• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Orang Jepang Terhadap Burung Bangau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pandangan Orang Jepang Terhadap Burung Bangau"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN ORANG JEPANG TERHADAP BURUNG BANGAU TSURU NI TASHITE NO NIHONJIN NO MIKATA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syaratujian sarjana

dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh :

RINA WIJAYA NIM : 060722007

PROGRAM STUDI S-1 EKSTENSI SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Disetujui oleh :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Jurusan Sastra Jepang Ekstensi Ketua program Studi,

Drs. Hamzon Situmorang, Ms. Ph. D

(3)

PANDANGAN ORANG JEPANG TERHADAP BURUNG BANGAU TSURU NI TASHITE NO NIHONJIN NO MIKATA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syaratujian sarjana

dalam bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh :

RINA WIJAYA NIM : 060722007

Pembimbing

Drs. Hamzon Situmorang, Ms,Ph.D NIP. 131422712

PROGRAM STUDI S-1 EKSTENSI SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Y.M.E. berkat rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pandangan Orang Jepang terhadap Burung Bangau”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan penulis yang masih terbatas. Tetapi berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada :

1. Bapak Drs. Syaipuddin, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, Ms. Ph.D, selaku ketua Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Hamzon Situmorang, Ms. Ph.D, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Eman Kusdiana, M.hum, selaku Dosen Wali yang juga telah banyak memberikan pengarahan selama mengikuti kuliah di sastra Jepang Program Ekstensi.

(5)

6. Seluruh Dosen yang mengajar di Jurusan Sastra Jepang Program Ekstensi, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan.

7. Ibunda dan kakak-kakakku tercinta, terimakasih atas jerih payah dan nasehat yang selalu diberikan kepada ananda.

8. Buat Martono, Dewi, Erwan dan Felinia, terima kasih atas dukungannya selama ini.

9. Rekan-rekan jurusan Ekstensi yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya selama ini.

Karena pengetahuan penulis mengenai budaya Jepang masih terbatas, maka untuk kesempurnaan skripsi ini, bimbingan dan saran selalu penulis harapkan.

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah---1

1.2Rumusan Masalah---8

1.3Ruang lingkup Pembahasan---10

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori---10

1.4.1 Tinjauan Pustaka---10

1.4.2 Kerangka Teori---16

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian---19

1.5.1 Tujuan Penelitian ---19

1.5.2 Manfaat Penelitian---20

1.6Metode Penelitian---20

BAB II PANDANGAN AKAN BURUNG BANGAU (TSURU) DALAM KEHIDUPAN JEPANG 2.1 Jenis-jenis Burung Bangau (Tsuru) di Jepang---23

(7)

2.1.2 Hooded Crane/ Grus Monacha---28

2.1.3 White Naped Crane/ Grus Vipio---30 2.2 Penghormatan Masyarakat Jepang terhadap burung bangau

(Tsuru/ Tanchou) ---32 2.3 Burung Bangau (Tsuru) dalam karya sastra---38

BAB III RELIGI MASYARAKAT JEPANG DAN BURUNG BANGAU (TSURU)

3.1 Burung Bangau dalam Shintoisme---43 3.2 Burung Bangau dalam Buddhisme. ---47 3.3 Mitologi tentang Burung Bangau (Tsuru) ---54

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ---64 4.2 Saran---68

(8)

Abstraksi

Burung bangau sangat terkenal di Jepang. Dalam bahasa Jepang burung bangau disebut sebagai “tsuru”. Ada juga yang menyebutnya sebagai “Tanchou”. Tan yang berarti merah sedangkan chou artinya paruh, puncak, sehingga burung ini dinamakan tanchou (red Crest). Di Jepang, burung ini dilambangkan sebagai simbol kesetiaan, kemujuran, dan panjang umur. Dalam cerita dongeng, burung bangau dikenal sebagai dewi bangau yang dapat menolong manusia dari kesusahan.

Melipat origami sangat terkenal di Jepang, yang digunakan sebagai ucapan selamat dan permohonan kebaikan dalam acara perayaan. Sering ditemukan dalam acara pernikahan. Origami burung bangau telah dilipat sejak 300 tahun yang lalu. Dipercayakan bahwa si pelipat akan dihargai permohonannya, sering juga 1000 ekor burung bangau ini diikat menjadi satu dan digantungkan pada wihara atau kuil, untuk permohonan mengurangi penderitaan juga kesedihan akibat penyakit.

(9)

umur dan kemujuran. Dalam tambahannya Sadako Sasaki juga mendoakan kedamaian dunia.

Dilihat dari semangatnya, teman sadako menggabungkan semua suratnya dan mempublikasikannya. Mereka juga mendirikan sebuah tugu peringatan kepada sadako dan anak-anak yang terbunuh atas bom di Hiroshima. Pada tahun 1958, tugu Sadako dengan memegang burung bangau emas dipertunjukkan di taman kedamaian Hiroshima. Anak-anak juga membuat sebuah pepatah yang berisi “This is our cry, This is our prayer, Peace in the world ". Siapapun dapat melipat burung bangau origami dan dipersembahkan ke Taman Peringatan Perdamaian Hiroshima.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah kurun waktu yang lama, sesuatu yang berasal dari alam yang banyak kita gunakan untuk menyimbolkan kedamaian itu selalu berkaitan dengan burung atau bunga, mungkin juga ada binatang lainnya. Dapat kita temukan bahwa makna binatang sering dimunculkan dalam karya seni, sastra dan adat istiadat. Tetapi benda hidup ini mungkin tidak dapat dipisahkan kedamaiannya dengan alam, setidaknya makhluk hidup yang ada di alam ini kehidupan mereka kelihatan sangat tenang dan tidak berbahaya seperti burung bangau (Tsuru).

(11)

Burung Bangau merupakan simbol terpenting dalam kebudayaan Asia seperti China dan Jepang. Sebelumnya kita telah mengenal Burung Bangau yang ada di negara kita. Badannya yang berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang dan mempunyai paruh yang besar, kuat dan tebal, dan sering dijumpai di daerah beriklim hangat. Burung bangau ini mempunyai sejarah sejak dahulu kala. Sampai sekarang ini orang menceritakan tentang burung bangau sampai-sampai dibuatkan cerita-cerita, cerita rakyat maupun dongeng mengenainya. Burung Bangau juga membawakan makna arti yang berbeda di berbagai negara.

Dilihat dari sisi sejarah, burung diperlihatkan sebagai binatang yang mempunyai nilai yang spesial. Burung bangau ini dianugerahi dengan banyak artinya. Dapat dilihat bahwa kita dapat mengutip arti-artinya melalui legenda dan cerita-cerita bahwa burung bangau telah memikul cerita dari generasi ke generasi. Mitologi burung bangau ini melebar luas sehingga dapat ditemukan di negara-negara baik negara bagian Barat maupun negara bagian Timur antara lain negara Arab, China, Korea, Jepang dan di Amerika.

(12)

oleh burung bangau merupakan dongeng sebelum tidur dari negeri Belanda dan Jerman sebelah utara. Bangau yang bersarang di atap rumah dipercayakan sebagai keberuntungan dan penghuninya akan diberkahi kebahagiaan. Pada zaman Victoria, di saat perbincangan mengenai fungsi reproduksi masih dianggap tabu, pertanyaan anak kecil tentang asal-usul kelahiran bayi dijawab dengan dongeng kedatangan bayi yang dibawa burung bangau.

Dalam kebudayaan populer, burung Bangau sering digambarkan terbang membawa bayi beralaskan sehelai kain yang ujung-ujungnya terikat dan digantung pada paruh burung bangau. Di bibir atas, kelopak mata atas, dan bagian tengkuk bayi yang baru dilahirkan sering dijumpai bercak berwarna merah jambu kemerahan yang dipercaya sebagai bekas jepitan paruh burung Bangau. Di Jepang di Hokkaido sebelah utara, terutama orang Ainu mempertunjukkan dansa burung bangau. Dansa burung bangau ini didapatkan tahun 1908 dalam foto yang difotokan oleh Arnold Genthe ( Cerita Dongeng 2004:63)

(13)

Burung bangau yang banyak dijumpai di temukan dalam negara Jepang adalah burung mahkota merah atau disebut sebagai Red Crowned Crane. Dalam bahasa Jepang disebut sebagai “Tanchou”. Orang Jepang memandang burung bangau ini sebagai simbol kemakmuran dan panjang umur karena dikhayalkan beribu-ribu tahun yang lalu oleh leluhurnya. Makna burung bangau yang lain juga mengartikan bahwa burung bangau dapat dijadikan sebagai teman sahabat yang tidak akan terlupakan yang dapat membawakan kesetiaan dalam kehidupan, menurut Bill Bryson, 2005:652 dan 2005:357.

(14)

dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya. (Meghan Krane, 2007:17).

Burung bangau ini sifatnya kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa, oleh sebab itu orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Waktu demi waktu, bagi masyarakat Jepang, simbol burung bangau ini juga perlahan-lahan berkembang pesat sebagai subjek favorit dari “Origami (cara melipat objek dari kertas berwarna tradisional Jepang), antara lainnya yang sering dilipat oleh orang Jepang adalah bentuk burung bangau.

Di Jepang dapat ditemukan anak-anak sampai orang dewasa melakukan origami dengan beraneka ragam bentuk sampai menjadi guru besar pada bidang kesenian ini. Tetapi yang merupakan dasar bentuk yang paling mudah dilipat dalam origami adalah bentuk burung bangaulah. Sampai sekarang ini orang Jepang merasa orang yang dapat melipat bentuk burung bangau sampai berjumlah beribu-ribu akan dihargai pengharapannya.

(15)

memenangkan tantangan. Sehingga orang-orang berbondong-bondong melipat hingga 1000 ekor burung bangau bahkan lebih untuk menyusunnya menjadi sebuah bentuk seni karya objek baru yang cantik dan unik. Hasilnya dapat dibingkai untuk perayaan perkawinan, perayaan ulang tahun (Yakudoshi) atau perayaan peristiwa khusus lainnya dengan mengharapkan kebahagiaan, kemujuran dan kesetiaan.

Cerita ini berasal dari Sadako Sasaki, yang mengalami gejala penyakit leukemia akibat radiasi peledakan Hiroshima. Semua yang dia ketahui bahwa kehidupan anak-anak telah hancur. Dia mendapatkan penyakit leukemia sewaktu menjelang dewasa (Lisa Shea, 2002: 30)

(16)

Cerita tentang Sadako Sasaki yang berusaha meraih gol dengan melipat burung bangau sebanyak 1000 ekor yang bertujuan mengharapkan mendapatkan kesehatan, kebahagiaan dan kedamaian dunia yang abadi melebar luas ke segala penjuru dunia. Meskipun dia meninggal sebelum mencapai keberhasilannya, tradisi mengirim burung bangau origami ke tugu peringatan Hiroshima ini terus bertahan, yang telah memikul arti sebagai simbol “Pengharapan Jepang untuk penghentian persenjataan mengakhiri Perang dan Kedamaian Dunia”.

Melipat beribu-ribu burung bangau ini juga disebut sebagai “Tsuru wa sennen (Bangau Beribu)”, sebuah tradisi Jepang sepasang tunangan melipat bangau 1001 bersama-sama sebelum mereka menikah. Tugas ini meyakinkan bahwa pasangan ini dapat bekerja lebih lama bersama-sama tanpa kesusahan dan dapat mendatangkan penderitaan atau kesengsaraan bersama-sama. Buah hasil kerjanya dapat disaksikan bangga pada hari perayaan pernikahan.

(17)

bersama-sama ini disebut “Senbazuru”. Sedangkan melipat burung bangau disebut “Orizuru”.

Setelah pasangan ini menyelesaikan melipat 1000 ekor burung bangau ini mereka membentuk sebuah objek baru (Rokoan). Rokoan adalah gaya lipat dimana beberapa lipatan burung bangau dihubungkan bersama-sama membentuk sebuah rangkaian. Menurut orang Jepang rangkaian ini diartikan bahwa pasangan pengantin tersebut akan tetap hidup kekal. Bentuk burung bangau juga telah mentradisi terus menerus sebagai hadiah kepada teman baik dan kepada pasangan cinta yang tidak pernah pudar.

Dari uraian diatas penulis melihat adanya banyak keyakinan dan kepercayaan terhadap burung bangau (Tsuru) yang sangat kuat sejak dahulu kala hingga sekarang ini bagi masyarakat Jepang, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah burung bangau (Tsuru) tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

(18)

dilihat dari berbagai kalangan antara lain dari dongeng, cerita rakyat, Haiku (syair) dan pada karya-karya seni lainnya. Burung bangau (tsuru) mengandung banyak makna artinya, oleh sebab itu dapat dikatakan burung bangau (Tsuru) sangat penting bagi kehidupan masyarakat Jepang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sebagian besar dapat ditemui dari cerita Sadako Sasaki dalam melipat Origami bentuk Tsuru (Burung Bangau) bahwa tanda burung Tsuru ini mengandung arti yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Jepang, yakni tanda lambang tsuru ini sering kita temukan di berbagai acara seperti acara pernikahan, acara pembukaan, acara ulang tahun, acara dalam perusahaan serta acara-acara pesta lainnya.

Dari acara-acara yang diuraikan diatas jikalau dihubungkan dengan lambang burung bangau (Tsuru) akan selalu membawakan berkah kedamaian, kekekalan, keabadian dalam menjalani kehidupan juga mengandung arti panjang umur dalam kehidupan masyarakat Jepang. Jadi burung bangau Tsuru mempunyai hubungan erat dengan religi (agama), kebudayaan dan fengshui (fuusui).

(19)

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana masyarakat Jepang memandang Burung bangau (Tsuru) dalam kehidupan mereka menjalani tugas mereka sehari-hari.

2. Bagaimana perkembangan masyarakat Jepang melestarikan burung bangau tsuru lebih jauh di Jepang.

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Penulis dalam penulisan skripsi ini membatasi ruang lingkup pembahasan pada pandangan orang Jepang dalam memprioritaskan objek burung bangau yang dianggap hal yang sangat penting. Bahwasannya burung bangau merupakan burung yang kuat, manis dan cantik yang selalu setia seumur hidupnya, sehingga orang Jepang merasa beribu-ribu burung bangau akan membawa pengharapan yang baik.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

(20)

dan dilestarikan sejak dahulu sampai sekarang. Disamping itu Jepang juga mempunyai adat istiadat yang tetap terjaga dari zaman dahulu hingga masa sekarang ini.

Peristiwa kepercayaan ini dapat dilihat dari banyaknya perayaan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jepang ini. Adanya berbagai macam perayaan dan festival-festival yang diadakan setiap acara baik acara penikahan, acara pembukaan usaha dan upacara-upacara khusus lainnya (David Krestan, 1990:143)

(21)

1. The Pine tree the Crane (Crane matsu ni Tsuru) 2. Tsuru Hiroshige 1857

3. Tsuru Ohara Koson in Woodblock

Sedangkan contoh pada keindahannya dapat ditemukan pada pakaian tradisional Jepang (Kimono) yang banyak terdapat gambar corak burung bangau (Tsuru). Selain itu ada juga yang menulis cerita burung tsuru berdasarkan Haiku (syair) yakni Haiku “Tsuru” yang ditulis oleh Yoshiko Yoshino (Selected Haiku oleh Yoshiko Yoshino, 2001)

(22)

Kepercayaan ini juga terdapat pula hubungan antara religi (agama) dan kebudayaan. Sedangkan kebudayaan dan religi (agama) juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan manusia. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri (Melville J.Herskovits dan Brosnislaw Malinowski dalam Cultural Determinism). Dalam pandangannya kebudayaan merupakan segala sesuatu yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi lain atau sebutan lainnya adalah Superorganic. Kebudayaan juga mengandung struktur-struktur sosial, religius dan segala penyataan intelektual dan artistik suatu ciri khas masyarakat.

Kebudayaan adalah sesuatu yang semiotik atau bersifat semiotik yang artinya hal-hal yang berhubungan dengan symbol yang tersedia di depan umum dan dikenal serta diberlakukan oleh masyarakat yang bersangkutan. Tanda-tanda atau lambang dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik, salah satunya adalah simbol (Geertz 1992:5).

(23)

sistem kebudayaan. Yang pertama dan yang paling mendasar adalah sistem religi. Sistem religi ini sebagai sistem kebudayaan yang pertama untuk memberikan landasan moral dan mental pada proses sistem kebudayaan yang lainnya. Demikian juga dengan sistem kebudayaan yang lainnya. Seperti sistem kesenian. Berkesenian itu hendaknya sebagai media untuk mengekspresikan kebenaran dan kesucian dan menghasilkan keindahan yang benar-benar indah. Pengembangan kesenian dengan mengabaikan kebenaran dan kesucian justru dapat merusak kehidupan itu sendiri. Misi kesenian yang demikian akan gagal membangun kehalusan jiwa manusia. Agama mengarahkan hidup, ilmu memudahkan hidup sedangkan seni menghaluskan jiwa.

Perhatian terhadap bahan mengenai keagamaan (religi) itu sangat besar. Ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu:

1. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling lahir.

(24)

Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, artinya masalah mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib alam yang dianggapnya lebih tinggi daripadanya dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna, untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi. Hubungan-hubungan itu dapat kita temukan dari sifat-sifat dan karakter dari burung tsuru itu sendiri.

Dalam memecahkan soal asal mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan melihat kepada apa yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu. Dengan demikian bahan etnografi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa di dunia sangat banyak diperhatikan dalam usaha penyusunan teori-teori tentang asal mula agama.

(25)

manusia yang dihinggapi oleh emosi keagamaan, seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan serta gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.

Apabila mengatakan kekuatan gaib alam maka Burung bangau juga mempunyai arti dalam fengshui (fuusui dalam bahasa Jepang). Burung bangau tsuru mempunyai arti dalam fengshui di setiap negara, artinya tidak beda jauh antara negara lain di asia dan di Jepang. Oleh karena itu masyarakat percaya akan burung bangau yang membawakan berkah pada masyarakat Jepang.

1.4.2 Kerangka Teori

(26)

menganalisa bagaimana kehidupan burung apabila terjadi bencana kebanjiran. Mereka melepaskan burung di daratan yang penuh air, burung itu tidak menemukan daratan kering selama berbulan-bulan. Burung yang dilepaskan itu tetap dapat hidup baik karena mereka dapat berlindung di dahan pohon. Maka seorang artis terkenal Pablo Picasso mempopuralitaskan burung sebagai lambang kedamaian ketika mengambar pada acara “Kongress kedamaian Internasional” pada tahun

1949 di Paris. Sumbernya dari

http://birds.suite101.com/article.cfm/japanese_cranes__symbols_of_pea

ce.

(27)

Disamping itu juga mengharapkan kedamaian dunia.

Burung Bangau juga terkenal di kota Den Haag di Belanda. Pada

http://id.wikipedia.org/wiki/bangau menuliskan bahwa menurut masyarakat kebudayaan Barat, bayi konon berasal dari burung bangau. Cerita ini didasari pada zaman Victoria bahwa pendidikan mengenai fungsi reproduksi tentang asal-usul kelahiran bayi masih dianggap tabu, tentunya pertanyaan ini bermasalah bagi orang barat. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan anak-anak dijawab dengan dongeng kedatangan bayi yang dibawa dari burung bangau. Sedangkan di Negara Perancis dahulu kala bayi dikatakan berasal dari dalam bulatan selada.

Burung bangau yang dipercayai oleh masyarakat Jepang sebagai burung keagungan dan kemuliaan yang mengartikan bahwa berteman dengan burung bangau dalam kehidupan akan sangat setia untuk pendampingnya. Dapat dilihat dari cerita menurut cerita dongeng rakyat

yang berjudul Tsuru no Ongaeshi (http://www.dongeng_1001_malam_blogspot.com/2003/03/balas_budi_

(28)

dan kesetiaan dan bahan lambang dan tema untuk karya seni yang terkenal.

Dalam tradisi pernikahan yang didapat dari

http://www.lisashea.com/japan/origami/sales/history/crane.html

lambang burung bangau juga sangat terkenal yang mengartikan bahwa pasangan yang melipat burung bangau sebanyak 1000 ekor burung bangau oleh pasangan ini “Senbazuru” akan hidup bahagia. Tradisi ini dinamakan sebagai tsuru wa sennen, yang sangat dipercayakan oleh masyarakat Jepang. Bahkan ada yang membentuknya memjadi Rokoan. Hal ini terjadi berawal dari kepercayaan mereka bahwa waktu dan usaha mereka yang termakan untuk melipat 1000 ekor burung bangau ini memerlukan kesabaran dan kepercayaan sepenuhnya untuk membentuk keluarga yang harmonis.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulis adalah sebagai berikut:

(29)

2. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai masyarakat Jepang terhadap burung bangau (tsuru).

3. Untuk mengetahui hubungan antara burung bangau tsuru dengan religi

(agama) dan karya seni lainnya.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan agar:

1) Dapat menambah wawasan tentang mistik yang berkaitan dengan burung bangau bagi penulis dan pembaca.

2) Dapat dijadikan sebagai panduan referensi bagi pembelajar bahasa Jepang yang ingin mengetahui pengetahuan kebudayaan Jepang yang lebih dalam.

3) Dapat dijadikan informasi dan data tambahan bagi para pembaca.

1.6 Metode Penelitian

(30)

deskriptif yaitu memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri:

(1) Berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu

(2) Menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu

(3) Variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan. (Kountur, 2003: 105-106).

Tujuan utama digunakannya metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla et al., 1993: 71).

(31)

Research” merupakan suatu kegiatan yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian ini. Hal yang dikutip dari library research ini adalah mengutip masalah yang berkaitan dengan topik ini, teori-teorinya dan penarikan kesimpulan serta saran yang ada. Data yang diambil dari buku-buku kepustakaan ini serta referensinya dianilis untuk mendapatkan saran dan kesimpulan.

Disamping itu ada juga pengumpulan data-data dan bahan-bahan yang berhubungan dengan judul penelitian ini, serta pengambilan foto-foto, penulis menggunakan metode media elektonik yaitu melalui fasilitas teknologi networking (internet).

Data-data dan bahan-bahan pustaka untuk penelitian ini dipeoleh dari:

 Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

 Perpustakaan Fakultas Sastra Jurusan Sastra Jepang Universitas

Sumatera Utara  Perpustakaan ITMI

(32)

BAB II

PANDANGAN AKAN BURUNG BANGAU (TSURU)

DALAM KEHIDUPAN JEPANG

2.1 Jenis-jenis Burung Bangau (Tsuru) di Jepang

Kata Burung Bangau ada juga yang menyebutnya sebagai burung Jenjang yaitu burung yang mempunyai paruh, berkaki panjang dan berleher panjang dari golongan familia Gruidae, ordo, Gruiformes yang terbang dengan leher yang diluruskan. Di dunia ini terdapat beraneka-ragam burung bangau dari bentuk warna dan corak tubuhnya yang berbeda namun masing-masing golongannya mempunyai nama spesies yang berbeda, tetapi semua ini tergolong spesies bangau. Seperti Whooping Crane/Grus Americana, Wattled Crane/ Grus Carunculatus dan sebagainya yang menetap di negara yang berbeda.

(33)

berpindah dari negara asalnya ke negara lain, tergantung musim.

Burung bangau hidup berkelompok dan jika jumlahnya cukup dapat membentuk kawanan yang besar. Sarangnya dibangun di atas tanah. Bergantung pada spesies, jumlah telur antara 1 butir hingga 4 butir. Masa pengeraman telur sekitar 30 hari. Anak burung yang baru menetas tidak bisa terbang, tetapi langsung bisa berjalan mengikuti induknya mencari makanan ke sana kemari. Pada umumnya umur burung bangau bisa mencapai 50 tahun hingga 80 tahun, sedangkan burung bangau yang hidup di alam bebas rata-rata bisa berumur sampai sekitar 30 tahun.

Di Jepang burung bangau banyak ditemukan di Prefektur Hokkaido, Prefektur Yamaguchi dan kota Izumi di Prefektur Kagoshima, Kyushu dan tempat tertentu lainnya. Terdapat tiga macam species burung bangau di Jepang yang mempunyai corak yang berbeda. Salah satu yang paling terkenal di Jepang adalah “Tanchou”. Burung bangau lainnya yang terdapat di negara Jepang adalah “The Hooded Crane / Grus Monacha” dan “White Naped Crane/ Grus Vipio”.

(34)

Grus grus/ Common Crane dan spesies Grus Canadensis (Sandhill Crane), kedua spesies ini agak jarang menetap di Jepang, hanya sesekali menetap di Jepang.

2.1.1 Red Crowned Crane /Tanchou

“Tanchou” sebutan lainnya dikenal dengan “Red Crowned Crane atau The Japanese Crane dalam Bahasa Inggris, Burung Bangau bermahkota Merah dalam Bahasa Indonesia dan Grus Japonensis dalam Bahasa Latin”. Di negara China dinamakan sebagai “Xien he/ Fairy Crane”. Red Crowned Crane merupakan burung bangau langka tingkat dua di dunia, setelah Whooping Crane/ Grus Americana yang sedang menetap di Amerika Utara. Burung bangau Red Crowned dapat ditemukan di empat bagian pulau Jepang.

Burung bangau Red Crowned ini sangat langka dan unik dibandingkan dengan spesies yang lain, dimana burung ini terdapat bulu yang sangat bersih putih. Terdapat warna merah diatas kepalanya sewaktu menjelang remaja. Sangat sulit untuk membedakan jenis kelaminnya sewaktu kecil.

(35)

yang berwarna abu-abu gelap daripada betina. Sewaktu anak-anak burung bangau ini berwarna lebih suram, yaitu pencampuran bayangan putih, abu-abu dan coklat. Bulu putihnya hanya didapat ketika menjelang usia 2 tahun keatas.

Burung bangau Red Crowned ini dipelihara di tempat perairan yang sangat dalam. Mereka memakan hampir semuanya seperti serangga, binatang dan tumbuhan yang hidup di dalam air (Aquatic invertebrates), ikan, binatang ampibi/ binatang berdarah dingin, binatang pengerat (seperti tikus dan kelinci), buah arbei, jagung dan padi-padian. Masyarakat Jepang memelihara burung bangau ini di peternakan/ padang rumput pada musim panas dan pindah ke tempat area yang banyak airnya pada musim dingin. Di Hokkaido mereka memberi makanan jagung, padi-padian dan ikan selama musim dingin.

(36)

mereka bertatapan menghadap langit. Pejantan akan mengeluarkan suara sekali dan Betina akan menjawab dengan suara lebih dari sekali (Bersumber dari Miller, Alden H. & Sibley, Charles G,1942:126-127)

Burung bangau Red Crowned ini akan menari lebih banyak dibanding dengan burung bangau spesies lainnya baik mengayunkan sayap, melompat, berlari, mengepakkan sayapnya dan melontarkan kayu atau rumput ke dalam air pada masa pacaran. Di samping itu masyarakat Jepang juga percaya gerakan-gerakannya dapat membantu meringankan penyerangan dari sifat agresi dan mengurangi sifat ketegangan pada masa perikatan kebersamaan antara kedua pasangan burung bangau ini.

Lebih kontras lagi pada gerakan yang anggun itu, burung bangau ini mempunyai suara yang kasar dan tajam serta kuat. Menurut Barrons (1989:76) mengemukakan, masyarakat Jepang mempunyai sebuah pepatah “Tsuru no Hitokoe/ The single cry of the crane is the voice of authority that silences all dispute”, bahwa artinya setetes air mata burung bangau berkekuasaan untuk bersuara, bahwa kesunyian akan dipenuhi dengan suara-suaranya.

(37)

yang sangat jauh, sedangkan beberapa spesies yang hidup di iklim panas bukan merupakan burung migran. Burung bangau hidup berkelompok dan jika jumlahnya cukup dapat membentuk kawanan yang besar.

Karena adanya asosiasi yang menjaga dan melestarikan burung bangau Red Crowned ini, burung bangau yang telah menetap di Hokkaido tidak berpindah ke tempat lain walaupun pada saat musim dingin. Akan tetapi populasi burung bangau Red Crowned di sekitar China Utara, Siberia dan Mongolia berpindah tempat ke China Timur dan Korea pada waktu musim dingin.

2.1.2 Hooded Crane/ Grus Monacha

(38)

Burung bangau Hooded ini diliputi dengan bulu hitam dan putih sepanjang setahun pertamanya. Bahan makanan juga berupa buah arbei, serangga, kodok, umbi-umbian, biji-bijian dan rumput. Selama musim dingin 80 persen dari populasinya dipelihara di area spesial buatan manusia di kota Izumi di Prefektur Kagoshima, Jepang, dimana mereka dihidangkan berbagai macam padi-padian. Spesies ini berkembang biak di tempat yang terpencil. Hutan, bukit daratan atas, termasuk juga rawa-rawa, tepi pantai dan ladang.

Prefektur Yamaguchi dan kota Izumi di prefektur kagoshima merupakan habitat musim dingin bagi spesies Grus Monocha/ burung bangau Hooded dan juga spesies Grus Vipio/ burung bangau White Naped, yang kedua-duanya merupakan satwa langka yang dilindungi oleh pemerintah Jepang.

(39)

Awalnya disana terdapat hanya beberapa ekor burung bangau Hooded, tetapi figur ini meningkat hingga mencapai sekitar 8000 ekor setelah abad-21. Pemerintah telah mengusulkan untuk mencoba meningkatkannya di area buatan manusia seperti peternakan sewaktu musim dingin untuk mengurangi resiko kepunahan akibat ancaman pemburuan, penyakit-penyakit.

Pada tahun 1996 di korea Selatan didirikan sebuah area “Spesial Cadangan Alam” untuk melestarikan burung bangau ini. Selain itu di pusat selatan dan Barat Daya Siberia, Mongolia juga mengikuti pelestarian burung bangau ini juga.

2.1.3 White Naped Crane/ Grus Vipio

(40)

Kyushu arah sebelah selatan di Jepang.

Burung bangau White Naped ini ditemukan juga di hutan tropis, padang rumput dan reruputan basah, di lembah yang luas dan area daratan tinggi, bahkan di telaga danau, lahan peternakan dan kadang-kadang di tepi pantai.

Burung bangau White Naped ini dapat dideskripsi besar dan dapat diidentifikasikan dari lingkaran besar yang sederhana, kulit merah disekeliling masing-masing matanya. Bulu-bulunya berwarna abu-abu kebiruan yang menutupi hampir seluruh tubuhnya dan warna putih di tenggorokannya. Bulu putihnya yang tegak dari mahkota hingga lehernya. Kakinya panjang dan berwarna merah muda. Anakan burung bangau White Naped ini kecil dengan kepala berwarna coklat dan warna coklat muda di bagian tenggorokkannya. Burung bangau ini mempunyai celah-celah yang disebut sebagai “High pitched Call”.

(41)

sering terlihat keindahan dansanya dari gerakan-gerakan mengepakkan sayapnya, melontarkan rumput dan kayu-kayu, melompat, berlari juga mengayunkan tubuhnya (Colleen Cancio, 1997:198).

2.2 Penghormatan Masyarakat Jepang terhadap burung bangau (Tsuru/ Tanchou)

Selama ini burung bangau dikenal sebagai lambang yang selalu membawa kemujuran oleh masyarakat di segala penjuru. Bahwa kita dapat menemukannya dari melipat burung bangau (Origami) atau pada penyelengaraan burung bangau lainnya yang dikirim sebagai ucapan selamat juga permohonan rejeki dalam beberapa perayaan, khususnya pernikahan.

Burung bangau Origami yang telah dilakukan sejak 300 tahun yang lalu yang tradisinya melipat hanya dengan kertas putih, itu dipercayakan oleh masyarakat Jepang bahwa si pelipat akan dipenuhi permohonannya karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan kemampuan telah menkreasinya dengan susah.

(42)

di tempat-tempat tertentu sebagai permohonan dan permintaan yaitu banyak terdapat di kuil-kuil dan wihara. Seuntai burung bangau ini dibuat pada waktu adanya kesedihan, kehilangan atau juga kepada orang yang sakit sebagai lambang permohonan untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita.

Seperti cerita yang sudah kita dengar yaitu cerita seorang anak yang bernama Sadako Sasaki yang berusia 2 tahun yang merupakan salah seorang yang selamat secara ajaib dari penyerangan pemboman Hiroshima. Sewaktu kelas 6, Sadako tiba-tiba terserang flu berat yang diagnosa oleh dokter bahwa menunjukkan ada kelainan pada tubuhnya. Penyakit Leukemia yang telah menyerangnya dari radiasi akibat bom yang dijatuhkan menyebar ke tubuhnya.

(43)

Namun sayangnya, penyakit Leukemia yang dideritanya semakin hari semakin banyak untuk tubuhnya yang masih anak-anak. Sadako Sasaki akhirnya meninggal pada 25 Oktober 1955 tepat di usia 12 tahun. Sadako Sasaki hanya menyelesaikan 644 burung bangau. Teman sekelasnya membantu menyelesaikan keinginannya dengan melipat sisa sisa burung bangau dan Sadako Sasaki dikubur bersama 1000 ekor bangau dengan jumlah penuh. Teman-temannya menyumbang mendirikan “Taman Perdamaian” (Peace Park) dan terdapat patung Sadako Sasaki yang sedang memegang origami burung bangau di tangannya di Hiroshima sekarang ini.

(44)

ini. Karena dipercayakan bahwa burung bangau mempunyai pengaruh yang sangat kuat yang dapat membebaskan diri mereka dari kesedihan. Sampai kini masyarakat Jepang mengirim berwarna-warni hiasan bangau kertas ke tugu peringatan di Peace Memorial Park untuk mengenang seorang korban anak yang bernama “Sadako Sasaki”. Hal ini telah meluas hingga seluruh penjuru negara. Masyarakat dari negara lain juga menghormatinya dengan mengirim beratus-ratus ekor kertas burung bangau bahkan sampai beribu-ribu yang telah dipasang pada untaian benang.

Origami burung bangau dari Jepang juga tersebar hingga di Indonesia tepatnya di Banda Aceh, hadiah lebih dari 600 ekor burung bangau berwarna-warni yang dikirim dari UNESCO selaku direktur utama Koichiro Matsuura dari GIAJ (General Insurance Association Of Japan) selama kejadian forum umum di kobe tgl 19 Jan 2005 yang berjudul “Disaster Reduction” pada konferensi dunia UN, telah mendarat di Aceh Indonesia.

(45)

Kebudayaan UNESCO. Serta mendorong semangat mereka dengan mendengarkan musik therapy yang berjudul “The rise of the Tsunami Children” yang diselenggarakan kepada korban tsunami pada 30 Mei 2005 (sumber dari http:www.unesco.or.id/activities/culture/completed/250.php ).

Masyarakat Jepang juga mendirikan beberapa asosiasi untuk menjaga dan melestarikan serta meningkatkan perkembangbiakan burung bangau dari kepunahan. Salah satunya adalah asosiasi ICF (International Cranes Foundation) yang telah menyelamatkan burung bangau dari jumlah yang terbatas akibat punah. Sejak tahun 1950an, pemerintah Jepang telah menetapkan memberikan dana untuk melestarikan beberapa macam spesies burung bangau yang ada di Jepang. Dari jumlah yang terbatas sejak Perang Dunia II, jumlah burung bangau meningkat hingga mencapai ribuan. Bersumber dari Johnsgard PA, 1983. Cranes of the World. Bloomington: Indiana University Press. Yang dikutip dari Meine CD, Archibald GW, 1996. The Cranes: Statue Survey and conservation action plan. Glan, Switzerland: IUCN.

(46)

terhadap burung bangau ini hilang. Dengan usaha mereka membawa kembali dari ambang kepunahan. Jepang mendirikan salah satu satelitnya khusus untuk perlindungan terhadap burung bangau. Sumber dari Barrons, 1989: 164.

Sepanjang ini tempat kediaman mereka makin sempit akibat diburu untuk dibuatkan berbagai jenis produk, burung bangau ini hampir punah. Pada abad-20 burung bangau ini hanya terdapat sekitar 20 ekor di negara Jepang. Karena burung bangau adalah burung yang sangat dipercaya akan membawakan kemujuran, maka masyarakat Jepang mendirikan berbagai asosiasi untuk melestarikan dan menjaga keselamatan burung bangau ini. Sekarang populasinya berkembang hingga mencapai 900 ekor yang terdapat diperbatasan pulau Utara Hokkaido. Burung bangau di pulau Hokkaido ini dijaga dan dilestarikan oleh pihak bantuan pemulihan “WBSJ (Wild Bird Society of Japan)”.

(47)

bangau itu menjadi dekorasi interior dan eksterior yang indah. Hasilnya dipajang di atap dan juga di tangga pusat belanja di Serpong, Indonesia. Muri memberikan penghargaan kepada Grace sebagai pembuat origami terbanyak (Bersumber oleh Nurvita Indarini, 07/04/2008).

2.3 Burung Bangau (Tsuru) dalam karya sastra

Sampai kini di Asia, burung bangau ini disimbolkan sebagai lambang kesetiaan, kemujuran, kasih sayang dan panjang umur. Di China burung bangau mahkota merah ini dikenal sebagai “Burung Penyelamat” yang sering dimunculkan dalam cerita legenda yang sering dimunculkan/ diperankan sebagai binatang yang memberi tumpangan seperti kuda, yang dinaiki oleh tuannya.

(48)

Kecantikan burung bangau dan kekaguman berdansa sewaktu mereka berteman menitik-beratkan simbol burung bangau di berbagai kebudayaan dengan catatan yang dikutip sejak dahulu kala.

Sering kita temukan juga dalam lukisan-lukisan yang terdapat lukisan burung bangau dan lukisan kura-kura. Kedua binatang ini mempunyai arti yang hampir mirip, yaitu hidup beribu-ribu tahun dan biasanya dimuat juga dengan gunung Horaizan pada latar belakang lukisan ini, dimana gambar ini melukiskan wilayah ini merupakan wilayah keabadian dan selalu awet. Dalam cerita-cerita legenda kaum ibu-ibu masyarakat Jepang selalu meminta burung bangau ini mengawasi anaknya dengan kata-kata berikut:

……O Flock of heavenly Cranes

Cover my child with your wings……

Artinya,

……Oh, wahai burung bangau

(49)

Pada gambar tradisional di Jepang, burung bangau sering digambarkan sedang hinggap di dahan pohon pinus, padahal burung bangau merupakan burung yang hidup di atas tanah dan tidak pernah hinggap di dahan pohon. Kemungkinan besar para pelukis menggambar burung bangau sebagai pengganti ayam atau burung kuntul yang sedang hinggap di dahan pohon. Bersumber dari http://www.ancientsites.com/aw/article/837161.

Contoh cerita rakyat dari cerita burung bangau yaitu “Balas Budi Burung Bangau”, yang menceritakan tentang seorang pemuda yang telah melepaskan seekor burung bangau yang terjerat perangkap dari perangkat itu, bangau itu sangat gembira dan berputar-putar di atas kepala pemuda itu sebelum terbang ke angkasa. Sesampai dirumah, nampak seorang gadis yang sedang berdiri di depan rumahnya.

(50)

ternyata seekor burung bangau sedang mencabuti bulunya untuk ditenun menjadi kain, sehingga bulu burung bangau itu hampir gundul. Sang istri sadar akan pengintipannya, dan berubah kembali menjadi burung bangau.

Cerita ini menceritakan bahwa burung bangau ini menjelma menjadi orang untuk membalaskan budi (Dikutip dari dongeng 1001 malam. Blogspot.com/2003/03/balas budi burung bangau.html)

Yasunari Kawabata (14 Juni 1899 – 16 April 1972) adalah seorang novelis Jepang yang prosa liriknya membuat ia memenangkan Penghargaan Nobel dalam Sastra pada 1968, Ia menjadi orang pertama yang memperoleh penghargaan tersebut. Karya-karyanya hingga kini masih dibaca bahkan di dunia Internasional. Yasunari Kawabata bekerja sebagai penulis dan ia juga bekerja sebagai wartawan di Mainichi Shinbun di Osaka dan Tokyo.

(51)

Tomoji Ishizuka (20 September 1906 – 08 Febuari 1984) adalah seorang penulis novel dan Haiku (puisi). Tomoji Ishizuka lahir di prefektur Niigata pada tahun 1906. Untuk mengarang Haiku (puisi) dia mengabungkan dirinya dengan Hasegawa Reiyoshi. Kemudian dia menemukan majalah puisi (Haiku) yang berjudul “Tsuru (Crane) pada tahun 1937. Puisi anthology lainnya meliputi Iso Kaze (Beach Wind), Kojin (light Dust), dan Tamanawaa Sho. Tomoji Ishizuka meninggal pada tahun 1986

tepat di usia 79 tahun. Dikutip dari

(52)

BAB III

RELIGI MASYARAKAT JEPANG DAN BURUNG

BANGAU (TSURU)

3.1 Burung Bangau dalam Shintoisme

Masyarakat Jepang dewasa ini mempunyai beranekaragam agama dengan ciri-ciri khas masing-masing tetapi perkembangan agama tersebut hanya sebuah kepercayaan. Agama Shinto benar-benar mempunyai peranan dan pengaruh yang kuat bagi kalangan masyarakat Jepang. Kegiatan religi yang berlangsung pada suatu daerah akan dilaksanakan menurut kepercayaan yang dianut oleh penduduk daerah tersebu (Ito Nobuo, 1999:132).

(53)

dalam bentuk ritual dan festival-festival keagamaan. Tempat pemujaan Shinto disebut Shrines (tempat suci) sedangkan untuk agama Buddha disebut “Temple (kuil).

Adapun beberapa dewa-dewi, mahkluk gaib, roh-roh, setan yang dipuja dalam Shinto antara lain: Naga (mahluk sejenis ular), Dosojin, Ebisu (salah satu dewa keberuntungan Jepang), dewa hachiman, Henge, Kappa, Kitsune (Roh Serigala), Oinari (Roh Serigala), Shishi (Singa), Ssu-ling (Empat Binatang Pelindung), Tanuki (Sejenis Dewa Anjing), Tengu. Pada intinya konsep Shinto adalah pemujaan kepada para dewa, jiwa para leluhur, jiwa para binatang, para dewa pelindung keluarga, jiwa alam (Lima Unsur). Kelima unsur ini sangat berhubungan dengan makhluk hidup yang hidup di alam seperti burung bangau. bersumber dari George Podesta, 1996:94.

Kamus Shinto menjabarkan KAMI sebagai berikut:

“KAMI bisa mengacu kepada keagungan, kekeramatan, spiritual, dan keajaiban dari sifat atau energi dari suatu tempat, dan benda, makhluk gaib dari mitologi local maupun kerajaan, roh-roh dari alam dan tempat, para pahlawan yang dipuja, leluhur, penguasa, dan negarawan”.

(54)

diciptakan untuk menjelaskan hubungan antara Kami dari Shinto dan para Buddha dan Boddhisatva dari Buddhisme yang memiliki arti inti hakekat mendasar dan perwujudan penjelmaan. Teori “Honji Suijaku” mengatakan bahwa sesungguhnya Kami dari Shinto adalah perwujudan sementara dari para Buddha dan Boddhisatva. Sedangkan teori “Honji Suijaku” merupakan perwujudan hakekat sesungguhnya.

Aliran shinto ini berhubungan dengan Shamanistic dan Animistic. Shamanistic artinya dewa dari ilmu kebahtinan yang berkenaan dengan roh sedangkan Animistic adalah dewa yang berhubungan dengan objek-objek yang ada di alam berupa tanaman dan binatang yang ada di alam. Di samping itu juga meliputi kesuburan penganut, nenek moyang, pahlawan serta penganut-penganut yang ada di alam (bersumber dari, Ryusaku Tsunoda, Wm Theodore de Bary, Donald Keene, 1964:21).

(55)

Kepercayaan adalah suatu sistim religi atau keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok masyarakat tersebut. Shinto dasarnya merupakan agama yang mempercayai keberadaan pada setiap objek-objek alam. Kepercayaan Agama Shinto berkaitan erat dengan keharmonisan pada alam yaitu berkaitan dengan flora dan fauna yang perlahan-lahan berkembang menjadi tradisi dalam masyarakat Jepang (Noma Seiroku, 1967:13)

Bangau kertas merupakan salah satu desain origami yang sangat populer di dunia sejak dari sejarah legenda yang mengatakan bahwa barang siapa yang dapat melipat 1000 ekor bangau kertas maka harapannya akan terpenuhi. Origami ini menjadi simbol perdamaian salah satunya karena legenda ini dan karena seorang gadis Jepang yang bernama Sadako Sasaki. Dia merupakan salah satu korban bom atom “Hiroshima” seorang “Hibakusha”, yang artinya salah seorang yang selamat dari kejadian pemboman itu. Nara sumber dari Robin Allot, 1865:86.

(56)

sumber dari Papiroflexia 1995:23). Sekilas burung itu terlihat seperti burung bangau, maka hingga kini orang menyebutnya sebagai burung bangau.

3.2 Burung Bangau dalam Buddhisme.

Bersumber dari Origin of Species dalam Buddhisme mengatakan, Dalam Buddhisme, dunia dan manusia serta segala sesuatu yang ada di alam, ada dengan sendirinya tanpa diciptakan. Menurut Buddhisme, manusia terlahir secara tersendiri di dunia ini. Tetapi bentuknya sangat kecil dan bercahaya. Pada zaman Meiji pemerintah membagikan aliran agama Shintoisme dan Buddhisme. Simbol Shinto adalah adalah “Torii” sedangkan Buddhisme dapat diketahui bahwa pendeta mengundulkan rambutnya.

(57)

menghargai dan menghormati antara sesama manusia hanya untuk mengejar kesenangan pribadi atau disebut sebagai “Kesesatan Pandangan”. Pandangan yang menampakkan nilai-nilai konsumerisme dan materialisme telah membelokkan sisi-sisi kemanusiaan kita yang hakiki. Bahwa manusia untuk memenuhi kebutuhannya sejenak, membunuh makhluk yang ada di alam yang digunakan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan pemenuhan pemakai tambahan dari tubuh binatang. Seperti menguliti kulit burung bangau untuk dijadikan produk tas bermerek, mengambil bulu burung bangau dan dijadikan pakaian mewah. Buddhisme menentang segala kekerasan dan kebencian karena pada dasarnya kebencian hanya akan menghasilkan kebencian baru, demikian seterusnya dan tidak akan selesai.

(58)

“Kita harus menghargai semua kehidupan mulai dari yang paling bijaksana sampai yang paling rendah, serta juga kepada alam binatang yang hidup di alam. Oleh karena itu, perbuatan apa pun yang tidak menghargai kehidupan adalah sebuah kejahatan terbesar. Ketika Sang Tathagata muncul didunia ini, Ia menunjukkan welas asih yang besar terhadap semua kehidupan dengan membabarkan ajaranNya. Untuk menunjukkan rasa welas asihnya, Ia tidak melakukan pembunuhan untuk makanan dan minumannya dan ini merupakan wujud ajaran pertamanya . Bersumber dari Myomitsu Shonin Goshosoku, 1276.

(59)

diajarkan, seperti:

1. Sikap Menghargai dan Penghormatan terhadap semua orang (Upaya Kausalya, dan Bodhisattva Sadaparibhuta )

2. Sikap Welas Asih terhadap semua mahluk hidup (Bodhisattva Avalokitesvara)

3. Sikap Tidak membenci, Penghargaan dan Kesetaraan manusia (Devadatta)

4. Sikap Kejujuran dan Ketulusan (Bodhisattva Samantabadra)

Bagi Nichiren Shonin, nilai kehidupan adalah hati kepercayaan yang tertinggi sebagaimana yang diajarkan dalam “Saddharma Pundarika Sutra” , dan merupakan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian.

(60)

mahluk apapun juga.

“Semua orang takut akan hukuman, semua orang takut akan kematian, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan. Semua orang takut akan hukuman, semua orang mencintai kehidupan, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan (Dhammapada, 129-130).

Karena Nichiren Shonin hidup sering terlibat dalam peperangan, pembunuhan dan segala bentuk kekejaman. Ia mendasarkan diri pada Saddharma Pundarika Sutra yang mengajarkannya “sudah sepantasnya semua mahluk hidup saling hormat menghormati. Orang “Yang Tersadarkan/ mempunyai sifat keBuddhaan” adalah seseorang yang penuh dengan keindahan, welas asih, dan kebijaksanaan yang menyinari seluruh alam semesta baik dalam flora dan fauna, mereka bagaikan permata harapan yang tak ternilai atau seperti indahnya bunga teratai. Seperti padad diri burung bangau yang mempunyai ciri khas yang unik dan indah. Maka itu dia mengajarkan “jauhkanlah segala kekerasan disekeliling diri anda”.

(61)

menyatakan :

“…..dalam kehidupan ini, hidup itu adalah harta yang paling bernilai dari semua harta. Bahkan semua harta yang ada dialam semesta ini tidak dapat dibandingkan dengan nilai kehidupan itu.” (Jiri Kuyo Gosho, 1275).

Dalam Buddhisme terdapat Empat Janji Agung Bodhisattva yang menjadi Jalan Pelaksanaan untuk mencapai KeBuddhaan yaitu:

1. Kesadaran Diri adalah tak terhingga, kami berjanji untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Mahluk hidup mencakupi semua aspek kehidupan; manusia, bukan manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, air, udara dan alam sekitarnya. Kita harus menghargai segala bentuk kehidupan dengan turut melestarikannya, menjaga lingkungan, menciptkan lingkungan yang lebih baik.

(62)

3. Ajaran Sang Buddha adalah tidak terjangkau, kami berjanji untuk mempelajari semuanya. Sebagai murid Sang Buddha sudah seharusnya kita mempelajari semua ajaranNya dengan baik dan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Jalan KeBuddhaan adalah tidak ada bandingannya, kami berjanji untuk mencapai Jalan Kesadaran. Manusia yang telah mencapai Kesadaran, akan menjadi permata bagi lingkungan sekitarnya, sehingga segala kebaikan, kedamaian dan kebahagiaan akan tercapai.

Perdamaian dan Keadilan dunia didasarkan “Hukum Sebab Akibat” menjamin semua orang akan “menerima apa yang telah mereka lakukan” seperti “mereka yang hidup dengan pedang akan mati oleh pedang.” Pada sisi lain, orang yang hidup dalam perdamaian, akan memulai sebuah gerakan yang akan memberikan ketenangan dan kedamaian bagi orang lain pula dan masyarakat pun akan dijauhkan dari kebencian dan kekerasan. Semua yang terjadi adalah sebuah rangkaian yang tak terpisahkan.

(63)

ditemukan. Dapat dikatakan bahwa alam dan manusia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, ketika kesesatan terjadi dalam diri manusia, maka alam pun akan berubah. Alam tidak ramah karena manusia yang tidak ramah.

Nichiren Shu, sebagai sebuah kelompok Buddhis dan seluruh pengikutnya harus dengan tegas berusaha menciptakan perdamaian, kebahagiaan, dan pencerahan bagi seluruh mahluk hidup. Hidup manusia harus dilindungi dan dihargai, dan seluruh masyarakat harus didorong kearah perdamaian dan kebahagiaan. Oleh karena itu, Nichiren Shu secara tegas menolak segala bentuk peperangan, segala kekerasan, kebencian, pengembangan senjata nuklir, dan turut menyebarluaskan keadilan dan kedamaian dalam masyarakat. Selain menyebarluaskan nilai-nilai ini dalam masyarakat, kita percaya bahwa ajaran Sang Buddha yang dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra dan dengan mengikuti ajaran dari Nichiren Shonin, kita dapat mewujudkan sebuah kehidupan yang alami dan wajar sesuai dengan nilai-nilai kehidupan itu sendiri.

3.3 Mitologi tentang Burung Bangau (Tsuru)

(64)

bangau dimana burung bangau ini umumnya dilukisakan dengan sangat cantik , anggun, mempunyai suara yang merdu, sering berhubungan dengan wanita yang cantik yang mempunyai sifat menyenangkan dan berkeinginan untuk tidak mendapatkan suatu imbalan. Dalam buku Leinster yang berjudul “The Devine Midhir”, seorang dewa yang bernama Tuatha de Danann, memiliki tiga ekor burung bangau dimana untuk menjadi pengawalnya Sidh, Bri Keith dari penganggu-penggangu. Tetapi burung bangau ini memiliki kelebihan reputasi yaitu tidak akan adanya peperangan atau berkeinginan untuk berperang.

Oleh karena itu, burung ini adanya unsure-unsur tanda untuk ditakuti dan dihindari. Pandangan buruk mungkin berhubungan dengan adanya larangan untuk memakan daging burung bangau yang segar di kota Ireland dahulunya, dimana yang dicatat oleh seorang pemuda yang bernama “Giraldus Cambrensis” pada buku yang berjudul “Expugnatio Hibernika”. Identitas burung bangau ini mungkin mempunyai sifat yang berkenaan dengan sifat yang tidak kasar dan tidak berbicara dengan penuh keributan

atau dengan menjerit. Bersumber dari

http://thomascranelibrary.org/mythology.shtml

(65)

seperti negara China, Korea, Vietnam dan Jepang.Itu merupakan simbol kemujuran dan sering dipersembahkan dengan simbol panjang umur dengan objek lain seperti pohon pinus, pohon bambu dan kura-kura.Masyarakat Vietnam menganggap burung bangau dan naga sebagai lambang dalam kebudayaannya. Menurut tradisi masyarakat Jepang, jikalau seseorang dapat melipat kertas bangau sebanyak 1000 ekor , maka keinginan untuk penyembuhan akan dikabulkan. Kejadian ini terjadi sejak peristiwa Sadako Sasaki. Juga pada tradisional masyarakat China yang menyebut burung bangau sebagai “Tian He atau Xien He” melambangkan kebijaksanaan (Lauran Mers 1987:204 dan 368).

Burung memerankan peran yang penting karena mereka membawakan tiga hingga lima elemen tradisional. Tiga diantaranya adalah air, bumi dan udara. Dalam mitologi, burung yang berhubungan dengan angkasa dan surga ditambah dengan elemen dalam ruangan ke bentuk fakta-fakta dan informasi dan juga burung Phoenix, yang dikatakan sejak dulu merupakan

burung api (Nara sumbernya dikutip dari

http://www.Khandro.net/animal_birds.html).

(66)

Hokkaido arah utara (masyarakat Ainu yang berkebudayaan lebih ke siberian daripada keJepangan) mengadakan dansa burung bangau yang ditayangkan tahun 1908 oleh Arnold Genthe. Di Korea, dansa burung bangau ditayangkan di lapangan wihara Tongdosa sejak dinasti Silla-646 CE (Bersumber dari http://en.wikipedia.org/wiki/crane).

Di Yunani, nama burung bangau adalah Geranos. Burung bangau adalah burung dari Omen (Omen= tanda akan terjadinya sesuatu). Dari dongeng Ibycus dan Cranes yang menceritakan tentang perampok menyerang Ibycus dan membunuhnya. Ibycus memanggil segerombolan burung bangau yang lewat, burung bangau mengikuti pembunuh menuju teater dan menunggui dia sampai mengancam kesalahannya dan akhirnya dia mengakui perbuatan kriminalnya (Johnsgard 1983:133).

Senior Pliny menulis bahwa burung bangau dapat ditunjuk untuk menjaga keamanan selama orang-orang tidur. Burung bangau sebagai pengawal penjaga akan memegang sebuah batu di kukunya, jikalau dia tertidur dia akan menjatuhkan batu dan bangun (Miller, Alden H. & Sibley, Charles G., 1942:126-127).

(67)

mereka dipercayakan merupakan putri dan perantara dari Allah, mereka dinamakan “Three Exalted Cranes ( Tiga burung bangau yang mulia). Bersumber dari Miller, Alden H. & Sibley, Charles G. , 1942:148.

Burung melambangkan kesetiaan, kemujuran dan kasih sayang. Sepasang burung melukiskan kesetiaan di seluruh penjuru dunia. Rangkapan ini dikutip pada pembedaan jalur dengan imajinasi burung yang berkepala dua. Banyak cerita rakyat yang menceritakan bahwa laki-laki dan perempuan menjelma menjadi burung. Metamorfosis ini disarankan dari yunani kuno yang berimajinasi dari tiga dewa, yang terlihat telah membentuk menjadi burung bangau. Bersumber dari Johnsgard 1983:168).

(68)

Dikatakan oleh Hyginus bahwa mutlaknya 13 huruf konsonan alphabet itu diambil oleh Mercury ke negara Mesir, kemudian diambil kembali oleh Cadmus ke negara Yunani dan dari sana diambil oleh Evander ke negara Itali, dimana ibunya yang bernama Carmenta (A Muse) beradptasikan mereka menjadi 15 buah huruf alphabet latin. Mercury juga pada waktu yang sama juga menukan permainan atletik dimana disana dia menamakan dirinya Cretan. Setelah itu Mercury sewaktu di mesir menamakan dirinya sebagai Thoth, dewa yang menjelma menjadi burung bangau Ibis, dimana orang yang menemukan tulisan dan juga membentuk kalender. Cerita ini mungkin dikutip dari sumber Etruscan:

…. dan membuat burung bangau sebagai burung yang harus dihormati. Burung bangau terbang membentuk seperti huruf-V dan karakter dari semua huruf, ditandai dengan pisau pada dahan pohon yang besar- pohon kulit luar yang keras….. (dalam sajak yang ditulis Hesiod)

Ada juga penyair yang menuliskan mitologi burung bangau tentang keterbangan burung bangau yang ditulis oleh Polwart – 1605, yang menyatakan:

(69)

kepada ketiga tuhan tersebut, begitu pula baigan lehernya, bulunya hitam dan putih dengan kulit merah mudanya. Burung bangau membuat dirinya penuh kekaguman menetap dengan berpindah tempat dari daerah tropis ke daerah atlantik/ dingin dan kembali lagi dua kali dalam setahun, terbang dengan bentuk formasi V diikuti dengan suara seperti suara trompet pada terbang dengan jarak yang sangat tinggi. Hal ini juga harus mengikatkan mereka dengan ucapan yang berlebihan dengan memuja agama sebagai pemberi kabar kepada dunia…

Dari sisi keanggunnannya juga terdapat mitos bahwa adanya Tarian Burung Bangau di Delos yang disebut sebagai “Crane Dances in Delos”, merupakan tarian yang berbentuk lingkaran karena itu diadaptasikan disana untuk pemujaan kepada dewi Bulan (Moon Goddess), oleh Robert Graves 1986:483.

(70)

Disini juga diceritakan bahwa burung bangau dengan lehernya yang panjang dan kecil, mempunyai ukuran yang mengesankan juga sayap yang lebar, burung bangau ini kelihatannya seperti pencangkokan dari garuda dan naga.

Johnsgard (1983:683) menuliskan Burung bangau dengan seluruh tubuh yang berbulu putih dan hitam dengan kepala dan leher yang berkelok-kelok khususnya menyimbolkan gabungan antara kebijaksanaan dan perasaan keharuan dan kasihan. Juga dimunculkan sebuah tanda seperti tanda permohonan, yang terletak di tas kepala yang ditandai dengan warna merah tua. Menurut ICF (International Cranes Foundation) mengatakan bahwa kebanyakan dari spesies burung bangau mempunyai tanda “diatas kepalanya mempunyai sebuah tambalan merah terang dan bersinar kepada lawan atau binatang pemakan sesama untuk menunjukkan pertumbuhannya.”

(71)

bangau dapat hidup sekitar 80 tahun, dua kali kehidupan yang diharapakan oleh perkiraan kehidupan masyarakat Bhutan. Bersumber dari Harry Marshall, 1989:112

Telah diteliti bahwa burung bangau akan tiba pada waktu yang sama dan hari yang sama dan terbang berputar mengelilingi biara sebanyak tiga kali dan berdiri di atas bukit rawa-rawa, selalu berputar sesuai dengan putaran jarum jam. Tanda ini menandakan bahwa itu merupakan cara untuk menjalankan upacara agama oleh kaum peziarah agama Buddha yang datang untuk menyembah kepada Tuhan. Ketibaan burung bangau memberikan tanda kepada pendeta dan terbang sebanyak tiga kali mengelilingi biara (Harry Marshall, 1989:357).

(72)
(73)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Burung bangau merupakan lambang kesucian di negara Jepang, yang mempunyai nilai-nilai positif antara lain membawakan kemakmuran, kesuksesan, panjang umur, kemujuran, kesetiaan dan sebagainya. Lambang burung bangau ini sering digunakan pada resepsi, perayaan ulang tahun, pembukaan usaha baru dan sebagainya khususnya acara pernikahan.

2. Burung bangau yang hidup bebas di alam menggambarkan seakan-akan menandakan burung bangau itu dipenuhi dengan kedamaian dan tetap kekal abadi. Burung ini juga sering disebut sebagai “Burung Kemuliaan” yang selalu setia pada pendamping hidupnya.

(74)

4. Burung bangau yang memiliki postur tubuh yang unik yang berukuran besar, berkaki panjang, berleher panjang dan mempunyai paruh yang besar serta kuat dan tebal serta mempunyai bulu yang indah hanya dapat dinikmati apabila dilestarikan dan dijaga dari ancaman bahaya. Ada mitos yang mengatakan bahwa burung bangau mempunyai sifat budi pekerti yang dapat dijadikan teman sahabat yang tidak terlupakan yang selalu membawa kesetiaan dalam kehidupan.

5. Pada origami asal Jepang mengatakan bahwa siapa yang dapat melipat kertas burung bangau sebanyak 1000 ekor akan dipenuhi permohonannya, biasanya sering dijumpai pada keadaan yang tidak bahagia seperti kesedihan , kehilangan, menderita kesakitan dan lain-lain.

(75)

7. Origami bentuk burung bangau sangatdigemari anak-anak karena bentuknya unik dan juga cara lipatannya sederhana. Bentuk burung bangau juga melebar luas ke segala penjuru dunia. Para pengemarnya melihat dari sisi lambangnya bahwa dapat membawa kemujuran sehingga mereka berbondong-bondong melipat untuk permohonan atas perdamaian dunia serta kesembuhan dari menderita penyakit.

8. Peristiwa Sadako Sasaki yang mengalami penyakit Leukemia

(76)

9. Dari beribu-ribu ekor burung bangau dapat dihias menjadi objek baru (Rokoan), yaitu gaya lipat dimana beribu-ribu ekor burung bangau digabungkan bersama-sama membentuk objek baru. Rokoan merupakan hasil karya yang digemari masyarakat Jepang. Menurut masyarakat Jepang Rokoan diartikan bahwa pasangan pengantin akan hidup kekal. Juga dipercayakan akan bersahabat selamanya dengan memberikannya kepada teman dan kepada pasangan hidupnya cintanya tidak akan pernah pudar.

10. Burung bangau dalam bahasa Jepang disebut Tsuru. Sebagian orang juga menyebutnya sebagai “Burung Jenjang”. Di negara barat disebut crane, sedangkan di China disebut Tian He/ Xian He. Di Jepang terdapat 3 species burung bangau, antara lain adalah Red Crowned Crane, Hooded Crane dan White Naped Crane.

(77)

12. Di dalam ajaran buddhisme diajarkan bahwa selalu ada rasa toleransi, welas asih menghargai dan menghormati antara sesame mahkluk hidup, melepaskan diri dari kesesatan pandangan untuk mempertahankan apa yang ada di dalam dunia ini.

4.2 Saran

1. Melihat dari banyaknya sisi-sisi pengaruh baik burung bangau

(tsuru), sebaiknya masyarakat Indonesia juga harus ikut

melestarikan dan menjaga burung bangau (Tsuru) dari ancaman

polusi, ancaman pemburuan yang dijadikan berbagai produk

material (seperti tas, pakaian dan sebagainya) dan juga ancaman

kepunahan.

2. Burung bangau (Tsuru) mempunyai sifat untuk membalaskan

budi, dari sifat ini sebaiknya masyarakat Indonesia juga

(78)

3. Melihat dari sisi arti symbol burung bangau yang membawakan

berkah kebahagiaan, panjang umur dansebagainya sebaiknya

masyarakat Indonesia juga ikut menghormati dan menghargai

adanya burung bangau di dunia ini.

4. Melihat dari keindahan dan corak warnanya juga

gerakan-gerakannya yang anggun dan indah, sebaiknya

masyarakat Indonesia juga dapat mengurangi sifat kekerasan dan

(79)

DAFTAR PUSTAKA

Adelheid, Schnorr.1998. The Wise Japan. Germany: Barrons Educational Series Incorporated

Alexander, Elly and Sarah. 2004. About Japan Culture. London: Borders Incorporated

Azwar Saifuddin. 2004. Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Barnett, Lincoln. Dkk. 1957. The Wold Great Religions. New York: Time Incorporated

Barrons, Wilson, 1989. The Complete Book of Crane. London: Evanston Deep Press.

Bryson, Bill. The Rough Guide to Japan. 2005. Boston: The Yield Book Incorporated

Britton and Hayashida. 1981. An Overview of Crane Biology. America: World Book Incorporated

(80)

Gurga, Lee and Miyashita Emiko, 2001. Selected Haiku oleh Yoshiko Yoshino. America: Deep North Press.

Hayes, M.A .2005. Cranes in the World. “Divorce and extra pair Paternity as alternative mating strategies in monogamous sandhill cranes”. America: Ohio Book Store Incorporated

Johnsgard PA, 1996. Cranes of the World. Bloomington: Indiana University Press.

Archibald GW, 1996. The Cranes: Statue Survey and conservation action plan. Switzerland: IUCN

Khandro.2006. Symbolism of birds. Chicago: Book Fair Incorparated

Kim Deok Myeong. 1999. The Crane Dance. Boston: Greenleaf Book Store

Koentjaraningrat.1983. Ruang Lingkup Pembahasan. Jakarta, Gramedia

Krane, Meghan. 2007. In Cranes-A Symbol of Hope. London: Evanston Deep Press.

(81)

Kuntowijoyo. 2001. Mitos, Ideologi, dan Ilmu (Bagian Pertama Dari tiga

Tulisan). Jakarta: Harian Republik

Lambrecht, Kalman. 1933. Handbuch der Palaeornithologie. Berlin: Gebruder Borntrager

Laura Dynion .2006. The Original Gathering of the Tribes. Georgetown: Book Orchard Press Incorporated

Marshall, Harry. 1989. Bhutan, The Last Shangri-la, The Living Edens. New York: PAN Publications Incorporated

Miller, Alden H. & Sibley, Charles G. 1942. A New Species of Crane from the

Pliocene of California. London: Blue Book Publications Incorporated.

Mers, Lauran. 1987. Mitologi tentang burung bangau di Asia, Jakarta: Gramedia

Nasution, M.Arif. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia

Suryabrata,Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali

(82)

Wertheimer, Moulan. 2001. Birds in Alchemy. New York: PAN Publications Incorporated

http://www.dongeng_1001_malam_blogspot.com/2003/03/balas_budi_burung_

bangau_html

http://birds.suite101.com/article.cfm/japanese_cranes__symbols_of_peace.

http://www.janmstore.com/tsuru.html)

http://id.wikipedia.org/wiki/bangau

http://www.Aquaphysio.com

http://www.meta-religion.com/World_Religions/Ancient_religions/North_amer

ica/the_story_of _the_pet_crane.html

http://www.experiencefestival.com/a/Japanese_crane_Mythology/id/4703911

Referensi

Dokumen terkait