PERANAN LEBAH Trigona spp. (APIDAE: MELLIPONINAE)
DALAM PENYERBUKAN DAN PEMBENTUKAN BIJI
TANAMAN SAWI (Brassica rapa L: BRASSICACEAE)
ASMINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Peranan Lebah Trigona spp. (Apidae: Melliponinae) dalam Penyerbukan dan Pembentukan Biji Tanaman Sawi (Brassica rapa L: Brassicaceae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Asmini
RINGKASAN
ASMINI. Peranan Lebah Trigona spp. (Apidae: Melliponinae) dalam Penyerbukan dan Pembentukan Biji Tanaman Sawi (Brassica rapa L: Brassicaceae). Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan SIH KAHONO.
Tanaman sawi (Brassica rapa) merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia. Meskipun bunga tanaman sawi bersifat hermaprodit, namun untuk menghasilkan biji yang optimal diperlukan penyerbukan silang oleh serangga penyerbuk yang ukurannya sesuai dengan bentuk dan morfologi bunga sawi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas kunjungan tiga spesies Trigona,
yakni Trigona (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T.
(Heterotrigona) itama, dan peranannya dalam penyerbukan dan pembentukan biji sawi.
Pada penelitian ini dilakukan perlakuan tanaman, yaitu 50 pertanaman terbuka dan 50 pertanaman yang dikurung. Setiap pertanaman dalam kurungan dimasukkan 1 koloni Trigona (T. (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona)
terminata, dan T. (Heterotrigona) itama). Sebanyak 50 tanaman dalam kurungan tanpa diberi Trigona. Metode focal sampling digunakan untuk mengamati aktivitas kunjungan Trigona. Pengamatan dilakukan dari pukul 07.00 sampai pukul 16.00 selama pembungaan. Keberhasilan penyerbukan diukur dari jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, bobot biji per polong serta perkecambahan biji yang dihasilkan. Data hasil panen masing-masing perlakuan dianalisis dengan Analisis of variance (ANOVA) yang dilanjutkan uji Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas mencari pakan pada T.
(Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona)
itama dimulai pada pagi hari hingga sore hari. Jumlah bunga yang dikunjungi paling banyak pada T. (Heterotrigona) itama (28.38 bunga/5 menit), diikuti pada
T. (Tetragonula) laeviceps (27.88 bunga/5 menit), dan T. (Lepidotrigona)
terminata (27.85 bunga/5 menit). Waktu kunjungan per bunga terlama pada T.
(Heterotrigona) itama (40.15 detik), diikuti pada T. (Tetragonula) laeviceps
(35.25 detik), dan pada T. (Lepidotrigona) terminata (34.84 detik). Total waktu kunjungan tertinggi pada T. (Heterotrotrigona) itama (40.10 menit), diikuti pada
T. (Tetragonula) laeviceps (37.47 menit), dan pada T. (Lepidotrigona) terminata
(36.76 menit). Jumlah polen terbanyak dibawa oleh T. (Heterotrigona) itama (36650 butir polen), diikuti oleh T. (Lepidotrigona) terminata (26940 butir polen), dan T. (Tetragonula) laeviceps (9700 butir polen).
Penyerbukan oleh T. (Tetragonula) laeviceps meningkatkan 27% jumlah polong per tanaman, 32% jumlah biji per polong, 32% bobot biji per polong dan 18% perkecambahan biji. Penyerbukan oleh T. (Lepidotrigona) terminata meningkatkan 36% jumlah polong per tanaman, 55% jumlah biji per polong, 52% bobot biji per polong dan 30% perkecambahan biji. Peningkatan hasil panen tertinggi terjadi pada tanaman yang diserbuki oleh T. (Heterotrigona) itama yaitu 40% jumlah polong per tanaman, 72% jumlah biji per polong, 54% bobot biji perpolong dan 36% perkecambahan biji.
SUMMARY
ASMINI. The Role of Stingless Bees (Trigona spp.: Apidae: Melliponinae) in Pollination and Seed Set of Mustard (Brassica rapa L: Brassicaceae). Supervised by TRI ATMOWIDI and SIH KAHONO.
Mustard (Brassica rapa) is important vegetable plants in Indonesia. This plants has hermaphrodite flower. However to maximize seed production is needed cross-pollination by insect pollinators that suitable size with the flowers. This research aimed to analyze of visiting activities of three species of Trigona, i.e., Trigona (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, and T.
(Heterotrigona) itama and the role of the stingless bees in pollination and seed set of mustard.
The study used the treatment of plants, i.e. opened plants and caged plants. Each fifty plants, was placed one colony of Trigona (T. (Tetragonula)
laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, and T. (Heterotrigona) itama). Focal sampling method was used in this research to observe the visiting activities of
Trigona. The observations were conducted from 7:00 am until 16:00 pm during flowering. The effectiveness of pollination was measured by the number of pods per plant, number of seeds per pod, seed weight per pod, and seed germination. Data of yield plants from each treatment were analyzed by using analysis of variance (ANOVA) and Tukey test.
Result showed that foraging activities of T. (Tetragonula) laeviceps, T.
(Lepidotrigona) terminata, and T. (Heterotrigona) itama strarted in the morning until evening. The highest foraging rate was occurred in T. (Heterotrigona) itama
(28.38 flowers/5 minutes), followed by T. (Tetragonula) laeviceps (27.88 flowers/5 minutes), and T. (Lepidotrigona) terminata (27.85 flowers/5 minutes). The longest flower handling time was found in T. (Heterotrigona) itama (40.15 seconds), followed by T. (Tetragonula) laeviceps (35.25 seconds), and T.
(Lepidotrigona) terminata (34.84 seconds). The highest total time visit was found in T. (Heterotrigona) itama (40.10 minutes), followed by T. (Tetragonula)
laeviceps (37.47 minutes), and T. (Lepidotrigona) terminata (36.76 minutes). T.
(Heterotrigona) itama has a highest pollen load (36650 pollen grains), followed by T. (Lepidotrigona) terminata (26940 pollen grains), and T. (Tetragonula)
laeviceps (9700 pollen grains).
Trigona is an effective pollinators in mustard. Pollination by T.
(Tetragonula) laeviceps increase 27% the number of pods per plant, 32% the number seeds per pod, 32% seed weight per pod, and 18% seed germination of mustard. Pollination by T. (Lepidotrigona) terminata increase 36% the number of pods per plant, 55% the number seeds per pod, 52% seed weight per pod, and 30% of seed germination. While, pollination by T. (Heterotrigona) itama increase 40% the number of pods per plant, 72% the number seeds per pod, 54% seed weight per pod, and 36% seed germination.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
PERANAN LEBAH Trigona spp. (APIDAE: MELLIPONINAE)
DALAM PENYERBUKAN DAN PEMBENTUKAN BIJI
TANAMAN SAWI (Brassica rapa L: BRASSICACEAE)
ASMINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada
Program Studi Biosains Hewan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Peranan Lebah Trigona spp. (Apidae: Melliponinae) dalam Penyerbukan dan Pembentukan Biji Tanaman Sawi (Brassica rapa : Brassicaceae)
Nama : Asmini NIM : G352140211
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Drs Tri Atmowidi, MSi Dr Sih Kahono, MSc
Ketua Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Biosains Hewan
Dr Ir RR Dyah Perwitasari, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelittian ini berjudul “Peranan Lebah Trigona spp. (Apidae: Melliponinae) dalam Penyerbukan dan Pembentukan Biji Tanaman Sawi” yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai Desember 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Tri Atmowidi dan Dr Sih Kahono yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Gandi dan Bapak Milin selaku staff laboratorium Kebun Percobaan Cikabayan IPB yang telah membantu di lapangan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Suhartini selaku laboran Fungsi dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua atas semangat, kasih sayang yang tak terhingga, kepada saudara-saudariku atas inspirasi dan bantuan materilnya, serta para teman sebimbingan Arif dan Nelky yang banyak membantu, Silvia dan Teguh yang selalu memotivasi dan rekan-rekan Biosains Hewan IPB 2014 atas segala doa dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Biologi Lebah Trigona 5
Aktivitas Kunjungan Trigona 6
Pollen load pada Lebah Trigona 7
Peranan Trigona sebagai Penyerbuk 7 Penyerbukan pada tanaman Sawi (Brassica rapa) 8
METODE PENELITIAN 9
Waktu dan Tempat 9
Penyiapan Tanaman Sawi 9
Penggunaan Trigona Untuk Penyerbukan Tanaman Sawi 9 Pengamatan Aktivitas Kunjungan Trigona 10 Pengamatan Morfologi Polen 11
Pengukuran Pollen Load 11
Pengukuran Hasil Panen 11
Analisis Data 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
HASIL 12
Aktivitas Kunjungan Trigona pada Bunga Sawi 12 Morfologi Polen dan Pollen Load pada Trigona 14 Hasil Panen Tanaman Sawi 15
PEMBAHASAN 17
Aktivitas Kunjungan Trigona pada Bunga Sawi 17
Pollen Load 18
Hasil Panen Tanaman Sawi 18
SIMPULAN 20
DAFTAR GAMBAR
1. Bagan rumusan masalah 3
2. Morfologi tanaman sawi: bunga sawi tersusun dalam tandan, satu bunga dengan satu stigma, satu bunga dengan 4
petal, satu bunga dengan 6 benangsari 8 3. Bibit tanaman sawi dalam tray berumur 14 hari 9 4. Pertanaman sawi dalam kurungan kain kasa dan pertanaman
tanpa kurungan 10
5. Aktivitas kunjungan Trigona pada bunga sawi 10 6. Jumlah bunga yang kunjungi per 5 menit oleh T.
(Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan
T. (Heterotrigona) itama pada bunga sawi berdasarkan
blok waktu pengamatan 12
7. Lama kunjungan per bunga T. (Tetragonula) laeviceps, T.
(Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona) itama
pada bunga sawi berdasarkan blok waktu pengamatan 13 8. Total lama kunjungan T. (Tetragonula) laeviceps, T.
(Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona) itama
pada bunga sawi berdasarkan blok waktu pengamatan 13 9. Serangga penyerbuk alami pada pertanaman sawi:
Xylocopa confusa, Apis cerana, dan Ceratina sp. 14 10. Morfologi polen tanaman sawi: prolate, 3-colpate,
circular-lobate 14
11. Jumlah polen menempel pada tubuh T. (Tetragonula)
laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T.
(Heterotrigona) itama. Bar menunjukkan standar deviasi 15 12. Hasil panen tanaman sawi: polong yang kering, biji sawi,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyerbukan oleh serangga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produksi pertanian, termasuk meningkatkan nilai ekonomi (Faegry dan Pijl 1979; FAO 2006; Atmowidi et al. 2007; Rianti et al. 2010; Garibeldi 2014). Pada tanaman yang tidak mampu melakukan penyerbukan sendiri, agen peyerbuk dapat membantu terjadinya proses penyerbukan silang. Tanaman yang diserbuki oleh serangga penyerbuk, produksinya lebih tinggi daripada tanaman yang melakukan penyerbukan sendiri (Barth 1991; Waites 2005; Depra et al.2014).
Bunga dan penyerbuk memiliki interaksi yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) (Schoonhoven et al. 1998). Setiap spesies atau kelompok bunga memiliki kecocokan morfologi, ukuran dan penyerbuknya, sehingga dikenal adanya bunga kelelawar, bunga burung, bunga kupu-kupu, bunga kumbang, bunga lalat, dan bunga lebah (Campbell et al. 1999). Pengetahuan hubungan spesifik antara spesies bunga dan spesies penyerbuknya sangat penting untuk strategi pengembangan dan pemanfaatan serta perlindungannya.
Penyerbuk paling utama dilakukan oleh kelompok lebah karena aktif mengumpulkan serbuksari dan nektar yang didukung dengan tubuh berambut yang membantu mengumpulkan serbuksari (Schoonhoven et al. 1998). Di negara maju, pemanfaatan lebah untuk meningkatkan produksi tanaman pertanian telah lama dilakukan, namun di Indonesia belum dilakukan. Salah satu kelompok lebah yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai penyerbuk adalah lebah tidak bersengat (stingless bees). Kelompok lebah subfamili Melliponinae ini mempunyai prospek yang tinggi untuk dikembangkan sebagai penyerbuk tanaman pertanian di Indonesia karena ukurannya kecil, tidak menyengat, adaptasinya tinggi terhadap stress dan perubahan lingkungan, penanganannya mudah, aktivitasnya tinggi, dan menghasilkan produk perlebahan (Kahono 2015).
Stingless bees merupakan kelompok yang mendatangkan manfaat untuk produksi madu, propolis, bee pollen dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pertanian. Dua genus yang terkenal adalah Melipona dan Trigona
dengan keanekaragaman yang tinggi dibandingkan genus lebah lainnya. Genus
Melipona terdiri dari 50 spesies yang distribusinya terbatas di daerah neotropik (Nieh dan Roubik 1995; Michener 2000). Heard (1999) melaporkan genus
Trigona terdiri dari 130 spesies, namun Michener (2013) melaporkan 500 spesies.
2
berukuran besar seperti Xylocopa confusa dan X. caerulea (Suhri 2015). Pada tanaman kailan diperlukan penyerbuk yang berukuran kecil seperti T. (Tetragonula) laeviceps yang cocok dengan bentuk dan morfologi bunga yang kecil (Wulandari 2015).
Kemampuan stingless bees untuk meningkatkan produksi tanaman pertanian telah banyak dilaporkan di berbagai negara (Jalil dan Shuib 2014). Di Indonesia, penelitian tentang kemampuan stingless bees dalam meningkatkan produksi tanaman pertanian pada tanaman kailan dilaporkan oleh Wulandari (2015), bahwa penyerbukan yang dilakukan oleh T. (Tetragonula) laeviceps meningkatkan 134% jumlah polong pertanaman, 326% jumlah biji perpolong, dan 313% bobot biji pertanaman. Pemanfaatan serangga penyerbuk perlu dilakukan di Indonesia pada kondisi lingkungan yang terus menurun. Dengan memanfaatkan stingless bees
sebagai penyerbuk berarti pula melakukan konservasi lebah tersebut.
Tanaman sawi merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan Asia pada umumnya (Delaplane dan Mayer 2000). Selain itu, tanaman sawi memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Untuk memenuhi kebutuhan benih (biji) sawi, diperlukan serangga penyerbuk yang efektif dan cocok dengan ukuran dan bentuk bunga sawi yang kecil. Ukuran tubuh Trigona yang kecil 3.44-4.88 mm (Sakagami 1978) diduga efektif sebagai serangga penyerbuk pada bunga sawi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengukur peranan tiga spesies Trigona
yang memiliki ukuran berbeda, yaitu T. (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona) itama dalam penyerbukan dalam pembentukan biji tanaman sawi.
Perumusan Masalah
Tanaman sawi merupakan tanaman sayuran daun dengan nilai ekonomi tinggi. Peningkatan produksi hasil panen melalui penyerbukan perlu dilakukan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan biji sawi nasional. Tidak hanya peningkatan dari kuantitas, namun juga kualitas biji yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan adanya penyerbukan silang oleh serangga yang ukurannya sesuai dengan bentuk dan morfologi bunga sawi, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas biji dan adanya keragaman genetik. Untuk mewujudkan hasil pertanian yang baik tersebut, perlu diperhatikan penggunaan serangga penyerbuk untuk meningkatkan produksinya. Penelitian ini menggunakan tiga spesies
3
Gambar 1 Bagan rumusan masalah
Aktivitas kunjungan
Trigona: foraging rate, flower handling, total
kunjungan Lebah Trigona
sebagai penyerbuk
Faktor lingkungan: suhu,
kelembaban, intensitas cahaya
dan lainnya
Pemupukan, pengendalian
hama Tanaman sawi (B. rapa):
berumah satu, ukuran bunga kecil
Peningkatan produksi biji (bibit) sawi: jumlah polong per
tanaman, jumlah biji per polong, bobot biji per tanaman,
4
Tujuan Penelitan Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengukur aktivitas kunjungan T.(Tetragonula) laeviceps, T.(Lepidotrigona)
terminata, dan T.(Heterotrigona) itama pada bunga sawi.
2. Mengukur peranan T.(Tetragonula) laeviceps, T.(Lepidotrigona) terminata, dan T.(Heterotrigona) itama dalam penyerbukan tanaman sawi yang diukur dari hasil panen biji, yang meliputi jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, bobot biji per polong, dan perkecambahan biji.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa tambahan informasi mengenai peranan lebah
5
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Lebah Trigona
Genus Trigona yang dikenal sebagai stingless bees atau lebah tidak bersengat, termasuk ke dalam superfamili Apoidea, famili Apidae, subfamili Melliponinae. Trigona merupakan lebah sosial yang tersebar di daerah tropik dan subtropik, Amerika Selatan, separuh Afrika bagian selatan dan Asia Selatan (Free 1982; Michener 2007).
Trigona memiliki tiga pasang tungkai yang beruas-ruas. Sepasang tungkai belakang memiliki rambut yang membentuk struktur keranjang polen (pollen basket) untuk menampung serbuksari yang didapat dari tanaman. Di bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena, dengan mulut berbentuk probosis untuk menghisap nektar (Michener 2000). Seperti pada lebah madu,
Trigona juga memerlukan serbuksari (pollen), nektar, dan bahan lain, seperti resin, air, getah, lilin, nektar extra floral, lumpur, garam, untuk membangun sarang (Roubik 1989; Eltz et al. 2002). Ukuran yang kecil dari lebah Trigona
memudahkan untuk mengakses berbagai macam bunga (Abrol 2012).
Satu koloni lebah Trigona dapat terdiri 3000an individu lebah pekerja, ratusan lebah jantan, dan beberapa lebah ratu, tergantung dari spesies dan umur koloninya (Inoue et al. 1984). Morfologi lebah ratu berbeda dengan lebah jantan dan lebah pekerja, ukuran tubuh lebih besar, dengan tugas untuk reproduksi (bertelur) (Wille 1983; Erniwati 2013). Lebah pekerja bertugas membangun sarang dan juga mencari resin, menjaga sarang, dan membangun tempat menyimpan cadangan makanan (Inoue et al. 1984). Lebah jantan merupakan hasil dari telur yang tidak dibuahi (partenogenesis) dan bertugas mengawini lebah ratu.
Di Indonesia Trigona dikenal nama teuwel (Jawa Barat), klanceng (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dan galo-galo (Sumatera Barat) (Erniwati 2013). Di Sumatera Barat, Inoue et al. (1985) melaporkan 22 spesies Trigona. Di Kalimantan Timur, Syafrizal et al. (2014) melaporkan 9 spesies Trigona dan Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) Bogor mengoleksi 37 spesies Trigona.
Trigona umumnya membangun sarang dalam rongga. Bentuk rongga akan mempengaruhi susunan sarang, seperti distribusi sel penyimpanan polen, nektar, dan larva (Vit et al. 2013). Spesies Trigona mempunyai karakter pintu masuk sarang yang berbeda, seperti diameter, bentuk, panjang, dan tekstur sarang (Sakagami dan Yamane 1984). Sel dalam sarang dapat berupa sel anakan dan sel pakan. Sel anakan berfungsi sebagai tempat perkembangan stadia muda (telur-larva-pupa). Sel pakan berfungsi sebagai tempat untuk menampung dan menyimpan makanan (polen dan nektar) bagi anakan lebah dan lebah dewasa (Michener 2007).
Saat ini, beberapa spesies Trigona sudah banyak diternakkan, diantaranya T. (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona)
6
berambut warna pucat, permukaan basitarsi bagian belakang berwarna kehitaman. Sel-sel telur tersusun berbentuk tumpukan (Schwarz 1939; Sakagami 1978). Lebah T. (Lepidotrigona) terminata umumnya bersarang dalam rongga pohon yang ditandai dengan mulut sarang yang memanjang berbentuk corong, ukuran tubuh ± 5 mm, didominasi warna kuning kecoklatan pada bagian toraks, sel telur berbentuk bulat telur dan tersusun sisiran spiral (Jalil dan Shuib 2014). Lebah T. (Heterotrigona) itama memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan lebah
Trigona lainnya (± 6.15 mm), lebah pekerja sangat agresif dengan jumlah individu dapat mencapai 5000an. Spesies ini paling banyak di ternakkan karena menghasilkan madu lebih banyak dibanding Trigona yang lain (Inoue et al. 1985).
Aktivitas Kunjungan Trigona
Lebah Trigona mencari pakan pada berbagai spesies tumbuhan berbunga dan berperan sebagai polinator (Slaa et al. 2006). Serangga penyerbuk memerlukan sumber pakan yang digunakan untuk metabolisme tubuh, membuat sarang, dan reproduksi (Schoonhoven et al.1998). Tangmitcharoen et al. (2006) melaporkan lebah T. (Tetragonilla) collina memiliki peran yang penting dalam penyerbukan tanaman jati, karena lebah ini memiliki aktivitas kunjungan yang tinggi (73.95%) dan aktivitas mencari makan meningkat pada pukul 10.00-12.00. Hal ini memberikan konstribusi yang signifikan terhadap tingginya persentase bunga yang diserbuki. Ruslan et al (2015) juga melaporkan bahwa lebah Trigona
sp. merupakan lebah penyerbuk yang memiliki flower handling dan foraging rate
yang tinggi (15.26 detik dan 27.47 detik per bunga) dalam mengunjungi bunga
Brassica rapa dibandingkan Apis cerana (4.91 detik dan 6.22 detik per bunga). Perilaku foraging rate sangat dipengaruhi oleh iklim mikro, jumlah bunga, kualitas polen dan nektar (Klein et al, 2004). Tangmitcharoen dan Owens (1997) melaporkan bahwa aktivitas serangga penyerbuk pada bunga jati berkaitan dengan jumlah polen dan sekresi nektar. Frekuensi kunjungan pada bunga jati di pagi hari (475 kunjungan) lebih tinggi dibandingkan sore hari (193 kunjungan). Kunjwal et al. (2014) juga melaporkan aktivitas kunjungan lebah sangat bervariasi pada bunga Brassica juncea, A. mellifera mengunjungi 11.48 bunga/menit dan T. (Tetragonula) laeviceps mengunjungi 3.67 bunga/menit. Aktivitas kunjungan lebah pada bunga dipengaruhi oleh warna bunga, ketersediaan polen, nektar, dan kesesuaian karakter bunga dengan tubuh lebah.
Perilaku kunjungan serangga penyerbuk dalam mengunjungi bunga juga dipengaruhi oleh persaingan dengan serangga penyerbuk lainnya dalam mendapatkan pakan (Raju dan Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004). Lebah pekerja Trigona menggunakan senyawa kimia untuk memberi informasi letak sumber pakan kepada koloninya di sepanjang lintasan terbang. Individu Trigona
7
Pollen Load pada Lebah Trigona
Bagi serangga, asosiasi dengan tumbuhan memberi keuntungan, yaitu sebagai sumber pakan berupa serbuksari (pollen) dan nektar. Serbuksari mengandung 15-30% protein dan nektar mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral, dan senyawa aromatik (Schoonhoven et al. 1998).
Tingginya aktivitas kunjungan dalam mencari pakan ditunjukkan dengan banyaknya polen yang menempel pada tubuh lebah (Ramalho et al. 2009). Inoue
et al. (1985) melaporkan perilaku mencari makan T.(Tetragonula) minangkabau,
T.(Trigonella) moorei, dan T.(Heterotrigona) itama di kawasan hutan terganggu di Sumatera. Ketiga lebah tersebut mengumpulkan polen, nektar, dan resin masing-masing 10-20%, 70-80%, dan <10% dari berbagi jenis tanaman. Polen banyak dikumpulkan di pagi hari. Pada T. (Heterotrigona) itama, puncak pengumpulan nektar terjadi pada siang hari.
Wulandari (2015) melaporkan pada tanaman kailan yang dikurung, T. (Tetragonula) laeviceps mengumpulkan lebih banyak polen (8125 butir polen) dibandingkan pada tanaman yang tidak dikurung (3000 butir polen). Hal ini karena persediaan serbuksari pada pertanaman terbuka terbatas, dan adanya kompetisi dengan penyerbuk lain. Atmowidi (2008) melaporkan bahwa lebah sosial dan lebah soliter berkompetisi saat mencari makan pada bunga tanaman caisin yang bersifat membagi sumberdaya. Kompetisi tersebut terjadi karena setiap spesies memerlukan pakan, tempat hidup, cahaya, dan kebutuhan hidup lainnya (Apituley et al.2012).
Peranan Trigona sebagai Penyerbuk
Penyerbukan dengan bantuan serangga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produksi pertanian, termasuk estimasi nilai ekonomi yang tinggi (Barth 1991; Delaplane dan Mayer 2000; Atmowidi et al. 2007; Kasno et al. 2010; Garibeldi et al.2014).
Roy et al. (2014) melaporkan penyerbukan silang pada tanaman pertanian yang dilakukan oleh serangga penyerbuk menghasilkan kualitas benih yang lebih baik. Di Malaysia, Phoon (1985) melaporkan tanaman Averrhoa carambola dapat bereproduksi 5-6 kali pertahun dengan bantuan T. (Geniotrigona) thoracica
sebagai penyerbuk. Klein et al. (2003) melaporkan penyerbukan oleh T. (Lepidotrigona) terminata meningkatkan 84% buah yang dihasilkan pada pertanaman kopi. Di Australia, keberhasilan Trigona sebagai serangga penyerbuk telah dilaporkan oleh Anderson et al. (1982) pada tanaman Mangifera indica
8
Tanaman Sawi (Brassica rapa)
Sawi merupakan tanaman sayuran berdaun dari famili kubis-kubisan (Brassicaceae). Anggota dari famili ini terdiri dari 300 genus dan 3000 spesies (Rubatzky dan Yamaguchi 2000). Batang tanaman ini memliki banyak cabang. Setiap bunga memiliki empat kelopak (petal) dan enam benangsari dan satu putik (stigma). Tanaman sawi akan berbunga setelah fase pertumbuhan vegetatif mulai terhenti. Bunga tanaman sawi berwarna kuning terang (Delaplane dan Mayer 2000).
Gambar 2 Morfologi tanaman sawi (a), bunga sawi tersusun dalam tandan (b), satu bunga dengan satu stigma (c), satu bunga dengan 4 petal (d), satu bunga dengan 6 benangsari (e).
Bunga sawi mulai mekar dari pukul 05.00-05.30 dan pada pukul 08.00-08.30 telah mekar sempurna. Kepala putik mulai siap diserbuki (reseptif) pada pukul 7.30 yang ditandai dengan warnanya hijau kekuningan. Pada pukul 08.00, kepalasari tampak mulai merekah dan pada celah vertikal akan mengeluarkan serbuksari yang berwarna putih. Pada pukul 16.30 sore hari kepala putik sudah tidak reseptif yang ditandai dengan warna kecoklatan, begitu pula kepalasari yang berubah warna menjadi kuning kecoklatan dan serbuksari sudah tidak terlihat lagi (Erniwati 2010).
(a)
(e) (d)
(c) (b)
9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2015. Penanaman tanaman sawi, pengamatan aktivitas kunjungan Trigona dan pengukuran hasil panen dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Bogor, Jawa Barat. Pengamatan morfologi polen, pengukuran pollen load dan analisis data dilakukan di Laboratorium Bagian Sistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Penyiapan Tanaman Sawi
Biji sawi disemai dalam tray yang sudah diberi pupuk kandang yang terbuat dari kotoran sapi. Pada umur sekitar 14 hari (Gambar 3), 250 bibit tanaman dipindahkan dari persemaian ke lahan penelitian yang ditanam dengan jarak 25 cm × 25 cm. Penanaman dilakukan dengan menggunakan pola zigzag. Pemupukan dilakukan sekali dalam seminggu dengan pupuk organik. Pengendalian hama dilakukan secara manual tanpa menggunakan pestisida.
Gambar 3 Bibit tanaman sawi dalam tray berumur 14 hari.
Penggunaan Trigona Untuk Penyerbukan Tanaman Sawi
10
Gambar 4 Pertanaman sawi dalam kurungan kain kasa (a), dan pertanaman tanpa kurungan (b).
Pengamatan Aktivitas Kunjungan Trigona
Aktivitas kunjungan Trigona spp. diamati selama pembungaan tanaman sawi berlangsung (Gambar 5). Pengamatan dilakukan dengan metode focal sampling (Martin dan Bateson 1993)yang dilakukan selama 10 hari pada kisaran waktu pukul 07.00-16.00. Aktivitas kunjungan yang diamati meliputi jumlah bunga yang dikunjungi per lima menit (foraging rate), lama waktu kunjungan per bunga (flower handling time) dan total waktu kunjungan per sekali periode mencari pakan. Pengamatan aktivitas kunjungan diamati secara visual dengan bantuan stopwatch. Selama pengamatan aktivitas kunjungan Trigona, parameter lingkungan juga diukur meliputi kelembapan dan suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin yang dilakukan antara pukul 07.00-16.00.
Gambar 5 Aktivitas kunjungan Trigona pada bunga sawi
11 Pengamatan Morfologi Polen
Polen yang diperoleh dari Trigona dimasukkan ke dalam tabung ependorf dan ditambahkan acetyl anhidrida. Sampel dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 800C-900C selama 10 menit. Kemudian sampel disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 2 menit, kemudian supernatan dibuang. Selanjutnya sampel ditambahkan 1 mL aquades, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 2 menit. Penambahan aquades dilakukan sampai supernatant yang dihasilkan berwarna bening. Sampel di oven overnight dengan tutup
eppendorf terbuka pada suhu 600C. Selanjutnya dibuat preparat polen dan diamati di bawah mikroskop. Morfologi polen diamati dari bentuk permukaan, bentuk polar, dan bentuk equator (Erdtman 1972).
Pengukuran Pollen Load
Pengukuran pollen load dilakukan pada T. (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona) itama. Satu individu dari masing-masing Trigona yang telah melakukan kunjungan ditangkap, kemudian dimasukkan ke dalam microtube yang berisi alkohol 70% dan gliserol (4 : 1), kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 300 rpm selama 5 menit. Setelah disentrifugasi, sebanyak 0.1 mL pellet dengan polen diteteskan pada haemositometer. Perhitungan polen dilakukan di bawah mikroskop. Pengukuran
pollen load dilakukan sebanyak 10 kali untuk masing-masing spesies (Dafni 1992).
Pengukuran Hasil Panen
Sepuluh tanaman pada tiap perlakuan dipanen dan diukur tinggi tanaman. Pemanenan polong dilakukan pada 10 tanaman dari masing-masing perlakuan. Polong yang dipanen, dibungkus dengan kertas koran, kemudian dioven pada suhu 370C selama 3 × 24 jam. Setelah kering, dilakukan perhitungan jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan bobot biji per polong. Perkecambahan biji sawi diukur, yaitu sepuluh biji sawi untuk setiap perlakuan dikecambahkan dalam cawan petri yang di dalamnya diberi kapas basah dan diukur persentase perkecambahannya. Setiap perlakuan, pengukuran perkecambahan diulang sebanyak 5 kali.
Analisis Data
12
Aktivitas Kunjungan Trigona pada Bunga Sawi
Berdasarkan pengamatan, aktivitas kunjungan Trigona pada pertanaman sawi dalam kurungan bervariasi antara blok waktu pengamatan. Jumlah bunga yang dikunjungi paling banyak terjadi pada pukul 15.00-16.00 (27.88 bunga/5 menit) pada T. (Tetragonula) laeviceps, 27.85 bunga/5 menit pada T. (Lepidotrigona) terminata, dan 28.38 bunga/5 menit pada T. (Heterotrigona)
itama (Gambar 6). Waktu kunjungan per bunga terlama pada T. (Tetragonula)
laeviceps yaitu (35.25 detik per bunga), pada T.(Lepidotrigona) terminata (34.84 detik per bunga) yang terjadi pada pukul 11.00-12.00 dan pada T.(Heterotrigona)
itama (40.15 detik per bunga) terjadi pada pukul 08.00-09.00 (Gambar 7). Total
14
Pada pertanaman sawi yang terbuka, serangga penyerbuk yang dominan mengunjungi bunga sawi, adalah Xylocopa confusa, Apis cerana dan Ceratina sp. (Gambar 9).
Gambar 9 Serangga penyerbuk alami pada pertanaman sawi: X. confusa (a),
A. cerana (b), dan Ceratina sp. (c).
Morfologi Polen dan Pollen Load pada Trigona
Polen tanaman sawi bertipe 3-colpate, secara equatorial berbentuk prolate
dan secara polar berbentuk circular-lobate (Gambar 10).
Gambar 10 Morfologi polen tanaman sawi: prolate (a), 3-colpate (b), circular-lobate (c).
Perhitungan pollen load menunjukkan T. (Heterotrigona) itama membawa polen terbanyak (36650 polen), diikuti oleh T.(Lepidotrigona) terminata (26940 polen), dan T.(Tetragonula) laeviceps (9700 polen) (Gambar 11).
(c) (b)
(a)
(c) (b)
15 (Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona) itama berperan penting dalam penyerbukan tanaman sawi. Penyerbukan oleh T. (Tetragonula) laeviceps pada tanaman sawi meningkatkan 27% jumlah polong per tanaman, 32% jumlah biji per polong, 32% bobot biji per polong, dan 18% perkecambahan biji. Penyerbukan oleh T. (Lepidotrigona) terminata meningkatkan 36% jumlah polong per tanaman, 55% jumlah biji per polong, 52% bobot biji per polong, dan 30% perkecambahan biji tanaman sawi. Peningkatan produksi tertinggi diantara semua perlakuan terjadi pada T.(Heterotrigona) itama yakni 40% jumlah polong per tanaman, 72% jumlah biji per polong, 54% bobot biji per polong, dan 36% perkecambahan biji (Tabel 1).
Gambar 12 Hasil panen tanaman sawi: polong yang kering (a), biji sawi (b), biji yang berkecambah (c).
(c) (b)
16
Tabel 1 Hasil panen pertanaman sawi dari penyerbukan oleh T.(Tetragonula) laeviceps, T.(Lepidotrigona) terminata, dan
T.(Heterotrigona) itama
Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda berdasarkan analisis varian ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey
dengan selang kepercayaan 95%.
Komponen Utama
Pertanaman sawi Peningkatan hasil panen (%) Terbuka
Per tanaman (polong) 96 ± 31.00
17
PEMBAHASAN
Aktivitas Kunjungan Trigona pada Bunga Sawi
Hasil penelitian menunjukkan aktivitas mencari pakan pada ketiga spesies
Trigona dimulai pada pagi hari hingga sore hari, dan puncak aktivitas terjadi pada pukul 11.00. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Polatto et al. (2011) bahwa
Trigona mencari pakan di pagi hingga sore hari dan puncak aktivitas terjadi pada pukul 10.00. Pada pagi hari, volume nektar pada bunga umumnya tinggi dan menurun di sore hari, sehingga berpengaruh terhadap kunjungan serangga pada bunga (Dudareva et al. 2006). Stein dan Hensen (2011) juga melaporkan bahwa puncak kunjungan Trigona terjadi pada pukul 09.00-13.00.
Frekuensi kunjungan T.(Tetragonula) laeviceps dalam mengunjungi bunga sawi cukup tinggi. Hasil ini sesuai yang dilaporkan oleh Ruslan et al. (2015) bahwa T. (Tetragonula) laeviceps memiliki frekuensi kunjungan paling tinggi (27.47 detik per bunga) dalam mengunjungi bunga tanaman B. rapa dibandingkan frekuensi kunjungan dari A. cerana (4.91 detik). Kunjungan yang lama pada bunga sawi diduga karena Trigona memiliki tubuh kecil yang cocok dengan ukuran dan bentuk bunga sawi dan juga memiliki probosis pendek sehingga dapat mengambil nektar dengan cara masuk ke dalam bunga.
Aktivitas kunjungan T. (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona)
terminata, dan T. (Heterotrigona) itama dalam mencari pakan pada bunga sawi bervariasi. Selain ketersediaan sumberdaya, kunjungan serangga penyerbuk dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Berdasarkan pengamatan, perubahan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi aktivitas kunjungan dari ketiga spesies
Trigona. Kondisi lingkungan di lokasi pengamatan yang ditunjukkan adalah suhu dan intensitas cahaya masing-masing 30,550 C dan 959,92 lux, kelembaban udara dan kecepatan angin berturut turut 49,7% dan 0,492 m/s. Suhu udara minimum dan maksimum (21 oC dan 34oC) di lokasi penelitian masih dalam kisaran suhu efektif bagi Trigona. Seperti yang dilaporkan Amano et al. (2000) lebah melakukan aktivitas mencari pakan pada suhu 26-340C. Yao et al. (2006) juga melaporkan aktivitas terbang lebah akan berkurang pada suhu rendah dan kelembaban tinggi, karena memerlukan energi yang besar untuk memanaskan suhu toraks sampai 350C-400C.
18
Pollen Load
Banyaknya polen yang menempel tubuh dan pada pollen basket di tungkai belakang Trigona menunjukkan bahwa Trigona aktif mengunjungi bunga sawi. Jumlah polen terbanyak dibawa oleh T. (Heterotrigona) itama (36650 butir polen) yang diikuti oleh T. (Lepidotrigona) teminata (26940 butir polen), dan T. (Tetragonula) laeviceps (9700 butir polen) (Gambar 14). Perbedaan jumlah polen yang dibawa oleh ketiga spesies Trigona berkaitan dengan ukuran tubuh Trigona.
T. (Tetragonula) laeviceps berukuran paling kecil (3.44–4.88 mm) dibandingkan
T.(Lepidotrigona) terminata (± 5 mm), dan T.(Heterotrigona) itama (± 6.15 mm) (Sakagami 1978; Jalil dan Shuib 2014; Inoue et al. 1985). Hasil ini didukung oleh Chan dan Saw (2011) yang melaporkan bahwa Trigona sp. merupakan penyerbuk yang potensial pada bunga Johannesteijsmannia lanceolata karena banyaknya jumlah polen yang ditemukan pada bagian toraks, tarsus, dan corbicula.
Pada penelitian ini, koloni dimasukkan dalam kurungan yang terdapat tanaman sawi, sehingga lebah sangat menghemat energi dalam melakukan
foraging. Seperti yang dilaporkan Faegri dan Pijl (1979) bahwa lebah akan mengunjungi bunga yang lebih dekat dari sarangnya. Khairiah et al (2012) juga melaporkan serangga penyerbuk A. cerana dalam mencari pakan umumnya tidak terlalu jauh dari sarang. Dekatnya sumber pakan dari sarang menyebabkan
Trigona lebih optimal dalam mendapatkan polen dan nektar. Lebah dalam mencari makan cenderung akan berulang kali mengunjungi bunga dari spesies tanaman yang sama (flower constancy), jika letak bunga berdekatan dengan sarang (Graham 1992).
Ukuran tubuh yang kecil pada Trigona efektif sebagai polinator pada tanaman dengan bunga yang berukuran kecil. Hal tersebut dikarenakan kemampuannya dalam memaksimalkan pengambilan persediaan serbuksari pada tanaman dalam sekali kunjungan. Efektifitas Trigona sebagai serangga penyerbuk dalam mengunjungi bunga dapat diukur dari jumlah polen yang menempel pada tubuh. Anderson et al. (1982) melaporkan lebah Trigona sp. sebagai penyerbuk yang efektif pada tanaman mangga, karena lebih sering pindah dari satu bunga ke bunga lainnya, menyebabkan banyaknya jumlah polen (482 butir polen) yang menempel pada tubuhnya.
Hasil Panen Tanaman Sawi
19 perkecambahan biji pada per tanaman B. rapa.Khan dan Chaudhary (1988) juga melaporkan bahwa penyerbukan oleh serangga menyebabkan pembentukan biji pada tanaman B. campestris lebih banyak (11.2 biji) dibandingkan tanaman yang penyerbukan sendiri (10.24 biji). Di Brazil, stingless bees dilaporkan meningkatkan produksi buah dan biji 70% pada tanaman paprika dan produksi apel meningkat 50% (Cruz et al. 2005; Viana et al. 2014).
Peningkatan hasil panen pertanaman sawi dengan bantuan penyerbuk
Trigona terjadi karena adanya penyerbukan silang dengan kekuatan hibrid. Kekuatan hibrid ditunjukkan dari banyaknya jumlah biji yang dihasilkan, termasuk kemampuan perkecambahan. Keanekaragaman genetik memberikan kekuatan hybrid yang meningkatkan efisiensi pertumbuhan dan hasil panen (Mohr dan Schopfer 1995).
Selain peningkatan hasil produksi, penyerbukan silang oleh Trigona pada tanaman sawi menyebabkan waktu panen biji sawi lebih cepat dibandingkan tanpa bantuan serangga Trigona. Hasil panen yang tinggi pada per tanaman yang dikurung dengan bantuan penyerbukan oleh Trigona menunjukkan bahwa Trigona
20
SIMPULAN
Aktivitas foraging pada T. (Tetragonula) laeviceps, T. (Lepidotrigona) terminata, dan T. (Heterotrigona) itama dimulai pada pagi hari hingga sore hari, dengan puncak aktivitas terjadi pada pukul 11.00-12.00. Jumlah bunga yang dikunjungi paling tinggi terjadi pada pukul 15.00-16.00 pada T. (Heterotrigona)
itama (28.38 bunga/5 menit), diikuti pada T. (Tetragonula) laeviceps (27.88 bunga/5 menit), dan T. (Lepidotrigona) terminata (27.85 bunga/5 menit). Waktu kunjungan per bunga terlama terjadi pada T. (Heterotrigona) itama (40.15 detik) yang terjadi pada pukul 08.00-09.00, diikuti pada T. (Tetragonula) laeviceps
(35.25 detik), dan pada T. (Lepidotrigona) terminata (34.84 detik) yang masing-masing terjadi pada pukul 11.00-12.00.Total waktu kunjungan tertinggi terjadi T. (Heterotrigona) itama (40.10 menit) pada pukul 13.00-14.00, diikuti pada T. (Tetragonula) laeviceps (37.47 menit), dan pada T. (Lepidotrigona) terminata
(36.76 menit) masing-masing terjadi pada pukul 11.00-12.00. Jumlah polen terbanyak dibawa oleh T. (Heterotrigona) itama (36650 butir polen), diikuti oleh T. (Lepidotrigona) terminata (26940 butir polen), dan T. (Tetragonula) laeviceps (9700 butir polen).
21
DAFTAR PUSTAKA
Abrol DP. 2012. Pollination Biology Biodiversity Conservation and Agricultural Production. New York (US): Springer.
Amano K, Nemoto T, Heard TA. 2000. What are stingless bees, and why and how to use them as crop pollinator?. A Rev JARQ. 34(3): 183–190.
Anderson DL, Sedgley M, Short JRT, Allwood AJ. 1982. Insect pollination of mango in Northern Australia. Aust J Agric Res. 33(3): 541–548.
Apituley FL, Leksono AS, Yanuwiadi B. 2012. Kajian komposisi serangga polinator tanaman apel (Malus sylvestris)di Desa Poncokusumo Kabupaten Malang. El-Hayah.2(2): 85–96.
Atmowidi T, Buchori D, Suryobroto B, Hidayat P. 2007. Diversity of pollinator insect in relation of seed set of mustard (Brassica rapa L.; Cruciferae).
Hayati J Biosci.14(4): 155–161.
Atmowidi T. 2008. Keanekaragaman dan perilaku kunjungan serangga penyerbuk serta pengaruhnya dalam pembentukan biji tanaman sawi. (Brassica rapa
L.: Brassicaceae)[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Barth FG. 1991. Insects and Flowers. The Biology of a Partnership. New Jersey (US): Princeton Univ Pr.
Campbell, Reece, Mitchell L. 1999. Biologi. Ed ke-5Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga.
Chan YM, Saw LG. 2011. Notes on the pollination ecology of the palm genus
Johannesteijsmannia (Arecaceae). J Poll Ecol.6(15): 108–117.
Cruz D. de O, Freitas BM, da Silva LA, da Silva EMS, Bomfim IGA. 2005. Pollination efficiency of the stingless bees Melipona subnitida on greenhouse sweet pepper. Pesq Agropec Bras. 40(12): 1197–1201.
Dafni A. 1992. Polination Ecology A Partical Approach. London (GB): Oxford Univ Pr.
Delaplane KS, Mayer DF. 2000. Crop Pollination by Bees. New York (US): CABI Publishing.
Depra MS, Delaqua GCG, Freitas L, Gaglianone MC. 2014. Pollination deficit in open-field tomato crops (Solanum lycopersicon L., Solanaceae). J Poll Ecol. 12(1): 1–8.
Eltz T, Bruhl CA, Gorke C. 2002. Collection of mold (Rhizopus sp.) spores in lieu of pollen by the stingless bee Trigona collina. Insect Soc. 49: 28−30.
Erniwati, Kahono S, Uji T. 2010. Kajian ekologi lebah sosial (Hymenoptera: Apidae) dan biologi reproduksi tanaman pertanian yang mendukung konsep pengembangan pengelolaan [laporan akhir program insentif peneliti dan perekayasa LIPI tahun 2010]. Cibinong (ID): Pusat Pengembangan Biologi LIPI.
22
Fahem M, Aslam M, Razaq M. 2004. Pollination ecology with special reference to insect a review. J Res Sci. 4: 395–409.
Faegri K, van der Pjil L. 1979. The Principles of Pollination Ecology. New York (US) : Pergamon Pr.
[FAO] 2006. Food and Agricultural Organization of the United Nation. Economic valuation of pollination services. Food and agriculture organization of the united nations agriculture department, seed and plant genetic resources division (AGPS) (accessed on 12 April 2015).
Free JB. 1982. Bees and Mankind. London (GB): George Allen and Unwin. Garibeldi LA, Carvalheiro LG, Leonhardt SD, Aizein MA, Blaauw BR, Isaacs R,
Kuhlman M, Kleijn D, Klein AM, Kremen C et al. 2014. From research to action: enhancing crop yield through wild pollinators. Front EcolEnviront. 12(8): 439–447.
Graham JM. 1992. The Hive and the Honey Bee. Illinois (US): Dadant and Sons. Heard TA. 1999. The role of stingless bees in crop pollination. Ann Rev Entomol.
44(1): 183–206.
Inoue T, Sakagami SF, Salmah S, Yamane S. 1984. The process of colony multiplication in the sumatran stingless bee Trigona laeviceps. Biotrop. 16:100–11.
Inoue T, Salmah S, Abbas I, Yussuf E. 1985. Foraging behavior of individual worker and foraging dynamics of colonies of three sumatran stingless bees.
Res Popul Ecol. 27(2): 373–392.
Jalil AH, Shuib I. 2014. Beescape for Meliponines Conservation of Indo-Malayan Stingless Bees. Malaysia (MY): Patridge.
Kahono S. 2015. Pengembangan model perlebahan LIPI untuk edukasi, ekoturisme, dan produksi yang dapat diimplementasikan kepada masyarakat. Laporan Teknis Kegiatan Unggulan LIPI Tahun 2015.
Kasno, Hasan ZAE, Efendi DS, Syaefuddin. 2010. Efektifitas 3 spesies lebah madu sebagai agen polinasi untuk meningkatkan produktivitas (>40%) biji jarak pagar (Jatropha curcas) pada ekosistem iklim basah. JIPI.15(1): 25– 33.
Khairiah N, Dahelmi, Syamsuardi. 2012. Jenis-jenis serangga pengunjung bunga pacar air (Impatiens balsamina Linn.: Balsaminaceae). J Bio Univ Andalas. 1(1): 9–14.
Khan BM, Chaudhary MI. 1988. Comparative assessment of honey bees and other insects with self pollination of sarson in peshawar. Pakistan J Forestry. 38(4): 231–237.
Klein AM, Steffan-Dewenter I, Tscharntke T. 2003. Fruit set of highland coffee increases with the diversity of pollinating bees. Proc R Soc London. 270(1): 955-961.
Klein AM, Dewenter AS, Tscharntke T. 2004. Foraging trip duration and density of megachilid bees, eumenid wasps and pompilid wasps in tropical agroforestry systems. J Animal Ecol.73: 517–525.
23 Lindauer M, Kerr WE. 1960. Comunication between the workers of stingless
bees. Bee World.41: 65–71.
Martin P, Bateson P. 1986. Mesuaring Behaviour: An Introductory Guide. Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr.
Michener CD. 2000. The Bees of The World. Maryland (US): The Johns Hopkins Univ Pr.
Michener CD. 2007. The Bees of The World. Baltimore (US): The John Hopkins Univ Pr.
Michener CD. 2013. The Meliponini. In: P. Vit et al. (ed.). Pot–Honey: A legacy of stingless bees. New York (US): Springer.
Mohr H, Schopfer P. 1995. Plant Physiology. Berlin (GR): Springer-Verlag. Nieh JC, Roubik DW. 1995. A stingless bee (Melipona panamica) indicates food
location without using a scent trail. Behav Ecol Sociobi.37(1): 63–70. O’Toole C, Raw A. 1991. Bees of The World. London (GB): Blanford.
Pauly A, Pedro SRM, Rasmussen C, Roubik DW. 2013. Stingless Bees
(Hymenoptera: Apoidea: Meliponini) of French Guiana. New York. In: Vit, P., Pedro SRM, Roubik, DW (ed.) Pot–Honey: A legacy of stingless bees. New York (US): Springer.
Phoon AGG. 1985. Pollination and fruit production of carambola, Averrhoa carambola, in Malaysia. In: Proceedings of the 3rd international conference on apiculture tropical climate, Nairobi, 12–133.
Polatto LP, Chaud–Netto J, Dutra Stanzani JC, Junior Alves VV. 2011. Exploitation of floral resources on Sparrattosperma leuchanthum
(Bignoniaceae): foraging activity of the pollinators and the nectar and pollen thieves. Acta Ethol. 15(1): 119–126.
Raju AJS, Ezradanam V. 2002. Pollination ecology, fruiting behavior in a monoecious species, Jathropa curcas L. (Euphorbiaceae). Current Sci. 83(11): 1395–1398.
Ramalho M, Giannini TC, Malagodi-Braga KS, Imperatriz-Fonseca VL. 2009. Pollen harvest by stingless bee foragers (Hymenoptera, Apidae, Meliponinae). Grana.33: 4–5, 239–244.
Rianti P, Suryobroto B, Atmowidi T. 2010. Diversity and effectiveness of insect pollinators of Jathropa curcas L. (Euphorbiaceae). Hayati J Biosci 17(1): 38–42.
Roubik DW. 1989. Ecology and Natural History of Tropical Bees. New York (US): Cambridge Univ Pr.
Roy S, Gayen AK, Mitra TS, Duttagupta A. 2014. Diversity, foraging activities of the insect visitors of mustard (Brassica juncea Linnaeus) and their role in pollination in West Bergal. J Zool. 1(2): 7–12.
Ruslan W, Afriani, Miswan, Elijonnahdi, Nurdiyah, Sataral M, Fitrallisan, Fahri 2015. Frekuensi kunjungan lebah Apis cerana dan Trigona sp. sebagai penyerbuk pada tanaman Brassica rapa. J Nat Sci. 4(1): 65–72.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 2000. Sayuran Dunia. Prinsip, Produksi, dan Gizi. Bandung (ID): ITB Pr.
Sakagami SF. 1971. Ethosoziologischer vergleich zwischen honigbienen und stachellosen bienen. Ethol. 28(4): 337–350.
24
Sakagami SF, Yamane S. 1984. Notes on taxonomy and nest architecture of the Taiwanese stingless bee Trigona (Lepidotrigona) ventralis hoozana. 47(4): 417–428.
Schoonhoven S, Jerry LMT, Voon Loon JJA. 1998. Insect-Plant Biology. From Physiology to Evolution. 1st Ed. Cambridge (US): Chapman and Hall. Schwarz HF. 1939. The indo–malayan species of Trigona. Bull Am Mus Nat Hist.
76(3): 83–141.
Slaa EJ, Chaves LAS, Malagodi–Braga KS, Hofstede FE. 2006. Stingless bees in applied pollination: practice and perspectives. Apidologie.37(2): 293–315. Stein K, Hensen I. 2011. Potential pollinators and robbers: a study of the floral
visitors of Heliconia Angusta (Heliconiaceae) and their behaviour. J Poll Ecol.4(6): 39–47.
Suhri AGMI. 2015. Diversitas, aktivitas kunjungan, dan efektivitas lebah penyerbuk pada tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill: Solanaceae) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syafrizal, Tarigan D, Yusuf R. 2014. Keragaman dan habitat lebah Trigona pada hutan sekunder tropis basah di hutan pendidikan Lempake, Samarinda, Kalimantan Timur. J Tek Pertanian. 9(1):34–38.
Tangmitcharoen S, Owens JN. 1997. Floral biology, pollination, pistil receptivity, and pollen-tube growth of teak (Tectona grandis Linn f.) Ann. Bot. 79: 227–
Viana BF, da Encarnacao Coutinho JG, Garibeldi LA, Gostagino GLB, Gramacho KP, da Silva FO. 2014. Stingless bees further improve apple pollination and production. J Poll Ecol.14(25): 261–269.
Vit P, Pedro SRM, Roubik DW. 2013. Pot Honey–A Legacy of Stingless Bees. London (GB): Springer.
Waites AR. 2005. Plant-animal interactions and seed output in two insect pollination herbs [disertasi]. Sweden (SW): Umea Univ.
Widhiono IMZ, Sudiana E, Sucianto ET. 2012. Potensi lebah lokal dalam peningkatan produksi buah strawberry (Fragaria x ananassa). J Inov.6(2): 163–168.
Wille A. 1983. Biology of the stingless bees. Ann Rev Entomol.28(1): 41–6. Wulandari AP. 2015. Peran lebah Trigona laeviceps Smith (Hymnoptera: Apidae)
dalam produksi biji kalian (Brassica oleracea var. Alboglabra) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
25