• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pemanfaatan Dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting Di Provinsi Maluku Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Pemanfaatan Dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting Di Provinsi Maluku Utara"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PEMANFAATAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN

BEBERAPA JENIS IKAN PELAGIS EKONOMIS PENTING

DI PROVINSI MALUKU UTARA

IMRAN TAERAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2007

Imran Taeran

(3)

ABSTRAK

IMRAN TAERAN. Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO dan IIN SOLIHIN.

Jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara antara lain adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus sp.), layang (Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan julung-julung (Hemirhamphus sp.). Jenis-jenis ikan pelagis tersebut ditangkap secara intensif. Tujuan penelitian ini adalah : (1) mengukur tingkat pemanfaatan dan (2) menganalisis pola musim penangkapan. Metode survey dan observasi digunakan dalam pengumpulan data. Data dianalisis untuk tujuan pertama dengan mengunakan metode surplus produksi model Fox sedangkan tujuan kedua dianalisis dengan menggunakan metode rata-rata bergerak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; tingkat pemanfaatan (Tpi) ikan cakalang berkisar 53-82% dari nilai MSY 6.924.616 kg, dengan upaya optimum 5.000 trip.Ikan tuna (Tpi) berkisar 68-114% dari nilai MSY 8.480.194 kg, dengan upaya optimum 380 trip. Kisaran (Tpi) tongkol 39-100% dari nilai MSY 1.862.617 kg, dengan upaya optimum 5.000 trip. Tpi layang berkisar 14-75% dari nilai MSY 21.072.291 kg, dengan upaya optimum 1.290 trip. Tpi kembung berkisar 62-112% dari nilai MSY 3.179.139 kg, dengan upaya optimum 3.953 trip. Ikan julung-julung (Tpi) berkisar 68-99% dari nilai MSY 3.551.992 kg, dengan upaya optimum 5.848 trip. Sedangkan tingkat pengupayaan(Tpu) ikan cakalang pada tahun 2002-2005 melebihi fopt yaitu berkisar 103-132%. (Tpu) tuna pada tahun 2002-2005 melebihi fopt yaitu berkisar 136-169%. (Tpu) tongkol pada tahun 2002-2005 melebihi fopt yaitu berkisar 136-169%. (Tpu) layang pada tahun 1997-2005 melebihi fopt yaitu berkisar 202-456%. (Tpu) kembung pada tahun 1997-2005 melebihi fopt yaitu berkisar 202-456%. (Tpu) julung-julung pada tahun 1997-2005 dibawah fopt yaitu berkisar 43-71%.

Puncak musim penangkapan cakalang dan layang terjadi pada bulan Juli dengan nilai IMP sebesar 197% dan 188%. Puncak musim penangkapan tuna, tongkol dan kembung pada bulan Oktober dengan nilai IMP sebesar 308%; 170%; 140%. Sedangkan puncak musim penangkapan ikan julung-julung pada bulan Desember dengan nilai IMP sebesar 236%.

(4)

Major Economic Pelagic Fish in North Molucas Province. Member of advisor: MULYONO S. BASKORO and IIN SOLIHIN.

Economic important fish in North Molucas Province are skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus spp.), little tuna (Euthynnus sp.), scad (Decapterus sp.), mackerel (Rastrelliger sp.), and garfish (Hemirhamphus sp.). Each species get pressure because they are catched intensively. The objectives of this research are to analyze level of exploiting and fishing season pattern. Survey method and observation was applied in data collecting. Data was analyzed by using Fox model and moving average. The result of the research indicates that; level of exploitation skipjack tuna 53-82% from MSY 6.924.616 kg, with optimum effort 5.000 trip. Level of exploitation tuna (l ex) 68-114% from MSY 8.480.194 kg, with optimum effort 380 trip. The range level of exploitation little tuna 39-100% from MSY 1.862.617 kg, with optimum effort 5.000 trip. Level of exploitation scad 14-75% from MSY 21.072.291 kg, with optimum effort 1.290 trip. Level of exploitation mackerel 62-112% from MSY 3.179.139 kg, with optimum effort 3.953 trip. Level of exploitation garfish 68-99% from MSY 3.551.992 kg kg, with optimum effort 5.848 trip.

Level of exploitation for skipjack in 2002-2005 was greater than fopt in range 103-132%, level of exploitation for tuna in 2002-2005 was greater than fopt in range 136-169%, level of exploitation for little tuna in 2002-2005 was greater than fopt in range 136-169%, level of exploitation for scad in 1997-2005 was greater than fopt in range 202-456%, level of exploitation for mackerel in 1997-2005 was greater than fopt in range 202-456%, level of exploitation for garfish in 1997-2005 was greater than fopt in range 43-71%.

Peak fishing season of skipjack tuna and scad is in July with index fishing season (ifs) value 197% dan 188%. Tuna, little tuna and mackerel peak fishing season is in October with index fishing season value 308%; 170%; 140%. Garfish peak fishing season is in December with index fishing season value 236%.

(5)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,

(6)

IMRAN TAERAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Dapartemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

(7)

Judul Tesis : Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara Nama Mahasiswa : Imran Taeran

NRP : C 551050091 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Iin Solihin, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Diketahui,

Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ketua,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

hidayah, ramhat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai penyusunan tesis dengan judul “Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Beberapa Jenis Ikan Pelagis Ekonomis Penting di Provinsi Maluku Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Mulyono S.Baskoro, M.Sc dan Bapak Iin Solihin, S.Pi, M.Si, sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas kesabaran,

perhatian dan motivasinya dalam memberikan bimbingan kepada penulis. Kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Teknologi Kelautan serta seluruh dosen dan staf Program Studi Teknologi Kelautan atas dorongan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terimaksih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Petanian Bogor beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister Sains di Institut Pertanian Bogor.

2. Bapak Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si sebagai dosen penguji luar komisi yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Bapak Rektor Universitas Khairun Ternate dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun (Dr.Ir. H. Muhajir K. Marsaoli, M.Si) yang telah merekomendasikan tugas belajar kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

4. Kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate dan nelayan Ternate, Pelabuhan Perikanan Pantai Bacan dan nelayan Bacan, Pelabuhan Perikanan Pantai Tobelo dan nelayan Tobelo, yang telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penilitian.

5. Kepada Keluarga Hi. Saleh Hi. Muhammad dan keluarga yang selalu membantu penulis selama studi Pascasarjana di IPB Bogor

(9)

mendoakan, memotivasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Magister Sains.

7. Kepada semua sahabatku mahasiswa Program Studi TKL; Syawal, Cecu, Iskandar, Dame, Ongge, Gandi, Devi, Siti, Silvia, Dian, Bahim, dan teman-teman di asrama Gugahsari. Terima kasih atas motovasinya kepada penulis.

Dengan penuh kerendahan hati dan rasa cinta penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Taeran S. Tawary (Almarhum) dan Ibunda Johra Hi Syarif atas do’a, keikhlasan, semangat dan kasih sayangnya turut memberikan kekuatan dan ketabahan kepada penulis. Kepada kakak dan adiku (Yasin, Din,Lia, Mala, Wasila dan Dewi) dan semua keluarga, terima kasih atas do’a, keikhlasan dan kesabarannya menjadi pengayomku.

Kepada semua pihak yang telah memberikan batuan, hanya do’a yang dapat penulis panjadkan mengharap ridho dan karunia Allah SWT, semoga semua pengorbanan yang diberikan kepada penulis menjadi catatan ibadah di sisi-Nya. Amiin. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan perikanan tangkap di Provinsi Maluku Utara. Penulis menyadari bahwa masih diperlukan banyak masukan guna menyempurnakan tesis ini. Oleh karena itu, saran dan masukan dari pembaca sangat dibutuhkan.

Bogor, Juni 2007

(10)

Penulis dilahirkan di Kecamatan Kayoa, Kabupaten Maluku Utara pada tanggal 21 Pebruari 1968 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Taeran S. Tawary dan Ibu Johra H. Syarif. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Samo tahun 1982, pada tahun 1985 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Ternate. Pada tahun 1988 menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 2 Ternate. Pendidikan sarjana diselesaikan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Sam Ratulagi Manado pada tahun 1994.

Setelah menyelesaikan pendidikan S1 penulis sempat bekerja di beberapa perusahaan swasta nasional, kemudian pada tahun 2001 diangkat sebagai Dosen Yayasan Pendidikan Khairun Ternate dan pada tahun 2002 penulis diangkat sebagai Dosen Universitas Khairun Ternate.

(11)

DAFTAR

ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.... ... iii

DAFTAR GAMBAR. ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... ... v

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. ... 1

1.2 Perumusan Masalah.. ... 3

1.3 Tujuan Penelitian.. ... 4

1.4 Manfaat Penelitian. ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran. ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis... ... 8

2.2 Unit Penangkapan Ikan Pelagis ... 13

2.3 Metode Surplus Produksi... ... 17

2.4 Standarisasi Upaya Tangkap.. ... 19

2.5 Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan... 19

2.6 Muism Penangkapan Ikan.. ... 20

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.. ... 22

3.2 Metode Pengumpulan Data. ... 23

3.3 Metode Analisis Data. ... 24

3.3.1 Analisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan. ... 24

3.3.2 Analisis pola musim penangkapan ikan.... ... 29

4

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah... ... 32

4.1.1 Letak geografis... ... 32

4.1.2 Karakteristik iklim... 32

4.1.3 Krakteristik oseanografi... 33

4.2 Keadaan Umum PerikananTangkap... ... 35

4.2.1 Potensi sumberdaya ikan... ... 35

4.2.2 Prasarana dan sarana perikanan... 36

4.2.3 Sumberdaya manusia dan kelembagaan... 38

4.2.4 Pengolahan... 39

(12)

5.1 Produktivitas Alat Tangkap (CPUE) Per Jenis Ikan... 41

5.2 Standarisasi Upaya Tangkap Per Jenis Ikan ... 44

5.3 Metode Surplus Produksi... 45

5.4 Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan... 49

5.4.1 Ikan cakalang... 49

5.4.2 Ikan tuna... ... 51

5.4.3 Ikan tongkol... . 54

5.4.4 Ikan layang... ... 56

5.4.5 Ikan kembung... 57

5.4.6 Ikan julung-julung... 59

5.5 Tinjauan Perkembangan Data Produksi dan Upaya Tangkap... 62

5.6 Pola Musim Penangkapan Ikan... 63

5.6.1 Indeks musim penangkapan (IMP)... 63

5.6.2 Pemetaan lokasi pemanfaatan dan musim penangkapan ikan... 69

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan. ... 72

6.2 Saran. ... 72

DAFTAR PUSTAKA. ... 73

LAMPIRAN. ... 76

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi potensi sumberdaya ikan, produksi serta tingkat

pemanfaatannya di WPP 7 Tahun 2003... ... 36 2 Perkembangan prasarana perikanan miliki milik swasta

di Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005 ... ... 36 3 Perkembangan prasarana perikanan tangkap miliki pemerintah

Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005... 37 4 Perkembangan armada penangkapan ikan di Provinsi

Maluku Utara 2005 ... 37 5 Perkembangan alat penangkapan ikan di Provinsi

Maluku Utara 2004-2005. ... 38 6 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap

ikan cakalang periode 1997-2005 berdasarkan kurva surplus

produksi model Fox ... 51 7 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap

ikan tuna periode 1997-2005 berdasarkan kurva surplus

produksi model Fox... ... 53 8 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap

ikan tongkol periode 1997-2005 berdasarkan kurva surplus

produksi model Fox. ... 55 9 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap

ikan layang periode 1997-2005 berdasarkan kurva surplus

produksi model Fox. ... 56 10 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap

ikan kembung periode 1997-2005 berdasarkan kurva surplus

produksi model Fox. ... 58 11 Penentuan tingkat pemanfaatan dan tingkat upaya tangkap

ikan julung-julung periode 1997-2005 berdasarkan kurva surplus

produksi model Fox. ... 61 12 Indeks musim penangkapan ikan (IMP) beberapa jenis ikan

pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara . ... 65 13 Musim penangkapan bebrapa jenis ikan pelagis ekonomis

(14)

1 Kerangka pemikiran penelitian tentang tingkat pemanfaatan dan musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis

ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara ... 7 2 Peta lokasi penelitian... ... 22 3 Tahapan penentuan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan

pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara. ... 28 4 Tahapan analisis pola musim penangkapan ikan dan

hubungannya dengan kondisi lingkungan dan daerah

penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara.. ... 31 5 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan cakalang

tahun 1997-2005 ... 42 6 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan tuna

tahun 1997-2005 ... 42 7 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan tongkol

tahun 1997-2005. ... 42 8 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan layang

tahun 1997-2005. ... 43 9 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan kembung

tahun 1997-2005.. ... 43 10 Rata-rata CPUE per jenis alat tangkap ikan julung-julung

tahun 1997-2005. ... 43 11 Rata-rata effort standar per jenis ikan. ... 44 12 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan cakalang

tahun 1997-2005. ... 45 13 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan tuna

tahun 1997-2005. ... 46 14 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan tongkol

tahun 1997-2005. ... 47 15 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan layang

tahun 1997-2005. ... 47 16 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan kembung

tahun 1997-2005. ... 48 17 Hubungan effort standar dan ln CPUE ikan julung-julung

tahun 1997-2005. ... 49 18 Produksi cakalang di Provinsi Maluku Utara menurut

(15)

Halaman

19 Produksi tuna di Provinsi Maluku Utara menurut model Fox . ... 54

20 Produksi tongkol di Provinsi Maluku Utara menurut model Fox. .... 55

21 Produksi layang di Provinsi Maluku Utara menurut model Fox. ... 57

22 Produksi kembung di Provinsi Maluku Utara menurut model Fox. . 59

23 Produksi julung-julung di Provinsi Maluku Utara menurut model Fox. ... 61

24 Pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara ... 66

25 Pola arus musim timur ... 68

(16)

1 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan

ikan cakalang tahun 1997-2005. ... 77 2 Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar

ikan cakalang tahun 1997-2005. ... 78 3 Nilai simulasi model pendugaan Fox ikan cakalang.. ... 79 4 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan

ikan tuna tahun 1997-2005. ... 80 5 Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar

ikan tuna tahun 1997-2005... 81 6 Nilai simulasi model pendugaan Fox ikan tuna. ... 82 7 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan

ikan tongkol tahun 1997-2005. ... 83 8 Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar

ikan tongkol tahun 1997-2005. ... 84 9 Nilai simulasi model pendugaan Fox ikan tongkol. ... 85 10 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan

ikan layang tahun 1997-2005.... ... 86 11 Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar

ikan layang tahun 1997-2005. ... 87 12 Nilai simulasi model pendugaan Fox ikan layang... ... 88 13 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan

ikan kembung tahun 1997-2005. ... 89 14 Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar

ikan kembung tahun 1997-2005. ... 90 15 Nilai simulasi model pendugaan Fox ikan kembung. ... 91 16 Perkembangan produksi dan upaya tangkap tahunan

ikan julung-julung tahun 1997-2005. ... 92 17 Nilai CPUE, fishing power index dan effort standar

ikan julung-julung tahun 1997-2005. ... 93 18 Nilai simulasi model pendugaan Fox ikan julug-julung. ... 94 19 Perkembangan produksi bulanan ikan cakalang di

PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 95 20 Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan cakalang di

(17)

Halaman

21 Perhitungan indeks musim penangkapan ikan cakalang

dengan metode rata-rata bergerak. ... 97 22 Perkembangan produksi, upaya tangkap dan CPUE bulanan

ikan tuna di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 100 23 Perhitungan ideks musim penangkapan ikan tuna

dengan metode rata-rata bergerak ... 101 24 Perkembangan produksi bulanan ikan tongkol

di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 104 25 Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan tongkol

di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 105 26 Perhitungan ideks musim penangkapan ikan tongkol

dengan metode rata-rata bergerak. ... 106 27 Perkembangan produksi bulanan ikan layang

di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 109 28 Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan layang

di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 110 29 Perhitungan ideks musim penangkapan ikan layang

dengan metode rata-rata bergerak. ... 111 30 Perkembangan produksi bulanan ikan kembung

di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 114 31 Perkembangan upaya tangkap bulanan ikan kembung

di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 115 32 Perhitungan ideks musim penangkapan ikan kembung

dengan metode rata-rata bergerak. ... 116 33 Perkembangan produksi dan upaya tangkap bulanan

ikan julung-julung di PPN Ternate tahun 1998-2005. ... 119 34 Perhitungan ideks musim penangkapan ikan

julung-julung dengan metode rata-rata bergerak. ... 120 35 Lokasi perairan dan titik koordinat rumpon bantuan

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara... 123 36 Data posisi lokasi sebaran ikan pelagis di perairan

(18)

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan yang meningkat tentunya memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih daerah kepulauan seperti Provinsi Maluku Utara yang memiliki potensi perairan yang cukup luas dan potensial untuk pengembangan perikanan baik penangkapan maupun akuakultur. Namun demikian, tuntutan pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya tersebut akan diikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang juga semakin intensif. Jika tidak dikelola secara bijaksana, sangat dikhawatirkan pemanfaatan sumberdaya secara intensif akan mendorong usaha perikanan ke jurang kehancuran dan terjadi berbagai konflik terhadap sumberdaya ikan.

Pengelolaan perikanan seperti diuraikan oleh FAO (1997) sebagai proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan main dibidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumberdaya, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Berdasarkan pengertian ini, pengelolaan perikanan membutuhkan bukti-buti ilmiah terbaik (best scientific evidence) untuk analisis dan perencanaan perikanan yang memadai, proses diskusi melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan penetapan berbagai tujuan dan strategi pengelolaan melalui pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi aturan mainnya.

(19)

2

Provinsi Maluku Utara merupakan kawasan baru hasil pemekaran wilayah yang memiliki keunggulan posisi strategis bagi bangsa Indonesia di tepian Pasifik, terutama dalam menyongsong era globalisasi dan perdagangan bebas. Kawasan ini sebagian besar dikelilingi oleh laut, yaitu sekitar 76,2%, sehingga potensi perikanan dan kelautan menjadi basis ekonomi bagi pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk pemulihan ketahanan pangan pasca konflik horizontal.

Perairan laut Maluku Utara tersebut memiliki potensi perikanan yang besar terkandung di dalamnya, merupakan aset yang penting bagi keberlanjutan pembangunan dalam konsep otonomi daerah. Sumberdaya perikanan tentunya dapat dimanfaatkan seutuhnya secara lestari sebagai sumber ekonomi yang diharapkan mampu mengangkat harkat masyarakat Maluku Utara ke jenjang yang lebih sejahtera.

Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Provinsi Maluku Utara dan konstribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara umum. Kegiatan perikanan tangkap menghasilkan berbagai jenis hasil tangkapan berupa ikan konsumsi ekonomis penting baik jenis ikan pelagis maupun ikan demersal. Beberapa jenis ikan pelagis yang dominan dan memiliki nilai ekonomis penting antara lain; cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna (Thunnus sp.), tongkol (Euthynnus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), layang (Decapterus sp.), dan julung-julung (Hemirhamphus sp.)

(20)

pada saat musim banyak ikan. Hal tersebut akan memberikan peluang memperoleh hasil tangkapan yang lebih besar.

Pemanfaatan potensi sumberdaya harus dilaksanakan secara terkontrol, sehingga kelestarian sumberdaya ikan di setiap wilayah perairan senantiasa dapat dipertahankan agar produktivitas optimum dapat terjaga. Sebab sumberdaya yang cukup melimpah tidak mempunyai arti dari sisi ekonomi apabila tidak ada upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis untuk mendayagunakannya sehingga memberikan manfaat secara berkelanjutan.

Dengan pemekaran wilayah maka perlu ditentukan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap. Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan maka dalam perencanaan selalu berasaskan prinsip berkelanjutan. Salah satu upaya yang diperlukan adalah penyiapan basis data yang mencakup antara lain adalah alokasi sumberdaya ikan, unit penangkapan dan ketepatan waktu dalam penangkapan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut perlu dilakukan dalam suatu kajian ilmiah yang dalam hal ini merupakan inti penelitian ini.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan dan Komisi Nasional Stock Assessment, wilayah perairan Maluku Utara berada dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) laut Seram dan laut Maluku dengan jumlah potensi lestari (MSY) yang diperkirakan sebesar 828.180,00 ton/tahun, terdiri dari ikan pelagis 621.135,00 ton/tahun dan ikan demersal 207.045,00 ton/tahun. Sampai tahun 2003 tingkat pemanfaatan sebesar 83.536,65 ton atau 10,09% dari potensi lestari (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara 2003).

(21)

4

berupa kapal dan alat tangkap serta alat bantu rumpon. Kondisi ini menyebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan di perairan Maluku Utara semakin intensif.

Walaupun berdasarkan data di atas, secara umum sumberdaya ikan di perairan Maluku Utara cukup melimpah dengan tingkat pemanfaatannya rendah, namum secara spesifik kondisi yang terjadi adalah setiap jenis ikan, mengalami tekanan penangkapan yang berbeda. Berberapa jenis ikan pelagis yang mengalami penangkapan yang sangat intensif antara lain adalah cakalang, tuna, tongkol, layang, kembung dan julung-julung. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) jenis ikan tersebut mudah ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan beragam jenis alat tangkap, (2) minat masyarakat untuk mengkonsumsi jenis ikan tersebut cukup tinggi, dan (3) beberapa jenis ikan tersebut memiliki permintaan pasar yang relatif tinggi, baik pasar interinsuler

maupun pasar ekspor.

Upaya pengelolaan sumberdaya ikan tersebut agar selalu berasaskan prinsip kehati-hatian demi berkelanjutannya, maka perlu adanya penyiapan data base

berupa jumlah potensi maksimum lestari dari setiap jenis ikan ekonomis penting, upaya optimum yang ditetapkan dan tingkat pemanfaatannya. Selain itu perlu ditentukan pola musim penangkapan dari setiap jenis ikan sehingga kegiatan penangkapan dilakukan tepat waktu dan terkendali.

Untuk menjawab permasalahan yaitu tekanan penangkapan terhadap beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara lebih intensif maka penelitian tentang tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara ini penting untuk dilakukan karena diharapkan dapat memberikan informasi awal dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang bertanggung jawab.

1.3 Tujuan Penelitian

(22)

(1) Mengukur tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di perairan Maluku Utara.

(2) Menganalisis pola musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di perairan Maluku Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ikan, sedangkan secara spesifik manfaat dari penelitian ini adalah :

(1)Sebagai informasi bagi peneliti dan akademisi dalam mengembangkan penelitian lanjutan terutama yang berhubungan dengan pengkajian stok ikan sehingga mendapatkan rumusan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya ikan ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara.

(2)Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara dalam membuat perencanaan mengenai pengembangan perikanan tangkap agar selalu berdasarkan prinsip kehati-hatian.

1.5 Kerangka Pemikiran

(23)

6

Upaya untuk mempertahankan eksistensi perikanan tangkap saat sekarang dan masa yang akan datang maka perlu diterapkan konsep pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan konsep tersebut maka langkah awal adalah dilakukannya kajian mendasar terhadap kondisi stok dari setiap jenis ikan pelagis ekonomis penting, sehingga diharapkan dapat menjadi informasi untuk pengelolaan sumberdaya ikan di Provinsi Maluku Utara. Terdapat beberapa parameter yang dikaji terhadap setiap jenis ikan dalam penelitian ini antara lain adalah potensi lestari (MSY), upaya optimum (fopt), tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan ikan.

(24)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian tentang tingkat pemanfaatan dan musim penangkapan beberapa jenis ikan pelagis ekonomis penting di Provinsi Maluku Utara

PERMASALAHAN

¾ Isu sumberdaya ikan melimpah

¾ Penangkapan intensif dan tidak terkendali

¾ Minimnya data base

Informasi dan analisis data

Tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan Eksistensi perikanan tangkap

di Maluku Utara

(25)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

1) Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

Deskripsi morfologi dan meristik cakalang dari berbagai samudera menunjukkan bahwa hanya ada satu spesies cakalang yang tersebar di seluruh dunia, yaitu Katsuwonus pelamis (Waldron & King 1963) diacu dalam (Simbolon 2003). Klasifikasi cakalang menurut FAO (1991) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Perciformes Subordo : Scombroidei Famili : Scombridae Genus : Katsuwonus

Spesies : K. pelamis

Badan memanjang, gelendong dengan penampang melintang bundar. Kepala bagisn atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, badan kurang bersisik. Pangkal ekor ramping dengan plat tulang yang kuat. Kepala dan badan bagian atas biru kehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan dan sirip-sirip kehitaman. Hidup diperairan pantai dan oseanis, ukurannya dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006).

(26)

diketahui bahwa cakalang hidup di perairan lapisan permukaan dengan suhu 16-32 °C dan salinitas 32-36‰

Penentuan lokasi penangkapan ikan cakalang (Kasuwonus pelamis) ditentukan oleh musim yang berbeda untuk setiap perairan. Penangkapan ikan cakalang (Kasuwonus pelamis) secara umum dapat dilakukan sepanjang tahun. Hasil yang diperoleh berbeda dari musim ke musim bervariasi pula menurut lokasi penangkapan. Saat dengan hasil lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan bila hasil penangkapan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik (Nikijuluw 1986).

2) Ikan Tuna (Thunnus sp.)

Uktolseja et al. (1997) menyatakan bahwa tuna besar terdiri atas 7 spesies, sedangkan yang tertangkap di perairan Indonesia ada 5 jenis yaitu: madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna albakora (Thunnus alalunga), tuna abu-abu (Thunnus tongkol), dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii).

Penyebaran tuna terbanyak terdapat di Samudera Pasifik, dan terutama tertangkap di perairan dalam. Daerah penangkapan yang baik sering ditemukan di wilayah batas alih dua perairan yang berbeda, daerah pertemuan arus, daerah upwelling dan daerah penyebaran arus. Beberapa petunjuk untuk menentukan daerah penyebaran jenis tuna menurut Sumadhiharga (1971), antara lain :

(1)Tempat-tempat pertemuan arus dari daerah perairan sempit (dangkal) dengan laut dalam atau daerah karang dan tebing yang merupakan fishing ground pada laut dalam. Berdasarkan keadaan hidrografi dapat diketahui, bahwa putaran arus pada dasar laut merupakan barier pada fishing ground laut dalam;

(2)Tempat-tempat yang terdapat arus yang mengalir dengan cepat atau di tempat yang terdapat rintangan (karang, tebing, dan pulau);

(3)Tempat terjadinya convergensi dan divergensi antara arus yang berdekatan; (4)Daerah arus eddy dari arus balik equator (equatorial counter current)

Menurut Gunarso (1988) beberapa daerah penangkapan ikan tuna di Kawasan Timur Indonesi antara lain adalah: Laut Banda dan Laut Maluku. Daerah ini diduga relatif subur seperti dilaporkan oleh Arifin (2006) bahwa

(27)

10

dan Agustus. Tuna merupakan jenis ikan yang dalam kelompok ruaya akan muncul sedikit di atas lapisan termoklin pada siang hari dan akan beruaya ke lapisan permukaan pada sore hari. Sedangkan pada malam hari akan menyebar di antara lapisan permukaan dan termoklin.

3) Ikan tongkol (Euthynnus sp. )

Secara umum tongkol teridir dari 2 genus dan 5 spesies dan diklasifikasikan sebagai berikut (Collete & Nauen 1983).

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidea Famili : Scombridae Genus : Eutynnus Auxis

Spesies : E. Affinis; E. Alletteratus; E. lineatus

A. thazard; A. rochei

Ciri morofologi tongkol (Euthynnus affinis) adalah badan memanjang dan penampang melintang agak bundar. Bentuk kepala bagian atas sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Sirip dada pendek, ujung sirip tidak melewati bagian depan area yang kurang bersisik. Kepala dan badan atas biru tuakehitaman, bagian bawah abu-abu keperakan. Daerah yang kurang bersisik diatas garis rusuk dengan garis-garis bergelombang menyilang kehitaman. Sirip perut dan dubur keputihan. Sirip ekor, sirip dada dan sirip punggung kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai 100 cm, tersebar luas di bagian tengah Indo-Pasifik (Paristiwady 2006).

(28)

ekor kehitaman. Hidup di perairan pantai dan oseanis, dapat mencapai 58 cm, tersebar luas di perairan tropis dan sub tropis (Paristiwady 2006).

Daerah penyebaran tongkol terutama di perairan Indonesia Timur dan perairan yang berhadapan dengan Samudera Indonesia. Penangkapan dengan menggunakan pancing tonda, huhate, jaring insang dan pukat cincin.

4) Layang (Decapterus sp.)

Lima jenis layang yang umum ditemukan di perairan Indonesia yakni

Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus lajang, Decapterus macrosoma, dan Decapterus maruadsi . Namun dari kelima species ikan layang hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah penyebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulaan Seribu hingga Pulau Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang hidup di perairan yang dangkal seperti di Laut Jawa (temasuk Selat Sunda. Selat Madura, dan Selat Bali) Selat Makassar, Ambon dan Ternate. Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali dan Pelabuhanratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut dalam dan tertangkap pada kedalaman 1000 meter atau lebih (Nontji 2002) Ikan layang tergolong ikan stenohaline (diatas 30‰) yang suka pada perairan dengan salinitas 32‰-34‰. Sebagai ikan pelagis yang suka berkumpul dan bergerombol, pemakan zooplanton serta senang pada perairan yang jernih, banyak tertangkap pada perairan sejauh 20-30 mil dari pantai (Hardenberg 1937) diacu dalam (Gunarso & Wiyono 1994).

Ciri morofologi layang (Decapterus russelli) adalah badan memanjang, panjang kepala lebih besar daripada tinggi badan, panjang moncong lebih besar daripada garis tanda mata, maxilla bagian belakang tidak mencapai bagian depan mata, garis rusuk yang lurus dengan 30-31 sisik tebal. Kepala dan badan bagian atas biru tua, bagian bawah putih keperakan, sirip punggung dan sirip dubur sedikit kekuningan, sirip perut keputihan. Hidup di perairan pantai dengan ukuran dapat mencapai 27 cm (Paristiwady 2006).

(29)

12

(Direktorat Jenderal Prikanan 1979). Klasifikasi ikan layang menurut Direktorat Jenderal Prikanan 1979) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Percomorphi Subordo : Percoidea Famili : Carangidae

Genus : Decapterus

Species : D.russelli;D.kurroides;D. lajang;

D. macrosoma; D. maruadsi.

5) Kembung (Rastrelliger sp.)

Ikan kembung dibagi atas dua jenis yakni kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelligerbrachysoma). Kembung lelaki mempunyai tubuh yang lebih langsing, dan biasanya terdapat diperairan yang agak jauh dari pantai. Kembung perempuan sebaliknya mempunyai tubuh yang lebih lebar dan lebih pendek, dijumpai di perairan dekat pantai.

Secara umum ikan kembung (Rastrelliger spp) berbentuk cerutu, badan tinggi dan agak pipih, kepala bagian atas hingga mata hampir lurus sampai awal dasar sirip punggung agak cembung. Panjang kepala sama atau lebih kecil daripada tinggi badan. Sirip dada pendek, kepala dan badan bagian atas kehijauan, bagian bawah putih keperakan. Pada kembung perempuan terdapat bercak-bercak di badan yang membentuk garis kehitaman memanjang. Sedangkan kembung lelaki di badan bagian atas terdapat strip kehitaman memanjang (Paristiwady 2006). Klasifikasi ikan kembung menurut Direktorat Jenderal Prikanan (1979) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroideae Famili : Scombridae

Genus : Rastrelliger

(30)

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan yang jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32 ‰, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 2002). Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger spp) adalah Kalimantan di perairan barat, timur dan selatan serta Malaka, sedangkan daerah penyebarannya mulai dari Pulau Sumatra bagian barat dan timur, Pulau Jawa bagian utara dan selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1979). Jenis ikan ini biasanya ditangkap menggunakan sero, jala lompa dan sejenisnya, kadang-kadang masuk trawl, jaring insang lingkar dan pukat cincin.

6) Ikan julung-julung (Hemirhamphus sp)

Bentuk badan memanjang dengan rahang atas pendek membantuk paruh sedangkan rahang bawah panjang dan membentuk segitiga. Sirip-sirip tidak mempunyai jari-jari keras. Sirip punggung dan sirip dubur terletak jauh dibelakang, sirip dada pendek. Garis rusuk terletak di badan bagian bawah (Paristiwady 2006).

Daerah penyebaran terdapat diperairan pantai, lepas pantai, terutama Indonesia Timur (Laut Flores, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut Banda) dan perairan yang berbatasan dengan Samudera Indonesia. Tergolong ikan pelagis lapisan atas. Penangkapan dengan soma antoni, jala oras, jala buang, soma giob (Direktorat Jenderal Prikanan 1979).

2.2 Unit Penangkapan Ikan Pelagis

1) Huhate (Pole and line)

(31)

14

permukaan laut serta untuk menahan schooling ikan agar tetap berada di dekat lambung kapal (Kaneda 1995).

Ketika schooling ikan telah ditemukan, posisi kapal diusahakan berada di bagian depan schooling. Untuk mempertahankan posisi tersebut, kapal sebaiknya tetap bergerak sambil dilakukan penebaran umpan hidup ke perairan. Kapal baru dihentikan jika ikan mengejar dan memakan umpan yang ditebarkan dan ABK dapat memulai pemancingan. Pada saat pemancingan, umpan hidup tetap ditebar dan dilakukan penyemburan air melalui water sprayer. Penyemburan air dimaksudkan untuk menghalangi penglihatan ikan terhadap pemancing dan sekaligus mengaburkan pandangan ikan sehingga langsung menerkam mata pancing (Kaneda 1995).

Ikan yang menjadi tujuan utama dalam perikanan pole and line adalah cakalang. Penyebaran cakalang ini lebih banyak terdapat di perairan kawasan timur Indonesia dibandingkan dengan kawasan barat Indonesia. Dengan demikian,

pole and line banyak beroperasi di perairan kawasan timur Indonesia, seperti Sorong, Bacan, Gorontalo dan Sulawesi Selatan (Monintja et al. 2001).

2) Pukat cincin (Purse seine)

Purse seine merupakan sejenis jaring lingkar yang aktif untuk menangkap ikan pelagis besar dan kecil, dengan cara melingkarkan pada suatu gerombolan ikan, kemudian bagian bawah jaring dikerucutkan sehingga ikan terkurung dan pada akhirnya terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain prinsip penangkapannya adalah melingkarkan untuk memperkecil ruang lingkup gerakan ikan sehingga ikan-ikan hasil tangkapan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap. Dengan demikian fungsi jaring tersebut adalah sebagai dinding penghalang dan bukan sebagai penjerat ikan.

Secara umum, konstruksi pukat cincin adalah mirip dengan pukat pantai. Tetapi pada bagian bawah tali pemberat, pukat cincin dilengkapi dengan rangkaian cincin terbuat dari logam yang diatur dengan jarak tertentu. Pukat diangkat dengan cara menarik tali kerut (purse line) yang dipasang sepanjang rangkaian cincin yang dilalui.

(32)

100 meter yang beroperasi di laut lepas. Setelah mendeteksi gerombolan ikan, operasi penangkapan dimulai dengan menjatuhkan pelampung tanda yang terpasang pada salah satu ujung tali pukat. Sambil kapal bergerak, pukat diturunkan hingga sempurna terpasang melingkari gerombolan ikan. Penarikan dimulai dengan diangkatnya pelampung tanda, lalu tali kerut mulai ditarik sehingga bagian bawah pukat menjadi tertutup. Kemudian pukat ditarik sampai ikan terkonsentrasi dibagian kantong pukat.

Ayodhyoa (1981) mengemukakan bahwa tujuan penangkapan dengan menggunakan purse seine adalah jenis ikan pelagic shoaling species yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk suatu gerombolan, berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan jarak antara ikan dengan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain per-satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring akan dibatasi oleh ukuran dari jaring yang dipergunakan.

3) Rawai (Longline)

Konstruksi pancing rawai (longline) terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hook), tali pelampung (floating line), pelampung (float), lampu-lampu pelampung (floating lights), bendera (flag) dan tiang bambo (pole). Alat tangkap longline tersusun dalam basket, satu basket terdiri atas 4-13 pancing. Setiap kali operasi menggunakan sekitas 200-400 basket, atau sekitar 1000-2000 pancing, dengan panjang longline dapat mencapai 100 km (Nurani & Wisudo 2007).

(33)

16

0,60%. Rawai tuna besar mempunyai ukuran panjang tali utama 55-65 m, bahan kuralon, memakai 13 buah tali cabang. Kapal yang digunakan berukuran 100-200 GT. Dioperasikan pada kedalaman 100-350 m. Dalam keadaan direntangkan panjang keseluruhan tali pancing dapat mencapai 73,6 km dengan catatan bila kerutan tali 0,55%.

4) Jaring insang (Gillnet)

Jaring insang termasuk alat tangkap yang selektif artinya besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap. Jaring insang dioperasikan dengan tujuan menghadang ruaya gerombolan ikan. Ikan-ikan yang tertangkan pada jaring insang umumnya terjerat pada mata jaring atau terbelit pada tubuh jaring. Baskoro (2006) menyatakan bahwa pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah jenis ikan yang horizontal migration-nya amupun vertical migration-nya tidak seberapa aktif, dengan perkataan lain migrasi ikan-ikan tersebut pada suatu large layer/depth tertentu.

Operasi penangkapan dimulai dengan menjatuhkan pelampung tanda dan pemberat, kemudian dilakukan penurunan jaring. Waktu penangkapan dilakukan pada setiap waktu dengan catatan warna jaring tidak terlihat oleh ikan. Oleh karena itu warna jaring sering sama dengan warna perairan (Sudirman & Mallawa 2004).

5) Pukat pantai (Beach seine)

Pengoperasian pukat pantai berdasarkan prinsip mengelilingi gerombolan ikan dengan jaring yang meggunakan ukuran mata tertentu sehingga ikan tidak tersangkut dan terperangkap oleh cakupan jaring. Pukat pantai merupakan suatu jaring dengan ketinggian umumnya 5 sampai dengan 10 meter. Pada bagian atas jaring dilengkapi dengan tali pelampung dan dibagian bawahnya dengan tali pemberat untuk mencapai kestabilan bukaan jaring di air. Pada bagian ujung pukat ini masing-masing dilengkapi dengan tali penarik yang panjang (Mangga Barani 2006).

(34)

alat bantu untuk pengumpulan ikan. Ikan target penangkapan adalah ikan-ikan di habitat bagian dalam perairan pantai baik demersal maupun pelagis.

6) Bagan (Lifnet)

Penangkapan ikan dengan menggunakan bagan adalah dengan cara menarik perhtian ikan ke dalam cakupan jaring yang sudah dipasang di bawah perairan. Untuk menarik perhatian ikan digunakan lampu sebagai alat bantu. Jaring yang sudah terpasang dengan cepat diangkat bersamaan pada setiap ujungnya sehingga melingkupi ikan-ikan yang telah terkumpul mendekati cahaya lampu.

Jaring diturunkan pada kedalaman tertentu melalui tiang-tiang bagan yang menjulang. Setelah jaring terpasang maka lampu-lampu penerangan dinyalakan untuk menarik perhatian dan mengkonsentrasikan gerombolan ikan di sekitar perahu. Tahap selanjutnya adalah menunggu ikan masuk ke dalam cakupan jaring. Setelah ikan banyak berkumpul maka dilakukan penarikan pada setiap ujung jaring secara secara bersamaan. Sedangkan ikan target penangkapan dengan bagan adalah sebagian besar ikan pelagis kecil namun ada juga pelagis besar.

7) Pancing tonda (Trol line)

Konstruksi pancing tonda terdiri dari tali pnjang, mata pancing, tanpa pemberat. Pada umumnya menggunakan umpan baik jenis ikan maupun tiruan. Penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari, dengan nenggunakan perahu maupun kapal motor secara horizontal menelusuri lapisan permukaan air. Biasanya tiap perahu membawa lebih dari dua buah pancing yang ditonda sekaligus. Ikan target tangkapan adalah cakalang, tongkol dan madidihang dan lain-lain sebagainya.

2.3 Model Surplus Produksi

(35)

18

sederhana (Widodo & Suadi 2006). Inti dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan, agar dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang.

Lebih lanjut Widodo & Suadi (2006) menyatakan bahwa MSY memiliki beberapa keuntungan antara lain bahwa konsep ini didasarkan pada gambaran yang sederhana dan mudah dimengerti atas reaksi suatu stok ikan terhadap penangkapan. Setiap nelayan akan memahami bahwa dari stok yang berukuran kecil hanya mampu menghasilkan hasil tangkapan yang kecil, dan demikian juga sebaliknya, atau sederhananya sejumlah hasil tangkapan yang tidak terlalu besar tidak akan mampu menurnkan stok tersebut. Selain itu MSY ditentukan dengan suatu ukuran fisik yang sederhana, yakni berat atau jumlah ikan yang ditangkap, sehingga menghindarkan perbedaan-perbedaan dalam wilayah suatu negara ataupun antar negara, dibandingkan dengan kriteri lainnya (misalnya harga hasil tangkapan atau penurunan biaya operasional).

Pengelolaan sumberdaya ikan seperti ini berorientasi pada sumberdaya (resources oriented) yang lebih ditunjukkan untuk melestarikan sumberdaya dan memperoleh hasil tangkapan meksimum yang dapat dihasilkan dari sumberdaya tersebut. Namun menurut Fauzi (2004) pengelolaan sumberdaya ikan dengan menggunakan pendekatan MSY mempunyai kelemahan antara lain: (1) tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke pengurasan stok, (2) tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen, dan (3) sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis. Sedangkan menurut Suseno (2007), terlepas dari kelemahan yang dimiliki dari pendekatan MSY dalam pengelolaan perikanan, tetapi kita harus percaya pendekatan itu merupakan konsep yang bermanfaat. Setidaknya ada dua alasan yang menyertainya. Pertama, MSY merupakan landasan utama bagi beberapa negara dalam menetapkan tujuan pengelolaan perikanan. Kedua, MSY merupakan batas ukuran dari hasil tangkapan.

(36)

dengan istilah total allowable catch (TAC) untuk wilayah pengelolaan perikanan adalah sebesar 80% dari potensi lestarinya atau MSY. Selain menentukan nilai MSY, ditentukan pula nilai catch per unit effort (CPUE) dan upaya optimum yang dapat dilakukan di wilayah pengelolaan perikanan (Murdiyanto 2004).

Dengan demikian maka dalam aspek pengelolaan sumber daya perikanan parameter MSY dan hubungan antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau CPUE sering digunakan dalam perhitungan untuk mempertimbangkan tindakan pengelolaan atau peraturan yang akan diberlakukan.

2.4 Standarisasi Upaya Tangkap

Setiap jenis alat tangkap mampu menangkap berbagai jenis ikan di suatu daerah penangkapan. Bila di suatu daerah terdapat berbagai alat tangkap maka salah satunya harus dipakai sebagai standar dan alat tangkap yang lain distandarisasikan terhadap alat tangkap tersebut. Hal ini disebabkan kemampuan tangkap dari masing-masing alat tangkap tersebut berbeda-beda dalam menangkap suatu jenis ikan (Gulland 1983).

Standarisasi alat tangkap perlu dilakukan sebelum melakukan perhitungan

catch per unit effort (CPUE), yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan per unit upaya masing-masing alat tangkap (Gulland 1983). Standarisasi bertujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan yang berbeda menjadi satuan upaya (jumlah satuan operasi) yang sama. Alat tangkap yang digunakan sebagai standar adalah jenis alat tangkap yang paling dominan menangkap jenis ikan tertentu di suatu daerah (mempunyai laju tangkapan rata-rata per CPUE terbesar pada periode waktu tertentu) dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, FPI) sama dengan satu. FPI dari masing-masing alat tangkap lainnya dapat diketahui dengan cara membagi laju tangkapan rata-rata masing-masing alat tangkap dengan laju tangkapan rata-rata alat tangkap yang dijadikan standar (Gulland 1983).

2.5 Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan

(37)

20

dari tahun ke tahun di suatu lokasi pendaratan ikan. Jumlah tangkapan per tahun tidak akan menjadi informasi yang penting tanpa adanya informasi tentang kecenderungan fluktuasi pendaratan dari tahun ke tahun dalam kurun waktu yang cukup panjang. Pemantauan terhadap perubahan nilai hasil tangkapan per unit upaya secara terus menerus dan menjaganya tetap berada dalam keadaan yang aman masih merupakan cara yang biasa dipakai dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

Kebijakan untuk mengupayakan tercapainya tingkat pemanfaatan yang optimal antara kapasitas stok yang terkandung dalam sumberdaya ikan di setiap wilayah penangkapan ikan dan hasil tangkapannya adalah hal yang sangat penting dalam menuju tercapainya pelaksanaan usaha perikanan yang berkelanjutan. Apabila tingkat penangkapan ikan menjadi tinggi hingga melampaui kapasitas stok ikan yang tersedia di suatu wilayah penangkapan ikan maka akan terjadi penangkapan yang berlebihan (overfishing) yang ditandai dengan gejala pada suatu sumberdaya ikan antara lain adalah; 1) hasil tangkapan nelayan semakin menurun dari waktu-kewaktu 2) daerah penangkapan (fishing ground) semakin jauh dan 3) ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil (Widodo 2003).

Tingkat penangkapan yang melebihi nilai MSY dan menyebabkan peristiwa lebih tangkap dapat mengakibatkan menurunnya hasil tangkapan per satuan upaya atau catch per unit effort (CPUE) (Murdiyanto 2004).

Sebaliknya apabila tingkat pemanfaatan di suatu wilayah penangkapan berada di bawah angka MSY maka akan terjadi apa yang disebut sebagai under utilization atau tingkat pemanfaatan yang belum optimal, artinya walaupun tidak membahayakan ketersediaan stok ikan akan tetapi sumberdaya ikan tersebut masih kurang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan makanan dari laut, banyak ikan yang mati secara alami tanpa dimanfaatkan (Murdiyanto 2004).

2.6 Musim Penangkapan Ikan

(38)

terhadap musim di antaranya adalah banyaknya ikan yang ditangkap, keadaan cuaca dan keuntungan yang diperoleh. Hasil tangkapan tidak hanya dipengaruhi oleh kelimpahan ikan pada suatu saat, tetapi bergantung juga pada jumlah unit dan efisiensi unit alat tangkap, lamanya operasi penangkapan dan ketersediaan ikan yang akan ditangkap (Laevastu & Favorite 1988).

Untuk dapat melakukan operasi penangkapan dengan efisien diperlukan adanya informasi yang tepat seperti saat musim penangkapan yang baik. Informasi mengenai pola musim penangkapan digunakan untuk menentukan waktu yang tepat dalam pelaksanaan operasi penangkapan. Perhitungan pola musim penangkapan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan bulanan. Pola musim penangkapan seperti halnya data lainnya yang bersifat musiman dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) yang dikemukakan oleh Dajan (1986).

(39)

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dibagi dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu :

(1)Pelaksanaan penelitian lapangan selama 2 bulan (September- Oktober 2006), yaitu pengambilan data primer dan sekunder secara langsung di lapangan. (2)Pelaksanaan analisis pengolahan data dan penyusunan tesis selama 6 bulan

(November 2006-April 2007).

Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Maluku Utara, yang meliputi Bacan Kabupaten Halmahera Selatan, Tobelo Kabupaten Halmahera Utara, dan Kota Ternate. Dipilihnya daerah-daerah tersebut menjadi lokasi penelitian karena pada ketiga daerah ini terdapat aktivitas nelayan yang sangat dominan dalam kegiatan penangkapan ikan pelagis dibandingkan dengan daerah-daerah lain dan wilayah tersebut merupakan pusat pendaratan ikan utama di Provinsi Maluku Utara. Peta wilayah Maluku Utara dan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

(40)

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dan observasi lapangan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data produksi dan upaya tangkap tahunan ikan pelagis antara lain tuna, cakalang, tongkol, layang, kembung dan julung-julung di diperoleh dari laporan statistik perikanan tangkap Provinsi Maluku Utara. Dipilihnya jenis ikan tersebut, berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa jenis ikan ini mengalami tekanan penangkapan yang lebih intensif dibandingkan jenis ikan pelagis yang lain. Data produksi dan upaya penangkapan ikan bulanan (1998-2005) dikumpulkan dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate.

Untuk pemutakhiran data produksi dan upaya penangkapan ikan maka dilakukan wawancara dan diskusi mendalam dengan Kasudin Produksi dan Kasubag Perencanaan dan Pelaporan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Sedangkan data produksi dan upaya penangkapan bulanan diverivikasi dengan mengadakan diskusi mendalam dengan Kepala seksi pendaratan ikan dan petugas pencatatan hasil timbangan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Data meteorologi berupa curah hujan dan kecepatan angin rata-rata periode 10 tahun di peroleh dari Stasiun Meteorologi Babullah Ternate.

(41)

24

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Analisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan

1) Produktivitas alat tangkap

Perhitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui laju tangkapan upaya penangkapan ikan yang didasarkan pada pembagian total hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (effort). Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983).

fi ci

CPUE= ...(1)

Keterangan :

ci : Hasil tangkapan ke-i (kg) fi : Upaya penangkapan-i (trip)

CPUEi : Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ke-i (kg/trip)

2) Standarisasi alat tangkap

Standarisasi alat tangkap dalam rangka menghitung potensi sumberdaya ikan penting dilakukan mengingat setiap jenis ikan dapat ditangkap dengan menggunakan lebih dari satu jenis alat tangkap. Menurut Gulland (1983) bahwa jika di suatu perairan terdapat berbagai jenis alat tangkap maka salah satu alat tangkap dapat dipakai sebagai alat tangkap standar, sedangkan alat tangkap yang lainnya dapat distandarisasikan terhadap alat tangkap tersebut. Standarisasi terhadap alat tangkap yang lain bertujuan untuk menyeragamkan satuan-satuan upaya yang berbeda sehingga dapat dianggap upaya penangkapan yang sama dengan alat tangkap standar. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar dipilih dari alat tangkap yang mempunyai nilai produktivitas yang paling tinggi dengan asumsi setiap jenis alat tangkap yang distandarisasi tidak mengalami perubahan baik dari segi ukuran maupun teknologinya selama periode pengamatan. Alat tersebut diberi nilai FPI (fishing power index) = 1. Perhitungan FPI (Spare & Venema 1999), yaitu:

CPUEi = fi Ci

;

CPUEs = s s

C

(42)

FPIi =

CPUEs CPUEi

...(2)

FPIs = s

s

CPUE

CPUE ...(3) Std Efforti = Fpii x fi...(4) Std Efforts = FPis x fs...(5) Std Effort total = ∑(FPIi X fi) + (FPIs X fs)...(6) Keterangan :

Cs : Hasil tangkapan (catch) per tahun alat tangkap standar (kg) fs : Upaya penangkapan (effort) per tahun alat tangkap standar (trip) Ci : Hasil tangkapan (catch) per tahun jenis alat tangkap lain (kg) fi : Upaya penangkapan (effort) per tahun alat tangkap lain (trip) CPUEs : Hasil tangkapan per upaya penangkapan tahunan alat tangkap

standar (kg/trip)

CPUEi : Hasil tangkapan per upaya penangkapan tahunan alat tangkap lain (kg/trip)

FPIs : Faktor daya tangkap jenis alat tangkap standar FPIi : Faktor daya tangkapa jenis alat tangkap lain

3) Metode surplus produksi

Salah satu metode pendugaan stok ikan adalah metode surplus produksi (surplus production methods). Metode ini digunakan dalam perhitungan potensi lestari maksimum (MSY) dan upaya penangkapan optimum dengan cara menganalisis hubungan upaya penangkapan dengan hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE). Metode ini dapat menggambarkan keadaan stok ikan sebelumnya dan dapat juga meramalkan yang akan datang berdasarkan data hasil tangkapan ikan dan upaya penangkapan. Suatu stok dianggap sebuah kumpulan besar biomassa dan sama sekali tidak berpedoman atas umur dan ukuran panjang ikan dengan pertimbangan bahwa jumlah biomassa stok tetap dan adanya aktivitas usaha perikanan, maka dapat diduga bahwa semakin banyak jumlah kapal (effort), akan semakin kecil bagian masing-masing kapal (Gulland 1983).

Dalam penggunaan metode surplus produksi, maka beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan:

(1)Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal tanpa memperhatikan struktur populasinya

(43)

26

(4)Masing-masing unit penangkapan ikan memiliki kemampuan yang sama Metode produksi surplus terdiri dari model Schaefer dan model Fox. Tidak dapat dibuktikan bahwa salah satu model tersebut lebih baik dari model yang lain. Pemilihan salah satu model didasarkan pada kepercayaan bahwa salah satu model tersebut paling rasional dan mendekati keadaan sebenarnya atau paling sesuai dengan data yang ada (Spare & Venema 1999). Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R2 atau koefisien determinasi. Menurut Sokal dan Rohlf (1981) koefisien determinasi adalah nilai yang menyatakan besarnya perubahan variabel y karena peubah variabel x. Model yang memiliki nilai R2 terbesar adalah model yang sesuai untuk digunakan dalam menganalisis data tersebut karena menunjukkan bahwa peubah x berpengaruh besar terhadap peubah y.

Langkah-langkah pengolahan data dalam metode produksi surplus model Fox adalah sebagai berikut:

(1) Menjumlahkan hasil tangkapan dari tiap-tiap alat tangkap yang digunakan untuk menangkap setiap jenis ikan

(2) Menjumlahkan effort standar dari setiap jenis ikan

(3) Menghitung produktivitas (CPUE) standar dengan membandingkan jumlah hasil tangkapan dengan jumlah effort standar

(4) Karena model Fox yang digunakan maka, nilai CPUE standar dilogaritmakan atau Ln CPUE

(5) Memplotkan nilai effort standar (x) dan nilai Ln CPUE (y) untuk menduga nilai c dan d dengan regresi linier

(6) Membuat simulasi agar dapat menentukan kurva pendugaan model Fox (7) Menghitung pendugaan potensi lestari (MSY) dan upaya optimum (effort

optimum)

Besarnya parameter c dan d secara matematik dapat dicari dengan menggunakan persamaan regresi sederhana dengan rumus y = c + bx.

c = ( );

xi = Upaya penangkapan pada periode-i; dan

(44)

Rumus-rumus untuk mencari potensi lestari (MSY) hanya berlaku bila parameter d bernilai negatif, artinya penambahan upaya penangkapan akan menyebabkan penurunan CPUE. Bila dalam perhitungan diperoleh nilai b positif, maka perhitungan potensi dan upaya penangkapan optimum tidak dilanjutkan, akan tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa penambahan upaya penangkapan masih memungkinkan untuk meningkatkan hasil tangkapan.

Perhitungan nilai potensi lestari (MSY) dan upaya optimum (fopt) dengan menggunakan rumus Fox adalah sebagai berikut:

Ln CPUE = c + d x fi

Hubungan antara effort standar (fstd) terhadap Ln CPUEstd adalah: y = f x exp (c + d x f)

Nilai upaya optimum:

fopt =

d

1

− ...(8)

Nilai potensi lestari:

MSY = 1⎟×exp

(

−1

)

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

c

d ...(9)

Keterangan :

c : Intercept

d : Slope

fi : Upaya penangkapan pada tahun ke-i (trip) fopt : Upaya penangkapan optimum (trip/tahun) MSY : Nilai potensi maksimum lestari (kg/tahun)

Untuk menentukan tingkat pemanfaatan setiap jenis ikan pelagis ekonomis penting dihitung dengan cara mempersentasekan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu terhadap nilai MSY. Rumus dari tingkat pemanfaatan adalah :

Tpi = X100% MSY

ci

...(10)

Keterangan :

Tpi : Tingkat pemanfaatan pada tahun ke-i ci : Hasil tangkapan pada tahun ke-i (kg) MSY : Nilai potensi maksimum lestari (kg/tahun)

(45)

28

Gambar 3 Tahapan penentuan tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomispenting di Provinsi Maluku Utara

Penggabungan data statistik perikanan tangkap (1998-1999)

¾ Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Barat (1998-1999)

¾ Dinas Perikanan dan Kelautan Halmahera Tengah(1998-1999)

¾ Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate(1998-1999) Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Maluku Utara (2000-2005)

Data produksi tahunan dan unit penangkapan

Menghitung CPUE

Standarisasi upaya tangkap

Menghitung CPUE standar

Menentukan: MSY, fopt

Menentukan: tingkat pemanfaatan Data statistik perikanan

(46)

3.3.2 Analisis pola musim penangkapan ikan

Data hasil tangkapan dari masing-masing ikan pelagis dominan dianggap merupakan indikator keberadaannya pada suatu daerah penangkapan. Data hasil tangkapan bulanan masing-masing ikan pada tempat pendaratan dianalisis berdasarkan perbandingan antara berat total ikan yang didaratkan dengan banyaknya upaya yang dilakukan pada bulan tersebut (CPUE). Banyaknya upaya penangkapan dihitung dari jumlah kapal yang melakukan pendaratan ikan pada bulan yang bersangkutan. Secara matematik CPUE tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dikemukakan oleh Dajan (1986). Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

(1) Menyusun deret CPUEibulan Januari 1997 sampai Desember 2005

ni = CPUEi...(12) Keterangan :

i : 1,2,3,...,108

ni: CPUE urutan ke-i

(2) Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG)

Rgi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i CPUEi : CPUE urutan ke-i

i : 6,7,...,...n-5

(3) Menyusun rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP)

(47)

30

(4) Rasio rata-rata bulan (Rb)

RGPi CPUEi

Rbi= ...(15)

Keterangan :

Rbi : Rasio rata-rata bulan urutan ke-i CPUEi : CPUE urutan ke-i

i : 6,7,...,...n-5

(5)Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulan, yang dimulai dari bulan juni-juli. Selanjutnya menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, kemudian menghitung total rasio rata-rata secara keseluruhan dan pola musim penangkapan.

1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RBBi)

⎟⎟

RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i

Rbij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j

i : 1,2...,...12 j : 1,2,3...,..., n

2) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBB)

JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulan RBBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i

i : 1,2...,...12

JRBB : Jumlah rasio rata-rata bulanan 4) Indeks musim penangkapan

IMPi = RRBi

x

FK...(18) Keterangan :

IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i RBBi : Rasio rata-rata untuk bulanan ke-i

(48)

Gambar 4 Tahapan analisis pola musim penangkapan ikan dan hubungannya dengan kondisi lingkungan dan daerah penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara

Nusantara Ternate Studi Literatur

(49)

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah

4.1.1 Letak geografis

Secara geografis kedudukan wilayah Provinsi Maluku Utara terletak antara 3 oLU-3 oLS dan antara 124 oBT-129 oBT, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara dengan Samudera Pasifik

• Sebelah Selatan dengan Laut Seram dan Laut Banda • Sebelah Timur dengan Selat Halmahera

• Sebelah Barat dengan Laut Maluku

Sedangkan secara administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari 6 kabupaten dan 2 kota dengan luas keseluruhan + 145.819,1 km2.

4.1.2 Karakteristik iklim

Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi sehari-hari dimana unsur penyusun iklim utama adalah temperatur dan curah hujan, sehingga untuk mengetahui tipe iklim suatu wilayah perlu mengetahui karakteristik temperatur dan curah hujan. Provinsi Maluku Utara dipengaruhi oleh iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 27 oC-30 oC dengan curah hujan rata-rata antara 1000 - 2000 mm/tahun. Kelembaban nisbi rata-rata yang tercatat pada stasiun Metereologi Babullah Ternate (1997) adalah 71% (higher) pada bulan Agustus dan 87% (lower) pada bulan Februari.

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah ini beriklim tipe A dan B, sedangkan menurut klasifikasi Koppen bertipe A. Wilayah Provinsi Maluku Utara dipengaruhi oleh 4 musim, yaitu musim utara atau barat dan musim selatan atau timur dan 2 musim peralihan. Musim angin berlangsung setiap tahun dengan kecepatan rata-rata 12 km/jam yang dipengaruhi oleh keadaan angin musim utara dan musim selatan diselingi musim pancaroba yang merupakan transisi antara kedua musim tersebut. Musim utara terjadi pada bulan Oktober hingga Maret dan musim selatan terjadi pada bulan April hingga September.

(50)

pada bulan Mei (336 mm) dengan jumlah hari hujan 11-21 hari dan curah hujan terendah pada bulan Oktober (6 mm) dengan jumlah hari hujan 3-4 hari. Suhu udara maksimum berkisar 29,5-32,3 oC dan suhu minimum berkisar 22,1-24,1oC dengan suhu rata-rata 26,6 oC. Kelembaban nisbi berkisar 75-87% dengan rata-rata 80,3%. Persentase penyinaran matahari rata-rata-rata-rata berkisar 37% (Pebruari)-97% (Agustus). Kecepatan angin pada bulan Nopember-Mei bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan maksimum 24 knot, bulan Juni-September bertiup dari arah selatan dengan kecepatan maksimum 21 knot.

4.1.3 Krakteristik oseanografi

Informasi dasar tentang kondisi lingkungan perairan sangat diperlukan dalam kegiatan pemanfaatan kawasan perairan pantai berupa pengetahuan akan karakteristik fisik dan dinamika perairan sehingga diperlukan data dari parameter oseanografi yang diperoleh dari data sekunder.

Perairan Maluku Utara secara langsung berbatasan dengan laut lepas, sehingga kondisi yang terjadi di perairan ini dipengaruhi oleh karakteristik perairan yang berbatasan dengan wilayah perairan. Beberapa laut yang mempengaruhi secara langsung wilayah Maluku Utara adalah laut Maluku, laut Seram dan samudera Pasifik. Selain memiliki topografi yang landai sampai terjal, di perairan Maluku Utara terdapat beberapa palung yang dalam. Kedalaman perairan Maluku Utara mulai dari daerah inshore sampai pada daerah ofshore

adalah 200-700 meter. Sedangkan pada daerah atau perairan pantai yang terlindung dan memiliki topografi yang landai terutama pada kawasan pulau-pulau kecil kedalamannya tidak lebih dari 200 meter.

(51)

34

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara hampir periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Naik turunnya muka laut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal), atau dua kali sehari (pasut ganda). Sedangkan pasut yang berprilaku diantara keduanya disebut sebagai pasut campuran.

Pasang surut yang terjadi di perairan Maluku Utara adalah tipe pasang diurnal, yaitu pergerakan naik turunnya permukaan air laut pada interval waktu yang sama antara siang dan malam. Selanjutnya pergerakan arus yang berlangsung menurut skala waktu dapat dibedakan menjadi arus musiman akibat perubahan musim, yaitu Barat dan Timur dan arus harian yang dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut. Data Dishidros TNI-AL (1992) diacu dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2002) kecepatan arus tertinggi terjadi di selat Capalulu mencapai 90 mil/jam, sedangkan arus lokal bervariasi pada saat arah angin menuju timur laut sampai tenggara dan ke arah selatan sampai barat dengan variasi antara 1- 45 cm/detik.

Parameter oseanografi penting lainnya adalah gelombang, informasi mengenai kondisi gelombang dapat memprediksikan perairan dan aktifitas di laut termasuk aktifitas perikanan tangkap. Variasi pergerakan gelombang berdasarkan data Dishidros TNI-AL (1992) dan LON-LIPI Ambon (1994) dalam Dinas Perikanan dan Kelautan (2002) gelombang besar terjadi pada bulan September-Desember dengan ketinggian mencapai 1.50 - 2.00 meter.

Gambar

Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Gambar 3  Tahapan penentuan  tingkat pemanfaatan beberapa jenis ikan pelagis ekonomispenting di Provinsi Maluku Utara
Gambar 4  Tahapan analisis pola musim penangkapan ikan dan hubungannya    dengan kondisi lingkungan dan daerah penangkapan ikan di Provinsi Maluku Utara
Tabel 2 Perkembangan prasarana perikanan miliki swasta di Provinsi Maluku Utara sampai tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun secara jelas hak-hak penguasaan oleh tanah/lahan sudah diatur baik dari UUD NRI 1945 sebagai norma dasar, UUPA sebagai payung hukum pelaksanaan agraria, dan

Latihan aktivitas fisik manusia dipengaruhi kadar hemoglobin dalam darah, maka dari itu pengujian stimulansia terhadap kelelahan mendasari harusnya dilakukan

Akan tetapi jika melihat asumsi data riil yang digunakan, prosentasi sebesar lebih dari 50% merupakan indikasi baik bahwasannya pemodelan yang dilakukan telah cukup sesuai jika

Minyak eucalyptus dari klon 77 memiliki nilai rendemen dan kadar sineol yang lebih tinggi dibandingkan lainnya.. 82 UCAPAN

Kesulitan guru dalam menyusun instrumen penilaian autentik terletak pada cara mengembangkan indikator dari Kompetensi Dasar, yaitu dalam menentukan kata kerja

Secara umum pola arus pasang surut hasil simulasi model hidrodinamika menunjukkan bahwa pada kondisi menuju surut pola arus didominasi oleh aliran yang bergerak dari celah

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Jurica Lucyanda dan Lady GraciaPrilia Siagian (2012) terletak pada variabel, sampel dan tahun penelitian,

Ekstrak etanol buah asam kandis pada konsentrasi 1,5 mg/sumur bersifat bakterisida yaitu pada bakteri S. aureus , dan selebihnya bersifat bakteristatik. Enkapsulatnya