• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap Di Pantai Indah Mukomuko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap Di Pantai Indah Mukomuko"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI

PANTAI INDAH MUKOMUKO

INDAH DWI TIARA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap di Pantai Indah Mukomuko adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(4)

ABSTRAK

INDAH DWI TIARA. Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap di Pantai Indah Mukomuko. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan EKO SRI WIYONO.

Pola hubungan nelayan dalam perikanan di Pantai Indah Mukomuko dapat dilihat dari ketergantungan nelayan penggarap kepada nelayan pemilik dalam peminjaman modal melaut serta biaya untuk kebutuhan sehari-hari. Praktek bagi hasil nelayan di Pantai Indah Mukomuko terjadi berdasarkan adat istiadat setempat tanpa adanya perjanjian tertulis. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi usaha penangkapan, pola hubungan nelayan, serta sistem bagi hasil perikanan tangkap di daerah tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus dengan responden yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hubungan nelayan yang terjadi di masyarakat nelayan Pantai Indah dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan Pantai Indah Mukomuko terbagi menjadi dua bentuk, yaitu bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan 40% untuk nelayan penggarap, serta bagi hasil 50% untuk nelayan pemilik dan 50% untuk nelayan penggarap yang sudah sesuai dengan pembagian yang terdapat dalam UU Nomor 16 Tahun 1964.

Kata kunci: Bagi hasil, usaha penangkapan, hubungan nelayan

ABSTRACT

INDAH DWI TIARA. Fishermen’s Profit Sharing System of Capture Fisheries in Indah Beach Mukomuko. Supervised by AKHMAD SOLIHIN and EKO SRI WIYONO.

Fishermen relationship pattern of fisheries in Indah beach of Mukomuko can be seen from the dependency of fish workers to owner in the capital loaning as well as the cost for daily needs. Fishermen profit sharing practice in Indah beach of Mukomuko happened upon local customs without any written agreement. This research aims to identify the fishing business, fishermen relationships, and profit sharing system of fisheries capture in the area. The approach used in this research is a case study approach with respondents who specified by using purposive sampling method. Based on the research, the fishermen relationships that occur in fishermen communities can be classified into a relationship that is reciprocity. Profit sharing system that are applied by the Indah beach of Mukomuko fishermen divided into two forms, where the owner receives 60% and the fish workers receive 40%, the owner receives 50% and the fish workers receive 50% that already accordance with the apportionment contained in Act Number 16 of 1964.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI

PANTAI INDAH MUKOMUKO

INDAH DWI TIARA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 ini ialah Bagi Hasil, dengan judul Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap di Pantai Indah Mukomuko.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Akhmad Solihin, SPi MH dan Bapak Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Ir Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen penguji, dan Bapak Dr Iin Solihin, SPi MSi selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak dari Dinas Kelautan dan Perikanan Mukomuko dan nelayan-nelayan di Pantai Indah Mukomuko yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, kepada Banar Adentya Pragaswara yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi, serta kepada rekan-rekan PSP 49 dan rekan-rekan TITIK yang telah memberikan dukungannya. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Penelitian Terdahulu 2

METODE 3

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Objek dan Alat Penelitian 4

Metode Penelitian 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Usaha Perikanan di Pantai Indah Mukomuko 6

Pola Hubungan Nelayan di Pantai Indah Mukomuko 10 Sistem Bagi Hasil Nelayan di Pantai Indah Mukomuko 13

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Musim penangkapan per alat tangkap 6

2 Tingkat kepuasan nelayan terhadap pola hubungan nelayan di Pantai

Indah Mukomuko 13

3 Pembagian hasil nelayan boat seine atau payang 14 4 Pendapatan nelayan boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per

trip pada setiap musim penangkapan 15

5 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 15 6 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% :

40% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan 15 7 Pembagian hasil nelayan danish seine atau lore/dogol 16 8 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50%

per trip pada setiap musim penangkapan 16

9 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 16 10 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil

50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan 17 11 Pembagian hasil nelayan gillnet atau jaring insang 18 12 Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per

trip pada setiap musim penangkapan 18

13 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 18 14 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil

50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan 19

15 Pembagian hasil nelayan longline atau rawai 19

16 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip

pada setiap musim penangkapan 20

17 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 20 18 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% :

50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 20

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 4

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Biaya variabel (perbekalan) boat seine atau payang per trip 23 2 Biaya tetap boat seine atau payang per trip 23 3 Hasil tangkapan Biaya tetap boat seine atau payang per trip pada

musim panen 23

4 Hasil tangkapan Biaya tetap boat seine atau payang per trip pada

musim sedang 24

5 Hasil tangkapan Biaya tetap boat seine atau payang per trip pada

musim paceklik 24

6 Pendapatan nelayan Biaya tetap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip pada setiap musim penangkapan 24 7 Biaya Variabel (perbekalan) danish seine atau lore/dogol per trip 24 8 Biaya tetap danish seine atau lore/dogol per trip 25 9 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim

panen 25

10 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim

sedang 25

11 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim

paceklik 25

12 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan 26 13 Biaya Variabel (perbekalan) gillnet atau jaring insang per trip 26 14 Biaya tetap gillnet atau jaring insang per trip 26 15 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim 50% per trip pada setiap musim penangkapan 27 19 Biaya Variabel (perbekalan) longline atau rawai per trip 27

20 Biaya tetap longline atau rawai per trip 28

21 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim panen 28 22 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim sedang 28 23 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim paceklik 28 24 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per

trip pada setiap musim penangkapan 29

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya laut, sehingga memberikan peluang besar dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia. Namun demikian, ditinjau dari aspek sosio-ekonomi, nelayan masih hidup dalam kondisi yang termarjinalkan. Salah satu factor penyebabnya adalah hubungan patron-klien (nelayan pemilik-nelayan penggarap) dalam kegiatan penangkapan ikan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan penggarap (Ningsih 2011).

Hubungan patron-klien ini umumnya terjadi karena kehidupan nelayan yang sangat bergantung pada alam, seperti kondisi cuaca dan perubahan iklim. Permasalahan semakin kompleks ketika musim paceklik, padahal kebutuhan rumah tangga harus terpenuhi dari hasil menangkap ikan. Kondisi sulit inilah mengakibatkan nelayan penggarap menambah jumlah pinjaman kepada nelayan pemilik, sehingga sistem bagi hasil berdasarkan perjanjian antara kedua belah pihak yang terus menerus dilakukan sangat tepat pada corak kegiatan penangkapan yang tidak menentu (Muninggar 2011).

Sistem bagi hasil di setiap daerah berbeda-beda, namun pada umumnya, nelayan penggarap memiliki posisi tawar yang lemah dalam usaha perikanan tangkap, baik secara ekonomi maupun politik karena dihadapkan dengan struktur pasar yang tidak kondusif (PKSPL 2002). Harga yang ditawarkan untuk produk ikan (output) yang dihasilkan sering kali lebih rendah dari harga ekonomisnya. Sementara itu nelayan penggarap harus membayar biaya atas barang-barang input (faktor produksi), seperti alat tangkap (jaring), bahan bakar, dan mesin yang digunakan (Yonvitner et.al, 2007). Hal ini pula yang menjadi salah satu penentu tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan dari hasil kegiatan penangkapan ikan.

Kabupaten Mukomuko merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Pantai Indah adalah sebuah kawasan pantai di Kecamatan Kota Mukomuko yang menjadi salah satu pusat mata pencaharian nelayan sekitar. Praktek bagi hasil yang terjadi di lingkungan nelayan terjadi berdasarkan adat istiadat setempat tanpa adanya perjanjian tertulis sehingga belum diketahui secara pasti bagaimana praktek bagi hasil nelayan yang berlangsung di lapangan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengkaji pola hubungan nelayan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap yang berimbas pula kepada sistem bagi hasil yang berlaku dalam masyarakat nelayan Pantai Indah Mukomuko saat ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis usaha perikanan tangkap di Pantai Indah Mukomuko 2. Menganalisis pola hubungan nelayan di Pantai Indah Mukomuko

(14)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan kepada pemerintah dan pihak yang berkepentingan dalam merumuskan kebijakan dan perbaikan sistem bagi hasil perikanan tangkap.

Penelitian Terdahulu

1. Implementasi Undang-Undang No 16 Tahun 1964 Tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke tahun 2014 (Utami 2014)

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:

 Sistem bagi hasil tertulis pada UU No. 16 Tahun 1964 dibagi berdasarkan jenis mesin yang digunakan yaitu perahu layar atau motor. Besarnya bagi hasil untuk perahu layar yaitu sebesar 25% nelayan pemilik dan 75% nelayan penggarap, kapal motor yaitu sebesar 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap. Pada undang-undang diatur pembagian beban-beban yang ditanggung oleh nelayan pemilik dan bersama (nelayan pemilik dan nelayan penggarap). Beban-beban yang ditanggung nelayan pemilik yaitu ongkos pemeliharan dan perbaikan kapal serta biaya eksploitasi usaha penangkapan. Beban-beban yang ditanggung bersama yaitu ongkos lelang, uang rokok atau jajan, perbekalan, sedekah laut, dan iuran-iuran.

 Pola Sistem bagi hasil yang terjadi di PPI Muara Angke sudah sesuai menurut undang-undang yaitu kapal motor bagi hasilnya 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap untuk alat tangkap Purse Seine dan Gillnet atau jaring insang. Alat tangkap Boukeami beberapa menggunakan bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap.

 Perbedaan pendapatan antara praktek dan undang-undang yang didapatkan oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap terletak pada ketidaksesuaian pembagian beban-beban yang ditanggung bersama. Hal ini menyebabkan perbedaan pendapatan yang signifikan antara praktek dan undang-undang. Biaya operasional yang ditanggung bersama menyebabkan selisih pendapatan yang besar.

2. Sistem Bagi Hasil Perikanan Laut Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 di Desa Purworejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak tahun 2003 (Harini 2003)

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:

(15)

3

 Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan sistem bagi hasil perikanan laut di desa Purworejo, masyarakat hanya berpedoman pada kebiasaan-kebiasaan yang sudah berlaku sejak lama. Mayoritas nelayan tidak mengetahui mengenai perjanjian bagi hasil perikanan yang sudah sejak lama diatur dalam suatu undang-undang, bahkan perangkat desa sendiri tidak mengetahui isi dari UU No. 16 Tahun 1964. Pada umumnya pendidikan di masyarakat nelayan di Desa Purworejo sangat rendah, hal tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat wawasan mereka dan kebiasaan buruk masyarakat yang biasa menyepelekan aturan yang berhubungan dengan nelayan 3. Praktek Bagi Hasil Perikanan di Kalangan Nelayan Pandangan Wetan,

Rembang, Jawa Tengah tahun 2009 (Sudaryanto 2009) Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:

 Proses perjanjian bagi hasil di kalangan nelayan bukanlah sebuah proses yang ketat dengan bentuk tertulis, tetapi hanya terjadi secara tidak tertulis yang dianggap sebagai kebiasaan yang telah turun-temurun. Awal perjanjian diawali dengan ajakan kepada ABK mengenai kapan akan berangkat melaut. Sementara akhir perjanjian terjadi saat adanya pembagian upah yang diterima oleh ABK.

 Sistem maro, pembagian 1 untuk majikan dan 1 bagian untuk ABK adalah aturan tidak tertulis yang umumnya diberlakukan di wilayah penelitian khususnya untuk kapal besar. Bagi kapal kecil hasil yang berjalan adalah dengan sistem mertelu atau mrapat. Hal ini dikarenakan masyarakat nelayan pandangan Wetan mengadopsi pola bagi hasil dari nelayan lain, seperti Tegal, Pekalongan, dan Batang. Namun, perjanjian tidak tertulis tersebut ada pengecualian untuk nahkoda. Nahkoda mendapat 2 bagian karena prestasi kerjanya.

METODE

Lokasi Dan Waktu Penelitian

(16)

4

Obyek dan Alat Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pola bagi hasil yang melibatkan nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, kuesioner, dan laptop.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus, yang memfokuskan pada pola bagi hasil nelayan perikanan tangkap berdasarkan jenis alat tangkap. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jenis-jenis alat tangkap,

(17)

5 jumlah alat tangkap, dan jumlah armada yang diperoleh dari data statistik perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Mukomuko serta studi pustaka sebagai pelengkap dan penunjang. Data tersebut merupakan informasi untuk melakukan pengambilan data primer mengenai sistem bagi hasil, volume hasil tangkapan, harga ikan, biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya oprasional (solar, air tawar, es, ransum, oli). Selain itu data sekunder digunakan pula untuk mendapatkan data-data mengenai patron-klien nelayan, serta ketergantungan nelayan penggarap kepada nelayan pemilik dalam hal modal melaut maupun kehidupan sehari-hari. Data-data yang diperoleh melalui observasi dilapangan dilakukan dengan metode wawancara langsung dan pengisian kuisioner terhadap nelayan pemilik dan nelayan penggarap.

Penentuan responden (sampel) dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dimana responden akan dipilih berdasarkan tujuan penelitian, yang terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap dengan alat tangkap berbeda. Jumlah nelayan yang ada di Pantai Indah Mukomuko yakni 378 orang (Dinas Kelautan dan Perikanan Mukomuko, 2014), sedangkan nelayan aktif yang ditemui di lapangan hanya berjumlah 296 orang . Banyaknya responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 orang terdiri dari nelayan alat tangkap boat seine atau payang sebanyak 8 responden, nelayan danish seine atau lore/dogol sebanyak 8 responden, nelayan gillnet atau jaring insang sebanyak 8 responden, dan nelayan longline atau rawai sebanyak 8 orang.

Analisis Data

Analisis usaha perikanan tangkap

Usaha perikanan di Pantai Indah Mukomuko di analisis dengan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif, dimana metode ini digunakan untuk menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan usaha perikanan, antara lain armada dan mesin yang digunakan, alat tangkap, tenaga kerja, musim penangkapan dan hasil tangkapan.

Analisis pola hubungan nelayan

Pola hubungan nelayan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk menafsirkan data mengenai hubungan nelayan yang ada, yaitu tentang situasi yang dialami nelayan saat musim penangkapan (panen, sedang, paceklik), kegiatan pinjam-meminjam modal, pandangan nelayan penggarap terhadap nelayan pemilik atau sebaliknya, dan ketergantungan nelayan penggarap terhadap nelayan pemilik.

Analisis bagi hasil

(18)

6

pemilik (Pratama, Gumilar, Maulina. 2012), sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

∏ = pendapatan bersih/keuntungan TR = jumlah penerimaan

TC = jumlah biaya produksi

Jumlah penerimaan hasil produksi diperoleh dengan mengalikan volume hasil tangkapan dengan harga tangkapan itu sendiri, sedangkan biaya produksi terdiri dari biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya operasional (solar, air tawar, es, ransum, oli).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Usaha Perikanan di Pantai Indah Mukomuko

Alat tangkap yang terdapat di Pantai Indah Mukomuko terdiri atas 58 unit boat seine atau payang, 51 unit danish seine atau lore/dogol, 109 unit gillnet atau jaring insang, dan 60 longline atau rawai (Dinas Perikanan dan Kelautan Mukomuko, 2014). Nelayan di Pantai Indah Mukomuko melaut rata-rata 5-6 hari (1 hari/trip) dalam satu minggu, dimana per tripnya, nelayan menghabiskan waktu untuk menangkap ikan sekitar 8 jam dimulai sekitar jam 03.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB. Tambat labuh kapal terjadi di muara pantai. Modal melaut para nelayan ada yang bersumber dari modal dari nelayan pemilik, modal dari nelayan penggarap, serta modal bersama yang berasal dari nelayan penggarap dan nelayan pemilik. Biaya perbekalan melaut merupakan biaya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap.

Tabel 1 Musim penangkapan per alat tangkap No

.

Alat tangkap Musim tangkapan Lama trip (hari)

Frekuensi trip per

bulan Panen Sedang Paceklik

1. Boat seine atau

(19)

7 Musim penangkapan terbagi menjadi 3 musim, yaitu panen, sedang, dan paceklik. Hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap musim penangkapan pun berbeda-beda. Semakin banyak dan beragam jumlah tangkapan yang didapatkan, maka harga ikan akan semakin murah, begitu pun sebaliknya. Hasil tangkapan biasanya langsung dijual kepada nelayan pemilik atau dijual di pinggir pantai karena Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang sudah sejak lama tidak beroperasi.

Pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap berbeda-beda untuk tiap musim penangkapan. Namun, biaya variabel yang dikeluarkan untuk setiap musimnya tidak ada yang berubah karena tidak adanya pengurangan lamanya trip dan jauhnya fishing ground yang ditempuh. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim terhadap biaya tetap dan biaya variabel per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap, tanpa adanya potongan terkait iuran-iuran rutin, atau biaya retribusi/ongkos lelang, karena sebagian besar hasil tangkapan langsung dibeli di pinggir laut setelah kapal mendarat.

Boat seine (payang)

Alat tangkap boat seine atau payang yang terdapat di Pantai Indah Mukomuko menggunakan Perahu motor dengan jenis mesin 40 PK. Boat seine atau payang yang digunakan memiliki ukuran panjang sekitar 250 meter. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata adalah 12 orang, terdiri atas nahkoda, juru mesin dan ABK. Nelayan boat seine atau payang rata-rata melaut setiap hari, kecuali hari jumat, dimana pada hari tersebut biasanya nelayan memperbaiki alat tangkap dengan menggunakan olahan dari pohon “ubah” yang berfungsi untuk mengembalikan warna alat tangkap seperti bentuk baru, kemudian mereka juga menjurai untuk memperbaiki bagian-bagian jaring yang rusak.

(20)

8

Hasil tangkapan boat seine atau payang langsung dijual dipinggir pantai saat kapal mulai berlabuh. Masyarakat umumnya sudah mengetahui waktu kedatangan kapal, sehingga mereka sudah bersiap-siap untuk menunggu hasil tangkapan yang dibawa oleh para nelayan yang pulang melaut. Beberapa nelayan penggarap juga sudah memiliki langganan dalam penjualan hasil tangkapannya. Harga jual hasil tangkapan pada setiap musim penangkapan pun berbeda-beda, dimana pada musim panen hasil tangkapan diperoleh dalam jumlah yang relatif banyak dan beraneka jenis sehingga dapat dijual dengan harga normal, sedangkan ketika musim sedang, ikan dijual dengan harga yang sedikit tinggi dari musim panen, yaitu naik sekitar Rp 5000,-/kg/jenis ikan dari harga panen. Musim paceklik, harga ikan kembali mengalami peningkatan rata-rata Rp 5000,-/kg/jenis ikan. Namun, kenaikan harga tersebut belum mampu menutupi biaya operasional yang dikeluarkan untuk melaut, sehingga nelayan penggarap harus menombok biaya perbekalan yang biayanya berasal dari pinjaman dari nelayan pemilik.

Danish seine (lore/dogol)

Danish seine atau lore/dogol merupakan alat tangkap tradisional yang memiliki kantong, dan dapat digunakan untuk menangkap ikan-ikan demersal. Ukuran danish seine atau lore/dogol yang banyak ditemui di Pantai Indah Mukomuko yaitu sekitar 150 meter. Dalam satu kali trip penangkapan, kapal danish seine atau lore/dogol biasanya menggunakan tenaga kerja rata-rata sebanyak 4 orang yang terdiri dari nahkoda (merangkap juru mesin) dan ABK.

Danish seine atau lore/dogol biasanya berlabuh sekitar jam 11.00 WIB. Hasil tangkapan yang diperoleh dari hasil melaut dengan menggunakan perahu motor dengan jenis mesin 15 PK langsung dijual kepada nelayan pemilik. Nelayan pemilik

(21)

9 biasanya membeli hasil tangkapan tersebut dengan harga yang tidak begitu rendah dibandingkan harga ekonomis hasil tangkapan yang dijual ke pasar atau masyarakat lainnya.

Gillnet (jaring insang)

Jenis kapal yang digunakan gillnet atau jaring insang sama dengan jenis kapal yang digunakan alat tangkap danish seine atau lore/dogol. Gillnet atau jaring insang memiliki musim penangkapan per 6 bulan, sehingga nelayan gillnet atau jaring insang tidak mengalami musim paceklik yang begitu parah.

Alat tangkap yang umumnya menggunakan 3 orang tenaga kerja (1 orang nahkoda (merangkap juru mesin) dan 2 orang ABK) dalam operasi penangkapan ikannya ini memiliki hasil tangkapan yang berbeda pada setiap musim, dimana pada musim panen hasil tangkapan diperoleh dalam jumlah yang relatif banyak dan beraneka jenis sehingga dapat dijual dengan harga normal. Saat musim sedang, ikan dijual dengan harga yang sedikit tinggi dari musim panen, yaitu naik sekitar Rp 3000,-/kg/jenis ikan dari harga panen. Sedangkan untuk musim paceklik sendiri, hasil tangkapan dan harga ikan sama dengan hasil tangkapan dan harga ikan saat musim sedang karena pengaruh musim penangkapan alat tangkap gillnet atau jaring insang sehingga nelayannya tidak mengalami musim paceklik yang tidak terlalu parah, atau bisa dikatakan sangat jarang terjadi.

Longline (rawai)

Longline atau rawai di Pantai Indah Mukomuko banyak memiliki kesamaan dengan alat tangkap gillnet atau jaring insang baik dari segi perahu dan ukuran mesin yang digunakan, musim penangkapan, sumber modal, sampai dengan pembagian hasil. Tenaga kerja kerja yang digunakan rata-rata adalah 3 orang yang terdiri dari 1 orang nahkoda yang merangkap sebagai juru mesin dan 2 orang ABK.

(22)

10

Setelah berlabuh, hasil tangkapan langsung didaratkan di tepi pantai untuk selanjutnya dijual langsung kepada masyarakat. Beberapa nelayan penggarap juga biasanya memiliki pelanggan dan menerima pesanan dengan jenis ikan tertentu. Biasanya ikan yang menjadi pesanan tersebut langsung disortir di atas kapal, sehingga saat mendarat, pelanggan yang memesan bisa langsung mengambil hasil tangkapan yang ia inginkan tersebut. Pada musim panen hasil tangkapan diperoleh dalam jumlah yang relatif banyak dan beraneka jenis sehingga dapat dijual dengan harga normal, sedangkan ketika musim sedang, ikan dijual dengan harga yang sedikit tinggi dari musim panen, yaitu naik sekitar Rp 5000,-/kg/jenis ikan dari harga panen. Longline atau rawai tidak memiliki musim paceklik yang cukup parah, sehingga hasil tangkapan dan harga jualnya relatif stabil.

Pola Hubungan Nelayan di Pantai Indah Mukomuko

Pola Hubungan nelayan dalam struktur sosial sangat identik dengan kuatnya ikatan patron-klien. hubungan nelayan merupakan sebuah pranata yang lahir dari adanya rasa saling percaya antar beberapa golongan komunitas nelayan, yaitu golongan pemilik kapal (modal ekonomi) sebagai patron, dan golongan komunitas nelayan yang tidak memiliki modal ekonomi, tapi memiliki keahlian dan tenaga berperan sebagai klien (Sursiyamtini, Paresti, Sentosa. et.al 2012). Hubungan patron-klien senantiasa menjadi fenomena perdebatan antara hubungan yang bersifat eksploitasi dan hubungan bersifat resiprositas.

Eksploitasi merupakan suatu hubungan dimana terdapat individu, kelompok atau kelas yang secara tidak adil atau tidak wajar menarik keuntungan dari kerja, atau atas keinginan orang lain, sedangkan resiprositas mengandung prinsip bahwa orang harus membantu mereka yang pernah membantunya atau setidak-tidaknya tidak merugikan satu sama lain (Scott 1981 dalam Chaniago 2014). Relasi hubungan nelayan terjadi intensif pada masyarakat nelayan karena mereka belum menemukan alternatif institusi

(23)

11 yang mampu menjamin kepentingan sosial ekonomi, termasuk pada masyarakat nelayan di Pantai Indah Mukomuko.

Hubungan patron-klien di pantai Indah Mukomuko dapat dilihat dari ketergantungan sebagian besar nelayan penggarap kepada nelayan pemilik terutama pada musim paceklik. Hal ini terjadi akibat tidak adanya matapencaharian alternatif atau matapencaharian tambahan nelayan yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan, terutama saat hasil tangkapan mulai menurun. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh nelayan dengan masing-masing alat tangkap yang berbeda.

Pola hubungan nelayan boat seine (payang)

Nelayan penggarap boat seine atau payang di Pantai Indah Mukomuko umumnya melakukan aktivitas penangkapan ikan setiap hari. Meskipun sedang dalam musim paceklik, nelayan penggarap boat seine atau payang tetap melakukan operasi penangkapan ikan dengan lama trip dan jarak fishing ground yang sama dengan musim penangkapan lainnya. Kondisi inilah yang terkadang menyebabkan para nelayan penggarap boat seine atau payang harus menombok biaya operasional yang mereka keluarkan, karena hasil tangkapan yang didapatkan tidak mampu menutupi biaya yang mereka keluarkan untuk melakukan operasi penangkapan ikan tersebut. Sebagian besar nelayan juga tidak mempunyai tabungan atau biaya lebih yang mereka simpan untuk mengantisipasi apabila keadaan ini terjadi. Kesulitan-kesulitan ini menyebabkan para nelayan penggarap boat seine atau payang harus mencari pinjaman kepada nelayan pemilik agar bisa menutupi biaya operasional yang mereka keluarkan, dan juga sebagai modal untuk mereka melakukan kegiatan penangkapan ikan berikutnya.

Nelayan penggarap boat seine atau payang biasanya meminjam sejumlah uang dengan nelayan pemilik dengan perjanjian-perjanjian tertentu yang telah disepakati bersama. Nelayan penggarap yang mendapat pinjaman modal dari nelayan pemilik biasanya dikenakan bunga sepuluh sampai dengan lima belas persen dari jumlah modal yang dipinjamkan. Pada kondisi tertentu, nelayan penggarap tidak mampu mengembalikan modal yang ia pinjam dalam waktu yang cepat karena rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh, sehingga merekapun kembali meminjam. Nelayan pemilik yang secara terus-menerus memberi pinjaman kepada nelayan penggarap lama-kelamaan akan menjadi “induk semang” atau orangtua angkat bagi nelayan penggarap tersebut. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun induk semang sangat memperhatikan kehidupan nelayan penggarap, baik dalam keperluan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya, sehingga menimbulkan rasa simpati nelayan penggarap tersebut. Nelayan penggarap merasa sangat berhutang budi kepada induk semang sehingga sangat mematuhi apa yang diperintahkan oleh induk semang tanpa memperhitungkan bunga yang harus mereka tanggung dari pinjaman yang terus-menerus diberikan induk semang. Pinjaman biasanya dikembalikan apabila nelayan penggarap sudah memiliki uang dari hasil melaut (musim panen), sehingga tidak terlalu memberatkan nelayan.

(24)

12

bersama nelayan penggarap dan mewajibkan nelayan penggarap tersebut untuk menimbang setiap hasil tangkapan kepada induk semang untuk diketahui berapa besar perkiraan pendapatan yang akan diperoleh dari hasil penjualan tangkapan tersebut.

Pola hubungan nelayan danish seine (lore/dogol)

Kapal dan alat tangkap yang digunakan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol dalam operasi penangkapan ikan sebagian besar berasal dari pinjaman nelayan pemilik atau induk semang berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama. Nelayan penggarap yang menggunakan pinjaman kapal atau alat tangkap dari induk semang harus menjual hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan ke induk semang nya sendiri. Induk semang pun biasanya membeli hasil tangkapan tersebut dengan harga yang tidak begitu jauh dari harga jual nelayan kepada masyarakat pada umumnya sehingga tidak terlalu merugikan nelayan.

Nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol tidak terlalu bergantung kepada nelayan pemilik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan untuk modal melautnya biasanya berasal dari modal bersama nelayan penggarap dan nelayan pemilik, sehingga masih bisa tertutupi dengan uang pribadi yang mereka miliki karena jumlah modal yang lebih kecil dibandingkan nelayan boat seine atau payang. Jika terjadi kekurangan modal pun, nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol biasanya lebih memilih untuk meminjam uang kepada sanak saudaranya daripada meminjam kepada induk semang, karena tidak dikenai bunga layaknya pinjaman yang diperoleh dari induk semang. Nelayan penggarap juga beranggapan bahwa bunga yang diberikan oleh induk semang terlalu tinggi untuk jumlah pinjaman yang mereka anggap cukup rendah, sehingga jarang sekali ditemui adanya hubungan pinjam-meminjam modal antara nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol dengan induk semang nya.

Pola hubungan nelayan gillnet (jaring insang) dan longline (rawai)

Nelayan gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai memiliki pola hubungan patron-klien yang sama dalam kegiatan operasi penangkapan ikannya. Nelayan penggarap gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai umumnya tidak memiliki ketergantungan kepada nelayan pemilik, baik dalam modal melaut maupun peminjaman alat tangkap atau kapal untuk kegiatan penangkapan ikan. Nelayan penggarap hanya meminjam sejumlah uang untuk tambahan modal kepada nelayan pemilik apabila hasil tangkapan benar-benar tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional yang mereka keluarkan. Hal ini tidak terjadi secara terus menerus karena jarang sekali nelayan penggarap gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai mengalami musim paceklik yang menyebabkan hasil tangkapan sangat rendah. Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai bisa dikatakan cukup stabil dibandingkan nelayan boat seine atau payang dan danish seine atau lore/dogol, terutama pada musim paceklik.

(25)

13 nelayan penggarap, diperoleh 27 orang responden yang merasa puas (14 orang nelayan pemilik, 13 orang nelayan penggarap), dan 5 orang responden yang merasa tidak puas (5 orang nelayan penggarap) dengan pola hubungan nelayan di Pantai Indah

Status Nelayan Tingkat Kepuasan Puas Tidak Puas

(26)

14

Sistem Bagi Hasil Nelayan di Pantai Indah Mukomuko

Perjanjian bagi hasil perikanan Menurut pasal (1) huruf a, Undang-undang No. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan, merupakan perjanjian yang dilakukan dalam usaha penangkapan ikan antara nelayan, pemilik, dan penggarap tambak, menurut perjanjian dimana masing-masing menerima bagian dari hasil dan usaha tersebut menurut pertimbangan yang telah disetujui sebelumnya. Jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut (Undang-undang No. 16 Tahun 1964 pasal (3) ayat (1)):

a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% dari hasil bersih b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% dari hasil bersih

Sistem bagi hasil nelayan di Pantai Indah Mukomuko masih berdasarkan kebiasaan turun temurun. Pelaksanaan pola bagi hasil masih secara tradisional dan tidak melalui tertulis. Pembagian hasil didasarkan oleh prinsip n+2, dimana (n) merupakan jumlah nelayan penggarap yang ikut melaut.

Boat seine (payang)

Sistem bagi hasil yang digunakan nelayan boat seine atau payang yaitu 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya variabel (perbekalan) dan biaya-biaya tetap per trip. Nahkoda biasanya memperoleh bagian yang lebih besar dari bagian tersebut. Namun pada umumnya nahkoda memberikan kembali beberapa bagiannya tersebut kepada ABK yang memiliki pekerjaan lebih berat saat melakukan operasi penangkapan ikan.

Tabel 3 Pembagian hasil nelayan boat seine atau payang

No. Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (60%:40%)

1. Nahkoda 1 2.5

2. Juru mesin 1 1.5

3. ABK 10 1

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

(27)

15 Tabel 4 Pendapatan nelayan boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip

pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp) per musim

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 7.108.368 5.119.368 2.817.368 2. Nelayan pemilik

(60%)

4.265.021 3.071.621 1.690.421 3. Nelayan penggarap

(40%)

2.843.347 2.047.747 1.126.947 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik dan nelayan pengggarap berbeda-beda untuk tiap musim penangkapan. Namun, biaya variabel yang dikeluarkan untuk setiap musimnya tidak ada yang berubah. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengurangan lamanya trip dan jauhnya fishing ground yang ditempuh. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan apabila musim paceklik tiba. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim (Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5) terhadap biaya tetap (Lampiran 2) dan biaya variabel (Lampiran 1) per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Nelayan pemilik umumnya banyak yang memiliki pekerjaan lain sehingga baru pulang ke rumah sore atau malam hari, sehingga bagian bagi hasil baru bisa didapatkan nelayan penggarap pada malam hari setelah nelayan pemilik pulang atau dini hari ketika nelayan penggarap akan melaut kembali.

Tabel 5 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Tabel 6 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

1. Nahkoda 12.185.774 8.776.059 4.829.774

2. Juru mesin 7.311.464 5.265.636 2.897.864

3. ABK 4.874.310 3.510.424 1.931.910

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

(28)

16

ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor X.475.XIV tahun 2014 yaitu sebesar Rp 1.500.000,- per bulan. Namun, pendapatan tersebut belum dikurangi oleh biaya-biaya yang mereka pinjam dari nelayan pemilik.

Danish seine (lore/dogol)

Sistem bagi hasil yang digunakan nelayan danish seine atau lore/dogol yaitu 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya variabel (perbekalan) dan biaya-biaya tetap per trip. Pembagian ini didasari oleh modal melaut yang bersumber dari modal bersama antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap, sehingga hasil melaut dibagi rata.

Tabel 7 Pembagian hasil nelayan danish seine atau lore/dogol

No. Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (50%:50%) 1. Nahkoda (merangkap

juru mesin)

1 3

2. ABK 3 1

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Pembagian hasil nelayan penggarap dibagi lagi 6 bagian. Bagian yang paling besar biasanya diperoleh nahkoda yang juga bertugas sebagai juru mesin yaitu 3 bagian, dan sisanya adalah ABK biasa yakni 1 bagian. Bagian yang lebih besar tersebut didasarkan pada pertimbangan tanggung jawab, tugas, tenaga, dan pemikiran yang dibebankan kepadanya. Pembagian bagi hasilnya sendiri tidak dapat diambil langsung setelah penjualan hasil tangkapan, melainkan malam harinya, atau dini hari ketika nelayan penggarap akan melakukan kegiatan penangkapan ikan berikutnya. Tabel 8 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip

pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp)

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 1.532.715 986.785 422.715

2. Nelayan pemilik (50%) 766.357 493.392 211.358 3. Nelayan penggarap

(50%)

766.357 493.392 211.358

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Tabel 9 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

(29)

17

Nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol memiliki pendapatan yang cukup tinggi pada musim panen dan sedang. Namun, pada musim paceklik pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol sangat kecil karena rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh, baik dari segi jenis maupun jumlah hasil tangkapan tersebut. Harga yang ditetapkan nelayan pemilik juga lebih rendah dibandingkan harga ekonomis hasil tangkapan di masyarakat meskipun tidak berbeda terlalu jauh. Namun, kondisi ini tetap saja mempengaruhi pendapatan yang diperoleh nelayan penggarap pada setiap musim penangkapan. Di sisi lain, nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol juga tidak memiliki pekerjaan sampingan yang dapat menunjang pendapatan mereka. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim (Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11) terhadap biaya tetap (Lampiran 8) dan biaya variabel (Lampiran 7) per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Pendapatan bersih pada setiap musim penangkapan sangat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh setiap nelayan penggarap pada kapal yang ikut melaut.

Tabel 10 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol pada musim paceklik yang berada di atas UMP hanya pendapatan nahkoda sedangkan pendapatan ABK berada di bawah UMP Bengkulu. Namun, pendapatan yang diperoleh nahkoda dan ABK tersebut sudah merupakan pendapatan bersih yang bisa mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari tanpa dipotong biaya pinjaman apapun, karena nelayan nelayan tidak bergantuk pada nelayan pemilik dalam hal modal dan biaya hidup.

Gillnet (jaring insang)

(30)

18

Tabel 11 Pembagian hasil nelayan gillnet atau jaring insang

No. Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (50%:50%) 1. Nahkoda (merangkap

juru mesin)

1 3

2. ABK 2 1

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Nelayan gillnet atau jaring insang memiliki sistem permodalan yang berasal dari modal bersama antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap. menggunakan sistem bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya variabel (perbekalan) dan biaya-biaya-biaya-biaya tetap per trip.

Tabel 12 Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp)

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 1.442.715 1.117.715 1.117.715 2. Nelayan pemilik (50%) 721.357 558.858 558.858 3. Nelayan penggarap

(50%)

721.357 558.858 558.858

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Tabel 13 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

(31)

19 Tabel 14 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% :

50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

1. Nahkoda 10.387.550 8.047.550 8.047.550

2. ABK 3.462.517 2.682.517 2.682.517

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Nelayan penggarap gillnet atau jaring insang jarang terlibat dalam kegiatan pinjam-meminjam modal kepada nelayan pemilik. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang pada musim panen, sedang, dan paceklik yang berada di atas UMP dapat langsung mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa potongan-potongan lainnya.

Longline (rawai)

Pembagian hasil nelayan longline atau rawai didominasi oleh nahkoda yakni 3 bagian, sedangkan ABK hanya mendapat 1 bagian. Nahkoda mengatur dan bertanggung jawab atas operasi penangkapan yang dilakukan.

Tabel 15 Pembagian hasil nelayan longline atau rawai

No. Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (50%:50%) 1. Nahkoda (merangkap

juru mesin)

1 3

2. ABK 2 1

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

(32)

20

Tabel 16 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp)

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 1.292.715 902.715 902.715

2. Nelayan pemilik (50%) 646.357 451.357 451.357 3. Nelayan penggarap

(50%)

646.357 451.357 451.357 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Tabel 17 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Nelayan longline atau rawai umumnya memiliki tingkat pendapatan yang cukup stabil. Hal ini dikarenakan musim penangkapan longline atau rawai yang terjadi per enam bulan sekali, sehingga mereka tidak mengalami musim paceklik yang parah. Hal ini pula yang menyebabkan minimnya peminjaman modal yang dilakukan nelayan penggarap kepada nelayan pemilik.

Tabel 18 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan

No. Posisi Musim panen

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa besar pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai berada di atas UMP yang telah ditetapkan pemerintah. Kondisi ntersebut terjadi pada musim panen, sedang, dan paceklik.

(33)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1) Usaha perikanan tangkap belum berjalan secara maksimal, khususnya dalam proses pemasaran. Hal ini disebabkan oleh TPI yang sudah tidak beroperasi dan banyaknya hasil tangkapan yang dijual langsung kepada nelayan pemilik, sehingga nelayan penggarap tidak memiliki kesempatan untuk menentukan harga dalam proses pemasaran hasil tangkapan tersebut

2) Berdasarkan tingkat kepuasan nelayan terhadap pola hubungan nelayan, maka hubungan nelayan yang terjadi di masyarakat nelayan Pantai Indah dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas, dimana antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap saling memberi dan menerima tanpa ada yang merasa dirugikan

3) Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan Pantai Indah Mukomuko terdiri dari 2 bentuk, yaitu bagi hasil 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap (boat seine atau payang), serta bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap (danish seine atau lore/dogol, gillnet atau jaring insang, dan longline atau rawai). Bagi hasil tersebut sudah sesuai dengan pembagian yang terdapat dalam UU No. 16 Tahun 1964 Pasal (3) ayat (1), dimana pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian minimum 40% dari hasil bersih jika dipergunakan kapal motor

Saran

1) Perlu adanya kegiatan khusus dari pemerintah maupun para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan pada musim paceklik

(34)

22

DAFTAR PUSTAKA

Chaniago. 2014. Pola Relasi Patron-Klien Nelayan Suku Duano [internet]. [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. hlm 8-21; [diunduh tanggal 2 Maret 2015]. Tersedia pada: repository.unand.ac.id/20180/1/BAB%201.pdf

Harini S. 2003. Sistem Bagi Hasil Perikanan Laut Setelah Keluarnya UU No. 16 Tahun 1964 di Desa Purworejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak [Tesis]. Selarang: Universitas Diponegoro.

Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Yogyakarta(ID): Erlangga.

Muninggar R. 2011. Paradigm in Marine fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

Ningsih DA. 2011. Pengaruh Ikatan Patron-Klien Terhadap Perilaku Nelayan Dalam Pemasaran Hasil Tangkapan (Kasus: Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratama DS, Gumilar I, Maulina I. 2012. Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Pancing Ulur di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur [jurnal]. 3(3):107-116.

PSKPL-IPB. 2002. Evaluasi Sistem Pengupahan dan Bagi Hasil Usaha Penangkapan di Pantai Utara (Pantura). Bogor (ID).

Satria A 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Cidesindo. Harini S. 2003. Sistem Bagi Hasil Perikanan Laut Setelah Keluarnya Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 1964 di Desa Purworejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro

Sudaryanto A. 2009. Praktek Bagi Hasil Perikanan di Kalangan Nelayan Pandangan Wetan, Rembang, Jawa Tengah [jurnal]. 21(3):409-628

Sukmadinata N S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung (ID): Remaja Rosda Karya.

Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor X.475.XIV tahun 2014 tentang Upah Minimum Provinsi Bengkulu Tahun 2015

Sursiyamtini MCAS, Paresti S, Sentosa B et.al. 2012. Laporan Akhir Model Kurikulum Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Berbasis Ekonomi Produktif [internet]. [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. hlm 8-21; [diunduh

tanggal 6 Maret 2016]. Tersedia pada:

pkpp.ristek.go.id/_assets/upload/docs/395_doc_20.pdf. Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan

(35)

23 LAMPIRAN

Lampiran 1 Biaya variabel (perbekalan) boat seine per trip

No. Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 2 Biaya tetap boat seine atau boat seine atau payang per trip No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp)

Jumlah biaya tetap per tahun 7.670.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 26.632 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 3 Hasil tangkapan boat seine atau boat seine atau payang per trip pada

(36)

24

Lampiran 4 Hasil tangkapan boat seine atau boat seine atau payang boat seine atau payang per trip pada musim sedang

No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 5 Hasil tangkapan boat seine atau boat seine atau payang boat seine atau payang per trip pada musim paceklik

No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 6 Pendapatan nelayan boat seine atau boat seine atau payang boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp) per musim

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 7.108.368 5.119.368 2.817.368 2. Nelayan pemilik

(60%)

4.265.021 3.071.621 1.690.421 3. Nelayan penggarap

(40%)

2.843.347 2.047.747 1.126.947 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

(37)

25 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 8 Biaya tetap danish seine atau lore/dogol per trip

No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp)

1. SIUP 1 Tahun 170.000

2. Perawatan Kapal 1 Tahun 2.000.000

3. Perawatan AT 1 Tahun 800.000

4. perawatan mesin 1 Tahun 1.000.000

Jumlah biaya tetap per tahun 3.970.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 13.785 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 9 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 10 Hasil tangkapan danish seine lore/dogol per trip pada musim sedang No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 11 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim paceklik

(38)

26

Lampiran 12 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp)

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 1.532.715 986.785 422.715

2. Nelayan pemilik (50%) 766.357 493.392 211.358 3. Nelayan penggarap

(50%)

766.357 493.392 211.358

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 13 Biaya Variabel (perbekalan) gillnet atau jaring insang per trip No. Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 14 Biaya tetap gillnet atau jaring insang per trip

No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp)

1. SIUP 1 Tahun 170.000

2. Perawatan Kapal 1 Tahun 2.000.000

3. Perawatan AT 1 Tahun 800.000

4. perawatan mesin 1 tahun 1.000.000

Jumlah biaya tetap per tahun 3.970.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 13.785 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 15 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

(39)

27 Lampiran 16 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim sedang

No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 17 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim paceklik No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 18 Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp)

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 1.442.715 1.117.715 1.117.715 2. Nelayan pemilik (50%) 721.357 558.858 558.858 3. Nelayan penggarap

(50%)

721.357 558.858 558.858

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 19 Biaya Variabel (perbekalan) longline atau rawai per trip No. Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

(40)

28

Lampiran 20 Biaya tetap longline atau rawai per trip

No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp)

1. SIUP 1 Tahun 170.000

2. Perawatan Kapal 1 Tahun 2.000.000

3. Perawatan AT 1 Tahun 800.000

4. perawatan mesin 1 Tahun 1.000.000

Jumlah biaya tetap per tahun 3.970.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 13.785 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 21 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 22 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim sedang No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 23 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim paceklik No. Jenis Ikan Jumlah Hasil

(41)

29 Lampiran 24 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip

pada setiap musim penangkapan

No. Pendapatan per trip (Rp)

Panen Sedang Paceklik

1. Pendapatan bersih 1.442.715 1.117.715 1.117.715 2. Nelayan pemilik (50%) 721.357 558.858 558.858 3. Nelayan penggarap

(50%)

721.357 558.858 558.858

Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015

Lampiran 25 Konstruksi alat tangkap boat seine atau boat seine atau payang

Sumber: http://download.portalgaruda.org

Lampiran 26 Konstruksi alat tangkap danish seine atau lore/dogol

(42)

30

Lampiran 27 Konstruksi alat tangkap gillnet atau jaring insang

Sumber: http://download.portalgaruda.org

Lampiran 28 Konstruksi alat tangkap longline atau rawai

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Peta lokasi penelitian
Tabel 1  Musim penangkapan per alat tangkap
Gambar 2  Kapal boat seine atau payang di Pantai Indah
Gambar 3  Kapal danish seine atau lore/dogol di Pantai Indah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbandingan pendapatan nelayan pada usaha perikanan tangkap laut dan perairan umum dengan UMK pada semua pesisir di wilayah Madura adalah jika sistem bagi hasil

Indikator dari peningkatan taraf hidup nelayan pemilik dapat diketahui dari jumlah kepemilikan kapal yang menunjukkan kecenderunan bertambah, rumah tinggal nelayan

Agar dapat melakukan upaya- upaya di atas, maka perlu diteliti bagaimana pembagian hasil usaha perikanan laut antara pemilik modal sebagai nelayan juragan

Persepsi nelayan purse seine terhadap seluruh fasilitas dan layanan yang disediakan oleh Pelabuhan Perikanan Pantai Tumumpa yang dinilai berdasarkan 18 dimensi diperoleh hasil

Tanggapan dari responden menunjukkan sebagai berikut : 1) sebanyak 80% nelayan pemilik Purse seine yang menjawab setuju dan 50% untuk ABK menjawab setuju dengan Program Dinas

Permasalahannya adalah selain minimnya hasil tangkapan dengan alat tangkap sederhana, sistem bagi hasil yang dilakukan oleh para nelayan toke pemilik boat juga cenderung kurang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem bagi hasil usaha purse seine yang berlabuh di PPS Bungus yaitu setelah dikurangi biaya produksi, 70% untuk nelayan

Jabatan Perikanan nasihat nelayan pantai sentiasa peka &H jr/ib/jon ai Kuala Lumpur: Jabatan Peri- jek ternakan lebih kerap bagi kanan menasihatkan nelayan menyelamatkan ternakan