• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kultur Antera Hasil Persilangan Padi Lokal Beras Hitam Dengan Varietas Budidaya Dan Karakterisasi Agronomi Galur Padi Beras Hitam Dihaploid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kultur Antera Hasil Persilangan Padi Lokal Beras Hitam Dengan Varietas Budidaya Dan Karakterisasi Agronomi Galur Padi Beras Hitam Dihaploid"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI AGRONOMI GALUR PADI BERAS

HITAM DIHAPLOID

YUDIA AZMI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kultur Antera Hasil

Persilangan Padi Lokal Beras Hitam Dengan Varietas Budidaya dan Karakterisasi

Agronomi Galur Padi Beras Hitam Dihaploid adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Yudia Azmi

(4)

RINGKASAN

YUDIA AZMI. Kultur Antera Hasil Persilangan Padi Lokal Beras Hitam dengan

Varietas Budidaya dan Karakterisasi Agronomi Galur Padi Beras Hitam

Dihaploid. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO, ISWARI SARASWATI DEWI dan MUHAMMAD SYUKUR.

Padi beras hitam adalah salah satu komoditi tanaman pangan yang dibudidayakan di Indonesia. Beras hitam adalah komoditi serealia yang potensial karena memiliki nilai nutrisi dan berbagai manfaat kesehatan dengan adanya senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan. Namun, padi beras hitam kurang mendapat perhatian dibandingkan jenis padi lainnya. Bahkan konsumsi padi beras hitam di Indonesia sangat terbatas. Selain itu umur panen padi beras hitam yang lebih lama dengan produksi yang rendah sehingga pendapatan petani beras hitam masih rendah. Hal ini dapat diatasi dengan proses pemuliaan tanaman untuk mendapatkan galur yang berumur genjah dan sifat agronomi baik. Perolehan galur tersebut dapat dilakukan dengan pemuliaan konvensional atau kultur antera. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan galur padi beras hitam dengan warna aleuron berwarna hitam dan umur genjah hasil kultur antera dan untuk menganalisis keragaman karakter agronomi galur padi beras hitam dihaploid.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu kultur antera hasil persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya dan karakterisasi agronomi galur padi beras hitam dihaploid. Percobaan pertama kultur antera hasil

persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 12 ulangan. Satu unit percobaan yang merupakan satu cawan petri berisi ± 150 antera. Hasil kultur antera hasil persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya antar persilangan sangat bervariasi. Persilangan Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawa ti//Melik, dan Melik/Inpari13//Inpari13 memiliki respon induksi kalus dan regenerasi tanaman paling baik dibandingkan persilangan lainnya. Selain itu

persilangan Melik/Inpari13//Melik menghasilkan tanaman yang dapat

diaklimatisasi terbanyak, tanaman dihaploid terbanyak, dan persentase tanaman dihaploid tertinggi dibandingkan persilangan lainnya yakni berturut-turut 63 tanaman, 42 tanaman dan 91.3%. Padi beras hitam yaitu padi dengan aleuron berwarna hitam terbanyak dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Melik dan Melik/Fatmawati//Melik.

(5)

jumlah anakan produktif, panjang daun bendera, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, umur berbunga, umur panen, dan bobot 1000 butir. Seleksi galur dihaploid padi beras hitam akan menghasilkan daya hasil yang tinggi dengan menggunakan karakter tinggi tanaman pada fase vegetatif, tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir dan umur berbunga berkorelasi positif dan nyata dengan hasil gabah kering per rumpun. Berdasarkan penelitian diperoleh 9 galur dihaploid beras hitam yang memiliki hasil gabah per rumpun lebih dari 40 g dan 19 galur dihaploid beras hitam yang memiliki hasil gabah per rumpun antara 35 - 40 g.

(6)

SUMMARY

YUDIA AZMI. Anther Culture of Crosses Between Black Rice Landrace and Cultivated Rice Varieties and Agronomic Characterization of Doubled Haploid Lines of Black Rice. Under supervision of BAMBANG SAPTA PURWOKO as agronomic characters of doubled haploid lines of black rice.

This study consisted of two experiments, namely anther culture of crosses between black rice landrace and varieties and agronomic characterization of doubled haploid lines of black rice. The first experiment on anther culture of crosses between black rice landrace and varieties was done using a completely randomized design consisting of 12 replications. One experimental unit was one petri dish containing ± 150 anthers. Results of the anther culture varied widely between crosses. Crosses Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawati//Melik, and Melik/Inpari13 //Inpari13 showed the best response on callus induction and plant regeneration compared to the other crosses. Melik / Inpari13 // Melik produced the highest number of acclimatized plants, the highest number and percentage of doubled haploid: 63 plants, 42 plants and 91.3% respectively. The highest number of doubled haploid having black rice aleurone were obtained by Melik/Inpari13//Melik and Melik/Fatmawati//Melik.

(7)

hill more than 40 g and 19 lines having yield per hill between 35 - 40 g.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

BERAS HITAM DENGAN VARIETAS BUDIDAYA DAN

KARAKTERISASI AGRONOMI GALUR PADI BERAS

HITAM DIHAPLOID

YUDIA AZMI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Varietas Budidaya dan Karakterisasi Agronomi Galur Padi Beras Hitam Dihaploid

Nama : Yudia Azmi

NIM : A253130181

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Bambang S Purwoko, MSc Ketua

Dr Ir Iswari Saraswati Dewi Prof Dr Muhamad Syukur, SP Msi

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc

(12)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kultur Antera Hasil Persilangan Padi Lokal Beras Hitam Dengan Varietas Budidaya dan Karakterisasi Agronomi Galur Padi Beras Hitam Dihaploid”

Terima kasih penulis ucapkan kepada ProfDr Ir Bambang Sapta Purwoko,

MSc, Dr Ir Iswari Saraswati Dewi dan Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan saran, arahan, serta motivasi saat penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang memberikan beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negri (BPPDN) Dikti 2013 selama penulis menempuh studi S2 di IPB dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian atas dana penelitian (Ir Tintin Suhartini dan Dr Ir Iswari Saraswati Dewi). Selanjutnya penghargaan penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penelitian ini terutama Pak Iman, Pak Kohar, Pak Inan dan Bu Yeni di BB Biogen.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda tercinta Drs H. Ari Sofyan, MM dan ibunda tercinta Hj. Ermawati SPd, yang telah memberikan dukungan moril dan materil, kasih sayang serta doa kepada penulis. Penulis juga megucapkan kepada keluarga besar atas doa dan dukungannya, Pangki Mei Andri atas bantuan dalam penulisan tesis dan jurnal, serta kepada rekan-rekan PBT 2013 terutama BD Family.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat digunakan untuk kepentingan penelitian serta kemajuan ilmu pengetahuan.

Barakallahu fiik wa Yassarallahu Umuurakum. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, Oktober 2016

(13)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Penelitian 2 1.3 Ruang Lingkup Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Botani Tanaman Padi 4 2.2 Pemuliaan Tanaman Padi 6

2.3 Kultur Antera Padi 7

3 KULTUR ANTERA HASIL PERSILANGAN PADI LOKAL BERAS HITAM DENGAN VARIETAS BUDIDAYA 9

Abstrak 9

Abstract 9

3.1 Pendahuluan 10

3.2 Bahan dan Metode 10

3.3 Hasil dan Pembahasan 11

3.4 Simpulan 17

4 KARAKTERISASI AGRONOMI PADA GALUR PADI BERAS HITAM DIHAPLOID 18

Abstrak 18

Abstract 18

4.1 Pendahuluan 19

4.2 Bahan dan Metode 19

4.3 Hasil dan Pembahasan 21

4.4 Simpulan 34

5 PEMBAHASAN UMUM 35

6 KESIMPULAN DAN SARAN 38

6.1 Kesimpulan 38

6.2 Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

LAMPIRAN 43

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil sidik ragam peubah kultur antera padi lokal beras hitam dengan 12

Varietas budidaya

2 Jumlah kalus dan jumlah kalus menghasilkan tanaman enam persilangan pada kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya 12 3 Inisiasi kalus dan persentase kalus enam persilangan pada kultur

antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya 13

4 Regenerasi tanaman enam persilangan pada kultur antera padi

lokal beras hitam dengan varietas budidaya 14

5 Efisiensi pembentukan kalus dan tanaman hijau pada kultur

antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya 15

6 Hasil aklimatisasi dan tanaman dihaploid pada kultur antera padi

lokal beras hitam dengan varietas budidaya 16

7 Warna aleuron tanaman dihaploid (DH0) hasil kultur antera padi

lokal beras hitam dengan varietas budidaya 16

8 Sidik ragam satu lokasi dalam satu musim 20

9 Sidik ragam galur-galur dihaploid padi beras hitam di rumah kaca BB

Biogen 22

10 Tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang daun bendera dan panjang

malai pada generasi pertama beras hitam 24

11 Umur berbunga, umur panen, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, dan jumlah gabah total per malai pada

generasi pertama beras hitam 26

12 Persentase gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot 1000 butir (g) dan hasil gabah kering per rumpun pada generasi

pertama beras hitam 28

13 Pengamatan eksersi malai dan sudut daun tanaman pada beras hitam 30

14 Nilai komponen ragam dan nilai duga heritabilitas karakter agronomi

galur-galur padi dihaploid beras hitam 33

15 Nilai korelasi masing-masing peubah pengamatan galur dihaploid padi

beras hitam 34

16 Galur-galur padi beras hitam dihaploid yang potensial untuk

(15)

1 Diagram alir penelitian 3

2 Kondisi umum galur dihaploid tanaman padi 21

3 Penampilan agronomi beberapa galur dihaploid kultur antera hasil

persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya 22

4 Eksersi malai beras hitam 29

5 Penampilan warna gabah/sekam beberapa galur dihaploid yang

dihasilkan dari kultur antera dan varietas pembanding 31

6 Penampilan warna aleuron beberapa galur dihaploid yang dihasilkan

dari kultur antera dan varietas pembanding 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi varietas Aek Sibundong 44

2 Deskripsi varietas Fatmawati 45

3 Deskripsi varietas Inpari13 46

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi beras hitam adalah salah satu komoditi tanaman pangan yang dibudidayakan di Indonesia. Padi beras hitam sudah ditanam sejak lama namun masih terbatas. Padi ini dapat diolah menjadi bubur, minuman, kue, makanan tradisional dan angkak. Angkak merupakan salah satu produk fermentasi beras. Angkak yang terbuat dari beras hitam mengandung senyawa antimikrobia lebih tinggi dibanding angkak yang terbuat dari beras merah dan angkak yang terbuat dari beras putih (Sulistyorini 2008).

Bekatul beras hitam pada es krim memiliki kadar serat yang tinggi (Puspitarini 2012). Beras hitam adalah komoditi serealia yang potensial karena memiliki nilai nutrisi dan berbagai manfaat kesehatan dengan adanya senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan serta memiliki aktivitas immunomodulator sebagai penunjang sistem imunitas tubuh (Mambrasar et al.

2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yanuwar (2009) yang menunjukkan beras hitam memiliki kadar total fenol dan aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan jewawut dan sorgum. Pemberian ekstrak etanol beras hitam juga dapat menurunkan kadar kolesterol pada tikus (Fajrin 2010).

Padi beras hitam dan merah kini mulai diteliti oleh pemulia tanaman. Framansyah (2014) melaporkan bahwa aksesi-aksesi padi beras hitam dan merah memiliki keragaman karakter. Aksesi seperti Malang (G9) dan Nisam (G34) berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki produktivitas lebih dari 4 ton. ha-1. Aksesi padi beras hitam yang memiliki karakter produksi gabah per rumpun yang berpotensi sama dengan varietas pembanding Aek Sibundong yaitu Nisam (G34).

Salah satu galur padi beras hitam lokal adalah Melik. Melik merupakan salah satu plasma nutfah lokal asal Bantul yang memiliki sifat unggul mengandung antosianin serta mineral seperti Zn dan Fe (Kristamtini et al. 2012). Inpari13 memiliki sifat tahan terhadap wereng batang coklat dan berumur genjah. Fatmawati memiliki penampilan yang baik dan berumur genjah.

Di Indonesia padi beras hitam kurang mendapat perhatian dibandingkan jenis padi lainnya. Bahkan konsumsi padi beras hitam di Indonesia sangat terbatas. Selain itu umur panen padi beras hitam yang lebih lama dengan produktivitas yang rendah sehingga kurang menarik bagi petani untuk membudidayakannya. Hal ini dapat diatasi dengan proses pemuliaan tanaman untuk mendapatkan galur yang berumur genjah dan sifat agronomi baik. Perolehan galur tersebut dapat dilakukan dengan pemuliaan konvensional atau kultur antera.

(18)

2

Herawati et al. (2008) menyatakan bahwa semakin banyak tanaman hijau

yang dihasilkan maka semakin banyak kemungkinan mendapatkan galur dihaploid dan adanya keragaman karakter antar galur padi gogo hasil kultur antera yang terseleksi. Sasmita (2007) menyatakan bahwa keseragaman karakter dalam galur yang sama serta kestabilan karakter masing – masing galur dari generasi ke generasi menunjukkan galur-galur hasil kultur antera adalah galur dihaploid (galur murni).

Safitri et al. (2010) melaporkan bahwa hasil kultur antera terhadap empat tetua yakni Fatmawati, BP360E-MR-79-2, Fulan Telo Gawa dan Fulan Telo Mihat dan delapan F1 hasil persilangan antar tetua padi gogo memberikan respon yang berbeda pada kultur antera padi serta peluang perbaikan genetik dapat dilakukan melalui karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi malai dan hasil gabah kering per rumpun yang memiliki variabilitas genetik yang luas. Pendekatan yang sama dengan Safitri et al. (2010) dilakukan dengan kultur antera padi beras hitam dan karakterisasi agronomi padi beras hitam dihaploid (Gambar 1). Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui deskripsi atau karakter yang dimiliki oleh suatu tanaman.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan galur padi beras hitam dengan warna aleuron berwarna hitam dan umur genjah hasil kultur antera

2. Menganalisis keragaman karakter agronomi galur padi beras hitam

dihaploid

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

(19)

Gambar 1. Diagram alir penelitian

Percobaan I. Kultur antera hasil persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Percobaan II. Karakterisasi agronomi galur padi beras hitam dihaploid

Pembentukan materi genetik (persilangan) antara padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Pendugaan heritabilitas dan analisis korelasi

Informasi keragaman karakter agronomi galur padi beras hitam dihaploid

(20)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Padi

Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae, Ordo Poales, Famili Graminae, Genus Oryza Linn, dan Spesiesnya Oryza sativa L. Budidaya padi di dunia hanya terjadi pada dua jenis yaitu Oryza sativa dan Oryza glaberrima. Tanaman Oryza sativa lebih

banyak dibudidayakan di dunia dibandingkan Oryza glaberrima yang

dibudidayakan di Afrika. Budidaya tanaman padi jenis Oryza sativa menghasilkan tiga ras padi yang berbeda yaitu Javanica, Indica dan Japonica (Silitonga 2004).

Menurut Kanisius (1990) padi digolongkan menjadi 4 macam kategori. Berdasarkan sifat-sifat morfologi dan fisiologi padi dibedakan menjadi padi cere dan padi bulu. Menurut kegunaannya padi dibedakan menjadi padi biasa dan padi ketan. Menurut cara penanaman padi dibedakan menjadi padi sawah dan padi kering (padi ladang, padi gogo rancah, dan padi tegalan). Menurut umur tanam padi juga dibedakan menjadi padi genjah dan padi dalam.

Terdapat beragam warna padi/beras dan warna tersebut tergantung pada pigmen warna khususnya antosianin pada lapisan perikarp, kulit biji (seed coat), seperti beras merah (red rice) dan beras hitam (black rice), tetapi sebagian besar beras yang dikonsumsi adalah beras putih (Chaudhary 2003). Padi beras hitam mengandung vitamin, mikronutrien dan asam amino yang kadarnya lebih tinggi dibanding beras biasa. Riset menunjukkan warna beras kian gelap, pigmen anti penuaan di lapisan luar beras kian menonjol sehingga pigmen beras hitam dapat dikatakan paling baik di antara berbagai jenis beras berwarna. Selain itu, pigmen tersebut mengandung materi aktif flavonoid dan kadarnya lima kali lipat dibanding beras putih dan berperan sangat besar bagi pencegahan pengerasan pembuluh nadi (Makarim dan Suhartatik 2009).

Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase yaitu vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordia), reproduktif (primordia sampai pembungaan), dan pematangan (pembungaan sampai gabah matang) (Makarim dan Suhartatik 2009). Fase vegetatif adalah fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot dan luas daun. Fase ini berada dalam periode 45 hari pertama atau bahkan lebih. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman, berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak produktif), munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Pembungaan (anthesis) dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung pada tiap cabang malai telah tampak keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pada umumnya anthesis berlangsung antara pukul 08.00-13.00 dan persarian (pembuahan) akan selesai dalam 5-6 jam setelah anthesis. Dalam suatu malai, semua bunga memerlukan 7-10 hari untuk anthesis, tetapi pada umumnya hanya 5 hari. Anthesis terjadi 25 hari setelah bunting (Yoshida 1981). Pembungaan terjadi sehari setelah heading

(21)

tumpah maka kelopak bunga menutup ketika pembungaan. Serbuk sari jatuh ke putik sehingga terjadi penyerbukan dan pembuahan. Fase reproduktif berlangsung selama 35 hari. Fase pematangan ditandai dengan gabah mulai terisi dengan bahan berwarna putih susu, malai hijau dan mulai merunduk. Kemudian isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras (matang). Gabah yang matang berwarna kuning. Fase ini berlangsung selama 30 hari (Makarim dan Suhartatik 2009).

Pada lahan basah (sawah irigasi), curah hujan bukan merupakan faktor pembatas tanaman padi, tetapi pada lahan kering tanaman padi membutuhkan curah hujan yang optimum >1.600 mm/tahun. Padi gogo memerlukan bulan basah yang berurutan minimal 4 bulan. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm dan tersebar secara normal atau setiap minggu ada turun hujan sehingga tidak menyebabkan tanaman stress karena kekeringan. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 24-29oC (BBP2TP 2008).

Umumnya padi gogo ditanam pada lahan kering. Namun padi gogo yang dibudidayakan berada pada lokasi pertanaman yang berbeda-beda yaitu di perbukitan dan tepi sungai, baik ada lahan yang datar maupun pada lahan dengan kemiringan tertentu. Teknik budidaya padi gogo dan padi sawah mencakup cara persiapan lahan, pemilihan benih, penanaman, pemeliharaan, panen dan pascapanen. Salah satu komponen teknologi yang dapat meningkatkan produksi padi sawah adalah umur bibit yang tepat. Petani Sumatera Barat umumnya melakukan penanaman bibit padi sawah pada umur yang relatif tua (28-35 hari setelah semai, hss), sedangkan umur bibit varietas unggul baru Batang Piaman yang disarankan adalah berkisar 18-21 hari setelah semai dengan jumlah bibit tunggal (Atman 2007).

Salah satu tanaman pangan yang belum banyak diteliti khasiatnya adalah padi beras hitam (Oryza sativa L. indica). Ekstrak etanol beras hitam mempunyai aktivitas antikolesterol yang sebanding dengan obat standar Simvastatin yang dapat menurunkan kadar kolesterol. Aktivitas antikolesterol dalam ekstrak etanol beras hitam diduga adalah senyawa antosianin (Fajrin 2010). Senyawa antosianin berhubungan dengan warna seperti ungu, hitam atau merah. Semakin tinggi kandungan antosianin beras, semakin pekat juga warna merah kecoklatannya bahkan mendekati hitam. Padi beras hitam disebabkan aleuron dan endosperma memproduksi antosianin dengan intensitas tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam.

(22)

6

2.2 Pemuliaan Tanaman Padi

Pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri seperti padi, ditujukan untuk mendapatkan galur - galur murni dengan daya hasil dan sifat-sifat yang unggul (Dewi dan Purwoko 2012). Metode pemuliaan tanaman padi antara lain :

Seleksi Galur Murni

Seleksi galur murni muncul melalui pemilihan varietas dari berbagai daerah di Indonesia merupakan landras di daerah setempat. Landras merupakan sekumpulan tanaman yang disebut galur. Galur – galur tersebut mempunyai susunan genetik yang berbeda, perbedaannya sangat kecil tetapi masih dapat diamati oleh pemulia tanaman. Seleksi galur murni bertujuan untuk mendapatkan individu homozigot (Silitonga 2004).

Seleksi Massa

Dasar seleksi ini hanya pada penampakan luar. Tanaman yang dipilih secara individual dicampur untuk digunakan sebagai bahan tanam musim berikutnya. Pelaksanaan seleksi ini menggunakan suatu populasi yang ditanam pada suatu areal yang cukup luas. Cara pemilihannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu seleksi massa positif dan seleksi massa negatif (Silitonga 2004).

Persilangan (Hibridisasi)

Persilangan (hibridisasi) ialah menyilangkan antar tetua yang berbeda susunan genetiknya. Tujuan utama melakukan antara lain menggabungkan semua karakter baik ke dalam satu genotipe baru, memperluas keragaman genetik, memanfaatkan vigor hibrida, dan menguji potensi tetua (uji turunan) (Syukur et al. 2012).

Seleksi Silsilah (Pedigree)

Seleksi ini merupakan salah satu seleksi pada populasi bersegregasi. Seleksi ini dicirikan dengan adanya pencatatan setiap anggota populasi bersegregasi hasil persilangan. Pencatatan ini berguna utuk mengetahui silsilah atau hubungan tetua dengan keturunannya. Metode ini memerlukan talenta/bakat/keahlian/kemampuan dari pemulia. Tujuan metode seleksi silsilah ini adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan mengkombinasikan gen-gen yang diinginkan yang ditemukan pada dua genotipe atau lebih (Syukur et al.

2012).

Seleksi Bulk

Seleksi ini untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi tanpa seleksi. Pada metode bulk tidak dilakukan seleksi pada generasi awal. Pada generasi awal tanaman ditanam rapat dan dipanen secara gabungan (bulk), seleksi baru dilakukan setelah tercapai tingkat homozigositas tinggi (F5 atau F6) untuk karakter dengan

heritabilitas rendah hingga sedang (Syukur et al. 2012).

Turunan Biji Tunggal (TBT)

(23)

tetua berbeda. Pada keturunan hasil persilangan tidak dilakukan seleksi, tetapi diambil satu biji secara acak dari setiap tanaman. Karena tidak adanya seleksi, maka tidak terjadi perubahan frekuensi gen tetapi dengan penyerbukan sendiri hanya mengubah frekuensi genotipe (Syukur et al. 2012).

Silang Balik (Back Cross)

Metode silang balik ialah menyilangkan kembali turunannya dengan salah satu tetuanya (tetua recurrent) selama beberapa generasi untuk memindahkan gen dari tetua donor ke tetua recurrent (penerima). Tujuan metode ini ialah untuk memperbaiki varietas yang sudah mempunyai karakter agronomi dan adaptasi yang baik, tetapi kurang baik pada satu atau beberapa karakter saja (Syukur et al.

2012).

2.3 Kultur Antera Padi

Kultur antera merupakan salah satu teknik kultur in vitro yang dapat mempercepat perolehan galur murni melalui tanaman dihaploid (DH) yang dihasilkan langsung pada generasi pertama dalam waktu kurang dari setahun (Dewi dan Purwoko 2012). Kultur antera disebut juga dengan kultur haploid yang menghasilkan tanaman haploid. Tanaman haploid merupakan tanaman yang memiliki jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya atau tanaman dengan jumlah kromosom setengah jumlah kromosom somatiknya (Dewi dan Purwoko 2011).

Kultur antera memiliki beberapa keuntungan antara lain cara cepat untuk memperoleh galur homozigot dibandingkan cara konvensional sehingga siklus pemuliaan dapat lebih singkat karena dapat menghilangkan sebagian besar dari kegiatan seleksi per generasi, metode paling mudah dan sederhana dalam menginduksi tanaman haploid dalam program perbaikan tanaman, sangat penting bagi tanaman dengan masa juvenil yang lama dan lebih mudah membuat peta genom dengan menggunakan populasi dihaploid (DH) (Dewi dan Purwoko 2011). Kultur antera menghemat biaya, waktu, dan tenaga kerja (Dewi dan Purwoko 2012). Bahkan dari kultur antera didapat genotipe S yang homozigot S1S1, S2S2, yang tidak mungkin didapatkan melalui hibridisasi seksual, serta tanaman dihaploid dapat dilepas sebagai varietas baru atau digunakan sebagai tetua untuk pembentukan hibrida F1 (Syukur et al. 2012). Kultur antera memiliki beberapa kelemahan antara lain sulit mendapatkan kalus dari antera dan adanya fenomena albino (Dewi dan Purwoko 2011). Tanaman albino adalah tanaman yang mengalami defisiensi kandungan klorofil, sehingga tanaman tidak dapat berfotosintesis. Untuk meminimalisir tanaman albino dan meningkatkan regenerasi tanaman hijau maka diberi zat pengatur tumbuh poliamin (Dewi dan Purwoko 2012).

(24)

8

hijau terhadap jumlah antera yang diinokulasi (Dewi et al. 2004). Keberhasilan kultur antera bergantung pada banyak hal, seperti populasi/genotipe, dan fisiologis tanaman (Abdullah et al. 2008, Dewidan Purwoko 2011).

(25)

3 KULTUR ANTERA HASIL PERSILANGAN PADI LOKAL

BERAS HITAM DENGAN VARIETAS BUDIDAYA

Abstrak

Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan galur padi beras hitam dengan warna aleuron berwarna hitam dan umur genjah hasil kultur antera. Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah antera F1 hasil persilangan padi lokal beras hitam (Melik) dengan 2 varietas budidaya (Inpari13 dan Fatmawati), yaitu: Melik/Inpari13//Inpari13, Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawati//Fatmawati/// Fatmawati, Melik/Fatmawati//Fatmawati, Melik/Fatmawati dan Melik/ Fatmawati //Melik. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 12 ulangan. Satu unit percobaan merupakan satu cawan petri berisi ± 150 antera. Hasil kultur antera padi beras hitam antara persilangan sangat bervariasi. Persilangan Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawati//Melik, dan Melik / Inpari13 //Inpari13 memiliki respon induksi kalus dan regenerasi tanaman paling baik dibandingkan persilangan lainnya. Selain itu persilangan Melik/Inpari13//Melik menghasilkan genotipe yang dapat diaklimatisasi terbanyak, tanaman dihaploid terbanyak, dan persentase tanaman dihaploid tertinggi dibandingkan persilangan lainnya yakni berturut-turut 63 tanaman, 42 tanaman dan 91.3%. Padi beras hitam yaitu padi dengan aleuron berwarna hitam terbanyak dihasilkan oleh persilangan Melik/Inpari13//Melik dan Melik/Fatmawati//Melik.

Kata Kunci : Dihaploid, kultur antera, padi beras hitam, regenerasi

Abstract

The objective of this study was to obtain doubled haploid black rice lines with good agronomic characters through anther culture. Materials used in this

experiment were 6 F1 derived from black rice landrace (Melik) and two cultivated varieties (Inpari 13 and Fatmawati): Melik/Inpari13//Inpari13, Melik / Inpari13// Melik, Melik/Fatmawati //Fatmawati///Fatmawati, Melik/ Fatmawati//Fatmawati//

/Fatmawati, Melik/Fatmawati, and Melik/Fatmawati//Melik. The experiment was

performed using a completely randomized design consisting of 12 replications. An experimental unit was a petri dish containing ± 150 anthers. Results of the anther culture varied widely between crosses. Crosses Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawati//Melik, and Melik/Inpari13 //Inpari13 showed the best response on callus induction and plant regeneration compared to the other crosses. Melik / Inpari13 // Melik produced the highest number of acclimatized plants, the highest number and percentage of doubled haploid: 63 plants, 42 plants and 91.3% respectively. The highest number of doubled haploid having black rice aleurone were obtained by Melik/Inpari13//Melik and Melik/Fatmawati//Melik.

(26)

10

3.1 Pendahuluan

Padi beras hitam saat ini semakin dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia karena padi beras hitam mengandung antosianin yang kaya vitamin dan mineral sehingga sangat berguna bagi kesehatan tubuh (Kristamtini et al. 2012). Padi beras hitam (Oryza sativa L. indica) memiliki perikarp, aleuron dan endosperm yang berwarna merah-biru-ungu pekat, warna tersebut menunjukkan

adanya kandungan antosianin (Sa’adah et al. 2013). Antosianin mempunyai kemampuan antioksidan, antikanker (Sutharut dan Sudarat 2012), dan dapat memperlambat penuaan (Young et al. 2008). Pengembangan padi beras hitam saat ini memiliki kendala antara lain berdaya hasil rendah dan berumur dalam (relatif panjang) sehingga petani jarang menanamnya.

Salah satu teknik untuk percepatan pembentukan varietas baru adalah dengan menggunakan kultur antera, suatu teknik kultur in vitro yang dapat mempercepat perolehan galur murni dengan homozigositas tinggi melalui tanaman dihaploid (DH) yang dihasilkan langsung pada generasi pertama dalam waktu kurang dari setahun sehingga meningkatkan efisiensi proses seleksi pada pemuliaan tanaman. Selain itu kultur antera lebih hemat dalam biaya untuk tenaga kerja, sewa lahan, dan waktu pemulia dibandingkan dengan program pemuliaan konvensional (Dewi dan Purwoko 2012).

Dalam penelitian ini dilakukan kultur antera beberapa F1 hasil persilangan antara Melik, Inpari13, dan Fatmawati. Melik adalah padi lokal beras hitam asal Bantul (Kristamtini et al. 2012). Inpari13 adalah varietas unggul yang memiliki sifat tahan terhadap wereng batang coklat dan berumur genjah (Rozakurniati 2011), sedangkan Fatmawati adalah varietas padi tipe baru yang berumur genjah (Abdullah et al. 2008). Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan galur padi beras hitam dengan warna aleuron berwarna hitam dan umur genjah hasil kultur antera.

3.2 Bahan dan Metode

Percobaan dilaksanakan dari bulan Juli 2014 sampai Februari 2015. Kegiatan kultur antera dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, BB Biogen, Bogor.

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah antera F1 hasil persilangan padi beras hitam lokal (Melik) dengan 2 varietas budidaya (Inpari13 dan Fatmawati), yaitu:

1. F1BC1 = Melik/Inpari13//Inpari13

2. F1BC1 = Melik/Inpari13//Melik

3. F1BC2 = Melik/Fatmawati//Fatmawati///Fatmawati

4. F1BC1 = Melik/Fatmawati//Fatmawati

5. F1BC1 = Melik/Fatmawati//Melik

6. F1 = Melik/Fatmawati

(27)

media N6 yang diberi 2.0 mg L-1 NAA, 0.5 mg L-1 kinetin dan 0.1644 g L-1 putresin, sedangkan media regenerasi adalah media MS yang diberi 0.5 mg L-1 NAA dan 2.0 mg L-1 Kinetin dan 0.1644 g L-1 putresin (Dewi dan Purwoko 2011).

Tanaman sumber eksplan ditanam di rumah kaca. Saat tanaman mencapai fase bunting, malai yang masih dibungkus selubung mulai dikoleksi. Malai yang masih berada di dalam selubung setelah dicuci bersih kemudian dibungkus dengan aluminium foil yang telah dilapisi dengan kertas tisu dan disimpan dalam ruang gelap bersuhu 5 0C. Setelah 8-10 hari, selubung malai dibuka dan malai yang berada di bagian tengah dan atas yang berwarna kuning kehijauan diambil. Malai dengan spikelet yang panjang antera dan filamennya tidak melebihi ½ panjang spikelet dipilih untuk mendapatkan antera yang diinginkan yaitu antera yang berwarna kuning kehijauan kemudian disterilkan dengan 10 – 20% pemutih komersial, yaitu larutan pemutih yang mengandung 5.24% NaOCl selama 20 menit sebelum dicuci dengan air steril 2 x 5 menit di dalam laminar air flow cabinet. Spikelet yang sudah steril dipotong 1/3 dari pangkalnya dan dikumpulkan pada cawan petri steril. Dengan menggunakan pinset, masing-masing spikelet kemudian diketukkan pada tepi cawan petri 100 mm x 15 mm yang sudah berisi 25 ml media induksi kalus, sampai ke 6 antera keluar sehingga diperkirakan 150 antera per cawan petri. Inokulasi/penanaman eksplan ini dilakukan dalam laminar air flow cabinet dan diinkubasi di ruang gelap bersuhu 25 ± 2 0C untuk menginduksi keluarnya kalus yang berasal dari butir sari di dalam antera. Pada umur kalus 3 – 8 minggu kalus mulai terbentuk dan dipindahkan ke dalam botol kultur yang sudah berisi 25 ml media regenerasi. Tanaman hijau yang tumbuh dari kalus pada media regenerasi dan sudah mencapai tinggi 3 – 5 cm dipindahkan ke dalam tabung kultur berisi 15 ml media perakaran. Setelah akar tumbuh, tanaman sudah siap diaklimatisasi (Dewi dan Purwoko 2011).

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kalus yang terbentuk, jumlah kalus yang menghasilkan tanaman, lamanya inisiasi kalus, jumlah tanaman hijau, jumlah tanaman albino, jumlah antera yang ditanam, dan jumlah tanaman dihaploid yang dihasilkan. Data primer digunakan untuk mengetahui persentase tanaman hijau, persentase tanaman albino, persentase jumlah kalus terhadap jumlah antera (efisiensi pembentukan kalus), dan jumlah tanaman hijau terhadap jumlah antera (efisiensi pembentukan tanaman hijau). Data dianalisis menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5% bila terdapat pengaruh pada perlakuan.

3.3 Hasil dan Pembahasan

(28)

12

gogo dan padi tipe baru. Bagheri dan Jelodar (2008) melaporkan bahwa hasil respon genotipe sangat nyata pada induksi kalus kultur antera padi lokal Iran dan galur padi komersial serta F1 hasil persilangannya.

Tabel 1 Hasil sidik ragam peubah kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Sidik ragam Peubah

IK JK+ JKMT+ JKTH+ JKTA+ TT+ TH+ TA+ Kuadrat tengah 86.3 51.4 0.7 0.3 0.3 5.0 2.8 1.6

F hitung 2.4* 16.8** 3.4** 9.4** 2.2* 3.9** 6.0** 2.3*

Keterangan: IK= Inisiasi kalus; JK = jumlah kalus; JKMT = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman (hijau dan albino); JKTH = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman hijau; JKTA = jumlah kalus yang menghasilkan tanaman albino; TT= Tanaman hijau+albino; TH = Tanaman hijau; TA = tanaman albino; + Data ditransformasi = transformasi akar **= berbeda sangat nyata pada taraf

α 1 %, * = berbeda nyata pada α = 5 %

3.3.1 Induksi Pembentukan Kalus dan Regenerasi Tanaman

Setiap persilangan padi beras hitam menghasilkan jumlah kalus yang berbeda. Rataan jumlah kalus yang paling banyak (87 butir kalus) pada persilangan Melik/Fatmawati//Melik, sedangkan rataan jumlah kalus yang paling sedikit (10 butir kalus) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Inpari13 (Tabel 2). Peningkatan produksi kalus sangat penting karena peluang untuk mendapatkan tanaman hijau akan lebih besar (Dewi et al. 2007).

Rataan jumlah kalus menghasilkan tanaman berbeda pada setiap persilangan kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya. Rataan jumlah kalus menghasilkan tanaman (hijau dan albino) paling banyak (4.7 butir kalus) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Melik, sedangkan rataan jumlah kalus menghasilkan tanaman (hijau dan albino) paling sedikit (1.7 butir kalus) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Inpari13. Jumlah kalus yang bervariasi tergantung dari daya tanggap mikrospora dalam antera yang dikulturkan (Dewi et al. 2009a).

Tabel 2 Jumlah kalus dan jumlah kalus menghasilkan tanaman enam persilangan pada kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Persilangan JK JKMT JKTH JKTA

(29)

jumlah kalus menghasilkan tanaman hijau paling sedikit (0.2 butir kalus) dihasilkan pada persilangan Melik/Fatmawati//Fatmawati///Fatmawati (Tabel 2). Kalus menghasilkan tanaman lebih sedikit dibandingkan kalus yang terbentuk. Kemampuan membentuk kalus pada kultur antera persilangan tidak diimbangi dengan kemampuan meregenerasikan kalus menjadi tanaman, khususnya tanaman hijau (Safitri et al. 2010). Rataan jumlah kalus menghasilkan tanaman albino paling banyak (2.3 butir kalus) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Melik dan Melik/Fatmawati, sedangkan rataan jumlah kalus menghasilkan tanaman albino paling sedikit (0.3 butir kalus) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13// Inpari13.

Pembentukan kalus enam persilangan pada kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya memiliki waktu yang berbeda dengan kisaran 27-34 hari (lebih dari 3 minggu)(Tabel 3). Pada kultur antera padi subspesies

japonica, kalus terbentuk setelah 3 minggu (Dewi et al. 2004; Dewi dan Purwoko 2008; Dewi dan Purwoko 2011). Umur kalus yaitu lamanya waktu (hari) sejak kalus diinduksi sampai kalus dipindahkan ke media regenerasi sangat menentukan frekuensi regenerasi (Dewidan Purwoko 2011).

Persentase kalus menghasilkan tanaman hijau tertinggi dan terendah berturut-turut dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Inpari13 dan Melik/ Fatmawati //Fatmawati ///Fatmawati sebesar 14.0% dan 0.4%. Persentase kalus menghasilkan tanaman albino tertinggi dan terendah dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13// Melik dan Melik/Fatmawati//Melik yakni sebesar 4.8% dan 1.7%. Berdasarkan persentase kalus menghasilkan tanaman hijau dan tanaman albino, diperoleh persentase kalus tidak menghasilkan tanaman tertinggi (96.8%) dihasilkan pada persilangan Melik/Fatmawati//Melik, sedangkan terendah (83%) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Inpari13. Persilangan dengan Melik (subspesies indica) menghasilkan daya kultur antera lebih rendah dibandingkan dengan varietas budidaya (subspesies japonica). Tetua japonica dan indica

menghasilkan daya kultur antera lebih tinggi dibandingkan F1 yang hanya melibatkan tetua indica saja (Grewal et al. 2011; Gunarsih 2015).

Tabel 3 Inisiasi kalus dan persentase kalus enam persilangan pada kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Persilangan IK

Melik/Inpari13//Inpari13 34.3 a 83.0 14.0 3.0

Melik/Inpari13//Melik 29.5 ab 90.2 5.0 4.8

(30)

14

Persilangan Melik/Inpari13//Melik mempunyai daya kultur antera yang cukup tinggi dibandingkan persilangan lainnya. Hal ini terlihat dari jumlah tanaman hijau, tanaman albino, dan jumlah tanaman total (hijau dan albino) lebih banyak dihasilkan berturut-turut sebesar 8.7 tanaman, 7.8 tanaman, dan 16.5 tanaman dibandingkan persilangan lainnya (Tabel 4). Banyaknya tanaman hijau yang dihasilkan selalu diiringi dengan banyaknya tanaman albino (Safitri et al. 2010). Namun yang terpenting adalah peningkatan regenerasi tanaman hijau karena akan mempercepat atau memperbesar kemungkinan bagi pemulia tanaman untuk memperoleh galur yang diinginkan (Herawati et al. 2008).

Persentase tanaman hijau tertinggi (84.72%) dihasilkan pada persilangan

Melik/Inpari13/Inpari13 dan terendah (9.09%) pada persilangan

Melik/Fatmawati//Fatmawati///Fatmawati (Tabel 4). Persentase tanaman albino tertinggi (90.91%) dihasilkan pada persilangan Melik/Fatmawati//Fatmawati ///Fatmawati diikuti persilangan Melik/Fatmawati dan Melik/Fatmawati//Melik berturut-turut 53.33% dan 51.61% (Tabel 4). Umumnya persilangan dengan Fatmawati menghasilkan tanaman hijau dan tanaman albino lebih banyak dibandingkan persilangan lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Safitri et al. (2010) yang menggunakan varietas Fatmawati sebagai tetua persilangan pada kultur antera persilangan Fatmawati/Fulan Telo Gawa.

Induksi kalus dan regenerasi tanaman dipengaruhi terutama oleh kondisi kultur, walaupun keduanya ada di bawah kontrol genetik. Frekuensi induksi kalus dan pembentukan tanaman hijau dikendalikan oleh banyak gen (gen minor/poligenik) sehingga gen tanaman donor mempunyai peran penting dalam menentukan frekuensi produksi tanaman dalam kultur antera (Dewi et al. 2007; Asakaviciute 2008) juga penyesuaian kondisi sebelum dan setelah kultur antera (Cha-Um et al. 2009).

Tabel 4 Regenerasi tanaman enam persilangan pada kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Keterangan: TH=Tanaman Hijau;TA= Tanaman albino;TT= Tanaman hijau+albino. Angka dalam satu kolom

yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf α = 5%. 3.3.2 Efisiensi Pembentukan Kalus dan Tanaman Hijau

(31)

Menurut Zhang (1992), efisiensi kultur antera terkait dengan produksi tanaman hijau yang dinyatakan dalam rasio tanaman hijau terhadap jumlah kalus menghasilkan tanaman dan efisiensi tanaman hijau terhadap jumlah antera yang ditanam merupakan kriteria terpenting dalam memperhitungkan efisiensi penggunaan kultur antera. Rasio atau perbandingan tanaman hijau terhadap kalus

menghasilkan tanaman tertinggi sebesar 3.6 pada persilangan

Melik/Inpari13//Inpari13 diikuti persilangan Melik/Inpari13//Melik sebesar 1.9, sedangkan rasio atau perbandingan tanaman hijau terhadap kalus menghasilkan

tanaman terendah sebesar 0.2 pada persilangan Melik/Fatmawati//

Fatmawati///Fatmawati.

Efisiensi tanaman hijau terhadap jumlah antera yang ditanam tertinggi (5.8%) dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Melik diikuti persilangan Melik/Inpari13//Inpari13 sebesar 4.2%. Persilangan Melik/Inpari13//Inpari13 dan Melik/Inpari13//Melik memiliki efisiensi kultur antera lebih baik dibandingkan persilangan lainnya.

Tabel 5 Efisiensi pembentukan kalus dan tanaman hijau pada kultur antera padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya

Melik/Fatmawati//Fatmawati///Fatmawati 146.8 37.3 0.2 0.3

Melik/Fatmawati//Fatmawati 144.6 42.2 1.8 4.0

Melik/Fatmawati//Melik 145.3 59.9 1.6 3.1

Melik/Fatmawati 147.2 52.3 1.1 2.9

Keterangan: JA= jumlah antera; EPK= efisiensi pembentukan kalus; TH:KMT= rasio tanaman hijau:KMT; EPTH= efisiensi pembentukan tanaman hijau

3.3.3 Aklimatisasi dan Tanaman Dihaploid

Hasil aklimatisasi tanaman menunjukkan bahwa persilangan

Melik/Inpari13//Melik menghasilkan tanaman yang dapat diaklimatisasi terbanyak, tanaman dihaploid terbanyak, dan persentase tanaman dihaploid tertinggi dibandingkan persilangan lainnya yakni berturut-turut 63 tanaman, 42 tanaman dan 91.3%. Sementara jumlah tanaman hidup terbanyak pada persilangan

Melik/Fatmawati//Fatmawati sebanyak 49 tanaman diikuti persilangan

Melik/Inpari13//Melik sebanyak 46 tanaman (Tabel 6). Hal ini sejalan dengan penelitian Herawati et al. (2008) bahwa semakin banyak tanaman hijau yang dihasilkan maka semakin banyak kemungkinan mendapatkan galur dihaploid (DH), galur dihaploid yang mempunyai homozigositas tinggi akan memudahkan seleksi selanjutnya.

(32)

16

kalus serta ruang terang untuk regenerasi tanaman. Suhu 27 0C mempengaruhi perkembangan mikrospora ke tahap uninukleat dan tahap binukleat dapat

berlangsung cepat atau lambat (Dewidan Purwoko 2011).

Tanaman dihaploid hasil kultur antera padi beras hitam menunjukkan bahwa padi beras hitam yaitu padi dengan aleuron berwarna hitam terbanyak dihasilkan pada persilangan Melik/Inpari13//Melik dan Melik/Fatmawati//Melik (Tabel 7). Warna aleuron F1 ternyata sama dengan warna aleuron tetua betina yang digunakan pada persilangannya sehingga diduga terdapat pengaruh maternal (maternal effect) untuk karakter warna aleuron. Hal ini sejalan dengan penelitian Safitri et al. (2010) yang memperoleh semua persilangan yang menggunakan Fulan Telo Mihat sebagai tetua menghasilkan keturunan F1 yang mempunyai warna merah.

Widyawati et al. (2013) mengemukakan bahwa warna aleuron merupakan

(33)

3.4 Simpulan

Persilangan Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawati//Melik, dan

(34)

18

4 KARAKTERISASI AGRONOMI PADA GALUR PADI

BERAS HITAM DIHAPLOID

Abstrak

Padi lokal beras hitam saat ini kurang mendapat perhatian masyarakat umumnya pemulia tanaman khususnya. Perlu dilakukan kegiatan pemuliaan tanaman antara lain koleksi, perluasan keragaman genetik dan seleksi. Tujuan percobaan ini ialah untuk untuk menganalisis keragaman karakter agronomi galur padi beras hitam dihaploid. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2015 di rumah kaca BB Biogen, Bogor. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak yang terdiri atas 3 ulangan. Terdapat keragaman karakter antar galur hasil kultur antera yang diuji. Semua karakter tanaman memiliki keragaman genetik yang luas kecuali hasil gabah kering per rumpun. Karakter yang memiliki heritabilitas yang tinggi antara lain tinggi tanaman saat vegetatif, tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, panjang daun bendera, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, umur berbunga, umur panen, dan bobot 1000 butir. Seleksi galur dihaploid padi beras hitam dapat menggunakan karakter tinggi tanaman pada fase vegetatif, tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, bobot 1000 butir dan umur berbunga berkorelasi positif dan nyata dengan hasil gabah kering per rumpun.

Kata Kunci : Heritabilitas, karakterisasi, korelasi, padi beras hitam

Abstract

Black rice varieties received little attention. Breeding activities need to be done including collection, genetic diversity expansion, and selection. The obejctive of this experiment was to analyze the variability of agronomic characters of doubled haploid lines of black rice. The experiment was conducted from July to December 2015 in greenhouse of BB Biogen, Bogor. The experiments were performed using a randomized block design consisting of three replications. There was variability of characters among the lines evaluated. Characters observed showed broad genetic variability, except for grain yield per hill. Characters showing high heritability values were plant height at vegetative, plant height at maturity, number of total tillers, number of productive tillers, flag leaf length, panicle length, number of filled grains per panicle, number of unfilled grains per panicle, days to flowering, days to harvesting, and 1000 grain weight. Selection of doubled haploid lines of black rice could use the following characters : plant height at vegetative, plant height at maturity, panicle length, number of filled grains per panicle, 1000 grain weight and days to flowering which were correlated positively and significantly with grain yield per hill.

(35)

4.1 Pendahuluan

Melik adalah padi lokal beras hitam asal Bantul yang memiliki sifat unggul mengandung antosianin serta mineral seperti Zn dan Fe (Kristamtini et al. 2012). Pengembangan padi lokal beras hitam saat ini masih sangat terbatas oleh karena itu dilakukan peningkatan keragaman genetik sebagai upaya pemuliaan tanaman.

Keragaman genetik padi sangat penting dalam kegiatan pemuliaan tanaman untuk perakitan padi unggul yang diharapkan. Menurut Rohaeni et al. (2015), padi lokal merupakan salah satu sumber keragaman genetik yang memiliki sifat unik seperti ketahanan terhadap penyakit dan aroma serta kepulenan yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Informasi keragaman genetik diperlukan dalam proses pemuliaan tanaman. Supriyanti et al. (2015)

menyatakan bahwa informasi tentang karakter suatu tanaman sangat dibutuhkan untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki serta menghilangkan karakter yang tidak diinginkan dengan tujuan perbaikan varietas.

Setelah perluasan keragaman genetik, langkah selanjutnya dalam pemuliaan tanaman adalah seleksi (Syukur et al. 2012). Seleksi akan lebih efektif jika karakter yang menjadi target seleksi memiliki nilai heritabilitas yang tinggi. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan pada generasi mana sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi (Herawati et al. 2009). Percobaan ini merupakan lanjutan percobaan pertama. Pada percobaan pertama diperoleh 50 galur padi beras hitam dihaploid yaitu padi dengan aleuron berwarna hitam sehingga perlu dilakukan karakterisasi. Karakterisasi bertujuan untuk mengetahui karakter-karakter penting yang bernilai ekonomis. Tujuan percobaan ini ialah untuk menganalisis keragaman karakter agronomi galur padi beras hitam dihaploid.

4.2 Bahan dan Metode

Percobaan dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2015 di rumah kaca BB Biogen, Bogor. Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 50 galur dihaploid hasil kultur antera persilangan Melik/Inpari13//Inpari13, Melik/Inpari13//Melik, Melik/Fatmawati//Fatmawati, Melik/Fatmawati//Melik, dan Melik/Fatmawati dengan Varietas Aek Sibundong dan Melik sebagai kontrol. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan. Benih padi disemai dalam bak yang berisi lumpur. Setelah 21 hari, bibit dipindah ke pot yang berisi tanah sawah dengan 2 bibit/pot. Pemeliharaan tanaman dilakukan berdasarkan budidaya padi sawah.

Pengamatan yang dilakukan antara lain :

1.Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanaman sampai ujung malai

2.Jumlah anakan vegetatif, dihitung saat pertumbuhan vegetatif maksimum. 3.Jumlah anakan produktif, ditentukan dengan menghitung anakan yang

menghasilkan malai

4.Umur berbunga (HST), dihitung dari saat sebar benih sampai ± 50 % malai

(36)

20

5.Umur panen, dihitung dari saat sebar benih sampai ± 80 % malai telah matang

6.Panjang malai (cm), diukur dari leher malai sampai ujung malai

7.Jumlah gabah isi dan hampa per malai, dihitung jumlah gabah bernas atau berisi penuh dan gabah yang hampa (tidak berisi) tiap malai

8.Bobot 1000 butir gabah bernas (g)

9.Hasil gabah per rumpun, dihitung dari bobot gabah kering bernas yang berasal dari satu rumpun (g)

10. Keluarnya malai (eksersi malai), menggunakan skala 11. Sudut daun bendera (0)

12. Warna gabah, diketahui dari warna sekam (gabah)

13. Warna beras, diketahui setelah sekam dikupas (Silitonga et al. 2003). Data dianalisis menggunakan sidik ragam (Tabel 8) dan jika F hitung berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Dunnett pada α = 5 %.

Tabel 8 Sidik ragam satu lokasi dalam satu musim :

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai harapan

Ulangan (r-1)

Luas sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter dihitung berdasarkan ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik :

σσ2

r = jumlah ulangan yang digunakan pada percobaan

M2 = kuadrat tengah genotipe

M1 = kuadrat tengah galat

KKG = √σ

(37)

dbg = derajat bebas genotipe dbe = derajat bebas galat

Apabila σ2g > 2σσ2g maka keragaman genetik peubah tersebut luas,

sedangkan σ2g < 2σσ2g menandakan keragaman genetik sempit (Pinaria et al.

1995).

h2 (bs) = σ2g X 100 %

σ2p

Menurut Stansfield (1983), nilai heritabilitas diklasifikasikan sebagai berikut :

Tinggi : h2 > 0.5

Sedang : 0.2 < h2≤ 0.5

Rendah : h2 < 0.2

Kemudian dilakukan analisis korelasi menggunakan program SAS 9.0.

4.3 Hasil dan Pembahasan

4.3.1 Keadaan Umum

Umumnya pelaksanaan penelitian di rumah kaca BB Biogen berjalan baik. Galur yang disemai dapat dipindahkan ke pot-pot/ember tanaman. Kondisi tanaman saat pindah tanam, fase vegetatif dan mulai keluarnya malai disajikan pada Gambar 2. Fase vegetatif dan mulai keluarnya malai (reproduktif) merupakan fase-fase pertumbuhan tanaman padi. Penampilan beberapa galur dihaploid kultur antera dan hasil persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya disajikan pada Gambar 3. Hal ini memperlihatkan keragaman penampilan turunan masing-masing persilangan tanaman padi.

Gambar 2 Kondisi umum galur dihaploid tanaman padi. (a) kondisi pada saat baru pindah tanam, (b) Kondisi tanaman saat fase vegetatif, (c) kondisi saat mulai keluar malai

(38)

22

Gambar 3 Penampilan agronomi beberapa galur dihaploid kultur antera hasil persilangan padi lokal beras hitam dengan varietas budidaya. a = Turunan Melik/Inpari13//Inpari13 (YD1-61-1-1); b = Turunan Melik / Inpari13//Melik (YD2-14-1-1); c = Turunan Melik/Fatmawati// Fatmawati (YD5-37-1-2; d = Turunan Melik/Fatmawati//Melik (YD6-1-1-2) ; e = Turunan Melik/Fatmawati (YD7-42-2-2) 4.3.2 Hasil dan Komponen Hasil

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa galur berpengaruh nyata terhadap semua variabel pengamatan (Tabel 9). Selanjutnya dapat dilakukan uji lanjut Dunnett untuk membandingkan pengaruh galur dengan varietas pembanding Aek Sibundong dan Melik.

Tabel 9 Sidik ragam galur-galur dihaploid padi beras hitam di rumah kaca BB Biogen

Karakter Genotipe Koefisien keragaman(%)

Tinggi tanaman vegetatif 5.41 ** 4.28

Anakan vegetatif 6.96 ** 12.77

Tinggi tanaman produktif 36.93 ** 3.99

Anakan produktif 2.54 ** 13.46

Panjang daun bendera 3.19 ** 12.41

Panjang malai 6.89 ** 3.81

Umur berbunga 294.85 ** 1.27

Umur panen 175.25 ** 1.16

Jumlah gabah isi per malai 4.02 ** 14.55

Jumlah gabah hampa per malai 13.06 ** 31.64

Bobot 1000 Butir 9.94 ** 4.50

Berat gabah kering per rumpun 1.15 tn 21.90

Keterangan: **berbeda nyata pada α =1 %, tn = tidak nyata pada α = 5 %.

a b c

(39)

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman galur dihaploid pada saat vegetatif berkisar antara 89.3 – 114.3 cm. Sementara tinggi tanaman ketika panen berkisar 79.9 – 140.2 cm (Tabel 10). Klasifikasi tinggi tanaman dilakukan pada saat panen karena dianggap telah mencapai tinggi tanaman maksimal. Klasifikasi tinggi tanaman terbagi ke dalam tiga kelas yaitu pendek (< 110 cm), sedang (110-130 cm), dan tinggi (> 130 cm) (Silitonga et al. 2003). Di antara galur-galur dihaploid yang diuji, galur – galur berikut tergolong pendek : YD1-61-1-1, YD1-71-1-1, YD1-51-2-1, YD1-51-2-2, YD1-51-2-3, YD1-48-1-2, YD2-14-1-1, YD5-10-1-2, YD5-37-1-1, YD5-37-1-2, YD5-37-1-3 dan YD6-1-1-2. Galur-galur dihaploid tergolong sedang : YD2-19-1-1, YD2-52-YD2-19-1-1, YD2-52-1-2, YD2-40-YD2-19-1-1, YD2-40-1-2, 2-1, YD2-29-2-2, YD2-48-1-1, YD2-46-1-3, YD2-46-1-5, YD2-66-1-2, YD2-66-1-3, YD2-32-2-1, YD2-32-2-2, YD2-60-3-1, YD6-1-1-1, 1, 2, YD6-27-1-3, dan YD6-84-3-1. Galur-galur dihaploid yang tergolong tinggi : YD2-64-1-1, YD2-64-1-2, YD2-64-1-3, YD2-53-1-1. YD2-53-1-2, YD2-46-1-1, YD2-46-1-2, YD2-46-1-4, YD2-66-1-1, YD2-64-2-1, YD2-64-2-2, YD2-58-2-1, YD6-84-2-3, YD7-42-2-1, YD7-42-2-2, YD7-42-2-3, YD7-42-2-4, dan YD7-42-2-5.

Varietas pembanding Aek Sibundong mempunyai tinggi tanaman yang pendek yaitu 103.6 cm, sedangkan Melik mempunyai tinggi tanaman yang tinggi yaitu 135.5 cm. Galur YDI-48-1-2 mempunyai tinggi tanaman lebih pendek dibanding Aek Sibundong dan Melik yaitu 79.9 cm, sedangkan galur YD7-42-2-4 mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Aek Sibundong dan Melik yaitu 140.2 cm.

Jumlah Anakan

Jumlah anakan total berkisar antara 12.7 - 32.0 batang. Sementara anakan produktif berkisar antara 11.3 – 18.3 batang (Tabel 10). Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua anakan yang dihasilkan merupakan anakan produktif. Varietas Aek Sibundong mempunyai jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif masing-masing 20.0 dan 18.7 batang. Melik mempunyai jumlah anakan total dan anakan produktif masing-masing 22.3 dan 15.3 batang. Jumlah anakan dibedakan dalam lima kelompok yaitu sangat banyak (>25 anakan/tanaman), banyak (20-25 anakan/tanaman), sedang (10-19 anakan/tanaman), sedikit (5-9 anakan/tanaman) sangat sedikit (<5 anakan/tanaman) (Silitonga et al. 2003).

Panjang Daun Bendera

(40)

24

Tabel 10 Tinggi tanaman vegetatif, tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan vegetatif, jumlah anakan produktif, panjang daun bendera, dan panjang malai pada generasi pertama beras hitam

No Genotipe Tinggi tanaman (cm) Anakan (batang)

Panjang

Vegetatif Panen Vegetatif Produktif

1 YD1-61-1-1 99.3 95.6 17.7 15.7 44.1 26.7

(41)

Panjang Malai

Panjang malai galur dihaploid berkisar antara 24.8 – 31.5 cm (Tabel 10). Varietas Aek Sibundong dan Melik masing-masing memiliki panjang malai 26.7 dan 28.1 cm. Galur YD6-1-1-1 memiliki panjang malai lebih pendek dibandingkan kedua varietas pembanding yakni 24.8 cm, sebaliknya galur YD6-84-2-3 memiliki panjang malai lebih panjang dibandingkan galur dihaploid lainnya yakni 31.5 cm. Rusdiansyah (2006) mengelompokkan panjang malai

dalam tiga kelompok, yaitu pendek (≤ 20 cm), sedang (20-30 cm), dan panjang (> 30 cm). Umumnya panjang malai galur-galur dihaploid yang diuji dan varietas pembanding tergolong kelompok sedang, namun ada lima galur dihaploid tergolong kelompok panjang yaitu YD5-37-1-2, YD5-37-1-3, YD6-84-2-3, YD7-42-2-3, dan YD7-42-2-5.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Umur berbunga tanaman berkisar antara 68.3 - 105.8 hari setelah semai (HSS), sedangkan umur panen berkisar 104.7 – 139.0 HSS (Tabel 11). Aek Sibundong dan Melik masing-masing memiliki umur berbunga 76.8 dan 102.2 HSS. Umur panen Aek Sibundong dan Melik berturut-turut 110.7 dan 134 HSS. Galur YD5-10-1-2 diketahui memiliki umur berbunga dan umur panen yang relatif lebih genjah dibandingkan Aek Sibundong dan Melik yakni 68.3 dan 104.7 HSS. Sebaliknya galur YD2-40-1-2 memiliki umur panen yang lebih lambat dibandingkan kedua varietas pembanding yakni 139 HSS. Umur panen dibawah 124 HSS termasuk kategori berumur genjah (Dewi et al. 2015). Di antara galur-galur dihaploid yang diuji, galur-galur-galur-galur dihaploid berikut tergolong berumur genjah: 61-1-1, 71-1-1, 51-2-1, 51-2-2, 51-2-3, YD1-Aek Sibundong menghasilkan gabah isi lebih rendah dibandingkan Melik yaitu 120.3 butir. Galur YD7-42-2-5 menghasilkan gabah isi per malai paling tinggi dibandingkan kedua varietas pembanding yaitu 268.6 butir.

(42)

26

Tabel 11 Umur berbunga, umur panen, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa, dan jumlah gabah total per malai pada generasi pertama beras hitam

Genotipe

Keterangan: YD1 = Melik/Inpari13//Inpari13, YD2= Melik/Inpari13//Melik,YD5 = Melik/Fatmawati//Fatmawati, YD6 = Melik/Fatmawati//Melik, YD7 = Melik/Fatmawati, a= berbeda nyata lebih tinggi dari Aek Sibundong, b = berbeda nyata lebih rendah dari Aek Sibundong berdasarkan uji Dunnett α = 5 %.

(43)

agronomi yang pertama kali diseleksi (Dewi et al. 2009b). Jumlah gabah total per malai berkisar antara 175.8 – 417.4 bulir, sedangkan varietas pembanding Aek Sibundong dan Melik memiliki jumlah gabah total per malai masing-masing 158.2 dan 182.6 butir (Tabel 11). Semua galur yang diuji memiliki jumlah gabah total per malai yang lebih tinggi dibandingkan Aek Sibundong. Hampir semua galur yang diuji juga memiliki jumlah gabah total per malai lebih tinggi dibandingkan Melik, namun beberapa galur memiliki jumlah gabah total lebih rendah dibandingkan Melik : YD2-29-2-2, YD2-52-1-1, YD2-52-1-2. YD2-53-1-1 dan YD2-46-YD2-53-1-1-5.

Persentase gabah isi per malai berkisar antara 45.9 – 93.6%, sedangkan persentase gabah isi per malai varietas pembanding Aek Sibundong dan Melik masing-masing 76.0% dan 70.8% (Tabel 12). Sebanyak 31 galur dihaploid yang diuji memiliki persentase gabah isi per malai lebih banyak dibandingkan Melik. Di antara galur-galur dihaploid yang diuji, galur-galur berikut tergolong memiliki persentase gabah isi per malai lebih tinggi dibandingkan Aek sibundong : 14-1-1, 19-1-1, 52-1-1, 52-1-2, 53-1-1, 53-1-2, YD2-29-2-1, YD2-29-2-2, YD2-60-3-1, YD2-58-2-1, YD6-27-1-1, YD6-27-1-3, dan YD6-84-3-1.

Persentase gabah hampa per malai berkisar antara 6.4 – 54.1%, sedangkan persentase gabah hampa per malai varietas pembanding Aek Sibundong dan Melik masing-masing 24.0% dan 29.2% (Tabel 12). Sebagian besar galur dihaploid yang diuji memiliki persentase gabah hampa per malai lebih tinggi dibandingkan Melik. Sebanyak 18 galur dihaploid yang diuji memiliki persentase gabah hampa per malai lebih tinggi dibandingkan Aek Sibundong.

Bobot 1000 butir

Varietas Aek Sibundong menghasilkan bobot 1000 butir lebih tinggi dibandingkan Melik berturut-turut 25.8 g dan 23.4 g (Tabel 12). Galur YD2-64-2-1 menghasilkan bobot YD2-64-2-1000 butir lebih rendah dibandingkan kedua varietas pembanding yakni 18.2 g. Bobot 1000 butir gabah merupakan salah satu komponen hasil terpenting setelah jumlah gabah isi, kerapatan gabah pada malai, dan panjang malai (Dewi et al. 2009b).

Hasil Gabah Kering per Rumpun

(44)

28

Tabel 12 Persentase gabah isi per malai, persentase gabah hampa per malai, bobot 1000 butir (g) dan hasil gabah kering per rumpun pada generasi pertama beras hitam

Genotipe

(45)

Rendahnya hasil gabah kering per rumpun dapat disebabkan karena jumlah gabah hampa per malai yang tinggi dan serangan walangsangit. Di antara galur-galur dihaploid yang diuji, galur-galur dihaploid berikut menghasilkan gabah kering per rumpun di atas 35.0 g : YD1-61-1-1, YD2-14-1-1, YD2-19-1-1, YD2-52-1-1, YD2-52-1-2, YD2-40-1-1, YD2-40-1-2, YD2-53-1-1, YD2-53-1-2, YD2-29-2-1, YD2-29-2-2, YD2-46-1-1, YD2-46-1-2, YD2-66-1-1, YD2-32-2-2, YD2-64-2-1, YD2-64-2-2, YD2-60-3-1, YD2-58-2-1, YD6-1-1-1, YD6-1-1-2, YD6-27-1-1, YD6-84-3-1, YD6-84-2-3, YD7-42-2-1, YD7-42-2-2, YD7-42-2-3, YD7-42-2-4 dan YD7-42-2-5.

Keluarnya Malai (Eksersi Malai)

Keluarnya malai galur dihaploid menunjukkan bahwa seluruh malai keluar dan leher keluar (skor 1), seluruh malai keluar dan leher sedang (skor 3) dan sebagian malai keluar (skor 7) (Gambar 4). Galur-galur dihaploid yang diuji umumnya hanya sebagian malai keluar (skor 7) (Tabel 13).

Gambar 4 Eksersi malai beras hitam (a) seluruh malai keluar dan leher keluar (skor 1), (b) seluruh malai keluar dan leher sedang (skor 3), (c) sebagian malai keluar (skor 7).

Sudut Daun Bendera

Sudut daun bendera galur umumnya berkisar antara 20- 500 (Tabel 12). Sudut daun dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu tegak (<45°), sedang (45-90°), mendatar (90°) dan tipe terkulai (>90°) (Silitonga et al. 2003). Secara umum sudut daun bendera galur yang diuji dan kedua varietas pembanding termasuk dalam tipe tegak. Sudut daun tegak lebih diharapkan karena berperan dalam meningkatkan luas penerimaan cahaya, selain dapat segera melewatkan air yang jatuh ke daun sehingga mengurangi beban pada permukaan daun (Dewi et al. 2009b).

Warna Gabah

Warna gabah kuning jerami pada turunan persilangan

Melik/Inpari13//Inpari13, Melik/Fatmawati//Fatmawati///Fatmawati, Melik/Fat- mawati//Fatmawati dan Melik/Fatmawati. Gabah lainnya berwarna kuning keunguan pada turunan persilangan Melik/Inpari13//Melik dan Melik/Fatmawati //Melik (Gambar 5). Persilangan balik dengan Melik sebagai tetua menghasilkan gabah yang cenderung berwarna keunguan.

b c

(46)

30

Tabel 13 Pengamatan eksersi malai dan sudut daun tanaman pada beras hitam

No Genotipe Eksersi malai (Skor) Sudut daun bendera

(0)

(47)

Gambar 5 Penampilan warna gabah/sekam beberapa galur dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera dan varietas pembanding. a = Turunan Melik/Inpari13//Inpari13; b = Turunan Melik/Inpari13//Melik; c = Turunan Melik/Fatmawati//Fatmawati; d = Turunan Melik/Fatma- wati//Melik; e = Turunan Melik/Fatmawati; f = Varietas Aek Sibundong; g = Varietas Melik.

Warna Aleuron

Warna aleuron sebagian besar galur dihaploid yang diuji berwarna coklat kekuningan pada persilangan Melik/Inpari13//Inpari13, Melik/Fatmawati// Fatmawati///Fatmawati, Melik/Fatmawati//Fatmawati dan Melik/Fatmawati. Warna aleuron sebagian besar galur dihaploid yang diuji berwarna hitam pada persilangan Melik/Inpari13//Melik dan Melik/Fatmawati//Melik (Gambar 6). Persilangan balik dengan Melik sebagai tetua menghasilkan aleuron yang berwarna hitam.

Gambar 6 Penampilan warna aleuron beberapa galur dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera dan varietas pembanding. a = Turunan Melik/Inpari13//Inpari13; b = Turunan Melik/Inpari13//Melik; c = Turunan Melik/Fatmawati//Fatmawati; d = Turunan Melik/Fatma- wati //Melik; e = Turunan Melik/Fatmawati; f = Varietas Aek Sibundong; g = Varietas Melik.

Nilai Ragam, Keragaman Genetik, Keragaman Fenotip, Heritabilitas dan Analisis Korelasi

Semua karakter tanaman memiliki keragaman genetik yang luas dan heritabilitas yang tinggi, kecuali hasil gabah kering per rumpun (Tabel 14). Nilai

a

d

b c

e f g

a b c

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir penelitian
Tabel 1 Hasil sidik ragam peubah kultur antera padi lokal beras hitam  dengan
Tabel 3  Inisiasi kalus dan persentase kalus enam persilangan pada kultur antera
Tabel 4  Regenerasi tanaman enam persilangan pada kultur antera padi lokal beras
+7

Referensi

Dokumen terkait

ResultSetMetaData tidak mempunya method yang digunakan untuk mendapatkan informasi jumlah baris dalam suatu tabel.. Sehingga sebagai solusi kita bisa memanggil method next () pada

Dari penelitian yang telah dila kukan dapat disimpulkan bahwa polime r an ilin yang konduktif terbentuk pada elektropolime risasi pH 1 sampa i 4, dimana nila i impedansi

Untuk mengetahui pengaruh interaksi yang terbaik dari okulasi tanaman jeruk dengan menggunakan berbagai klon mata entres dan umur batang bawah JC

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi rendah pada dua varietas batang atas jeruk keprok tidak memberikan hasil yang berbeda nyata pada

A dan An.F dengan GEA dehidrasi sedang di Ruang Seruni RSUD Jombang tahun 2016 menggunakan 7 langkah varney mulai dari pengumpulan data sampai dengan evaluasi maka

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pemberian bokashi ela sagu berpengaruh nyata terhadap berat volume tanah, jenis

Salah satu unsur yang sangat penting pada pertanian adalah air. Ketersediaan air harus terjamin agar tanaman dapat tumbuh sepanjang tahun. Ketersediaan air yang kurang

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan