• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PENGGUNAAN ZAT WARNA PADA KERIPIK BALADO YANG DIPRODUKSI DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT

TAHUN 2009

SKRIPSI

Oleh:

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

(2)

ANALISA PENGGUNAAN ZAT WARNA PADA KERIPIK BALADO YANG DIPRODUKSI DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT

TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

WELLY FEMELIA NIM : 051000100

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

ANALISA PENGGUNAAN ZAT WARNA PADA KERIPIK BALADO YANG DIPRODUKSI DI KECAMATAN PAYAKUMBUH BARAT

TAHUN 2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

Pada Tanggal 29 Mei 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

(

WELLY FEMELIA NIM : 051000100

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi

Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi) Dra. Jumirah, Apt, MKes NIP. 132049788 NIP. 131803342

Penguji II Penguji III

(Dr.Ir. Zulhaida Lubis, MKes) (Ernawati Nasution, SKM, MKes) NIP. 131862380 NIP. 13212 844

Medan, 29 Mei 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009

Keripik balado merupakan salah satu makanan jajanan yang banyak beredar di masyarakat, dikenal juga dengan nama keripik sambal atau keripik pedas. Harganya yang relatif murah, rasanya yang gurih dan warna yang menarik membuat makanan ini banyak peminatnya, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Industri kecil/industri rumah tangga sebagai produsen berusaha menampilkan makanan agar menarik baik dari segi warna, aroma, dan rasa. Untuk menekan biaya produksi maka produsen menggunakan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan zat pewarna pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat.

Penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan zat pewarna pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat. Sampel ditentukan secara total sampling artinya seluruh keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat merupkan sampel dalam penelitian ini. Sampel diperoleh dengan mengambil langsung ke pabrik dengan dua kali pengambilan, dimana semua sampel yang diperoleh pada hari pertama diambil kembali pada hari yang kedua. Analisis kandungan zat pewarna dilakukan dengan uji kualitatif yaitu dengan metode reaksi kimia dan metode kromatografi dan uji kuantitatif yaitu dengan metode gravimetri di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa seluruh keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat menggunakan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya yang meliputi Amaran 50%, Red 2G 30%, Red 6B 10% dan Ponceau SX 10%. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 4 Tahun 2006 Amaran dan Ponceau SX merupakan bahan berbahaya sehingga tidak boleh digunakan pada bahan pangan. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh agar memberikan pembinaan kepada produsen keripik balado di Kecamatan Payakumbuh Barat.

(5)

ABSTRACT

Analysis The Used of Coloring Substance on Keripik Balado Produced in Kecamatan Payakumbuh Barat in 2009.

Keripik balado is one of many snack circulating in community, also known by the name keripik sambal or keripik pedas.. Relatively cheap, crispy and attractive color make many people like it, from children to adults. Small industry/home industry as the producers try to perform the food so interesting in terms of color, fragrance, and taste. To press the cost of production the producers use synthetic coloring substances in the production process. Goal of this research is to know the contain of coloring substances used in Keripik balado which produced in Kecamatan Payakumbuh Barat.

This research is a descriptive survey to find out the coloring substances used in Keripik balado which produced in Kecamatan Payakumbuh Barat. Sample decide by total sampling which means all the keripik balado that produced in the Kecamatan Payakumbuh Barat are sample in this research. Sample got by taking directly to the factory twice, where all samples are taken on the first day will taking back on the next day. Analysis of the coloring substance doing through qualitative test with chemical reactions method and chromatography method and quantitative test with gravimetri method in Balai Laboratorium Kesehatan Daerah, Provinsi Sumatera Utara.

Results of research indicate that all keripik balado produced in Kecamatan Payakumbuh Barat use the synthetic coloring substance in production process that includes 50% of Amaran, 30% of Red 2G, 10% of Red 6B and 10% of Ponceau SX. Based on the Regulation of Republic Indonesia Trade Minister No. 4 in 2006 Amaran and Ponceau SX is a dangerous material so that should not be used in food. Therefore, the authors recommend to the Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh to provide guidance to the keripik balado producers in Kecamatan Payakumbuh Barat.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Welly Femelia

Tempat/Tanggal Lahir : Payakumbuh/16 April 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum kawin Jumlah Bersaudara : 6 (enam) orang

Alamat Rumah : Jl. Medan No. 9 Parit Rantang Payakumbuh Barat 26222 Riwayat Pendidikan Formal :

1. SD Negeri 26 Bunian 1993-1999

2. SLTP Negeri 01 Payakumbuh 1999-2002

3. SMU Negeri 01 Payakumbuh 2002-2005

4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2005-2009 Riwayat Pendidikan Non Formal :

1.Masa Orientasi Pengenalan (MOP) HMI Komisariat FKM USU Tahun 2005 2.Training Mahasiswa Islam (Tamsil) PHBI FKM USU Tahun 2005

3.Pelatihan Parcipatory Rural Appraisal (PRA) Tahun 2006 4.Training Pendidik Sebaya Tahun 2006

(7)

Riwayat Organisasi :

1.Anggota Departemen Kekaryaan HMI Komisariat FKM USU Periode 2006-2007 2.Anggota Departemen Hubungan Masyarakat LDK Izzatul Islam Periode 2007-2008 3.Wakil Sekretaris Umum Hubungan Masyarakat LDK Izzatul Islam Periode

2007-2008

4.Anggota Dinas Kerohanian PEMA FKM USU Periode 2007-2008 5.Wakil Bendahara Umum I PEMA FKM USU Periode 2007-2008

6.Wakil Sekretaris Umum Pemberdayaan Perempuan ex officio Sekretaris Umum KOHATI HMI Komisariat FKM USU Periode 2008-2009

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa Kadar Zat Pewarna Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi dan Ibu Dra. Jumirah, Apt. MKes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan sumbangan pikiran dengan keikhlasan untuk memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku Kepala Bagian Gizi Kesehatan

Masyarakat dan Penguji I untuk semua kebaikan selama bimbingan.

4. Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, MSi selaku Ketua Panguji yang telah membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.

5. Ibu Dr. Ir. Zulhaidah Lubis, Mkes selaku Penguji II dan Ibu Ernawati Nasution, SKM, Mkes yang telah meluangkan waktu dan pikiran demi perbaikan tulisan ini.

6. Seluruh dosen dan staf pegawai khususnya di peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat.

(9)

beserta nenek tersayang untuk cinta, kasih sayang dan doa yang tak terputus yang diberikan kepada penulis.

8. Terkhusus untuk Kak Yovi, Kak Ike, Kak Dy dan Kak Mimi terima kasih untuk sebuah ukhuwah indah tak terlupakan yang telah kita bina bersama. 9. Sahabat-sahabat terbaikku Gita, Rina, Inur dan Tania serta Nana, Nia, Dewi

dan Dian yang selalu memberikan perhatian, waktu dan motivasi dalam menyelesaikan perjuangan ini.

10.Adik-adik tersayang Yori dan Irma yang telah menghadirkan keceriaan dalam hari-hari penulis.

11.Teman-teman seperjuangan (Anyuk, Reni, Ratna, Epi, Maya, Shintya, Rima, Intan, Maria, Melva, Fourgel), kakanda senioren (Kak Nila, Kak Suci, Kak Afnel, Bang Kamto, Bang Anas, Kak Neni, Kak Nova, Kak Mira, Kak Endang, dll), adik-adik stambuk 2006-2008 (Rina, Ulfa, Juli, Diana, Bella, Yori, Fitra, Amel, Linda, Izah, Retno, Farida, Popo, Juni, Nova, Fery, Budi, Marina, Riki, dll) terima kasih banyak atas bantuan, dukungan, serta sumbangan ide-ide cemerlang yang diberikan.

12.Rekan-rekan Pengurus HMI Komisariat FKM USU, Lembaga Dakwah Kampus Izzatul Islam FKM USU dan PEMA FKM USU (Bang Ari, Kak Ui, Kak Lidya, Bang Roni, Husin, Boy, Amru, Afdol, Melda, Ningsi, dll) terima kasih untuk pengelaman-pengalaman penuh makna selama bersama.

13.Buat seseorang dan semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunianya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 29 Mei 2009

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan... i

Abstrak ... ii

2.5 Pengontrolan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 18

2.6 Zat Pewarna ... 18

2.6.1. Defenisi Zat Pewarna ... 18

2.6.2. Jenis Zat Pewarna ... 20

2.6.3. Batasan Penggunaan Zat Pewarna ... 28

2.7. Dampak Zat Penggunaan Pewarna Sintetis Terhadap Kesehatan.... 31

(11)

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.5. Tempat Pelaksanaan Penelitian ... 42

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 43

3.6.1. Pemeriksaaan Kualitatif ... 43

3.6.2 Pemeriksaan Kuantitatif ... 46

4.2.1. Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado ... 53

4.2.2 Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 56

5.1. Jenis Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado Yang Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat ... 56

5.2. Kadar Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado Yang Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

6.1. Kesimpulan ... 65

6.2. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Batas Maksimum Penggunaan Zat Pewarna Berdasarkan SNI Tahun 1995 tentang Bahan Tambahan Pangan

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami ... 21 Tabel 2.2. Daftar Zat Pewarna Alami Di Indonesia ... 22 Tabel 2.3. Bahan Pewarna Sintetis Yang Diizinkan Di Indonesia ... 24 Tabel 2.4. Bahan Pewarna Sintetis Yang Dilarang Penggunaannya

Pada Makanan di Indonesia... 26 Tabel 2.5 Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna Berbentuk

Lakes Dalam Miligram ... 29 Tabel 2.6 Tingkat Kewaspadaan Terhadap Zat Tambahan Pangan

Seperti Ditentukan Oleh Tingkat Pajanan (ppm dalam makanan)

dan Struktur Kimia ... 30 Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kandungan Rhodamin B Secara

Reaksi Kimia Pada Keripik Balado Yang Diproduksi

Di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009 ... 42 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Secara Kromatografi

Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan

Payakumbuh Barat Tahun 2009 ... 43 Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Secara Gravimetri

Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanda Khusus Pewarna Makanan ... 29

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 29

Gambar 3.1 Alur Prosedur Kromatografi ... 35

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal. Makanan yang kita makan tidak harus mempunyai bentuk yang menarik, namun memenuhi nilai gizi dan juga harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan-bahan kimia yang membahayakan kesehatan tubuh. Untuk itu diperlukan adanya pengamanan di bidang pangan agar masyarakat terhindar dari mengonsumsi makanan yang berbahaya bagi kesehatan.

Istilah mutu dan keamanan pangan (food quality dan food safety) semakin sering diperbincangkan dan dipelajari, karena konsumen semakin peduli pada pangan yang bermutu dan aman untuk hidup sehat. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman (PERGIZI PANGAN, 2001).

(15)

dikonsumsi itu baik untuknya dan komponen apa saja yang terdapat di dalamnya (Cahyadi, 2005).

Menurut Siagian (2002), warna, bau, dan konsistensi/tekstur suatu bahan pangan dapat berubah atau berkurang akibat pengolahan dan penyimpanan. Hal ini dapat diperbaiki dengan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti pewarna, senyawa pembentuk warna, penegas rasa, pengental, penstabil, dan lain-lain.

Pemakaian zat tambahan yang aman digunakan merupakan pertimbangan yang penting, walaupun tidak mungkin untuk mendapatkan bukti secara mutlak bahwa suatu zat tambahan yang digunakan secara khusus tidak toksik bagi semua manusia dalam semua kondisi, paling tidak pengujian secara sifat-sifat fisiologis, farmakologis, dan biokemis pada binatang percobaan yang diusulkan dapat dipakai sebagai dasar yang beralasan bagi penilaian pemakaian suatu zat tambahan pada bahan makanan (Nurmaini, 2001).

Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan.

(16)

harus berhati-hati, jangan sampai berlebihan agar tidak berakibat buruk untuk kesehatan.

Eritrosin dan Karmoisin adalah jenis zat pewarna yang sering digunakan dalam proses produksi berbagai makanan dan penggunaannya juga telah memperoleh izin dari pemerintah. Lain halnya dengan Amaran dan Rhodamin B yang banyak digunakan tetapi tidak mendapatkan izin dari pemerintah.

Seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Hal ini disebabkan bea masuk zat pewarna untuk bahan pangan jauh lebih tinggi daripada zat pewarna bahan nonpangan. Lagipula warna dari zat pewarna tekstil atau kulit biasanya lebih menarik (Cahyadi, 2005).

Cahyadi (2005) yang mengutip hasil penelitian Soleh pada tahun 2003 menyatakan bahwa dari 25 sampel makanan dan minuman jajanan yang beredar di wilayah kota Bandung, terdapat 5 sampel yang positif mengandung zat warna yang dilarang oleh pemerintah yaitu Rhodamin B (produk sirop jajanan, kerupuk, dan terasi merah), sedangkan untuk Methanyl Yellow tidak terdapat dalam sampel.

(17)

Kelurahan Marendal I Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang menggunakan zat pewarna pada kerupuk hasil buatannya, sebanyak 14 industri (73,7%) memakai pewarna yang tidak diizinkan dan 5 industri (26,3%) memakai pewarna yang diizinkan. Jenis zat pewarna yang tidak diizinkan yaitu Naphtol Green B (kuning), Methyl Violet (merah), Orange G (kuning), Guinea Green B (kuning), dan Sudan I (merah) dan yang diizinkan hanya Erythrosine G (merah).

Berdasarkan pendapat Masruchi (2006), yang dikutip dari Suara Merdeka, Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Temanggung menemukan keripik singkong yang menggunakan zat pewarna jenis kuning metanil. Penggunaan zat pewarna lain juga perlu diwaspadai misalnya Rhodamin B yang dalam larutan akan berwarna merah terang dan sering digunakan pada produk pangan. Padahal, apabila kedua zat ini dikonsumsi dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati/kanker hati (Anonimous, 2006a).

(18)

menyebabkan pentingnya dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna yang digunakan pada keripik balado tersebut.

Berdasarkan pengamatan penulis pada bulan Juli tahun 2008 terdapat 10 produsen keripik balado di wilayah Kecamatan Payakumbuh Barat. Warna merah yang tertinggal di tangan setelah memegang keripik tersebut mengindikasikan adanya penggunaan zat pewarna sintetis. Ditambah lagi kenyataan bahwa keuntungan yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan jika produsen menggunakan 100% pewarna alami (cabe). Demi menghindari kerugian ini maka penggunaan pewarna sintetis dinilai sangat efektif dan efisien. Selain itu, produsen juga tidak mencantumkan jenis zat pewarna yang digunakan pada kemasan.

Lembaga pemerintah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap hal tersebut adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) Departemen Kesehatan. Namun, pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM masih belum menjangkau seluruh jenis makanan yang diproduksi dalam skala rumah tangga sehingga ada kemungkinan keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat mengandung bahan tambahan pangan (zat pewarna) yang dilarang.

1.2 Perumusan Masalah

(19)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 4/M-DAG/PER/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan Umum

Untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna sebagai bahan tambahan pangan yang digunakan pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat.

1.3.2Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis zat pewarna yang terkandung dalam keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat.

2. Untuk mengetahui kadar zat pewarna yang terkandung dalam keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi industri rumah tangga yang memproduksi keripik balado agar menggunakan bahan-bahan yang aman dalam proses produksi. 2. Untuk memberikan informasi kepada instansi terkait yaitu Balai Pengawasan

(20)
(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keripik Balado

Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makanan pokok ada juga makanan jajanan. Makanan jajanan adalah jenis-jenis masakan yang dimakan sepanjang hari, tidak terbatas pada waktu, tempat, dan jumlah yang dimakan. Adapun makanan yang kita konsumsi ditinjau dari fungsinya menurut Moertjipto (1993) adalah :

1. Sebagai pengganti makanan utama, misalnya makanan waktu bepergian atau bekerja.

2. Menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama. 3. Sebagai hiburan.

Makanan jajanan (street food) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan orang (Saparinto dan Hidayati, 2006).

(22)

proses penggorengan kemudian dioleskan cabe pada salah satu permukaannya untuk memberikan rasa pedas dan warna merah.

Idealnya, rasa pedas dan warna merah yang terdapat pada keripik balado diperoleh dari bahan alami yaitu cabe. Tetapi demi menekan biaya produksi dan menghasilkan warna yang lebih menarik sebagian besar produsen lebih memilih menggunakan zat pewarna sintetis dengan menambahkan sedikit cabe untuk memberi rasa pedas. Keripik balado biasanya diproduksi oleh industri kecil atau industri rumah tangga. Walaupun begitu, berbagai jenis merek keripik balado diperjualbelikan di pasar tradisional ataupun di toko-toko, bahkan ada produsen yang mengirim hasil produksinya ke luar kota Payakumbuh.

2.2 Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2005).

(23)

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila (Cahyadi, 2005):

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Pemakaian zat aditif bahan pangan yang tidak memperhatikan konsumen tidak diperkenankan, bila (Desrosier, 1988):

1. Untuk menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah. 2. Untuk menipu konsumen.

3. Hasilnya dapat menyebabkan terjadinya pengurangan nilai gizi bahan pangan yang besar.

4. Pengaruh yang dikehendaki dapat diperoleh dengan praktek pengolahan yang baik yang secara ekonomis fisibel.

2.3 Sifat, Jenis dan Fungsi Bahan Tambahan Pangan

2.3.1 Sifat Bahan Tambahan Pangan

(24)

disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya β-karoten dan asam askorbat. Pada umumnya bahan sintesis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.

Selain itu, penyalahgunaan zat additif tersebut bisa toksik pada seseorang yang mengonsumsi makanan dengan kandungan zat tambahan yang melebihi kadarnya dalam waktu relatif lama. Sifat toksik tersebut yang muncul setelah terpapar dalam rentang waktu relatif lama, seperti penggunaan Sakarin dan Siklamat (pemanis buatan) akan meracuni hati, penggunaan Monosodium Glutamat (penyedap rasa) akan merusak jaringan otak dan banyak bahaya zat tambahan lain yang bisa membahayakan kesehatan manusia (Nurmaini, 2001).

Contoh lain, nitrat dan nitrit adalah bahan pengawet yang berguna memberikan warna dan rasa khusus pada daging misalnya ham dan corned beef. Tetapi zat itu dapat bergabung dengan amin tertentu membentuk berbagai jenis nitrosamin yang kebanyakan bersifat karsinogen kuat (Lu, 2006).

(25)

peningkatan pelepasan sel kuman di dalam tubuh (teratogenik) atau penyebab mutasi pada sperma dan ovum (mutagenik) (Hughes, 1987).

Tidak ada bahan tambahan pangan yang aman ataupun yang tidak aman. Yang harus diperhatikan adalah keamanan dari jumlah dan jenis bahan tambahan pangan yang digunakan. Dalam hal memastikan keamanannya, para ahli toksikologi, ahli kimia analitik, nutrisionis dan lainnya melakukan percobaan terus menerus tentang jumlah yang boleh dikonsumsi dan efek dari pemasakan, pengolahan, dan penyimpanan bahan-bahan kimia tersebut (Minor, 1983).

2.3.2Jenis Bahan Tambahan Pangan

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut (Winarno, 1997):

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengerasan.

(26)

pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Usaha membuat standar internasional telah dirintis FAO dan WHO serta dilaporkan dalam bentuk spesifikasi untuk identitas dan kemurnian bahan tambahan, toksikologi dan pada akhir-akhir ini mengenai afektivitas. Pada umumnya telah dapat diterima bahwa kadar yang diizinkan tidak melebihi kadar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sifat teknologi atau perubahan yang diinginkan dalam penggunaan bahan tambahan itu.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988, golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut: 1. Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang terdiri dari golongan :

a) Antioksidan, adalah BTM yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Contohnya: asam askorbat, asam eritorbat, butil hidroksi toluen.

b) Antikempal, yaitu BTM yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk. Contohnya: aluminium silikat, magnesium karbonat, miristat.

(27)

d) Pemanis buatan, yaitu BTM yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya: sakarin, siklamat, sorbitol.

e) Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTM yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya: natrium karbonat, natrium sitrat, natrium malat. f) Pengemulsi, pemantap, pengental, yaitu BTM yang dapat membantu

terbentuknya dan memantapkan sistem diversi yang homogen pada makanan. Contohnya: agar, ammonium alginat, gelatin.

g) Pengawet, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Contohnya: natrium benzoat, asam sorbat, natrium bisulfit.

h) Pengeras, yaitu BTM yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya: aluminium sulfat, kalsium glukonat, kalsium laktat. i) Pewarna, yaitu BTM yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

makanan. Contohnya: karamel, kantasatin, betakaroten.

(28)

k) Sekuestran, yaitu BTM yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur. Contohnya: asam fosfat, asam sitrat, natrium pirofosfat.

2. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam antioksidan, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

3. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam pengawet, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

4. Batas penggunaan “secukupnya” adalah penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah wajar yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan makanan tersebut.

5. Pada bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan garam benzoat, garam sorbat sebagai asam sorbat dan senyawa sulfit sebagai SO2.

Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, sebagai berikut:

1. Natrium tetraborat (boraks) 2. Formalin (formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils) 4. Kloramfenikol (chloramphenicol)

(29)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea) 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt)

Sedangkan menurut Peraturan Kesehatan RI No. 1168/Menkes/PER/X/1999, selain bahan tambahan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (pewarna merah), Methanyl Yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintetis) dan Kalsium Bromat (pengeras) (Winarno, 1997).

Selain kedua peraturan diatas, penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang di Indonesia karena bersifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi lebih dirincikan lagi dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 4/M-DAG/PER/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya yaitu:

1. Alkannin 28. Asam Borat

2. Asam Monokloroasetat 29. Asam Nordihidroguaiaretat 3. Asam Salisilat 30. Auramin

4. Amaran 31. Besi (III) oksida

5. Bismut Oksiklorida 32. Boraks

6. Coklat FB 33. Dietil Pirokarbonat

7. Dulsin 34. Formaldehid, larutan

(30)

10. Kalium Klorat 37. Kobalt Asetat 11. Kobalt Klorid 38. Kobalt Sulfat 12. Krisoidin 39. Krisoin S

13. Kumarin 40. Kuning Anilin

14. Kuning Mentega 41. Kuning Metanil 15. Kuning AB 42. Kuning OB

16. Magenta I 43. Magenta II

17. Magenta III 44. Merah Sitrus No. 2 18. Minyak Oranye SS 45. Minyak Oranye XO 19. Nitrobenzen 46. Nitrofurazon

20. Natrium Salisilat 47. Oranye G 21. Orange GGN 48. Orcein

22. P 4000 49. Paraformaldehid

23. Ponceau 3R 50. Ponceau 6R 24. Ponceau SX 51. Rodamin B 25. Sinamil Antranilat 52. Skarlet GN

26. Sudan 1 53. Tiourea

27. Trioksan 54. Violet 6B

2.3.3Fungsi Bahan Tambahan Pangan

(31)

digunakan, diproses seefisien mungkin dan hasil akhir produk dapat disimpan untuk waktu yang lama.

Dari keterangan di atas disimpulkan beberapa fungsi utama dari BTP adalah: a. Meningkatkan nilai gizi. Adalah sangat penting untuk menjamin ketersediaan

nutrisi essensial (karbohidrat, protein, lemak dan air) dalam jumlah yang cukup pada makanan.

b. Memelihara dan melindungi. Demi kesehatan dan juga singkatnya musim serta menghindari fluktuasi harga, makanan harus dipertahankan dari efek racun sehingga dapat disimpan selama mungkin.

c. Membantu produksi. Memainkan peranan penting dalam memastikan bahwa sumber makanan diproses seefisien mungkin (Hughes, 1987).

2.4 Penomoran Bahan Tambahan Pangan

Cara penomoran bahan tambahan pangan yang sering digunakan adalah (Anonimous, 2006b):

1. Secara Internasional (menurut Food and Agriculture Organisation/World Health Organisation), menggunakan Sistem Color Index (CI), misalnya CI 16185 untuk Amaran

2. Menurut Uni Eropa (Europe Economic Council), menggunakan kode nomor E misalnya E 124 untuk Ponceau 4R

(32)

Di Indonesia sistem penomoran BTP yang dipakai mengikuti standar Internasional yaitu dengan kode Color Index.

2.5 Pengontrolan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Pengontrolan penggunaan BTP dapat dilakukan diberbagai tingkatan, salah satunya pada tingkat pemakai. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah (Anonimous, 2006b):

1. Fasilitas penyimpanan yang memadai (waktu, suhu, kelembaban) 2. Penyimpanan terpisah jika diperlukan

3. Rotasi stok barang

4. Tempat pembongkaran yang terpisah dari produksi 5. Mencegah kontaminasi silang

6. Pencantuman BTP pada label.

(33)

2.6 Zat Pewarna

2.6.1 Defenisi Zat Pewarna

Menurut deMan (1997) yang mengutip pendapat Dziezak, warna makanan disebabkan oleh pigmen alam atau pewarna yang ditambahkan. Pigmen alam adalah segolongan senyawa yang terdapat dalam produk yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Pewarna tambahan diatur sebagai tinambah makanan tetapi beberapa pewarna sintetik, terutama karotenoid, dianggap ’sama dengan pewarna alam’ dan karena itu tidak perlu pemeriksaan toksikologi secara ketat seperti tinambah lain.

Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada makanan dimaksudkan untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

Warna penting bagi banyak makanan, baik bagi makanan yang tidak diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan baurasa dan tekstur, warna memegang peranan penting dalam keterterimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan, 1997).

(34)

seringkali terjadi penyalahgunaan zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan (Cahyadi, 2005).

2.6.2 Jenis Zat Pewarna

Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.

1. Pewarna Alami

Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2005).

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.

(35)

keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik (Anonimous, 2008a).

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami

Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas

Karamel Cokelat Gula dipanaskan Air Stabil Anthosianin Jingga,

merah,biru

Tanaman Air Peka terhadap pH dan panas

Flavonoid Tak berwarna, kuning

Umumnya tanaman

Air Stabil terhadap panas Leucoanthosi

Air Stabil terhadap panas Tannin Tak berwarna,

kuning

Tanaman Air Stabil terhadap panas Batalain Kuning,

merah

Tanaman Air Sensitif terhadap panas

Quinon Kuning sampai hitam

Tanaman Bakteria lumut

Air Stabil terhadap panas

Xanthon Kuning Tanaman Air Stabil terhadap panas

Karotenoid Tak berwarna, kuning, merah

Tanaman Lipida Stabil terhadap panas Klorofil Hijau, cokelat Tanaman Air dan

lipida

Sensitif terhadap panas

Heme Merah,

cokelat

Hewan Air Sensitif terhadap

panas

Sumber: Wisnu, 2005

Dari tabel 2.1 diatas diketahui bahwa sebagian besar bahan pewarna alami bersumber dari tanaman, lebih mudah larut dalam air dan stabil terhadap panas. Kelompok pewarna yang menghasilkan warna merah adalah Batalain, Karotenoid dan Heme.

(36)

wortel, ubi, labu kuning, jagung kuning dan sebagainya termasuk pada sayur-sayuran hijau dimana warna kuning tertutup oleh warna hijau klorofil dan buah peach yang lezat sebagai antioksidan. β- karoten mempunyai sejumlah keistimewaan diantaranya sebagai antioksidan yang dapat menyerang radikal bebas dan sebagai perkursor vitamin A yang disebut sebagai provitamin A (Hidayat, 2006).

Tabel 2.2 Daftar Zat Pewarna Alami di Indonesia

No Nama (Indonesia) Nama (Inggris) No. Indeks

1 Anato Annatto (orange 4) 75120

2 Karotenal Carotenal 80820

3 Karotenoat Carotenoic (acid orange 8) 40825

4 Kantasantin Canthaxanthine 40850

5 Karamel, Amonia sulfite proses Caramel Coluor -

6 Karamel Caramel Coluor (plain) -

7 Karmin Carmine (Red 4) 75470

8 Beta karoten Beta carotene (Yellow 26) 75130

9 Klorofil Chlorophyll (Green 3) 75810

10 Klorofil tembaga complex Chlorophyl copper complex 75810

11 Kurkumin Curcumin (yellow 3) 75300

12 Riboflavin Ribaflavina -

13 Titanium dioksida Titanium dioxide (White 6) 77891

Sumber: Winarno, 1997

Menurut tabel 2.2 zat pewarna alami yang dapat menghasilkan warna merah adalah Karmin dan Karotenoat.

2. Pewarna Sintetis

(37)

lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada (Cahyadi, 2005).

Kelarutan pewarna sintetis ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes merupakan senyawa organik sintetis dan merupakan pewarna makanan yang paling murah/paling ekonomis (Anonimous, 2006b). Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjualbelikan dalam bentuk cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain (Anonimous, 2008b).

Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan soluble dyes pada

substrat aluminium hidroksida yang kemudian dikeringkan dan digiling menjadi serbuk halus. Berfungsi sebagai pigmen yang tidak perlu dilarutkan lagi dan cocok untuk mewarnai makanan berkadar air rendah dan umumnya stabil terhadap panas, cahaya dan perubahan pH (Anonimous, 2006b). Biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat (Anonimous, 2008b).

Menurut Walford (1984), beberapa keuntungan penggunaan zat pewarna sintetis adalah:

1. Aman

2. Tersedia dalam jumlah yang memadai 3. Stabilitas bagus

4. Kekuatan mewarnai yang tinggi menjadikan zat pewarna sintetis menguntungkan secara ekonomi

(38)

6. Tidak berasa dan tidak berbau 7. Tersedia dalam berbagai bentuk 8. Bebas bakteri

Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis Yang Diizinkan di Indonesia

Pewarna No. Indeks Batas Maksimum

Penggunaan Biru berlian Brilliant blue FCF: CI Food

red 2

42090 Secukupnya Eritrosin Erithrosin: CI Food red 14

fast

45430 Secukupnya Hijau FCF Green FCF: CI Food green 3 42053 Secukupnya Hijau S. Green S: CI Food Green 4 44090 Secukupnya Indigotin Indigotin: CI Food Blue l 73015 Secukupnya Ponceau 4R Ponceau 4R: CI Food red 7 16255 Secukupnya Kuning

Kuinelin

Quineline yellow: CI Food yellow13

74005 Secukupnya Kuning FCF Sunset yellow FCF: CI Food

yellow 3

15980 Secukupnya

Riboflavina Riboflavina - Secukupnya

Tartrazine Tartrazine 19140 Secukupnya

Sumber: Peraturan Menkes RI nomor 722/Menkes/Per/IX/1988

Pada tabel 2.3 diatas terlihat bahwa semua jenis zat pewarna sintetis yang diizinkan penggunaannya di Indonesia yang dapat menghasilkan warna merah adalah Eritrosin dan Ponceau 4R. Ambang batasnya dinyatakan dengan “secukupnya” artinya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak boleh melebihi jumlah wajar yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan makanan tersebut.

(39)

ataupun berbahaya. Zat ini juga terbukti tidak bersifat karsinogenik setelah dilakukan percobaan oleh Yoshii dan Isaka pada tahun 1984 sehingga zat pewarna jenis ini aman untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan dengan batas maksimum yang diperbolehkan sebesar 30 mg/kg (Marlinang, 2008).

(40)

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 4 tahun 2006 bahan pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Bahan Pewarna Sintetis Yang Dilarang Penggunaannya Pada Makanan di Indonesia 16 Kuning Methanil Yellow 17 Kuning Butter Yellow 18 Kuning Aniline Yellow 19 Hijau Guinea Green B

(41)

Zat pewarna makanan juga dapat diklasifikasi atas (Anonimous, 2009b): a. Uncertified Color

Merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral. Penggunaan zat pewarna jenis ini bebas dari sertifikasi. Contoh : Karoten, Biksin, Karamel, Titanium Oksida, Chocineal, Karmin.

b. Certified Color

Disebut juga pewarna sintetis yang tidak dapat digunakan secara sembarangan. Di negara maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada bahan makanan.

Food and Drugs Administration (FDA) membagi zat pewarna sintetis menjadi 3 kelompok (Anonimous, 2009b):

1. FD&C Color yaitu pewarna yang diizinkan untuk makanan, obat-obatan dan kosmetik.

2. D&C yaitu pewarna yang diizinkan untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak boleh digunakan untuk makanan).

3. Ext D&C yaitu pewarna yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik dalam jumlah yang dibatasi.

2.6.3 Batasan Maksimum Penggunaan Zat Pewarna

(42)

mengenai zat tambahan makanan pada tahun 1961. ADI didefenisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup tampaknya tanpa resiko berarti berdasarkan semua fakta yang diketahui pada saat itu (Lu, 2006).

ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai standar digunakan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Satuan ADI adalah mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. Perlu diingat bahwa semakin kecil tubuh seseorang maka semakin sedikit bahan tambahan makanan yang dapat diterima oleh tubuh (Anonimous, 2009c).

Penting untuk diperhatikan bahwa ADI dinyatakan dengan pernyataan “tampaknya” dan “berdasarkan semua fakta yang diketahui saat itu”. Peringatan ini didasarkan pada fakta bahwa tidaklah mungkin untuk benar-benar yakin mengenai keamanan suatu zat kimia dan bahwa ADI dapat berubah sesuai dengan data toksikologik yang baru (Lu, 2006).

(43)

Biasanya oleh lembaga internasional seperti Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additivies (JECFA) (Anonimous, 2007c).

Belum semua zat pewarna ditemukan ADI-nya oleh JECFA, sebagian besar masih dalam tahap pengkajian. Zat pewarna yang telah ditemukan rata-rata asupan yang diizinkan perharinya dapat dilihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna Berbentuk Lakes Dalam Miligram

(44)

zat tambahan itu dan tingkat penggunaannya dalam makanan. Hubungan keduanya dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Tingkat Kewaspadaan Terhadap Zat Tambahan Pangan Seperti Ditentukan Oleh Tingkat Pajanan (ppm dalam makanan) dan Struktur Kimia

Struktur Kimia Tingkat Kewaspadaan

I II III

A < 0.05 ≥ 0.05 ≥ 1.0

B < 0.025 0.025 0.5

C < 0.0125 0.0125 0.25

Sumber: Lu, 2006

Zat tambahan dibagi dalam 3 kategori sesuai dengan struktur kimianya: A, B, dan C. Zat tambahan yang kemungkinan toksisitasnya rendah dimasukkan dalam kategori A. Kategori ini terdiri atas 9 zat kimia misalnya alifatik sederhana, hidrokarbon nonsiklik tidak jenuh; gula dan polisakarida; lemak, asam lemak atau garam anorganiknya dengan logam alkali; dan garam anorganik endogen dari logam alkali (Na, K) dan logam tanah alkali (Mg, Ca). Zat tambahan dengan gugus fungsional yang toksisitasnya mungkin tinggi dimasukkan kategori C. Kategori ini terdiri atas 52 jenis zat kimia misalnya zat kimia dengan halogen organik (bukan garam), sistem cincin heterosiklik beranggota-tiga dan α, β-lakton tidak jenuh. Zxat tambahan yang kemungkinan toksisitasnya menengah atau tak diketahui dimasukkan dalam kategori B (Lu, 2006).

(45)

dosis ganda. Bagi senyawa dengan tingkat kewaspadaan II dan III dibutuhkan penelitian awal tambahan serta penelitian lanjutan yang lebih luas (Lu, 2006).

Batas maksimum penggunaan zat pewarna baik alami ataupun sintetis berdasarkan Standar Nasinal Indonesia (SNI) tentang Bahan Tambahan Pangan tahun 1995 dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.7 Dampak Penggunaan Zat Pewarna Sintetis Terhadap Kesehatan

Kembali kepada kepercayaan saat ini bahwa zat-zat alami bagaimanapun lebih aman dibandingkan dengan zat-zat sintetis di laboratorium. Hal ini pastilah disebabkan oleh keadaan kasusnya. Perubahan, baik genetik dan budaya telah melengkapi manusia dengan berbagai mekanisme perlindungan dan perlakuan yang mengurangi unsur bahaya dari lingkungan alam (Hughes, 1987).

Disetujui bahwa jumlah suatu zat aditif yang diizinkan untuk digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki (Desrosier, 1988). Jika penggunaan bahan-bahan tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu. Sebagai contoh, karena tingginya kadar bahan pewarna maka hati akan bekerja keras untuk merombaknya agar dapat dikeluarkan dari hati (Irianto, 2007).

(46)

ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila:

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulang. 2. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jangka waktu lama.

3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaaan fisik.

4. Berbagai masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan.

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan.

Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun banyak serta tidak menunnjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus-menerus. Oleh sebab itu, kadang suatu bahan pewarna sintetis diperbolehkan dipakai, tetapi di kemudian hari tidak diperkenankan (Hidayat, 2006).

(47)

khusus harus diletakkan sedemikian rupa agar mudah terlihat (ayat 2) dan ukuran yang sesuai dengan kemasan, tebal garis minimal 1 mm (ayat 3). Adapun bentuk gambar tersebut adalah (Hidayat, 2006):

Gambar 2.1 Tanda Khusus Pewarna Makanan

Beberapa jenis zat pewarna non pangan yang sering digunakan pada makanan adalah (Anonimous, 2008d):

1.Rhodamin B

(48)

Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna rhodamin B antara lain makanan berwarna merah mencolok dan cenderung berpendar serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen.

2.Metanil Yellow

Zat pewarna kuning metanil adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan cat, berbentuk serbuk atau padat yang berwarna kuning kecoklatan. Pewarna kuning metanil sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjutnya yakni menyebabkan kanker pada kandung dan saluran kemih. Penyalahgunaan pewarna kuning metanil untuk pewarna makanan telah ditemukan antara lain pada mie, kerupuk dan jajanan lain yang berwarna kuning mencolok dan berpandar.

(49)

Berikut ini adalah beberapa jenis zat pewarna makanan yang sering digunakan dan efek yang ditimbulkannya (Anonimous, 2007b):

1.Tartrazin (E 102)

Warna yang timbul: kuning terang

Terdapat di: berbagai makanan berwarna kuning, misalnya cake, es krim, pasta dan kentang.

Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas, mengurangi aktivitas enzim pencernaan, mengurangi mineral seng.

2.Eritrosin (E 127)

Warna yang timbul: merah cerah

Terdapat di: es krim, wafer, ceri glazing, makanan kaleng

Efek kesehatan: memicu asma, ruam, hiperaktivitas dan efek kurang baik pada otak dan perilaku. Menyebabkan tumor pada tikus percobaan.

3.Amaran (E 123)

Warna yang timbul: merah

Terdapat di: hampir semua makanan dan minuman berwarna merah, jelly, permen

Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas, cacat pada embrio ayam

4.Karamel (E 150)

Warna yang timbul: coklat tua

(50)

Efek kesehatan: menyebabkan kejang pada hewan percobaan, mengurangi jumlah sel darah putih, mengurangi penyerapan vitamin B6

5.Sunset Yellow (E 110)

Warna yang timbul: kuning-oranye

Terdapat di: softdrink, sereal, biskuit, acar kalengan, sup, manisan, es krim, daging proses

Efek kesehatan: memicu serangan asma, ruam kulit, hiperaktivitas, muntah, gangguan lambung, merusak ginjal dan kelenjar adrenalin hewan percobaan 6.Ponceau 4R (E 124)

Warna yang timbul: merah

Terdapat di: produk manis dan gurih seperti sup, jelly, isi pai, biskuit, campuran cake, es krim

Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas, menghambat kerja enzim pencernaan. Mutagenik dan penyebab kanker pada hewan percobaan. 7.Karmoisin (E 122)

Warna yang timbul: merah

Terdapat di: jelly, selai, cake, permen, yogurt, biskuit Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas 8.Allura Red (E 129)

Warna yang timbul: merah

Terdapat di: biskuit, es krim, jelly, beberapa sereal

(51)

9.Indigotine (E 132)

Warna yang timbul: biru gelap, kadang dicampur tartrazin agar timbul warna hijau

Terdapat di: biskuit, bahan puding, permen, softdrink, selai

Efek kesehatan: mual, muntah, ruam kulit, memicu asma, hiperaktivitas dan tekanan darah tinggi

10.Brilliant Blue (E 133)

Warna yang timbul: biru, berubah menjadi hijau jika dicampur tartrazin Terdapat di: sereal, makanan kalengan, biskuit, permen

Efek kesehatan: ruam kulit, hiperaktivitas. Penyebab tumor ginjal pada hewan percobaan.

11.Brilliant Black (E 151)

Warna yang timbul: biru-hitam

Terdapat di: permen, softdrink yang mengandung blackcurrant/buah-buahan berwarna gelap

Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, dan hiperaktivitas, mengurangi fungsi enzim pencernaan

12.Chocolate Brown (E 155) Warna yang timbul: coklat

(52)

Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas. Menyebabkan bisul organ hati pada hewan percobaan

13.Green S (E 142)

Warna yang timbul: hijau

Terdapat di: banyak makanan kalengan, cake, campuran kaldu, minuman bercitarasa lemon/jeruk nipis

Efek kesehatan: memicu asma, ruam kulit, hiperaktivitas. Menyebabkan mutagenik pada hewan percobaan.

14.Ponceau SX (E 125) Warna yang timbul: merah

Terdapat di: kulit buah, sebagai pelicin buah dan pada ceri

Efek kesehatan: kerusakan sistem urin, atropi adrenalin dan follicular ciscitis kronis pada hewan percobaan

(53)

2.8Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Uji Kualitatif

- terdapat zat pewarna sintetis yang dilarang ataupun diizinkan

- tidak terdapat zat pewarna sintetis

Keripik balado

Uji

Laboratorium Zat Pewarna

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah survei deskriptif untuk menggambarkan tentang jenis dan kadar zat pewarna pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009. Kandungan zat pewarna dianalisis dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Payakumbuh Barat. Alasan pemilihan lokasi:

1. Kecamatan Payakumbuh Barat merupakan produsen terbesar keripik balado di Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat.

2. Di daerah tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang keripik balado.

3.2.2Waktu Penelitian

(55)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keripik balado yang diproduksi oleh 10 produsen/pabrik di Kecamatan Payakumbuh Barat. Keripik balado itu sendiri memiliki 2 variasi bentuk yaitu keripik balado yang berbentuk memanjang dan keripik balado yang berbentuk bulat. Kedua jenis keripik balado ini dibuat dengan cara, bahan dan alat yang sama.

3.3.2Sampel

Sampel ditentukan secara total sampling artinya seluruh pabrik keripik balado di Kecamatan Payakumbuh Barat merupakan sampel dalam penelitian ini. Unit analisis adalah sebagian keripik balado yang diproduksi oleh seluruh pabrik. Pengambilan sampel dilakukan secara acak artinya keripik yang berbentuk bulat ataupun memanjang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1Data Primer

(56)

Untuk pemeriksaan jenis zat pewarna yang digunakan dilakukan melalui metode reaksi kimia (identifikasi Rhodamin B) dengan melihat perubahan warna yang terjadi dan metode kromatografi dengan mengukur nilai Rf dari masing-masing bercak yang terbentuk kemudian membandingkan hasilnya dengan Rf zat warna standar. Kadar zat warna yang digunakan dapat diketahui melalui metode gravimetri dengan melakukan penimbangan terhadap bulu domba sebelum dan sesudah perlakuan.

3.4.2Data Sekunder

Berupa data gambaran umum wilayah Kecamatan Payakumbuh Barat yang diperoleh dari Kantor Biro Pusat Statistik Kota Payakumbuh dan literatur-literatur yang menjadi masukan dalam penulisan.

3.5. Tempat Pelaksanaan Penelitian

(57)

3.6 Pelaksanaan Penelitian

3.6.1 Pemeriksaan Kualitatif

Sampel yang telah dibeli dari pabrik masing-masing sebanyak 250 gram kemudian dibawa ke Laboratorium Departemen Kesehatan Daerah, Provinsi Sumatera Utara bagian Toksikologi untuk diperiksa. Pemeriksaan sampel (unit analisis) secara kualitatif dilakukan sekali saja dengan dua metode yaitu metode reaksi kimia (identifikasi Rhodamin B) dan metode kromatografi dengan prosedur sebagai berikut:

A. Metode Reaksi Kimia

Dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut: HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10%. Lalu diamati reaksi apa yang terjadi (reaksi perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (matriks) (Cahyadi, 2005).

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah: Peralatan:

(58)

Bahan: 1. Aquadest 2. HCl pekat 3. H2SO4 pekat 4. NaOH 10% 5. NH4OH 10% 6. Rhodamin B

7. Sampel/Unit Analisis (Keripik Balado) B. Metode Kromatografi

1. Timbang 30-50 gr sampel kemudian masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml.

2. Tambahkan 10 ml asam asetat 10% kemudian masukkan bulu domba, didihkan selama 30 menit sambil diaduk.

3. Bulu domba dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan air dingin berulang-ulang hingga bersih.

4. Pewarna dilarutkan dari bulu domba dengan penambahan ammonia 10% di atas penangas air hingga sempurna.

5. Larutan berwarna yang didapat dicuci lagi dengan air hingga bebas ammonia.

(59)

7. Hitung Rf masing-masing zat pewarna kemudian bandingkan dengan standar zat warna (Cahyadi, 2005).

Jarak gerak zat terlarut Rf =

Jarak gerak zat pelarut

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah: Peralatan:

1. Gelas Kimia 100 ml 2. Botol Aquadest 3. Chamber

4. Gelas Ukur 50 ml 5. Pipet Mikro

6. Tabel Standar Zat Warna 7. Timbangan Listrik

8. Water Bath (Penangas Air)

Bahan: 1. Aquadest 2. Bulu Domba

3. Eluen yaitu campuran dari 5 ml NH4OH (pekat), 2 gram Tri-Natrium Citrat dan 95 ml aquades

4. Kertas Kromatografi 5. KHSO4 10%

(60)

7. Sampel/Unit Analisis (Keripik Balado)

Secara skematis alur prosedur kromatografi dapat dilihat seperti gambar berikut: Penimbangan sampel 25 gr

10 ml as. Asetat Bulu domba Pemanasan 30 menit

(mendidih)

Pemisahan bulu domba dari larutan NH4OH 10%

Pemisahan bulu domba dari pewarna

Pencucian

Penotolan Kertas Kromatografi

Perhitungan Rf Gambar 3.1 Alur Prosedur Kromatografi 3.6.2 Pemeriksaan Kuantitatif

(61)

1. Bulu domba dicuci dengan n-Hexana lalu dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (berat a).

2. 30-50 ml sampel cair ditambahkan dengan larutan KHSO4 encer. Jika sampel padatan terlebih dahulu dicampurkan 25 gr sampel dengan air kemudian dihomogenkan, lalu diambil 30-50 ml dan ditambahkan dengan larutan KHSO4 encer.

3. Masukkan bulu domba yang sudah ditimbang tersebut ke dalam larutan, lalu didihkan selama 30 menit.

4. Bulu domba diangkat dan dicuci dengan air panas.

5. Bulu domba dikeringkan dan ditimbang kembali (berat b) dan dihitung selisih berat bulu domba sebelum dan sesudah perlakuan.

6. Perhitungan kadar zat pewarna yang digunakan adalah sebagai berikut: b-a

Kadar Zat Warna =

Berat sampel

Keterangan: a: Berat bulu domba sebelum perlakuan

b: Berat bulu domba sesudah penyerapan zat pewarna Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah: Peralatan :

1. Gelas Kimia 250 ml 2. Botol Aquadest 3. Desikator

(62)

6. Timbangan Listrik 7. Water Bath (Penangas Air)

Bahan: 1. Aquadest 2. Bulu Domba 3. KHSO4 4. N-Hexana

5. Sampel/Unit Analisis (Keripik Balado)

Alur prosedur gravimetri secara skematis dapat dilihat seperti gambar berikut: Pencucian bulu domba n-Hexana

Penimbangan Berat a

Pelarutan

Pemanasan 30 menit

Pencucian Air Panas

Penimbangan Berat b

(63)

3.7 Defenisi Operasional

1. Keripik balado adalah makanan dari ubi/ketela pohon yang diiris tipis-tipis kemudian ditambahkan cabe untuk memberikan rasa pedas dan warna merah setelah proses penggorengan yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat.

2. Uji laboratorium zat pewarna adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui mengidentifikasi zat pewarna secara kualitatif dan kuantitatif yang digunakan pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat.

3. Uji kualitatif adalah uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis zat pewarna yang digunakan pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat yaitu melalui metode reaksi kimia dan kromatografi. 4. Uji kuantitatif adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kadar zat

pewarna yang digunakan pada keripik balado yang diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat yaitu melalui metode gravimetri.

3.8 Aspek Pengukuran

Adapun aspek pengukuran dari pemeriksaan kandungan zat pewarna pada keripik balado adalah:

1. Ditemukan Rhodamin B artinya terjadi perubahan warna terhadap keempat reagen yang digunakan pada metode reaksi kimia.

(64)

3. Memakai zat pewarna, artinya pada pemeriksaan secara kromatografi ditemuka n zat pewarna sintetis/kimia pada sampel keripik balado.

4. Tidak memakai zat pewarna, artinya pada pemeriksaan secara kromatografi tidak ditemukan zat pewarna sintetis/kimia pada sampel keripik balado.

5. Memenuhi syarat, artinya pada pemeriksaan kuantitatif diperoleh kadar zat pewarna yang tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.

6. Tidak memenuhi syarat, artinya pada pemeriksaan kuantitatif diperoleh kadar zat pewarna yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.

3.9 Analisa Data

(65)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Payakumbuh Barat merupakan salah satu wilayah yang terletak di Kotamadya Payakumbuh Kabupaten 50 Kota. Luas wilayahnya adalah 33.78 km2 yang terdiri dari 31 kelurahan.

Jumlah penduduk di kecamatan tersebut adalah 48.702 jiwa dengan 11.468 kepala keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk kota Payakumbuh sebagian besar adalah pedagang, pemilik/pekerja rumah makan dan pekerja/pemilik hotel. Pada wilayah kerjanya terdapat 2 rumah sakit bersalin, 2 puskesmas induk dan 10 puskesmas pembantu.

Di Kecamatan Payakumbuh Barat terdapat 10 pabrik keripik balado tetapi yang terdaftar di kantor kecamatan hanya dua pabrik. Pabrik-pabrik ini umumnya terletak di Kelurahan Payolansek.

(66)

Semua keripik balado tersebut menggunakan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya dengan alasan zat pewarna sintetis memberikan warna yang lebih cerah dan bagus. Merek zat pewarna yang sering digunakan adalah gincu cap angsa, redbell dan sailing boat brand. Merek ini dipilih karena sudah banyak orang yang menggunakannya dan juga karena ada label halalnya (gincu cap angsa). Ada juga pabrik yang mencampur dua jenis pewarna dalam proses produksinya untuk menghasilkan warna merah yang tidak terlalu terang (biasanya dicampur dengan zat pewarna kuning/oranye). Tetapi beberapa pabrik lainnya bahkan menggunakan zat pewarna yang tidak bermerek (tanpa kemasan dan dibeli per kilogram).

Untuk menetapkan takaran penggunaan zat pewarna dalam proses produksi, umumnya digunakan Ukuran Rumah Tangga (URT) yaitu sendok teh/sendok makan dan satuan per kemasan (kotak). Bahkan ada yang hanya diperkirakan saja. Untuk perbandingan jumlah cabe dan zat pewarna buatan yang digunakan dalam satu kali proses produksi, setiap pabrik sangat bervariasi misalnya pabrik a menggunakan 2 kotak redbell untuk 10 kg cabe sedangkan pabrik b menggunakan 1 kotak redbell ditambah 1 kotak gincu cap angsa untuk 4 kg cabe.

(67)

4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

4.2.1 Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado

Pemeriksaan laboratorium terhadap sampel keripik balado secara kualitatif dilakukan dengan dua metode yaitu metode reaksi kimia dan metode kromatografi. Metode reaksi kimia dilakukan untuk mengidentifikasi zat pewarna Rhodamin B karena zat ini tidak dapat teridentifikasi melalui metode kromatografi. Setelah itu, pada sampel yang sama dilakukan uji secara kromatografi. Baik metode reaksi kimia ataupun metode kromatografi dilakukan tanpa pengulangan.

Hasil pemeriksaan jenis zat pewarna yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium terhadap sampel keripik balado dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Rhodamin B Secara Reaksi Kimia Pada Keripik Balado Yang Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009

No Sampel Reaksi Kimia Hasil

HCl NaOH H2SO4 NH4OH

1 + - + - Tidak ditemuka n

2 - - - - Tidak ditemuka n

3 - - - - Tidak ditemuka n

4 - - - - Tidak ditemuka n

5 - - - - Tidak ditemuka n

6 + - - - Tidak ditemuka n

7 - - - - Tidak ditemuka n

8 - - - - Tidak ditemuka n

9 + - + - Tidak ditemuka n

10 + - + - Tidak ditemuka n

Keterangan:

(68)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 10 pabrik keripik balado di Kecamatan Payakumbuh Barat, tidak satupun pabrik yang menggunakan zat pewarna Rhodamin B.

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Secara Kromatografi Pada Keripik Balado Yang Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009

No Sampel Uji Kromatografi Jenis Pewarna Hasil*

1 + Amaran Tidak diizinkan

2 + Amaran Tidak diizinkan

3 + Red 6B Diizinkan

4 + Amaran dan Yellow FRS Tidak diizinkan

5 + Red 2G Diizinkan

6 + Red 2G Diizinkan

7 + Amaran Tidak diizinkan

8 + Ponceau SX Tidak diizinkan

9 + Amaran Tidak diizinkan

10 + Red 2G Diizinkan

* Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Peraturan Mentri

Perdagangan RI No. 4/M-DAG/PER/2/2006

Keterangan:

+ (memakai zat pewarna sintetis/kimia) - (tidak memakai zat pewarna sintetis/kimia)

(69)

4.2.2 Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado

Pemeriksaan kadar zat pewarna dilakukan melalui metode gravimetri. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 31 Maret 2009 dan 01 April 2009. Hasil pemeriksaan kuantitatif dari pemeriksaan laboratorium dengan metode gravimetri dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Secara Gravimetri Pada Keripik Balado Yang Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat Tahun 2009

0,0360 0,1707 0,1033 Tidak memenuhi syarat

* Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan Peraturan Menteri

(70)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Jenis Zat Pewarna Yang Digunakan Pada Keripik Balado Yang Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat

Pabrik-pabrik keripik balado di Kecamatan Payakumbuh Barat awalnya merupakan industri rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang. Dengan banyaknya permintaan terhadap keripik ini termasuk hasil industri lainnya maka jumlah produksi ditingkatkan dan jumlah tenaga kerja juga ditambah sehingga sebagian pabrik berkembang menjadi industri kecil.

Banyaknya permintaan dan tingginya harga cabe memaksa para pemilik pabrik untuk beralih kepada pewarna sintetis yang dengan harga relatif murah dan jumlah sedikit telah dapat memenuhi kebutuhan dalam produksi keripik balado. Merek zat pewarna yang banyak digunakan adalah gincu cap angsa, redbell dan sailing boat brand. Ada juga yang mencampur dua jenis zat pewarna dalam satu kali proses produksinya dan beberapa diantaranya bahkan menggunakan zat pewarna yang tidak bermerek.

Merek atau label suatu makanan sering meginformasikan tentang bahan tambahan pangan seperti halnya komposisi makanan. Jika tidak ada standar pengenal yang dipakai untuk makanan tersebut pada labelnya harus disebutkan semua komposisi beserta jumlahnya. Rempah-rempah, penyedap rasa, dan pewarna bisa diinformasikan pada label tanpa menyebutkan namanya satu persatu (Vail, 1978).

(71)

pabrik mendaftarkan izin usahanya. Bagi mereka yang tidak memiliki merek dagang, hasil produksinya hanya dapat dijual di pasar tradisional atau langsung kepada konsumen. Beberapa pabrik yang telah memiliki merek dagang sendiri pada kemasannya tidak dicantumkan informasi adanya bahan tambahan pangan jenis pewarna yang digunakan. Seringkali hanya informasi-informasi dasar saja yang dicantumkan misalnya komposisi utama makanan, alamat/nomor telepon pabrik dan nomor izin usaha (P-IRT).

Hasil pemeriksaan laboratorium secara kualitatif menunjukkan bahwa seluruh pabrik keripik balado di Kecamatan Payakumbuh Barat menggunakan zat pewarna sintetis dalam proses produksinya tetapi tidak satupun yang menggunakan zat pewarna Rhodamin B.

Jenis zat pewarna yang digunakan meliputi Amaran (50%), Red 2G (30%), Red 6B (10%) dan Ponceau SX (10%). Mengacu kepada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 zat pewarna yang diizinkan penggunaannya adalah Red 2G dan Red 6B. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 4/M-DAG/PER/2/2006 Amaran dan Ponceau SX tergolong bahan berbahaya.

Red 2G dikenal juga dengan Food Red 2 dan CI 18050 termasuk salah satu zat pewarna sintetis yang paling stabil. Biasanya digunakan pada yogurt dan beberapa produk daging (terutama sosis) (Hughes, 1987). Red 2G juga dapat digunakan sebagai pewarna pada buah dan sayur yang dikalengkan (Walford, 1984).

Gambar

Tabel  2.1.   Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami  ............................................
Gambar 3.2   Alur Prosedur Gravimetri  .......................................................
Tabel 2.2 Daftar Zat Pewarna Alami di Indonesia Nama (Inggris) Annatto (orange 4)
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintetis Yang Diizinkan di Indonesia Pewarna No. Indeks Batas Maksimum
+7

Referensi

Dokumen terkait