• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BAGI HASIL DAN PEMANFAATAN PENDAPATAN NELAYAN KEC. SUPPA KAB. PINRANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN BAGI HASIL DAN PEMANFAATAN PENDAPATAN NELAYAN KEC. SUPPA KAB. PINRANG"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN BAGI HASIL DAN PEMANFAATAN PENDAPATAN NELAYAN KEC. SUPPA KAB. PINRANG

IMRAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

ii

KAJIAN BAGI HASIL DAN PEMANFAATAN PENDAPATAN NELAYAN KEC. SUPPA KAB. PINRANG

sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh

IMRAN A111 12 266

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Kajian Bagi Hasil Dan Pemanfaatan Pendapatan Nelayan Kec. Suppa Kab. Pinrang”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Serjana Ekonomi pada program studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak menemui hambatan tetapi berkat keyakinan, kesabaran dan bantuan berbagai pihak, penulis akhirnya mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta saya Ayahanda Amri dan Ibunda Nur, terima kasih atas doa dan dukungan baik materi dan non materi yang tak pernah putus dan semoga apa yang diinginkan semua pada saya bisa terwujud.

Terima kasih atas segala pengorbanan dan ilmu sabar yang diajarkan serta limpahan kasih sayang yang tulus, kakanda saya Irma Ayu Wandira, terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang, marah – marah dan motivasi serta doanya, dan semua keluarga besar saya tante dan om saya Om Dr.

Mursalim Nohong, SE., M. Si dan Tante Rahmatia karodda yang telah menjadi orang tua kedua saya selama saya mengikuti jenjang pendidikan S1, Almarhum Porda Karodda dan Tante Uma, Om Anwar dan Tante Misna Wati, Om Kamaruddin Dan Tante Abbasia, Tante Nani, Tante Tini,

(7)

vii

fitriani, Ansar, Asriani, Kiki, Anti, Wawan.

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir,S.E.,M.Si.,CIP. Ibu Prof. Dr. Mahlia S.E.,M.Si selaku wakil dekan I , Ibu Dr. Kartini S.E.,M.Si.,Ak.CA selaku wakil dekan II, dan Dr. Madris.

DPS.,M.Si selaku wakil dekan III.

3. Drs. Muh. Yusri Zamhuri, M.A., Ph.D. Selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi. Terima kasih atas segala bantuan yang senantiasa diberikan hingga peneliti dapat menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Ekonomi.

3. Bapak Drs. A. Baso Siswadharma, M.Si. selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Sabir, SE., M.Si selaku pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini, terima kasih atas segala keikhlasan dan ketersediaan meluangkan waktu dalam memberikan arahan, segala pemikiran, ide, bantuan, nasehat, serta ilmu dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi yang telah menginspirasi dan bersedia membagi ilmunya kepada penulis, terimakasih atas pembelajaran dan bantuan selama tahun kuliah penulis.

5. Segenap Pegawai Akademik, Kemahasiswaan dan Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Ibu Saharibulan, Ibu Saidah, Pak Masse, Pak Aspar, Pak Akbar, Pak Safar, Pak Tamsir, Pak dandu, Pak Ambang dan pak Parman terima kasih telah membantu dalam pengurusan administrasi selama masa studi penulis.

6. Sahabatku serta saudara-saudara angkatan 2013 “SPARK”. Kiky Risky Amalia, Merlyn PD, Nurfaini Rofifah, Irmayati Aisyah Oesman, Putri Rezky Indria, Aseptiana Widiastuti, Rahayu Nurhidayah, Hardianti Nur,

(8)

viii

Izza, Putri Widyastuti, Latifa Qalby, Andi Astrini S.Y, Andi Gaung Lessang, Andi Suryani, Annisa Elma Nabila, Aan, Adiatma, Azharifarmawan, Aska Mallongi, Atika Paranoan, Aldilla Gea Azuari, Chaerunnisa Astari, Cindy Noviela S, Sri Devi, Dinda Deanita, Eka Kaharuddin, Herlina Hamzah, Jelita, Khaerunnida, Marwa Sari, Melatituhfatunn, Rafidah Musyirah, Mutriani Dewi, Nia Indriani, Nur Hidayah, Hasmawati Ibrahim, Nurjannah R, Nurul Fatmawati, Ririn Ariska, Siska H, Suryaningsih, Syakirah, Thalita Ayuba, Firah Ambar Wulansari. Terkhusus CROCODILE team ; M Sapar (manusia sakkulu), Nabil (Orang tanfann dan selalu kalah dalam percintaan), Bayu Pamungkas D (bahan callaannya anakanak ka), Muh Jasman Karase (ustad yang gagal dalam percintaan), Sudirman (manusia yang penuh keberuntungan), Fakhrul Indra (manusia paling sok asik), Arinal Haq (manusia spesialis tikungan), Muh Arifandi (manusia yang paling sok keren), Bahtiar Herman (raja patungan/ckck, aslinya mi tukang

“patah“), Abdul Rasul Umar (manusia ajaib lulusan SLB), Muh Ridhol AM (manusia penuh bau kaos kaki dan paling kepala batu), Arung Pairunan (manusia seribu tanya, “hidup hanya untuk bertanya”), Yasin Susilo (mahasiswa salah jurusan, harusnya masuk seni), Muh Ahmad Muh (manusia terkreatif mi ini dan teman pertama yang saya kenal di ekonomi karena sokapnya jadi orang serta teman seperjuangan dalam berlembaga), Angga ( teman paling baperan tapi andalanku ),

(9)

ix

terima kasih atas segala dukungan dan bantuannya yang diberikan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman pengurus SEMA FEB-UH (Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisinis) periode 2016-2017

9. Keluarga besar Himpunan Jurusan Ilmu Ekonomi Solid, Musketeer, Signum Crus, Veir Spiritium, Excelsior, Iconic, Spartans, SPultura, Regallians, Spark, Primes, Antares Andalanku, Sphere, dan Erudite.

10. Keluarag besar Kreatifitas Seni Ekonomi ( KRESEK ) jaga selalu konsistensi berseni dan berlembaga kalian, “karena ilmu

mengajarkan kita untuk merasa pintar sedangkan seni mengajarkan kita untuk pintar merasa”.

11. Terima kasih juga buat andalancu Nurainun Wirfiana yang telah setia selalu menemani dalam setiap proses pengurusan skripsi, kanda Ali akbar selaku Guru Spritualku, kanda Haidir Selaku Guru Bela Diriku, Fahri Pratama Putra Dan Alif alfian selaku Guru Musikku, Ismail Soleh selaku junior patotoai, St Nurfajriani Syam selaku ibu Rektornya KRESEK, Velop nda ku tau nama aslimu bela selaku adinda terbaikku,dan Arianshari dan Mail calon brandalnya HIMAJIE.

(10)

x

terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik bagi pembaca demi kesempurnaan, skripsi ini. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Makassar, 14 Agustus 2018

IMRAN

(11)

xi

Kajian Pola Bagi Hasil Dan Pemanfaatan Pendapatan Nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

IMRAN AMRI BASO SISWADHARMA

SABIR

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui pola bagi hasil nelayan pemilik modal (punggawa) dan nelayan buruh (sawi) serta bagaimana pemanfaatan pendapatan yang diperoleh nelayan buruh (sawi) di kecamatan Suppa kabupaten Pinrang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data yang dianalisis adalah hasil wawancara dengan nelayan pemilik modal (punggawa) dan nelayan buruh (sawi) di kecamatan suppa kabupaten Pinrang. Hasil penelitian menunjukan pembagian hasil antara pemilik modal (punggawa) dengan nelayan buruh (sawi) tidak sama dan pembagian hasil antara sesama nelayan buruh (sawi) tidak sama. Penelitian ini juga menemukan pemanfatan pendapatan nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang dialokasikan paling utama untuk konsumsi sehari-hari, biaya pendidikan dan tabungan.

Kata kunci: Pola bagi hasil, Pemanfaatan pendapatan, Nelayan pemilik modal, Nelayan buruh

(12)

xii

Study of Revenue Sharing Pattern and Utilization of Fisherman's Income Sub Sup of Pinrang Regency

IMRAN AMRI BASO SISWADHARMA

SABIR

This research is a qualitative research that aims to find out the pattern for the results of fisherman owners of capital (punggawa) and fisherman workers (mustard) and how the utilization of income obtained fisherman workers (mustard) in the district Suppa Pinrang district. This research uses qualitative approach with case study method. The data analyzed is the result of interview with fisherman owner of capital (punggawa) and fisherman of laborer (mustard) in subpres district of Pinrang Regency. The results showed the distribution of results between the owners of capital (punggawa) with the fisherman workers (mustard) is not the same and the distribution of results between fellow workers (mustard) is not the same.

This research also found that the utilization of fisherman income of Kecamatan Suppa Pinrang Regency is allocated mainly for daily consumption, education cost and saving.

Keywords: Profit Sharing Pattern, Income Utilization, Fisherman Owner of

Capital, Fisherman Workers

(13)

xiii

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Bealakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Landasan Teoritis... 9

2.1.1 Nelayan... 9

2.1.2 Sistem Punggawa – Sawi ... 11

2.1.3 Pola Bagi Hasil Punggawa Sawi ... 13

2.1.4 Pendapatan ... 14

2.2 Tinjauan Empiris ... 22

2.3 Kerangka Pikir... 25

(14)

xiv

3.1 Lokasi Penelitian... 27

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3 Instrumen Penelitian ... 27

3.4 Keabsahan dan Keajegan Penelitian ... 29

3.4.1 Keabsahan Konstruk (Construct Validity)... 29

3.4.2 Keabsahan Internal (Internal Validity) ... 30

3.4.3 Kebasahan Eksternal (Eksternal Validity) ... 30

3.4.4 Keajegan (Reabilitas... 30

3.5 Teknik Analisis Data ... 31

3.5.1 Reduksi Data (Data Reduction) ... 33

3.5.2 Penyajian Data (Data Display) ... 35

3.5.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusions) ... 35

3.6 Definisi Operasional... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN... 36

4.1 Karakteristik Wilayah Penelitian & Karakteristik Informan... 36

4.1.1 Kondisi Geografis dan Kependudukan Kabupaten Pinrang ... 36

4.1.2 Karakteristik Informan ... 39

4.2 Informan Pertama (KP) ( Punggawa ) ... 41

4.2.1 Coding (Pengkodean) Wawancara KP (Pemilik Modal) ... 41

4.2.2 Ringkasan Coding Wawancara KP (Punggawa) ... 43

4.2.3 Kategorisasi Pola Jawaban KP (Punggawa) ... 43

4.3 Informan kedua GS (Sawi) ... 44

4.3.1 Coding (Pengkodean) Wawancara GS (Abk Pengemudi Kapal 44 4.3.2 Ringkasan Coding Wawancara GS (Sawi) ... 45

4.3.3 Kategorisasi Pola Jawaban GS (Sawi) ... 46

4.4 Informan ketiga HS (Sawi) ... 47

4.4.1 Coding (Pengkodean) Wawancara GS (Sawi) ... 47

4.4.2 Ringkasan Coding Wawancara GS (Sawi) ... 49

(15)

xv

BAB V PEMBAHASAN ... 51

5.1 Pola Bagi Hasil ... 51

5.2 Pendapatan Nelayan ... 55

5.3 Pemanfaatan Pendapatan ... 56

BAB VI PENUTUP ... 58

5.1 Kesimpulan... 58

5.2 Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

LAMPIRAN... 60

(16)

xvi

1.1 Jumlah tangkap ikan laut setiap kecamatan ... 1

4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Pinrang Tahun 2011 - 2015 ... 38

4.2 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Laut tahun 2015 ... 39

4.3 Karakteristik Informan ... 39

5.1 Pendapatan Nelayan Kecamatan Suppa ... 39

(17)

xvii

2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian ... 26 2.1 Metode Analisis Data ... 32

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau dengan wilayah laut yang lebih luas dari pada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan perairan kepulauan seluas 2,8 juta km2. Artinya seluruh laut Indonesia berjumlah 3,1 juta km2 atau sekitar 62% dari seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dengan jumlah panjang garis pantainya sekitar 81.000 km. Luas laut yang besar menjadikan Indonesia unggul dalam sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005). Tujuan pembangunan sektor perikanan di Indonesia pada prinsipnya memiliki dua sasaran pokok yaitu meningkatkan produksi dan pendapatan pada sektor perikanan. Hal ini sejalan dengan upaya memperbaiki taraf hidup nelayan dan meningkatkan produksi perikanan nasional. Bangsa Indonesia juga merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik yang ada di darat maupun yang ada di laut. Sumberdaya dan tenaga yang dimiliki oleh masyarakat merupakan modal yang sangat penting dalam mengembangkan usaha-usaha yang ada, terutama usaha di bidang perikanan.

Sektor perikanan mempunyai peranan yang cukup penting dalam pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor, diantaranya adalah sekitar 2.274.629 orang nelayan dan 1.063.140 rumah tangga budidaya, menggantungkan hidupnya dari kegiatan usaha perikanan.

(19)

Adanya sumbangan devisa yang jumlahnya cukup signifikan dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Mulai terpenuhinya kebutuhan sumber protein hewani bagi sebagian masyarakat. Terbukanya lapangan kerja bagi angkatan kerja baru, sehingga diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan adanya potensi perikanan yang dimiliki Indonesia (DKP, 2006).

Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan pemukiman-pemukiman penduduk di sekitar garis pantai. Dalam hal ini, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari para penduduk yang bermukim di daerah pantai tersebut pada umumnya memilih pekerjaan sebagai nelayan selain pekerjaan-pekerjaan sampingan lainnya.Nelayan adalah orang atau individu yang aktif dalam melakukan penangkapan ikan dan binatang air lainnya (Suyitno, 2012). Nelayan memiliki peran penting terhadap pembangunan sektor perikanan di Indonesia.

Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya.

Seiring dengan banyaknya tangkapan maka akan terlihat juga besarnya pendapatan yang diterima oleh nelayan yang nantinya dipergunakan untuk konsumsi keluarga, dengan demikian tingkat pemenuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima.Menurut Mubyarto et.al (1984), tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir umumnya menempati strata paling rendah dibanding masyarakat lainnya di darat. Bahkan nelayan termasuk paling miskin di semua negara dengan atribut “the poorest of poor’’ (termiskin diantara yang miskin) (Nikijuluw, 2002). Menurut Sukirno (2006), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan–kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, keamanan, dan sebagainya tersedia dan mudah dijangkau. Sumber

(20)

daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat.

Kemiskinan salah satunya dapat dilihat melalui kehidupan masyarakat pesisir. Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana adanya ketidakmampuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, dan ketidaksamaan dalam memperoleh basis kekuasaan sosial. Pada masyarakat nelayan kemiskinan umumnya terjadi akibat tekanan sosial dan keterbatasan akses yang dimiliki.

Pekerjaan nelayan yang banyak bergantung pada kondisi alam membuat pendapatan tidak menentu pada rumah Tangga nelayan.

Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki potensi laut yang cukup besar, terlihat dari besarnya dominasi sub sektor perikanan sebagai penyumbang terbesar kedua dalam PDRB sektor pertanian wilayah ini. Hasil laut Sulawesi Selatan terdiri dari beragam jenis ikan kualitas ekspor, bandeng, serta rumput laut yang banyak dibudidayakan sebagai salah satu sumber ekonomi masyarakat. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi Sulsel merupakan perikanan budidaya laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar 1,6 juta ton.

Hasil perikanan budidaya lainnya terdiri atas tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi) dengan hasil produksi terbesar hasil produksi tambak sebesar 918.245 ton. Perikanan tangkap laut hasil produksinya sebesar 277.896 ton atau sebesar 10 persen dari total produksi perikanan di Sulsel.

Sulawesi selatan dalam struktur ekonomi masyarakat nelayan dikenal adanya Punggawa dan Sawi yang merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat

(21)

pendapatan nelayan. Punggawa merupakan pemilik modal dan Sawi adalah peminjam atau pekerja atau juga dapat disebut buruh atau bahasa lainnya disebut nelayan kecil. Khususnya masyarakat nelayan di Sulawesi Selatan adalah kelompok sosial punggawa-sawi yang dalam pengamatan selintas telah menempatkan nelayan sawi secara tradisional pada posisi yang kurang menguntungkan, tetapi pola hubungan kerja ini anehnya demikian mapan dan bahkan punggawa tersebut seperti yang dijumpai pula dalam kelompok masyarakat nelayan yang lain adalah orang yang dihormati, disegani dan dianggap sebagai penolong terutama pada saat para sawi amat memerlukan pertolongan (Sanusi, 1997).

Menurut Irawan (2011) jalinan hubungan antara punggawa dan sawi dalam Bagang lebih terbentuk hubungan banyak benang jalinan tidak terbatas pada hubungan kerja semata, yakni di mana seorang punggawa mempekerjakan beberapa orang sawi di dalam usaha Bagangnya, akan tetapi dalam pola hubungan tersebut terjalin pula suatu hubungan sosial yang lebih bersifat intern antara punggawa dengan sawinya. Dalam hubungan kerja yang dibangun oleh punggawa dan sawi yang berdasarkan pada kesepakatan lisan tanpa ada kontrak maupun perjanjian yang jelas dari segi hukum menyebabkan harus dapat menerima apa yang telah ada atau ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi dan permasalahan dalam lingkungan perkerjaan merupakan bentuk untuk bersedia menerima konsekuensi dari pekerjaan yang ditentukan sebelumnya.

Modal yang diberikan oleh Punggawa tidak terbatas pada modal materi berupa uang, namun juga dalam bentuk peralatan seperti kapal, mesin kapal, jaring, pancing, pukat, dan sebagainya. Hubungan ini sebenarnya dapat melahirkan ketergantungan sawi kepada punggawa. Apalagi ketika sawi mengalami masa- masa sulit maka yang akan didatangi adalah punggawa. Sebab hampir sebagian

(22)

besar sawi tidak memiliki pekerjaan sehingga hanya mengandalkan bantuan dari punggawa. Hal ini akan berlangsung berikutnya, punggawa sebagai yang diikuti dan sawi sebagai pengikutnya.

Kabupaten Pinrang merupakan bagian dari provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki areal perikanan yang cukup potensial baik perikanan darat maupun perikanan laut hal ini dapat dilihat dari banyaknya daerah pesisir pantai.

Kabupaten Pinrang terbagi atas 12 kecamatan, 39 kelurahan, 65 desa, dan dari 12 kecamatan tersebut terdapat 6 kecamatan yang berada pada pesisir pantai yaitu Kecamatan Suppa, kecamatan mattirosompe, kecamatan lanrisang, kecamatan cempa, kecamatan duampanua dan kecamatan lembang.

Tabel 1.1

Jumlah tangkap ikan laut setiap kecamatan

Kecamatan

Jumlah tangkap

2011 2012 2013 2014 2015

Suppa 5 669,49 5 710,82 5 749,97 6 243,53 6 302, 38 mattiro sompe 2 467,81 2 485,35 2 507,28 2 724,90 2 750,58 lanrisang 1 127,50 1 142,95 1 158,25 1 257,94 1 269,80

Cempa 197.57 215,21 236,92 257,74 260,17

Duapanua 1 133,11 1 147,67 1 167,42 1 265,63 1 277,56 Lembang 951,83 972,08 988,22 1 073,29 1 083,41 Jumlah 11.547,31 1.052.641 11.808,06 1.282,303 12.943,9 Sumber : Bps Kabupaten Pinrang

Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa data jumlah tangkap masyarakat nelayan Kec. Suppa paling tinggi dari tahun 2011 sebanyak 5.669 ton sampai tahun 2015 sebanyak 6.302 ton dibanding kecamatan mattiro sompe pada tahun 2011 sebanyak 2.467 ton sampai tahun 2015 sebanyak 2.750 ton, kecamatan lasinrang pada tahun 2011 sebanyak 1.127 ton sampai tahun 2015 sebanyak 1.269 ton.

(23)

Kecamatan Suppa adalah kecamatan yang memiliki jumlah masyarakat yang bekerja sebagai rumah tangga nelayan terbanyak diantara ke enam kecamatan, dan juga memiliki jumlah tangkap ikan laut yang paling tertinggi diantara keenam kecamatan lainnya.

Berdasarkan jumlah tangkap yang meningkat berarti tingkat pendapatan nelayan tentu lebih baik yang tercermin dari kehidupan nelayan itu sendiri, karena produksi berhubungan dengan pendapatan, apabila produksi meningkat tentunya pendapatan juga akan meningkat dan kesejahteraan masyarakat pun lebih baik. Namun pada kenyataan yang dilihat dari struktur sosial kehidupan masyarakat nelayan di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang belum mencerminkan tingkat pendapatan nelayan itu lebih baik. Produksi ikan yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan, namun peningkatan produksi ikan tidak selamanya atau tidak secara otomatis dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Hal ini masih sangat tergantung pada pengolahan, penanganan serta pemasaran ikan.

Adapun hasil wawancara prapenelitian beberapa responden yang sempat saya temui yang merupakan masyarakat Nelayan Kecamatan Suppa yang bernama SM ( 35 tahun, nelayan sawi) ”kalau masalah pendapatan yah Cuma begitu begitu, tidak pernah meningkat biasa cuma 700 ribu,bahkan paling tinggi itu 1 juta saya dapat sekali melaut”. Sehubungan dengan hal ini responden kedua yang bernama RA (45 tahun, istri nelayan sawi)” pendapatan bapak setiap bulannya itu cuma begitu saja apalagi kalua musim angin sedang kencang biasanya bapak tidak melaut selain itu kapal yang bapak biasa ikuti cuma kapal orang“. Selanjutnya responden ketiga yang bernama SU (48 tahun, nelayan sawi)” saya punya pendapatan dari melaut itu tidak pernah banyak apalagi

(24)

sekarang saya sering sakit sakitan jadi saya pergi melaut itu sudah jarang”.

Berdasarkan dari hasil wawancara pra penelitian ini, dapat di gambarkan bahwa jumlah pendapatan rata-rata nelayan di Kec. Suppa tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Jika pendapatan nelayan rendah mereka tidak mampu untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan semakin menurun. Hal ini bisa terlihat dengan banyaknya angkatan kerja produktif yang tidak bekerja secara maksimal bahkan menghabiskan waktu untuk bersantai tanpa melakukan kegiatan produktif yang bisa menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Todaro, 2002).

Maka dari permasalahan di atas, dilakukan penelitian mengenai pengaruh beberapa faktor yang memiliki dampak terhadap pendapatan nelayan di Kecamatan Suppa. Adapun judul penelitian ini adalah “Kajian Bagi Hasil Dan Pemanfaatan Pendapatan Nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola bagi hasil nelayan pemilik modal (punggawa) dan nelayan buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang?

2. Bagaimana pemanfaatan pendapatan yang diperoleh nelayan buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang.

(25)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola bagi hasil nelayan pemilik modal (punggawa) dengan nelayan buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang 2. Untuk mengetahui pemanfaatan pendapatan yang diperoleh nelayan

buruh (sawi) Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Digunakan sebagai salah satu bahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai hal berkaitan dengan penelitian ini.

2. Digunakan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan pertimbangan kepada pemerintah, masyarakat setempat, maupun instansi yang terkait dalam pengambilan kebijakan.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Nelayan

Nelayan adalah suatu kelompok mayarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal dipinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003).

Sedangkan menurut (Mulyadi, 2005) yang dikatakan nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian.

Komunitas nelayan adalah kelompok yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002). Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:

a) Pertama, dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut atau pesisir, atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama.

b) Kedua, dari cara segi hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga kerja yang banyak.

(27)

c) Ketiga, dari segi keterampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memilik keterampilan sederhana.

Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara professional.

Penangkapan ikan dan pengumpulan hasil laut lainnya merupakan mata pencaharian pokok usaha nelayan. Pada dasarnya usaha penangkapan ikan yang dilakukan usaha nelayan secara teknis ekonomis merupakan suatu proses produksi yang bersifaf ekstraktif, yakni mengambil hasil alam tanpa mengembalikan sebagian hasilnya untuk keperluan produksi dikemudian hari, (Mubyarto, 1985). Namun demikian tidak mesti berarti bahwa usaha perikanan rakyat merupakan usaha yang bersifat subsistem.

Menurut Hamid (2005), Dari segi status kepemilikan, nelayan dapat dikategorikan ke dalam 5 kategori utama :

1) Nelayan Sawi (buruh), adalah seorang yang sama sekali tidak memiliki modal dan peralatan yang bekerja sebagai buruh pada seorang punggawa pemilik modal.

2) Pemilik Modal Merangkap Punggawa Perahu (pemilik operasional) adalah seorang punggawa yang memiliki modal, alat tangkap dan perahu serta memiliki pengetahuan yang dalam tentang cara-cara penangkapan dan cara-cara pelayaran serta memimpin langsung operasional penangkapan ikan di laut.

3) Punggawa Caddi/Punggawa Kecil, adalah seorang yang mendapat kepercayaan dari pemilik modal atau punggawa darat/punggawa lompo untuk memimpin operasional penangkapan ikan di laut.

(28)

4) Punggawa Darat (punggawa lompo), yang dominan memiliki fasilitas alat alat penangkapan dan pelayaran serta menyediakan bahan-bahan kebutuhan operasional bagi para sawi bersama-sama dengan punggawa laut (punggawa perahu/punggawa caddi) dan sekaligus turut menanggung biaya-biaya kebutuhan hidup keluarga para sawi, selama sawi berada dilokasi penangkapan.

5) Nelayan Tunggal (Pa’boya), adalah seorang yang memiliki alat tangkap berupa pancing dan perahu katinting dan atau lepa-lepa (sampan) yang dioperasikan sendiri (kepemilikan tunggal).

Menurut Mulyadi (2005) sesungguhnya, nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan terbagi atas tiga yaitu:

a. Nelayan buruh

Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.

b. Nelayan Juragan

Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang digunakan oleh orang lain.

c. Nelayan perorangan

Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain

2.1.2 Sistem Punggawa – Sawi

Sistem ponggawa-sawi juga dapat dianggap sebagai institusi sosial yang dibutuhkan untuk mengumpulkan aspirasi dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya dan selanjutnya mendistribusikannya kepada masyarakat

(29)

sekitarnya. Dengan perlakuannya sebagai suatu institusisosial, maka pemanfaatan berkelanjutan dan distribusi proporsional suatu sumberdaya akan dicapai karena sebagai institusi sosial, terdapat norma sosial yang mengikat, seringkali dihubungkan dengan perangkat hubungan sosial yang masih dianggap mempunyai nilai yang sangat dihormati. Peran sistem ponggawa-sawi sebagai institusi sosial dapat mengontrol dan menentukan tindakan, prilaku dan pola hubungan antara pengguna sumberdaya (Anwar 1983). Walaupun disadari bahwa tidaklah mudah menerapkan konsep ini karena dampaknya akan menyebabkan terjadinya “rediversifikasi potensi” dalam masyarakat. Karenanya disarankan penerapannya dimulai dengan tujuan yang beragam, seperti penggun aan teknologi yang sesuai dengan kebijakan harga pasar, pendidikan yang sesuai dan lainnya. Dampak lainnya adalah kemungkinan terjadinya distribusi pendapatan yang tidak seimbang dan prinsip pemerataan pemanfataan sumberdaya akan sulit diterapkan. Dalam sistem ponggawa-sawi sebagai suatu institusi, biasanya menerapkan sejumlahaturan, seperti yang dijelaskan oleh Suriamihardja dan Yusran (1997) :

1. Rekruitmen sawi biasanya dilakukan pada musim penangkapan;

2. Membentuk kader dalam suatu kelompok

3. Pinjaman dan mekanisme pengembalian pinjaman

4. Komunikasi tertentu dengan kelompok sawi dalam mencapai suatu tujuan

5. Distribusi pendapatan

Norma yang mengikat pada aturan tersebut meliputi:

1. Pola prilaku institusi

2. Pengaturan prilaku perseorangan dalam institusi dan atau masyarakat

(30)

3. Pola yang mengikutsertakan kesepakatan normatif, dan memuat sanksi dana apresiasi yang diakui menurut norma yang berlaku.

2.1.3 Pola Bagi Hasil Punggawa Sawi

Dalam perikanan laut pada umumnya, baik yang modern maupun tradisional, diterapkan sistem aturan pembiayaan dan bagi hasil, sebaliknya hanya sebagian kecil di antara perikanan modern berskala besar yang kapitalistik menerapkan sistem pengupahan. Untuk perikanan tradisional berskala kecil, secara umum aturan bagi hasil menetapkan bahwa setiap anggotanya memperoleh satu bagian pendapatan dari jumlah keseluruhan pendapatan per aktifitas yang dilakukan. Pembagian hasil dilakukan setiap kali setelah pemasaran ikan dilakukan diluar biaya operasional, seperti bahan bakar. Namun, pembagian hasil bukan dilihat dari peran dan status, tetapi karena bantuan jasa transportasi dan tenaga saat pemasaran. Salah satu bentuk insentif bagi nelayan adalah pendapatan yang mereka peroleh dari kegiatan penangkapan, yang pada kenyataannya sangat dipengaruhi oleh sistem bagi hasil yang berlaku. Jika sistem bagi hasil menguntungkan semua pihak (pemilik modal dan pekerja /ABK), maka pendapatan yang diperoleh masing-masing akan menjadi wajar sesuai dengan perannya masing-masing. Selanjutnya, apabila hal ini dapat terwujud, maka motivasi dari masing-masing pelaku usaha penangkapan tersebut akan semakin besar. Implikasinya, kesejahteraan nelayan dapat diharapkan akan membaik, ketersediaan ikan berkualitas akan meningkat dan kinerja perikanan secara umum dapat diperbaiki. Adapun pengertian perjanjian bagi hasil perikanan yang di atur dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor. 16 Tahun 1964 tentang bagi hasil perikanan adalah sebagai berikut :

a) Perjanjian bagi hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan

(31)

20 penggarap atau pemilik tambak dan penggarap tambak, menurut perjanjian mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha tersebut yang telah disetujui sebelumnya.

b) Nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal/perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan.

Pada BAB II UU bagi hasil perikanan juga membahas mengenai Persentase bagi hasil perikanan sebagai berikut : Usaha perikanan laut maupun darat atas dasar perjanjian bagi hasil harus diselenggarakan berdasarkan kepentingan bersama dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap serta pemilik tambak dan penggarap tambak yang bersangkutan, hingga mereka masing- masing menerima bagian dari hasil usaha itu sesuai dengan jasa yang diberikannya.

2.1.4. Pendapatan

Pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja; pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan dividen, serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau angsuran si pengaguran (Samuelson dan Nordhaus, 1997). Dalam perekonomian pasar, pendapatan terutama tergantung pada upah, yaitu tergantung pada produktivitas sumber daya yang dimiliki. Penadapatan tengah seluruh rumah tangga adalah pendapatan tengah saat pendapatan diurutkan dari terendah hingga tertinggi.

Pada suatu tahun tertentu, setengah dari rumah tangga berada diatas pendapatan median dan sisa setengahnya berada dibawah pendapatan median.

Alasan mengapa pendapatan rumah tangga berbeda-beda yaitu usia, perbedaan pendidikan, kemampuan, pengalaman kerja dan jumlah anggota keluarga yang bekerja juga berbeda-beda (McEachern, 2001). Pendapatan (income) adalah

(32)

hasil berupa uang atau material lainnya, yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa-jasa. Pendapatan dicapai dengan mengalokasikan dana pada faktor- faktor produksi secara tepat, sehingga dalam setiap usaha pengelola usaha harus mampu mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk meningkatkan pendapatan usaha. Pengalokasian faktor-faktor produksi sama artinya dengan mengeluarkan biaya untuk memperoleh berbagai faktor produksi yang lebih dikenal dengan biaya produksi (Budiono, 2002).

Konsep pendapatan menurut Ilmu Ekonomi Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam seminggu dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula.

Pengertian tersebut menitikberatkan pada pola kuantitaif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Secara garis besar, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Defenisi pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan, badan usaha awal peeriode dan menekankan pada jumlah nilai yang statis pada akhir periode. Konsep pendapatan menurut ilmu ekonomi dikemukakan oleh Wild (2003), “economic income is typically measured as cash flow plus the change in the fair value of net assets. Under this definition, income includes both realized (cash flow) and unrealized (holding gain or loss) components”. Menurut Wild, pendapatan secara khusus diukur sebagai aliran kas perubahan dalam nilai bersih aktiva. Wild memasukkan pendapatan yang dapat direalisasi sebagai komponen pendapatan. Dari definisi yang dikemukakan diatas, pendapatan menurut ekonomi mengindikasikan adanya suatu aliran dana (kas) yang terjadi dari satu pihak kepada pihak lainnya. Menurut Rosyidi (1999) “pendapatan harus didapatkan dari aktivitas produktif”. Pendapatan bagi masyarakat (upah, bunga,

(33)

sewa dan laba) muncul sebagai akibat jasa produktif (productive service) yang diberikan kepada pihak business. Pendapatan bagi pihak business diperoleh dari pembelian yang dilakukan oleh masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa yang dihasilkan atau diproduksi oleh pihak business.

Pendapatan atau income dari seorang warga masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksinya kepada sektor produksi dan sektor produksi ini “membeli” faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Hasil faktor produksi di pasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang di pasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan (Boediono, 2010). Secara singkat “income” seorang warga masyarakat ditentukan oleh:

a) Jumlah faktor-faktor produksi yang ia miliki yang bersumber pada:

(i) hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu (ii) warisan/pemberian

b) Harga per unit dari faktor-fakttor produksi. Harga harga yang ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi (Boediono, 2010). Soekartawi (2006) keuntungan merupakan total penerimaan dikurangi dengan total biaya.

a. Pengertian Pendapatan Nelayan

Sumber utama pendapatan nelayan adalah dari usaha perikanan, sehingga pendapatannya tergantung dari kondisi alam untuk melaut, semakin mendukung kondisi alam maka semakin tinggi peluang untuk mendapatkan hasil yang baik, sebaliknya semakin buruk kondisi alamnya maka semakin rendah peluang untuk mendapatkan hasil yang baik. Jumlah tangkapan nelayan tradisional sangat mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan tradisional, dan

(34)

tingkat pendapatan nelayan tradisional sudah pasti berimbas pada pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari dan tingkat kelayakan hidup nelayan tradisional beserta anggota keluarganya (Manurung, 2014). Peningkatan produksi perikanan akan menuju kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan.

Pendapatan yang merupakan salah satu faktor ekonomi sangat bergantung pada faktor sosial nelayan (usia, pendidikan, jumlah tanggunga keluarga dan pengalaman kerja) begitu sebaliknya (Hamdi dan Raudatul, 2011).

Banyaknya tangkapan tercermin pula besaran pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga, dengan demikian tingkat pemenuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum (KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima. Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan yang belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat (Sujarno, 2008).

Dari sisi ekonomi pendapatan nelayan masih sangat rendah, sehingga mereka miskin. Hal ini dikarenakan: keterbatasan modal, skill, adanya tekanan dari pemilik modal (sistem bagi hasil perikanan yang tidak adil), sistem perdagangan atau pelelangan ikan yang tidak transparan (tidak ada regulasi yang tepat dan lemahnya otoritas atau pemerintah), budaya kerja yang masih tradisional atau konvensional (Retnowati, 2011). Pendapatan nelayan sangat tergantung pada banyaknya hasil tangkapan yang sangat berfluktuasi sesuai dengan musim. Pada saat musim paceklik, tidak jarang para nelayan tidak memperoleh hasil sama sekali. Sebaliknya pada saat musim ikan hasil tangkapan bisa melimpah sehingga pendapatan yang diterima pun besar (Muflikhati, 2010). Pendapatan nelayan adalah selisih antara penerimaan (TR)

(35)

dan semua biaya (TC). Jadi Pd = TR – TC. Penerimaan nelayan (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya nelayan biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya untuk tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC (Soekartawi, 2002).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan

1. Modal

Menurut Mubyarto (1973) modal adalah barang atau uang yang secara bersama – sama faktor produksi, tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang yang baru. Pentingnya peranan modal karena dapat membantu menghasilkan produktivitas, bertambahnya keterampilan dan kecakapan pekerja juga menaikkan produktivitas produksi. Modal mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan berhasil tidaknya suatu usaha produksi yang didirikan. Modal dapat dibagi sebagai berikut : Modal Tetap adalah modal yang dapat dipakai untuk proses produksi dalam jangka waktu yang relatif lama dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah produksi, misalnya Modal perahu, modal jaring, dan lain sebagainya. Modal Lancar adalah modal memberikan jasa hanya sekali dalam proses produksi, bisa dalam bentuk bahan baku dan kebutuhan lain sebagai penunjang usaha tersebut misalnya makanan, solar, rokok dan lain sebagainya.

Modal dalam kegiatan nelayan sangat mutlak dibutuhkan, karena tanpa modal seperti sampan/perahu/kapal, jaring dan peralatan menangkap ikan lainnya

(36)

nelayan tidak akan mendapatkan ikan/ memproduksi ikan. Dengan kata lain nelayan tidak memiliki Pendapatan. Produksi ikan nelayan di tentukan oleh seberapa besar modal yang di gunakan dalam melaut. Dengan modal yang besar para nelayan akan mampu memproduksi hasil ikan tangkapnya dan pendapatannya semakin besar.

Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya. Modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam nilai uang.

2. Lama Kerja

Menurut Masyhuri dalam Sujarno (2008:39) setidaknya ada tiga pola penangkapan ikan yang lazim dilakukan oleh nelayan, yaitu:

a) Pola penangkapan lebih dari satu hari Penangkapan ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan lepas pantai. Jauhdekatnya daerah tangkapan dan besar kecilnya perahu yang digunakanmenentukan lamanya melaut.

b) Pola penangkapan ikan satu hari Biasanya nelayan berangkat melaut sekitar jam 14.00 kembali sekitar jam 09.00 hari berikutnya.

(37)

Penangkapan ikan seperti ini biasanya dikelompokkan juga sebagai penangkapan ikan lepas pantai.

c) Pola penangkapan ikan tengah hari Penangkapan ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan dekat pantai. Umumnya mereka berangkat sekitar jam 03.00 dini hari atau setelah Subuh, dan kembali pagi harinya sekitar jam 09.00.

Pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan mempunyailebih banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan penangkapan ikan dekat pantai.

3. Faktor Tenaga Kerja

Teori Keynes mengatakan cara mengurangi pengangguran yaitu dengan memperbanyak investasi, misalnya mesin karena mesin butuh operator otomatis akan menyerap tenaga kerja. Selain itu konsumsi harus sama dengan pendapatan, karena banyaknya tingkat konsumsi akan memerlukan juga banyak output sehingga otomatis harus menambah perkerja, apabila outpunya banyak otomatis gaji para pekerja akan naik sehingga daya beli mereka meningkat.

Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam produksi, karena tenaga kerja merupakan faktor penggerak faktor input yang lain, tanpa adanya tenaga kerja maka faktor produksi lain tidak akan berarti. Dengan meningkatnya produktifitas tenaga kerja akan mendorong peningkatan produksi sehingga pendapatan pun akan ikut meningkat.

Aset utama para usaha nelayan, hanya tenaga kerja dan keterampilan, serta kreatifitas yang relaitif masih rendah. Meskipun pekerjaan sebagai nelayan cepat mendatangkan hasil, tetapi seringkali penghasilan itu tidak mencukupi

(38)

kebutuhan rumah tangga mereka. Usaha nelayan mempunyai peranan yang sangat substansial dalam modernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk agent of development yang saling reaktif terhadap perubahan lingkungan. Sifat yang lebih terbuka dibanding kelompok masyarakat yang hidup di pedalaman, yang menjadi stimulator untuk menerima perkembangan modern.

Setiap usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus sesuai dengan kapasitas kapal motor yang dioperasikan sehingga akan mengurangi biaya melaut (lebih efisien) yang diharapkan pendapatan tenaga kerja akan lebih meningkat, karena tambahan tenaga tersebut profesional, (Masyhuri, 1999).

Oleh karena itu dalam analisa ketenagakerjaan usaha nelayan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai dalam besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.

4. Faktor Pengalaman

Pengalaman sebagai nelayan secara langsung maupun tidak, memberikan pengaruh kepada hasil penangkapan ikan. Semakin lama seseorang mempunyai pengalaman sebagai nelayan, semakin besar hasil dari penangkapan ikan dan pendapatan yang diperoleh, (Yusuf, 2003).

Faktor pengalaman, faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam aktivitas nelayan dengan semakin berpengalaman dalam menangkap ikan bisa meningkatkan pendapatan atau keuntungan.

5. Faktor Teknologi

Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya menangkap ikan dengan mengunakan alat tangkap yang sederhana, mulai dari

(39)

pancing, jala, jaring, pukat, dan lain sebagainya. Namun dalam perkembangannya dikategorikan sebagai seorang yang berprofesi menangkap ikan dengan alat yang lebih modern ialah kapal ikan dengan alat tangkap modern.

Semakin canggih teknologi yang digunakan nelayan maka akan semakin meningkatkan produktifitas hasilnya lebih meningkatkan produksi, yang didalamnya tersirat kesimpulan bahwa masyarakat akan memperoleh penghasilan yang lebih tinggi. Keberadaan nelayan digolongkan menjadi 4 tingkatan dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar dan karakteristik pasar. Keempat kelompok tersebut, antara lain nelayan tradisional (peasant-fisher) yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri; post peasant-fisher atau nelayan yang menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju, seperti motor tempel atau kapal motor;

commercial fisher atau nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan, dan industrial fisher yang memiliki beberapa ciri, seperti terorganisasi, padat modal, pendapatan lebih tinggi, dan berorientasi ekspor, (Satria, 2002).

2.2 Tinjauan Empiris

Adhar ( 2012 ) data yang digunakan adalah data primer dengan jumlah responden 51 orang,. Variabel dalam penelitian ini adalah modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja dan teknologi sebagai variabel independen dan pendapatan usaha nelayan sebagai variabel dependen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi linear berganda, sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Hasil penelitian ini menunjukkan modal kerja, tenaga kerja, pengalaman kerja, dan teknologi

(40)

berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone.

Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk kegiatan terhadap menstimulus peningkatan pendapatan usaha nelayan di Kabupaten Bone.

Sedangkan St. Aisyah (2016) data yang digunakan adalah data primer dengan jumlah responden sebanyak 30 orang yang terdiri dari 19 punggawa dan 11 sawi. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa total penerimaan nelayan per/trip melaut sebesar Rp.25.276.000-, dan total biaya dari keseluruhan pengeluaran per/trip melaut (biaya tetap+biaya variabel) sebesar Rp.11.564.745.

Sehingga total keuntungan nelayan per/trip melaut sebesar Rp.13.711.255. Jadi sistem pembagian hasil antara punggawa dan sawi yaitu sebesar 50:50. Akan tetapi punggawa juga ikut dalam proses melaut, sehingga punggawa juga mendapatkan bagian diluar dari pendapatan sebagai punggawa. Oleh karena itu, rata-rata pendapatan bersih punggawa yaitu sebesar Rp.8.569.000 per/trip melaut, dan 3 sawi lainnya masing-masing memperoleh pendapatan sebesar Rp.1.713.900 per/trip melaut. Sehingga dikatakan pendapatan nelayan masih rendah karena pendapatan yang diterima hanya mampu memenuhi kebutuhan keluarga selama proses melaut. Kata kunci : Pendapatan, Punggawa,Sawi, dan Bagi Hasil.

Rizki Aprilian Wijaya dan Maulana Firdaus (2014) ketersediaan tenaga kerja perikanan yang semakin langka, dan timpangnya sistem bagi hasil merupakan salah satu isu strategis dalam memetakan permasalahan tenaga kerja pada usaha perikanan tuna. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis sistem perekrutan pekerja dan ketersediaan tenaga kerja serta menganalisis

(41)

hubungan kerja antara pemilik kapal dan tenaga kerjanya pada usaha perikanan tuna di Kota Bitung. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (In-depth Interviews) kepada 30 orang informan dengan status sebagai pemilik kapal, nahkoda dan anak buah kapal (ABK). Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukan bahwa sistem perekrutan tenaga kerja terjadi melalui jalur informal. Ketersediaan tenaga kerja ABK lebih mudah dicari dibandingkan dengan tenaga kerja nahkoda. Hubungan kerja antara pemilik kapal dan pekerjanya merupakan sebuah hubungan kerjasama dalam mencapai tujuan keberlanjutan usaha perikanan. Hambatan untuk peningkatan usaha terdapat pada proses penjualan ikan. Peningkatan posisi tawar pelaku usaha dapat dijadikan sebagai jalan keluar pemecahan masalah.

Ida Ayu Sukma Dewi dan Surya Dewi Rustariyunu (2000) nelayan sangat tergantung pada kondisi alam dalam menjalankan aktivitas ekonominya. Aktivitas ekonomi telah menimbulkan stratifikasi dalam masyarakat nelayan menempati level paling bawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendapatannya di saat musim ikan dan musim sepi ikan serta mengetahui pengaruh jumlah tanggungan, jam kerja, umur dan jarak tempuh melaut terhadap pendapatan nelayan buruh di Kawasan Muara Sungai Ijo Gading, Jembrana.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 responden. Teknik analisis data menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan nelayan buruh pada saat musim ikan dan musim sepi ikan. Jumlah tanggungan, jam kerja, usia dan jarak tempuh melaut berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pendapatan nelayan

(42)

buruh di Kawasan Muara Sungai Ijo Gading Kabupaten Jembrana. Namun secara parsial hanya usia dan jarak tempuh yang berpengaruh signifikan.

2.3 Kerangka Pikir

Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan oleh masyarakat pesisir.

Aktivitas sehari-hari mereka menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut yang mereka dapatkan. Hasil pendapatan yang diperoleh bergantung pada banyak sedikitnya hasil tangkapan yang mereka dapatkan.

Pola Bagi hasil dalam masyarakat pesisir merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana (punggawa) dan pengelola dana (sawi), penyedia dana dan pengelola dana dapat melakukan kesepakatan dalam bagi hasil usaha yang dijalankan. Dalam kehidupan sawi, masalah yang paling mendasar dan sangat mengikat adalah pembagian hasil penangkapan seluruhnya dijalankan oleh punggawa yang dalam mekanismenya, punggawa memiliki bagian yang lebih besar dibandingkan dengan sawi serta tingginya ketergantungan pemenuhan kebutuhan hidup Sawi terhadap Punggawa.

Pendapatan nelayan sangat bergantung dari bagi hasil yang diterima dari pemilik modal (punggawa), pendapatan yang diterima nelayan rata-rata hanya digunakan untuk kebutuhan sehari hari dan tidak adanya usaha yang dilakukan nelayan selain dari melaut. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini :

(43)

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pikir Penelitian

Pendapatan Bagi Hasil

Pemnafaatan Pendapatan

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pinrang, tepatnya di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, dimana Kecamatan Suppa merupakan lokasi penelitian yang dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut penduduknya sebagian besar adalah nelayan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan untuk menentukan metode pengumpulan data. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dipilih karena lebih sensitif dan adaptif terhadap peran dan berbagai pengaruh yang timbul. Disamping itu karena peneliti menggali atau mengeksplorasi, menggambarkan atau mengembangkan pengetahuan bagaimana kenyataan dialami, sehingga peneliti tidak menggunakan perhitungan (Moleong, 2009).

Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain-lain.

3.3 Instrumen Penelitian

Menurut Poerwandari (1998) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut,

(45)

mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.

Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu yang disebut instrumen penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 alat bantu, yaitu:

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (poerwandari, 1998).

2. Alat Pendokumentasian

Alat Pendokumentasian yang dimaksud adalah perekam suara dan kamera digital. Perekam suara berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara berlangsung, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari informan. Dan kamera digital berguna untuk mendokumentasikan gambar yang dapat menjadi bukti fisik bahwa peneliti benar-benar melakukan proses wawancara dengan informan.

(46)

3.4 Keabsahan dan Keajegan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif. Yin (2003) mengajukan empat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai berikut:

3.4.1 Keabsahan Konstruk (Construct Validity)

Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi. Triangulasi adalah sebuah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999) ada 3 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:

1. Triangulasi data

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu informan yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

(47)

3. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

3.4.2 Keabsahan Internal (Internal Validity)

Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat.

Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.

3.4.3 Kebasahan Eksternal (Eksternal Validity)

Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, tetapi penelitiaan kualitatif dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.

3.4.4 Keajegan (Reabilitas)

Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama, sekali lagi. Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan

(48)

bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman tentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain Muhadjir (2002). Sedangkan Moleong (2010) mengatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

Metode analisis data pada penelitian kualitatif berbeda dengan metode yang digunakan pada pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif, metode analisis data menggunakan alat uji statistik, sedangkan pada pendekatan kualitatif, metode analisis data merupakan proses yang kompleks dan melibatkan penalaran induktif dan deduktif, serta deskripsi dan interpretasi sehingga tidak dapat diuji secara statistik.

Secara umum, metode analisis data pada penelitian kualitatif dibagi menjadi tiga bagian, yakni data reduction, data display dan conclusions.

(49)

Gambar 3.1

Metode Analisis Data

Sumber: Miles dan huberman (dalam Sugiyono 2013)

3.5.1 Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan, perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan (Basrowi dan Suwandi, 2008). Data yang diperoleh dari proses wawancara diseleksi dan diorganisir melalui coding dan tulisan ringkas. Dalam mereduksi data, data-data yang tidak relevan dipisahkan dari data yang relevan dengan penelitian.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Jadi, data yang digunakan diharapkan benar- benar data yang valid. Reduksi data mencakup beberapa kegiatan seperti berikut:

1. Organisasi data

Data hasil wawancara dibuat dalam bentuk transkrip wawancara kemudian dikelompokkan menurut format tertentu. Transkrip hasil wawancara

(50)

dianalisis, lalu kata kuncinya dikumpulkan dalam tabel terpisah sekaligus diklasifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Kata kunci (key points) dalam penelitian ini adalah hasil wawancara yang berkaitan dengan pertanyaan sudah sejauh mana transformasi pertanian dari subsiten ke komersial di Kabupaten Sidrap dan bagaimana taraf hidup petani sidrap setelah beralih ke model pertanian komersial.

2. Coding data

Coding atau pengkodean data adalah proses memilah-milah dan memberikan label pada teks dalam rangka memperoleh informasi dan tema-tema umum yang terkandung di dalam data. Tujuan dari proses pengkodean adalah untuk membangun gambaran (pemahaman) umum tentang data yang tertuang dalam teks, memilah-milahnya ke dalam segmen-segmen teks atau gambar.

Meskipun sebenarnya tidak ada prosedur yang sudah baku mengenai cara mengkoding data, akan tetapi Creswell (2003) menyarankan langkah- langkah berikut:

a) Dapatkan sebuah pemahaman umum.

Baca semua transkrip data secara cermat. Buat catatan di pinggir ketika muncul beberapa ide di kepala.

b) Ambil sebuah dokumen (hasil wawancara, atau catatan lapangan).

Telusuri dokumen tersebut, ajukan pertanyaan “Apa yang dibicarakan orang ini? “Cari makna yang tersirat dan tuliskan di pinggir dalam bentuk dua atau tiga kata dan lingkari.

c) Mulai proses ini dengan mengkode dokumen.

Dalam hal ini peneliti mengidentifikasi segmen-segmen teks dengan cara menandai dengan tanda kurung dan beri kode berupa kata atau frasa yang secara tepat mendeskripsikan makna dari segment teks

(51)

tersebut. Kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf yang secara tepat terkait dengan sebuah kode disebut “text segment”.

d) Setelah selesai mengkode sebuah teks secara keseluruhan, buatlah daftar kode tersebut.

e) Ambil daftar kode tersebut dan lihat data kembali.

Uji coba rancangan awal skema pengorganisasian data ini untuk melihat apakah ada tema-tema baru yang muncul. Lingkari kutipan- kutipan para partisipan yang mendukung kode-kode tersebut.

3. Mengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban.

Data yang telah diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap pengalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada informan.

4. Pemahaman dan Mengujinya

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, maka peneliti mulai memahami data secara rinci. Langkah selanjutnya adalah meninjau kembali landasan teori pada bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi- asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan faktor-faktor yang ada.

(52)

3.5.2 Penyajian Data (Data Display)

Miles dan Huberman (1992) menyarankan agar data ditampilkan baik dalam bentuk uraian (naratif), tabel, charts, networks dan format gambar lainnya.

Hal ini berfungsi untuk memberi kemudahan dalam membaca dan menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian (naratif) mengenai esensi dari fenomena yang diteliti.

3.5.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusions)

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Setelah dapat ditarik kesimpulan, peneliti meminta informan untuk membaca kembali hasilnya. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman antara peneliti dan informan sehingga informasi yang dihasilkan sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, atau minimal sesuai berdasarkan data yang diperoleh peneliti di lapangan. Hal ini disebut dengan langkah verifikasi.

3.6 Definisi Operasional

a) pola bagi hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap atau pemilik tambak dan penggarap tambak, menurut perjanjian mereka masing-masing menerima bagian dari hasil usaha tersebut yang telah disetujui sebelumnya.

b) Pendapatan adalah diukur dengan rata-rata pendapatan bersih nelayan (sawi) dan punggawa atau bagian dari hasil usaha yang diterima oleh sawi dan punggawa selama melaut.

c) Pemanfaatan pendapatan adalah hasil dari pendapatan yang diterima nelayan akan digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

(53)

BAB IV HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan analisis data terhadap hasil wawancara peneliti dengan informan terkait pola bagi hasil dan pemanfaatan pendapatan nelayan Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang. Adapun cara menganalisisnya sesuai dengan teknik analisis data yang telah dijabarkan pada bab III yakni melalui proses coding (pengkodean) dan pengkategorian. Namun sebelum proses coding dan pengkategorian dilakukan, terlebih dahulu peneliti mendeskripsikan profil informan guna memberikan gambaran umum mengenai karakteristik wilayah penelitian dan karakteristik informan yang digunakan sebagai sumber data.

4.1 Karakteristik Wilayah Penelitian & Karakteristik Informan 4.1.1 Kondisi Geografis dan Kependudukan Kabupaten Pinrang

Kabupaten Pinrang dengan ibukota Pinrang terletak disebelah 185 km utara ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, berada pada posisi 3°19’13” sampai 4°10’30” lintang selatan dan 119°26’30” sampai 119°47’20” bujur timur. Secara administratif, Kabupaten Pinrang terdiri atas 12 kecamatan, 39 kelurahan dan 65 desa. Batas wilayah kabupaten ini adalah:

1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Tana Toraja,

2. Sebelah Timur dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Enrekang, 3. Sebelah Barat Kabupaten Polman Provinsi Sulawesi Barat dan Selat

Makassar,

4. Sebelah Selatan dengan Kota Parepare.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan sebuah solusi yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam menentukan juara

ESIA menyajikan penilaian potensi risiko dan dampak lingkungan dan sosial dari proyek pembangkit listrik tenaga air Upper Cisokan Pumped Storage (UCPS).. Dokumen ESIA

Dalam transaksi penjualan tersebut ada beberapa pemilik swalayan yang kurang mengetahui barang apa saja yang terjual atau yang paling banyak di beli oleh pelanggan

PenyetorandanPelaporanPPh Final Pasal 4 Ayat 2 atasBungaDepositodan Tabungan Nasabah Setiap bulannya rekening nasabah akan dipotong pajak atas penghasilan bunga deposito

Penelitian yang dilakukan oleh Putu Intan Yuliartini dan Ni Lu Supadmi pada tahun 2015 tentang Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel dan Restoran pada Pemerintah Daerah

 Normal : Menampilkan secara lengkap outline presentasi, isi slide dan catatan pada slide tersebut Slide Sorter : Menampilkan secara keseluruhan dari slide yang Anda buat dalam

Dalam penelitian ini yang dilakukan adalah untuk mengetahui perbandingan latihan plyometric clapping push-up dan wall dips terhadap kemampuan kekuatan daya ledak otot lengan

Namun peristiwa yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 2:4 harus dipahami sebagai sebuah penggenapan atas janji Bapa yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 1:5,