• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Minuman Fungsional Omega 3 dari Lintah Laut (Discodoris sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Minuman Fungsional Omega 3 dari Lintah Laut (Discodoris sp)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

FITRI SYAPUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Formulasi Minuman

Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut (Discodoris sp.)” adalah karya saya beserta komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2012

Fitri Syaputri

(4)
(5)

Water resources such as Sea slug (Discodoris sp.) can be made as functional beverages. One of the important compound in Sea slug is omega-3 fatty acid. Omega-3 fatty acid is useful for our healthy. The study aimed to determine the best formulation based on the content of omega-3 in functional beverage of sea slug. The study was conducted in three phases: 1) the preparation of raw materials (Discodoris sp.), 2) the preparation of additional ingredients (ginger and soybean), 3) the stage of formulation of the functional beverage products. There were are three formulation, formulation A1 (Discodoris sp. 20%, ginger 35%, soybean 45%), A2 (Discodoris sp. 25%, ginger 35%, soybean 40%), and A3 (Discodoris sp. 30%, ginger 35%, soybean 35%). The best formulation with highest omega-3 and sensory was achieved in formulation A1. Sea slug functional beverage can be sources of omega-3 fatty acid. Testing the stability of the parameters chemical and microbiological shelf life by showing prediction of critical parameters is TPC, the formula A1 has a shelf life of 64 days at 30 oC, 70 days at 35 oC, and 84 days at 45 oC. The higher storage temperature the shelf life of the product will be longer.

(6)
(7)

FITRI SYAPUTRI. C351100121. Formulasi Minuman Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut (Discodoris sp.). Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.

Lintah laut (Discodoris sp.) secara empiris telah dimanfaatkan sebagian masyarakat pesisir di Indonesia untuk menambah stamina dan vitalitas tubuh. Pemanfaatan lintah laut menjadi pangan fungsional yang dapat dikonsumsi secara luas oleh masyarakat masih terbentur pada habitat hidup lintah laut dan cara penyajian. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi dan formulasi minuman fungsional yang kaya omega-3, komposisi kimia dan asam lemak dari masing-masing bahan baku, baik dalam bentuk segar, ekstrak maupun dalam minuman serbuk, dan formula minuman terbaik yang memiliki masa simpan maksimum melalui pengujian stabilitas produk. Hipotesis penelitian ini adalah konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap kandungan omega-3 formula minuman, kandungan omega-3 dalam bentuk ekstrak lintah laut berbeda dengan serbuk minuman fungsional yang sudah diformulasikan, konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap kandungan asam lemak formula minuman, dan masa simpan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia produk minuman fungsional

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengambilan dan preparasi sampel, tahap kedua adalah formulasi minuman fungsional, dan tahap ketiga adalah pengujian stabilitas daya simpan produk. Analisis yang dilakukan meliputi proksimat, organoleptik, dan asam lemak. Uji stabilitas formula terpilih meliputi uji asam lemak, total mikroba/kapang, pH, dan aktivitas air (aw).

Berdasarkan trial and error didapatkan tiga formulasi serbuk minuman fungsional lintah laut (Discodoris sp.), yaitu formula A1 (Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%), formula A2 (Discodoris sp. 25%, jahe 35%, kedelai 40%), dan formula A3 (Discodoris sp. 30%, jahe 35%, kedelai 35%). Formula terbaik yang memiliki kandungan omega-3 dan nilai kesukaan tertinggi yaitu pada formula A1(Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%), dengan nilai asam linolenat sebesar 4,55%; eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 0,03%, dan

dokosaheksaenoat acid (DHA) sebesar 0,05%. Kandungan omega-3 minuman fungsional setelah disimpan selama 35 hari mengalami penurunan yaitu dari 0,03% nilai EPA menjadi 0,02%, sedangkan untuk asam linolenat dari 4,55% menjadi 3,97%.

Pengujian stabilitas terhadap parameter-parameter kimia dan mikrobiologi menunjukkan pendugaan umur simpan berdasarkan parameter kritis yaitu TPC, pada formula A1 memiliki umur simpan selama 64 hari pada suhu 30 oC, 70 hari pada suhu 35 oC, dan 84 hari pada suhu 45 oC.

(8)
(9)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

FITRI SYAPUTRI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains

pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul : Formulasi Minuman Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut (Discodoris sp.)

Nama : Fitri Syaputri

NIM : C351100121

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurjanah, MS Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb Dipl.-Biol. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Formulasi Minuman Fungsional Omega-3 dari Lintah Laut

(Discodoris sp.)”. Tesis ini mendapat beasiswa bantuan penulisan tesis dari Hibah

Bersaing.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si selaku ketua Program Studi Teknologi

Hasil Perairan atas bimbingannya.

2. Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir.

Agoes M. Jacoeb. Dipl.-Biol. sebagai anggota komisi pembimbing atas

kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan, dan saran selama

penyusunan tesis ini.

3. Bapak Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi.,M.Si selaku dosen penguji yang telah

memberikan banyak masukan demi perbaikan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, staf laboratorium Program

Studi Teknologi Hasil Perairan, staf laboratorium Terpadu (Ibu Ani), staf

laboratorium PAU IPB (Bapak Edi) yang telah banyak membantu dan

bekerjasama dengan baik selama penulis menempuh studi.

5. Orang tua S. Triatmadji; Budi Wati; Didi Sukardi; Iis Aisyah; suami Adi

Setiadi, dan seluruh keluarga besar kami yang telah memberikan doa dan

semangat kepada penulis sampai saat ini.

6. Teman-teman S2 THP IPB angkatan 2010 dan angkatan 2011 atas kerjasama

yang baik selama studi.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga tesis

ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2012

Fitri Syaputri

(16)
(17)

Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak S.

Triatmadji dan Ibu Budi Wati. Penulis memulai pendidikan

formal di SDN Pulogebang 03 Pagi Jakarta lulus pada tahun

2001, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 138 Jakarta

lulus tahun 2003, dan Sekolah Menengah Atas di SMUN 44

Jakarta lulus pada tahun 2005.

Pendidikan sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Padjadjaran dari tahun 2005-2010. Penulis menikah dengan Adi Setiadi pada 14

Juli 2010. Tahun 2010 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang

(18)

Water resources such as Sea slug (Discodoris sp.) can be made as functional beverages. One of the important compound in Sea slug is omega-3 fatty acid. Omega-3 fatty acid is useful for our healthy. The study aimed to determine the best formulation based on the content of omega-3 in functional beverage of sea slug. The study was conducted in three phases: 1) the preparation of raw materials (Discodoris sp.), 2) the preparation of additional ingredients (ginger and soybean), 3) the stage of formulation of the functional beverage products. There were are three formulation, formulation A1 (Discodoris sp. 20%, ginger 35%, soybean 45%), A2 (Discodoris sp. 25%, ginger 35%, soybean 40%), and A3 (Discodoris sp. 30%, ginger 35%, soybean 35%). The best formulation with highest omega-3 and sensory was achieved in formulation A1. Sea slug functional beverage can be sources of omega-3 fatty acid. Testing the stability of the parameters chemical and microbiological shelf life by showing prediction of critical parameters is TPC, the formula A1 has a shelf life of 64 days at 30 oC, 70 days at 35 oC, and 84 days at 45 oC. The higher storage temperature the shelf life of the product will be longer.

(19)

iv

2.6 Karakteristik Bahan-Bahan Tambahan ... 13

2.6.1 Jahe (Zingiber officinalle Roscoe) ... 13

3.3.2 Tahap formulasi minuman serbuk fungsional ... 25

3.3.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk ... 27

(20)

v

4.4.1 Asam lemak lintah laut (Discodoris sp.) dan kedelai (Glycine max) ... 47

4.4.2 Omega-3 lintah laut (Discodoris sp.) dan kedelai (Glycine max) ... 49

4.5 Formulasi Minuman Fungsional ... 50

4.5.1 Organoleptik ... 50

4.5.2 Kandungan asam lemak produk minuman fungsional ... 54

4.5.3 Omega-3 produk minuman fungsional ... 55

4.7 Pendugaan Umur Simpan Minuman Serbuk Fungsional Lintah Laut (Discodoris sp.) dengan Metode Arrhenius ... 63

(21)

vi

1 Kandungan zat gizi lintah laut ... 8

2 Komposisi maltodekstrin ... 16

3 Formulasi minuman serbuk lintah laut ... 27

4 Temperatur terprogram dengan laju kenaikan suhu ... 33

5 Rendemen lintah laut setelah preparasi ... 42

6 Analisis proksimat lintah laut ... 43

7 Analisis logam berat pada daging segar lintah laut ... 45

8 Komposisi kimia jahe merah berdasarkan berat kering ... 46

9 Komposisi kimia kacang kedelai berdasarkan berat kering ... 47

10 Komposisi asam lemak lintah laut (Discodoris sp.) dan kedelai (Glycine max L) ... 48

11 Komposisi asam lemak produk minuman fungsional lintah laut ... 55

12 Komposisi asam lemak produk minuman fungsional setelah penyimpanan ... 58

13 Data pengamatan penambahan total TPC minuman fungsional lintah laut selama penyimpanan 35 hari ... 62

14 Data pengamatan penambahan total nilai kapang minuman fungsional lintah laut selama penyimpanan 35 hari ... 63

15 Data pengamatan penambahan nilai aw minuman fungsional lintah laut selama penyimpanan 35 hari ... 64

16 Nilai koefisien korelasi (R2) pada perhitungan umur simpan minuman fungsional lintah laut ... 66

(22)
(23)

viii

10 Histogram rata-rata skor hedonik kenampakan minuman A1, A2, dan A3. A1: (Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%), 12 Histogram rata-rata skor hedonik rasa minuman A1, A2, dan A3

A1: (Discodoris sp. 20%, jahe 35%, kedelai 45%), A2: (Discodoris sp. 25%, jahe 35%, kedelai 40%),

A3: (Discodoris sp. 30%, jahe 35%, kedelai 45%) ... 54

13 Perubahan nilai pH produk formula A1 selama penyimpanan ... 60

14 Laju peningkatan nilai TPC pada minuman lintah laut ... 61

15 Laju peningkatan nilai total kapang pada minuman lintah laut ... 63

16 Totalaktivitas air(aw)minuman fungsional lintah laut ... 65

17 Laju peningkatan nilai TPC pada minuman lintah laut ... 66

(24)
(25)

x

1 Preparasi bahan baku ... 80

2 Formulasi minuman fungsional lintah laut ... 81

3 Score sheet uji hedonik minuman fungsional Discodoris sp. ... 82 4 Kromatografi standar asam lemak ... 83

5 Kromatografi asam lemak lintah laut segar ... 85

6 Nilai organoleptik kenampakan, aroma, dan rasa minuman fungsional

lintah laut ... 87

7 Kruskal Wallis kenampakan ... 88

8 Uji lanjut multiple comparison terhadap perbedaan komposisi

minuman fungsional lintah laut terhadap kenampakan ... 88

9 Kruskal Wallis aroma... 89

10 Uji lanjut multiple comparison terhadap perbedaan komposisi

minuman fungsional lintah laut terhadap aroma ... 89

11 Kruskal Wallis rasa ... 90

12 Uji lanjut multiple comparison terhadap perbedaan komposisi

minuman fungsional lintah laut terhadap rasa ... 90

13 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A1 ... 91

14 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A2 ... 93

15 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A3 ... 95

16 Kromatografi asam lemak serbuk minuman formula A1

setelah penyimpanan 35 hari ... 97

17 Data pengamatan TPC, kapang, pH, dan aw selama penyimpanan

(26)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lintah laut (Discodoris sp.) merupakan gastropoda laut yang tidak bercangkang dan biasanya berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bintik putih

dan garis pada bagian atas badannya. Lintah laut tersebar di dunia, jumlah dan

jenis terbesar ditemukan di perairan tropis. Lintah laut merangkak sepanjang dasar

atau melekat pada permukaan tanaman, batu-batuan, dasar berlumpur atau

berpasir pada daerah pasang surut yang landai, bergerak lambat, dan

menghasilkan lendir untuk mencegah kekeringan (Rumpho et al. 2000).

Hasil penelitian Nurjanah et al. (2012) menunjukkan bahwa lintah laut mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) sebesar 27,53% (daging) dan 29,82% (jeroan), dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid) sebesar 34,66% (daging) dan 17,95% (jeroan), terdiri atas asam lemak tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA) yaitu oleat (C18:1,n-9)8,13% dan asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acid/PUFA) yaitu linoleat (C18:2,n-6)5,63% dan linolenat (C18:3,n-3) 20,91%. Witjaksono (2005)

melaporkan bahwa fraksi nonpolar daging lintah laut mengandung senyawa fenol,

sterol, saturated fatty acid, dan unsaturated fatty acid (omega-3).

Salah satu komponen gizi yang bermanfaat dalam kehidupan adalah asam

lemak. Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang

panjang (Davenport dan Johnson 1971). Asam lemak berdasarkan kejenuhannya

dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan tak jenuh. Asam lemak tak jenuh yang

paling banyak terdapat pada komoditas perikanan adalah asam linoleat dan

linolenat. Turunan dari asam linolenat adalah EPA dan DHA. Asam lemak tak

jenuh digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan

mempunyai peran penting dalam perkembangan otak. Komoditas perikanan

merupakan sumber asam lemak omega-3 dengan lima hingga enam ikatan

rangkap yang terdapat didalamnya (Grosch 1999). Asam lemak omega-3

merupakan asam lemak esensial, yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh

(27)

makanan. Manfaat mengkonsumsi asam lemak omega-3 dalam jumlah yang

cukup dapat mengurangi kandungan kolesterol dalam darah dan mengurangi

resiko terkena penyakit jantung, dan dapat membantu mengurangi nyeri pada

persendian serta mengurangi kerusakan kulit. Lembaga luar negeri yang

menangani bidang pangan merekomendasikan bahwa imbangan asam lemak

omega-3 dibanding omega-6 total untuk dikonsumsi adalah 4:1 sampai 10:1

(Health and Walfare Canada 1990; National Research Council 1989).

Beberapa tahun belakangan ini, kebutuhan terhadap asam lemak dalam

makanan dan minuman fungsional telah berkembang. Penelitian yang

memanfaatkan lintah laut sebagai basis dalam formulasi minuman fungsional

sudah pernah dilakukan oleh Naiu et al. (2011), tetapi hasilnya belum maksimal karena masih menyisakan pasta yang merupakan bagian dari formula minuman

dalam kantong teh, oleh karena itu pengembangan formulasi minuman menjadi

penting untuk keperluan pabrikasi sehingga dapat menghasilkan pangan

fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi sensorinya. Pencampuran

rempah dalam formulasi minuman dapat dilakukan untuk memberikan rasa

dengan nilai sensori yang lebih tinggi pula.

1.2 Perumusan Masalah

Makanan termasuk minuman fungsional didefinisikan sebagai suatu

makanan atau minuman yang dimodifikasi dengan penambahan satu atau lebih

komponen bahan alami. Minuman fungsional bermanfaat bagi kesehatan karena

mengandung zat-zat nutrisi, dan secara tidak langsung berfungsi dalam

pencegahan dan pengobatan penyakit (Goldberg 1994; Marriot 2000).

Departemen Kesehatan Jepang telah mengidentifikasikan minimal terdapat 12

komponen yang dipertimbangkan dapat meningkatkan kesehatan yaitu serat kasar

makanan, oligosakarida, gula alkohol, asam amino, peptida dan protein, glikosida,

alkohol, isoprenoid, vitamin, kolin, bakteri asam laktat, mineral, PUFA

(Poly Unsaturated Fatty Acid), fitokimia dan antioksidan (Goldberg 1994).

Konsumsi asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang cukup mampu

(28)

penyakit jantung. Selain itu dapat membantu mengurangi nyeri pada persendian

serta mengurangi kerusakan kulit.

Penelitian yang memanfaatkan lintah laut sebagai basis dalam formulasi

minuman fungsional sudah pernah dilakukan oleh Naiu et al. (2011). Namun hasilnya belum maksimal karena masih menyisakan pasta yang merupakan bagian

dari formula minuman dalam kantong teh, oleh karena itu pengembangan

formulasi minuman menjadi penting untuk keperluan pabrikasi sehingga dapat

menghasilkan minuman fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi

sensorinya. Pencampuran rempah dalam formulasi minuman dapat dilakukan

untuk memberikan rasa dengan nilai sensori yang lebih tinggi pula.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

(a) menentukan komposisi kimia dan asam lemak dari masing-masing bahan

baku, baik dalam bentuk segar, ekstrak maupun dalam minuman serbuk;

(b) menentukan konsentrasi dan formulasi minuman fungsional yang kaya

omega-3;

(c) mendapatkan formula minuman terbaik yang memiliki masa simpan

maksimum melalui pengujian stabilitas.

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tujuan dari rencana penelitian ini, maka hipotesisnya adalah

sebagai berikut :

(a) jumlah omega-3 dalam bentuk ekstrak lintah laut berbeda dengan jumlah

omega-3 yang terdapat pada serbuk minuman fungsional yang sudah

diformulasikan;

(b) konsentrasi dan kombinasi bahan campuran berpengaruh terhadap jumlah

omega-3 formula minuman;

(c) masa simpan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia produk minuman

(29)

1.5 Roadmap Kegiatan Penelitian

Roadmap kegiatan penelitian minuman fungsional omega-3 dari lintah laut

dapat dilihat pada Gambar 1.

(30)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lintah Laut (Discodoris sp.)

Klasifikasi lintah laut secara sistematik menurut Rudman (1999) diacu

dalam Witjaksono (2005), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animal

Phylum : Moluska

Kelas : Gastropoda

Sub kelas : Opistobranchia

Ordo : Nudibranchia

Sub ordo : Doridina

Famili : Dorodidae

Genus : Discodoris sp.

Gambar 2 Discodoris sp. (Sumber: Nurjanah et al. 2009).

Lintah laut merupakan spesies yang termasuk dalam ordo nudibranchia

yang dikenal memiliki corak dan warna yang beraneka ragam (Gambar 2).

Nudibranch dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki cangkang, dan

termasuk dalam golongan karnivora yang memangsa spons dan invertebrata

bertubuh lunak. Nudibranch memiliki metabolit sekunder yang diperoleh dari

mangsanya dan yang dihasilkan sendiri (Grkovic et al. 2005). Racun dalam tubuh mangsanya tidak membahayakan hewan ini, melainkan dapat digunakan sebagai

suatu alat pertahanan terhadap musuh. Sebagian kecil Nudibranch dapat

menghasilkan sendiri racunnya, namun lebih banyak berasal dari makanannya.

(31)

racun tersebut dalam tubuhnya dan mengeluarkannya melalui sel-sel kulit dan

kelenjar saat mereka diserang (Holland 2009).

Lintah laut bertubuh memanjang dan berukuran kecil hingga medium.

Mulutnya dilengkapi dengan tentakel-tentakel kecil menyerupai jari

(Sachidhanandam et al. 2000). Discodoris sp. berwarna coklat kehitam-hitaman dengan bintik putih dan bergaris tanpa lapisan pelindung. Permukaan tubuhnya

licin. Insang-insangnya berjumbaian di punggung, selain itu hewan ini memiliki

kepala bertentakel yang sangat sensitif terhadap sentuhan, rasa dan aroma.

Matanya yang kecil hanya bisa melihat sedikit selain membedakan terang dan

bahkan di sekeliling cerobong-cerobong vulkanis yang menyembur di laut dalam

(Holland 2009). Hewan ini hidup dan menempel rapat pada batu-batuan yang

berlumpur atau berpasir dan menghasilkan lendir (mucus) untuk mencegah kekeringan. Bagian bawahnya dapat bergerak dan menempel pada substrat

sehingga gerakannya lambat (Rudman 1999 diacu dalam Witjaksono 2005).

Lintah laut termasuk jenis hewan hermaprodit, yaitu hewan yang

mempunyai alat kelamin ganda, yakni kelamin jantan dan betina terdapat dalam

satu individu. Ketika organisme ini siap untuk kawin akan bermigrasi ke daerah

pantai yang berbatu dan ditumbuhi subur oleh rumput laut dan menyemprotkan

telur serta sperma sekaligus di sekitar bebatuan tersebut. Telur-telur tesebut akan

dibiarkan melayang di sekitar bebatuan agar terhindar dari predator dan menetas

sendiri (Rudman 1999 diacu dalam Witjaksono 2005). Discodoris sp. merupakan hewan herbivora, makanan utamanya adalah plankton, alga (alga merah, alga

coklat, dan alga hijau), rumput laut, dan sponge. Juvenil akan tumbuh menjadi

populasi yang pesat bila mendapatkan makanan yang melimpah di sekitar daerah

(32)

Nudibranch atau dikenal sebagai lintah laut merupakan golongan

invertebrata laut bertubuh lunak. Nudibranch termasuk dalam golongan moluska

tidak memiliki cangkang dan sedikit memiliki mekanisme pertahanan fisik,

berpotensi sebagai mangsa bagi hewan predator karnivora. Untuk mengatasi

lemahnya pertahanan fisik tersebut, nudibranch melakukan adaptasi terhadap

lingkungan melalui perubahan anatomi dan fisiologi. Beberapa opistobranch aktif

pada malam hari, mengerutkan tubuhnya ketika diserang, dan mampu

berkamuflase secara efektif dengan berbagai warna yang menyerupai habitatnya

(Grcovik et al. 2005).

2.2 Komposisi Kimia Lintah Laut

Lintah laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioaktif,

diantaranya adalah jorumycin, adimeric isoquinoline alkaloid yang diisolasi dari

mantel dan lendir Jurunna funebris yang hidup di daerah pasifik, yang diduga dapat digunakan sebagai anti tumor. Nudibranch adalah lintah laut yang

mempunyai metabolit sekunder yang diperoleh dari inangnya karena memakan

selada laut dan sponge. Di Taiwan, lintah laut dikenal dengan sea slug dan dapat digunakan untuk pengobatan kanker; senyawa yang dihasilkannya adalah

Dolastin-10, ILX651, Cemadotin, Kahalalide F (senyawa siklik depsipeptida dari

lintah laut dan alga) (Hong 2004).

Tabel 1 Kandungan zat gizi lintah laut

Proksimat

Lintah laut mengandung asam lemak tak jenuh dan protein yang baik bagi

tubuh. Kandungan asam lemak tak jenuh pada lintah laut sangat dibutuhkan oleh

(33)

otak, membantu masa pertumbuhan dan menurunkan kadar trigliserida (Suwignyo

et al. 1998 diacu dalam Prihartini 1999). Kandungan zat gizi dari lintah laut dapat dilihat pada Tabel 1.

2.3 Asam lemak

Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida termasuk

lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, sfingolipid, ester kolesterol, dan

lain-lain, dan telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel dan

jaringan (Girindra 1987). Asam lemak dapat digolongkan berdasarkan tingkat

kejenuhan, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acid). Pembagian ini penting karena asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan asam lemak tidak

jenuh. Asam lemak yang paling umum dijumpai adalah laurat, miristat, palmitat,

dan stearat (Suharjo dan Kusharto 1987).

Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam

lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA). Asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh

majemuk. Asam lemak tak jenuh umumnya terdapat dalam bentuk cis, sedangkan

bentuk trans banyak terdapat pada lemak susu ruminansia pada hewan terestrial

dan lemak yang telah dihidrogenasi (Muchtadi et al. 1993). Perbedaan ikatan kimia antar asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dapat menyebabkan

terjadinya perbedaan sifat kimia dan fisik, diantaranya asam lemak jenuh dapat

meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Semakin panjang rantai karbon dan

semakin banyak jumlah ikatan rangkapnya, maka semakin besar kecenderungan

untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Muchtadi et al.1993).

Kandungan asam lemak moluska juga dipengaruhi jenis dan habitat.

Moluska yang hidup di air laut umumnya kaya akan asam lemak omega-3 (terutama C18:3ω3, C20:5ω3 dan C22:6ω3). Remis air tawar mengandung lebih banyak omega-6 (terutama C18:2 ω6 dan C:20:4 ω6) (Ekin dan Bashan 2010).

Kurniawan et al. (2010) melaporkan bahwa total asam lemak tak jenuh tunggal pada lintah laut asal Kepulauan Belitung sebesar 12,82%. ), sedangkan menurut

(34)

2.4 Omega-3

Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan

rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak

yang merupakan kelompok omega-3 adalah asam α-linolenat (18:3; ALA), asam

dokosaheksaenoat(22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5; EPA). Struktur

kimia EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) EPA (b) DHA

Gambar 3 Struktur EPA dan DHA (Sumber: Visetainer et al. 2005).

Asam linolenat (18:3) merupakan asam lemak esensial, karena dibutuhkan

tubuh namun tubuh tidak dapat mensintesisnya. Turunan dari asam linolenat

adalah EPA dan DHA. Ikan dapat mengubah asam linolenat menjadi EPA dan

DHA, namun perubahan ini terjadi tidak efisien pada manusia (Almatsier 2000),

EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak

dan pertumbuhan organ lainnya (Ackman 1994); EPA berperan dalam mencegah

penyakit degeneratif sejak janin dan pada saat dewasa dan sangat diperlukan

dalam pembentukan sel-sel pembuluh darah dan jantung pada saat janin dalam

kandungan, serta diperlukan dalam melancarkan pembuluh darah dan pengatur

sirkulasi pada jantung pada saat dewasa (Muchtadi et al. 1993).

Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid

mempunyai fungsi (Muchtadi et al. 1993) sebagai berikut: 1) Memelihara integritas dan fungsi peptide seluler

2) Mengatur metabolisme kolesterol

3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis,

yaitu prostaglandin, thromboksan, prostasiklin

4) Membantu aksi piridoksin (Vitamin B6) dan asam pantotenat

(35)

Bentuk paling umum dari omega-3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),

asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam alpha-linolenat yang membantu

membentuk EPA dan DHA. Omega-3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri

atas rantai panjang asam linolenat.

a) Asam α-linolenat (18:3n-3)

Asam lemak ini dihasilkan oleh tumbuhan dari denaturasi ∆12 dan ∆15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun

tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.

b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)

Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (±20-25% berat) walaupun tidak

dihasilkan oleh ikan.

c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)

Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di

banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah

melibatkan dasaturasi pada hewan.

d) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)

Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer

minyak ikan (±8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam

linolenat terjadi melalui proses desaturasi/elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3.

Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh denaturasi ∆6 (kemungkinan enzim desaturasi ∆6) dan menghasilkan asam lemak lewat satu siklus β-oksidasi membentuk DHA.

Kandungan EPA dan DHA pada daging lintah laut kering asal Kepulauan

Belitung sebesar 8,88% dan 19,39% (Kurniawan et al. 2010). Lintah laut memiliki kandungan EPA dan DHA yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kerang-kerangan. Menurut Ghifari A (2011) kerang tahu memiliki kandungan

EPA dan DHA yaitu sebesar 2,03% dan 6,06%, sedangkan kerang pisau atau

(36)

2.5 Tren Pangan Fungsional di Indonesia

Pengembangan pangan fungsional di Indonesia berawal dari pangan

tradisional yang dianggap dan diyakini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan

dan terapi penyakit. Pangan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa

dikonsumsi oleh masyarakat tertentu dengan citarasa khas yang diterima oleh

masyarakat tersebut. Bagi masyarakat Indonesia umumnya amat diyakini khasiat

aneka pangan tradisional, misalnya tempe, bawang putih, madu, kunyit, jahe,

kencur, temulawak, asam jawa, sambiloto, daun herbal, daun teh, daun beluntas,

cincau, dan aneka herbal lainnya. Jamu sebagai racikan aneka herbal berkhasiat

sangat popular di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Ardiansyah 2005).

Saat ini pasar pangan fungsional di Indonesia lebih banyak ditujukan

kepada anak-anak, pria, dan wanita usia muda. Asam lemak esensial, misalnya

omega-3 dan omega-6, serta kalsium menjadi komponen pangan fungsional utama

yang dipromosikan pada produk-produk pangan fungsional yang ditujukan kepada

anak-anak sebagai target konsumen. Produk pangan fungsional untuk kalangan

dewasa lebih difokuskan sebagai produk pangan untuk meningkatkan stamina

dengan penambahan komponen, antara lain zat besi, kalsium, dan komponen

bioaktif lain dari ginseng, jahe, dan yohimbi (Hardinsyah 2004).

Sejalan dengan perkembangan pangan fungsional di Indonesia maka

pemerintah melalui Badan POM telah membuat suatu regulasi pangan fungsional.

Definisi pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah

melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan

kajian-kajian ilmuan dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang

bermanfaat bagi kesehatan, serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau

minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur,

dan citarasa yang dapat diterima oleh konsumen, tidak memberikan

kontraindikasi, dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang

dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Meskipun mengandung

senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk

kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (BPOM 2005).

Kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi makanan sebagai sumber

(37)

maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada tahun 1997, konsumen

Amerika Serikat (AS) membelanjakan US$ 12,70 miliar untuk suplemen pangan

dan angka tersebut meningkat 13% per tahun (Aarts 1998 diacu dalam Witwer

1999). Di Indonesia, kecenderungan tersebut telah dimanfaatkan oleh industri

farmasi dan makanan untuk mempromosikan produk-produknya melalui

pencantuman klaim kesehatan pada label produk maupun iklannya. Berdasarkan

data Badan POM (2005), produk suplemen makanan meningkat cukup pesat

dalam dasawarsa terakhir, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang

diimpor.

Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan atau obat

berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Bila fungsi obat

terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional lebih bersifat

pencegahan terhadap penyakit. Berbagai jenis pangan fungsional telah beredar di

pasaran, mulai dari produk susu probiotik tradisional (yoghurt, kefir dan coumiss) sampai produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut.

Demikian juga dengan produk yang mengandung ekstrak serat yang bersifat larut

yang berfungsi menurunkan kolesterol dan mencegah obesitas. Jenis minuman,

telah tersedia berbagai minuman yang berkhasiat menyehatkan tubuh yang

mengandung komponen aktif rempah-rempah, misalnya kunyit asam, minuman

sari jahe, sari temulawak, beras kencur, dan bandrek.

Suatu produk dapat dikategorikan dalam kelompok pangan fungsional bila

berupa pangan dan dikonsumsi sebagai bagian pangan sehari-hari, mempunyai

fungsi tertentu saat dicerna atau selama proses metabolisme di dalam tubuh, dan

harus mengandung komponen bioaktif. Suatu produk pangan fungsional juga

harus memiliki 3 fungsi dasar yaitu: (a) sensorik (warna dan penampilan menarik,

serta cita rasa enak), (b) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan (c) fisiologis (dapat

memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Fungsi

fisiologis tersebut meliputi (a) pencegahan timbulnya penyakit, (b) peningkatan

daya tahan tubuh, (c) pengatur kondisi ritme fisik tubuh, (d) perlambat proses

aging, dan (e) penyembuhan kembali (recovery) (Goldberg 1994)

Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu di

(38)

(karbohidrat, protein dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang

bersangkutan, yaitu (1) serat pangan (dietary fiber), (2) oligosakarida, (3) gula alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated fatty acid = PUFA), (5) peptida dan protein tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7)

polifenol dan isoflavon, (8) Kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10)

fitosterol, serta (11) vitamin dan mineral tertentu.

2.6 Karakteristik Bahan-Bahan Tambahan

Formulasi minuman fungsional berbahan dasar lintah laut dilakukan

dengan menambah bahan-bahan lain, yang selain dapat meningkatkan citarasa

juga dapat berfungsi sebagai penambah kesehatan. Bahan-bahan yang dicampur

dalam formulasi minuman fungsional ini adalah jahe, karagenan, asam sitrat,

kedelai dan maltodekstrin.

2.6.1 Jahe (Zingiber officinalle Roscoe)

Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) menurut Lawrence (1951) dan Jansen (1981) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae Kelas : Monokotiledoneae Bangsa : Zingeberales Suku : Zingeberaceae Sub Suku : Zingiberoideae Marga : Zingiber

Jenis : Zingiber offcinale Rosc.

(39)

Jahe merupakan tanaman yang hidup merumpun, berbatang semu, tegak

atau condong dengan ketinggian antara 30-100 cm (Purseglove et al. 1981). Seluruh batangnya tertutup oleh kelopak daun yang melingkari batang, bunganya

berbentuk mayang kuning kehijauan dengan bibir bunga berwarna ungu.

Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah rimpangnya

(Gambar 4). Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan

dipanen setelah berumur 9-11 bulan. Waktu pemanenan jahe tergantung tujuan

penggunaannya. Jahe yang digunakan sebagai bahan baku permen, manisan, dan

selai dipanen pada saat muda, yaitu berumur 3-4 bulan agar tidak terlalu keras

(Farrel 1990). Rimpang yang akan digunakan sebagai bumbu atau untuk ekstraksi

minyak atsiri dan oleoresin dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri

dan oleoresinnya lebih tinggi, biasanya berumur 8-10 bulan (Purseglove et al. 1981).

Dua komponen penting yang terdapat pada jahe adalah minyak atsiri dan

oleoresin yang berada di dalam sel-sel minyak pada jaringan korteks dekat

permukaan kulit. Minyak atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang

khas, bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi

dan diperoleh melalui penyulingan uap, pengepresan maupun ekstraksi

menggunakan pelarut organik (Ketaren 1988). Konsistensi minyak atsiri jahe

adalah cairan kental berwarna hijau sampai kuning, berbau harum tetapi tidak

memiliki komponen-komponen pembentuk rasa pedas dan hangat khas jahe

(Purseglove et al. 1981). Oleoresin merupakan campuran minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis damar pembawa rasa (Rismunandar 1988). Oleoresin jahe lebih

banyak mengandung komponen non volatil yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada komponen volatil minyak atsiri. Komponen non volatil itu merupakan zat pembentuk rasa pedas jahe dan memiliki sifat organoleptik seperti

rempah-rempah aslinya. Oleh karena itu, oleoresin tetap memberikan rasa

walaupun sebagian minyak atsirinya telah menguap (Cripps 1973).

2.6.2 Kacang kedelai (Glycine max)

(40)

kedelai menggunakan jenis kedelai kuning, sementara kedelai hitam biasanya

digunakan untuk kecap. Bagian kedelai yang banyak dipakai adalah biji. Biji

terdiri dari dua bagian yaitu kulit biji (testa) dan embrio. Berdasarkan warna kulit

bijinya, kedelai dibedakan atas kedelai kuning, hitam dan hijau (Astawan 2009).

Kulit bijinya terdiri dari tiga lapisan sel sedangkan embrionya terdiri dari

kotiledon, plumula dan poros hipokotil-bakal akar. Kotiledon inilah yang

merupakan bagian terbesar dari biji kedelai dan berisi makanan yang sebagian

besar terdiri dari protein dan lemak (Budisantoso 1994) (Gambar 5).

Gambar 5 Kacang kedelai (Glycine max) (Sumber: http://log.viva.co.id/news/read/).

Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi dan

jagung. Kedelai sudah dikenal sebagai bahan makanan dan pupuk di Indonesia

sejak 1750 (Muchtadi 2010). Kandungan lemak kedelai sekitar 18%, dari jumlah

tersebut sebanyak 85% merupakan asam lemak tak jenuh yang tinggi akan

kandungan asam linoleat dan linolenat yang memberikan pengaruh penting bagi

kesehatan terutama dalam kaitannya dalam pengendalian kolesterol dan penyakit

kardiovaskuler (Astawan 2009). Selain itu dalam lemak kedelai juga terdapat

beberapa fosfolipid penting yaitu lesitin, sepalin, dan lipositol. Kedelai

mengandung karbohidrat sekitar 35% dan hanya 12-14% saja yang dapat

digunakan secara biologis oleh tubuh. Kandungan karbohidrat pada kedelai adalah

15% karbohidrat larut dan 15% karbohidrat tak larut (Muchtadi 2010).

2.6.3 Maltodekstrin

Hasil penelitian menunjukkan penambahan maltodekstrin pada bubuk

(41)

rehidrasi), sifat kimia (kadar air dan kadar khlorofil) namun semakin banyak

penambahan maltodekstrin, bubuk ekstrak daun katuk yang dihasilkan kurang

disukai. Suhu pengeringan pada pembuatan bubuk ekstrak daun katuk sangat

berpengaruh terhadap kadar khlorofil dan intensitas warna pada bubuk ekstrak

daun katuk yang dihasilkan (Hardjanti 2008).

Maltodekstrin didefinisikan sebagai suatu produk hidrolisis pati parsial

yang dibuat dengan penambahan asam atau enzim, yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan -(1,4) glikosodik. Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oligosakarida, dan

dekstrin. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2O)] (Kastanya dan

Yongki 2008). Komposisi maltodekstrin dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi maltodekstrin

Maltodekstrin merupakan produk hidrolisis pati yang mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan DE kurang dari 20. Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa,

oligosakarida dan dekstrin. Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh DE

(Dextrose Equivalent). Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, sedangkan maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung menyerap air.

Maltodekstrin merupakan larutan terkonsentrasi dari sakarida yang diperoleh dari

hidrolisa pati dengan penambahan asam atau enzim. Kebanyakan produk ini ada

(42)

aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengental dan emulsifier. Kelebihan

maltodekstrin adalah mudah larut dalam air dingin.

Penggunaan maltodekstrin contohnya pada minuman susu bubuk,

minuman sereal berenergi dan minuman prebiotik. Sifat-sifat yang dimiliki

maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki sifat daya larut yang

tinggi maupun membentuk film, membentuk sifat higroskopis yang rendah,

mampu membentuk body, sifat browning yang rendah, mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat yang kuat (Srihari et al. 2010).

Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hasil hidrolisis pati yang

tidak sempurna atau disebut hidrolisis parsial, yang terdiri dari campuran

gula-gula dalam bentuk sederhana (mono- dan disakarida) dalam jumlah kecil,

oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah

kecil oligosakarida berantai panjang. Kelebihan maltodekstrin adalah bahan

tersebut dapat dengan mudah melarut pada air dingin. Penggunaan maltodekstrin

contohnya pada minuman susu bubuk, minunan berenergi (energen) dan minuman

prebiotik (Anonim 2008).

Aplikasi maltodekstrin pada produk pangan menurut Anwar (2002) antara

lain pada:

a) Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk tetap dalam keadaan beku

b) Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak

meningkatkan kemanisan produk

c) Produk rerotian, misalnya cake, muffin, dan biskuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak

d) Minuman prebiotik, maltodekstrin merupakan salah satu komponen prebiotik

(makanan bakteri Probiotik yang menguntungkan) sehingga sangat baik bagi

tubuh yaitu dapat melancarkan saluran pencernaan

(43)

2.7 Spray Drying

Spray dryer didefinisikan sebagai alat pengubah cairan umpan menjadi serbuk kering. Umpan disemprotkan ke dalam media pengering yang panas dan

membuat kandungan air dalam umpan menguap. Umpan dapat berupa larutan,

suspensi atau pasta dan sebagai produk akhirnya adalah berupa bubuk, gumpalan

atau butiran. Proses spray drying dapat menghasilkan partikel berbentuk bola yang mengalir bebas dengan distribusi ukuran yang baik dan sesuai dengan yang

diinginkan. Selain itu, proses pengeringan ini relatif singkat jika dibandingkan

dengan proses pengeringan yang lain sehingga membuat proses ini cocok untuk

mengeringkan bahan yang sensitif terhadap panas. Spray dryer banyak digunakan pada industri pangan karena beberapa produk pangan sangat sensitif terhadap

panas dan produk-produk bubuk biasanya menarik bagi konsumen.

Spray drying merupakan proses transformasi suatu bahan dari wujud cair menjadi bentuk kering dalam suatu proses yang kontinyu. Bahan disemprotkan

dan diatomisasi membentuk droplet ke dalam suatu media pengering yang panas,

kemudian air dalam bentuk droplet akan menguap meninggalkan bahan kering

(Dubey et al. 2009). Menurut Wirakartakusumah (1992), spray drayer digunakan untuk menghasilkan tepung dari suspensi cairan. Proses pengeringan semprot

cukup sederhana. Cairan disemprotkan ke dalam aliran gas panas, air dalam

tetesan (droplet) menguap dengan cepat meninggalkan tepung kering. Tepung dipisahkan dari udara yang mengangkutnya dengan menggunakan separator atau

kolektor tepung. Walaupun suhu udara yang masuk ruang pengering sangat tinggi,

kecepatan penguapan yang tinggi menyebabkan pendingan yang berarti sehingga

dapat menghindarkan dari bahan basah maupun produk kering dengan medium

yang panas sekali.

Ciri khas dari penggunaan alat spray drayer ini adalah siklus pengeringnya yang cepat retensi dalam ruang pengering singkat dan produk partikel kering yang

dihasilkan dipisahkan dari udara dan dikumpulkan oleh siklon atau filter.

Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun bertahap tergantung pada

desain alat (Heldman et al. 1981).

(44)

detergent pada tahun 1920-an. Aplikasi spray drying yang luas terdapat hampir di semua industri terutama produksi bahan-bahan kimia, obat-obatan, kosmetika atau

pestisida.

2.8 Uji Stabilitas Minuman Fungsional

Bagi semua produk, untuk memperoleh penerimaan dari konsumen maka

kandungan nutrisi serta kualitasnya harus tetap konsisten mulai dari waktu proses,

penyimpanan, dan distribusi sampai saatnya produk dikonsumsi. Selama ini

industri farmasi dan makanan telah memiliki pedoman penentuan stabilitas produk

jaminan label, namun tidak demikian bagi nutraceutical, pangan fungsional maupun food supplement atau makanan tambahan. Untuk menjaga atau mempertahankan penerimaan konsumen dan menghindari tuntutan pemerintah

dan undang-undang, maka baik nutraceutical, pangan fungsional maupun makanan tambahan ini juga harus dievaluasi stabilitasnya termasuk penentuan

daya tahan produk serta jaminan keakuratan seperti yang tercantum pada label.

Manfaat fisiologis yang dicapai adalah produk tersebut dikonsumsi dan komponen

bioaktif tetap ada pada konsentrasi yang dibutuhkan. Jika kondisi ini tidak

tercapai maka nutraceutical maupun pangan fungsional kehilangan khasiatnya (Shi 2007).

Produk dapat kehilangan daya tahannya dengan berbagai cara.

Pertumbuhan mikroba dalam produk dapat menurunkan sensori penerimaannya

melalui kerusakan atau menimbulkan risiko kesehatan. Perubahan fisik misalnya

pengerasan pada buah kering dan melembutnya sereal merupakan mekanisme lain

dari hilangnya daya tahan produk. Akhirnya reaksi kimia dapat terjadi selama

pengolahan dan penyimpanan menghasilkan perubahan-perubahan, antara lain

tidak diterimanya perubahan warna, hilangnya nutrisi, dan perubahan rasa. Selama

penyimpanan dan distribusi, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot,

nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh, dan kepercayaan (Rahayu et al. 2003).

Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap

masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur

(45)

menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk

pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan

degradasi mutu tertentu. Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya

dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur

simpan pada kondisi tidak ideal, umur simpan pada kondisi distribusi dan

penyimpanan normal, dan selama penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk

penyimpanan, yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan

mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya

penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur

simpan produk (Hariyadi 2004).

Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang

dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori,

analisis kimia dan fisik, serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara 2004).

Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat

menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa, dan tekstur) terhadap sampel dengan skala 0−10, yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman et al. 1990).

2.9 Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius

Metode penentuan umur simpan konvensional memerlukan waktu yang

lama untuk menentukan batas penyimpanan akhir suatu produk pada kondisi

normal. Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan tersebut maka

digunakan metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar

kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur

simpan dapat lebih cepat dilakukan. Model yang sesuai dengan pendugaan umur

simpan adalah dengan parameter sensori berdasarkan kemunduran mutu rasa,

aroma dan konsistensinya, dan atau metode Arrhenius dengan kriteria total kapang

dan ketengikan produk. Secara kesuluruhan faktor tersebut dipengaruhi oleh suhu

penyimpanan (Arpah dan Syarief 2000).

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan.

Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan

(46)

pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan

(Syarief dan Halid 1993).

Model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan

produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, antara lain oksidasi

lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein, dan sebagainya. Secara umum, laju

reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti

penurunan mutu produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat

ditentukan umur simpannya dengan model Arrhenius diantaranya adalah makanan

kaleng steril komersil, susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mie instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula

(47)

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai April

2012, bertempat di laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan IPB

untuk preparasi bahan baku, laboratorium Biokimia Hasil Perairan untuk analisis

proksimat, laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan IPB untuk analisis total

mikroba, laboratorium Pilot Plan Pusat Antar Universitas IPB untuk spray drying, laboratorium Terpadu IPB untuk analisis asam lemak, dan laboratorium

organoleptik Departemen THP IPB untuk pengujian organoleptik.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku lintah laut (Discodoris sp.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Pantai Kejawanan, Cirebon, Jawa Barat. Bahan-bahan tambahan

untuk formulasi meliputi jahe merah, kacang kedelai lokal, carboxyl methyl cellulose (CMC), gula pasir dan maltodekstrin. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi akuades, HCl 0,1 N; NaOH 40%, katalis selenium,

H2SO4, H3BO3 2%, kertas saring, kapas bebas lemak, pelarut heksana, bromcresol

green 0,1%, dan methyl red 0,1%; untuk analisis mikrobiologi, yaitu plate count agar (PCA), potato dextrose agar (PDA), dan asam tartarat 10%. Bahan-bahan analisis asam lemak berupa NaOH 0,5 N dalam metanol, BF3, NaCl jenuh,

n-heksana, dan Na2SO4 anhidrat. Standar asam lemak yang digunakan adalah

merk supelco 37 asam lemak FAME (asam lemak metil ester).

Alat-alat yang digunakan untuk preparasi bahan baku antara lain meja

preparasi, pisau, ember, dan timbangan digital. Alat-alat yang digunakan untuk

analisis proksimat antara lain timbangan digital, gegep, cawan porselen, oven,

desikator, tanur, kompor, bulb, pipet, tabung reaksi, erlenmeyer, tabung Kjeldahl,

tabung soxhlet, labu lemak dan buret. Alat yang digunakan untuk analisis asam

lemak antara lain homogenizer, evaporator (Heidolph WB 2000), waterbath

(Buchi waterbath B-480), erlenmeyer (ekstraksi asam lemak), corong pisah dan

botol vial (metilasi), perangkat kromatografi gas Shimadzu GC 2010, dan alat-alat

(48)

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap pengambilan dan preparasi

sampel, tahap formulasi minuman fungsional, dan tahap pengujian daya simpan

produk. Tahap formulasi diawali dengan percobaan trial and error untuk mengetahui batas penerimaan dari segi organoleptik. Pada tahap ini juga

dilakukan pengujian pendahuluan terhadap kandungan asam lemak serta

pencampuran antar dua bahan dan keseluruhan bahan baku untuk melihat efek

sinergis/antagonis dari asam lemak.

3.3.1 Tahap pengambilan dan preparasi sampel

Bahan-bahan yang digunakan di dalam formulasi adalah lintah laut, jahe

merah, dan kedelai. Sampel lintah laut diambil dari perairan Cirebon dalam

keadaan hidup kemudian dimatikan dengan cara menyayat bagian perut lintah laut

dengan pisau. Lintah laut dibuang isi perutnya kemudian dicuci bersih,

selanjutnya dikemas dalam plastik dan diangkut ke laboratorium menggunakan

cool box yang ditambah es dengan perbandingan 2:1 (es:lintah laut). Preparasi lintah laut dapat dilihat pada Lampiran 1. Jahe merah segar dicuci dengan air dan

dikupas kulitnya sebelum digunakan. Penambahan jahe dimaksudkan untuk

menghilangkan bau amis yang berasal dari lintah. Kedelai dicuci dan direndam

dengan air selama 12 jam sebelum digunakan. Fungsi penambahan kedelai

dimaksudkan untuk memberikan efek warna dan sebagai bahan emulsifier pada minuman fungsional tersebut. Selanjutnya masing-masing sampel diblender

dengan penambahan air 1:1 (b/v), lalu disaring dengan menggunakan kain blacu

untuk mendapatkan ekstraknya, kemudian masing-masing ekstrak lintah laut, jahe

merah dan kedelai dimasak dengan suhu 90 oC selama 10 menit sebagai sterilisasi

bahan. Masing-masing ekstrak dikemas dalam wadah tertutup dan disimpan dalam

lemari pendingin hingga digunakan. Sebanyak 450 gram lintah laut menghasilkan

ekstrak lintah laut sebesar 600 ml, dalam 820 gram jahe merah menghasilkan

ekstrak jahe merah sebesar 1200 ml, dan pada 500 gram kedelai menghasilkan

ekstrak kedelai sebesar 1000 ml. Preparasi bahan baku dijelaskan pada Gambar 6.

Analisis yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) analisis proksimat

(49)

lemak, kadar karbohidrat, kadar serat, dan kadar protein (AOAC 2005), dan (2)

analisis asam lemak (AOAC 1999).

Gambar 6 Preparasi bahan baku.

Pemasakan dengan suhu 60 oC

selama 10 menit Pemisahan daging

dan jeroan

Pencucian daging dengan air

Pemblenderan lintah:air (1:1)

Penyaringan dengan kain blacu

Ekstrak lintah laut

Analisis proksimat Analisis asam lemak

(50)

3.3.2 Tahap formulasi minuman serbuk fungsional

Formulasi didasarkan pada hasil percobaan trial and error terhadap karakteristik mutu organoleptik dari minuman fungsional ini. Berdasarkan

percobaan, maka penyajian minuman adalah berbentuk minuman serbuk

menggunakan teknik pengering semprot (spray drying). Komposisi dari bahan-bahan utama dan bahan-bahan pembantu merupakan perlakuan dalam penelitian ini.

Komposisi formulasi minuman fungsional lintah laut diperoleh dari pencampuran

bahan dalam bentuk larutan sebelum dilakukan spray drying. Skema formulasi minuman serbuk dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Tahap formulasi minuman serbuk.

Spray drying

Pengujian Organoleptik (SNI 01-2346-2006), analisis proksimat (AOAC 2005), asam lemak (AOAC

1999)

Formulasi terbaik Serbuk

Minuman fungsional Pencampuran bahan baku

(51)

Adapun formulasi yang dilakukan sebanyak tiga perlakuan seperti yang

terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Formulasi minuman fungsional lintah laut

Formula

Bahan utama (%) Bahan-bahan tambahan (%) Lintah laut

(Discodoris sp) Jahe Kacang kedelai

A1 20 35 45

A2 25 35 40

A3 30 35 35

Bahan-bahan utama dan tambahan yang digunakan dalam bentuk ekstrak

kemudian dicampurkan berdasarkan ketiga bentuk formulasi dan di spray drying

dengan menambahkan bahan pengisi berupa maltodekstrin sebanyak 10% dan

CMC sebanyak 10%. Tujuan penambahan bahan pengisi agar kandungan gizi dari

bahan-bahan tambahan dan bahan baku tidak rusak pada saat dikeringkan dengan

pengering semprot. Selain itu, ditambahkan gula pasir (1:1) dari hasil spray drying sebagai perasa manis pada minuman serbuk fungsional. Hasil spray drying

dari 500 ml larutan minuman menghasilkan 105,20 gram serbuk minuman.

Penggunaan spray drying diharapkan untuk mendapatkan hasil minuman serbuk yang tidak meninggalkan ampas. Serbuk minuman fungsional tersebut kemudian

dianalisis komposisi kimia, organoleptik, dan asam lemak. Formulasi minuman

fungsional lintah laut dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.3.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk

Pada tahap ini produk yang memiliki asam lemak tertinggi di antara

perlakuan yang diterima secara organoleptik, dikemas menggunakan kemasan

alumunium foil, dilanjutkan dengan pengujian stabilitas produk terhadap waktu.

Pengujian masa simpan dilakukan dengan percepatan waktu atau model akselerasi

menggunakan metode Arrhenius. Selama masa penyimpanan, produk disimpan

pada tiga kondisi suhu yang berbeda, yaitu 30 oC, 35 oC, dan 45 oC. Pengamatan

dilakukan setiap 7 hari sekali selama 35 hari.

Uji stabilitas yang dilakukan pada setiap pengamatan meliputi: (1) uji

(52)

aktivitas air (aw). Skema tahap pengujian stabilitas minuman dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8 Tahap pengujian stabilitas minuman.

3.4 Analisis

Analisis dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati karakteristik

kimia yang meliputi analisis proksimat dan uji stabilitas produk, uji mikrobiologi,

mutu organoleptik, dan asam lemak dari bahan baku dan produk jadi. Formulasi terbaik

Penyimpanan pada suhu 30 oC, 35 oC, dan 45 oC

Pengujian stabilitas: pH, kapang, TPC, aktivitas air (aw) dan

asam lemak.

Formulasi dengan masa simpan terbaik

Produk minuman fungsional Pengemasan dengan menggunakan kemasan

(53)

3.4.1 Analisis proksimat (AOAC 2005)

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan abu dengan

metode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar protein

menggunakan metode kjeldahl.

lebih selama 6 jam) dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama

30 menit selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

Kadar air = Bobot sampel akhir (B) x 100

kemudian dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya

dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam. Cawan

dimasukkan di dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan

rumus:

Kadar abu = Bobot abu x 100 Bobot sampel kering

(3) Analisis kadar lemak kasar (AOAC 2005)

Daging lintah seberat 2 gram (W1) disebar di atas kapas yang beralaskan

kertas saring dan digulung membentuk thimble. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan

disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam

(54)

Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam

labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi

pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak

kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven

pada suhu 105 oC, setelah itu labu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya

konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus:

% Kadar lemak = W3 – W2 x 100 % W1

Keterangan :

W1 = Berat sampel lintah (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

(4) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Prinsipnya

adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia

oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk

amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan larutan dijadikan

basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan asam borat.

Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi

menggunakan larutan baku asam.

Sebanyak 5 gram sampel kering ditempatkan dalam labu Kjeldahl 100 ml

dan ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya

dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai

larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%

lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi

campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red

berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml

dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan, kemudian destilat dititrasi

dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan

(55)

% Kadar nitrogen = (B – A) x C x 14,007 x 100 x 100 %

FK = faktor konversi (6,25 untuk produk perikanan)

3.4.2 Analisis logam berat Pb, Cd, As, Hg, Cu (BPOM 2009 dan SNI 2009) Spektrofotometer serapan atom (AAS) adalah salah satu teknik analisis

unsur yang dapat dilakukan dengan cepat serta mempunyai tingkat ketelitian yang

sangat tinggi. Perangkat AAS ini telah terkomputerisasi sehingga seluruh

parameter alat, yaitu kuat arus lampu katoda, slit, panjang gelombang,

standardisasi, dan sebagainya dapat dilakukan langsung menggunakan program

komputer secara otomatis.

Prinsip dasar analisis AAS adalah jika suatu contoh diaspirasikan ke dalam

suatu sistem pembakaran, maka unsur-unsur yang ada pada senyawaan akan

dikonversi menjadi atom. Apabila pada kondisi ini diberikan suatu energi radiasi

yang sesuai, maka energi tersebut akan diserap oleh atom. Besar kecilnya energi

yang diserap akan berbanding lurus dengan konsentrasi unsur yang dianalisis.

Analisis dilakukan menggunakan 1 gram contoh, kemudian dimasukkan

ke dalam labu destruksi 100 ml, dengan ditambahkan 15 ml HNO3 pekat dan 5 ml

HClO4, kemudian didiamkan 24 jam. Selanjutnya sampel didestruksi hingga

jernih, didinginkan, dan ditambahkan 10-20 ml air bebas ion, dilakukan

pemanasan ±10 menit, diangkat, dan dinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke

dalam labu takar 100 ml (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan

dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambahkan air sampai batas tanda

tera. Kemudian dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel

dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Pb, Cd, As, Hg,

dan Cu) pada analisis air (APHA 3110 untuk logam Cd, Pb, dan Cu; metode 3114

untuk As; dan metode 3112 untuk Hg). Panjang gelombang logam Cd yaitu 228,8

Gambar

Gambar 1  Roadmap kegiatan penelitian.
Gambar 7  Tahap formulasi minuman serbuk.
Gambar 8.
Gambar 9  Lintah laut (Discodoris sp.): (a) tampak depan, (b) tampak samping,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Efisiensi menurun pada perlakuan C hal ini diduga kualitas pakan kurang baik dikarenakan diduga kelebihan protein sehingga nutrisi yang masuk tidak terserap dengan

Hasil penelitian yaitu terjadi peningkatan motivasi dan hasil belajar untuk mata pelajaran IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Dukuh 03 Kecamatan Sidomukti Kota

berdasarkan 5 siswa perempuan dan 5 siswa laki-laki kelas VII B SMPN Praya Barat yang dipilih sebagai subjek penelitian, tipe kesulitan yang dilakukan berdasarkan

LPTK PENYELENGGARA : IAIN SUMATERA UTARA

 Agar rencana pemanfaatan ruang untuk transmigrasi di Kecamatan Trumon agar dapat memanfaatkan lahan yang sudah terbuka atau berbentuk semak belukar sebagai prioritas

[r]

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa interaksi sosial pada siswa kelas 3 SDN Kunciran 9 Tangerang sesudah (posttest) diberikan permainan tradisional bentengan selama