama tinggi pada lingkungan yang berbeda sehingga informasi interaksi genotipe dan lingkungan diperlukan untuk melihat sejauh mana pengaruh lokasi terhadap keragaan karakter suatu tanaman (Falconer & Mackay 1996).

Berdasarkan respon terhadap lingkungan, genotipe tanaman dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian. Pertama adalah kelompok yang menunjukkan kemampuan beradaptasi pada lingkungan yang luas, berarti nilai interaksi genotipe dengan lingkungan kecil. Kelompok kedua yaitu kelompok yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi sempit dengan nilai interaksi genotipe dan lingkungan besar. Tanaman yang memiliki peragaan baik pada suatu lingkungan tertentu dan memiliki peragaan buruk pada lingkungan yang berbeda menunjukkan interaksi genotipe lingkungan yang besar (Nasrullah 1981).

(33)

9

3 BAHAN DAN METODE

Percobaan I. Pemilihan Karater Agronomi untuk Seleksi pada Galur-Galur Padi Dihaploid

Lokasi dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB BIOGEN), Cimanggu-Bogor. Percobaan dilakukan pada bulan Januari-Juni 2014.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan adalah 65 galur padi dihaploid DH1 dari F1: (1) HR-1: IR83821-99-2-2-2/I5-10-1-1, (2) HR-2: IR85640-114-2-1-3/I5-10-1-1, (3) HR-3: IR83821-99-2-2-2/O18-b-1, (4) HR-4: IR85640-114-2-1-3/O18-b-1, (5) HR-5: R81/I5-10-1-IR85640-114-2-1-3/O18-b-1, (6) HR-6: R82-2/I5-10-1-IR85640-114-2-1-3/O18-b-1, (7) HR-7: Bio-R81/O18b-1, (8) HR-8: Bio-R82-2/O18b-1. Galur yang digunakan dalam percobaan I disajikan pada Lampiran 1. Genotipe lain yang digunakan adalah varietas Ciherang dan Inpari 13 sebagai pembanding. Deskripsi varietas Ciherang dan Inpari 13 tersedia pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Selain bahan tanaman, input produksi yang digunakan yaitu pupuk NPK 20:20:20 dengan dosis 6 g/pot dan pupuk Urea dengan dosis 3 g/pot (Munawar 2011). Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat budidaya tanaman, alat tulis, timbangan, dan meteran.

Prosedur Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan berupa genotipe. Genotipe yang digunakan terdiri dari 65 galur dihaploid dan 2 varietas pembanding diulang sebanyak 3 ulangan sehingga terdapat 201 satuan percobaan. Model umum RAL (Gomez & Gomez 1995) adalah:

Yij = µ + αi + εij keterangan:

Yi = nilai pengamatan genotipe ke-i, ulangan ke-j µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh genotipe ke-i

εi = pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i, ulangan ke-j

(34)

10

sebanyak 25 benih. Penyiraman pada persemaian dilakukan minimal sekali dalam sehari. Bibit dipindah tanam (transplanting) ke pot saat 17 hari setelah semai (HSS) di dalam rumah kaca. Pot yang akan ditanami sebelumnya diisi dengan media berupa tanah dan dalam kondisi disawahkan. Setiap pot berisi 1 bibit padi. Tanaman dipupuk NPK 20:20:20 dengan dosis 6 g/pot.

Pemeliharaan

Pemeliharaan meliputi penyiraman, pemupukan, dan penyiangan. Penyiraman dilakukan minimal sehari sekali. Pemupukan urea dilakukan pada saat tanaman berumur 3 dan 9 minggu setelah tanam (MST) dengan masing-masing dosis 1.5 g/pot. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di dalam pot.

Panen

Panen dilakukan apabila 80% malai pada setiap pot telah menguning. Pemanenan dilakukan dengan potong bawah. Perontokan malai dilakukan dengan cara diirig.

Pengamatan

Peubah yang diamati dan cara mengukurnya sebagai berikut:

1. Tinggi tanaman fase vegetatif: diukur pada saat tanaman berumur 45 hari setelah semai (HSS) dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi. 2. Tinggi tanaman fase generatif: diukur pada saat tanaman menjelang panen

dari permukaan tanah hingga ujung malai tertinggi.

3. Jumlah anakan produktif: diukur pada saat tanaman berbunga diamati dengan menghitung jumlah anakan yang bermalai.

4. Umur berbunga tanaman: dihitung dari benih disemai hingga terbentuknya 50% malai (bunga) pada tanaman.

5. Umur panen tanaman: dihitung dari benih disemai hingga 80% malai tanaman menguning.

6. Periode pengisian biji tanaman: dihitung selisih antara umur panen dan umur berbunga tanaman.

7. Panjang malai: diukur dari leher malai hingga ujung malai.

8. Jumlah gabah bernas dan gabah hampa per malai: dihitung secara terpisah jumlah gabah bernas dan jumlah gabah hampa (tidak berisi dan berisi sebagian) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.

9. Jumlah gabah per malai: dihitung jumlah total gabah (gabah bernas + gabah hampa) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.

10. Kerapatan malai tanaman: dibandingkan antara panjang malai dengan produksi gabah per rumpun dikalikan 100.

11. Bobot 1 000 butir gabah bernas dengan kadar air +14%: ditimbang 1 000 butir gabah pada tiap rumpun tanaman.

(35)

11 Analisis Data

Respon genotipe diuji menggunakan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% berdasarkan Gomez dan Gomez (1995). Analisis selanjutnya yang digunakan adalah menduga besaran nilai heritabilitas arti luas (hb ) berdasarkan pemisahan nilai kuadrat tengah harapan (Tabel 1). Nilai heritabilitas arti luas dihitung dengan rumus Zen (2012):

Tabel 1 Sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL) Sumber

keragaman

Derajat bebas

Jumlah

Kuadrat Kuadrat tengah Nilai harapan Fhitung Genotipe (g-1) JKp KTp = JKp/(g-1) σe+ r σg KTp/KTg Galat r(g-1) JKg KTg = JKg/r(g-1) σe

Total terkoreksi rg-1 JKt

σ

g

=

KT −KTg

KTp = kuadrat tengah genotipe KTg = kuadrat tengah galat

σg = ragam genetik

σe = ragam lingkungan

σ = ragam fenotipe

Pengelompokan nilai heritabilitas menurut Stanfield (1983) adalah tinggi (50% < h2 < 100%), sedang (20% ≤ h2 ≤ 50%), dan rendah (h2 < 20%). Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah pendugaan koefisien keragaman genetik (KKG). Pendugaan KKG dihitung menggunakan rumus berdasarkan penelitian Rachmawati et al. (2014):

KKG = √σg2

×

%

keterangan:

σg = nilai ragam genetik peubah x

(36)

12

Luas sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter dihitung berdasarkan

ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik menurut rumus berikut (Pinaria et

al. 1995):

σσg2 = √r [ M dbg + +

M dbe + ]

keterangan:

σσg2 = standar deviasi ragam genetik

r = jumlah ulangan yang digunakan pada percobaan

M = kuadrat tengah genotipe

M = kuadrat tengah galat

dbg = derajat bebas genotipe

dbe = derajat bebas galat

Apabila σg > σσ

g

2 maka keragaman genetik peubah tersebut luas,

sedangkan σg < σσg2 menandakan keragaman genetik sempit (Pinaria et al. 1995). Selain itu, karakter agronomi dihitung nilai koefisien korelasi genotipiknya menggunakan rumus berikut (Singh & Chaudhary 1979):

rg(X1X2) =

C vg X ,X

√σg2 X σg2 X

keterangan:

rg(X1X2) = nilai koefisien korelasi genotipik antara peubah X1 dan X2 Covg X1,X2 = nilai peragam genetik antara peubah X1 dan X2

σg(X1) = nilai ragam genetik peubah X1

σg(X2) = nilai ragam genetik peubah X2

Nilai koefisien korelasi yang didapatkan diuji Z pada tingkat kepercayaan 95% (Boer 2011). Nilai koefisien korelasi hasil perhitungan sebelumnya digunakan dalam perhitungan koefisien sidik lintas dengan menggunakan rumus menurut Singh dan Chaudhary (1979):

(37)

13 Berdasarkan persamaan di atas, nilai Ci (pengaruh langsung) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Ci = Rx-1Ry keterangan:

Ci = vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung setiap peubah bebas yang telah dibakukan terhadap peubah tak bebas

Rx = matriks korelasi antar peubah bebas Rx-1 = invers matriks Rx

Ry = vektor koefisien korelasi antara peubah bebas Xi (i=1,β, ….p) dengan peubah tak bebas Y

Percobaan II. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid

Lokasi dan Waktu Penelitian

Percobaan dilaksanakan di Rumah Kaca BB BIOGEN dan Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor. Percobaan dilakukan pada bulan Desember 2014 - Mei 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan adalah 23 galur padi dihaploid generasi kedua (DH2) (Lampiran 1). Padi varietas Inpari 13, Situ Bagendit, dan Limboto digunakan sebagai pembanding. Deskripsi varietas Inpari 13, Situ Bagendit, dan Limboto disajikan pada Lampiran 2, 4, dan 5. Selain bahan tanaman, input produksi yang digunakan yaitu pupuk urea, SP36, dan KCl serta insektisida dan fungisida untuk pengendalian hama dan penyakit. Dosis urea, SP36, dan KCl berturut-turut adalah 250 kg/ha, 150 kg/ha, dan 100 kg/ha (Munawar 2011). Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat budidaya tanaman, alat tulis, timbangan, meteran, knapscak, dan kamera.

Prosedur Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan perlakuan berupa 23 galur dihaploid dan 3 varietas pembanding yang masing-masing diulang sebanyak 3 ulangan pada 2 lingkungan yaitu padi sawah dan padi gogo. Model umum RKLT analisis ragam gabungan (Mattjik & Sumertajaya 2013):

(38)

14

keterangan:

Yijk = nilai pengamatan galur ke-i, lokasi ke-j, dan ulangan(lingkungan) ke-k µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh genotipe ke-i j = pengaruh lingkungan ke-j

kj = pengaruh ulangan ke-k pada lingkungan ke-j α kj = interaksi genotipe ke-i dengan lingkungan ke-j

εijk = pengaruh galat percobaan dari galur ke-i, lingkungan ke-j, dan ulangan(lingkungan) ke-k

Penanaman Padi Gogo

Lahan kering untuk penanaman dibagi dalam 3 kelompok. Satuan percobaan digunakan petakan berukuran 3 m x 1.2 m. Benih ditanam sebanyak 3 benih per lubang dengan jarak tanam 30 cm x 20 cm. Setiap lubang tanam diberi insektisida untuk mencegah serangan hama benih.

Penanaman Padi Sawah

Persemaian dilakukan di rumah kaca BB BIOGEN. Benih disemai pada bak persemaian dengan media berupa tanah. Jumlah benih yang digunakan setiap galur sebanyak 12 g. Penyiraman dilakukan minimal sekali dalam sehari. Bibit dipindah tanam (transplanting) pada umur 22 hari setelah tanam (HST) ke lahan pertanaman padi sawah kebun percobaan Sawah Baru. Sebelum dilakukan penanaman, tanah diolah dan diratakan terlebih dahulu. Lahan untuk penanaman dibagi dalam 3 kelompok. Setiap satuan percobaan terdiri dari 1 petakan berukuran 3.5 m x 1 m. Bibit padi ditanam dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Tiap lubang ditanam 2 bibit dengan kedalaman + 5 cm. Pemberian insektisida dilakukan setelah penanaman untuk mencegah kerusakan tanaman pada awal pertumbuhan akibat hama.

Pemeliharaan

(39)

15 Panen

Panen dilakukan apabila 80% malai pada setiap petakan telah menguning. Pemanenan dilakukan dengan cara potong bawah. Perontokan malai dilakukan dengan cara diirig.

Pengamatan Morfologi

Keragaan pertumbuhan yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per petak meliputi:

1. Panjang daun bendera: diukur dari pangkal daun hingga ujung daun tiap rumpun tanaman.

2. Sudut daun bendera: diukur dekat leher daun. Skor yang diberikan berdasarkan buku panduan karakterisasi Deptan (2003) dengan skor sebagai berikut: 1 (tegak); 3 (sedang atau membentuk sudut 45o); 5 (mendatar); 7 (terkulai). Gambar sudut daun bendera disajikan pada Gambar 2.

Pengamatan Agronomi

Keragaan pertumbuhan yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per petak meliputi:

1. Tinggi tanaman fase vegetatif: diukur pada saat tanaman berumur 45 HST diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi.

2. Tinggi tanaman fase generatif: diukur pada saat tanaman menjelang panen dari permukaan tanah hingga ujung malai tertinggi.

3. Jumlah anakan tanaman padi pada saat tanaman berumur 45 HST: dihitung jumlah anakan pada tiap rumpun tanaman.

4. Jumlah anakan produktif pada saat tanaman berbunga: dihitung jumlah anakan yang bermalai pada tiap rumpun tanaman.

Keragaan produksi yang diamati pada 5 rumpun tanaman contoh per petak meliputi:

1. Panjang malai: diukur dari leher malai hingga ujung malai.

2. Jumlah gabah bernas dan gabah hampa per malai: dihitung secara terpisah jumlah gabah bernas dan jumlah gabah hampa (tidak berisi dan berisi sebagian) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.

3. Persentase gabah bernas (%): dihitung dengan membandingkan antara jumlah gabah bernas per malai dengan jumlah gabah total per malai dikalikan 100.

4. Jumlah gabah per malai: dihitung jumlah total gabah (gabah bernas + gabah hampa) dari 5 malai tiap rumpun tanaman.

(40)

16

5. Kerapatan malai tanaman: dibandingkan antara panjang malai dengan gabah total per malai.

6. Bobot 1 000 butir gabah bernas: ditimbang 1 000 butir gabah bernas dengan kadar air +14% pada tiap rumpun tanaman.

Keragaan pertumbuhan pada setiap satuan percobaan:

1. Umur berbunga tanaman: dihitung dari benih disebar atau ditanam hingga terbentuknya 50% malai (bunga) pada tanaman.

2. Umur panen tanaman: dihitung dari benih disebar atau ditanam hingga 80% malai tanaman menguning.

3. Periode pengisian biji tanaman: dihitung selisih antara umur panen dan umur berbunga tanaman.

Keragaan pertumbuhan yang diamati pada petak bersih (tanpa tanaman contoh dan tanaman pinggir):

1. Bobot gabah per petak bersih (gabah kering panen dan gabah kering giling). Gabah kering panen dihitung dari bobot gabah bernas dan gabah hampa sesaat setelah panen. Gabah kering giling dihitung dari bobot gabah bernas kering setelah melalui penampian dan penjemuran terlebih dahulu sehingga mencapai kadar air ±14%. Penjemuran selama 4 hari.

2. Produktivitas setiap galur dan varietas pembanding. Perhitungan produktivitas dihitung berdasarkan petak bersih dengan mengkonversikan ke luasan 1 ha:

luas petak bersih × hasil gabah per petak ton. ha−

Analisis Data

Data diuji kehomogenan ragamnya dengan uji F (Allingham & Rayner 2011).

(41)

17 Tabel 2 Sidik ragam gabungan satu musim di beberapa lokasi pengujian

Sumber keragaman

Derajat bebas

Kuadrat

tengah Nilai harapan Fhitung

Lokasi (L) (l-1) M5 M5/M4

Ulangan(Lokasi) l(r-1) M4

Genotipe (G) (g-1) M3 σe+ r σgl) + rl (σg M3/M2

G x L (g-1)(l-1) M2 σe+ r σgl M2/M1

Galat l(r-1)(g-1) M1 σe

Total terkoreksi (lgr) -1

Keterangan: �=ragam lingkungan; �=ragam genetik; ���=ragam interaksi genetik dan lokasi

Perhitungan heritabilitas arti luas (hb dihitung dengan menggunakan rumus menurut Syukur et al. (2012):

σe = M1

σgl = M −M

σg = M −Ml

σ = σg + σe + σgl

hb = σg

2

σp2 x 100%

keterangan:

σe = ragam lingkungan

σgl = ragam interaksi genetik dan lokasi

σg = ragam genetik

σ = ragam fenotipe

(42)

18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I. Pemilihan Karakter Agronomi untuk Seleksi pada Galur-Galur Padi Dihaploid

Kondisi Umum Pertanaman di Rumah Kaca

Persemaian dilakukan selama 17 hari di rumah kaca. Persemaian terkendala karena adanya hama burung yang dikhawatirkan akan memakan biji sebelum perkecambahan terjadi. Hal ini diatasi dengan menutup bak persemaian hingga berumur 7 hari setelah semai (HSS) (Gambar 3). Selama penelitian berlangsung, suhu di rumah kaca yang sangat tinggi terutama pada siang hari membuat media tanam cepat kering sehingga penyiraman perlu dilakukan 2-3 kali sehari. Hama ulat penggulung daun (Cnaphalocroccis medinalis) muncul pada fase vegetatif akhir hingga fase generatif, namun tidak menunjukkan kerusakan yang signifikan (Gambar 4).

Gambar 3 Persemaian galur-galur padi dihaploid di rumah kaca

(43)

19

Keragaan Karakter Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid

Koefisien keragaman menunjukkan heterogenitas tanaman yang berada pada populasi tersebut (Mattjik & Sumertajaya 2013). Nilai koefisien keragaman untuk setiap karakter berada di bawah 30%. Menurut Bowman (2001), semakin rendah koefisien keragaman yang terdapat pada data maka derajat ketelitian semakin tinggi sehingga kesimpulan yang diperoleh memiliki validitas tinggi.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap karakter tinggi tanaman fase vegetatif, tinggi tanaman fase generatif, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah total per malai, bobot gabah per rumpun, kerapatan malai, bobot 1 000 butir, umur berbunga, dan periode pengisian biji tanaman dan nyata terhadap karakter jumlah gabah hampa dan umur panen. Hal ini menunjukkan populasi tersebut

Keterangan: HSS = hari setelah semai; X̅ ±SD = nilai tengah + standar deviasi.

(44)

20

dan bobot gabah per rumpun memiliki kisaran populasi yang lebar dengan nilai standar deviasi tinggi (Tabel 3). Standar deviasi yang tinggi dan kisaran yang lebar menandakan keragaman yang tinggi (Febrianto et al. 2015; Mackay 2011;

(45)

21 Tabel 4 Nilai ragam dalam galur pada beberapa karakter agronomi galur-galur

padi dihaploid dan varietas pembanding (lanjutan)

No Genotipe TTG GI GT B1000 GR

Keterangan: TTG = tinggi tanaman fase generatif, GI = jumlah gabah bernas per malai, GT = jumah gabah total per malai, B1000 = bobot 1 000 butir gabah bernas, GR = bobot gabah per rumpun (karakter hasil)

Ragam dalam galur populasi padi dihaploid dan varietas pembanding pada beberapa karakter agronomi disajikan pada Tabel 4 . Galur-galur yang memiliki ragam dalam galur lebih rendah dari rata-rata ragam dalam galur menunjukkan bahwa galur tersebut seragam.

Hasil perbandingan ragam dalam galur dengan nilai rata-rata dalam galur menunjukan bahwa terdapat 45 galur pada karakter tinggi tanaman fase generatif, 50 galur pada karakter jumlah gabah bernas per malai, 55 galur pada karakter jumlah gabah total per malai, 49 galur pada karakter bobot 1 000 butir gabah bernas, dan 47 galur pada bobot gabah per rumpun memiliki nilai ragam dalam galur lebih rendah dari nilai rata-rata ragam dalam galur (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi dihaploid secara umum sudah seragam. Tanaman padi dihaploid hasil kultur antera pada generasi awal sudah berupa galur murni atau homozigos (Sasmita 2010). Keragaman yang terdapat dalam galur padi dihaploid bukan disebabkan oleh faktor genetik, melainkan berasal dari faktor lingkungan yang belum dipisahkan pada ragam fenotipe tanaman (Mishra

(46)

22

Komponen Ragam dan Nilai Duga Heritabilitas Karakter Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid

Keragaman genetik memegang peranan penting dalam kegiatan seleksi. Nilai koefisien keragaman genetik (KKG) yang tinggi menunjukkan tingkat keragaman yang tinggi karena faktor genetik antar galur-galur di dalam populasi sehingga seleksi dapat dilakukan (Martono 2009). Karakter-karakter yang diamati memiliki keragaman genetik yang luas, kecuali karakter jumlah gabah hampa per malai (Tabel 5). Nilai KKG tanaman berkisar antara 0.03-0.47. Nilai KKG terendah (0.03) ditunjukkan oleh karakter umur panen dan nilai KKG tertinggi (0.47) dihasilkan oleh jumlah gabah hampa per malai. Hal ini menunjukkan karakter tinggi tanaman fase vegetatif, tinggi tanaman fase generatif, umur berbunga, umur panen, jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot 1 000 butir gabah bernas, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah total per malai, periode pengisian biji, kerapatan malai, dan bobot gabah per rumpun memiliki keragaman genetik luas, sehingga dapat digunakan sebagai karakter seleksi bagi populasi galur-galur padi dihaploid pada penelitian ini. Karakter dengan nilai KKG <0.10, seperti tinggi tanaman fase vegetatif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, dan kerapatan malai pada penelitian ini, tidak direkomendasikan sebagai karakter seleksi (Boer 2011).

Populasi galur-galur padi dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera merupakan galur dengan konstitusi genetik homozigos heterogenous sehingga keragaman terjadi antar galur tetapi individu-individu pada galur yang sama seragam (Dewi & Purwoko 2001). Keragaman antar galur dari populasi galur murni seperti padi dihaploid disebabkan oleh aksi gen aditif (Nasir 2001). Tabel 5 Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas karakter agronomi

galur-galur padi dihaploid Keterangan: TTV = tinggi tanaman fase vegetatif, TTG = tinggi tanaman fase generatif, UB =

umur berbunga, UP = umur panen, JAP = jumlah anakan produktif, PM = panjang malai, B1000 = bobot 1 000 butir gabah bernas, GI = jumlah gabah bernas per malai, GH = jumlah gabah hampa per malai, GT = jumah gabah total per malai, PPB = periode pengisian biji, KM = kerapatan malai, GR = bobot gabah per rumpun (karakter hasil), σg = ragam genetik, σ = ragam fenotipe, KKG = koefisien keragaman genetik,

(47)

23 Heritabilitas menggambarkan proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipe (Falconer & Mackay 1996). Keragaman fenotipe yang terdapat pada galur-galur padi dihaploid ini diharapkan berasal dari faktor genetik sehingga dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. Hasil penelitian menunjukkan karakter agronomi memiliki heritabilitas dengan kriteria sedang dan tinggi berdasarkan kategori heritabilitas menurut Stanfield (1983), kecuali pada karakter jumlah gabah hampa per malai (Tabel 5). Nilai heritabilitas yang cukup tinggi pada populasi ini menandakan faktor genetik berperan dalam pembentukan fenotipe sehingga berpeluang untuk diwariskan ke generasi selanjutnya (Begum et al.

2015; Sari et al. 2014). Nilai heritabilitas yang kecil akan berdampak pada nilai kemajuan seleksi yang kecil (Mursito 2003).

Koefisien Korelasi Genotipik dan Analisis Sidik Lintas Karakter Agronomi Populasi Galur-Galur Padi Dihaploid

Nilai koefisien korelasi genotipik antar karakter pada populasi galur padi dihaploid disajikan pada Tabel 6. Semua karakter agronomi yang diamati memiliki nilai koefisien korelasi positif yang nyata dengan karakter hasil (bobot gabah per rumpun), kecuali pada karakter umur panen dan periode pengisian biji. Tabel 6 Nilai koefisien korelasi genotipik karakter agronomi galur-galur padi

dihaploid

Karakter TTG UB UP JAP PM B1000 GI GH GT PPB KM GR TTV 0.77* 0.04 -0.32* 0.20* 0.59* 0.18* 0.67* 0.62* 0.78* -0.23* 0.65* 0.33* TTG 0.53* -0.23* 0.31* 0.86* 0.21* 0.44* 0.51* 0.57* -0.60* 0.29* 0.28* UB 0.12* 0.37* 0.52* 0.19* 0.10 0.10 0.12* -0.79* -0.08 0.18* UP -0.18* -0.27* 0.05 -0.33* -0.24* -0.35* 0.51* -0.32* -0.27* JAP 0.45* 0.00 0.32* 0.18* 0.31* -0.44* 0.12* 0.73* PM -0.14* 0.47* 0.60* 0.63* -0.61* 0.28* 0.42* B1000 -0.07 0.39* 0.15* -0.13* 0.26* 0.13*

GI 0.37* 0.89* -0.29* 0.85* 0.61*

GH 0.76* -0.24* 0.64* 0.53*

GT -0.32 0.91* 0.70*

PPB -0.12* -0.33*

KM 0.57*

(48)

24

Tabel 7 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung beberapa karakter terhadap bobot gabah per rumpun pada galur-galur padi dihaploid Karakter PL Pengaruh tidak langsung melalui

TTV TTG UB UP JAP PM B1000 GI GH GT PPB KM Keterangan: TTV = tinggi tanaman fase vegetatif, TTG = tinggi tanaman fase generatif, UB = umur berbunga, UP = umur panen, JAP = jumlah anakan produktif, PM = panjang malai, B1000 = bobot 1 000 butir gabah bernas, GI = jumlah gabah bernas per malai, GH = jumlah gabah hampa per malai, GT = jumah gabah total per malai, PPB = periode pengisian biji, KM = kerapatan malai, GR = bobot gabah per rumpun (karakter hasil), PL = pengaruh langsung; besarnya pengaruh sisaan adalah 0.49

Menurut Susilo et al. (2005), karakter dengan nilai koefisien korelasi positif yang nyata dapat digunakan sebagai karakter seleksi. Karakter yang berkorelasi positif menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai karakter tersebut maka karakter hasil akan mengalami peningkatan sehingga seleksi yang dilakukan adalah individu yang memiliki nilai karakter yang paling tinggi, karakter yang memiliki nilai koefisien korelasi negatif menunjukkan respon yang sebaliknya (Boer 2011). Menurut Wirnas et al. (2006), karakter yang memiliki koefisien korelasi negatif terhadap hasil tidak direkomendasikan sebagai karakter seleksi.

Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi terhadap hasil pada galur-galur padi dihaploid disajikan pada Tabel 7 dan diagram sidik lintas disajikan pada Gambar 5. Sidik lintas digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung yang terdapat pada karakter komponen hasil terhadap hasil. Karakter seleksi yang baik adalah yang memiliki nilai korelasi nyata yang besar dan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap hasil yang besar (Boer 2011).

(49)

25

Gambar 5 Diagram sidik lintas galur-galur padi dihaploid

(50)

26

Penelitian Aryana et al. (2011) pada populasi padi beras merah menghasilkan karakter jumlah anakan, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah total per malai, panjang malai, dan bobot 100 butir yang memiliki pengaruh langsung yang tinggi terhadap hasil. Hasil penelitian Rachmawati et al. (2014) pada populasi padi hibrida menunjukkan karakter jumlah anakan produktif dan jumlah gabah per malai memiliki nilai pengaruh langsung yang tinggi terhadap hasil, sedangkan karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, dan jumlah anakan memiliki pengaruh tidak langsung yang tinggi. Penelitian Safitri et al. (2011) pada populasi padi dihaploid menghasilkan nilai pengaruh langsung yang tinggi pada karakter jumlah gabah bernas per malai dan pengaruh tidak langsung yang tinggi pada karakter jumlah gabah total per malai terhadap hasil. Tabel 8 Galur-galur padi dihaploid hasil seleksi dan varietas pembanding

(51)

27 Seleksi Galur-Galur Padi Dihaploid

Pemilihan karakter seleksi pada populasi yang diuji dilakukan berdasarkan nilai heritabilitas, koefisien keragaman genetik, koefisien korelasi genetik, dan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi terhadap hasil. Karakter komponen hasil yang memiliki keeratan hubungan dengan karakter hasil adalah karakter tinggi tanaman fase generatif, jumlah gabah bernas per malai, gabah total per malai, dan bobot 1 000 butir gabah bernas. Dengan demikian, seleksi pada populasi galur-galur padi dihaploid dapat menggunakan karakter tinggi tanaman fase generatif, jumlah gabah bernas per malai, gabah total per malai, bobot 1 000 butir gabah bernas dan karakter hasil bobot gabah per rumpun. Penelitian Aryana et al. (2011) menjelaskan karakter jumlah anakan, jumlah gabah bernas, jumlah gabah total per malai, dan bobot 100 butir dapat digunakan sebagai karakter seleksi, sedangkan pada penelitian Safitri et al. (2011) menjelaskan karakter jumlah anakan produktif, jumlah gabah bernas per malai, dan bobot 1 000 butir dapat digunakan sebagai karakter seleksi.

Seleksi pada populasi yang diuji dilakukan dengan kriteria yaitu, tinggi tanaman generatif antara 80-120 cm, jumlah gabah bernas per malai > 100 bulir, jumlah gabah total per malai > 120 bulir, bobot 1 000 butir gabah bernas > 20 g, dan bobot gabah per rumpun > 25 g. Terdapat 23 galur-galur padi dihaploid yang memenuhi kritera tersebut. Keragaan galur-galur padi dihaploid hasil seleksi terdapat pada Tabel 8.

Percobaan II. Analisis Interaksi Genotipe dan Lingkungan Galur-Galur Padi Dihaploid

Kondisi Umum Pertanaman di Lapangan

Kondisi curah hujan di wilayah Darmaga pada bulan Desember 2014 sebesar 673.2 mm, sedangkan curah hujan rata-rata pada bulan Januari-Februari 2015 sebesar 360 mm/bulan dan curah hujan rata-rata pada bulan Maret-April 2015 sebesar 374 mm/bulan. Suhu rata-rata di wilayah Darmaga sebesar 27.3 0C (BMKG 2015). Kondisi iklim pertanaman baik untuk padi. Syarat tumbuh tanaman padi adalah curah hujan rata-rata >200 mm/bulan dan suhu 24-29 0C (Balai Pengkajian NAD 2009).

(52)

28

belalang. Hama dan penyakit umumnya muncul pada fase vegetatif akhir hingga fase generatif awal.

Gambar 6 Kondisi pertanaman padi dihaploid di lahan sawah (kiri) dan lahan gogo (kanan) pada 97 hari setelah tanam (HST)

Uji Kehomogenan Ragam Galur-Galur Padi Dihaploid

Uji kehomogenan ragam digunakan untuk menjelaskan kehomogenan ragam galat. Kehomogenan ragam galat digunakan untuk keperluan sidik ragam dan menjelaskan kehomogenan ragam galat dalam data gabungan dari serangkaian percobaan (Gomez dan Gomez 1995).

Tabel 9 Hasil uji kehomogenan ragam 23 galur padi dihaploid dan varietas pembanding

Peubah F hitung

Tinggi tanaman fase vegetatif 1.45**

Tinggi tanaman fase generatif 1.11**

Jumlah anakan 0.83**

Jumlah anakan produktif 3.49tn

Umur berbunga 0.92**

Umur panen 0.87**

Panjang malai 1.35**

Panjang daun bendera 3.55 tn

Sudut daun bendera 1.34**

Jumlah gabah bernas per malai 0.62 tn

Jumlah gabah hampa per malai 2.12 tn

Jumlah gabah total per malai 1.21**

Persentase gabah bernas 0.44 tn

Bobot 1000 butir gabah bernas 0.82**

Periode pengisian biji 0.96**

Kerapatan malai 0.87**

Produktivitas 1.33**

(53)

29

Karakter tinggi tanaman fase vegetatif, tinggi tanaman fase generatif, jumlah anakan, umur berbunga, umur panen, panjang malai, sudut daun bendera, jumlah gabah total per malai, bobot 1 000 butir gabah bernas, periode pengisian biji, kerapatan malai, dan produktivitas memiliki ragam galat yang homogen, sedangkan ragam galat jumlah anakan produktif, panjang daun bendera, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa per malai, dan persentase gabah bernas dari kedua lingkungan tidak homogen (Tabel 9). Kehomogenan ragam galat merupakan salah satu asumsi sidik ragam yang mempengaruhi kepekaan hasil uji F (Mattjik & Sumertajaya 2013).

Keragaan Karakter Galur-Galur Padi Dihaploid

Respon populasi 23 galur padi dihaploid dan 3 varietas pembanding terhadap karakter diuji menggunakan sidik ragam. Koefisien keragaman hasil sidik ragam untuk semua karakter yang diuji memiliki nilai di bawah 30% (Tabel 10). Koefisien keragaman menggambarkan besarnya keragaman karakter yang terdapat pada populasi akibat lingkungan. Nilai koefisien keragaman yang semakin kecil menunjukkan derajat ketelitian terhadap karakter semakin tinggi sehingga kesimpulan yang diambil memiliki tingkat validitas yang tinggi (Kozak

et al. 2013).

(54)

30

Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi genotipe dan lingkungan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman fase generatif, umur berbunga, umur panen, panjang malai, panjang daun bendera, sudut daun bendera, jumlah gabah hampa dan gabah total per malai, bobot 1 000 butir gabah bernas, kerapatan malai, dan produktivitas dan nyata terhadap tinggi tanaman fase vegetatif, jumlah anakan, jumlah gabah bernas per malai, dan periode pengisian biji (Tabel 10). Hal ini menunjukkan gagalnya genotipe dalam menampilkan fenotipe yang sama pada lingkungan yang berbeda sehingga menghasilkan respon yang berbeda (Soemartono et al. 1992). Karakter jumlah anakan produktif dan persentase gabah bernas tidak menunjukkan adanya interaksi genotipe dan lingkungan sehingga karakter ini diduga stabil baik ditanam di lahan sawah maupun gogo.

Parameter Genetik Galur-Galur Padi Dihaploid

Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas disajikan pada Tabel 11. Perbandingan antara ragam genetik (σg) dan standar deviasi ragam genetik (σσg2) menunjukkan karakter-karakter yang diamati memiliki keragaman genetik luas.

Tabel 11 Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas 23 galur padi dihaploid

(55)

31

Nilai KKG tanaman berkisar antara 0.01-0.35. Nilai KKG terendah (0.01) ditunjukkan oleh karakter persentase gabah bernas dan nilai KKG tertinggi (0.35) dihasilkan oleh karakter sudut daun bendera. Nilai KKG pada percobaan II mengalami penurunan dibandingkan percobaan I. Hal ini menunjukkan populasi galur dihaploid lebih seragam. Salah satu tanda seleksi yang dilakukan efektif adalah populasi yang lebih seragam (Suaib & Arma 2012; Aryana 2010).

Heritabilitas pada 23 galur dihaploid dan 3 varietas pembanding menunjukkan tinggi tanaman fase vegetatif, panjang daun bendera, dan produktivitas termasuk kategori rendah, karakter tinggi tanaman fase generatif, umur panen, panjang malai, jumlah gabah bernas per malai, jumlah gabah hampa per malai, jumlah gabah total per malai, persentase gabah bernas, dan periode pengisian biji termasuk kategori sedang, dan karakter jumlah anakan, jumlah anakan produktif, umur berbunga, sudut daun bendera, bobot 1 000 butir gabah bernas, dan kerapatan malai termasuk kategori tinggi berdasarkan kategori heritabilitas menurut Stanfield (1983). Penurunan nilai heritabilitas pada percobaan II dibandingkan percobaan I terjadi pada karakter tinggi tanaman fase vegetatif, tinggi tanaman fase generatif, umur berbunga, umur panen, dan periode pengisian biji. Penurunan nilai heritabilitas menunjukkan fenotipe tanaman pada populasi yang semakin seragam sehingga seleksi yang dilakukan efektif. Heritabilitas yang termasuk kategori sedang hingga tinggi menunjukkan proporsi genetik yang tinggi dalam pembentukan fenotipe karakter tersebut.

Keragaan Pertumbuhan Galur-Galur Padi Dihaploid

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman merupakan salah satu karakter yang penting pada pembentukan varietas padi. Pertambahan tinggi tanaman dari fase vegetatif ke fase generatif diakibatkan oleh pertambahan ruas yang terjadi pada tanaman (Makarim & Suhartatik 2009). Hal ini terlihat pada pertambahan tinggi tanaman pada galur-galur dihaploid dan varietas pembanding dari fase vegetatif ke fase generatif (Tabel 12).

(56)

32

Terdapat 1 galur pada kondisi sawah (galur HR-2-22-1-4) yang memiliki tinggi tanaman fase vegetatif lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga varietas pembanding. Selain itu, terdapat 2 galur pada kondisi gogo (galur HR-8-7-1-2 dan HR-8-16-1-2) dan 2 galur pada kondisi sawah (galur HR-2-6-1-1 dan HR-8-7-1-2) yang memiliki tinggi tanaman fase generatif lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga varietas pembanding.

Tabel 12 Nilai tengah tinggi tanaman dari 23 galur padi dihaploid dan varietas pembanding pada kondisi sawah dan gogo

No Genotipe Tinggi tanaman fase vegetatif (cm) Tinggi tanaman fase generatif (cm)

Gogo Sawah Gogo Sawah

(57)

33

Tinggi tanaman fase generatif untuk pembentukan varietas padi diharapkan memiliki tinggi yang sama dengan varietas padi yang digunakan oleh masyarakat luas. Tanaman padi yang terlalu tinggi berpotensi untuk rebah dan tidak efisien dalam pemanenan. Tinggi tanaman fase generatif 23 galur dihaploid berkisar antara 64.33-129.57 cm untuk kedua lingkungan. Tinggi tanaman fase generatif varietas padi secara umum berkisar 80-120 cm (Norsalis 2011) sehingga beberapa galur-galur dihaploid yang diuji memiliki tinggi tanaman fase generatif yang hampir sama dengan varietas padi yang sudah ada.

Deptan (2003) membagi tinggi tanaman fase generatif pada tanaman padi menjadi 3 kelompok, yaitu tanaman pendek yang memiliki tinggi <90 cm, tanaman sedang berkisar antara 90-125 cm, dan tanaman tinggi dengan ukuran >125 cm. Terdapat 12 galur dihaploid yang termasuk pendek dan 11 galur yang termasuk kategori sedang pada kondisi gogo berdasarkan karakter tinggi tanaman generatif dan terdapat 3 galur dihaploid yang termasuk pendek, 17 galur termasuk sedang dan 3 galur termasuk tinggi pada kondisi sawah. Galur dihaploid yang termasuk tinggi tanaman sedang merupakan tanaman yang diinginkan untuk padi agar tanaman tidak mudah rebah dan mirip dengan varietas padi yang telah dilepas di Indonesia sehingga dapat diterima oleh masyarakat (Gyawali 2002).

Jumlah Anakan

Jumlah anakan merupakan karakter padi yang banyak digunakan dalam kegiatan seleksi. Data nilai tengah jumlah anakan 23 galur padi dihaploid disajikan pada Tabel 13. Beberapa galur-galur padi dihaploid hasil pengamatan di lapangan memiliki pertumbuhan jumlah anakan yang banyak dan hampir seluruhnya merupakan anakan produktif yang menghasilkan malai.

Jumlah anakan galur-galur padi dihaploid dan varietas pembanding untuk kondisi gogo lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sawah. Jumlah anakan galur-galur padi dihaploid kondisi gogo berkisar 5.3-18.6 sedangkan varietas pembanding berkisar 13.1-15.3. Jumlah anakan galur-galur padi dihaploid kondisi sawah berkisar antara 10.3-20.9 sedangkan varietas pembanding berkisar 11.6-22.4. Jumlah anakan merupakan salah satu karakter yang dipengaruhi oleh cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan membuat proses fotosintesis menurun yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman seperti pengurangan jumlah anakan (Panday & Bandhari 2009; Supriyanto 2013).

Gambar

Gambar 1 Bagan alur penelitian seleksi dan analisis interaksi
Tabel 1 Sidik ragam rancangan acak lengkap (RAL)
Tabel 2 Sidik ragam gabungan satu musim di beberapa lokasi pengujian
Gambar 3 Persemaian galur-galur padi dihaploid di rumah kaca
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga, jumlah malai, umur panen, panjang malai, jumlah gabah total per malai, Jumlah gabah isi

Pada Tabel 2 terdapat 8 galur dihaploid memiliki jumlah anakan produktif yang nyata lebih tinggi dibanding varietas Inpari 13, namun tidak ada yang berbeda

Berdasarkan hasil pengamatan karakter fenotipe kuantitatif (vigor, umur bunga 50%, umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, gabah isi, gabah hampa, bobot

Berdasarkan hasil pengamatan karakter fenotipe kuantitatif (vigor, umur bunga 50%, umur panen, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, gabah isi, gabah hampa, bobot

Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat lima karakter dengan KKG tergolong rendah, yaitu umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, panjang malai, dan bobot 100

Sedangkan bila dilihat dari karakter komponen hasil seperti jumlah anakan, panjang malai, jumlah malai, umur berbunga, umur panen, berat gabah berisi per rumpun,

Terdapat 23 galur-galur dihaploid hasil seleksi yang memiliki karakter agronomi baik dengan kriteria tinggi tanaman generatif antara 80-120 cm, jumlah gabah isi per malai &gt;

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh jenis pupuk dan galur terhadap tinggi tanaman TT, jumlah anakan produktif JAP, umur berbunga UB, umur panen UP, panjang malai PM, jumlah gabah