PENGEMBANGAN KEBIJAKAN ASURANSI LINGKUNGAN DALAM MENUNJANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN EMAS
BERKELANJUTAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG
Oleh
TOTO GUNARTO P 062059364
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul
Pengembangan Kebijakan Asuransi Lingkungan Dalam Menunjang Pengelolaan Pertambangan Emas Berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir disertasi ini.
Bogor, April 2010
Pengembangan Kebijakan Asuransi Lingkungan Dalam Menunjang Pengelolaan Pertambangan Emas Berkelanjutan
di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung
Oleh
TOTO GUNARTO P 062059364
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
TOTO GUNARTO. Environmental Insurance Development to Support Sustainable Gold Mining in Tanggamus District Province of
Lampung. Under supervision of DUDUNG DARUSMAN as promotor and
SURJONO H. SUTJAHJO and HIKMAT RAMDAN as co promotor.
Environmental risks of gold mining can be occurred by tort, dereliction and negligence at uncertain time and has potential damages to the environment and community health. The estimate value of environmental risk at the reseacrh area during exploitation time (13 years) are Rp. 12.562.859.750,- which be equial to the total expectation loss with the pure premium value was Rp. 676.461.679 per year. If the asurance management cost was 30% of the pure premium value, then the premium value must be payed per year was Rp. 966.373.827,- Because of the value of premium is under the earned production value (Rp35.496.329.077.- per year), so the environmental insurance was feasible economically. By the environmenral insurance, the corporate will earn bigger benefits during it’s exploitation, because the liabiilty fund was provided by the third party namely the insurance company. In Indonesia, The Act which regulate the environmental protection and management, and the act of minerals and coal mining was good enough as law base in developing the environmental insurance. In addition, the environmental insurance as environmental economic instrument is expected to be more effective than the command and control policy instrument in supporting sustainable gold mining.
RINGKASAN
Kegiatan usaha pertambangan emas yang secara ekonomi menguntungkan di dalam proses produksinya memiliki resiko lingkungan yang merugikan secara ekonomi, ekologis, dan sosial. Resiko lingkungan yang terjadi dalam ketidakpastian (uncertainity) dan bersifat merugikan perlu dihindari. Upaya menghindari resiko dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu (a) menghindari kesalahan, kelalaian, dan kealpaan dalam proses pertambangan yang menyebabkan resiko lingkungan; atau (b) melimpahkan resiko kepada pihak lain di luar pelaku usaha melalui asuransi atau pertanggungan (liability) resiko. Pertanggungan resiko akibat kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi besar kepada lembaga asuransi merupakan pilihan yang rasional bagi pelaku usaha berskala besar seperti pertambangan emas. Asuransi lingkungan berperan untuk mengurangi resiko lingkungan dan meningkatkan keberlanjutan pembangunan.
Asuransi dapat meningkatkan alokasi efektif dari biaya kerusakan lingkungan dan menyediakan insentif untuk menghalangi perilaku yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan. Asuransi penting agar kegiatan ekonomi berjalan, dimana tanpa asuransi kegiatan bisnis dan individu umumnya tidak akan mau mengambil resiko dan melindungi aset-asetnya. Asuransi mendorong pelaku ekonomi untuk mendapatkan aset dan menginvestasikannya untuk masa depan, serta memungkinkan bagi korban terasuransi untuk mendapatkan perlindungan finansial apabila terjadi kecelakaan.
dijadikan lokasi penelitian berada di Pekon Sidoharjo Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan emas memiliki resiko terhadap lingkungan, terutama pencemaran terhadap air permukaan dan gangguan kesehatan masyarakat. Kondisi Sungai Napal yang berada di hulu sungai dan langsung berbatasan dengan daerah tangkapan airnya, tetapi kualitas airnya masuk Air Golongan II menunjukkan bahwa air sungai tersebut mengalami pencemaran. Hasil analisis kualitas air di empat titik pengamatan menunjukkan bahwa air sungai yang berada di sekitar lokasi pertambangan emas PT NUP tercemar sedang. Estimasi nilai total resiko lingkungan akibat kegiatan pertambangan emas di kawasan PT NUP sebesar Rp. 12.562.859.750,- diasumsikan merupakan nilai kerugian harapan total. Apabila peluang terjadinya kerusakan terhadap sumber air yang sekaligus berdampak terhadap gangguan kesehatan masyarakat sebesar 70% sesuai hasil riset EPA (1995), maka nilai kerugian harapan yang mungkin terjadi sebesar Rp. 8.794.001.825,- selama 13 tahun jangka waktu kegiatan pertambangan. Dengan jumlah masyarakat tertanggung yang potensial terkena dampak 1921 jiwa orang, maka nilai premi murni adalah Rp. 676.461.679 /tahun. Apabila biaya manajemen asuransi oleh perusahaan asuransi mencapai 30% dari nilai premi murni, maka premi yang harus dibayarkan per tahun adalah Rp. 966.373.827,- per tahun.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur pertambangan mineral dan batubara, serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara sinergis mendorong berjalannya instrumen ekonomi lingkungan, termasuk asuransi lingkungan. Oleh karena itu asuransi lingkungan untuk mengendalikan resiko lingkungan akibat pertambangan cukup memiliki payung hukum dikembangkan dan diterapkan. Namun demikian di dalam tahap awal pengembangannya akan sangat dipengaruhi oleh adanya kebijakan dan kemauan politik (political will) pemerintah dan atau pemerintah daerah untuk memfasilitasinya. Dengan kebijakan dan kemauan politik yang kuat, maka asuransi lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan yang relatif baru dalam pengendalian resiko lingkungan hidup dapat dikembangkan dan diterapkan.
tentang wajibnya dilaksanakan instrumen ekonomi lingkungan telah ada, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan payung hukum untuk menyelenggarakan asuransi lingkungan.
Judul Disertasi : Pengembangan Kebijakan Asuransi Lingkungan Dalam Menunjang Pengelolaan Pertambangan Emas Berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung
Nama Mahasiswa
: Toto Gunarto
NRP : P 062059364
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Prof.Dr. Ir.Dudung Darusman, M.A. Ketua
Dr. Ir. Hikmat Ramdan, M.Si Anggota
Prof.Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Anggota
Mengetahui, Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof.Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
KATA PENGANTAR
Kegiatan pertambangan emas selain memberikan dampak positif terhadap pendapatan daerah dan nasional, juga memberikan resiko lingkungan yang merugikan secara ekonomi dan ekologis. Resiko lingkungan yang terjadi dalam ketidakpastian (uncertainty) dan bersifat merugikan perlu dihindari. Pertanggungan resiko akibat kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi besar kepada lembaga asuransi merupakan pilihan yang rasional bagi pelaku usaha berskala besar seperti pertambangan emas. Asuransi lingkungan berperan untuk mengurangi resiko lingkungan dan menunjang pertambangan emas berkelanjutan. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji kemungkinan pengembangan asuransi lingkungan sebagai instrumen kebijakan ekonomi lingkungan untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan emas dan mendorong kegiatan pertambangan emas berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Implementasi asuransi lingkungan merupakan instrumen kebijakan ekonomi yang diharapkan dapat mengendalikan resiko lingkungan pertambangan emas dan mendorong meningkatnya kesadaran pelaku pertambangan untuk menerapkan sistem pertambangan berkelanjutan (sustainable mining). Sebagian dari disertasi ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, yaitu : (a) artikel yang berjudul Prioritas Pengendalian Resiko Lingkungan dan Asuransi Lingkungan diterbitkan pada Jurnal Bisnis dan Manajemen, bulan Mei 2009,Volume 5 Nomor 3; serta (b) artikel yang berjudul Analisis Pengembangan Kelembagaan Asuransi Lingkungan diterbitkan pada Jurnal Bisnis dan Manajemen, bulan September 2009 Volume 6 Nomor 1.
Dr.Ir.Faiz Syuaib sebagai penguji luar komisi dalam ujian terbuka diucapkan terima kasih atas kesediaannya menjadi penguji.
Ucapan terima kasih pun disampaikan kepada istri dan anakku atas segala dukungannya selama penulis menempuh pendidikan doktor di IPB. Seluruh keluarga besar, khususnya kanda Dr.Ir,Budihardjo dan istri Dr,Ir.Diah Manohara yang telah banyak membantu selama penulis berada di Bogor dalam menempuh dan menyelesaikan studi. Selain kepada mereka yang disebutkan, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang selama ini telah banyak membantu dalam penyelesaian studi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan disertasi ini masih terdapat kelemahan, sehingga saran dan koreksi yang konstruktif sangat diharapkan untuk kesempurnaan disertasi ini.
Bogor, April 2010
RIWAYAT HIDUP
Toto Gunarto. Dilahirkan di Telukbetung Bandarlampung pada tanggal 25 Maret 1956 sebagai anak keenam dari tiga belas bersaudara keluarga Sugiarto (alm) dan Karsiah (almh). Pendidikan yang ditempuh mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Pertama di Yayasan Pendidikan Xaverius Teluk Betung dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMA Negeri 2 Tanjungkarang. Pendidikan sarjana (S-1) ditempuh di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. Pada tahun 1990 menyelesaikan pendidikan tingkat Magister (S-2) pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pengembangan Pedesaan Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan biaya dari TMPD (Tim Manajemen Program Doktor). Pada tahun 2005 dengan biaya sendiri melanjutkan pendidikan tingkat doktor (S-3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Karir sebagai staf pengajar dimulai sejak diterima sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung (Unila) pada tahun 1983. Pada tahun 1993 diberi kepercayaan sebagai Ketua Program Studi Diploma (D3) Koperasi pada Fakultas Ekonomi Unila. Pada tahun 1997 sampai dengan 2003 dipercaya sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi Unila. Selanjutnya sejak tahun 2004 hingga saat ini dipercaya menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Unila.
Daftar Isi
Halaman
Daftar Isi... i
Daftar Tabel ... v
Daftar Gambar ...vii
Daftar Lampiran ... viii
I. PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Kerangka Pemikiran... 5
1.3. Perumusan Masalah ... 7
1.4. Tujuan Penelitian ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
1.6. Kebaruan (Novelty) ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Pengelolaan Sumberdaya Alam... 12
2.2. Pertambangan Berkelanjutan... 16
2.3. Resiko dan Asuransi Lingkungan... 23
III. METODE PENELITIAN ... 32
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
3.2. Rancangan Penelitian ... 32
3.2.1. Analisis Nilai Resiko Lingkungan Pertambangan Emas ... 32
3.2.1.1.Metode Pengumpulan Data... 32
3.2.1.2.Parameter yang Diamati ... 33
3.2.1.3.Metode Analisis Data ... 33
3.2.2. Analisis Kebijakan Asuransi Lingkungan ... 33
3.2.2.2.Parameter yang Diamati ... 34
3.2.2.3.Metode Analisis Data ... 34
3.2.3. Analisis Kelembagaan Pengembangan Asuransi Lingkungan ... 34
3.2.3.1.Metode Pengumpulan Data... 34
3.2.3.2.Parameter yang Diamati ... 35
3.2.3.3.Metode Analisis Data ... 35
3.2.4. Analisis Prioritas Kebijakan Asuransi Lingkungan... 36
3.2.4.1.Metode Pengumpulan Data... 36
3.2.4.2.Parameter yang Diamati ... 36
3.2.4.3.Metode Analisis Data ... 37
3.3. Definisi Operasional ... 37
IV. KEADAAN UMUM ... 40
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 40
4.2. Cadangan Emas Tertambang ... 41
4.3. Teknik Penambangan ... 41
V. ESTIMASI NILAI RESIKO LINGKUNGAN ... 46
KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS... 46
5.1. Pendahuluan ... 46
5.2. Metode Analisis Resiko Lingkungan Pertambangan Emas ... 47
a. Metode Pengumpulan Data... 47
b. Analisis Data ... 48
1) Pengambilan Sampel Kualitas Air Sungai ... 48
2) Estimasi Nilai Gangguan Ekosistem dan Kesehatan... 48
3) Perhitungan Premi Asuransi Lingkungan ... 50
5.3. Hasil dan Pembahasan Resiko Lingkungan Pertambangan Emas... 50
5.3.1. Analisis Kualitas Air Permukaan... 50
5.3.2. Nilai Resiko Kerusakan Lingkungan... 53
5.3.3. Estimasi Premi Asuransi Lingkungan ... 62
5.3.3. Kesimpulan... 64
VI. ANALISIS KEBIJAKAN DAN PERATURAN ... 65
PERUNDANG-UNDANGAN ASURANSI LINGKUNGAN HIDUP ... 65
6.1. Pendahuluan ... 65
6.2. Metode Analisis Kebijakan Asuransi Lingkungan... 67
6.2.1. Metode Pengumpulan Data... 67
6.2.2. Analisis Data ... 67
6.3. Hasil dan Pembahasan Kebijakan dan Perundang-Undangan Asuransi Lingkungan... 67
6.4.Kesimpulan ... 75
VII. ANALISIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN ... 77
ASURANSI LINGKUNGAN ... 77
7.1. Pendahuluan ... 77
7.2. Metode Analisis Kelembagaan Asuransi Lingkungan ... 79
7.2.1. Metode Pengumpulan Data... 79
Pengembangan Asuransi Lingkungan... 83
7.4. Kesimpulan ... 97
VIII. PRIORITAS PENGENDALIAN RESIKO LINGKUNGAN ... 99
DAN ASURANSI LINGKUNGAN ... 99
8.1. Pendahuluan ... 99
8.2. Metode Analisis Prioritas Kebijakan Asuransi Lingkungan... 100
8.2. 1.Metode Pengumpulan Data... 100
8.2.2. Analisis Data ... 101
8.3. Hasil dan Pembahasan Pengembangan Kebijakan Asuransi Lingkungan... 101
8.4. Kesimpulan ... 107
IX. PEMBAHASAN UMUM... 108
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN... 113
10.1. Kebijakan Umum... 113
10.2. Kebijakan Operasional ... 114
XI. KESIMPULAN DAN SARAN... 116
11.1. Kesimpulan ... 116
11.2. Saran... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 118
Daftar Tabel
No Halaman
1. Frekuensi Terjadi Dampak Lingkungan
Akibat Pertambangan ... 18
2. Dampak Penting Kegiatan Penambangan (PT. NUP, 1996) ... 21
3. Skala Penilaian Perbandingan Pasangan (Saaty, 1993) ... 38
4. Rencana Produksi Penambangan Emas PT NUP... 42
5. Kualitas Air Sungai Napal... 52
6. Hasil Analisis Keberadaan Plankton di Sekitar Lokasi Pertambangan Emas PT NUP... 55
7. Hasil Analisis Keberadaan Benthos di Sekitar Lokasi Pertambangan Emas PT NUP... 57
8. Estimasi Nilai Resiko Lingkungan Akibat Pertambangan Emas ... 61
9. Estimasi Nilai Produksi dan Premi Asurani Lingkungan ... 63
10. Kerangka Dasar Pendekatan 4R... 81
11. Relationship Stakeholders dalam Pengendalian Lingkungan Pertambangan Emas ... 81
12. Hak dan Kewajiban (Rights) Parapihak dalam Pengendalian Resiko Lingkungan Pertambangan Emas... 87
14. Manfaat (Revenues) Parapihak
dalam Pengendalian Resiko Lingkungan
Pertambangan Emas... 90
15. Tingkat Hubungan (Relationship) antar Parapihak dalam Pengendalian Resiko Lingkungan
Pertambangan Emas... 90
16. Nilai Bobot Tingkat Pengaruh
dan Tingkat Kepentingan Stakeholders
Daftar Gambar
No Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 8
2. Perumusan Masalah Penelitian ... 10
3. Hubungan antara sistem ekonomi dan lingkungan... 13
4. Metodologi Asuransi Lingkungan (Shangraw et.al., 2003) ... 29
5. Hierarki Kebijakan Resiko Lingkungan ... 38
6. Lokasi Penelitian ... 40
7. Kesediaan Membayar Masyarakat Untuk Membuat Sumur... 58
8. Kesediaan Membayar Masyarakat Untuk Mencari Sumber Air Baru ... 59
9. Kesediaan Membayar Masyarakat Untuk Membeli Air ... 60
10. Penyakit yang timbul di sekitar pertambangan emas ... 61
11. Kerangka 4R untuk Mendefinisikan Peranan Stakeholders (Dubois, 1998). ... 80
12. Tingkat Pengaruh dan Tingkat Kepentingan Stakeholders dalam Pengembangan Kebijakan Asuransi Lingkungan ... 83
13. Efektifitas Kebijakan Pengendalian Lingkungan... 84
14. Tingkat Pengaruh dan Tingkat Kepentingan Pengembangan Asuransi Lingkungan untuk Pengelolaan Pertambangan Emas di Kabupaten Tanggamus... 94
15. Hierarki Resiko Lingkungan Akibat Pertambangan Emas ... 102
16. Tingkat Potensi Resiko Lingkungan Akibat Pertambangan Emas... 102
17. Prioritas Kebijakan Penanganan Resiko Lingkungan Akibat Pertambangan Emas ... 103
18. Alternatif Instrumen Ekonomi Lingkungan dalam Pengendalian Resiko Lingkungan Akibat Pertambangan Emas... 105
Daftar Lampiran
No Halaman
1. Data Responden Perbandingan Antar Resiko Terhadap Fokus Resiko Lingkungan
Pertambangan Emas...122 2. Hasil Pengolahan HIPRE3+
Perbandingan Antar Resiko Terhadap Fokus Resiko
Lingkungan Pertambangan Emas. ...123 3. Data Responden Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Pencemaran Air...124 4. Hasil Pengolahan HIPRE3+
Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Pencemaran Air...124 5. Data Responden Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Gangguan Kesehatan. ...124 6. Hasil Pengolahan HIPRE3+
Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Gangguan Kesehatan. ...125 7. Data Responden Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Kerusakan Bentang Lahan...126 8. Hasil Pengolahan HIPRE3+
Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Kerusakan Bentang Lahan...126 9. Data Responden Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Kerusakan Vegetasi
dan Habitat Satwa. ...127 10. Hasil Pengolahan HIPRE3+
Perbandingan Antar Kebijakan
Terhadap Resiko Kerusakan Vegetasi
dan Habitat Satwa. ...127 11. Data Responden Perbandingan Antar Alternatif
Terhadap Kebijakan
Penerapan Instrumen Ekonomi Lingkungan...128 12. Hasil Pengolahan HIPRE3+
Perbandingan Antar Alternatif Terhadap Kebijakan
13. Nilai (Bobot) Setiap Elemen dalam Hierarki Kebijakan Asuransi Lingkungan
Dalam Pengendalian Dampak Pertambangan Emas
di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung...130
14. Hasil Analisis HIPRE3+ Nilai (Bobot) Setiap Resiko Terhadap Fokus Resiko Lingkungan Pertambangan Emas...131
15. Hasil Analisis HIPRE3+ Nilai (Bobot) Setiap Kebijakan Terhadap Setiap Resiko ...132
16. Hasil Analisis HIPRE3+ Nilai (Bobot) Setiap Alternatif Terhadap Kebijakan Penerapan Instrumen Ekonomi Lingkungan...133
17. Hasil Analisis Udara di Lokasi Penelitian...134
18. Hasil Analisis Air Permukaan di Lokasi Penelitian...135
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya alam (SDA) merupakan modal penting dalam
menggerakkan roda pembangunan, baik dalam konteks negara, propinsi
ataupun kabupaten. Berbagai SDA yang ada secara ekonomi
dimanfaatkan untuk mendapatkan dana pembangunan. Pertambangan,
kehutanan, pertanian, kelautan, dan pariwisata merupakan sektor-sektor
pembangunan yang menjadi primadona investasi ekonomi di Indonesia
dalam dekade terakhir (Simanjuntak, 2007). Kegiatan pertambangan di
Indonesia terus berkembang, bahkan pada periode tahun 1990-1996 saat
krisis ekonomi terjadi pertumbuhan sektor pertambangan mencapai 5,1%
per tahun dengan nilai kontribusi finansialnya terhadap pendapatan
negara diperkirakan mencapai US$ 5 milyar per tahun (McMahon et.al., 2000). Pertambangan di Indonesia berkembang sejak ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 37
Tahun 1960 tentang Pertambangan yang kemudian diganti menjadi
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 diganti
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Kegiatan pertambangan merupakan sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan serta pasca tambang. Bahan galian merupakan modal warisan
bagi manusia, sedangkan hasil budidaya adalah pendapatan manusia
sehingga manusia boleh memanfaatkan modal warisannya dengan sangat
hati-hati semata-mata demi upaya peningkatan pendapatan
(Simanjuntak,2007).
Kegiatan pertambangan emas yang termasuk bahan galian
golongan B atau vital telah diupayakan sejak lama sebagai sumber
pendapatan negara dan daerah. Saat ini peraturan perundangan yang
bahwa 20% penerimaan dari masing-masing iuran tetap, iuran eksplorasi
dan produksi diberikan kepada pusat dan 16% dari masing-masing iuran
di atas kepada pemda propinsi terkait. Sisa 64% penerimaan dari iuran tetap, keseluruhannya menjadi hak pemda kabupaten/kota terkait.
Sedangkan sisa 64% penerimaan dari masing-masing iuran eksplorasi
dan produksi, dibagi dua. Setengah atau 32% dari masing-masing iuran
eksplorasi dan produksi merupakan hak pemda kabupaten/kota terkait
dan yang setengahnya lagi dibagikan rata kepada semua pemda
kabupaten/kota yang terletak di propinsi terkait. Besarnya nilai manfaat
ekonomi dari kegiatan pertambangan emas tersebut telah banyak menarik
investasi di sektor tersebut, baik melalui penanaman modal dalam negeri
(PMDN) atau penanaman modal asing (PMA). Pemerintah bersama-sama
dengan pemerintah daerah yang memiliki potensi tambang emas
berupaya membuka peluang investasi bagi investor untuk menggali
potensi tambang tersebut. Salah satu diantara lokasi pertambangan emas
yang tengah berjalan berada di Kabupaten Tanggamus Propinsi
Lampung.
Kegiatan pertambangan emas di samping memberikan manfaat
ekonomi dan sosial, juga diprakirakan memberikan eksternalitas negatif di
dalam tahapan proses kegiatan penambangannya yang merugikan secara
ekonomi dan ekologis. MacMohan et.al. (2000) menyebutkan bahwa biaya mitigasi lingkungan di Indonesia akibat pertambangan mencapai US$ 0.5
milyar per tahun. Estimasi biaya tersebut belum memasukkan dampak negatif jangka panjangnya dari deposisi batuan asam (acid rock deposition) terhadap sumberdaya hayati yang berada di daratan dan perairan (MacMohan et.al.,2000). Eksternalitas yang terjadi diprakirakan mulai dari tahap pra-kontruksi, tahap konstruksi, tahap operasi
penambangan, dan tahap pasca tambang. Dampak-dampak yang timbul
tersebut memiliki resiko lingkungan yang apabila tidak dikendalikan
dengan baik akan menimbulkan bencana ekologis yang mengganggu atau
merusak tatanan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Dampak
hilangnya lapisan permukaan tanah (top soil) yang subur. Kerusakan terhadap tumbuhan, binatang, dan manusia terjadi akibat kerusakan dan
pembukaan habitat dan kontaminasi lingkungan. Pertambangan terbuka merubah sepenuhnya bentang lahan dari penggunaan yang normal. Nilai
keindahan alamiah terdegradasi sebagaimana berubahnya lahan
pertanian, hutan, dan bentang lahan alami lainnya. Walaupun upaya
reklamasi dilakukan, ekosistem alaminya telah rusak dan digantikan oleh
habitat yang benar-benar berbeda. Eksternalitas yang bersifat merugikan
tersebut dapat berupa resiko lingkungan yang terjadi dalam kondisi
ketidakpastian (uncertainty) di luar yang diprediksikan, serta mengganggu keberlanjutan usaha pertambangan, merusak lingkungan hidup, dan
menurunkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Resiko
tersebut merupakan keadaan yang tidak dapat diramalkan sebelumnya
dengan kondisi ketidakpastian, sehingga perlu dihindari untuk mencegah
atau mengurangi kerugian ekonomi, sosial, dan lingkungan yang lebih
besar (Hartono, 2001). Upaya menghindari resiko dapat dilakukan dengan
dua pendekatan, yaitu (a) menghindari kesalahan, kelalaian, dan kealpaan
dalam proses pertambangan yang menyebabkan resiko lingkungan; atau
(b) melimpahkan resiko kepada pihak lain di luar pelaku usaha melalui
asuransi atau pertanggungan (liability) resiko (Hartono, 2001; Boyer dan Porrini, 2008). Pertanggungan resiko akibat kegiatan pertambangan yang
berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi besar kepada lembaga
asuransi merupakan pilihan yang rasional bagi pelaku usaha berskala besar seperti pertambangan emas. Asuransi berperan dalam menjamin
kelangsungan kegiatan ekonomi karena tanpa mengikuti asuransi, maka
bisnis dan individu tidak dapat menghadapi resiko dan melindungi
aset-asetnya (UNEP, 2007). Peningkatan resiko lingkungan akan berimplikasi
terhadap peningkatan biaya resiko lingkungan akibat kerusakan
lingkungan yang terjadi. Makin tinggi resiko lingkungan yang akan terjadi,
maka makin besar tuntutan akan perlunya jaminan pertanggungan atas
Resiko lingkungan akibat kegiatan pertambangan perlu dikendalikan
melalui sejumlah instrumen kebijakan, dimana kebijakan dibuat sebagai
preskripsi atas masalah yang terjadi. Salah satu instrumen kebijakan ekonomi yang terkait dengan resiko lingkungan tambang emas adalah
instrumen asuransi lingkungan (environmental insurance). Richardson (2002) menyebutkan bahwa asuransi lingkungan dapat meningkatkan
promosi pembangunan berkelanjutan dan mendanai biaya kerusakan
lingkungan. Dalam batas yuridiksi tertentu penjamin dapat meningkatkan
perhatian terhadaap resiko pertanggungan pencemaran/polusi. Pasar
asuransi secara teoritis dapat meningkatkan alokasi efektif dari biaya
kerusakan lingkungan dan menyediakan insentif untuk menghalangi
perilaku yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan (Boyer dan
Porrini, 2008). Asuransi lingkungan mendorong pelaku ekonomi untuk
melindungi asetnya dan menginvestasikannya untuk masa depan, serta
memungkinkan bagi korban terasuransi untuk mendapatkan perlindungan
finansial apabila terjadi kecelakaan. UNEP (2007) menegaskan bahwa
asuransi lingkungan berperan untuk mengurangi resiko lingkungan dan
meningkatkan keberlanjutan pembangunan (sustainability of development). Perusahaan asuransi hanya menjamin pertanggungan atas resiko lingkungan yang terjadi sepanjang peserta asuransi menerapkan
prinsip-prinsip pengelolaan usahanya secara berkelanjutan sesuai dengan
perjanjian yang disepakati. Asuransi hanya membayarkan klaim atas
resiko lingkungan apabila sepanjang proses pemantauaannya prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang baik diterapkan dalam setiap proses
pengusahaan tambang. Asuransi lingkungan apabila diterapkan akan
meningkatkan kinerja pengelolaan pertambangan emas secara
berkelanjutan, serta memberikan perlindungan dan rasa aman bagi
masyarakat di areal dampak apabila terjadi resiko lingkungan.
Asuransi lingkungan secara hukum merupakan salah satu instrumen
ekonomi lingkungan yang diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
pemerintah daerah. Asuransi lingkungan dalam hal ini merupakan
instrumen ekonomi lingkungan yang dikategorikan sebagai kebijakan
insentif/disinsentif. Oleh karena itu, berkaitan dengan kegiatan pertambangan emas, asuransi lingkungan memiliki kontribusi yang
signifikan untuk mendorong kegiatan pertambangan yang beresiko
lingkungan tinggi dapat dilakukan secara berkelanjutan. Implementasi
asuransi lingkungan dalam kegiatan pemanfaatan SDA khususnya
pertambangan di Indonesia sampai saat ini belum ada, sehingga
kebijakan asuransi lingkungan untuk mengurangi resiko lingkungan perlu
diteliti kemungkinan pengembangannya.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji kemungkinan
pengembangan asuransi lingkungan sebagai instrumen kebijakan
ekonomi lingkungan untuk mengendalikan resiko lingkungan kegiatan
pertambangan emas dan mendorong kegiatan pertambangan emas
berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.
1.2. Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan pembangunan memerlukan dukungan pendanaan
yang salah satunya adalah dengan memanfaatkan (ekstraksi) SDA yang
ada di wilayahnya. Pemanfaatan SDA, khususnya pertambangan
memberikan eksternalitas berupa dampak dan resiko. Dampak (impacts) berupa dampak positif dan dampak negatif yang kejadiannya relatif dapat
diramalkan sebelumnya dengan kondisi yang pasti (certainty). Dampak positif pertambangan diantaranya sebagai sumber pendapatan daerah
dalam membiayai kegiatan pembangunan daerah, serta dampak negatif
berupa pencemaran lingkungan. Resiko (risks) merupakan eksternalitas bersifat merugikan yang terjadi dalam kondisi ketidakpastian (uncertainty) di luar dampak yang dapat diramalkan sebelumnya.
Eksternalitas negatif kegiatan pertambangan emas secara terbuka
diprakirakan berdampak terhadap kerusakan bentang lahan, gangguan
kesehatan masyarakat, dan kerusakan ragam hayati. Kerusakan bentang
ragam hayati terutama berkaitan dengan hilangnya potensi ekonomi
ragam hayati sebagai sumber plasma nutfah. Gangguan kesehatan
masyarakat akibat eksternalitas kegiatan pertambangan emas akan menurunkan produktivitas kerja dan meningkatkan biaya kesehatan.
Resiko lingkungan dapat terjadi dalam keadaan yang tidak diramalkan
sebelumnya akibat kesalahan, kealpaan, dan kelalaian proses produksi
pertambangan di dalam kondisi ketidakpastian (uncertainty).
Adanya resiko lingkungan akibat pertambangan emas
membutuhkan upaya pengendalian resiko lingkungan. Pengendalian
resiko lingkungan tersebut selain dengan rekayasa teknik lingkungan, juga
melalui penerapan instrumen kebijakan jaminan pertanggungan resiko
lingkungan dalam bentuk asuransi lingkungan. Resiko lingkungan akibat
pertambangan yang nilai kerugiannya besar tidak dapat dijamin sendiri
oleh perusahaan tambang, sehingga apabila terjadi resiko lingkungan
akan mengganggu keberlangsungan (finansial) usahanya. Oleh karena itu
untuk menghindari resiko lingkungan tersebut dapat ditempuh dengan
melimpahkan resiko ke lembaga asuransi yang prinsip dasar
pengembangan kegiatan usahanya difokuskan untuk menangani resiko
yang terjadi (Hartono, 2001).
Asuransi lingkungan merupakan bagian dari instrumen ekonomi
lingkungan yang bersifat insentif/disinsentif untuk menghindari atau
mengurangi resiko lingkungan pertambangan emas, sehingga kegiatan
pertambangan yang berkelanjutan dapat lebih terjamin. Penerapan asuransi lingkungan merupakan satu bentuk strategi manajemen resiko
pertambangan. International Council on Mining and Metals (ICMM) (2003) menegaskan bahwa salah satu dari sepuluh prinsip pertambangan
berkelanjutan adalah mengimplementasikan strategi manajemen resiko
berdasarkan data yang valid dan ilmiah.
Penerapan asuransi lingkungan perlu didorong oleh pemegang
kebijakan (policy holder). Pemerintah daerah selaku regulator kegiatan pertambangan di daerah perlu memberikan perhatian terhadap pentingnya
mengendalikan resiko lingkungan akibat aktifitas tambang. Resiko
lingkungan akibat pertambangan emas memiliki sebaran dan besaran
(magnitude) yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di sekitarnya. Adanya
permasalahan tersebut menuntut dikembangkannya sebuah kebijakan
(policy) yang mengatur jaminan pertanggungan akibat dampak penting dari kegiatan pertambangan emas. Oleh karena itu pengembangan
kebijakan asuransi lingkungan dalam pengendalian dampak negatif
kegiatan pertambangan emas perlu dikaji kemungkinan implementasinya.
Adanya asuransi lingkungan tersebut diharapkan akan lebih menjamin
keberlanjutan kegiatan pertambangan di dalam rangka mendukung
pembangunan daerah dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup
secara seimbang. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian ditampilkan
pada Gambar 1.
1.3. Perumusan Masalah
Setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk
pertambangan emas memiliki resiko terhadap lingkungan. Kegiatan
pertambangan emas selain memberikan nilai manfaat (ekonomi) bagi
pembangunan (B), juga memberikan dampak negatif yang bersifat resiko
yang dapat terjadi dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty) di luar kondisi yang diprediksikan sebelumnya yang bersifat negatif terhadap
keberlanjutan usaha pertambangan. Resiko negatif terhadap lingkungan berupa degradasi lingkungan fisik-kimia dan degradasi lingkungan biologis
yang dapat meningkatkan resiko lingkungan. Resiko lingkungan secara
umum berupa (a) gangguan terhadap kesehatan masyarakat yang
meningkatkan pula biaya rehabilitasi kesehatan masyarakat, dan (b)
degradasi sumberdaya alam yang meningkatkan nilai kerusakan
lingkungan. Terjadinya resiko lingkungan secara ekonomi akan
terakumulasi menjadi total biaya resiko lingkungan akibat pertambangan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Apabila nilai total resiko lingkungan (T) lebih besar daripada nilai
manfaat (B) yang diperoleh maka diperlukan jaminan pertanggungan
resiko lingkungan, sedangkan apabila T<B maka perlu juga diantisipasi
jaminan pertanggungan resiko lingkungannya. Perumusan penelitian
Jaminan pertanggungan resiko lingkungan yang dikembangkan
berupa asuransi lingkungan yang diharapkan dapat menjadi instrumen
untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pertambangan emas, sekaligus mendorong terciptanya kegiatan pertambangan emas
berkelanjutan. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan
penelitian yang mengemuka adalah sebagai berikut.
a. Sejauhmana potensi resiko lingkungan akibat pertambangan emas
mempengaruhi kualitas lingkungan di lokasi penelitian?
b. Berapa estimasi total biaya resiko lingkungan akibat kegiatan
pertambangan emas di lokasi penelitian?
c. Bagaimana pengembangan kelembagaan asuransi lingkungan dapat
diterapkan sebagai instrumen kebijakan ekonomi lingkungan dalam
menunjang pertambangan emas secara berkelanjutan di lokasi
penelitian ?
d. Bagaimana prioritas kebijakan pengembangan asuransi lingkungan
dalam menunjang pengelolaan pertambangan emas berkelanjutan ?
1.4. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui nilai resiko lingkungan akibat kegiatan pertambangan emas
di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.
2. Mengetahui kebijakan yang terkait dengan penerapan asuransi
lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam
mengendalikan kegiatan pertambangan emas.
3. Mengetahui peranan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan kebijakan asuransi lingkungan untuk pertambangan
emas di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.
4. Menentukan prioritas kebijakan pengembangan asuransi lingkungan
Gambar 2. Perumusan Masalah Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa masukan
kepada pemerintah dan pemerintah daerah sebagai pemegang kebijakan
(policy holders) pengelolaan sumberdaya ala dalam menyusun kebijakan tentang asuransi lingkungan sebagai instrumen kebijakan untuk
mengurangsi resiko lingkungan pertambangan emas, khususnya di
akademik menjadi sumbangan penting dalam pengembangan asuransi
lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam menghindari
atau mengurangi resiko lingkungan yang mungkin terjadi.
1.6. Kebaruan (Novelty)
Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah digunakannya instrumen kebijakan asuransi lingkungan untuk menghindari atau
mengurangi resiko lingkungan kegiatan pertambangan emas dalam
menunjang pengelolaan pertambangan berkelanjutan. Dari sisi hasil,
dicoba dihitung nilai premi asuransi lingkungan sehingga secara ekonomi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Sumberdaya Alam
Kegiatan pembangunan membutuhkan dukungan sumberdaya alam
(SDA) sebagai modal pembangunan selain sumberdaya manusia (SDM)
dan sumberdaya ilmu dan teknologi yang dikuasainya. Sumberdaya alam
merupakan bagian dari lingkungan alam (tanah, air, hutan, mineral, dan
sebagainya) yang dapat digunakan manusia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya (Owen, 1980). Sumberdaya alam secara umum
terdiri dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (exhaustible resources atau stock resources) dan kelompok sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources atau flow resources). Stock resources diartikan sebagai SDA yang tersedia dalam jumlah dan kualitas yang tetap pada tempat dan waktu tertentu, sedangkan flow resources merupakan SDA yang selalu berubah jumlahnya (Owen, 1980; Ramdan
et.al,2003).
Sumberdaya alam secara ekonomi merupakan bahan baku yang
dapat dijadikan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan hidup.
Adapun ditinjau dari sudut ekologi, SDA merupakan komponen ekosistem
(biotik dan abiotik) yang berperan sebagai sistem pendukung kehidupan
(life support system) manusia dan makhluk hidup lainnya. Berbagai SDA di dalam ekosistem saling berinteraksi satu sama lain. Perubahan yang
terjadi pada salah satu SDA akan menyebabkan terjadinya perubahan
pada SDA lainnya. Keberadaan SDA di dalam perspektif ekonomi dan
lingkungan (ekologis) saling berkaitan. Keberadaan SDA secara ekologis
terutama berkaitan dengan fungsi konservasinya dalam menjaga
keberlanjutan ekosistem, sedangkan secara ekonomi berkaitan dengan
fungsinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi manusia.
Keterkaitan sistem ekonomi dan ekologis dari SDA disajikan pada Gambar
SISTEM EKONOMI
PERUSAHAAN RUMAH TANGGA Konsumsi
Produksi
Output
Input
LIFE SUPPORT SYSTEM ALAMI
Tanah, Air, Udara, Flora, Fauna, Mikroorganisme, Mineral, Amenitas Assets
Limbah
[image:35.595.122.456.82.312.2]Bahan Baku Matahari
Gambar 3. Hubungan antara sistem ekonomi dan lingkungan (Tietenberg, 1994)
Darusman dan Widada (2004) menyebutkan bahwa terdapat lima
prinsip yang menegaskan sinergisitas antara kegiatan konservasi dengan
pembangunan ekonomi, yaitu: (1) konservasi merupakan landasan
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, tanpa adanya jaminan
ketersediaan sumberdaya alam hayati, maka pembangunan ekonomi
akan terhenti; (2) ekonomi merupakan landasan pembangunan konservasi
yang berkelanjutan, tanpa adanya manfaat ekonomi bagi masyarakat
secara berkelanjutan, dapat dipastikan program konservasi akan terhenti
karena masyarakat tidak peduli; (3) kegiatan konservasi dan ekonomi,
keduanya bertujuan meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat; (4) dengan pengetahuan konservasi, maka manusia akan
lebih mampu memahami kompleksitas ekosistem alami sehingga menyadari, bahwa sumberdaya alam perlu dikelola secara hati-hati dan
dengan hati nurani agar tetap lestari meskipun sumberdaya alam tersebut
dimanfaatkan secara terus menerus; serta (5) dengan pengetahuan
ekonomi, manusia akan mampu menentukan pilihan-pilihan aktifitas
ekonomi yang paling rasional dalam menggunakan sumberdaya alam
secara berkelanjutan. Berdasarkan kelima prinsip tersebut, konservasi
SDA memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi
masyarakat sekaligus mempertahankan sistem penyangga kehidupan. Pengelolaan sumberdaya alam berkaitan dengan proses produksi
dan konsumsi yang tunduk pada hukum thermodinamika I dan hukum
thermodinamika II. Sebagai implikasinya jika kita ingin melaksanakan
pembangunan berkelanjutan, maka pengelolaan sumberdaya alam
tersebut perlu dilakukan secara bijaksana, yaitu dengan
mempertimbangkan dan mendasarkan pada karakteristik sumberdaya
alam yang bersifat spesifik. Beberapa prinsip dalam pengelolaan SDA
adalah sebagai berikut (Owen,1980):
1. Tanggung jawab pribadi; tanggung jawab seorang warga negara ditandai dengan rasa tanggung jawab dalam menjalankan kewajiban
terhadap pemerintah, sesama manusia, dan SDA.
2. Peranan pemerintah; pemerintah (government) sebagai regulator dalam pengelolaan sumberdaya alam mempunyai peranan yang
sangat penting. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu
menciptakan suatu sistem yang dapat menjamin pemanfaatan SDA
secara tepat.
3. Penggunaan ganda suatu sumberdaya; ketersediaan SDA
umumnya terbatas, untuk meningkatkan manfaat SDA dan
menghindari konflik kepentingan, maka sedapat mungkin SDA
dipergunakan secara ganda.
4. Inventarisasi dan proyeksi penggunaan sumberdaya; inventarisasi yang menyeluruh dan proyeksi penggunaan SDA dapat
memperkirakan tingkat kecukupan SDA dan tindakan-tindakan yang
perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaannya.
5. Hubungan pertautan antar sumberdaya; antara SDA yang satu dengan SDA alam yang lain terjalin suatu keterkaitan, perubahan yang
terjadi pada suatu SDA akan menyebabkan perubahan terhadap SDA
Untuk menjamin adanya sumberdaya alam bagi pembangunan yang
berkelanjutan, perlu diambil langkah-langkah strategis sebagai berikut
(Suparmoko, 1995):
1. Meneliti kondisi serta masalah yang berkaitan dengan sumberdaya
alam termasuk tingkat eksploitasi dan penggunaannya, kemudian
memperkirakan kecenderungan dalam jangka panjang, dan
menentukan tingkat jaminan tersedianya sumberdaya alam itu bagi
pembangunan dalam jangka panjang dengan cara menciptakan
kembali maupun meningkatkan ketersediaannya.
2. Mengubah teori dan praktek pemberian nilai terhadap setiap barang
yang ada. Pemberian nilai yang tinggi terhadap hasil produksi akhir,
dan nilai yang rendah terhadap bahan mentah, serta tanpa nilai bagi
sumberdaya alam, harus segera diganti dengan cara memberi nilai
yang tepat pada sumberdaya alam.
3. Membuat studi mengenai neraca sumberdaya alam dan aplikasinya
dalam sistem neraca nasional, sehingga akan memperbaiki sistem
neraca nasional yang hanya mencatat kenaikan produksi tanpa melihat
berkurangnya atau bertambahnya persediaan sumberdaya alam.
4. Memperjelas hak pemilikan sumberdaya alam (property rights of natural resource) untuk menghindari pemborosan penggunaan sumberdaya alam dengan mempertimbangkan kondisi masa kini dan masa datang.
5. Mengadakan studi mengenai perlindungan sumberdaya alam dan
lingkungan dengan cara memanfaatkan sumberdaya alam secara rasional, sebab rusaknya lingkungan dan ekologi adalah akibat dari
eksploitasi sumberdaya alam yang tidak bertanggungjawab.
6. Membuat studi mengenai bagaimana melindungi, mengembangkan,
menyimpan serta memperbanyak persediaan sumberdaya alam melalui investasi sosial, seperti pendidikan dan latihan.
Untuk mengelola SDA agar secara ekonomi dapat memberikan
manfaat yang berkelanjutan diperlukan pemikiran dan tindakan yang arif,
yaitu yang didasarkan pada karakteristik SDA dengan memperhatikan
langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah
mengenali potensi SDA-nya dan memproyeksikan penggunaan SDA
tersebut seoptimal mungkin. Untuk ini diperlukan peran pemerintah dan partisipasi seluruh stakeholder yang didasari oleh tanggung jawab pribadi (self responsibility) yang tinggi (Ramdan et.al, 2003).
2.2. Pertambangan Berkelanjutan
Pertambangan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pasca tambang. Pertambangan dalam arti yang lebih luas
termasuk tambang minyak, gas alam dan bahkan tambang air tanah.
Kegiatan tambang merupakan usaha mengambil mineral berharga atau
mineral berharga atau material geologi lainnya dari dalam bumi,
diantaranya adalah bauksit, batu bara, tembaga, emas, perak, berlian,
besi, timah, batu berharga, nikel, fosfat, uranium dan molybdenum
(Wikipedia, 2010). Material yang tidak dapat dihasilkan dari proses
agrikultural atau diciptakan secara artifisial dalam laboratorium atau
pabrik, biasanya adalah hasil tambang. Wilayah Indonesia dikenal
memiliki potensi tambang yang besar di dunia. Data pada akhir 2008 menunjukkan bahwa sumber daya batubara mencapai 104.760 juta ton,
emas sebesar 4.250 ton, tembaga sebesar 68.960 ribu ton, timah sebesar
650.135 ton dan nikel sebesar 1.878 juta ton (ESDM, 2009).
Sektor pertambangan pun tetap menjadi primadona ekonomi
nasional karena memiliki kontribusi signifikan terhadap penerimaan
negara. Penerimaan negara pada tahun 2009 tidak kurang dari Rp51
triliun telah disumbangkan sebagai penerimaan negara langsung dari
subsektor pertambangan umum, yang terdiri atas penerimaan negara
penerimaan negara pajak. Kontribusi kedua, tentang investasi, dimana
selama tahun 2009, investasi pertambangan mencapai US$1,8 miliar atau
naik sebesar 9,5% dari angka tahun sebelumnya sebesar US$1,6 miliar (ESDM, 2009).
Kegiatan pertambangan telah berjalan sejak lama dilakukan oleh
masyarakat secara tradisional. Urusan pertambangan diambil alih dari
komunitas dan organisasi kekuasaan lokal dilakukan untuk pertama
kalinya oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1850 dengan
dikeluarkannya Mijn Reglement 1850 (Maemunah, 2007). Instrumen hukum tersebut digunakan pemerintah kolonial Belanda untuk mengambil
alih, mengatur dan memanfaatkan bahan mineral bagi kepentingan
ekonomi mereka. Atas dasar aturan hukum tersebut, maka pemerintah
kolonial Belanda berhak memberikan konsesi kepada pihak swasta. Pada
tahun 1899 dikeluarkan Mijnwet 1899 yang dibuat Staten Generaal dengan Pemerintah di negeri Belanda. Mijwet 1899 ini lebih memperkuat posisi negara sebagai sentral pengurusan pertambangan di wilayah
jajahannya terutama adanya aturan bagi siapapun yang akan menambang
harus mendapatkan ijin pemerintah melalui pemberian konsesi
(Maemunah, 2007). Aturan pengurusan pertambangan umum tersebut
tidak berubah selama 61 tahun sampai diterbitkannya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 37 Tahun 1960
tentang Pertambangan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang selanjutnya diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Pengusahaan pertambangan makin marak seiring
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA) yang memberikan peluang bagi investor
asing menanamkan modalnya di berbagai bidang kecuali investasi di
bidang pelabuhan-pelabuhan, produksi, transmisi dan distribusi tenaga
listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum,
kereta api umum, pembangkit tenaga atom, dan mass media. Atas dasar
pertambangan berkembang pesat, termasuk penandatanganan Kontrak
Karya generasi pertama dengan PT Freeport Indonesia tahun 1967.
Kegiatan usaha pertambangan memiliki beberapa karakteristik, yaitu
non-renewable (tidak dapat diperbarui), mempunyai resiko relatif lebih tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik
maupun sosial yang relatif lebih tinggi dibandingkan pengusahaan
komoditi ekonomi lain pada umumnya. Akibat dari karakteristiknya yang
tidak dapat diperbaharui maka pengusaha pertambangan selalu mencari
proven reserves (cadangan terbukti) baru. Cadangan terbukti berkurang dengan produksi dan bertambah dengan adanya penemuan (Poerwanto,
2007; Simanjuntak, 2007). Lebih lanjut Poerwanto (2007) menyatakan
bahwa ada beberapa macam risiko di bidang pertambangan yaitu resiko geologi (eksplorasi) yang berhubungan dengan ketidakpastian penemuan cadangan (produksi), resiko teknologi yang berhubungan dengan ketidakpastian biaya, resiko pasar yang berhubungan dengan perubahan harga, dan resiko kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan perubahan pajak dan harga domestik. Resiko-resiko tersebut
berhubungan dengan besaran-besaran yang mempengaruhi keuntungan
usaha yaitu produksi, harga, biaya dan pajak. Usaha yang mempunyai
risiko lebih tinggi menuntut pengembalian keuntungan (rate of return) yang lebih tinggi. EPA (1995) menyebutkan bahwa frekuensi terjadinya dampak
[image:40.595.91.501.55.809.2]lingkungan akibat pertambangan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Frekuensi Terjadi Dampak Lingkungan Akibat Pertambangan
Jenis Dampak Persen Kejadian (%)
Pencemaran air permukaan 70
Pencemaran air tanah 65
Pencemaran tanah 50
Kesehatan manusia 35
Kerusakan flora dan fauna 25
Pencemaran udara 20
Sumber : EPA (1995)
Kegiatan pertambangan emas memiliki sejumlah dampak penting
emas yang berkaitan langsung dengan dampak yang ditimbulkannya
terdiri dari kegiatan-kegiatan tahan pra-konstruksi, operasi,produksi dan
pasca tambang adalah sebagai berikut (PT Napal Umbar Picung, 1996) : A. Tahap Pra-konstruksi
1. Pembebasan lahan;
2. Eksplorasi :
i. Pembebasan lahan;
ii. Eksplorasi cadangan
3. Penerimaan tenaga kerja
B. Tahap Konstruksi
Dalam tahap konstruksi ini kegiatan yang akan dilakukan adalah :
1. Penebasan vegetasi dan pengupasan tanah penutup
i. Penebasan vegetasi
ii. Pengupasan tanah penutup
2. Pembangunan sarana dan prasarana persiapan penambangan
i. Penggalian dan penimbunan limbah tambang
ii. Pembangunan lubang masuk yang melingkar dan cross cut
iii. Pembangunan lubang ventilasi Pembangunan lubang penggalian
3. Pembangunan emplasemen serta sarana dan prasarana penunjang
i. Pembangunan pabrik pengolahan
ii. Pembangunan kolam limbah pabrik
iii. Pembangunan sarana dan prasana seperti jalan , bengkel,
pembangkit listrik, perumahan karyawan, dan sebagainya C. Tahap Operasi/Produksi
Penambangan
Sistem penambangan yang diterapkan adalah tambang dalam
dengan metode potong dan diisi yang dikembangkan menjadi
metode Avoca dan jenjang dan diisi. Penambangan dimulai dari level
dua dengan ketinggian 1.071,25 m dpl sebagai pintu masuk.
Penambangan dilanjutkan ke level sepuluh dengan ketinggian
951,25m dpl hingga mencapai ingkapan tubuh batuan yang
ketinggian 1.100 m dpl. Pada sistem penambangan tersebut
dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Peledakan,
2. Penggalian dan pengangkutan bijih maupun limbah tambang 3. Penirisan tambang.
Pengolahan meliputi kegiatan-kegiatan 1. Pemecahan dan penghancuran bijih
2. Pelarutan dan pembuangan limbah pabrik meliputi
3. Peleburan dan pengoperasian gold
Reklamasi lahan D. Tahap Pasca Tambang
Tahap pasca tambang akan meliputi :
1. Pemutusan Hubungan Kerja
2. Reklamasi Lahan
i. Reklamasi daerah yang dibuka
ii. Rehabilitasi lubang bekas tambang dalam dan daerah kola limbah
pabrik
Komponen lingkungan yang langsung terkena dampak, didasarkan
pada isu utama yang berkaitan dengan adanya rencana kegiatan
penambangan dan pengolahan bijih emas. Dampak lingkungan rencana
penambangan dan pengolahan bijih emas ditampilkan pada Tabel 2.
Potensi dampak dan resiko lingkungan pertambangan emas yang
relatif tinggi pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi
masyarakat menuntut diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan
pertambangan berkelanjutan. International Council on Mining and Metals
(2003) telah menyusun sepuluh prinsip pengelolaan pertambangan
berkelanjutan (sustainable mining management) sebagai berikut :
1. Mengimpelemtasikan dan menjaga praktek bisnis yang beretika
Tabel 2. Dampak Penting Kegiatan Penambangan (PT. NUP, 1996)
Komponen kegiatan Operasi/produksi Komponen lingkungan
Pra
konstruksi Konstruksi Penambangan Pengolahan
Pasca tambang 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 A. Fisik Kimia
Udara
Iklim mikro - - - x - - - x
Kualitas udara - - - x - - x x - - x - - - -
2. Bentang alam
Morfologi - x - x - X - x - - x - x - x
3. Tanah
Erosi tanah - x - x x X - - - x - x
Kesuburan tanah - x - x x X - - - x - x
4. Hidrologi Pola aliran permukaan
- - - x x X - - - x - x
Debit air - - - x - - - x - - x - - - -
5. Kualitas air
Air pemukaan - - - x x X - x x - x x x - x
Air tanah - - - x - - - -
B. Biologi 1. Biologi darat
a. Flora darat
Tipe vegetasi x x - x x X x- - - - x x x x x
Keragaman x x - x x X - - - - x x x x x
b. Fauna darat
Jumlah jenis x x - x x X x x - - x x x x x
Habitat x x - x x X - - - - x x x x x
2. Biota perairan
Kelimpahan - - - x x X - x x - x x x - x
Keragaman - - - x x X x x x x x x x x x
C. Sosial Ekonomi Budaya
Peluang kerja - x x x x X x - x x x x x x x
Peluang ekonomi - - - x x X - x - - - - x x x
Persepsimasyarakat x x x x - X - - - - x - x - x
Migrasi x - x x - X - - - x -
Tataguna lahan x - - - x - - - x
Kesehatan masyarakat
- - - x - - - x - - - -
Keterangan : - tidak ada dampak x ada dampak
1. pembebasan lahan 2. eksplorasi
3. penerimaan tenaga kerja
4. penebasan vegetasi dan pengupasan tanah tertutup
5. pembangunan sarana dan prasarana persiapan penambangan
6. pembangunan emplasemen dan sarana penunjang
7. peledakan
8. penggalian dan pengangkutan bijih 9. penirisan tambang
10. pemecahan dan penghancuran bijih
11. pelarutan dan pembuangan limbah pabrik 12. peleburan dan pengoooperasian goldroom 13. reklamasi lahan tahap operasi/produksi 14. pemutusan hubungan kerja
2. Mengintegrasikan pertimbangan-pertimbangan pembangunan
berkelanjutan di dalam proses pengambilan keputusan perusahaan
(integrate sustainable development considerations within the corporate decision-making process);
3. Menegakkan hak asasi manusia dan menghormati budaya, adat
budaya dan nilai-nilai yang berkaitan dengan pekerja dan pihak
lainnya yang dipengaruhi oleh aktifitas yang dilakukan (uphold fundamental human rights and respect cultures, customs and values in dealings with employees and others who are affected by our activities);
4. Menerapkan strategi manajemen resiko berdasarkan data yang
valid dan ilmiah (implement risk management strategies based on valid data and sound science);
5. Terus meningkatkan kinerja kesehatan dan keselamatan (seek continual improvement of our health and safety performance);
6. Terus meningkatkan kinerja lingkungan (seek continual improvement of our environmental performance);
7. Berkontribusi terhadap konservasi biodiversitas dan pendekatan
kegiatan yang terpadu dengan perencanaan tata ruang (contribute to conservation of biodiversity and integrated approaches to land use planning);
8. Memfasilitasi dan mendorong desain produksi, penggunaan, penggunaan kembali, daur ulang, dan pembuangan produk yang
dihasilkan secara bertanggung-jawab (facilitate and encourage responsible product design, use, re-use, recycling and disposal of our products);
9. Berkontribusi terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan kelembagaan masyarakat di lokasi operasi (contribute to the social, economic and institutional development of the communities in which we operate);
10. Mengimplementasikan keterlibatan secara efektif dan transparan,
kepentingan (implement effective and transparent engagement, communication and independently verified reporting arrangements with our stakeholders).
Salah satu prinsip dalam pengelolaan pertambangan yang
berkelanjutan sebagaimana tersebut sebelumnya adalah diterapkannya
strategi manajemen resiko.) Resiko merupakan suatu ketidakpastian dari
suatu peristiwa yang menciptakan kerugian sehingga menimbulkan rasa
tidak aman Hartono (2001).
2.3. Resiko dan Asuransi Lingkungan
Resiko merupakan hal yang melekat pada setiap aktifitas manusia,
baik secara personal maupun profesional, misalnya resiko kehilangan
kehidupan, cedera, kesehatan, atau kepemilikan yang terkait dengan
kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dalam kondisi
ketidakpastian (uncertainty), seperti terjadinya kehilangan kehidupan akibat bencana alam, kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup, dan
sebagainya (Richardson, 2002; Hartono, 2001). Resiko yang terjadi
bersifat negatif dan menimbulkan kerugian termasuk di dalamnya kerugian
ekonomi, sehingga resiko harus dapat dihindari atau dikurangi. Upaya
menghindari resiko dapat dilakukan secara sendiri atau melimpahkan
resiko tersebut kepada pihak-pihak lain di luar individu, perusahaan atau
institusi yang berhadapan dengan resiko (Hartono, 2001). Resiko yang
besar tidak mungkin dapat ditangani sendiri, karena apabila terjadi resiko
yang menimbulkan kerugian keuangan besar kelangsungan usahanya
terganggu. Penggunaan teknologi dalam pengelolaan SDA yang makin
kompleks meningkatkan resiko yang terjadi, sehingga bagi perusahaan
pertambangan yang tergolong industri menengah dan besar akan lebih
ekonomis apabila resiko yang mungkin terjadi dilimpahkan atau diambil
alih oleh lembaga yang secara khusus menangani resiko (Boyer dan
Lembaga yang khusus dikembangkan untuk menangani resiko
yang terjadi akibat suatu peristiwa dalam kondisi ketidakpastian
(uncertainty) adalah asuransi (insurance). Asuransi secara prinsip merupakan upaya mengalihkan resiko yang ditimbulkan oleh
peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya kepada pihak lain yang
bersedia mengambil resiko untuk mengganti kerugian sesuai dengan
perjanjian yang disepakati. Pasal 246 Undang-Undang Hukum Dagang
memberikan batasan asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita karenanya suatu peristiwa yang tidak tertentu. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyebutkan bahwa
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Hartono (2001) menyebutkan bahwa fungsi dasar asuransi adalah melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi
ketidakpastian terhadap kerugian khusus untuk kerugian-kerugian murni
dan bukan kerugian yang bersifat spekulatif. Obyek Asuransi adalah
benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab
hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi,
dan atau berkurang nilainya. Macam-macam usaha asuransi : (a).Usaha
asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko
atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada
asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan resiko yang
dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan, dan (c). Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa. Dari
pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa : (a) asuransi
adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih; (b) pihak penanggung
menerima sejumlah premi yang telah ditetapkan dalam polis; dan (c) pihak
tertanggung akan menerima suatu ganti rugi atas kejadian yang menimpa
objek asuransi dari penanggung. Dalam pelaksanaan operasinya,
perusahaan asuransi terdiri dari tiga jenis bidang usaha pertanggungan,
yaitu: usaha Asuransi Kerugian (non life insurance), Asuransi Jiwa (life insurance), dan Reasuransi (reinsurance). Asuransi lingkungan termasuk dalam asuransi kerugian.
Resiko lingkungan yang terjadi akibat kegiatan pertambangan
(emas) dapat terjadi tanpa sewaktu-waktu tanpa diramalkan sebelumnya
karena kelalaian, kealpaan, atau kesalahan dalam produksi
pertambangan. Boyer dan Porrini (2008) menyebutkan bahwa resiko
lingkungan memiliki beberapa karakteristik unik, yaitu (a) resiko
lingkungan lebih sulit diidentifikasi karena resiko tersebut bisa berasal dari
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya;
serta (b) resiko lingkungan dapat terjadi akibat pencemaran bahan
berbahaya dan beracun walaupun dalam jumlah kecil sehingga sulit diukur dan dideteksi. Asuransi lingkungan mengkonsentrasikan pada alat dan
proses untuk menjamin perlindungan dari lingkungan alam. Banyak
kegiatan yang membahayakan lingkungan, seperti fasilitas pengolahan
limbah berbahaya, pabrik kimia dan farmasi, fasilitas pabrik, fasilitas
penyimpanan bahan kimua dan minyak, laboratorium penelitian,
pembangkit tenaga listrik fosil dan nuklir, serta fasilitas transportasi
(Shangraw et.al., 2003). Dampak primer dari resiko lingkungan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dalam skala kecil telah dipahami,
Dalam jangka waktu yang lebih lama dampak terhadap air tanah yang
tercemar, udara, dan air, juga dampak sosial ekonominya tidak
terdokumentasi dan terkuantifikasi secara baik. Konsekuensi jangka panjang dari dampak skala besar tersebut sangat merusak ekosistem dan
ekonomi lokal dari periode waktu yang tertentu. Perangkat dan teknik
asuransi lingkungan saat ini belum banyak diketahui dan tersedia dengan
baik. Di Amerika Serikat penelitian tentang dampak lingkungan saat ini
terfokus pada keluaran dari kecelakaan, sedangkan kejadian yang
sifatnya non accidential belum dipertimbangkan (Shangraw et.al., 2003). Tipe dampak lingkungan yang dievaluasi oleh asuransi lingkungan
meliputi : (a) Dampak yang bersifat Segera (immediate impacts), seperti kehilangan kehidupan dan kerusakan property secara cepat akibat kejadian luar biasa; (b) Dampak yang bersifat Pertengahan (intermediate impacts) yang menjadi fokus utama dari asuransi lingkungan, termasuk dampak terhadap kesehatan manusia, degradasi ekosistem, kehilangan
nilai ekonomi dari SDA, dan hilangnya nilai rekreasi; dan (c) Dampak yang
bersifat Jangka Panjang (long-term impacts), seperti pemanasan global, deplesi lapisan ozone, tidak dievaluasi dalam asuransi lingkungan. Lebih
lanjut Shangraw et.al. (2003) menegaskan bahwa resiko lingkungan yang terjadi dan menjadi lingkup dalam pengembangan asuransi lingkungan
adalah intermediate impacts.
Bagi kebanyakan negara berkembang, kerugian yang berhubungan
dengan bencana alam melebihi kemampuan mereka untuk menanggung
biaya ini (Ferranti dan Perry, 2000). Bencana akibat Badai Hurricane Mitch menyebabkan kerusakan langsung maupun tidak langsung di Honduras
sama dengan $6 milyar, atau sama dengan produk domestik bruto selama
satu tahun. Dengan populasi 6.2 juta dan 53% dari populasi hidup di
bawah garis kemiskinan, biaya sebesar $1000 per orang melebihi
kemampuan pemerintah untuk menanggungnya dengan menggantinya
melalui perpajakan. Penggantian kerugian ini disediakan dalam bentuk
dana ataupun pinjaman oleh pemerintah negara berkembang melalui
regional dan agen PBB. Adanya keterbatasan pemerintah berkaitan
dengan terjadinya resiko lingkungan, maka instrumen asuransi lingkungan
dapat menjadi solusi untuk meminimalkan resiko yang terjadi sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan. Upaya menerapkan asuransi
lingkungan pernah diinisiasi oleh Badan Pengendalian Dampak
Lingkung