• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomineralisasi pada proses pelapisan inti mutiara kijing air tawar anodonta woodiana (UNIONIDAE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biomineralisasi pada proses pelapisan inti mutiara kijing air tawar anodonta woodiana (UNIONIDAE)"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

SATA YOSHIDA SRIE RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Biomineralisasi pada Proses Pelapisan Inti Mutiara Kijing Air Tawar Anodonta woodiana (UNIONIDAE) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2011

Sata Yoshida Srie Rahayu

(3)

SATA YOSHIDA SRIE RAHAYU. Biomineralization on Nucleus Pearl Coating Process of Freshwater Mussel Anodonta woodiana (UNIONIDAE). Under direction of DEDY DURYADI SOLIHIN, RIDWAN AFFANDI, and WASMEN MANALU

The limiting factor which is a weakness of sea water pearls are high production costs, the risk of major business failures and a long coating time. From the issue of freshwater pearls appear to have prospects of alternative substitution for sea water pearls. This study aimed to evaluate: (1) effect of loads (the number and diameter nucleus) on freshwater pearl coating process, (2) the number and size of the appropriate nucleus diameter, to produce the optimum coating thickness of half-round pearls, and (3) Increasing the economic value through processing raw materials. This research consists of experimental implantation of 2, 4, and 6 nucleus per individual mussel is maintained by the method stocked in hapa in bottom waters. Observation method and factorial randomized block design used in the study of the influence of the load to the level of stress, mussel feeding activity, and survival rate, growth and the pearl coating. The results showed that: (1) A. woodiana can be utilized as a producer of freshwater pearls. The survival of A. woodiana maintained for 9 months to reach 93.33% at the time of harvest, (2) The number of optimum nucleus that can be attached to the mussel A. woodiana was 2 grains/individuals with a diameter of 10 mm. Shells implanted with nucleus diameter and number of pearls produced the highest layer thickness of 18 μm. (3) Increasing the economic value through processing raw materials has produced the final product has economic value, namely ornament, pendant, ring and medallion necklace freshwater pearl.

(4)

Sata Yoshida Srie Rahayu. Biomineralisasi pada Proses Pelapisan Inti Mutiara Kijing Air Tawar Anodonta woodiana (UNIONIDAE). Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN, RIDWAN AFFANDI dan WASMEN MANALU.

Faktor pembatas yang merupakan kelemahan dari mutiara air laut adalah biaya produksinya tinggi, risiko kegagalan usahanya besar dan waktu pelapisannya lama, yaitu mulai dari 1,5 hingga 3 tahun. Dari permasalahan tersebut tampaknya mutiara air tawar memiliki prospek alternatif substitusi bagi mutiara air laut karena warnanya bervariasi, biaya produksi relatif rendah, dan waktu pembentukan relatif singkat, yaitu kurang dari 1 tahun. Kegiatan budidaya kijing Margaritifera sp. di kolam pemeliharaan alami, telah dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat, sejak tahun 2006. Namun, pada akhir pemeliharaan didapatkan hanya 40 ekor Margaritifera sp. yang terimplan atau target yang tercapai hanya 12,5%. Dengan demikian maka jenis kijing ini tidak disarankan untuk dikembangkan sebagai produsen mutiara air tawar. Anodonta sp. mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat jika dibandingkan dengan Margaritifera sp. dan mampu mendeposit crystaline calcium carbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal sebagai nacre, dan komponen pembentuk lapisan prismatik yaitu kristal hexagonal calsite conchiolin (C32H48N2O11

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi: (1) pengaruh beban (jumlah dan ukuran diameter inti) terhadap proses pelapisan mutiara air tawar, (2) proses biomineralisasi pada jumlah dan ukuran diameter inti yang tepat, untuk menghasilkan ketebalan optimum lapisan mutiara setengah bulat, dan (3) Peningkatan nilai tambah melalui processing bahan baku. Hasil penelitian ini ialah untuk memperoleh mutiara air tawar sebagai alternatif substitusi mutiara air laut di Indonesia. Teknik yang dikembangkan diharapkan diperoleh teknik baku dalam implantasi dan produksi massal mutiara air tawar di Indonesia, sehingga memberikan alternatif untuk mendapatkan penghasilan tambahan serta dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia.

) pada lapisan cangkang bagian dalam. Kelebihan ini merupakan potensi biologis yang dapat digunakan untuk memproduksi mutiara tawar.

Penelitian ini terdiri dari percobaan implantasi 2, 4, dan 6 inti per individu kijing yang dipelihara dengan metode ditebar di dalam hapa di dasar perairan. Metode observasi digunakan pada kajian pengaruh beban (jumlah dan diameter inti) terhadap tingkat stress, aktivitas makan kijing, dan survival rate, pertumbuhan serta pembentukan mutiara. Disain rancangan acak kelompok faktorial digunakan untuk mengukur ketiga perlakuan tersebut di atas.

(5)

sedangkan jumlah inti 4 butir/individu hanya mampu menghasilkan pelapisan sebesar 9 µm dan 6 butir/individu sebesar 5 µm. Pada jumlah inti ideal (2 butir/individu dengan diameter 10 mm) dicapai pertumbuhan maksimum kijing A. woodiana, yaitu bobot tubuh dan tinggi cangkang pada akhir pemeliharaan sebesar 312,63 g dan 12,85 cm; (3) Peningkatan nilai tambah produk melalui processing bahan baku, yang terdiri dari proses sederhana, medium dan advanced, telah menghasilkan produk bernilai ekonomi, yaitu ornamen, pendant, cincin dan liontin kalung mutiara air tawar.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

SATA YOSHIDA SRIE RAHAYU

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Mayor Biosains Hewan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Biomineralisasi pada Proses Pelapisan Inti Mutiara Kijing Air Tawar Anodonta woodiana (UNIONIDAE) Nama : Sata Yoshida Srie Rahayu

NIM : G362070021

Program Studi : Bio Sains Hewan

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA

Dr. Ridwan Affandi, DEA

Anggota Anggota

Prof. Wasmen Manalu, Ph.D.

Diketahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Biosains Hewan

(9)

karuniaNya, sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Biomineralisasi pada Proses Pelapisan Inti Mutiara Kijing Air Tawar Anodonta woodiana (UNIONIDAE)”.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA., Bapak Dr. H. Ridwan Affandi, DEA., dan Bapak Prof. Wasmen Manalu, Ph.D. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan demi terwujudnya disertasi ini. Terima kasih kepada Rektor Universitas Pakuan (UNPAK), Dekan FMIPA UNPAK dan seluruh jajarannya atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan studi S3 dan kepada BPPS DIKTI yang telah memberikan bantuan beasiswa selama 3 tahun.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir. Maskur, M.Si., Kepala BBPBAT Sukabumi dan Bapak Boedi Rachman, S.Pi, di bagian Ikan Nila atas bantuan selama di lapangan dan kepada staf di Lab. Fisiologi Hewan dan Lab. Patologi FKH IPB serta staf di Lab. Nutrisi Fapet IPB. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Fredinan Yulianda, M.Sc., Bapak Dr. Tjahjo Winanto, M.Si. dan Bapak Dr. Ence Darmo Jaya atas masukan dan sarannya selama penulis melakukan penelitian dan penulisan disertasi.

Semoga disertasi ini bermanfaat bagi usaha budidaya perairan kerang mutiara air tawar khususnya dan sumberdaya perikanan air tawar umumnya.

Bogor, Februari 2011

(10)

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 4 November 1972 dari pasangan Bapak Drs. Sampe P.(alm.) dan Ibu G.M. Srie Agam. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 1996. Pada tahun 1999 penulis memperoleh gelar Magister Sains di Program Studi Biologi di Sekolah Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung. Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi S3 di Program Studi Biologi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari BPPS DIKTI.

Penulis bertugas menjadi staf pengajar di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNPAK, sejak tahun 1999 sampai sekarang. Mata kuliah yang diampu adalah Ilmu Lingkungan, Biologi Perairan, Pengantar Statistika, Akuakultur, Biologi Kelautan, Pengantar Amdal dan Ilmu Alamiah Dasar. Pada tahun 2010 penulis bertugas menjadi dosen asisten mata kuliah Ekologi Hewan di Program D3 IPB dan membimbing tugas akhir mahasiswa Program Sarjana IPB. Penulis menikah pada tanggal 16 November 2000 dengan Henry S. Oktavian, SE., MM., dan telah dikaruniai seorang putra dan seorang putri yaitu Richard Raditiyo S. dan Kayla Audrey N.

(11)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Sistematika, Distribusi serta Potensi Ekonomi dan Ekologi Kijing Taiwan... 9

Struktur Anatomi dan Histologis Mantel A. woodiana ... 10

Siklus Hidup A. woodiana... 12

Reproduksi A. woodiana... 14

Kualitas Air Kolam Pemeliharaan ... 15

Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan... 16

Pakan dan Cara Makan ... 18

Pertumbuhan Soft Tissue dan Cangkang... 19

Proses Pelapisan Mutiara Secara Alami ... 21

A. Pelapisan Mutiara di dalam Mantel... 21

B. Pelapisan Mutiara pada Cangkang ... 23

C. Proses Biologi Terbentuknya Mutiara... 26

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

Alat dan Bahan yang Digunakan ... 28

A. Alat... 28

B. Bahan dan Hewan Uji ... 29

Rancangan Penelitian dan Perlakuan ... 29

Prosedur Penelitian ... 30

A. Prosedur Pemeliharaan Kijing... 30

B. Prosedur Implantasi Inti Mutiara Setengah Bulat ... 31

C. Prosedur Pengukuran Pengaruh Beban terhadap Proses Fisiologis Pelapisan Mutiara ... 32

1. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Tingkat Stress ... 32

Laju Konsumsi Oksigen... 32

(12)

Kadar Glukosa Hemolimf ... 34

Panjang dan Diameter Sel Batang Mantel ... 34

2. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Respons Makan ... 34

Tingkat Konsumsi Pakan A. woodiana... 34

D. Prosedur Pembuatan Preparat Histologis Mantel... 37

E. Prosedur Processing Mutiara Air Tawar ... 37

F. Kualitas Fisika, Kimia dan Biologi Air Kolam Pemeliharaan... 38

G. Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan... 38

Parameter yang Diamati... 38

Analisis Data Statistika ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Tingkat Stress... 41

A. Metabolisme Basal ... 41

B. Kadar Glukosa Hemolimf ... 44

II. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Respons Makan Kijing A. Tingkat Konsumsi Pakan ... 45

B. Metabolisme Rutin ... 46

C. Kadar Kalsium Hemolimf ... 48

III. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Survival Rate, Pertumbuhan dan Pelapisan Mutiara A. Survival RateA. woodiana... 51

B. Laju Pertumbuhan Bobot Rataan Harian ... 52

C. Diameter dan Jarak Ruang Antar Sel Batang Mantel ... 55

D. Laju Pertumbuhan Panjang Rataan Harian ... 59

E. Persentase Pelapisan Mutiara 3, 6 dan 9 bulan... 60

F. Ketebalan Lapisan Mutiara... 62

G. Kapasitas Total Lapisan Mutiara ... ... 63

H. Kadar Kalsium Soft Tissue... 66

I. Konsentrasi Kalsium yang Berperan Terhadap Pertumbuhan... 67

IV. Kondisi Lingkungan Pemeliharaan Kijing... 68

(13)

B. Parameter Biologi Kolam Pemeliharaan ... 70

C. Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan... 72

V. Prospek Biologis terhadap Efektifitas dan Produktivitas Pelapisan Mutiara Respons Fisiologis Kijing Terhadap Proses Pelapisan Mutiara... 73

Interaksi antara Tingkat Stress, Survival Rate dan Pelapisan Mutiara ... 78

Biomineralisasi Tingkat Seluler Pada Proses Pelapisan Mutiara... 79

VI. Peningkatan Nilai Tambah Mutiara Air Tawar dan Kebaruan (Novelty) Hasil Penelitian ... 81

Processing bahan baku untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi... 81

Prospek sebagai Produsen Mutiara Air Tawar di Dunia... 82

Sumbangan Kabaruan (Novelty) Hasil Penelitian... 83

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 85

Saran... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kandungan zat gizi A. woodiana per 100 g tubuh kijing... 10 Tabel 2 Kisaran kualitas airyang ideal bagi kijing famili Unionidae dan

Margaritifidae ... 15 Tabel 3 Karakteristik ukuran partikel substrat kijing A. woodiana... 17 Tabel 4 Kandungan asam amino A. woodiana ... 20 Tabel 5 Diagram rancangan acak lengkap faktorial kajian survival

dan pertumbuhan serta proses pelapisan mutiara ... 30 Tabel 6 Parameter survival dan pertumbuhan serta proses pelapisan mutiara

metode pengamatan, alat dan bahan yang digunakan... 39 Tabel 7 Kandungan Ca yang berperan terhadap ketebalan lapisan mutiara ... 67 Tabel 8 Data parameter fisika dan kimia air kolam selama percobaan

dibandingkan dengan beberapa pustaka ... 69 Tabel 9 Data parameter fisika dan kimia air kolam selama percobaan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur kerja penelitian dalam upaya produksi massal mutiara air tawar ... 7

Gambar 2 Kijingka pendekatan masalah penelitian pengaruh beban terhadap proses fisiologis Pelapisan mutiara pada A. woodiana ... 8

Gambar 3 Bentuk dan struktur A.woodiana... 9

Gambar 4 Struktur bagian dalam A.woodiana ... 11

Gambar 5 Irisan vertikal cangkang dan mantel... 12

Gambar 6 Diagram daur hidup A. woodiana... 13

Gambar 7 Transformasi dari glokidia menjadi kijing muda ... 14

Gambar 8 Penentuan jenis substrat menurut segitiga Millar ... 17

Gambar 9 Proses terjadinya mutiara round... 22

Gambar 10 (I) Mekanisme Pelapisan mutiara round secara alami ... 23

(II) Irisan vertikal mutiara bulat alami ... 23

Gambar 11 Proses Pelapisan cangkang dalam tubuh A. woodiana... 23

Gambar 12 Implantasi mutiara blister... 24

Gambar 13 Komponen dari cangkang kijing dan lapisan nacre... 25

Gambar 14 Irisan vertikal mutiara mabe... 26

Gambar 15 Peralatan implantasi inti mutiara... 30

Gambar 16 Inti mutiara setengah bulat yang digunakan dalam percobaan (A) Diameter= 10 dan 12 mm (B) Diameter 10 dan 12 mm ... 30

Gambar 17 (A) 3 kolam perlakuan (B) kolam kontrol (C) hapa (jaring) berukuran 1 x 1 m yang diikatkan pada bambu dengan menggunakan tali ... 31

Gambar 18 Posisi pemeliharaan kijing lepas dasar pada setiap instalasi hapa ... 32

Gambar 19 Posisi peletakan inti setengah bulat pada cangkang A. woodiana... 33

Gambar 20 Disain percobaan untuk pengkuran laju konsumsi oksigen kijing... 34

Gambar 21 Metabolisme basal (C-J/g/jam) kijing yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 42

Gambar 22 Kadar glukosa hemolimf (mg 100 ml-1) kijing yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 43

Gambar 23 Panjang dan diameter sel batang mantel yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 44

Gambar 24 Tingkat konsumsi pakan kijing didekati dengan ISC (%) yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 48

Gambar 25 Metabolisme rutin (C-J/g/jam) kijing yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 48 Gambar 26 Kadar kalsium hemolimf (µg Ca l-1) kijing yang

(16)

diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 49 Gambar 27 Survival rate (%) kijing yang diimplantasi dengan

perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan

diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 51 Gambar 28 Laju pertumbuhan bobot rataan harian (%) yang

diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan

diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 53 Gambar 29 Laju pertumbuhan bobot soft tissue rataan harian (%)

yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12mm selama pemeliharaan ... 53 Gambar 30 Laju pertumbuhan bobot cangkang rataan harian (%)

yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12mm selama pemeliharaan ... 53 Gambar 31 Laju pertumbuhan bobot cangkang rataan harian (%)

yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12mm selama pemeliharaan ... 53 Gambar 33 Laju pertumbuhan panjang cangkang total rataan harian

(%) yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per

cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 55 Gambar 34 Persentase pelapisan mutiara (%) kijing yang

diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 57 Gambar 35 Ketebalan lapisan mutiara (µm) kijing

yang diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 58 Gambar 36 Ketebalan lapisan mutiara pada (I) 3 bulan (II) 6 bulan dan

(III) 9 bulan pemeliharaan ... 61 Gambar 37 Kapasitas lapisan mutiara yang terbentuk pada cangkang

A. woodiana selama 9 bulan pemeliharaan ... 59 Gambar 38 Kadar kalsium soft tissue (mg 100 g-1) kijing yang

diimplantasi dengan perlakuan 0, 1, 2 dan 3 inti per cangkang dan

diameter 10 dan 12 mm selama pemeliharaan ... 60 Gambar 39 Kelimpahan fitoplankton di kolam pemeliharaan A. woodiana ... 64 Gambar 40 Kelimpahan zooplankton di kolam pemeliharaan A. woodiana ... 64 Gambar 41 Respons pertahanan diri kijing A. woodiana akibat implantasi inti

Blister (A) 0 bulan (B) 4,5 bulan dan (C) 9 bulan setelah implantasi ... 64 Gambar 42 Diagram alur pengaruh beban (jumlah dan diameter) inti

terhadap tingkat stress, respon makan, survival, dan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1A Laju konsumsi oksigen (mg O2 g-1jam-1) A. woodiana yang di-

implantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama pemeliharaan ... 0097 Lampiran 1B Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju konsumsi oksigen

(mgO2g-1 jam-1) pada berbagai jumlah dan diameter inti ... Lampiran 1C Analisis regresi terhadap laju konsumsi oksigen (mg O

0098 2 g-1jam-1)

pada berbagai jumlah inti ... 0099 Lampiran 1D Metabolisme basal (C-Jg-1jam-1) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu dan diameter 10

dan 12 mm selama pemeliharaan ... 0100 Lampiran 2A Kadar glukosa hemolimf (mg 100 ml-1) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0101 Lampiran 2B Analisis varian dan uji Tukey terhadap kadar glukosa hemolimf mg100 ml-1) (rataan±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti . 0102 Lampiran 2C Analisis regresi terhadap kadar glukosa hemolimf (mg 100 ml-1)

pada berbagai jumlah inti ... 0103 Lampiran 3A Tingkat konsumsi pakan relatif (%) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0104 Lampiran 3B Analisis varian dan uji Tukey tingkat konsumsi pakan didekati

oleh ISC (%) (rataan±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti 0105 Lampiran 3C Analisis regresi terhadap tingkat konsumsi pakan didekati dengan ISC (%) (rataan±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti ... 0106 Lampiran 4A Metabolisme rutin (C-Jg-1jam-1) A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0107 Lampiran 4B Analisis varian dan uji Tukey terhadap metabolisme rutin (C-J

g-1jam-1) (rataan±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti ... 0108 Lampiran 4C Analisis regresi terhadap metabolisme rutin (C-Jg-1jam-1)

pada berbagai jumlah ... 0109 Lampiran 5A Kadar kalsium hemolimf (µg Ca l-1) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0110 Lampiran 5B Analisis varian dan uji Tukey terhadap kadar kalsium hemolimf

µgCal-1) (rataan±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti ...0111 Lampiran 5C Analisis regresi terhadap kadar kalsium hemolimf (µg Ca l-1)

pada berbagai jumlah inti ... 0112 Lampiran 6A Survival rate (%) kijing A. woodiana yang diimplantasi 0,2,4,

dan 6 inti per individu selama pemeliharaan... 0115 Lampiran 6B Analisis varian dan uji Tukey terhadap survival (%) kijing

(18)

Lampiran 6C Analisis regresi terhadap survival (%) kijing pada berbagai

jumlah inti ... 0117 Lampiran 7A Laju pertumbuhan bobot rataan harian (%) A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0118 Lampiran 7B Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan bobot rata- an harian (g) (rataan ±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti 0119 Lampiran 7C Analisis regresi terhadap laju pertumbuhan bobot rataan harian (g) pada berbagai jumlah inti ... 0120 Lampiran 8 Diameter sel batang mantel (µm) dan jarak ruang antar jaringan sel batang mantel kijing dengan perlakuan 2, 4 dan 6 inti per individu dan diameter 10 dan 12 mm selama awal (0 bulan) dan akhir

pemeliharaan (9 bulan) ... 0121 Lampiran 9A Laju pertumbuhan panjang cangkang total harian (%) kijing

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu dan

diameter 10 dan 12 mm selama 9 bulan pemeliharaan ... 0122 Lampiran 9B Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan panjang to- tal harian (cm) (rataan ±SD) pada berbagai jumlah & diameter inti 0123 Lampiran 9C Analisis regresi terhadap laju pertumbuhan panjang total rataan

harian (cm) pada berbagai jumlah inti ... 0124 Lampiran 10A Keberhasilan pelapisan mutiara (%) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0125 Lampiran 10B Analisis varian dan uji Tukey terhadap keberhasilan pelapisan

mutiara (%) (rataan±SD) pada berbagai jumlah & diameter inti .. 0126 Lampiran 10C Analisis regresi terhadap persentase pelapisan mutiara (%)

pada berbagai jumlah inti ... 0127 Lampiran 11A Ketebalan lapisan mutiara (µm) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0128 Lampiran 11B Analisis varian dan uji Tukey terhadap ketebalan lapisan mutiara (µm)(rataan±SD) pada berbagai jumlah dan diameter inti ... 0129 Lampiran 11C Analisis regresi terhadap ketebalan lapisan mutiara (µm)

pada berbagai jumlah inti ... 0130 Lampiran 12 Data kapasitas mutiara yang terbentuk pada cangkang

A. woodiana selama 9 bulan pemeliharaan ... 0129 Lampiran 13A Kadar kalsium soft tissue (mg 100 g-1) kijing A. woodiana

yang diimplantasi 0,2,4, dan 6 inti per individu selama

pemeliharaan ... 0130 Lampiran 13B Analisis varian dan uji Tukey terhadap kadar kalsium soft tissue (mg 100 g-1) (rataan ± SD) pada berbagai jumlah & diameter inti 0131 Lampiran 13C Analisis regresi terhadap kadar kalsium soft tissue (mg 100g-1)

pada berbagai jumlah inti ... 0134 Lampiran 14 Data pengukuran parameter fisika dan kimia air kolam

(19)

Lampiran 15 Data curah hujan dan jumlah hari hujan mulai dari Januari 2009 hingga April 2010 di Cikole, Selabintana, Sukabumi, Jawa Barat 0138 Lampiran 16 Data analisis plankton di dalam kolam pemeliharaan ... 0139 Lampiran 17 Data pengukuran kualitas substrat kolam pemeliharaan

selama 9 bulan ... 0140 Lampiran 18 Matriks rekapitulasi data hasil penelitian pengaruh beban inti

(20)

Latar Belakang

Usaha untuk memperoleh mutiara asli dari alam sudah berkembang lebih dari dua ribu tahun yang lalu di Asia Selatan, yaitu di Samudera Hindia, Pasifik Selatan,

Laut Merah, Teluk Persia, dan perairan sekitar Sri Lanka. Mutiara dianggap sebagai perhiasan langka dan mahal karena sulit mendapatkannya. Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini mutiara dapat dihasilkan dari kegiatan budidaya. Budidaya kijing mutiara air laut dimulai pada awal abad ke-20. Mikimoto telah berhasil membuat mutiara air laut berbentuk bulat (round) di dalam tiram (oyster) di Jepang Selatan, yaitu dengan cara memasukkan cangkang kijing air tawar yang diiris bulat tipis berbentuk manik ke dalam gonad tiram yang dibudidayakan (Winanto 2004). Setelah pemeliharaan selama tiga tahun, irisan cangkang tersebut telah dilapisi oleh kalsium karbonat (nacre) setebal lebih kurang satu milimeter yang membentuk mutiara. Cara lain implantasi mutiara yaitu dalam bentuk setengah bulat (blister) telah dilakukan dengan cara melekatkan inti blister pada bagian dalam cangkang. Keberhasilan tersebut memacu perkembangan perusahaan budidaya mutiara air laut di dunia, termasuk di perairan Indonesia.

(21)

unggul lainnya yang dibudidayakan, adalah P. margaritifera, P. fucata dan Pteria penguin (Pteridae).

Bisnis mutiara dunia pada awalnya didominasi oleh mutiara air laut. Hasil produksi mutiara air laut yang dikenal di pasaran adalah mutiara round dan blister. Di pasaran nasional maupun internasional, mutiara blister mempunyai pangsa pasar yang spesifik dan umumnya dihasilkan oleh tiram jenis P. penguin. Pada tiram mutiara P. penguin, jumlah inti blister yang optimum untuk implantasi adalah 10 butir/individu dengan ketebalan lapisan mutiara 0,077µm selama 3 bulan budidaya (Anwar 2002).

Faktor pembatas yang merupakan kelemahan dari mutiara air laut adalah biaya produksinya tinggi, risiko kegagalan usahanya besar dan waktu pembentukannya lama, yaitu mulai dari 1,5 hingga 3 tahun. Dari permasalahan tersebut tampaknya mutiara air tawar memiliki prospek alternatif substitusi bagi mutiara air laut karena warnanya bervariasi, biaya produksi relatif rendah, dan waktu pembentukan relatif singkat, yaitu kurang dari 1 tahun. Keunggulan komparatif yang dimiliki mutiara air tawar bila dibandingkan dengan mutiara air laut adalah warnanya yang khas, yaitu merah muda, kekuningan, putih sutra, dan keemasan (Rachman et al. 2006).

Teknik produksi mutiara air tawar telah lama dikembangkan di Cina, namun produksinya mulai dikenal secara luas di pasaran dunia sejak akhir tahun 1960-an (Dan dan Ruobo 2002). Saat ini Cina merupakan pemasok 95% produksi mutiara air tawar dunia. Mutiara tersebut dihasilkan dari kijing (mussel)

Sebelumnya, mutiara air tawar yang dihasilkan

tidak begitu mengkilap dan bentuknya tidak bulat, namun seiring dengan perkembangan teknologi, bentuk dan kilau mutiara air tawar makin sulit dibedakan dengan mutiara air laut. Persamaannya dengan mutiara air laut adalah semakin besar ukuran mutiara, semakin mahal harganya.

(22)

sejak tahun 1949 mutiara air tawar dihasilkan oleh kijing jenis lain, yaitu Hyriopsis schlegeli dengan lokasi budidaya dipusatkan di Danau Biwa, sebelah timur Kyoto dan Danau Kasumigaura 60 km timur laut dari Tokyo (Day 1949). Kedua danau tersebut terletak di Pulau Honshu. Oleh karena mutunya yang bagus, mutiara air tawar asal Jepang dipakai sebagai standar kualitas bagi mutiara air tawar dunia (Rachman et al. 2006). Jenis kijing lainnya yang morfologinya menyerupai Hyriopsis sp. menurut Moorkens (1999) adalah Margaritifera sp. (Famili Margaritiferidae) dan

Kegiatan budidaya kijing Margaritifera sp. di kolam pemeliharaan alami, telah dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat, sejak tahun 2006. Kajian yang dilakukan antara lain polikultur antara kijing dengan ikan nila, implantasi inti mutiara blister dan pemeliharaan kijing di kolam dengan kedalaman yang berbeda. Ketebalan lapisan mutiara blister terbaik selama 8 bulan pemeliharaan yaitu sebesar 6 µm dengan sintasan sebesar 83,3% dan persentase hasil implantasi tertinggi sebesar 93,3% pada kedalaman kolam 30 cm

Anodonta sp. (Famili Unionidae).

. Namun, pada akhir pemeliharaan didapatkan hanya 40 ekor

Margaritifera sp. yang terimplan atau target yang tercapai hanya 12,5% (Rachman et al. 2006)

(23)

pada saat musim panas (Kripa et al. 2007). Dibandingkan dengan Jepang, Indonesia mempunyai wilayah perairan tawar yang jauh lebih luas, yaitu berupa kolam, sungai, situ, waduk, dan danau. Kondisi perairan tersebut berpotensi untuk pengembangan budidaya kijing air tawar. Kijing Unionidae dapat ditemukan di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Lombok, namun tidak dijumpai di Kepulauan Sunda Kecil dan Maluku. Di Pulau Jawa, famili kijing air tawar Unionidae yang ditemukan terdiri atas 6 jenis. Menurut Hamidah (2006), kijing ini berkembang biak di areal perkolaman rakyat sebagai komunitas bentos dalam jumlah melimpah.

Pemanfaatan A. woodiana yang dilakukan selama ini hanya sebagai pakan ternak, industri kancing, dan biofilter, sementara kemampuan biologisnya untuk memproduksi mutiara belum banyak diketahui. Jika melihat lebih detil anatomi dan proses biokimia jaringan tubuhnya, ternyata Anodonta sp. mampu mendeposit crystaline calcium carbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal

sebagai nacre, dan komponen pembentuk lapisan prismatik yaitu kristal hexagonal calsite conchiolin (C32H48N2O11

Terdapat enam spesies dari famili Unionidae berasal dari Indonesia (

) pada lapisan cangkang bagian dalam. Kelebihan ini merupakan potensi biologis yang dapat digunakan untuk memproduksi mutiara tawar (Moorkens 1999).

(24)

Kerangka Pemikiran

Anodonta woodiana sudah lama dikenal penduduk Indonesia dan memiliki potensi ekonomis yang besar sebagai penghasil mutiara air tawar (Hamidah, 2006). Namun A. woodiana juga memiliki beberapa permasalahan budidaya, yaitu:

- Informasi mengenai bioekologi A. woodiana masih minim, yang meliputi: fisiologi pertumbuhan dan respons terhadap stress lingkungan,

- Belum diketahuinya lingkungan yang optimal untuk budidaya, yang mencakup: kualitas air dan substrat kolam pemeliharaan serta input pakan untuk perkembangannya,

- Teknik implantasi mutiara belum berkembang, yang meliputi: belum ditemukannya jumlah dan ukuran diameter inti mutiara blister yang ideal, serta proses pembentukan lapisan mutiara belum jelas dan perkembangan struktur histologis

mantel yang belum pernah diamati,

- Produksi masal belum dilakukan karena analisis kelayakan usaha budidaya mutiara jenis ini belum dilakukan.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk memberikan tempat bagi produksi masal mutiara air tawar sehingga perannya dapat menggantikan mutiara air laut, adalah sebagai berikut :

- Penggunaan jenis A. woodiana sebagai kijing penghasil mutiara air tawar, yaitu: kajian bioekologi (fisiologi pertumbuhan dan perkembangan), perbaikan lingkungan pertumbuhan (kualitas air dan substrat bagi A. woodiana) dan input nutrisi bagi pertumbuhan tubuh dan cangkang A. woodiana

- Teknik perbanyakan mutiara air tawar, yaitu: ukuran diameter dan jumlah inti blister yang optimal serta alur baku dari proses pelapisan mutiara air tawar.

(25)

Hipotesis

1. Implantasi inti setengah bulat berpengaruh terhadap proses-proses fisiologis dalam pelapisan mutiara air tawar.

2. Semakin kecil jumlah dan ukuran diameter inti blister yang diimplantasi pada

Anodonta woodiana, maka semakin tebal lapisan mutiara setengah bulat yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi: (1) pengaruh beban (jumlah dan

ukuran diameter inti) terhadap proses-proses fisiologis dalam pelapisan mutiara air tawar, (2) Proses biomineralisasi pada jumlah dan ukuran diameter inti yang tepat, untuk menghasilkan ketebalan optimum lapisan mutiara setengah bulat, dan (3) Peningkatan nilai tambah produk melalui processing bahan baku.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini ialah untuk memperoleh mutiara air tawar sebagai alternatif

(26)

Gambar 1 Alur kerja penelitian dalam upaya produksi massal mutiara air tawar.

Teknik perbanyakan mutiara air tawar : - Ukuran diameter dan jumlah

- Perbaikan lingkungan pertumbuhan: Kualitas air dan kualitas substrat bagi A. woodiana

- Input nutrisi bagi pertumbuhan

tubuh dan cangkang (Pupuk N, P dan K)

Penggunaan Anodonta woodiana sebagai penghasil mutiara air tawar

Produksi massal

Mutiara air tawar sebagai alternatif pengganti mutiara air laut

Waktu pembentukan

Dominasi mutiara air laut (sentra produksi di Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku dan Papua)

Produksi mutiara di Indonesia

(27)

MASALAH PENDEKATAN PARAMETER ASPEK KAJIAN LUARAN APLIKASI

(28)

Sistematika, Distribusi, Potensi Ekologi dan Ekonomi Kijing Air Tawar Anodonta woodiana

Kijing famili Unionidae adalah moluska bivalva akuatik yang dikenal sebagai kijing air tawar. Famili ini tersebar di seluruh benua dan terdapat paling beragam di Amerika Utara. Terdapat 18 genera di dalam famili Unionidae, di antaranya adalah genus Anodonta. Beberapa spesies yang termasuk di dalam genus Anodonta adalah

A. calypigos, A. complinata, A. grandis, A. suborbiculata, A. imbecilis, A. cygnea, A. anatina, A. californiensis dan A. woodiana.

Klasifikasi Anodonta sp. menurut Brusca dan Brusca (2003) adalah sebagai berikut:

Filum : Mollusca Klas : Bivalvia

Sub Klas : Lamellibranchia Super Ordo : Eulamellibranchia Sub Ordo : Unionidea

Famili : Unionidae Subfamili : Unioninae Genus : Anodonta Spesies : Anodonta sp.

A. woodiana Gambar 3 Bentuk dan struktur A. woodiana. Di Indonesia, A. woodiana merupakan alien spesies dari Taiwan sejak tahun 1971 dan sudah lama dikenal penduduk serta memiliki potensi ekonomi dan ekologi yang besar (Hamidah 2006). A. woodiana merupakan salah satu sumber protein hewani, dengan kandungan nutrisi yang baik tercantum pada Tabel 1 (Hartono 2007). Bagian tubuh kijing ini juga digunakan sebagai bahan pakan ternak dan obat penyakit

(29)

Tabel 1 Kandungan zat gizi A.woodiana per 100 g tubuh kijing

Hasil penelitian Krolak & Zdanowski (2001) menunjukkan bahwa A. woodiana memiliki kemampuan sebagai bioakumulator sehingga dapat mengurangi kadar logam berat di Danau Konin, Polandia. Kijing yang dipelajari adalah A. woodiana yang hidup di dalam saluran pembuangan pembangkit tenaga listrik Patnow. Konsentrasi logam berat terutama Cu, Zn, Pb dan Cd di dalam tubuh kijing ini, lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di dalam waduk air tawar yang tidak terpolusi oleh debu yang dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik tersebut. Kandungan Cu, Zn, Pb, dan Cd di dalam tubuh A. woodiana di dalam saluran pembuangan berturut-turut 0,12 g m-3; 1,8 g m-3; 750 mg m-3, dan 1,3 mg m-3, sedangkan yang terdapat di dalam waduk air tawar yaitu: 0,9 g m-3; 0,3 g m-3; 13 mg m-3, dan 0,4 mg m-3

Struktur Anatomis dan Histologis A.woodiana .

(30)

dalamnya juga ditautkan oleh sebuah otot adduktor anterior dan sebuah otot adduktor posterior. Kedua otot ini bekerja secara antagonis dengan hinge ligament. Bila otot adduktor rileks, ligamen berkerut, maka kedua keping cangkang akan terbuka. Demikian pula sebaliknya, bila otot adduktor berkontraksi dan ligamen rileks maka kedua cangkang akan tertutup. Hewan ini memiliki tipe insang eulamellibranchia (pertautan antar filamen menjadi permanen, dengan adanya jaringan, sehingga jajaran filamen membentuk suatu lembaran selaput yang berlubang-lubang atau ostia). Struktur bagian dalam dan irisan vertikal tubuh A.woodiana terdapat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur anatomis A. woodiana. (A). Struktur organ dalam setelah menyingkirkan cangkang atas (B). Irisan vertikal tubuh kijing (Suwignyo, S. et al. 2005).

Pada bagian dalam cangkang terdapat mantel di sisi kiri dan kanan. Di ujung posterior terdapat dua sifon, yaitu sifon inkuren untuk memasukkan air dan sifon ekskuren untuk mengeluarkan air. Terdapat otot-otot adduktor (anterior dan posterior) yang berfungsi untuk menutup cangkang, otot protraktor untuk menjulurkan kaki dan otot retraktor untuk menarik kaki. Kaki berbentuk pipih, yang terletak di bagian antroventral tubuh. Proses respirasi berlangsung di dalam insang yang berjumlah

(31)

empat buah (sepasang pada tiap sisi cangkang). Insang luar sebagian atau seluruhnya berhubungan dengan mantel. Insang luar kijing Unionidae berfungsi sebagai marsupia untuk mengerami telur hasil fertilisasi sampai terbentuk larva glokidia yang matang. Mantel pada A. woodiana berbentuk jaringan yang tipis dan lebar, menutup seluruh tubuh dan terletak di bawah cangkang. Pada tepi mantel terdapat tiga lipatan dalam, tengah, dan luar. Lipatan dalam adalah yang paling tebal, dan lipatan ini berisi otot radial dan otot melingkar. Lipatan tengah mengandung alat indera. Lipatan luar terbagi dua, yaitu permukaan dalam dan permukaan luar (Gambar 5).

Gambar 5 Irisan vertikal cangkang dan mantel A.woodiana (Brusca dan Brusca 2003)

Siklus Hidup A. woodiana

Sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma akan menetas menjadi glokidia. Glokidia ini akan keluar dari induknya dengan cara meninggalkan insang melalui rongga suprabrankial dan sifon inhalant. Glokidia ini selanjutnya akan jatuh ke dasar

perairan atau terbawa arus air. Bila ada ikan berenang dekat dasar perairan, maka glokidia akan menempelkan kaitnya pada sirip ikan atau bagian permukaan tubuh ikan. Tiap jenis kijing muda mempunyai satu atau beberapa jenis ikan sebagai induk semangnya. Menurut Rheichard et al. (2006), ikan kelompok Cyprinidae merupakan inang yang baik bagi A. woodiana karena memiliki hubungan simbiosis mutualisma (saling menguntungkan). Glokidia kijing membutuhkan inang sebagai tempat menempel untuk pertumbuhannya, sedangkan ikan menggunakan glokidia sebagai

(32)

Gambar 6 Diagram daur hidup Anodonta woodiana (Rahayu et al. 2009).

Menurut Suwignyo et al. (2005), penempelan glokidia menimbulkan reaksi inang dengan tumbuhnya jaringan sekitar parasit dan membentuk siste (cyst). Larva glokidia di dalam siste hidup sebagai parasit, dengan mantelnya yang berisi

phagocyte memakan jaringan tubuh inang untuk pertumbuhannya. Beberapa jenis Unionidae memiliki sifat parasit spesifik terhadap satu macam ikan inang (Smith, 2001). Selama periode parasit antara 10 sampai 30 hari terjadi metamorfosa menjadi anak kijing. Akhirnya anak kijing keluar dari siste, jatuh ke dasar perairan dan hidup di dasar perairan berlumpur dan berkembang menjadi dewasa. Pendapat ini berbeda dari hasil penelitian Reichard et al. (2006) tersebut di atas. Oleh karena itu, interaksi antara glokidia kijing dan inangnya selain bersifat simbiosis mutualisma juga dapat bersifat parasitisme. Glokidia (Gambar 7A) melekat pada insang ikan inang (Gambar 7B) dan encyst, yaitu glokidia dalam filamen insang ikan (Gambar 7C). Kira-kira 3 minggu glokidia-glokidia tersebut jatuh dari insang dan menetap di dasar dan berubah menjadi juvenil. Juvenil tersebut panjangnya mendekati 0.75 mm (Gambar 7D).

Glokidia

Fertilisasi

Dewasa Sperma Juvenil

Ikan inang

Glokidia pada insang

(33)

Gambar 7 Transformasi dari glokidia menjadi kijing muda (Rahayu et al., 2009).

Reproduksi A. woodiana

Menurut Suwignyo et al. (2005), Unionidae umumnya dioecious, mempunyai sepasang gonad yang terletak berdampingan dengan usus. Beberapa di antaranya termasuk kijing yang berkelamin ganda, tetapi tidak dapat mengadakan pembuahan sendiri (hermaprodit sinkroni). Saat masih muda, jenis kelamin kijing dapat dibedakan berdasarkan ukuran cangkangnya. Ukuran cangkang betina lebih tebal daripada jantannya. Namun pada saat kijing mencapai usia dewasa maka dapat dibedakan dengan cara melihat gonadnya, yaitu berwarna merah (berisi telur) pada betina dan putih (berisi sperma) pada jantannya. Kijing famili ini tidak mengalami kopulasi karena fertilisasi bersifat eksternal. Kijing betina matang gonad setelah berumur 6 bulan (Hakim, 2007). Kijing betina yang dalam kondisi stadium matang

gonad akan mengeluarkan telurnya ke dalam lembaran insang. Pada subklas lamellibranchia, gonoduct bermuara dalam rongga suprabrankial (Gambar 4). Kemudian kijing jantan yang berada di dekatnya akan melepaskan sperma. Pembuahan terjadi dalam ruang suprabrankial. Sperma dibawa aliran air masuk melalui sifon inhalant dan bersatu dengan sel telur.

Di daerah tropis, temperatur air tidak terlalu berpengaruh pada gametogenesis, terutama aktivitas spermatogenesis pada kijing jantan. Aktivitas gametogenesis dapat berlangsung sepanjang tahun. Menurut Suwignyo et al. (2005), A. woodiana mudah dikembangbiakkan. Kijing ini memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi karena

A B

C D

(34)

dapat berkembang biak lebih dari sekali dalam setahun. Anodonta woodiana di Taiwan hanya memijah pada musim panas, namun di Indonesia jenis ini memijah setiap saat sepanjang tahun dan tiap pemijahan mampu menghasilkan telur 317.287– 371.779 butir (Rahayu et al. 2009). Viabilitas telur hingga dibuahi menjadi glokidia relatif tinggi, yaitu dapat mencapai 90%. Hal ini disebabkan karena pembuahan terjadi di dalam insang kijing betina, sehingga aman dari gangguan yang berasal dari lingkungannya.

Kualitas Air Kolam Pemeliharaan

Kijing A. woodiana menyukai lingkungan dengan temperatur 24-29oC (Suwignyo et al. 2005). Kijing Unionidae menyukai perairan yang dangkal dengan kedalaman kurang dari dua meter (Smith 2001). Menurut Dan dan Ruobo (2002) secara umum kondisi yang baik untuk pertumbuhan kijing mutiara air tawar di daerah Jiangsu, Cina, adalah perairan yang mengandung oksigen terlarut (DO) rata-rata ≥ 3 ppm, dengan nilai pH 7 – 8 dan temperatur antara 15 – 250C. Di Indonesia, menurut Suwignyo et al. (2005), lingkungan perairan yang optimum untuk kehidupan A. woodiana adalah perairan dengan pH 6,0 - 7,6 serta kandungan oksigen terlarut (DO) 3,8 - 12,5 mg l-1

Tabel 2. Kisaran kualitas fisika dan kimia air yang ideal bagi kijing famili . Berdasarkan penjelasan di atas, kisaran kualitas fisika dan kimia air

yang ideal bagi kijing famili Unionidae terangkum dalam Tabel 2.

Unionidae

Parameter Kisaran ideal Pustaka

Suhu (oC) 24 - 29 Suwignyo et al. (2005)

pH 6,0 - 7,6 Suwignyo et al. (2005)

DO (ppm) 3,8 - 12,5 Suwignyo et al. (2005) Alkalinitas (mg/l CaCO3) 0,1 - 10 Oliver (2000)

BOD (mg/l) 0 - 1,3 mg/l Oliver (2000)

(35)

berair jernih, subtrat pasir berbatu dengan kedalaman optimum 30 – 40 cm dan konduksi aliran air kurang dari 100 μS cm-1

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan organisme untuk melakukan oksidasi senyawa-senyawa organik. Menurut Oliver (2000), pertumbuhan kijing famili Unionidae yang baik pada perairan dengan nilai BOD antara 0 hingga 1,3 mg l

. Terdapat korelasi erat antara kedalaman air dan bentuk cangkang kijing. Obesitas cangkang (nisbah lebar cangkang terhadap panjang cangkang) pada Elliptio complanata semakin rendah dengan meningkatnya kedalaman air. Artinya adalah semakin dalam habitatnya, maka semakin rendah obesitas cangkang kijing tersebut.

-1

. Selanjutnya dikatakan bahwa kondisi yang ideal dan baik bagi pertumbuhan A. woodiana adalah yang memiliki konsentrasi kalsium di perairan pada kisaran 0,1 - 10 CaCO3

Kualitas Substrat Kolam Pemeliharaan

. Sebagian besar senyawa kalsium yang membentuk cangkang larva berasal dari induk, hanya sebagian kecil saja yang diambil langsung dari lingkungan. Selama masa pengeraman larva dalam marsupia induk, berlangsung penyaluran kalsium dari induk ke larva.

Anodonta woodiana biasanya hidup pada substrat dasar-sungai, pada areal lumpur yang didominasi pasir (pasir berlumpur). Kondisi ini sesuai dengan namanya mudflat mussel). Adanya pasir akan meningkatkan pertukaran massa air dan tersedianya oksigen sehingga baik bagi pertumbuhan dan kehidupan kijing (Suwignyo 2005). Terdapat korelasi erat antara jenis substrat dan cangkang kijing Unionidae (Smith 2001). Kijing di perairan mengalir dengan substrat pasir yang berstruktur longgar, membutuhkan cangkang yang tebal dan besar untuk mempertahankan posisinya. Sebaliknya, kijing di perairan tenang dan bersubstrat lumpur membutuhkan cangkang yang kecil dan tipis agar tidak tenggelam dalam lumpur. Faktor ini diduga mempengaruhi besar atau kecilnya ukuran kijing.

(36)

habitat paling baik bagi pertumbuhannya, karena mengandung persentase pasir dan lumpur yang seimbang (44,67% dan 48%).

Tabel 3. Karakteristik ukuran partikel substrat dari habitat kijing A.woodiana. Lokasi Persentase rataan ukuran

partikel (%)

Menurut segitiga Millar (Brower et al. 1990), substrat di sungai Situ Taman Cigadog termasuk dalam loamy (Gambar 8). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

(37)

sungai di Situ Taman Cigadog, dengan kandungan pasirnya 45-50% dan liatnya < 10%. Menurut Suwignyo (2005) A. woodiana menyukai lingkungan yang didominasi oleh “pasir berlumpur”. Berdasarkan segitiga Millar, istilah “pasir berlumpur” menurut Suwignyo (2005) adalah tepat karena kandungan pasirnya 70-90% dan liatnya 10-20%. Selanjutnya dikatakan bahwa karakteristik ukuran partikel substrat dari habitat kijing A.woodiana yang baik bagi pertumbuhannya adalah debu 27%, liat 8,33% dan pasir 65,67%.

Pakan dan Cara Makan

Kijing merupakan hewan filter feeder, makanan diperoleh dengan cara menyaring makanannya dengan menggunakan insang yang berlubang-lubang. Menurut Smith (2001) kijing memakan zooplankton, fitoplankton dan detritus. Namun demikian, makanan utamanya adalah plankton, terutama fitoplankton. Saluran pencernaannya terdiri atas mulut, esophagus yang pendek, lambung yang dikelilingi kelenjar pencernaan, usus, rektum, dan anus (Gambar 4). A. woodiana tidak mempunyai radula (bentuk seperti lidah atau kikir yang lentur, mengandung suatu barisan dari deretan gigi yang tersusun secara transversal). Semua makanan yang masuk ke dalam insang sudah disortir oleh palp (tonjolan berbentuk lebar dan

pipih). Makanan yang terbungkus lendir yang dihasilkan oleh permukaan insang, selanjutnya masuk ke dalam mulut. Kemudian dari mulut makanan tersebut masuk ke dalam lambung melalui esophagus. Lambung terbagi dua, bagian dorsal yang berhubungan dengan esofagus dan kelenjar pencernaan, pada bagian ventral terdapat suatu kantung crystalline style. Lambung berfungsi memisahkan makanan dari gulungan lendir. Partikel makanan yang halus mula-mula dicerna dengan pepsin untuk dilanjutkan dengan pencernaan intracellular. Kantung crystalline style merupakan sumber pepsin (Suwignyo et al. 2005).

(38)

berfungsi menjadikan sisa pencernaan (feces) ke dalam bentuk pellet. Pelet dibuang ke luar melalui sifon ekshalant di bagian dorsal.

Pertumbuhan Soft Tissue dan Cangkang

Menurut Anwar (2002), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan pada ukuran atau jumlah materi tubuh pada periode waktu tertentu. Kualifikasi ukuran untuk pertumbuhan dapat berupa panjang dan bobot (basah, kering atau abu). Pertumbuhan kijing meliputi pertumbuhan daging dan cangkang (bobot kijing). Pada dasarnya pertumbuhan dan pelapisan mutiara pada A. woodiana adalah pertumbuhan bobot daging dan cangkangnya. Pertumbuhan bobot cangkang kijing dipengaruhi oleh kandungan mineral makro dan mineral mikro, terutama fosfor dan nitrogen di perairan. Perairan yang ideal bagi pertumbuhan A. woodiana adalah yang tingkat kesuburannya oligotrofik. Pada perairan ini, biomassa fitoplankton sebesar 20-100 mg C m-3, Fosfor total sebesar < 1-5 μg l-1 dan Nitrogen total sebesar 1-250 μg l-1. A. woodiana yang hidup di Danau Konin, Polandia, mengakumulasi fosfor dan kalsium sebesar 60 g P m-3 tahun-1 dan 8 kg Ca m-3 tahun-1

Laju pertumbuhan tercepat adalah pada tinggi cangkang atau pertumbuhan yang sangat lambat terdapat pada ketebalan cangkang. Pengukuran dorso-ventral merupakan indikator terbaik bagi pertumbuhan tinggi cangkang individu serta ketebalannya yang bervariasi. Selain itu, struktur mikro dan komposisi asam amino mempengaruhi pula pembentukan cangkang dan lapisan mutiara atau nacre (Anwar, 2002). Kandungan asam amino pada daging A. woodiana terdapat pada Tabel 4.

. Akumulasi kalsium di dalam 1 g bobot kering jaringan lunak dan cangkang adalah sama, sedangkan kandungan fosfor yang terdapat pada jaringan lunak kijing ini lebih besar daripada yang terdapat di

dalam cangkangnya (Krolak & Zdanowski 2007).

(39)

bekerja secara simultan dalam mengontrol kecepatan tumbuh yang saling berinteraksi sehingga proses pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. A. woodiana memiliki pertumbuhan yang cepat ketika berukuran 2-5 cm sedangkan kijing yang berukuran lebih dari 10 cm memiliki laju pertumbuhan yang lambat (Hakim 2007). Hal ini disebabkan karena ketika mulai dewasa, makanan dan energi yang diperoleh sebagian besar dipakai untuk kegiatan reproduksi (pematangan gonad). Selanjutnya dikatakan bahwa kijing muda berukuran 35-45 mm lebih cepat pertumbuhannya daripada yang berukuran 75-85 mm.

Tabel 4. Kandungan asam amino pada daging A.woodiana (Cibalagung, Bogor).

(40)

Nilai alkalinitas yang baik pada perairan alami adalah 40 mg l-1 CaCO3

Proses Pembentukan Mutiara Secara Alami

(Effendi, 2003).

Proses pembentukan mutiara menurut Strack (2006) merupakan mekanisme pertahanan diri terhadap masuknya benda asing ke dalam rongga mantel agar tidak membahayakan tubuh kijing.

A. Pembentukan Mutiara di dalam Mantel

Terdapat dua teori pembentukan mutiara round menurut Strack (2006), yaitu teori irritant dan teori masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel. Penjelasan dari kedua teori tersebut adalah sebagai berikut:

(1). Teori irritant : mutiara terbentuk akibat masuknya cacing yang bisa merusak mantel dan memasuki rongga mantel tanpa sengaja membawa bagian epithelium yang ada di permukaan mantel bersamanya. Bila cacing mati dalam rongga mantel, maka cacing ini akan dibungkus oleh epithelium, membentuk pearl sack (kantung mutiara) dan akhirnya terbentuklah mutiara.

(2) Teori masuknya partikel padat ke dalam rongga mantel : partikel padat dapat terperangkap di dalam tubuh kijing akibat dorongan air. Saat kijing ini tak bisa

mengeluarkannya, partikel inipun dapat masuk ke rongga mantel dan epithelium juga ikut bersamanya. Epithelium ini akhirnya membungkus partikel padat sehingga terbentuklah kantung mutiara. Kantung mutiara ini akhirnya akan mendeposisikan nacre ke partikel padat tersebut. Proses terjadinya mutiara round secara alami tercantum pada Gambar 9 (Suwignyo et al. 2005).

(41)

Gambar 9 Proses terjadinya mutira round (A). suatu parasit tertangkap di antara cangkang dan epitel mantel; (B). parasit hampir seluruhnya terbungkus dalam kantung yang terbentuk dari epitel mantel; (C). lapisan mutiara yang cukup tebal telah menyelimuti parasit, hingga berbentuk sebutir mutiara, dan tidak membahayakan tubuh kijing (Suwignyo et al. 2005).

Jika potongan mantel dari kijing dimasukkan ke dalam organ bagian dalam, maka sel epitel tersebut dapat memproduksi sel-sel epitel baru dan terus berkembang di samping menghasilkan bahan kapur (calcareous). Fungsi sel epitelium ialah memproduksi sel-sel baru selama proses pembentukan lapisan mutiara. Mekanisme pembentukan mutiara round secara alami tercantum pada Gambar 10.

Menurut Strack (2006), formasi dari mutiara bulat alami dijelaskan pada Gambar 10-I sebagai berikut: (A) Suatu irritant terperangkap di antara mantel dan cangkang bagian dalam dari tubuh kijing; (B) Sel epitel mulai membelah dan berusaha membungkus irritant tersebut; (C) Irritant tersebut mulai terbungkus seluruhnya oleh epitel sel dan bergerak di dalam mantel dan terbentuklah kantung sel epitel yang disebut pearl sack; (D) Dari bagian luar ke bagian dalam, sel epitel dari pearl sack mengeluarkan nacre dan conchiolin terhadap irritant dan mutiara mulai tumbuh. Irisan vertikal mutiara bulat alami tercantum pada Gambar 10-II. Jika

irritant melekat pada cangkang, maka tidak terbentuk pearl sack dan sel epitel hanya mendeposit nacre dan conchiolin pada irritant dan bagian dalam cangkang sehingga terbentuk mutiara blister (Fengming et al. 2003).

(42)

Gambar 10 (I) Mekanisme pembentukan mutiara round secara alami (II) irisan vertikal mutiara bulat alami (Strack, 2006).

B. Pembentukan Mutiara pada Cangkang

Pembentukan lapisan cangkang pada kijing tercantum pada Gambar 11. Permukaan dalam menghasilkan periostrakum, dan permukaan luarnya menghasilkan lapisan kapur. Oleh karena itu lipatan luar ini merupakan bagian penghasil cangkang. Antara epitel mantel dan permukaan cangkang bagian dalam terdapat rongga (kecuali pada tempat melekatnya otot palial). Rongga ini berisi cairan ekstrapalial, yang kemudian mengendap menjadi butiran-butiran kapur serta kerangka organiknya (Brusca dan Brusca 2003).

Gambar 11 Proses pembentukan cangkang dalam tubuh A. woodiana (Brusca dan Brusca 2003)

A B

C D irritant

nacre

I II

(43)

Menurut Winanto (2004), mutiara round maupun blister dapat diperoleh dengan manipulasi artifisial dengan cara implantasi. Kijing yang sehat dan ukurannya sesuai, dapat digunakan untuk implantasi mutiara. Implantasi mutiara

blister lebih mudah dilakukan dibandingkan implantasi inti bulat karena tidak perlu membuat sayatan pada gonad. Umumnya satu ekor tiram jenis Pinctada maxima dapat dipasang 4 hingga 10 buah inti blister. Masa pemeliharaan mutiara blister untuk P. maxima (Famili Pteridae) di Indonesia memerlukan waktu sekitar 9 hingga 11 bulan sedangkan masa pemeliharaan pada Pteria penguin (Famili Pteridae) selama kurang lebih satu tahun. Inti blister ditempatkan pada cangkang yang posisinya sedikit di sebelah atas otot adduktor. Dalam penempatan inti mutiara blister harus diperhatikan jarak antara inti dengan otot. Perkiraan jarak tersebut bergantung pada ukuran inti dan ketebalan lapisan yang dikehendaki. Perlu diperhitungkan pertumbuhan otot adduktor, untuk mencegah agar inti tidak tertutup oleh otot tersebut.

Menurut Bueno et al. (2003), penempelan inti blister pada cangkang akan menginduksi kijing untuk membentuk mutiara blister (Gambar 12). Inti berbentuk setengah bulat dilekatkan dengan lem pada cangkang bagian dalam atau pada lapisan

nacre, tepatnya di antara cangkang dan mantel (A). Kemudian sel epitel bagian luar akan mendeposit eksudat berupa conchiolin dan nacre pada inti blister, secara lebih cepat dibandingkan dengan pemasukan inti di luar mantel secara alami (B). Nacre dan conchiolin melapisi inti dan mutiara mulai tumbuh (C). Lapisan nacre semakin tebal sehingga terbentuklah mutiara blister di sisi dalam cangkang kijing (D).

Gambar 12. Implantasi dan pelapisan mutiara blister (Bueno et al. 2003)

Adanya penambahan ukuran inti pada akhir pemeliharaan memperlihatkan bahwa inti yang diimplankan di bawah mantel telah berhasil tumbuh walaupun sangat

(44)

lambat. Epitel mantel bagian luar secara langsung bertanggung jawab atas pembentukan mutiara blister. Selanjutnya, mekanisme seluler mengisyaratkan bahwa sekresi nacre telah terelusidasi seluruhnya. Kultur primer dari epitel mantel bagian luar jaringan mantel bertujuan untuk mempelajari proses pembentukan mutiara (Barik

et al. 2004).

Secara fisiologis, A. woodiana mempunyai kemampuan untuk menghasilkan nacre dan kristal prismatik penghasil mutiara (Ram dan Gayatri 2003). Menurut Rahman (2007) bahwa secara histologis, mantel merupakan selaput jaringan penghubung yang dilindungi oleh sel-sel epitel, bagian yang bersentuhan dengan cangkang disebut epitel luar. Selanjutnya dijelaskan bahwa sel-sel epitel luar ini menghasilkan crystaline calcium carbonat (CaCO3) dalam bentuk kristal aragonit

yang dikenal sebagai nacre, sedang komponen pembentuk lapisan prismatik adalah kristal heksagonal kalsit. Selain itu sel-sel tersebut juga mengeluarkan zat organik

conchiolin (C32H48N2O11) dengan bahan kristal yang mengandung kapur sebagai

bahan perekat (Gambar 13).

Gambar 13 Komponen dari cangkang kijing dan lapisan nacre (Brusca dan Brusca 2003).

Menurut Winanto (2004), adanya inti yang menempel pada cangkang secara otomatis akan terjadi pelapisan nacre yang menyebabkan terbentuknya lapisan prismatik. Besar kecilnya mutiara setengah bulat yang terjadi akan sangat bergantung pada ketebalan lapisan prismatik yang dihasilkan dan inti yang diimplankan. Selanjutnya dikatakan, panen dan pascapanen mutiara setengah bulat dilakukan

Lapisan prismatik Lapisan nacre

Epidermis

(45)

dengan cara sebagai berikut: (1) cangkang dibuka sebagian dengan shell opener; (2) otot adduktor dipotong dengan pisau; dan (3) cangkang dibuka dan daging dikeluarkan, sehingga tinggal mutiara blister yang menempel pada cangkang. Selanjutnya mutiara setengah bulat dapat diproses menjadi liontin kalung (pendant) ataupun butiran mutiara setengah bulat (blister pearl). Proses pembuatan mutiara blister adalah dengan memotong sangat dekat bagian sekeliling nacre yang melapisi inti, kemudian melepaskan lapisan nacre yang tipis yang terbentuk di atas inti. Kubah nacre tersebut kemudian diisi dengan resin khusus, ditutup dengan cangkang kijing dan mabe dapat diperhalus, dibentuk seperti yang diinginkan serta dibuat mengkilap. Pemutihan dan pengecatan bagian dalam kubah nacre juga sering dilakukan (Haws et al. 2006). Irisan vertikal mutiara blister tercantum pada Gambar 14.

Gambar 14. Irisan vertikal mutiara blister (Haws et al. 2006).

Gerinda digunakan untuk menggergaji nacre yang menutupi inti mutiara setengah bulat. Selanjutnya peralatan dan kertas pasir juga digunakan untuk memperhalus dan mengkilapkan. Bagian belakang mutiara setengah bulat juga diampelas untuk mengekspos kilau dan kilap bagian dalam cangkang kijing.

C. Proses Biologi Terbentuknya Mutiara

(46)

daging mantel akan membentuk kantung mutiara (pearl sack) dan nantinya akan memproduksi nacre (Strack, 2006).

Proses pelapisan mutiara membutuhkan biomineralisasi yang rumit sehingga sampai sekarang belum jelas diketahui, walaupun demikian telah banyak penelitian dilakukan untuk mengungkap hal ini. Menurut Dwiponggo (1976), jika potongan mantel yang diambil dari kijing dimasukkan ke dalam organ bagian dalam (gonad), maka sel epitel mantel tersebut dapat memproduksi sel-sel baru dan terus berkembang disamping menghasilkan bahan kapur (calcareous). Fungsi dari sel epitel ialah memproduksi sel-sel baru selama proses pembentukan lapisan mutiara (Wada 1991). Pada kondisi yang sesuai mantel dapat dicangkokkan ke dalam organ lain (Mulyanto 1987).

Sel epitel luar dari mantel juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (CaCO3)

dalam bentuk kristal aragonit, lebih dikenal sebagai “nacre” atau mother of pearl dan kristal kalsite yang merupakan pembentuk lapisan seperti lapisan prismatik pada cangkang. Sel-sel ini juga mengeluarkan zat organik dan protein yang disebut

conchiolin (C32H48N2O11), dengan bahan kristal yang mengandung kapur sebagai

perekat dan seperti lendir (Cahn 1949 ; Anwar 2002). Proses selanjutnya memerlukan

(47)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Januari 2009 sampai dengan April 2010 dengan lokasi pemeliharaan Anodonta woodiana di kolam ikan nila, BBPBAT Sukabumi, Jawa Barat. Tahapan penelitian terdiri atas :

1. Kajian mengenai survival dan pertumbuhan tubuh serta cangkang kijing A. woodiana sebagai hewan penghasil mutiara setengah bulat. Analisisnya dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan, BBPBAT Sukabumi. Pengukuran parameter fisiologis kijing dilakukan di Laboratorium Nutrisi Fapet dan Laboratorium Fisiologi FKH, IPB. Pengukuran fisika dan kimia air, kelimpahan dan keragaman plankton dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, BBPBAT Sukabumi. Pengukuran karakteristik substrat kolam pemeliharaan dilakukan di Pusat Kajian Tanah, Bogor.

2. Kajian implantasi inti mutiara menurut jumlah dan perbedaan diameter inti setengah bulat. Analisisnya dilaksanakan di Laboratorium Ikan Hias, BBPBAT Sukabumi. Pengukuran pelapisan mutiara dan pembuatan preparat histologis

mantel kijing dilakukan di laboratorium Patologi FKH, IPB. Aplikasi hasil penelitian yaitu pemeliharaan kijing dengan jumlah dan diameter inti optimum, dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan April 2010 di kolam ikan nila, BBPBAT Sukabumi.

Alat dan Bahan yang Digunakan A. Alat

Peralatan yang digunakan untuk pengamatan survival dan pertumbuhan adalah timbangan digital, botol sampel plankton, mikroskop okuler, cover glass, object glass, pipet, alat operasi, milimeter sekrup, foto mikroskop, mikrometer okuler, serta spektrofotometer AAS. Peralatan yang digunakan untuk implantasi inti dan pengamatan pelapisan mutiara adalah peralatan implantasi, timbangan digital, botol sampel plankton, mikroskop okuler, cover glass, object glass, pipet, milimeter

(48)

sekrup, foto mikroskop, mikrometer okuler, serta spektrofotometer AAS. Peralatan implantasi inti mutiara ditampilkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Peralatan implantasi inti mutiara (A) shell opener, gunting, pinset, hook, graft carrier, blister nucleus carrier (B) shell holder

B. Bahan dan Hewan Uji

Inti mutiara setengah bulat sebagai starter pembentukan mutiara dibuat dari manik-manik berbahan aklirik, dengan diameter inti 10 dan 12 mm serta tinggi inti inti 6 mm (Gambar 16).

Inti

Aklirik

Gambar 16 Inti mutiara setengah bulat yang digunakan dalam percobaan (tampak samping) berdiameter (A) 10 dan (B) 12 mm.

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kijing A. woodiana yang berasal dari Cisaat, Sukabumi. Jumlahnya 480 ekor, yaitu 360 ekor untuk perlakuan, dan 120 ekor untuk kontrol. Kijing tersebut rata-rata berukuran panjang

cangkang 12 cm, lebar cangkang 8 cm dan rata-rata bobot individu 290 g.

Rancangan Penelitian dan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-Faktorial). Perlakuan yang digunakan terdiri atas 2 faktor, yaitu (I) jumlah inti dan (II) diameter inti. Faktor I terdiri dari empat taraf faktor yaitu jumlah 0, 2, 4 dan 6

A B

6 mm

A

A B

(49)

inti per individu. Faktor II terdiri dari dua taraf faktor yaitu diameter 10 dan 12 mm. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali (Tabel 5).

Tabel 5 Diagram rancangan acak lengkap faktorial kajian survival, pertumbuhan dan proses pelapisan mutiara. A. Prosedur Pemeliharaan Kijing

Anodonta woodiana yang digunakan sebagai kijing penghasil mutiara dipelihara dengan metode dasar atau bottom method (yaitu kijing ditebar di dalam hapa di dasar perairan) secara polikultur, di dalam 3 buah kolam pemeliharaan ikan nila (Gambar 17A) dan 1 buah kolam kontrol (Gambar 17B). Kedalaman kolam kurang dari 1,5 m berisi air setinggi 90 cm. Pada tiap kolam perlakuan dipasang 3 buah hapa (jaring) berukuran 1x1x1,5 m yang diikatkan pada bambu dengan menggunakan tali, di dasar kolam (Gambar 17C).

Gambar 17 (A) 3 kolam pemeliharaan (B) kolam kontrol (C) hapa (jaring) berukuran 1x1 m yang diikatkan pada bambu dengan menggunakan tali.

(50)

Masing-masing hapa pada kolam perlakuan berisi 40 ekor induk kijing dengan peruntukan untuk perlakuan sebanyak 30 ekor dan cadangan sebanyak 10 ekor yang diulang tiga kali tersebar pada masing-masing kolam (120 ekor/kolam/treatment). Pada kolam kontrol juga dipasang 3 buah hapa yang diisi dengan 120 ekor induk kijing. Posisi pemeliharaan kijing lepas dasar terdapat pada Gambar 18.

Gambar 18 Posisi pemeliharaan kijing metode dasar pada setiap instalasi hapa

B. Prosedur Implantasi Inti Mutiara Setengah Bulat

Implantasi inti mutiara setengah bulat adalah sebagai berikut (Winanto 2004): mula-mula dipersiapkan induk kijing, peralatan implantasi dan inti mutiara

setengah bulat. Sebelum diimplan, kijing diukur panjangnya dengan kaliper digital dan beratnya dengan neraca digital. Selanjutnya kijing diletakkan pada shell holder. Kemudian cangkang kijing dibuka dengan shell opener dan dipasang peg (baji) di antara keduan cangkang agar tidak menutup lagi. Lalu bagian mantelnya disingkapkan dengan hook (spatula dengan kait).

Selanjutnya cangkang kijing bagian dalam (lokasi inti akan dilekatkan) dikeringkan dan dibersihkan dengan kapas. Kemudian inti diambil dengan nucleus carrier, lalu bagian dasarnya diberi setetes cyanoacrylate adhesive. Kemudian inti diletakkan dan dilekatkan pada pallial line (garis pertumbuhan cangkang bagian dalam) pada posisi di tengah pallial line dengan jumlah inti satu (Gambar 19A); di kiri dan kanan pallial line dengan jumlah inti dua dan berjarak 3 cm (Gambar 19B);

Substrat kolam pemeliharaan A. woodiana

Air kolam pemeliharaan

Instalasi hapa ukuran 1x1x1,5m 90 cm

(51)

dan di kiri, tengah dan kanan pallial line dengan jumlah inti tiga dan berjarak 2 cm (Gambar 19 C).

Setelah inti melekat dengan baik, mantel dikembalikan pada posisi semula dan cangkang ditutup kembali. Kijing yang telah diimplan selanjutnya direndam dalam larutan KmnO4 10 ppm selama 2 jam di dalam bak fiber, sebagai pencegahan

infeksi setelah implantasi. Setelah perlakuan tersebut di atas, selanjutnya kijing-kijing tersebut dikondisikan didalam hapa selama 2 minggu, untuk mengetahui yang mati dan terlepasnya nukleus. Kijing yang terisi nukleus dan masih hidup selanjutnya dimasukkan ke dalam hapa dengan kepadatan 40 ekor/hapa. Sedangkan pada kolam kontrol, kijing yang tidak diimplantasi ditebar ke dalam hapa dengan kepadatan 40 ekor/hapa.

Gambar 19. Posisi peletakan inti setengah bulat pada cangkang A. woodiana

posisi di tengah pallial line (B) di kiri dan kanan pallial line dan (C) di kiri, tengah dan kanan pallial line

C. Prosedur Pengukuran Pengaruh Beban terhadap Proses Fisiologis Pembentukan Mutiara

Pengukuran pengaruh beban terhadap proses fisiologis pembentukan mutiara dilakukan dengan mengukur: (1) tingkat stress, (2) respon makan kijing, dan (3)

survival rate dan growth.

1. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Tingkat Stress Laju konsumsi Oksigen

Pengukuran laju konsumsi oksigen dilakukan dengan menempatkan hewan uji di dalam botol plastik gelap dengan volume 200 ml. Desain percobaan untuk mengetahui laju konsumsi oksigen, yaitu berupa satu unit peralatan yang terdiri atas

A B C

pallial line

3 cm

(52)

empat botol. Botol A untuk stok air yang dijenuhkan; botol B sebagai wadah hewan uji; botol C untuk mengukur laju konsumsi oksigen; dan botol D sebagai tempat menampung sisa air buangan (Gambar 20). Oksigen terlarut diukur dengan alat DO meter (YSI 550A, tipe 03J0820 AJ). Untuk mengetahui berat kijing, sampel ditimbang menggunakan timbangan analitik Dever Instrumen (d = 0,0001 g).

Variabel yang diukur adalah konsentrasi pemakaian oksigen oleh kijing dengan sistim tertutup, pengamatan dilakukan setiap jam (1 jam sekali) selama 24 jam. Pengukuran nilai oksigen yang dikonsumsi dilakukan dengan menghitung selisih antara kandungan oksigen terlarut awal dalam mg/l [O2]0 dan akhir

pengamatan dalam mg/l [O2]t , dibagi dengan waktu pengamatan/jam (T)dan berat

(mg) (W) (Soria et al, 2007), atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

TxW

O

O

]

[

]

t

[

2 0

2

Gambar 20 Disain percobaan untuk pengukuran laju konsumsi oksigen kijing

(Winanto 2009)

Laju Metabolisme Basal

Laju metabolisme dapat diukur dari kalori yang dibelanjakan atau laju konsumsi oksigen. Pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan alat

Gambar

Gambar 4  Struktur anatomis A. woodiana. (A). Struktur organ dalam setelah
Gambar 6 Diagram daur hidup Anodonta woodiana (Rahayu et al. 2009).
Gambar 7  Transformasi dari glokidia menjadi kijing muda (Rahayu et al., 2009).
Tabel 2. Kisaran kualitas fisika dan kimia air yang ideal bagi kijing famili               Unionidae
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepada guru yang akan menggunakan model Pembelajaran Langsung agar melaksanakan fase (tahap) dengan benar agar siswa lebih berminat dalam proses pembelajaran, untuk

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 125 dan Pasal 126 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

bahwa dalam rangka peningkatan kinerja dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi sehubungan adanya pelimpahan Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah yang belum diatur dalam

Kasus JAI ini menunjukkan praktik-praktik minoritisasi—proses- proses menjadikan satu kelompok menjadi terpinggirkan, minoritas merupakan korban—yang dilakukan melalui dua

Tenaga kerja yang ingin memasuki dunia bisnis haruslah memiliki daya kompetitif, dan ini merupakan syarat utama bagi setiap perusahaan yang ingin kuat dalam

Langkah-langkah yang diperlukan yaitu input data, melakukan analisis yang meliputi menentukan jumlah kelas pada variabel respon, menentukan nilai sigma

Dalam penelitian ini, data yang digunakan oleh peneliti menggunakan data kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif, yaitu dari perhitungan kuesioner dan wawancara yang

Oleh karena itu pengujian kemurnian benih dilakukan untuk menentukan komposisi berdasarkan berat dari contoh benih yang akan diuji atau dengan kata lain komposisi dari