TOXOCAROSIS
PADA SAPI POTONG PETERNAKAN
RAKYAT DI KECAMATAN UJUNG JAYA, SUMEDANG
RIAN RISKI HARIYADI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
RIAN RISKI HARIYADI. Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang. Dibimbing oleh YUSUF RIDWAN dan RISA TIURIA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi, derajat infeksi, dan faktor risiko dari toxocarosis pada sapi potong di kecamatan Ujung Jaya, Sumedang. Sebanyak 108 sampel feses dikumpulkan dan diuji dengan metode modifikasi McMaster untuk menentukan jumlah telur Toxocara spp. tiap gram tinja (TTGT). Potensi faktor risiko seperti jenis kelamin, umur ternak, dan manajemen ternak diperoleh dari wawancara para peternak. Hasil menunjukkan bahwa dari 108 total sampel feses, 11 sampel positif toxocarosis dengan prevalensi 10.18%. Rata-rata jumlah telur tiap gram tinja dari sapi yang terinfeksi adalah 7 005.5 ± 3 534.4. Prevalensi tertinggi hanya ditemukan pada anak sapi berumur ≤ 6 bulan (42.31%) dan lebih tinggi pada jantan (32.14%) daripada betina (2.50%) (P<0.05). Prevalensi toxocarosis pada praktek manajemen yang berbeda seperti manajemen kandang, pakan, sanitasi, dan anthelmintik tidak berbeda nyata (P > 0.05).
Kata kunci: faktor risiko, prevalensi, Sumedang, toxocarosis, Ujung Jaya
ABSTRACT
RIAN RISKI HARIYADI. Toxocarosis on Cattle of Small Holder Farmer in Ujung Jaya Subdistrict, Sumedang. Supervised by YUSUF RIDWAN and RISA TIURIA.
The study was carried out to investigate the prevalence, intensity of infection, and the related risk factors of toxocarosis in cattle of Ujung Jaya Subdistrict, Sumedang. The number of 108 fecal samples were collected and examined by modified McMaster method to determine the number of Toxocara eggs per gram (EPG). The potential of risk factor regarding to sex, age, and livestock management were obtained by interviewing the farmer. The result showed that of the total 108 fecal samples, 11 samples were positive to toxocarosis with prevalence of 10.18%. The mean number of eggs per gram fecal in infected cattle was 7 005.5 ± 3 534.4. The highest prevalence was observed in calf ≤ 6 month of age group only (42.31%) and was more prevalence in male (32.14%) than female (2.50%) (P<0.05). The prevalence of toxocarosis among different husbandary practices of cages management, feeding, sanitary, and anthelmintic was not significant (P>0.05).
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
TOXOCAROSIS
PADA SAPI POTONG PETERNAKAN
RAKYAT DI KECAMATAN UJUNG JAYA, SUMEDANG
RIAN RISKI HARIYADI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang
Nama : Rian Riski Hariyadi NIM : B04090018
Disetujui oleh
Dr drh Yusuf Ridwan, MSi Pembimbing I
Dr drh Risa Tiuria, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono MS, Ph.D,APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 ini adalah Toxocarosis pada Sapi Potong Peternakan Rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Yusuf Ridwan, MSi selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akademik, serta Dr drh Risa Tiuria, MS selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, arahan, dan saran-sarannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi dan permasalahan terkait akademik. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua tercinta yaitu Hari, SE dan Hasiyah, Raudhatul Hasanah, Choirul Achyar, Adeline Prabawati, teman-teman FKH 46, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
METODE PENELITIAN 2
Tempat dan Waktu 2
Rancangan Studi 2
Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Feses 2
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Hasil Penelitian 3
Pembahasan 5
SIMPULAN DAN SARAN 7
Simpulan 7
Saran 7
DAFTAR PUSTAKA 7
DAFTAR TABEL
1 Rata-rata jumlah telur cacing tiap gram tinja sapi yang
terinfeksi berdasarkan umur dan jenis kelamin ternak 3 2 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor inang terhadap
risiko toxocarosis 4
3 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor manajemen
terhadap risiko toxocarosis 4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji chi-square pengaruh faktor inang terhadap risiko
toxocarosis 9
2 Hasil uji chi-square pengaruh faktor manajemen terhadap
PENDAHULUAN
Seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sumber protein hewani khususnya daging sapi, mengakibatkan peningkatan kebutuhan daging sapi nasional. Kebutuhan daging sapi dan kerbau nasional tahun 2012 dipenuhi dari sapi lokal sebanyak 399 ribu ton (82.52%) dan impor sebanyak 85 ribu ton (17.5%). Daging yang diimpor berupa sapi bakalan sebanyak 283 ribu ekor (setara daging 51 ribu ton) dan daging beku sebanyak 34 ribu ton (Ditjen PKH 2012a).
Dalam rangka memenuhi kebutuhan daging sapi dan kerbau nasional, pemerintah mencanangkan program swasembada daging sapi dan kerbau 2014. Swasembada daging sapi dan kerbau bertujuan untuk menyediakan daging sapi dan kerbau dalam negeri minimal 90% dari kebutuhan konsumsi dan maksimal 10% sisanya dapat dipenuhi dari importasi sapi bakalan dan daging beku. Usaha yang dilakukan pemerintah antara lain penyelamatan sapi betina produktif, optimalisasi IB, serta penanganan dan pengendalian penyakit hewan (Ditjen PKH 2012b).
2
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang. Pemeriksaan sampel tinja dilakukan di Laboratorium Helmintologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Rancangan Studi
Survei toxocarosis pada sapi potong peternakan rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang dilakukan dengan metode cross-sectional. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus rumus Lemeshow dan David (1997) dengan asumsi dugaan tingkat kejadian toxocarosis sebesar 50%, tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan sebesar 10%. Sampel tinja diambil dari sapi berumur ≤6 bulan, 6-12 bulan, dan >1 tahun. Telur T. vitulorum pada sampel tinja dideteksi keberadaannya dengan metode modifikasi McMaster. Data lainnya berupa faktor risiko toxocarosis seperti umur ternak dan manajemen pemeliharaan ternak diketahui dari kuisioner. Manajemen pemeliharaan ternak dinilai berdasarkan cara beternak, jenis pakan, sanitasi, dan pemberian anthelmintik. Data hasil pemeriksaan laboratorium dan faktor risiko dianalisis dengan uji chi-square menggunakan software SPSS 18.0.
Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Tinja
Sampel tinja sebanyak 108 diambil langsung dari rektum dan dimasukkan ke dalam wadah plastik yang telah diberi label, kemudian disimpan di dalam coolbox untuk dibawa ke Laboratorium Helmintologi. Sampel selanjutnya disimpan dalam refrigerator di Laboratorium Helmintologi sampai dilakukan pemeriksaan.
3
Keterangan : n : Jumlah telur cacing dalam kamar hitung Vt : Volume total sampel (ml)
Vk : Volume kamar hitung (ml) Bt : Berat tinja (gram)
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kuisioner dimasukkan ke dalam database menggunakan program Microsoft Excel 2010. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square menggunakan software SPSS 18.0 untuk mengetahui perbedaan tingkat prevalensi toxocarosis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil pemeriksaan 108 sampel tinja menunjukkan sebanyak 11 ekor sapi positif toxocarosis dengan tingkat prevalensi sebesar 10.18%. Jumlah rata-rata telur tiap gram tinja (TTGT) dari sapi yang terinfeksi T. vitulorum adalah 7 005.5 ± 3 534.4. Berdasarkan kategori umur jumlah TTGT toxocarosis pada pedet paling tinggi dari kategori umur yang lain (P<0.05). Jumlah TTGT toxocarosis berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa pada sapi pedet jantan lebih tinggi dari sapi pedet betina (P<0.05) (Tabel 1 dan 2).
TTGT = n x Vt Bt x Vk
Tabel 1 Rata-rata jumlah telur cacing tiap gram tinja sapi yang terinfeksi berdasarkan umur dan jenis kelamin ternak
Faktor Rata-rata telur cacing tiap gram tinja
Kategori umur - Pedet (≤ 6 bulan) - Anak (6–12 bulan) - Dewasa (> 12 bulan)
7 005.5 ± 3 534.4 0.0 ± 0.0 0.0 ± 0.0 Jenis kelamin
- Betina - Jantan
4
Prevalensi toxocarosis dan hasil analisis chi-square terhadap faktor risiko yang bersumber dari manajemen ternak tersedia pada Tabel 3. Manajemen pemeliharaan seperti cara beternak, alas kandang, pakan, kebersihan dan pengobatan tidak menunjukkan perbedaan prevalensi toxocarosis (P>0.05).
Tabel 2 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor inang terhadap risiko toxocarosis
Faktor N
Positif toxocarosis Uji chi-square
n % Pearson chi-square Nilai-P
*Tanda menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (0.05).
Tabel 3 Hasil analisis chi-square pengaruh faktor manajemen terhadap risiko toxocarosis
Faktor N
Positif toxocarosis Uji chi-square
n % Pearson chi-square Nilai-P
5 Pembahasan
Toxocara vitulorum adalah cacing nematoda yang cukup besar dan menginfeksi sapi serta kerbau. Prevalensi toxocarosis pada sapi pedet di daerah tropis dan subtropis sangat tinggi (Borgsteede et al. 2012). Prevalensi toxocarosis pada sapi pedet di kecamatan Ujung Jaya, Sumedang sebesar 42.31%. Prevalensi tersebut relatif tidak berbeda dengan daerah lain di wilayah Indonesia seperti di Kabupaten Pasuruan mencapai 21.33% pada sapi pedet (Susanto 2008), di Bali Timur pada pedet sapi bali dengan prevalensi mencapai 36.4% (Agustina et al. 2013), dan di Kabupaten Kebumen pada sapi pedet dengan prevalensi mencapai 33% (Sumarwanta dan Dewi 2013).
Kejadian toxocarosis pada sapi dipengaruhi oleh perbedaan umur. Hasil analisis chi-square menunjukkan adanya perbedaan tingkat prevalensi toxocarosis pada sapi dengan tingkat umur yang berbeda. Toxocarosis pada sapi potong peternakan rakyat di Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang hanya ditemukan pada sapi pedet atau sapi berumur ≤6 bulan. Infeksi paten Toxocara spp. umumnya terjadi pada hewan-hewan yang masih muda dan sangat jarang ditemukan pada hewan-hewan dewasa (Estuningsih 2005).
Sapi dewasa apabila menelan telur T. vitulorum yang infektif, larva yang menetas akan bermigrasi ke organ tubuh dan tidak mengalami perkembangan lebih lanjut (dorman). Induk betina yang terinfeksi telur T. vitulorum, larva kedua (L2) tidak berkembang menjadi larva ketiga (L3) tetapi akan tetap tinggal di dalam jaringan (arrested larva). Larva ketiga akan terinduksi saat betina bunting pada trimester ke-3 umur kebuntingan. Larva yang berdiam di organ/jaringan tubuh akan aktif kembali dan bermigrasi ke ambing, anak sapi yang dilahirkan akan terinfeksi melalui air susu (transmamary infection). Larva yang aktif tersebut juga bermigrasi ke plasenta dan bisa menginfeksi fetus yang masih dalam kandungan induknya (transplacental infection). Pedet yang terinfeksi larva T. vitulorum, larva tersebut akan tetap tinggal di usus halus sampai berkembang menjadi cacing dewasa (Soulsby 1982; Hansen dan Perry 1994). Masa prepaten T. vitulorum pada pedet yaitu dari hari ke 11 sampai 37 setelah infeksi, TTGT akan sangat tinggi pada hari ke 37 sampai 62 setelah infeksi (Neves et al. 2003), jumlah TTGT 5000-10000, dan infeksi berat jika jumlah TTGT >10000. Infeksi T. vitulorum pada pedet di peternakan ini tergolong infeksi sedang. Gejala yang dapat ditimbulkan oleh toxocarosis pada infeksi sedang antara lain tidak mau makan, sakit di daerah perut, diare, dehidrasi, penurunan berat badan, dan tinja berbau khas (steatorrhea) (CFSPH 2005), dalam keadaan infeksi berat akan terjadi kematian sekitar 35-40% (Estuningsih 2005). Jumlah telur tersebut dapat menjadi potensi kontaminasi pada sapi lain. Jika tidak dilakukan pengendalian dengan baik maka prevalensi penyakit ini bisa mecapai 100% dan mortalitasnya mencapai 80% (CFSPH 2005).
6
jantan secara signifikan lebih tinggi daripada pedet betina. Namun penelitian lain menunjukkan bahwa prevalensi toxocarosis pada sapi pedet di kebumen lebih tinggi pada pedet betina daripada pedet jantan (Sumarwanta dan Dewi 2013). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi toxocarosis pada sapi pedet tidak selalu berhubungan dengan jenis kelamin. Menurut Raza et al. (2007) induk betina cenderung mengalami infeksi T. vitulorum yang lebih berat akibat stress saat bunting dan melahirkan. Akan tetapi, tidak ada penjelasan yang pasti terkait hubungan perbedaan jenis kelamin terhadap infeksi T. vitulorum pada sapi maupun kerbau khususnya yang berumur muda (pedet).
Tingkat prevalensi pada ternak yang digembalakan lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang dikandangkan terus-menerus, tetapi tidak berbeda nyata. Kontaminasi tanah di ladang pengembalaan dengan tinja yang mengandung telur T. vitulorum dapat menjadi sumber infeksi pada sapi. Potensi tanah sebagai sumber infeksi T. vitulorum telah dibuktikan dengan hasil penelitian tanah di sekitar rumah potong hewan, peternakan sapi perah, dan taman bermain di Surabaya. Sampel tanah sebanyak 53 dinyatakan positif telur Toxocara spp. dan 49.06% menunjukkan positif telur T. vitulorum (Kusnoto et al. 2002). Selain di ladang pengembalaan, infeksi juga dapat terjadi di kandang. Faktor-faktor seperti alas kandang, sanitasi, dan pakan memiliki peranan dalam terjadinya infeksi di kandang. Akan tetapi hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan prevalensi toxocarosis dari faktor-faktor tersebut. Diduga bahwa infeksi T. vitulorum pada pedet di beberapa peternakan ini hanya dipengaruhi oleh sumber infeksi yaitu sapi betina dewasa. Infeksi terjadi melalui plasenta saat fetus atau air susu setelah pedet dilahirkan. Pedet terinfeksi saat menelan larva T. vitulorum dari air susu yang terinfeksi (Robert et al. 1990; Starke et al. 1992), bukan menelan telur T. vitulorum dari lingkungan (Mia et al. 1975).
7
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Prevalensi toxocarosis pada sapi potong peternakan rakyat di kecamatan Ujung Jaya, Sumedang adalah sebesar 10.18%. Infeksi tersebut hanya terjadi pada sapi pedet dengan prevalensi sebesar 42.31% dan memiliki derajat infeksi sedang. Jenis kelamin jantan dan umur ≤6 bulan merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap infeksi T. vitulorum pada sapi. Faktor manajemen pemeliharaan seperti cara beternak, alas kandang, pakan, sanitasi, dan pemberian anthelmintik tidak berpengaruh terhadap kejadian toxocarosis pada sapi.
Saran
Perlu dilakukan penyuluhan kepada para peternak sapi potong khususnya di kecamatan Ujung Jaya, Sumedang tentang pentingnya manajemen pemeliharaan ternak khususnya pengobatan pada kasus toxocarosis. Pengobatan tidak hanya diberikan pada sapi dewasa tetapi juga bisa diberikan pada sapi pedet yang berumur 10-16 hari dengan anthemintik yang dapat membunuh larva T. vitulorum seperti levamisol.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina KK, Dharmayudha AAGO, Wirata IW. 2013. Prevalensi Toxocara vitulorum pada induk dan anak sapi bali di wilayah Bali Timur. Buletin vitulorum’un yayılışı. Türkiye Parasitol Derg. 24:405-407.
Borgsteede FHM, Holzhauer M, Herder FL, Veldhuis-Wolterbeek EG, Hegeman C. 2012. Toxocara vitulorum in suckling calves in the Netherlands. Research in Vet Sci. 92:254–256.
[CFSPH] the Center for Food Security and Public health. 2005. Toxocariasis [internet]. [diunduh 21 Desember 2013]. Tersedia pada: www.cfsph.iastate. edu.
[Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012a. Supply Demand Daging Sapi/Kerbau sampai dengan Desember 2012 [internet]. [diunduh 30 Desember 2013]. Tersedia pada: http://ditjennak.deptan.go.id/. [Ditjen PKH] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012b.
8
Estuningsih SE. 2005. Toxocariasis pada hewan dan bahayanya pada manusia. Wartazoa. 15:136-137.
Hansen J, Perry B. 1994. The epidemiology, diagnosis and control of helminth parasites of ruminants. Nairobi (KEN): the International Laboratory for Research on Animal Diseases.
Köroğlu E. 2000. Veteriner Helmintoloji Ders Notları. Fırat Üniv Vet Fak Ders Teksiri. 14:206-207.
Kusnoto, Koesdarto S, Mumpuni SS. 2002. Kontaminasi tanah di sekitar peternakan sapi perah dan rumah potong hewan dengan telur Toxocara spp. di Surabaya. Surabaya (ID): Lembaga Penelitian, Universitas Airlangga.
Lemeshow S, David WH Jr. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Suyatno, penerjemah. Yogakarta (ID): UGM Pr.
Mia S, Dewan ML, Uddin M, Cowdhury MUA. 1975. The route of infection of buffalo calves by Toxocara (Neoascaris) vitulorum. Trop Anim Health Prod. 7:153–156.
Neves MF, Starke-Buzetti WA, Castro AM. 2003. Mast cell and eosinophils in the wall of the gut and eosinophils in the blood stream during Toxocara vitulorum infection of the water buffalo calves (Bubalus bubalis). Vet Parasitol. 113:59-72
Raza MA, Iqbal Z, Jabbar A, Yaseen M. 2007. Point prevalence of gastrointestinal helminthiasis in ruminants in southern Punjab, Pakistan. J Helminthol. 81:323–328.doi:10.1017/S0022149X07818554.
Roberts JA, Fernando ST, Sivanathan S. 1990. Toxocara vitulorum in the milk of buffalo (Bubalus bubalis) cows. Res Vet Sci. 49(3):289–291.
Roepstorff A, Nansen P. 1997. The epidemiology, diagnosis, and control of helminth parasites of swine. Rome (IT): FAO.
Satrija F, Ridwan Y, Retnani EB. 2011. Efikasi piperazin dihidroklorida terhadap cacing Toxocara vitulorum pada pedet kerbau. Jurnal Veteriner. 12(2):77-82.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. Ed ke-7. Philadelpia (US): Lea and Febiger.
Starke-Buzetti WA, Machado RZ, Zocollerseno MC. 1992. Transmammary passage of gastrointestinal nematode larvae to buffalo calves. II. Toxocara vitulorum larvae. Arq Bras Med Vet. Zoo. 44:97–103.
Starke-Buzetti WA, Machado RZ, Zocollerseno MC. 2001. An enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for detection of antibodies against Toxocara vitulorum in water buffaloes. Vet Parasitol. 97:55-64.
Sumarwanta E, Dewi AP. 2013. Kejadian ascariasis pada anak sapi bawah lima bulan (balilan) di Kabupaten Kebumen tahun 2011. Buletin Laboratorium Veteriner. 1(3):17.
Susanto A. 2008. Prevalensi Infeksi Cacing Toxocara Vitulorum pada Anak Sapi Perah dan Anak Sapi Potong di Kabupaten Pasuruan [tesis]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga.
9 Lampiran 1 Hasil uji chi-square pengaruh faktor inang terhadap risiko toxocarosis
Jenis Kelamin
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 19.923a 1 .000
Continuity Correctionb 16.814 1 .000
Likelihood Ratio 17.223 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association
19.738 1 .000
N of Valid Cases 108
Umur
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 38.626a 2 .000
Likelihood Ratio 35.667 2 .000
Linear-by-Linear
Association
32.212 1 .000
10
Lampiran 2 Hasil uji chi-square pengaruh faktor manajemen terhadap risiko toxocarosis
Continuity Correctionb .106 1 .745
Likelihood Ratio .504 1 .478
Continuity Correctionb .000 1 1.000
11
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .177 1 .674
Continuity Correctionb .524 1 .469
Likelihood Ratio 1.240 1 .265
Continuity Correctionb .000 1 1.000
12
Kebersihan
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .471a 1 .493
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .877 1 .349
Fisher's Exact Test 1.000 .647
Linear-by-Linear
Association
.467 1 .495
N of Valid Cases 108
Anthelmintik
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 1.807a 1 .179
Continuity Correctionb .142 1 .707
Likelihood Ratio 1.230 1 .267
Fisher's Exact Test .278 .278
Linear-by-Linear
Association
1.791 1 .181
13
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pamekasan pada 16 Juli 1991 dari Bapak Hari, SE dan Ibu Hasiyah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara (Raudhatul Hasanah dan Choirul Achyar). Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Panempan I, SMPN 1 Pamekasan, SMAN 1 Pamekasan, dan diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) 2009 pada program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan di berbagai organisasi intra kampus. Kegiatan tersebut diantaranya adalah HIMPRO (Himpunan Minat dan Profesi) HKSA (Hewan kesayangan dan Satwa Akuatik), Ketua divisi 3D (Design, Dekorasi, dan Dokumentasi) dalam PCD (Pet Care Day) 2011, Ketua pelaksana Pelatihan Pengambilan Darah dan Diagnosa Kecacingan pada Hewan Kecil 2012, dan Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah GASISMA (Keluarga Mahasiswa Madura). Penulis mengikuti kegiatan PENGMAS (Pengabdian Masyarakat) di Dukuh Goleng, Kudus, Jawa Tengah pada bulan Juli 2012.