• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh jenis sambungan, posisi pengujian, dan jarak sambungan terhadap kekuatan balok bambu tali (gigantochloa apus kurzt)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh jenis sambungan, posisi pengujian, dan jarak sambungan terhadap kekuatan balok bambu tali (gigantochloa apus kurzt)"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN

JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK

BAMBU TALI (

Gigantochloa apus

Kurzt)

NUR ISLAMIAH LATIF

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantocloa apus Kurzt) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

(4)

ABSTRAK

NUR ISLAMIAH LATIF. Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt). Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO.

Gigantochloa apus Kurzt yang dikenal dengan bambu tali atau bambu apus adalah salah satu jenis bambu yang mudah ditemukan dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Pemanfaatan bambu tali sebagai bahan konstruksi belum banyak digunakan, karena masih kurangnya dukungan data penelitian mengenai karakteristik bambu tali serta modifikasi produk bambu tali dalam bidang konstruksi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik balok bambu tali menggunakan alat sambung kombinasi pasak dan tali, serta alat sambung baut, pada posisi pengujian horizontal dan vertikal, dengan tiga variasi jarak sambungan (50, 100, dan 150) cm. Prosedur pengujian sifat lentur balok bambu menggunakan standar pengujian ISO 22157-1:2004 tentang pengujian buluh bambu secara full scale. Nilai lentur diperoleh menggunakan persamaan ASTM D-198 dan persamaan ISO 22157-1:2004. Hasil penelitian menunjukkan rerata nilai KA pada bambu tali sebesar 25.70% sampai 40.81% dan rerata nilai kerapatan contoh uji produk sebesar 0.67 g/cm3. Hasil uji mekanis menunjukkan rerata nilai MOE pada balok bambu berada pada selang 93425.16 – 165000.14 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 166761.32 - 714347.73 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004) dan rerata nilai MOR balok bambu berada pada selang nilai 236.48 – 571.29 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 260.69 - 711.09 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa balok bambu perlakuan sambungan baut pada posisi pengujian horizontal merupakan balok bambu dengan perlakuan terbaik. Berdasarkan hasil penelitian ini balok bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan. Kata kunci: Gigantochloa apus Kurzt, sambungan baut, sambungan pasak, sambungan

(5)

ABSTRACT

NUR ISLAMIAH LATIF. The Effect of Connection Type, The Position of Testing, and The distance of Connection to the Strength of Tali Bamboo (Gigantochloa apus Kurzt). Supervised by NARESWORO NUGROHO.

Gigantochloa apus Kurzt known as Tali bamboo or Apus bamboo is one type of bamboo that are easy to find by the people, especially the rural communities. Utilization of bamboo as a construction material has not been widely used because the lack of data about the characteristics of bamboo and it’s modifications of tali bamboo products in construction sector. The purpose of this study is to analyze the characteristics of tali bamboo using combination of dowell and rope connection, and bolt, at horizontal and vertical position, with three distance of connection variation (50, 100, and 150 cm). The bending test method was used by ISO 22157-1:2004 for full scale test of bamboo’s culm. Bending value was obtained from the equation of ASTM D-198 and ISO 22157.1:2004. The result showed that the average of Moisture Content (MC) of Tali bamboo in range 25.99% to 36.62% and the density was 0.67 g/cm3. The results of mechanical test showed that the mean value of tali bamboo on MOE were 93425.16 – 165000.14 kg/cm2 (ASTMD 198) and 166761.32 - 714347.73 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004) and the MOR were 236.48

– 571.29 kg/cm2 (ASTMD 198) and 260.69 - 711.09 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004). Based on the results of this research, this bamboo beam can be used as a respectively construction material.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN, POSISI PENGUJIAN, DAN

JARAK SAMBUNGAN TERHADAP KEKUATAN BALOK

BAMBU TALI (

Gigantochloa apus

Kurzt)

NUR ISLAMIAH LATIF

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt) Nama : Nur Islamiah Latif

NIM : E24100026

Disetujui oleh

Dr Ir Naresworo Nugroho MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Jenis Sambungan, Posisi Pengujian, dan Jarak Sambungan Terhadap Kekuatan Balok Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurzt)” ini dapat terlesaikan.

Terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Dr Ir Naresworo Nugroho, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan masukan serta dorongan selama proses penelitian hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini.

Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS, Effendi Tri Bahtiar, S Hut, M Si, Dr Lina Karlinasari, S Hut, M Sc, F Trop, serta Fengky Yoresta Satria, ST, MT yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan saran untuk kelancaran proses penilitian serta penulisan karya ilmiah. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada para dosen pengajar yang telah memberikan ilmunya selama penulis menjalankan pendidikan, serta kepada para laboran khususnya M. Irfan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu yang telah banyak membantu selama penulis melaksanakan penelitian.

Melalui tulisan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Ayah dan Ibu yang senantiasa terus memberikan seluruh kasih sayang, dorongan, dukungan serta senantiasa mengirimkan doa tiap detiknya, sehingga penulis dikaruniakan kelancaran dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Tanpa kalian penulis bukanlah makhluk yang berharga di muka bumi ini. Terimalah karya tulis ini sebagai hadiah kecil sederhana yang bisa penulis berikan.

Terimakasih juga penulis ucapkan atas persahabatan, persaudaraan, dukungan serta doa yang diberikan oleh sahabat-sahabat penulis. Sahabat kost WJ (Nurisna, Deska Ari, Eniza Rukisti, Nova Lestari, Rinasti Ridha, serta teman-teman yang lainnya), sahabat lorong 7 Asrama Putri A1 (Sudarsih, Rian Andini, Shifa Paoziah, Ferra Dwiangga, dan Idah Faujiati), sahabat Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (Rahmazudi, Rizky Adha, Faiza Ilmi, Dewi Wulandari, Syaiful Bahri, Alifuddin, Aji Kusumo, Rosilia, Dwi Hatmojo, Alam), serta rekan lainnya yang terus mendukung, mendorong, membantu, dan mendoakan kelancaran penulisan makalah ilmiah ini. Tanpa kalian karya ini tak akan bernilai lebih.

Pada skripsi ini mungkin masih ditemukan beberapa kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran akan penulis terima.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 17

Latar Belakang 17

Perumusan Masalah 18

Tujuan Penelitian 18

Manfaat Penelitian 18

METODE 19

Bahan 19

Alat 19

Persiapan Contoh Uji 19

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 33

(12)

DAFTAR TABEL

1. Hasil pengujian Kadar Air (KA) 23

2. Nilai rata-rata kerapatan balok bambu menurut jenis dan jarak sambung 24

3. Rerata nilai MOE persamaan ASTM D-198 25

4. Rerata nilai MOE persamaan ISO 22157-1:2004 26

5. Rerata nilai MOR persamaan ISO 22157.1:2004 28

6. Rerata nilai MOR persamaan ASTM D-198 28

DAFTAR GAMBAR

1. Bentuk pengujian mekanis bambu tali 20

2. Penampang balok bambu pada pengujian mekanis 22 3. Balok bambu sambungan baut pada jarak sambung 100 cm,

posisi pengujian horizontal 25

4. Balok bambu sambungan baut pada jarak sambung 100 cm,

posisi pengujian vertikal 25

5. Balok bambu sambungan pasak dan tali pada jarak sambung 50 cm,

posisi pengujian horizontal 25

6. Grafik tegangan-regangan dua jenis sambungan pada jarak sambung

0.5 m dengan posisi pengujian horizontal dan vertikal 27 7. Diagram batang rerata nilai MOR dari tiga parameter

pengujian pada persamaan ASTM D-198 29

8. Kerusakan pada contoh uji (pecah) 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Penentuan kelas kuat kayu berdasarkanBerat Jenis (BJ) menurut

Daftar I PKKI 1961 34

2. Analisis keragaman kadar air (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan 34 3. Analisis keragaman kerapatan balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah

Berganda Duncan 34

4. Analisis keragaman MOE (ASTM D-198) balok bambu (taraf 5%) dan

Uji wilayah berganda Duncan 35

5. Analisis keragaman M0E (ISO 22157-1:2004) balok bambu tali

(taraf 5 %) dan uji wilayah berganda Duncan 35

6. Analisis keragaman MOR (ASTM D-198) balok bambu (taraf 5%) dan

Uji wilayah berganda Duncan 36

7. Analisis keragaman MOR (ISO 22157-1:2004) balok bambu (taraf 5%)

Dan uji wilayah berganda Duncan 36

8. Nilai hasil pengujian kerapatan balok bambu 37

9. Nilai hasil pengujian kadar air 38

10. Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ASTM D-198 balok bambu tali 39 11. Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ISO 22157-1:2004 balok

bambu tali 41

12. Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ASTM D-198 balok bambu tali 43 13. Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ISO 22157-1:2004 balok

bambu tali 45

(14)
(15)

17

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kurz (1876) dalam Dransfield dan Widjaja (1995) menyatakan bahwa bambu merupakan salah satu sumberdaya alam tropis dengan sebaran yang luas. Bambu memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah dibentuk, dan telah digunakan secara luas oleh masyarakat Asia. Morisco (2005) menegaskan bahwa pemanfaatan bambu berbeda dengan kayu yang memasuki masa siap tebang dengan kualitas yang baik setelah berumur lebih dari tiga puluh tahun. Bambu dengan mutu yang baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun, sedangkan kayu hutan yang siap tebang setelah berusia lebih dari 30 tahun.

Bambu merupakan salah satu material yang dapat menggantikan pemanfaatan kayu sebagai bahan konstruksi serta bahan material yang tidak terbarukan. Salah satu contoh pemanfaatannya adalah penggunaan bambu sebagai bahan bangunan. Dransfield dan Widjaya (1995) menyatakan bahwa bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. Karaketeristik bambu yang baik utuk konstrksi yaitu bambu yang memiliki diameter buluh yang besar, berdinding tebal, dan beruas pendek.

Pemanfaatan bambu sebagai konstruksi umumnya digunakan di daerah pedesaan, sehingga bambu erat kaitannya dengan masyarakat pedesaan. Frick (2004) memaparkan bahwa di Negara India bambu disebut sebagai kayu untuk masyarakat dengan strata sosial menengah ke bawah. Banyaknya opini ini menyebabkan masyarakat sering menghubungkan bambu dengan strata sosial seseorang, sehingga pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi kurang diminati. Salah satu jenis bambu yang potensial dijadikan bahan konstruksi adalah Bambu tali (Gigantochloa apus Kurzt). Bambu tali merupakan bambu yang jumlah produksinya besar. Bambu tali biasanya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan perkakas rumah tangga, atap, dinding rumah, anyaman, maupun alat musik tradisional. Bambu tali memiliki kemampuan untuk menahan beban yang tinggi.

Berdasarkan penelitian Syafi’i (1984) dalam Surjokusumo dan Nugroho (1994), bambu tali memiliki BJ 0.65. Menurut Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI), BJ 0. 65 termasuk ke dalam kayu dengan kelas kuat II.

Penggunaan konstruksi erat kaitannya dengan penggunaan alat sambung. Penggunaan alat sambung diharapkan mampu menambah kemampuan bahan dalam menahan beban. Beberapa contoh alat sambung yang sering digunakan dalam bidang konstruksi adalah alat sambung pasak kayu, tali ijuk, dan alat sambung baut.

(16)

18

Perumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pencapaian informasi kekuatan lentur balok bambu menggunakan kombinasi sambungan pasak dan tali serta sambungan baut, serta melihat pengaruh posisi pengujian dan jarak antar sambungan terhadap kekuatan lenturnya. Kelayakan balok bambu dalam menahan beban dapat dilihat dari besarnya beban yang dapat diterima oleh balok bambu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik balok bambu tali menggunakan alat sambung kombinasi pasak dan tali, serta alat sambung baut, pada posisi pengujian horizontal dan vertikal, dengan tiga variasi jarak sambung 50, 100, dan 150 cm.

Manfaat Penelitian

(17)

19

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret sampai Juli 2014.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bambu tali yang berumur 3 tahun dengan rerata diameter 6 cm dan panjang sebesar 250 cm. Bambu diperoleh dari pengrajin bambu di daerah CIFOR, Bogor.Bahan lain yang digunakan adalah tali ijuk, pasak bambu dan baut berukuran ¾ inch dengan panjang 16 cm. Baut diperoleh dari toko bangunan dan material Sumber Baut di Pasar Anyar, Bogor. Tali ijuk, pasak bambu, dan baut digunakan sebagai elemen penyambung dua buluh bambu tali.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, gergaji tangan untuk pemotongan bambu, oven sebagai alat pengering contoh uji kadar air, kaliper sebagai pengukur dimensi contoh uji, timbangan elektrik sebagai pengukur berat contoh uji, dan mesin Universal Testing Machine (UTM) merk BALDWIN sebagai alat pengujian sifat mekanis bambu.

Persiapan Contoh Uji Contoh Uji Sifat Fisis

Pengujian sifat fisis bambu tali meliputi uji kadar air dan kerapatan. Pembuatan contoh uji kadar air bambu tali didasarkan pada ISO 22157-1:2004 dengan ukuran (2.5x2.5x1) cm3. Pengujian kerapatan bambu menggunakan contoh uji buluh balok bambu.

Kadar airmerupakan berat air yang terdapat di dalam kayu yang dinyatakan dalam persen berat kering tanur (Haygreen dan Bowyer 1982). Pengujian kadar air dilakukan dengan menimbang berat awal contoh uji bambu (BKU), kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103±20C selama 24 jam atau sampai massa konstan, lalu diukur beratnya (BKT). Besarnya kadar air diperoleh menggunakan persamaan:

KA = BKU − BKTBKT x . . .

Keterangan:

KA = kadar air (%)

(18)

20

Kerapatan merupakan nilai perbandingan antara masa bambu dengan volume bambu. Nilai kerapatan diperoleh dari persamaan berikut:

ρ =BKUVKU . . .

Keterangan:

ρ = kerapatan (g/cm3)

BKU = berat kering udara/ berat awal (g) VKU = volume kering udara (cm3)

Contoh Uji Sifat Mekanis

Uji mekanis yang dilakukan meliputi uji sifat kekakuan (Modulus of Elasticity/ MOE) dan kekuatan lentur (Modulus of Rupture/ MOR). Panjang contoh uji bambu untuk pengujian MOE dan MOR adalah 30 dari diameter bambu sesuai dengan standar pengujian bambu utuh (full scale) menurut ISO 22157-1: 2004. Nilai kekakuan dan kekuatan lentur diperoleh dari persamaan ASTM D-198 dan persamaan ISO 22157-1:2004. Karakteristik bambu yang dijadikan contoh uji yaitu memiliki buluh bambu yang lurus, ukuran diameter pangkal ke ujung relatif sama, serta bebas dari cacat seperti retak, belah, dan pecah (Lampiran 12). Pengujian mekanis menggunakan metode pengujian dengan Two Point Loading. Bentuk pengujian dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Bentuk pengujian mekanis bambu tali (Sumber: ISO 22157-1:2004)

Contoh uji sifat mekanis dibuat dari dua batang bambu yang digabungkan menjadi satu menggunakan alat sambung hingga membentuk balok bambu. Alat sambung yang digunakan terdiri atas 2 jenis yaitu alat sambung tali dan pasak, serta alat sambung baut. Pemakaian alat sambung pada balok bambu memiliki 3 variasi jarak sambung, yaitu 50, 100, dan 150 cm.

Kekakuan lentur merupakan ukuran kemampuan suatu bahan menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai kekakuan pada batas proporsi digunakan untuk menentukan sifat kekakuan balok bambu. Besarnya nilai kekakuan dinyatakan dengan besaran MOE dengan persamaan:Berdasarkan ASTM D-198:

(19)

21

a = jarak dari tumpuan ke titik beban terdekat (cm)

∆y = perubahan defleksi pada sumbu netral balok yang diukur pada tengah bentang akibat perubahan beban (cm)

Ib = inersia bambu (cm4)

Keteguhan patah atau tegangan patah merupakan ukuran kekuatan suatu bahan saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Besarnya nilai tegangan patah dinyatakan dengan nilai MOR atau modulus patah, dengan persamaan:

Pmax = beban maksimum pada saat contoh uji mengalami kerusakan (kg) a = jarak dari tumpuan ke titik beban terdekat (cm)

L = bentang atau jarak sangga (cm) D = diameter bambu (cm)

Ib = inersia bambu (cm4) C = sentroid (cm)

(20)

22

persamaan dilakukan pada perubahan nilai inersia balok persegi menjadi nilai inersia balok bambu.

Berikut adalah layout penampang balok bambu pada pengujian sifat mekanis.

Gambar 2 Penampang balok bambu pada pengujian mekanis (a) posisi pengujian horizontal dan (b) posisi pengujian vertikal

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan program Microsoft Excel 2013 dan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Uji sifat fisis kadar air bambu menggunakan 1 faktor yaitu faktor A posisi letak batang, meliputi A1-bagian pangkal, A2-bagian tengah, A3-bagian ujung. Uji kerapatan balok bambu menggunakan 2 faktor yaitu faktor A adalah jenis sambungan (2 faktor yaitu A1-sambungan pasak dan tali serta A2-A1-sambungan baut), faktro B adalah faktor jarak sambung (3 faktor yaitu C1-50, C2-100, dan C3-150) dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Uji sifat mekanis menggunakan tiga faktor yaitu faktor A adalah jenis sambungan (2 faktor yaitu A1-sambungan pasak dan tali serta A2-sambungan baut), faktor B adalah posisi pengujian (2 faktor yaitu B1-pengujian horizontal dan B2-pengujian vertikal), dan faktro C adalah jarak sambung (3 faktor yaitu C1-50, C2-100, dan C3-150) dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji ANOVA

menggunakan program SAS 9.1,3 dan α<0.05 dipilih sebagai tingkat minimal

signifikasi. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan. Analisis secara statistik dilakukan terhadap data kadar air, kerapatan, MOE, dan MOR.

(21)

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis Bambu Kadar Air (KA)

Rerata persentase hasil pengujian kadar air bambu tali beragam (Tabel 1). Hasil pengujian kadar air bambu berada pada selang 25.99 - 36.62% pada bagian ujung, tengah, dan pangkal batang bambu. Nilai KA dipengaruhi oleh kondisi buluh bambu saat pengujian. Contoh uji yang digunakan berada dalam keadaan basah, dengan KA lebih dari 20%.

Rerata nilai KA dari bagian pangkal ke ujung batang bambu mengalami penurunan (Tabel 1). Tingginya KA bagian pangkal bambu diduga disebabkan oleh posisi letak batang yang paling dekat dengan tanah sebagai sumber mineral dan unsur hara. Bagian pangkal bambu adalah bagian pertama yang akan menerima unsur hara dan sebagai pengirim ke bagian bambu lainnya. Menurut Ulfah (2006) perbedaan ini disebabkan pada bagian pangkal memiliki dinding serabut yang lebih tebal dari bagian ujung, sehingga kemampuan mengikat air lebih besar. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Liese (1985) dalam Ulfah (2006) bahwa posisi letak pada batang mempengaruhi persentase keberadaan jaringan parenkim bambu. Jaringan parenkim merupakan jaringan utama penyusun bambu (40-60%) yang melingkari berkas pembuluh dan berfungsi sebagai penyimpan nutrisi serta air pada batang bambu. Basri dan Saefudin (2008) juga menyatakan bahwa persentase jaringan parenkim akan menurun secara bertahap dari bagian pangkal ke bagian ujung dan makin berkurang dengan bertambahnya umur bambu .

Nilai KA penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Anas (2012). Hasil penelitian Anas menunjukkan bahwa nilai KA pada bagian pangkal, tengah, dan ujung masing-masing sebesar 19.98%, 18.46%, dan 17.20%. Tingginya KA pada penelitian ini disebabkan oleh perbedaan tempat tumbuh, waktu penebangan yang dilakukan pada musim penghujan, umur penebangan bambu lebih muda, serta bambu yang digunakan belum dikeringkan dengan baik. Basri dan Saefuddin (2008) menyatakan KA bambu yang ditebang pada musim penghujan dua kali lebih tinggi dibandingkan KA bambu yang ditebang pada musim kemarau.

Haris (2008) menyatakan nilai kadar air dapat menentukan nilai kekuatan suatu bahan. Semakin tinggi nilai KA akan menurunkan kekuatan suatu bahan. KA berkorelasi negatif dengan kekuatan mekanis bambu. Nilai kekuatan suatu bahan akan meningkat dari kondisi KA basah ke kondisi KA kering udara.

Tabel 1 Hasil pengujian Kadar Air (KA)

Bagian batang*

(22)

24

Kerapatan

Nilai kerapatan diperoleh dari perbandingan massa atau berat benda terhadap volumenya (IAWA 2008). Hasil pengujian kerapatan bambu tali pada balok bambu uji sambungan pasak tali dan sambungan baut disajikan pada tabel berikut:

Rerata nilai kerapatan pada balok bambu tali yaitu sebesar 0.67 g/cm3. Nilai kerapatan yang diperoleh menujukkan hasil yang cukup tinggi. Bahan yang digunakan untuk konstruksi diasumsikan memiliki nilai BJ sama dengan kerapatan. Nilai kerapatan menunjukkan besarnya perbandingan massa (kering udara) dan volume (kering udara) saat di lapangan. Berdasarkan Tabel PKKI (Lampiran 1), bahan konstruksi dengan BJ 0.67 berada pada selang kelas kuat II. Nilai kerapatan yang baik ada pada selang nilai 0.4 - 0.8 g/cm2. Kerapatan bahan yang kurang dari 0.4 g/cm3 berakibat rendahnya kekuatan lentur dan patahnya, sehingga tidak diperuntukkan sebagai bahan konstruksi. Kerapatan lebih dari 0.8 g/cm3 akan meningkatkan nilai kekuatan mekanik.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 3) menunjukkan tidak terjadi perbedaan kerapatan yang signifikan pada perlakuan jenis sambungan (sambungan pasak tali dan sambungan baut) dan jarak sambungan (50,100,150 cm). Hal ini menunjukkan bahwa dengan alat sambung dan jarak sambung yang berbeda akan menghasilkan nilai kerapatan yang tidak jauh berbeda antar contoh uji balok bambu. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa nilai R-squared untuk kerapatan sebesar 14% . Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 86% faktor lain yang memengaruhi nilai kerapatan selain perlakuan jenis sambungan dan jarak sambungan.

Menurut Sadiyo et al. (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerapatan bahan adalah perbedaan struktur anatomi pada setiap bahan, meliputi jumlah, macam, dan pola penyebaran pori, parenkim, dan saluran interselluler bahan. Lestari (2004) juga memaparkan bahwa peningkatan jumlah serabut dan tebal dinding akan meningkatkan kerapatan bambu. Sedangkan menurut Epsiloy (1987) dalam Haris (2008), kerapatan bambu juga dipengaruhi oleh kandungan silika. Peningkatan kandungan silika akan meningkatkan kerapatan bambu.

Hasil penelitian Mujahid (2008) menunjukkan rerata nilai kerapatan balok laminasi bambu tali sebesar 0.49 g/cm3. Pembuatan balok laminasi bambu menggunakan perekat epoxy dengan proses pengempaan menggunakan lempeng atau plat besi selama 16 jam. Perbedaan kerapatan balok bambu dan balok laminasi bambu disebabkan oleh perbedaan jenis bahan penyatu bambu. Kerapatan juga dipengaruhi oleh berat perekat dari balok laminasi bambu, berat alat sambug dari balok, tebal dinding sel buluh, serta besar rongga kosong pada buluh bambu. Tabel 2 Nilai rata-rata kerapatan balok bambu menurut jenis dan jarak sambung

Contoh Uji ρ rerata (gr/cm

3)

Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai kerapatan yang berbeda nyata pada α=0.05 a dan b untuk perlakuan jenis alat sambung

(23)

25

Modulus of Elastisity (MOE)

Modulus of Elastisity (MOE) atau yang biasa disebut kekakuan lentur merupakan suatu nilai untuk mengukur kemampuan suatu bahan dalam menahan lentur tanpa terjadi perubahan bentuk yang tetap. Nilai ini digunakan untuk menentukan sifat kekakuan bambu.

Nilai MOE hanya berlaku sampai dengan batas proporsi dimana kayu masih bersifat elastis, tetapi nilai ini bukan merupakan tegangan serat pada batas proporsi. MOE merepresentasikan sebagai sifat kekakuannya dalam menahan lenturan yang terjadi akibat beban (Mardikanto et al. 2011). Nilai MOE selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan beban yang aman untuk balok bambu tersebut. Perlakuan posisi pengujian contoh uji dapat dilihat pada gambar berikut:

Besarnya nilai pengujian kekakuan lentur untuk masing-masing balok bambu dari tiap sambungan dengan tiga perlakuan jarak sambung, pada posisi pengujian berbeda dapat dilihat pada Lampiran 10 dan rerata nilai pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rerata nilai MOE persamaan ASTM D-198 Jarak

133048.37 53801.95 93425.16 223763.18 75288.90 149526.04 100 cma

165100.94 47457.38 106279.16 116544.33 61923.00 89233.67 150 cma

196851.12 39082.55 117966.83 202596.39 45173.34 123884.86 Rerata* 165000.14k 46780.63l

105890.39p 180967.96k 60795.08l 120881.52p

Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOE yang berbeda nyata pada α=0.05 a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan

k dan l untuk perlakuan posisi pengujian p dan q untuk perlakuan jenis alat sambung

Gambar 5 Balok bambu

(24)

26

Tabel 3 dan 4 memberikan informasi rerata nilai MOE pada persamaan ASTM-D 198 dan persamaan ISO 22157-1:2004. Informasi pada tabel menunjukkan rerata nilai MOE sambungan baut lebih besar dibandingkan nilai MOE sambungan pasak dan tali baik secara vertikal maupun horizontal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bahan penyusun alat sambung. Sambungan baut terbuat dari material yang kuat, padat, dan berkekuatan tinggi sehingga balok bambu dapat menahan perubahan bentuk pada proporsi beban dan waktu yang lebih lama. Perihal ini dapat dilihat dari pola grafik elastisitas pengujian balok bambu (Gambar 6).

Berdasarkan analisis keragaman dan pengujian wilayah berganda Duncan MOE persamaan ASTM-D 198 (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan posisi pengujian memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE balok bambu. Posisi pengujian horizontal dan vertikal memberikan nilai MOE pada balok bambu yang berbeda. Sedangkan perlakuan jenis sambungan dan perlakuan jarak antar sambung tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOE balok bambu. Perihal berbeda ditunjukkan pada hasil analisis keragamn MOE persamaan ISO 22157.1:2004 (Lampiran 5). Hasil analisis keragaman dan pengujian wilayah berganda Duncan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis sambungan dan perlakuan posisi pengujian. Perlakuan jarak sambung tidak memberikan hasil yang berbeda nyata.

Nilai MOE diperoleh dari persamaan ASTM D-198 mengenai standar pengujian pada balok struktural dan persamaan ISO 22157.1:2004 mengenai standar pengujian buluh bambu (full scale). MOE persamaan ISO 22157.1:2004 lebih besar dari MOE persamaan ASTM D-198. Persamaan ASTM D-198 menganggap contoh uji balok sebagai balok yang terdiri dari komponen balok yang solid. Rendahnya nilai kekakuan lentur ini dipengaruhi oleh adanya rongga pada contoh uji yang seharusnya bersifat komponen yang solid pada balok struktural.

Rerata nilai MOE ASTM D-198 pada posisi pengujian secara horizontal lebih besar dibandingkan posisi pengujian vertikal (Tabel 3). Perihal serupa juga ditunjukkan pada nilai MOE dengan persamaan ISO 22157.1:2004 (Tabel 4). Besarnya beban yang dapat diterima pada posisi pengujian horizontal diduga disebabkan oleh permukaan penerima pembebanan dua kali lebih besar dibandingkan posisi pengujian secara vertikal.

Tabel 4 Rerata nilai MOE persamaan ISO 22157-1:2004 Jarak

Sambung* (n=3)

Sambungan Pasak dan tali

Rerata*

474284.38 191790.59 333037.48 797660.09 268386.20 533023.15 100 cma

344792.26 169173.78 256983.02 623177.34 220740.11 421958.72 150 cma

701725.30 139319.58 420522.44 722205.76 161031.72 441618.74 Rerata* 506933.98k 166761.32l

336847.65p 714347.73k 216719.35l 465533.54q

Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOE yang berbeda nyata pada α=0.05 a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan

(25)

27

Nilai MOE hasil penelitian Nugroho et al. (2013) menunjukkan bahwa MOE buluh bambu tali tunggal sebesar 38770 kg/cm2. Penelitian tersebut menunjukkan nilai MOE bambu tali tanpa perlakuan yang diuji berdasarkan ISO 22157.1:2004. Nilai MOE pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan buluh tunggal. Tingginya MOE pada penelitian ini disebabkan oleh adanya kerjasama dua buluh bambu dalam menahan beban, serta keberadaan alat sambung pada balok bambu dapat meningkatkan kekokohan contoh uji sehingga mampu meningkatkan kekakuan lenturnya.

Grafik pada Gambar 6 menunjukkan nilai perbandingan tegangan dan regangan. Garis linier terbentuk beberapa saat setelah terjadi penyesuaian kedudukan contoh uji (setting-up) antar bambu-bambu penyusun balok bambu. Tegangan-regangan sambungan baut lebih besar dari nilai perbandingan tegangan dan regangan sambungan pasak dan tali. Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai kekuatan bambu adalah kerapatan dan berat jenis bambu. Besar nilai BJ dan kerapatan menggambarkan besarya zat kayu atau dinding sel dari bahan.

Bambu yang berkerapatan tinggi memiliki jumlah dinding sel persatuan volume yang besar. Menurut Anas (2012), kandungan zat kayu ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tebal dinding sel, besar sel, dan jumlah sel yang berdinding tebal. Jumlah sel berdinding pada bambu menunjukkan besarnya jumlah sel sklerenkim pada bambu.

Gambar 6 Grafik tegangan-regangan dua jenis sambungan pada jarak sambung 0.5 m dengan posisi pengujian horizontal dan vertikal

(26)

28

Modukus of Rupture (MOR)

Tegangan pada batas patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bahan pada saat menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Besarnya nilai MOR pada balok bambu dari tiga perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5 dan 6 memberikan informasi rerata nilai MOR dari persamaan ISO 22157-1:2004 dan persamaan ASTM D-198. Posisi pengujian secara horizontal pada persamaan ISO 22157.1:2004 memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan posisi pengujian secara vertikal. Hal serupa juga ditunjukkan pada persamaan ASTM D-198 (Tabel 6). Tingginya keteguhan patah pada posisi pengujian horizontal disebabkan oleh lebarnya permukaan balok penerima beban, serta adanya peran alat sambung untuk mengokohkan atau menyatukan kekuatan antar bambu penyusun balok.

Tabel 6 Rerata nilai MOR persamaan ASTM D-198 Jarak Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOR yang berbeda nyata pada α=0.05

a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan k dan l untuk perlakuan posisi pengujian p dan q untuk perlakuan jenis alat sambung

Tabel 5 Rerata nilai MOR persamaan ISO 22157-1:2004 Jarak

Keterangan: (*) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai MOR yang berbeda nyata pada α=0.05 a, b, dan c untuk perlakuan jarak sambungan

(27)

29

Pada Perlakuan jenis sambungan, MOR pada sambungan baut lebih tinggi dari sambungan pasak tali. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komponen bahan penyusun alat sambung, perbedaan sifat alat sambung, dan perbedaan kekerasan alat sambungnya.

Pada Gambar 7 disajikan grafik batang untuk memberikan gambaran perbedaan nilai MOR pada setiap perlakuan balok bambu.

Rerata nilai MOR pada setiap perlakuan pengujian sampel uji balok bambu memiliki kecenderungan pola peningkatan dan penurunan nilai yang sama dengan nilai MOEnya. Menurut Nuryatin dalam Anas (2012) beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara nilai MOE dan MOR, sehingga pendugaan MOR dengan MOE dapat dilakukan.

Kemampuan balok bambu sambungan baut dalam menerima beban lebih besar dibandingkan dengan balok laminasi bambu tali hasil penelitian Mujahid (2008). Balok bambu sambungan baut mampu menerima beban hingga terjadi kerusakan sebesar 215.37 - 711.09 kg/cm2 (Persamaan ISO 22157.1:2004 dan persamaan ASTM D-198) sedangkan balok laminasi bambu tali hanya mampu menerima beban sebesar 227.99 kg/cm2 hingga mencapai kerusakan. Besarnya kemampuan balok bambu sambungan baut menahan beban disebabkan oleh adanya bantuan sambungan baut sebagai material yang kuat dalam menahan beban.

Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 6 dan 7), perlakuan jenis alat sambung dan posisi pengujian memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai MOR. Uji lanjut Duncan menunjukkan jenis sambungan baut memiliki nilai MOR yang lebih tinggi dari jenis sambungan pasak tali, dan menunjukkan posisi pengujian horizontal memiliki nilai MOR yang lebih besar dari posisi pengujian vertikal. Sedangkan perlakuan jarak antar sambungan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai MOR.

Gambar 7 Diagram batang rerata nilai MOR dari tiga parameter pengujian pada persamaan ASTM D-198

Jenis Pengujian Sambungan Pasak dan tali Uji Horizontal

Jenis Pengujian Sambungan Pasak dan tali Uji Vertikal

Jenis Pengujian Sambungan baut Uji Horizontal

(28)

30

Pengujian sifat mekanis pada balok bambu menyebakan kerusakan pada contoh uji pada proses pengujian. Kerusakan pada contoh uji dapat dilihat pada gambar berikut:

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Balok bambu perlakuan sambungan baut pada posisi pengujian horizontal merupakan balok bambu dengan perlakuan terbaik. Hasil uji mekanis menunjukkan rerata nilai MOE pada balok bambu berada pada selang 93425.16 – 165000.14 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 166761.32 - 714347.73 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004) dan rerata nilai MOR balok bambu berada pada selang nilai 236.48 – 571.29 kg/cm2 (ASTM D-198) serta 260.69 - 711.09 kg/cm2 (ISO 22157-1:2004). Berdasarkan hasil penelitian ini balok bambu dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian sifat mekanis lebih lanjut pada balok bambu tali mengenai sifat kekuatan tekan balok bambu, kekuatan geser, serta perlu dilakukan modifikasi balok bambu tali yang diduga memiliki kekuatan yang lebih besar dari kekuatan balok bambu penelitian ini.

Gambar 8 Kerusakan pada

(29)

31

DAFTAR PUSTAKA

Anas A. 2012. Karakteristik buluh bambu tali dan ampel [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

ASTM D-198. 2005. Standar test methods of static test of lumber in structural size.United States (US): ASTM International.

Basri E dan Saefuddin. 2008. Sifat kembang-susut dan kadar air keseimbangan (KAK) bambu tali (Gigantochloa apus Kurtz) [Internet].[waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): Puslit Biologi-LIPI. Hlm 1-15; [diunduh 2014 Januari 5]. [diunduh di www.forda-mof.org/index.php/content/.../jurnal.318].

Dransfield S dan Widjaja EA. 1995. Plant Resources Of South East Asia (PROSEA) No 7 Bamboo. Leiden (NL): Backhuys Publisher.

Frick H. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Pengantar Konstruksi Bambu.

Yogyakarta (ID): Kanisius.

Haris A. 2008. Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan konstruksi menggunakan ISO 22157-1:2004 [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Haygreen dan Bowyer.1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar. Hadikusumo SA, penerjemah. Prawirohatmodjo S, editor.Yogyakarta (ID): Penerbit Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, an Introduction. Ed ke-3

[IAWA] International Association of Wood Anatomist. 2008. Ciri mikroskopis kayu daun lebar.

ISO 22157-1:2004. Laboratory manual on testing methods for determination of physical and mechanical properties of bamboo. Published Switzerland. Lestari B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis bambu

betung (Dendrocalamus asper Backer) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press.

Morisco. 2005. Rangkuman penelitian bambu di pusat studi ilmu teknik (PSIT) UGM [Internet]. [17 Januari 2005 pada Seminar nasional perkembangan perbambuan di Indonesia]. Yogyakarta (ID): Pusat Studi Ilmu Teknik UGM. [diunduh 7 September 2014].

Mujahid. 2008. Pengaruh variasi sambungan satu ruas dan dua ruas bambu terhadap kekuatan balok laminasi bambu tali [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugroho N, Bahtiar ET, Anas A. 2013. Ciri bilah bambu dan buluh utuh pada bambu tali dan bambu ampel. JIPI. (3):154-158.

[PKKI] Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. NI-5. Bandung (ID): Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

(30)

32

Surjokusumo S, Nugroho N. 1994. Pemanfaatan bambu sebagai bahan bangunan. [prosiding]. [21-22 Juni 1994 pada sasehan penelitian bambu Indonesia di Puspitek Serpong]. Bogor (ID): Yayasan Bambu Lestari.

(31)

33

(32)

34 Error 51 2126.624239 41.698514

Corrected total

53 3169.011187

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.328931 20.95727 6.457439 30.81241

Lampiran 3 Analisis keragaman kerapatan balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan

Source DF Sum of Squares Mean Square F value Pr > F Model 5 0.04735556 0.00947111 0.98 0.4445 Error 30 0.28913333 0.00963778

Corrected total

35 0.33648889

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.140734 14.77508 0.098172 0.664444

(33)

35

Lampiran 4 Analisis keragaman MOE (ASTMD 198) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan

Source DF Sum of

Squares Mean Square F value Pr > F Model 11 157049092790 14277190254 3.69 0.0036 Error 24 92851228109 3868801171.2

Corrected total

35 249900320900

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.628447 54.85661 62199.69 113386.0

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Jenis sambungan

(A)

1 2022607442.1 2022607442.1 0.52 0.4766 Posisi pengujian

(B)

1 127869601963 127869601963 33.05 <.0001 Jarak sambung (C) 2 4398899295.4 2199449647.7 0.57 0.5738

A*B 1 8585231.0932 8585231.0932 0.00 0.9628

A*C 2 8396031267.5 4198015633.8 1.09 0.3539

B*C 2 7788640140.8 3894320070.4 1.01 0.3804

A*B*C 2 6564727450.6 3282363725.3 0.85 0.4405 Lampiran 5 Analisis keragaman MOE (ISO 22157-1:2004) balok bambu (taraf 5%)

dan uji wilayah berganda Duncan Source DF Sum of

Squares Mean Square F value Pr > F Model 11 9827442794 893403890 2.75 0.0185 Error 24 7792661745 324694239

Corrected total

35 17620104539

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.557740 35.86562 18019.27 50241.08

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

1 5091972299 5091972299 15.68 0.0006 Jarak sambung (C) 2 542985597 271492798 0.84 0.4456

A*B 1 165928414 165928414 0.51 0.4816

A*C 2 648561794 324280897 1.00 0.3831

B*C 2 1395015311 697507655 2.15 0.1386

(34)

36

Lampiran 6 Analisis keragaman MOR (ASTMD 198) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan

Source DF Sum of

Squares Mean Square F value Pr > F Model 11 1055029.996 95911.818 9.50 <.0001 Error 24 242279.031 10094.960

Corrected total

35 1297309.027

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.813245 24.63773 100.4737 407.8041

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F

1 929692.7283 929692.7283 92.09 <.0001 Jarak sambung (C) 2 4786.0081 2393.0040 0.24 0.7908

A*B 1 39131.9941 39131.9941 3.88 0.0606

A*C 2 8114.7089 4057.3544 0.40 0.6735

B*C 2 4077.2633 2038.6317 0.20 0.8185

A*B*C 2 821.7238 410.8619 0.04 0.9602

Lampiran 7 Analisis keragaman MOR (ISO 22157-1:2004) balok bambu (taraf 5%) dan uji wilayah berganda Duncan

Source DF Sum of

Squares Mean Square F value Pr > F Model 11 1282053.254 116550.296 9.50 <.0001 Error 24 294413.284 12267.220

Corrected total

35 1576466.538

R-Square Coeff Var Root MSE Respon Mean

0.813245 24.63773 110.7575 449.5456

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Jenis sambungan (A) 1 83128.422 83128.422 6.78 0.0156 Posisi pengujian (B) 1 1129742.238 1129742.238 92.09 <.0001 Jarak sambung (C) 2 5815.696 2907.848 0.24 0.7908

A*B 1 47553.071 47553.071 3.88 0.0606

A*C 2 9860.419 4930.209 0.40 0.6735

B*C 2 4955.098 2477.549 0.20 0.8185

(35)

37

Lampiran 8 Nilai hasil pengujian kerapatan balok bambu

(36)

38

(37)

39

Lampiran 10 Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ASTM D-198 balok bambu tali

Posisi Pengujian Jarak Sambung a (cm) L (cm) I (cm4) Persamaan garis MOE (kg/cm2)

Uji Horizontal Sambunagn Tali dan Pasak

50 cm

63.5 210 847075.4 y = 0.0063x - 0.0503 114300.65 63.5 210 847075.4 y = 0.0084x + 0.0391 152400.87 63.5 210 847075.4 y = 0.0073x - 0.0045 132443.61 100 cm

63.5 210 847075.4 y = 0.0038x + 0.0127 27037.1 63.5 210 847075.4 y = 0.0092x + 0.0543 65458.24 63.5 210 847075.4 y = 0.0143x - 0.1296 101744.87 150 cm

63.5 210 847075.4 y = 0.0126x - 0.0224 89649.32

63.5 210 847075.4 0

63.5 210 847075.4 y = 0.0091x + 0.0697 64746.73

Uji Vertikal sambungan pasak dan tali

50 cm

63.5 210 3027875.6 y = 0.0098x + 0.0166 49741.43 63.5 210 3027875.6 y = 0.0117x + 0.0025 59385.18 63.5 210 3027875.6 y = 0.0103x + 0.0256 52279.26 100 cm

63.5 210 3027875.6 y = 0.0107x + 0.0042 54309.52 63.5 210 3027875.6 y = 0.008x + 0.0203 40605.25

63.5 210 3027875.6 0

150 cm

(38)

40

Lanjutan Lampiran 10

Posisi Pengujian Jarak Sambung a (cm) L (cm) I (cm4) Persamaan garis MOE (kg/cm2)

Uji Horizontal Sambunagn Baut

50 cm

63.5 210 847075.4 y = 0.0153x + 0.1931 277587.29 63.5 210 847075.4 y = 0.0143x + 0.3926 259444.33 63.5 210 847075.4 y = 0.0074x + 0.2867 134257.91 100 cm

63.5 210 847075.4 0

63.5 210 847075.4 y = 0.0058x - 0.052 105229.17 63.5 210 847075.4 y = 13.471x - 7.8671 244403.82 150 cm

63.5 210 847075.4 y = 0.0139x - 0.0162 252187.146 63.5 210 847075.4 y = 0.016x + 0.0341 290287.36 63.5 210 847075.4 y = 0.0036x + 0.0059 65314.66

Uji Vertikal Sambungan Baut

50 cm

63.5 210 3027875.6 y = 0.0142x + 0.0128 72074.316 63.5 210 3027875.6 y = 0.0153x + 0.0431 77657.54 63.5 210 3027875.6 y = 0.015x + 0.0365 76134.84 100 cm

63.5 210 3027875.6 y = 0.0111x + 0.0216 56339.783 63.5 210 3027875.6 y = 0.0149x + 0.0164 75627.276 63.5 210 3027875.6 y = 0.0106x + 0.0029 53801.954 150 cm

(39)

41

Lampiran 11 Hasil pengujian kekakuan lentur (MOE) ISO 22157-1:2004 balok bambu tali

Jenis Pengujian Jarak Sambung Persamaan garis L3 (mm3) Inersia (mm4) MOE (kg/cm2)

Uji Horizontal Sambungan Pasak dan Tali

50 cm

y = 0.0063x - 0.0503 9261000 84.7075.4 407453.398 y = 0.0084x + 0.0391 9261000 84.7075.4 543271.197 y = 0.0073x - 0.0045 9261000 84.7075.4 472128.54 100 cm

y = 0.0038x + 0.0127 9261000 84.7075.4 245765.542 y = 0.0092x + 0.0543 9261000 84.7075.4 595011.311 y = 0.0143x - 0.1296 9261000 84.7075.4 924854.538 150 cm

y = 0.0126x - 0.0224 9261000 84.7075.4 814906.796 0

y = 0.0091x + 0.0697 9261000 84.7075.4 588543.797

Uji vertikal Sambungan Pasak dan Tali

50 cm

y = 0.0098x + 0.0166 9261000 302.7876 177315.829 y = 0.0117x + 0.0025 9261000 302.7876 211693.388 y = 0.0103x + 0.0256 9261000 302.7876 186362.555 100 cm

y = 0.0107x + 0.0042 9261000 302.7876 193599.936 y = 0.008x + 0.0203 9261000 302.7876 144747.616

0 150 cm

(40)

42

Lanjutan Lampiran 11

Jenis Pengujian Jarak Sambung Ulangan Persamaan garis L3 (cm3) Inersia (cm4) MOE (kg/cm4)

Uji Horizontal Sambungan Baut

50 cm

1 y = 0.0153x + 0.1931 9261000 84.70754 989529.7

2 9261000 84.70754 0

3 y = 0.0074x + 0.2867 9261000 84.70754 478596.1 100 cm

1 9261000 84.70754 0

2 y = 0.0058x - 0.052 9261000 84.70754 375115.8 3 y = 13.471x - 7.8671 9261000 84.70754 871238.8 150 cm

1 y = 0.0139x - 0.0162 9261000 84.70754 898984.5 2 y = 0.016x + 0.0341 9261000 84.70754 1034802 3 y = 0.0036x + 0.0059 9261000 84.70754 232830.5

Uji Vertikal Sambungan Baut

50 cm

1 y = 0.0142x + 0.0128 9261000 302.7876 256927 2 y = 0.0153x + 0.0431 9261000 302.7876 276829.8 3 y = 0.015x + 0.0365 9261000 302.7876 271401.8 100 cm

1 y = 0.0111x + 0.0216 9261000 302.7876 200837.3 2 y = 0.0149x + 0.0164 9261000 302.7876 269592.4 3 y = 0.0106x + 0.0029 9261000 302.7876 191790.6 150 cm

(41)

43

Lampiran 12 Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ASTM D-198 balok bambu tali Jenis Pengujian Jarak Sambung Pmax (kg) a (cm) (Pmax/2)a

(Kg.cm) Inersia (cm^4) MOR (kg/cm^2)

Horizontal sambungan pasak dan tali

0,5 meter

461.763 63.5 14661 84.707 519.236

446.734 63.5 14183.8 84.707 502.336

368.264 63.5 11692.4 84.707 414.099

1 meter

443.74 63.5 14088.7 84.707 498.969

449.489 63.5 14271.3 84.707 505.435

458.68 63.5 14563.1 84.707 515.769

1,5 meter

456.073 63.5 14480.3 84.707 512.838

63.5 0 84.707 0.000

416.436 63.5 13221.8 84.707 468.267

Uji Vertikal Pasak dan tali

0,5 Meter

374.252 63.5 11882.5 302.787 235.462

531.43 63.5 16872.9 302.787 334.352

233.533 63.5 7414.67 302.787 146.928

1 meter

362.275 63.5 11502.2 302.787 227.927

353.293 63.5 11217.1 302.787 222.276

63.5 0 302.787 0.000

1,5 meter

290.419 63.5 9220.81 302.787 182.719

236.527 63.5 7509.73 302.787 148.812

(42)

44

Lanjutan Lampiran 12

Jenis Pengujian Jarak Sambung Pmax (kg)

a (cm)

(Pmax/2)a (kg.cm)

Inersia

(cm4) MOR (kg/cm2)

Uji Horizontal

o,5 meter

573.9421 63.5 18222.66 84.707 645.377

553.0138 63.5 17558.19 84.707 621.844

619.061 63.5 19655.19 84.707 696.112

1 meter

63.5 0 84.707 0.000

380.2693 63.5 12073.55 84.707 427.599

800.698 63.5 25422.16 84.707 900.356

1,5 meter

504.2753 63.5 16010.74 84.707 567.040

706.662 63.5 22436.52 84.707 794.616

434.5787 63.5 13797.87 84.707 488.668

Uji Vertikal

0,5 meter

365.2695 63.5 11597.31 302.787 229.811

486.0431 63.5 15431.87 302.787 305.797

603.8822 63.5 19173.26 302.787 379.936

1 meter

350.2994 63.5 11122.01 302.787 220.393

434.7277 63.5 13802.6 302.787 273.511

419.549 63.5 13320.68 302.787 263.961

1,5 meter

329.3413 63.5 10456.59 302.787 207.207

371.2575 63.5 11787.43 302.787 233.579

(43)

45

Lampiran 13 Hasil pengujian kekuatan lentur (MOR) ISO 22157-1:2004 balok bambu tali

Jenis Pengujian Jarak Sambung Ulangan Pmax (kg) L (cm) D/2 Inersia (cm4) MOR(kg/cm2)

Horizontal Sambungan pasak dan Tali

50 cm

1 461.7632 210 3 84.7075 572.38

2 446.7335 210 3 84.7075 553.75

3 368.2635 210 3 84.7075 456.48

100 cm

1 443.7395 210 3 84.7075 550.04

2 449.4892 210 3 84.7075 557.17

3 458.6798 210 3 84.7075 568.56

150 cm

1 456.0731 210 3 84.7075 565.33

2 436.2545 210 3 84.7075 540.76

3 416.4358 210 3 84.7075 516.20

Uji Vertikal Sambungan Pasak dan Tali

50 cm

1 374.2515 210 6 302.7875 259.56

2 531.43 210 6 302.7875 368.58

3 233.5329 210 6 302.7875 161.97

100 cm

1 362.2754 210 6 302.7875 251.26

2 353.2934 210 6 302.7875 245.03

3 357.7844 210 6 302.7875 248.14

150 cm

1 290.4192 210 6 302.7875 201.42

2 236.5269 210 6 302.7875 164.04

(44)

46

Lanjutan Lampiran 13

Jenis Pengujian Jarak Sambung Ulangan Pmax (kg) L (cm) D/2 Inersia (cm4) MOR(kg/cm2)

Uji Horizontal Sambungan Baut

50 cm

1 573.9421 210 3 84.7075 711.44

2 553.0138 210 3 84.7075 685.49

3 619.061 210 3 84.7075 767.36

100 cm

1 590.4837 210 3 84.7075 731.94

2 380.2693 210 3 84.7075 471.37

3 800.698 210 3 84.7075 992.51

150 cm

1 504.2753 210 3 84.7075 625.08

2 706.662 210 3 84.7075 875.95

3 434.5787 210 3 84.7075 538.69

Uji Vertikal Sambungan Baut

50 cm

1 365.2695 210 6 302.7875 253.33

2 486.0431 210 6 302.7875 337.10

3 603.8822 210 6 302.7875 418.83

100 cm

1 350.2994 210 6 302.7875 242.95

2 434.7277 210 6 302.7875 301.51

3 419.549 210 6 302.7875 290.98

150 cm

1 329.3413 210 6 302.7875 228.42

2 371.2575 210 6 302.7875 257.49

(45)

47 Lampiran 14 Dokumentasi

(a) (b) Gambar 3 Pemilihan Contoh Uji: (a) lurus dan bebas cacat, (b)

(46)

48

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir di Mamuju pada tanggal 23 Agustus 1992 dari pasangan H Abd Latif Settaring, SPd, MAP dan Hj Iriani Rasyid, SPdi. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Mamuju, Sulawesi Barat dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah mengikuti Praktek Penganalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Kamojang dan Sancang Barat pada tahun 2012, Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 2013, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pengolahan Minyak Kayu Putih (PMKP) Jatimunggul Perhutani Unit III, Indramayu Jawa Barat.

Penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi di kampus, antara lain duta lingkungan Asrama TPB IPB tahun 2010-2011, sekretaris II Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) tahun 2011-2012, bendahara umum Forester Cup Tahun 2012, bendahara umum divisi Kelompok Minat Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu HIMASILTAN tahun 2012-2013, serta berbagai kepanitian yang dilaksanakan di kampus.

Penulis melakukan penelitian pada tahun 2014 dengan berjudul “Pengaruh

Gambar

Gambar 1  Bentuk pengujian mekanis bambu tali
Tabel 1  Hasil pengujian Kadar Air (KA)
Tabel 2  Nilai rata-rata kerapatan balok bambu menurut jenis dan jarak sambung
Gambar 5 Balok bambu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali umur 3-5 tahun yang digunakan sebagai inti ( core ) dan kayu lapis dengan ketebalan 5 mm yang digunakan sebagai lapisan

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan pada sambungan, jenis perekat, dan interaksi antar keduanya terhadap nilai MOE sejajar permukaan inti bambu lapis, maka dilakukan analisis

Perbaikan rumpun bambu tali ( Gigantochloa apus Kurz.) yang rusak dapat meningkatkan produktivitas batang baik jumlah batang/rumpun, tinggi dan diameter batang.

Perbaikan rumpun bambu tali ( Gigantochloa apus Kurz.) yang rusak dapat meningkatkan produktivitas batang baik jumlah batang/rumpun, tinggi dan diameter batang.

Pengujian kuat lentur sambungan balok - kolom bertulangan bambu bertujuan untuk mengetahui kapasitas sambungan balok – kolom menerima beban siklik dan mengetahui

Hasil pengujian sifat mekanis menunjukkan bahwa tidak satupun bambu lapis yang diberi perlakuan model letak sambungan mengungguli nilai MOE, MOR, dan keteguhan geser tarik bambu

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali umur 3-5 tahun yang digunakan sebagai inti (core) dan kayu lapis dengan ketebalan 5 mm yang digunakan sebagai lapisan

PERILAKU KEKUATAN SAMBUNGAN MOMEN KOMPOSIT BAMBU LAMINASI-KAYU TERHADAP KONFIGURASI ALAT SAMBUNG BAUT DENGAN SISTEM PELAT BAJA SISIP SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian