EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN
DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
GUNA MENDUKUNG PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS
KERJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
VANIA ISURA SITEPU 060200300
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA / HUKUM PERBURUHAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA GUNA MENDUKUNG PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
VANIA ISURA SITEPU 060200300
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA / HUKUM PERBURUHAN
Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara
DR. Pendastaren Tarigan, SH, MS NIP:19540912184031001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. DR. Budiman Ginting SH, M.Hum Dr. Agusmidah, SH. M.Hum NIP: 195905111986011001 NIP: 197608162002122002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah:
“Eksistensi Serikat Pekerja Dalam Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian
Kerja Bersama Guna Mendukung Produksi dan Produktivitas Kerja”
Penulis menyadari bahwa “Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, demikian
pula skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat
membangun dan juga dapat menyempurnakan skripsi ini.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan,
2. Bapak Prof. DR. Suhaidi, SH, MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara Medan,
3. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS , selaku Ketua Departemen Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan,
4. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum. selaku Ketua Hukum
sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu
untuk memberi saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini,
5. Ibu Dr. Agusmidah, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga
telah menyediakan waktunya untuk membimbing dan memberikan bantuan
kepada penulis dalam penulisan skripsi ini,
6. Bapak Sutiarnoto, SH, M.Hum. selaku Dosen Wali penulis selama
mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan ini,
7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen (khususnya: Pak Bukit, Pak Jelly, Pak
Yusrin, Pak Arif, Pak Hayat, Bu Rafiqoh, Bu Ningsih) serta para pegawai
dan staff yang membantu segala urusan perkuliahan dan administrasi
penulis selama di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan,
8. Teristimewa untuk orangtuaku tersayang Bapak Simbela Sitepu dan Ibu
Inganlit br. Tarigan yang telah merawat, memberikan doa dan mendidik
penulis untuk menjadi pribadi yang Takut akan Tuhan,
9. Kakak-kakakku, Susan Octarina Sitepu, SH dan Erin Karina Sitepu, SE
untuk contoh yang diberikan kepada penulis, yang mampu memberi
inspirasi untuk membanggakan kedua orang tua penulis, begitu juga dengan
abang iparku Darma Perangin-angin terima kasih atas dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga Besar Sitepu (Ribu, Bi Itha dan Kila David yang selalu mampu
memberi semangat) dan Tarigan (Laki, Karo, Mamatua, Patengah, Pauda
dan bibi-bibiku yang selalu memberi motivasi), Sepupu-Sepupuku (Ryan,
Tia, Ricky, Rendi, Haga, K’Pipin, Natalie, Josua, Eka, Gaby, Kevin, Obed,
Via, Mira) untuk dukungan sebagai keluarga sekaligus teman bagi penulis.
11. Orang-orang yang telah meninggalkan penulis, Alm. Bolang Lona (Semoga
nia bisa buat papa bangga seperti janji nia di umur 17 nia), Alm. Pak Chris
dan Alm. Pak Darma untuk kehadiran di waktu-waktu terberat.
12. Sahabat-sahabatku, teman-teman SMP (Yoke, Via, Sarah, Grace, Bonar,
Abed, Ary, Imo, Monang), dan SMA (Ina, Aci, Castri, Ipiq, Sandra, Danta,
Gigih, Deni, Divan, Novandi, Anti Ipa dan seniorku, anak MOEL CAMP )
13. Teman-teman seperjuanganku di Fakultas Hukum, Mita dan Desi untuk
kebersamaan selama 4 tahun ini, Yuni, Jeni, Astrya, Vani, Ela, Perista,
Dewi, Vera, Dani, Rommy, Agnes, Ade, Fitri, Yaya dan teman-teman ’06
lainnya, seniorku, b’Polda, b’Rico, b’Erick, serta teman-teman PERMAHI,
terima kasih atas dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
14. Yang selalu menghibur dan menguatkanku, Rekan-rekan Permata Sion,
khususnya: b’Guntur, Friska, Putra, Iyan, Fani, B’Pison untuk waktu, doa,
semangat, dan segala bantuan selama penulisan skripsi ini. Terima kasih,
Terima Kasih dan Terima Kasih.
Akhir kata, Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak, Semoga Tuhan selalu memberkati kita semua.
Penulis,
ABSTRAK
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
ABSTRAK... iv
DAFTAR ISI... v
Bab I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian………... 6
D. Manfaat Penelitian……….... 7
E. Keaslian Penulisan……….... 7
F. Tinjauan Kepustakaan………... 8
G. Metodologi Penelitian………... 11
H. Sistematika Penulisan………... 13
Bab II : SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA A. Serikat Pekerja di masa Kolonial Belanda (1920an)... 16
B. Serikat Pekerja Setelah Kemerdekaan (1945-1959)………... 21
C. Serikat Pekerja di Masa Orde Baru (1970-1998)…………... 27
D. Serikat Pekerja di masa Reformasi (1998-sekarang)……... 34
Bab III : PERAN SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Perjanjian Kerja Bersama... 41
1. Pengertian Perjanjian Perburuhan/ Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/ Perjanjian Kerja Bersama (PKB)... 42
2. Para Pihak yang membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB)... 44
3. Masa Berlakunya Perjanjian Kerja Bersama... 45
4. Perbedaan antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Tabel 1... 47
5. Hubungan antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)... 48
B. Sejarah Perjanjian Kerja Bersama dalam Peraturan Ketenagakerjaan 1. KUHPerdata... 50
2. Kep.Men-48 / MEN / IV / 2004... 54
Tabel 2... 60 2. Negoisasi dalam Proses Perjanjian Kerja Bersama... 61 D. Peran Serikat Pekerja dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Bersama... 67
Bab IV : EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA GUNA MENDUKUNG PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KERJA
A. Pengertian Produksi dan Produktivitas……… 70 B. Peranan Perjanjian Kerja Bersama dalam Mendukung Produksi
dan Produktivitas Kerja di Perusahaan………. 73 C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam meningkatkan Produksi dan Produktivitas Kerja di Perusahaan……….. 76
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………... 80
B. Saran………. 81
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kedudukan buruh yang lemah membutuhkan suatu wadah supaya menjadi
kuat. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan hak berserikat dan berkumpul di
dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat
Pekerja/Serikat Buruh adalah menyeimbangkan posisi buruh dengan majikan.
Melalui keterwakilan buruh di dalam Serikat Pekerja / Serikat Buruh, diharapkan
aspirasi buruh dapat sampai kepada majikan. Selain itu, melalui wadah Serikat
Pekerja / Serikat Buruh, diharapkan akan terwujud peran serta buruh dalam proses
produksi. Hal ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan hubungan industrial di tingkat perusahaan.1
Di dalam proses produksi barang dan jasa sedikitnya terdapat 2 (dua)
pihak yang terlibat yaitu pengusaha dan pekerja di perusahaan.2
“Serikat Pekerja / Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja / buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kewajiban
Untuk menjamin
kelancaran proses produksi tersebut diperlukan adanya pengaturan hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 21 tahun
2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh, semakin di dapat gambaran yang
jauh lebih jelas dari kapasitas Serikat Pekerja / Serikat Buruh dalam dunia
ketenagakerjaan, yang mana dalam Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa:
1
Asri Wijaya, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal. 77.
2
Pedoman Peraturan Perusahaan, (Jakarta: Direktorat Persyaratan Kerja, Direktorat
pekerja / buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja / buruh dan keluarganya.3
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh didasarkan pada Pasal 28 E perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945
dan Konvensi ILO (Internasional Labour Organization) Nomor 98 Tahun 1949,
tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan berserikat di ratifikasi oleh
Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956,
tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98
Tahun 1949 mengenai Berlakunya Dasar- Dasar daripada Hak untuk berorganisasi
dan untuk Berunding Bersama. Dengan telah diratifikasinya Konvensi ILO
Nomor 98 Tahun 1949, tentang Hak Berorganisasi dan Kemerdekaan Berserikat
serta diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, tentang Serikat Keberadaan Serikat Pekerja/Buruh saat ini lebih terjamin dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Buruh (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Nomor3898). Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000,
kedudukan Serikat pekerja/Buruh secara umum hanyalah dianggap sebagai
kepanjangan tangan atau boneka dari majikan, yang kurang meneruskan aspirasi
anggotanya. Hal ini karena pada masa Orde Baru, Serikat Pekerja/Buruh hanya
diperbolehkan satu, yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pada Masa
Reformasi, setelah adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000,
dimungkinkan dibentuk Serikat Pekerja/Buruh lebih dari satu di dalam satu
perusahaan.
3
Pekerja/Serikat Buruh, maka bidang perburuhan sesungguhnya telah berubah
secara radikal. Yang dimaksud Radikal ialah amat keras menuntut perubahan,4
Fungsi Serikat Pekerja / Buruh selalu dikaitkan dengan hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi
pengusaha, pekerja dan pemerintah.
yaitu berupaya keras menuntut perubahan bidang perburuhan kearah yang lebih
baik.
5
1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan industrial;
Adapun fungsi dari serikat Pekerja/Buruh
seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) ialah:
2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham
di perusahaan.
4
KH.Muhamad Najih, Radikal Antara Pro dan Kontra, Sarang 2009.
5
Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan
Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta,
Dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, Serikat Pekerja/Buruh
melakukan negoisasi dengan pengusaha/organisasi pengusaha untuk
memperjuangkan hak-hak Buruh, seperti: upah yang layak, jaminan sosial yang
memadai, pemenuhan hak-hak cuti, pembayaran lembur yang sesuai serta hak-hak
pekerja lainnya yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Sedangkan di dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama, Serikat
Pekerja/Buruh harus dapat memberikan informasi dan menjelaskan hak dan
kewajiban anggota kepada anggotanya serta mewakili/mendampingi anggota.
Perjanjian Kerja Bersama sebagai salah satu Prasarana yang paling penting
untuk peningkatan produksi dan produktivitas . Sering kali dalam pelaksanaan
Perjanjian Kerja Bersama tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam perjanjian,
tidak terlaksananya PKB baik yang dilakukan oleh Pengusaha maupun Pekerja
berdampak pada terjadinya perselisihan hubungan industrial, baik terjadi karena
perbedaan penafsiran pasal-pasal yang ada dalam PKB maupun karena
ketidakmampuan para pihak untuk melaksanakan isi PKB. Dampak itu dapat
positif atau negatif . Berdampak positif apabila hubungan industrial itu berjalan
dengan baik dan tercapai tujuannnya. Sebaliknya akan berdampak negatif apabila
hubungan industrial itu gagal mencapai tujuannya.
Tujuan dari hubungan industrial pada dasarnya terkait dengan subjek
hukum dalam hubungan industrial, yaitu meningkatkan produktivitas,
kesejahteraan dan stabilitas nasional yang mantap. Meningkatkan produktivitas
adalah tujuan utama dari majikan dalam mendirikan suatu usaha. Produktifitas
yang meningkatkan akan menghasilkan keuntungan. Adanya keuntungan dari
meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan kesejahteraan merupakan tujuan
utama semua buruh guna pemenuhan kebutuhan hidupnya. Apabila terjadi
peningkatan kesejahteraan, secara otomatis penghasilan buruhpun mengalami
peningkatan, sehingga akan tercipta ketenangan bekerja. Suasana yang tenang
dalam proses produksi karena telah terjadi peningkatan produktifitas dan
peningkatan kesejahteraan akan berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya dan
masyarakat Indonesia pada umumnya. Adanya ketenangan usaha memperkecil
terjadinya perselisihan perburuhan. Di sisi lain, akan menimbulkan stabilitas
nasional yang baik, yang selalu diharapkan oleh pemerintah bagi suksesnya
pembangunan ekonomi.6
6
Asri Wijaya, op cit, hal.90.
Melalui Latar Belakang di atas mengenai Serikat Pekerja / Serikat Buruh
dan peranannya dalam Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama diharapkan para
pelaku proses produksi barang dan jasa memahami dan melaksanakan tata cara
pembuatan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama dengan baik dan benar agar
terhindar dari berbagai kemungkinan kesewenang-wenangan dan tindakan
merugikan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain dalam hal pelaksanaan
hak dan kewajiban Pekerja / buruh dan Pengusaha, serta tidak hanya merupakan
Formalitas belaka tetapi merupakan jembatan yang menjadikan buruh / pekerja
dengan majikan / pengusaha sebagai mitra kerja yang baik dan dapat mendukung
produksi dan produktifitas kerja. Serta dapat mewujudkan hubungan industrial
yang baik antara pengusaha, pekerja dan pemerintah guna mensukseskan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini, maka ada beberapa
permasalahan yang akan menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini. Adapun
perumusan masalah yang diangkat dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sejarah eksistensi Serikat Pekerja di Indonesia?
2. Bagaimanakah peran Serikat Pekerja dalam pembuatan dan pelaksanaan
Perjanjian Kerja Bersama?
3. Apakah kaitan antara eksistensi Serikat Pekerja dalam pembuatan dan
pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama dalam mendukung produksi dan
produktifitas kerja?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan skripsi penulis yang
berjudul” EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN DAN
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA GUNA MENDUKUNG
PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS KERJA”. Sesuai dengan permasalahan
yang diajukan,antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah eksistensi Serikat Pekerja di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui Peran Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan
Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama.
3. Untuk mengetahui Kaitan antara eksistensi Serikat Pekerja dalam
Pembuatan dan Pelaksaan Perjanjian Kerja Bersama dalam mendukung
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian memberikan manfaat praktis dan manfaat dari sisi
teoritis. Manfaat Teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperkaya khazanah
ilmu hukum terkhusus hukum perburuhan, khususnya mengenai peranan serikat
buruh/serikat pekerja dalam pembentukan Perjanjian Kerja Bersama serta
membantu kalangan akademisi dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai
Ilmu Ketenagakerjaan/Perburuhan. Berbeda dengan penelitian hukum untuk
keperluan praktik hukum, penelitian untuk keperluan akademis dipergunakan
untuk menyusun karya akademis.
Dari segi Manfaat Praktisnya, skripsi ini bermanfaat bagi pengusaha,
buruh/tenaga kerja serta serikat pekerja. Bagi Pengusaha penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan pegangan dan acuan dalam perjalanan perusahaan di waktu yang
akan datang serta dapat dijadikan pembanding terhadap perusahaan lain dalam
pembentukan Perjanjian Kerja Bersama. Bagi Buruh dan Serikat Buruh penulisan
skripsi ini bermanfaat menyadarkan bahwa mereka memiliki kapasitasnya dalam
perusahaan lebih dari hanya sekadar pekerja dan merupakan bagian dari
perusahaan tersebut yang turut serta dalam menentukan jalannya perusahaan.
Demikian juga memberikan masukan bagi pemerintah mengenai kondisi
ketenagakerjaan yang terjadi sehingga dapat dijadikan masukan dan bahan dalam
pembentukan aturan-aturan mengenai ketenagakerjaan.
E. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini diangkat dari hasil pemikiran sendiri dan sudah
diperbandingkan dengan judul-judul skripsi mengenai hukum ketenagakerjaan /
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, seperti: “Eksistensi Serikat Pekerja
dalam Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama antara Buruh dan Majikan di PT
(Persero) Pelabuhan Indonesia 1 Medan” oleh Iwan Ginting di tahun 2001 dan
“Peranan Serikat Buruh/Serikat Pekerja dalam Perjanjian Kerja Bersama (Studi
Lapangan di PT. Putra Sumber Utama Timber di Jambi)” oleh David B. H.
Aritonang di tahun 2008. Dari masalah yang diteliti dan tempat dilaksanakan
penelitian maka skripsi penulis yang berjudul “ Eksistensi Serikat Pekerja dalam
Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Bersama Guna Mendukung
Produksi dan Produktivitas Kerja”, berbeda dengan penelitian-penelitian
terdahulu, keaslian penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan.
F. Tinjauan Kepustakaan
Penulis melakukan tinjauan kepustakaan berdasarkan referensi dari
buku-buku yang berhubungan dengan tema skripsi ini. Buku-buku-buku tersebut didapat oleh
penulis pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara karena penulis menilai
bahwa perpustakaan tersebut memiliki buku-buku yang cukup lengkap. Penulis
juga memakai Undang-Undang terbaru yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini serta pendapat-pendapat penulis lainnya sebagai pembanding dalam
tulisan ini.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh Pasal 1 angka (6) mendefinisikan Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, definisi
Pekerja/Buruh memiliki pengertian yang sama dengan apa yang disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Sedangkan Pengertian Tenaga Kerja
Angka (2) adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka (17) yang dimaksud dengan Serikat Pekerja /
Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk oleh, dari, dan untuk pekerja/
buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela
serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan buruh / pekerja dan keluarganya.
Sedangkan menurut undang-undang yang lain yaitu Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, definisi Serikat
Pekerja/Serikat Buruh memiliki pengertian yang sama dengan apa yang
disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Ini menunjukkan bahwa kedua Undang-Undang ini memiliki
pemahaman yang sama tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Untuk definisi dari
para ahli tidak banyak ditemukan definisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Salah
satunya yaitu Pendapat Semaoen dimana Serikat PekerjaSerikat Buruh berasal
dari kata Vakbond atau Vak Vereeniging yaitu suatu perkumpulan dalam bidang
pekerjaan yang disebabkan karena kesamaan pekerjaan.7
Pengertian Perjanjian berdasarkan Undang-Undang yaitu KUHPerdata
tidak dikenal adanya istilah perjanjian, yang ada hanya perikatan atau verbintenis
( Pasal 1233) dan persetujuan atau overeenkomst (Pasal 1313). Jika menggunakan
7
Pasal 1313 KUHPerdata batasan pengertian perjanjan adalah suatu perbuatan
dimana seseorang atau lebih mengikatkan diri pada orang lain untuk
melaksanakan sesuatu hal.8 Perjanjian Perburuhan menurut Pasal 1601a
KUHPerdata adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh,
mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain, si majikan, untuk
sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.9
Setelah mendapat pengertian mengenai Perjanjian maka Perjanjian Kerja
Bersama memiliki pengertiannya sendiri pula. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 1 Angka (21)
menyebutkan definisi Perjanjian Kerja Bersama adalah Perjanjian yang
merupakan hasil perundingan antara Serikat Pekerja / Serikat Buruh atau beberapa
Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab dibidang ketenangakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha
atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban
kedua belah pihak. Sedangkan pengertian lainnya yaitu menurut Pedoman
Penyuluhan Kesepakatan Kerja Bersama (Depnaker RI, 1996/1997:2) ialah
Perjanjian yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja atau serikat-serikat pekerja
yang terdaftar pada Departemen tenaga Kerja dengan Pengusaha-Pengusaha,
perkumpulan pengusaha berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata
memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja. Namun
yang menjadi acuan buku-buku pada saat ini mencantumkan definisi Perjanjian
8
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Terjemahan), Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 338.
9
Kerja Bersama sesuai yang disebutkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan.
Produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna
atas sesuatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang
lain melewati pertukaran.10 Dari studi Literatur diketahui Produktivitas adalah
ukuran efisiensi dengan mana modal,material, peralatan (teknologi), manajemen,
sumber daya manusia informasi dan waktu yang digunakan dengan tujuan
memproduksi barang dan jasa secara ekonomis.11
G. Metodologi Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria
sebagai tulisan ilmiah, maka diperlukanlah data-data yang relevan dari
skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka
penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skrpsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis
normatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan melalui kajian terhadap
peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan bahan–bahan hukum
yang berhubungan dengan skripsi ini.
2. Sumber Data
Data yang dikumpulkan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini
dilakukan melalui pengumpulan data sebagai berikut:
10
Ace Partadiredja, Pengantar Ekonomika, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, 1981), hal. 22.
11
Produktivitas dan Manajemen, (Jakarta: lembaga Sarana Informasi Usaha dan
a. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaedah dasar seperti
Pembukaan UUD 1945, peraturan dasar seperti peraturan
Perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang, peraturan
Pemerintah.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang erat
kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa dan memahami bahan hukum primer. Bahan
hukum sekunder berupa informasi-informasi yang didapat dari
seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah,
koran-koran, dan karya tulis ilmiah.
c. Bahan hukum tertier yaitu kamus, bahan dari internet dan
lain-lain bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua teknik
pengumpulan data yaitu melalui Penelitian Kepustakaan atau Library
Reaserch yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti
melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang
bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian
yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan
Perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para sarjana,
majalah, surat kabar, internet, maupun sumber teoritis lainnya yang
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan menggunakan
teknik analisis kualitatif yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan
menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan
Perundang-undangan, dan buku-buku yang berhubungan dengan skripsi
ini.
H. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini,
maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam 5
(lima) BAB, yang gambarannya adalah sebagai berikut:
Bab I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara umum digambarkan garis besar tentang
Latar Belakang Pemilihan Judul yang dipilih oleh penulis serta
hal-hal yang mendorong penulis dalam mengangkat peranan
serikat Pekerja dalam Perjanjian Kerja Bersama dan Bab ini juga
mencakup Permasalahan pokok skripsi ini, Tujuan penulis
melakukan penelitian, Manfaat dari Penelitian, Metodologi
Penelitian serta Sistematika Penulisan.
Bab II : SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA
Bab ini menguraikan mengenai Sejarah Lahirnya Serikat Pekerja
mulai dari masa Kolonial Belanda, setelah kemerdekaan, Masa
Orde Baru hingga Masa Reformasi.
Bab III : PERAN SERIKAT PEKERJA DALAM PEMBUATAN
Awal dari Bab ini akan memberikan pengertian daripada
Perjanjian Kerja Bersama. Pengertian ini akan diikuti dengan
sejarah Perjanjian Kerja Bersama dalam Peraturan
Ketenagakerjaan. Dalam Bab ini diberikan juga bagaimana
Peran Serikat Pekerja dalam Pembuatan dan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Bersama.
Bab IV : EKSISTENSI SERIKAT PEKERJA DALAM
PEMBUATAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN
KERJA BERSAMA DALAM MENDUKUNG PRODUKSI DAN PRODUKTIFITAS KERJA
Pada Bab ini merupakan Pembahasan dari judul yang diambil
oleh Penulis sehingga dalam Bab ini dijelaskan Pengertian
Produksi dan Produktifitas, Peranan Perjanjian Kerja Bersama
dalam Mendukung Produksi dan Produktifitas Kerja di
Perusahaan, serta Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
dalam meningkatkan Produksi dan Produktifitas Kerja di
Perusahaan.
Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai bagian alinea dari skripsi ini dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai inti sari dari keseluruhan uraian skripsi ini.
Seterusnya diikuti dengan mengemukakan saran-saran yang
kemungkinan dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah atau
setidak-tidaknya sebagai bahan pertimbangan terhadap masalah
yang dihadapi terutama dalam masalah Pembuatan dan
BAB II
SEJARAH SERIKAT PEKERJA DI INDONESIA
A. Serikat Pekerja di masa Kolonial Belanda (1920an)
Pada masa penjajahan, Serikat Pekerja / Serikat Buruh dalam arti yang
sebenarnya tidak ada, hanya ada dalam lapangan sosial dan Olahraga. Bentuk
yang ada yaitu Vak Verband. Diantara Perkumpulan / Serikat Pekerja yang telah
berdiri yaitu V.S.T.P (Vereniging Van Spooren Tramweg Personcel) yaitu
perkumpulan pegawai dari semua angkutan darat kereta api dan trem, kemudian
menyusul P.P.P.B (Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumi Putra), yaitu
perkumpulan Pegawai dari jawatan Pegadaian.
Demikian juga di daerah-daerah lain bermunculan organisasi Serikat
Pekerja, misalnya di Sumatera Selatan ada P.P.P.M (Persatuan Pegawai Petrokum
Maatschap). Sejak tahun 1919 sudah dicanangkan rencana untuk mempersatukan
Serikat Pekerja ini, namun masih selalu tidak berhasil.
Kegiatan Serikat Pekerja masih terbatas dalam usaha sosial dan olahraga
dan ada kalanya ikut mencampuri politik sebagai usaha kaum politik dalam
memperkuat untuk mengadakan pergerakan perjuangan kemerdekaan dan
kebebasan dari penjajah.
Rencana perpusatan terbentuk dengan nama Persatuan Pergerakan Kaum
Buruh (P.P.K.B), dan pada tahun yang sama terjadilah pemogokan-pemogokan
yang dilakukan buruh dengan tuntutan perbaikan nasib kaum buruh.Dengan
adanya pemogokan ini maka pemerintah waktu itu mengeluarkan larangan
mogok. Larangan ini dikeluarkan dengan alasan bahwa mogok itu bukan
Pemogokan terjadi di semua unit produksi. Pemogokan berjalan cukup
lama (2bulan) dan menghasilkan sedikit perbaikan, juga membuka mata bahwa
peraturan perburuhan yang ada sangat berat sebelah dimana pemilik modal dapat
berbuat semaunya dan dapat mengakibatkan timbulnya pemogokan.
Pada waktu ini (1920) pemerintah telah mempersoalkan upah minimum
bagi buruh dan mempersoalkan lembaga tetap untuk kaum pemilik modal dan
buruh bersama-sama. Namun tindakan nyata atas persoalan tersebut belum ada.
Pertengahan tahun 1921 terjadi perpecahan gabungan Serikat Pekerja
buruh yang telah dibentuk (PPKB) itu, yaitu dengan keluarnya beberapa
perkumpulan dan mendirikan gabungan baru yang diberi nama “Revolitionaire
Vakcentrale” berkedudukan di Semarang, selain PPKB yang masih terus menerus
dan berkedudukan di Yogya.
Pada tahun 1922 pemogokan masih berlangsung terus dan pengikutnya
diantaranya 20% adalah pegawai pemerintah. Pemogokan ini bukan karena hal
gaji, tetapi karena perlakuan yang merendahkan dan menghina Pegawai Bumi
Putra. Revolitionaire Vakcentrale menganjurkan pemogokan umum yang akan
memberikan manfaat bagi buruh karena pemerintah H.B takut akan hal ini. Dan
sebagai balasan dari pemerintah H.B. ditangkap beberapa tokoh kaum buruh dan
dibuang / dikeluarkan dari Hindia Belanda.
Namun tokoh Revolitionaire Vakcentrale (Semaun) tidak ikut campur di
dalam pemogokan itu karena dia keluar negeri mengikuti Kongres Kaum Buruh
dari Timur Jauh di Rusia. Dan sekembalinya dari sana direncanakan
pada tahun 1922 dengan nama Persatuan Vakbonden Hindia (P.V.H) dengan
anggota-anggotanya dari buruh partikulir dan serikat sekerja buruh pemerintah.
Serikat-Serikat Sekerja timbul tenggelam dalam aksi pemogokan yang
sebagaimana diketahui bahwa Serikat Pekerja waktu itu banyak dipengaruhi
aliran-aliran kebangsaan sosialis agama dan netral yang tujuannya untuk menuju
kemerdekaan dan kebebasan. Jadi Serikat Pekerja pada zaman penjajahan
berfungsi dua, yaitu dalam usaha cita-cita untuk mencapai kesejahteraan
dikalangan buruh khususnya, rakyat umumnya dan keduanya ikut
memperjuangkan kemerdekaan.
Pemogokan yang dilakukan oleh suatu serikat sekerja merembet ke serikat
sekerja yang lain. Adanya pemogokan dibeberapa tempat, kaum majikan bersatu
dengan pemerintah untuk menindas dengan kekerasan dan bahkan disusul dengan
penangkapan. Campur tangan Pemerintah itu adalah dengan mencantumkan
larangan mogok dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yaitu pada
pasal 161 Bis yang berbunyi :
“Dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah barang siapa menyebabkan atau memudahkan beberapa orang tidak menjalankan pekerjaan atau meskipun diperintah dengan syah, enggan menjalankan pekerjaan yang dijanjikannya itu atau ditanggungnya kepada jabatannya, yaitu dengan maksud supaya tertib umum terusik atau rusak keadaan ekonomi masyarakat atau dengan diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa karena perbuatan itu tertib umum itu akan terusik atau keadaan ekonomi masyarakat itu akan rusak.”12
Dengan larangan mogok dari pemerintah masa itu dan dengan
mengasingkan pemimpin-pemimpin kaum buruh, maka pemogokan terhenti.
P.V.H mendapat pukulan keras dengan pembuangan tokoh-tokohnya dan tahun
12
1926 P.V.H boleh dikatakan mati walaupun serikat-serikat sekerja anggotanya
tetap ada.
Tahun 1929 muncul gabungan serikat buruh yang terdiri dari serikat
pekerja pegawai pemerintah dan tidak terlibat dalam politik, nama gabungan ini
adalah P.V.P.N (Persatuan Vakbonden Pegawai Negeri). Selain itu juga ada
pegawai negeri yang tidak masuk dalam PVPN, mereka disebut Perhimpunan
Pegawai Bestuur Bumi Putra (PPBB). PPBB bertujuan memajukan semangat yang
baik dan bekerja bersama dalam pangreh praja, memperhatikan kepentingan
pemerintah, membangun rasa pertalian diantara pegawai pangreh praja dan
memperhatikan kepentingan anggotanya.
Juga Pada tahun 1930 berdiri Persatuan Serikat Sekerja Indonesia (P.S.S.I)
yang terdiri dari Serikat Buruh yang bukan pegawai pemerintah. PSSI ini ada
dibawah pengaruh Studieclub dan bekerja di luar lapangan politik, tetapi untuk
perbaikan nasib kaum buruh yaitu penilaian upah, waktu kerja dikurangi dan
undang-undang sosial untuk melindungi kaum Buruh. Dan untuk itu, kaum
sekerja harus mempunyai rasa senasib seperjuangan, teratur tegap dan berdisiplin.
PVPN sebagai gabungan serikat sekerja negeri tidak berpolitik dan anggotanya
mencapai 29.700 orang dan 13 perkumpulan, antara lain perkumpulan guru-guru.
Tahun 1931 dapat dikatakan merupakan tahun yang sulit (artinya
kunjungan) terus menerus turun, pemerintah Hindia Belanda merencanakan
pemotongan gaji bagi pegawai-pegawainya. PVPN merencanakan mengadakan
fonds / dana penganggur bagi anggotanya yang kehilangan pekerjaan. PVPN
menentang keras rencana pemerintah dalam penghematan belanja Negara. Atas
untuk menjadi anggota suatu serikat sekerja jika dalam pengurusnya tidak ada
pegawai negeri. Pengurus serikat sekerja (yang pegawai negeri) itu selainnya
menjadi pengurus Serikat sekerja harus menerangkan bahwa Ia akan
memperingati dan mempertahankan kepentingan pemerintah (jajahan) dan akan
menentang propaganda dan aksi yang merugikan tata tertib dan suasana, baik di
kalangan pegawai negeri (dengan kata lain keterangan setia kepada pemerintah).
Mulai sejak berdirinya PVPN hingga akhir tahun 30an telah melakukan
beberapa kali kongresnya. Dan terkahir pada tahun 1939 pada kongres yang ke-8
diperoleh beberapa keputusan yang menyangkut:
1. Peraturan gaji
2. Peraturan buruh bulanan dan pekerja biasa
3. Gaji minimum
4. Peraturan sosial
5. Lama waktu kerja
6. Fonds / dana anak yatim dari pegawai negeri (bangsa Bumi Putra)
7. Terhadap pasal 161 bis KUHPidana
Mengenai Pasal 161 bis KUHPidana, gerakan serikat sekerja mengatakan
bukan maksud mereka untuk mengadakan pemogokan. Mereka mengakui perlu
adanya larangan mogok. PVPN mengharap pasal 161 bis KUHPidana ini dicabut,
karena susunan kata-katanya kurang jelas dan bersifat luas sehingga mudah
menafsirkan dan pemakaian yang tidak benar.
Disamping Serikat Sekerja Buruh pegawai negeri, ada juga serikat sekerja
buruh pegawai / buruh partikulir yang bernama P.S.S.I (Persatuan Serikat Sekerja
Selain itu gerakan-gerakan politik juga menyusun tenaga kaum buruh sehingga
diantara partai politik memiliki organisasi anak dikalangan buruh misalnya CPBI
(Centrale Perkumpulan Buruh Indonesia) dari PNI.
Pada tahun 1941 di Semarang berdiri gabungan Serikat Sekerja Partikuler
Indonesia (GASPI) dengan tujuan mengusahakan pekerjaan bersama-sama yang
tetap dan teratur, untuk kepentingan serikat-serikat sekerja bersama.
Pada waktu mendirikan GASPI telah diambil keputusan:
1. Meminta kepada Pemerintah supaya serikat sekerja diberi suatu tempat
kedudukan dan diberi suatu tempat kedudukan dan diberi hak ikut
mengatur hal penetapan penghargaan buruh di perusahaan-perusahaan.
2. Meminta kepada perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bekerja ke arah
itu.
Selama masa penjajahan Belanda, gerakan serikat sekerja menunjukkan
aktivitas kaum buruhnya sejalan dengan gerakan kebangsaan dan kemerdekaan
Tanah Air disamping cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dikalangan buruh
khususnya. Dengan masuknya pendudukan Jepang, suasana perkumpulan agak
lain dari zaman Belanda. Jepang membawa angin seolah-olah Jepang akan
menjadi pembebas bangsa untuk menuju kemerdekaan. Sebenarnya Jepang
memperalat Indonesia dalam menghadapi Sekutu. Jepang mengundangkan
undang-undang perang, sehingga kaum Buruh sangat tertindas. Tenaganya
dikerahkan untuk kepentingan perang. Namun demikian semangat juang bangsa
dan rakyat Indonesia tetap besar, dimana organisasi tetap bermunculan walaupun
secara illegal.13
13
B. Serikat Pekerja Setelah Kemerdekaan (1945-1966)
Dengan lenyapnya belenggu kekuasaan penjajahan di Indonesia, timbullah
organisasi buruh di segala lapangan perusahaan, baik partikulir maupun
perusahaan pemerintah atau kantor / jawatan. Organisasi-organisasi buruh yang
ada masih dalam tingkatan pertumbuhan dengan segala kelemahan-kelemahannya,
hal ini dapat dimaklumi karena masih muda dan baru tumbuh.
Perkembangan pertumbuhan masih sejalan dengan jalannya perkembangan
politik perjuangan Negara. Seperti diketahui bahwa walaupun telah
diproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, namun bangsa dan Negara
Indonesia masih menghadapi tantangan. Kaum buruh sebagai warga Negara pada
waktu itu telah merasa insaf untuk ikut mempertahankan kemerdekaan. Jadi
perjuangan atau kegiatan serikat buruh masih juga sejalan dengan kegiatan
perkumpulan politik.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama (19 September 1945) dibentuk BBI
(Barisan Buruh Indonesia) yang bertujuan ikut mempertahankan kemerdekaan.
BBI juga sepakat untuk menuntaskan revolusi nasional. Untuk mempertahankan
tanah air dari serangan musuh, BBI membentuk Laskar Buruh Bersenjata di
pabrik-pabrik. Untuk kaum perempuan dibentuk Barisan Buruh Wanita (BBW).14
14
Asri Wijaya, op. cit, hal. 83.
Kemudian (dalam waktu beberapa bulan saja BBI ini pecah menjadi dua, yaitu :
P.B.I (Partai Buruh Indonesia) yang bertujuan mempertahankan kemerdekaan
serta bergabung dengan perkumpulan politik. Dipihak lain yang tidak
menghendaki adanya campur tangan dibidang politik, hanya ingin bergerak di
pada tahun 1946 menjadi luas dan menyebut dirinya SOBSI (Serikat Organisasi
Buruh Seluruh Indonesia).
Gerakan Serikat Buruh pada zaman kemerdekaan ini masih diwarnai oleh
gerakan pada zaman penjajahan yaitu yang bersifat politik dan non politik.
Perjuangan nasional sangat banyak mendapat dukungan dari perjuangan kaum
buruh. Penderitaan kaum buruh sebenarnya merupakan pendorong utama bagi
perjuangan mencapai kemerdekaan bangsa. Karena kaum buruh yang paling
merasa tindakan kaum penjajah baik melalui Koeli Ordonansi ataupun Poenale
Sanctie. Kesadaran Nasional kaum buruh bangkit karena ada tekanan dari kaum
majikan.
Oleh karena itu gerakan dari kaum buruh adalah untuk menghapuskan
sisa-sisa kolonialisme Belanda. Teknis organisasi Serikat/Organisasi Buruh masih
belum jelas. Kaum buruh bersatu dalam suatu ikatan organisasi hanya keinsafan
dan kesadaran atas harga diri dan mendorongnya untuk melepaskan diri dari
tekanan penjajahan.
Sesudah kemerdekaan, kaum buruh mulai menyadari untuk memperbaiki
nasib yaitu perbaikan upah dan jaminan-jaminan sosial serta lebih jauh
menghendaki ikut campur tangan dalam perusahaan. Hal ini di beberapa daerah
masih menimbulkan pemogokan-pemogokan. Pemerintah (Republik Indonesia)
memberi penghargaan terhadap Buruh yang dinyatakan dengan mengajak kaum
buruh turut serta dalam memecahkan persoalan Negara baik sosial, ekonomi
maupun politik. Ini terlihat dengan adanya menteri Perburuhan dalam susunan
Kabinet (Kabinet Amir Syarifuddin I, 1947), sedang pada empat kabinet
ikut berunding dengan pemerintah tentang masalah politik, ekonomi dan sosial
yang langsung mengenai kepentingan buruh. Ini terlihat dengan duduknya
wakil-wakil golongan Buruh di KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat).
Perjuangan buruh mendapat simpati dari kaum buruh di luar negeri. Dan
kemudian GABSI menggabungkan diri dengan badan internasional yaitu WFTU
(Worle Federation of Trade Union). Kontak kaum buruh Indonesia dengan kaum
buruh di luar negeri di pakai untuk memperkokoh perjuangan Negara dan berhasil
dengan tercapainya solidaritas dan simpati kaum buruh Internasional terhadap
perjuangan Bangsa Indonesia.
Perhatian pemerintah kepada buruh telah ditunjukkan selain dengan di ikut
sertakan kaum buruh dalam membicarakan masalah-masalah Negara juga dengan
diundangkannya beberapa undang-undang dan peraturan mengenai buruh atau
tenaga kerja, antara lain Undang-Undang kecelakan Nomor 33 tahun 1947,
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1948 tentang kecelakaan, Undang-Undang
Nomor 23 tahun 1948 tentang Peraturan Perburuhan, Undang-Undang kerja
Nomor 12 tahun 1948.
Peraturan atau Undang-Undang dari zaman kemerdekaan ini lain dengan
peraturan atau undang-undang dari zaman penjajahan. Karena Undang-Undang
dan peraturan pada zaman kemerdekaan itu perhatian pada buruh, sedang pada
zaman penjajah peraturan atau undang-undang melindungi pemilik modal.
Perubahan situasi politik di Indonesia membawa perubahan juga pada
gerakan perburuhan. Dengan tumbuhnya organisasi politik di Indonesia maka
telah diwarnai oleh corak dan gambaran idiologi politik dari masing-masing partai
politik.
Pergolakan perjuangan kaum buruh masih berlangsung terus terutama
pemogokan masih juga terjadi. Untuk mengatasi kesulitan sebagai akibat
pemogokan yang banyak terjadi di tahun 1950-1951 dengan peraturan kekuasaan
Militer tanggal 13 Februari 1951 Nomor 1 diadakan Panitia Penyelesaisan
Pertikaian Perburuhan di Pusat dan di daerah dibentuk Instansi Penyelesaian
Pertikaian Perburuhan, yang pada tahun 1957 dengan Undang-Undang Panitia dan
Instansi itu dirobah menjadi Panitia Pertikaian Perburuhan Pusat dan Daerah
(Undang-Undang Nomor 22 tahun 1957).
Seperti telah diuraikan di atas bahwa situasi politik menyebabkan
tumbuhnya partai-partai politik dan diiringi dengan lahirnya Serikat-Serikat
Buruh. Serikat-Serikat Buruh ini kebanyakan adalah Onderbouw dari partai
politik. Keadaan politik yang tidak stabil sebagai akibat banyaknya partai politik
menuntut penyederhanaan kepartaian. Juga di lingkungan Serikat Buruh tuntutan
penyederhanaan itu mengakibatkan lahirnya BKS-BUMIL (Badan Kerja Sama
Buruh Militer) pada tahun 1956.
Kemudian Pada Tahun 1959 Pemerintah mengajukan dibentuknya
persatuan yang disebut OPPI (Organisasi Persatuan Pekerja Indonesia),namun
usaha ini gagal karena tantangan pihak SOBSI. Tetapi terbentuk Sekertaris
Bersama Perjuangan Buruh Pelaksana Trikora (Sekber Buruh) pada tahun 1961.15
15
T. Moestafa, op. cit, Hal. 20-25.
perundang-undangan yang dilahirkan untuk kepentingan buruh, antara lain, selain yang telah
disebut di atas, adalah:
1. Mengenai waktu kerja dan waktu istirahat (Peraturan Menteri Perburuhan
Nomor10 tahun 1951)
2. Mengenai hari libur buruh (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 55 tahun
1952)
3. Mengenai Peraturan Istirahat Buruh (Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1954)
4. Mengenai Perjanjian Perburuhan (Undang-Undang Nomor 1 tahun 1954)
5. Mengenai Labilun kerja bagi kaum buruh (Peraturan Menteri Perburuhan
Nomor 7 tahun 1955)
6. Mengenai bantuan untuk usaha-usaha Penyelenggaraan kesejahteraan
buruh (Peraturan Menteri Perburuhan Nomor tahun 1956)
7. Mengenai Dasar-Dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk
berunding bersama (Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956)
8. Mengenai Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1957)
9. Mengenai Penempatan Tenaga Asing (Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1958).
10.Mengenai Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
(Undang-Undang Nomor 12 tahun 1964)
11.Mengenai Pembentukan Lembaga Keselamatan dan kesehatan buruh
Dari Peraturan atau Undang-Undang tersebut di atas,terlihat adanya
perhatian terhadap nasib buruh. Dengan demikian berarti gerakan atau aksi buruh
untuk mendapat kedudukan dan perbaikan nasib telah mendapat tanggapan
pemerintah.
Juga mengingat pentingnya akan kelangsungan tujuan nasional dan tujuan
pembangunan dengan Keputusan Presiden Nomor7 tahun 1963 telah dikeluarkan:
Pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan di Perusahaan-Perusahaan, jawatan
dan Badan-Badan vital.
C. Serikat Pekerja di Masa Orde Baru (1966-1998)
Meletusnya G-30-S/PKI pada tahun 1965 banyak membawa perobahan
dalam gerakan serikat buruh. Semua organisasi yang di bawah naungan PKI serta
simpatisannya dinyatakan dilarang.
Pada tahun 1966 dibentuklah KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia).
Tujuan KABI adalah bersifat politis, sedangkan soal-soal yang bersifat
sosial-ekonomis diselesaikan oleh Sekretaris Bersama Buruh.
Keinginan untuk memiliki satu wadah organisasi serikat buruh dalam
rangka menyehatkan perjuangan murni bagi anggota-anggotanya (artinya tidak
dipengaruhi oleh organisasi induk/organisasi politik), maka pada tanggal 1
November 1969 berdirilah MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia)
dengan anggota 21 organisasi. Azas MPBI adalah Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Namun MPBI masih belum dapat bekerja seperti yang diharapkan,
artinya belum dapat menyelesaikan masalah perburuhan. Hal ini karena
merupakan tempat bertemu dan berdialog para anggota, tetapi belum dapat
menghasilkan sesuatu hal yang prinsipil.
Setelah tahun 1966 masalah peburuhan tidak lagi di bawah naungan
Departemen Perburuhan, tetapi namanya dirubah dengan Kementrian Tenaga
Kerja, yaitu sejak Kabinet Dwikora 1966. Perhatian Pemerintah terhadap buruh
dapat dilihat pada instruksi Presiden Kabinet Ampera Nomor 01/U/8/1966
disebutkan:
“Mengusahakan perbaikan nasib tenaga kerja terutama mengenai
demokratisasi upah dan jaminan sosial yang memenuhi syarat-syarat
minimal, layak, wajar, dilihat dari segi prestasi kerja, jumlah jam kerja dan
norma hidup”
Serikat Buruh merupakan suatu economical-force yang penting dan oleh
karena itu peranan Serikat Buruh dalam pembangunan juga penting untuk ikut
serta dalam merealisir cita-cita masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Tanpa pengertian serta bantuan dari Serikat Buruh, maka akan sulit
bagi pemerintah dapat memecahkan masalah yang dihadapi mengenai tenaga
kerja.
Penyederhanaan dibidang politik (1973) meleburkan beberapa partai
politik dalam satu partai saja, sehingga hanya ada 2 partai, yaitu Partai Demokrasi
Indonesia (yang merupakan fusi dari P.N.I, Parkindo, Katolik, I.P.K.I dan Murba)
dan Partai Persatuan Pembangunan (yang terdiri dari N.U, Parmusi, P.S.I.I dan
Perti). Hal ini menyebabkan serikat-serikat buruh kehilangan induk organisasi
politiknya dan dengan demikian serikat buruh bebas menentukan sikap, hanya
segi politik. Kembali serikat buruh merasakan perlunya mempersatukan
serikat-serikat buruh dalam satu wadah. Diantara Pemimpin-pemimpin serikat-serikat buruh
saling mengadakan pendekatan juga dengan pimpinan pemerintah untuk
melahirkan suatu wadah bagi serikat buruh itu.
Maka pada tanggal 10 Februari 1973 berdirilah F.B.S.I (Federasi Buruh
Seluruh Indonesia). Pembentukan F.B.S.I ini adalah merupakan realisasi
kehendak bersama dari serikat-serikat buruh yang dilontarkan pada Sidang Pleno
M.P.B.I tanggal 24-26 Mei 1972 yang berdasarkan pelaksaan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Ketetapan M.P.R.S tahun 1966, Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969
tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga Kerja, Konvensi-Konvensi
I.L.O dan peraturan dasar M.P.B.I. Serikat-Serikat buruh pada satu unit produksi
meleburkan diri menjadi satu wadah. Sebelum 1973 pada satu unit produksi
(misalnya dilapangan pekerjaan Pertanian/Perkebunan) ada beberapa serikat buruh
yang bernaung pada partai-partai politik. Sesudah 1973 mereka melebur diri
menjadi satu serikat buruh atau Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP)
Pertanian/Perkebunan dan ini menjadi anggota F.B.S.I. Demikian juga pada
unit-unit produksi lainnya misalnya Pertambangan, Perkayuan, Maritim, Pariwisata,
Transport dan sebagainya. Sehingga terciptalah “One Union in one industry”.
Dengan Federasi ini diharapkan tidak ada lagi perpecahan karena
kotak-kotak politik (Tentu saja bagi anggota yang ingin berpolitik masih diberi izin
untuk masuk ke dalam partai politik, namun sebagai anggota SBLP/FBSI tidak
F.B.S.I tidak berpolitik dan falsafah F.B.S.I adalah falsafah Negara
Pancasila dan perjuangan hanya dibidang sosial ekonomi untuk kepentingan kaum
buruh khususnya. Dan tentu saja tidak terlepas kepada mensukseskan
pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan
makmur. Kedudukan F.B.S.I dilingkungan kaum buruh menjadi kuat setelah
keluarnya “Surat PenguKitab Undang-Undang Hukuman FBSI sebagai Vaksentral
di Indonesia” oleh Pemerintah tanggal 11 Maret 1974.
Hubungan persahabatan dan persetujuan bersama bilateral dengan
organisasi berbagai Negara di dunia semakin berkembang. Hubungan banyak
dilakukan untuk meningkatkan pendidikan dan hal-hal yang ada sangkut pautnya
dengan keejahteraan buruh. Walaupun pada tahun 1962 telah mulai dibahas
masalah pendidikan buruh adalah menjadi tanggung jawab serikat buruh.
Pendidikan buruh yang diharapkan dapat diberikan adalah mencakup:
1. Melatih buruh dan menyiapkannya menjadi seorang anggota serikat buruh
yang baik, berguna bagi diri sendiri, bagi keluarganya dan bagi Serikat
Buruhnya.
2. Melatih buruh dan menjadikannya seorang warga Negara yang baik.
Berguna bagi masyarakat dan tanah airnya.
3. Melatih buruh dan menjadikannya seorang internasionalis yang baik
dengan penuh jiwa solidaritas dengan saudara-saudaranya sesama kaum
buruh di seluruh dunia dan dengan umat manusia.
Sehingga dengan demikian serikat buruh menjadi kuat, bebas demokratis
12 Juli 1962 yaitu Kongres ICFTU ”International Confederation of Free Trade
Union” atau ”Gabungan Serikat – Serikat Buruh Merdeka Se Dunia”.
F.B.S.I diakui sebagai satu-satunya wadah yang mewakili buruh Indonesia
di dalam International Labour Organization (I.L.O) yang berkedudua n di Geneva.
Namun dalam ICFTU dan W.C.L ( World Confederation of Labour), F.B.S.I
masih belum sebagai satu-satunya wakil, tetapi serikat buruh lama masing-masing
karena mereka ini berafiliasi dan menjadi anggotanya. Walaupun F.B.S.I telah
mengadakan hubungan kerja sama dalam bidang pendidikan dan bidang lain.
Sehingga dengan demikian terlihat keadaan yang bersifat dualistis. Inilah yang
dapat dilihat sebagai kelemahan dari FBSI yang masih belum dapat menjadikan
peleburan dari serikat-serikat buruh.
Gerakan buruh atau serikat-serikat Buruh di semua Negara mempunyai
sikap yang sama yaitu bahwa mereka dapat mendukung gerakan produktivitas
apabila mereka mendapat jaminan bahwa keuntungan dari kenaikan produktivitas
itu sebagian dinikmati oleh kaum buruh. Meningkatkan produktivitas adalah
sebagai sumbangan utama pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi
dalam rangka menaikkan taraf hidup rakyat.
Sering pada gejala rasa khawatir dilingkungan buruh bahwa usaha
meningkatkan produktivitas berarti menambah beban kerja dan ada ketidakadilan
di dalam membagi keuntungan sebagai akibat kenaikan produktivitas tersebut. Hal
inilah yang harus diatasi dengan cara kerjasama yang harmonis, saling mengerti
dan saling membantu dan percaya mempercayai antara buruh dan majikan
sehingga berhasilnya Program Kenaikan Produktivitas dapat dicapai bila Serikat
Partisipasi Serikat Buruh ini sebenarnya adalah sejalan dengan tujuan dari
serikat buruh itu sendiri, yaitu:
1. Mencapai perbaikan nasib, syarat-syarat kerja dan jaminan sosial yang
lebih baik bagi anggota pada khususnya dan kaum buruh pada umumnya.
2. Membantu menciptakan kesejahteraan umum yang adil dan merata,
dengan jalan antara lain menjadi partner alam pembangunan, khususnya
pembangungan sosial ekonomi.
Hal ini semua dapat dipahami karena itu sewajarnya serikat buruh harus
membantu mempercepat proses pembangunan. Dan ini hanya akan dapat
terlaksana bila serikat buruh itu sehat, kuat, demokratis, independent dan
bertanggung jawab. Semuanya sesuai dengan definisi Serikat Buruh yaitu: Serikat
Buruh adalah suatu organisasi yang sifatnya permanen, demokratis dan dibentuk
secara sukarela dari, oleh dan untuk kaum buruh, untuk memberikan perlindungan
kepada mereka dalam pekerjaan mereka untuk memperbaiki syarat-syarat kerja
mereka dengan jalan perundingan kolektif serta untuk memperbaiki
keadaan-keadaan penghidupan mereka dan untuk memiliki alat guna menyatakan pendapat
kaum buruh mengenai maslah-masalah yang timbul dalam masyarakat.
Sebagai suatu serikat buruh, maka F.B.S.I mempunyai cita-cita dan tujuan
meningkatkan kesejahteraan kaum buruh serta memperjuangkan perbakan nasib,
syarat-syarat kerja dan penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan juga
memperjuangkan terciptanya perluasan kesempatan kerja dalam rangka
Jadi secara umum, tugas dan fungsi F.B.S.I itu adalah:
1. Sebagai partner dalam pembangunan nasional, khususnya dalam bidang
sosial eknomi.
2. Sebagai wahana untuk melindungi pekerjaan, memperjuangkan perbaikan
nasib, syarat-syarat kerja dan penghidupan yang layak bagi buruh dan
keluarganya.
3. Sebagai Partner untuk ikut menciptakan dan memelihara ketenagaan kerja
(Industrial peace) di tiap perusahaan dalam rangka menjaga dan
meningkatkan produksi.
4. Sebagai partner untuk ikut menciptakan stabilits sosial (Sosial Stability)
sebagai sarana mutlak untuk pembangunan.
5. Sebagai Partner dalam meratakan hasil Pembangunan Nasional untuk
seluruh rakyat Indonesia termasuk kaum Buruh, antara lain melalui P.K.B
(Perjanjian Kerja Bersama) / C.L.A (Colective Labour Agrement).16
Pada Tahun 1992 Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) didirikan pada
25 April oleh sekelompok aktivis prodemokrasi yang dipimpin Mochtar Pakpahan
sebagai Sekjen SBSI. Namun Hingga Tahun 1995 SPSI tetap merupakan
satu-satunya Federasi Serikat Pekerja yang diakui oleh Departemen Tenaga Kerja.
Menteri Tenaga Kerja menyatakan bahwa serikat pekerja yang dibentuk harus
berafilisasi dengan SPSI, dan bahwa pemerintah tidak akan mengakui setiap
serikat pekerja di luar federasi.17
16
T. Moestafa, op. cit, Hal. 28-37.
17
Reaksi terhadap kebijaksanaan pemerintah dalam mempersulit
terbentuknya organisasi buruh tersebut tidak hanya mendapat tanggapan dari
dalam negeri, tetapi juga luar negeri yang menyatakan bahwa buruh Indonesia
tidak diberikan kemerdekaan untuk berserikat/berorganisasi. Statement ini
didukung pula oleh hasil penelitian ILO yang menyimpulkan bahwa “Union
Right” buruh di Indonesia sangat dibatasi tanpa diberikan kelonggaran untuk
berorganisasi.
D. Serikat Pekerja di masa Reformasi (1998-sekarang)
Sejalan dengan babak baru pemerintah Indonesia yakni era Reformasi
yang menuntut pembaharuan di segala bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara, karena itu pemerintah melalui Kepres No. 83 Tahun 1998 telah
mengesahkan Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Convention Concorning Freedom of
Association and Protection of The Right to Organise). Tahun 1998 Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (SBSI) diakui oleh pemerintah. Mochtar Pakpahan,
dibebaskan pada bulan Mei setelah beberapa tahun mendekam di penjara. Tahun
2000 Undang-Undang Nomor 21 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disahkan
di Jakarta pada 4 Agustus oleh Presiden Abdurahman Wahid.Tahun 2003 Kongres
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang merupakan gabungan dari 12 organisasi
serikat pekerja melaksanakan kongres pendirian pada bulan Januari di Jakarta.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang bertujan untuk
memperjuangkan aspirasi Buruh Migran Indonesia di tingkat nasional maupun
internasional dideklarasikan di Semarang pada 10 Juli 2004. Konfederasi Serikat
tuan rumah kongres World Federation of Clerical Workers (WFCW) pada 1-4
November 2004. WFCW beranggotakan 70 negara Asia, Afrika, Eropa dan
Amerika merupakan federasi dari World Confederation of Labour (WCL),
organisasi buruh yang terkuat.18
Keberadaan Serikat Pekerja / Buruh pada masa Orde Baru belum
memenuhi prinsip dasar serikat buruh. Prinsip dasar serikat buruh ada tiga, yaitu
kesatuan, mandiri dan demokratis. Prinsip kesatuan, yaitu adanya solidaritas di
kalangan buruh bahwa mereka merupakan satu bagian tak terpisahkan dalam
organisasi. Prinsip kemandirian maksudnya organisasi buruh harus bebas dari
dominasi kekuatan dari luar buruh, baik itu pemerintah, majikan, partai politik,
organisasi agama atau tokoh-tokoh individual. Prinsip demokratis, artinya
mendapat dukungan dan partisipasi penuh para anggotanya.19
Tiga prinsip dasar Serikat Pekerja/Buruh itu belum dapat dilaksanakan
dengan penuh pada masa Orde Baru karena serikat buruh yang diakui saat itu
hanya ada satu, yaitu Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SPSI). Upaya pemerintah
untuk memberikan jaminan kebebasan berserikat dan berkumpul bagi buruh
selanjutnya dituangkan dalam Undang-Undang Nomor21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Buruh. Hak berserikat dan berkumpul mendapat perhatian yang
besar dari pemerintah. Terdapat norma perlindungan hak berserikat yang
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000.20
18
http ://rumahkiri.net di-up date tanggal 14 Oktober, 2007.
19
International Union of Food and Allied Worker’s Associations, Buku pegangan untuk serikat buruh, hal. 17-24.
20
Pengertian serikat pekerja/buruh menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk
pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Sifat dari serikat pekerja/buruh adalah sebagai berikut:
1. Bebas, yaitu bahwa sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya, serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/buruh tidak di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak lain.
2. Terbuka, yaitu bahwa serikat pekerja/buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/buruh dalam menerima anggota dan atau memperjuangkan
kepentingan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku
bangsa dan jenis kelamin.
3. Mandiri, yaitu bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan
mengembangkan organisasi ditentukan oleh ketentuan sendiri tidak
dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.
4. Demokratis, yaitu bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan
pengurus, memperjuangkan, dan melaksanakan hak dan kewajiban
organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.
5. Bertanggung jawab, yaitu bahwa dalam mencapai tujuan dan
melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat pekerja/buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/buruh bertanggung jawab kepada anggota,
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000,
Serikat Pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan
kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan
keluarganya.
Fungsi Serikat Pekerja/Buruh selalu dikaitkan dengan keadaan hubungan
industrial. Hubungan industrial diartikan sebagai suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi dan jasa yang meliputi
pengusaha, pekerja dan pemerintah.21
1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan
penyelesaian perselisihan industrial;
Adapun fungsi dari serikat Pekerja/Buruh
seperti yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) ialah:
2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis
dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
5. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham
di perusahaan.
21
Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan
Pekerja (Bipartid) dan Pemerintah (Tripartid), 1999, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta,
Di dalam Penerimaan Anggota Serikat Pekerja, Serikat Pekerja/buruh,
federasi dan konfederasi Serikat Pekerja/Buruh harus terbuka untuk menerima
anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin
(Pasal 12 UU No.21 Tahun 2000). Seorang Pekerja/Buruh tidak boleh menjadi
anggota lebih dari satu serikat pekerja/buruh di satu perusahaan. Dalam hal
seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu
serikat pekerja/buruh yang bersangkutan harus menyatakan satu pilihan secara
tertulis mana serikat pekerja/buruh yang dipilihnya.22
Menurut Payaman Simanjuntak, Pengamat ketenagakerjaan, dengan
pengalaman di berbagai Negara dan dengan mempertimbangkan kondisi sosial,
perjuangan serikat pekerja akan lebih efektif jika mereka sepakat hanya memiliki
dua sampai maksimal federasi. Selain itu, serikat pekerja disusun menurut sektor
atau subsektor industri dan di setiap perusahaan didirikan hanya ada satu serikat
pekerja/buruh.23
Federasi adalah perkumpulan serikat pekerja/buruh, sedangkan
konfederasi merupakan gabungan dari sejumlah federasi yang ada di Indonesia.
Saat ini, ada tiga konfederasi Serikat Pekerja/Buruh di Indonesia, yakni: KSPSI
(Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang mencakup 16 Federasi
dengan anggotanya sekitar 1.601.378 orang, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia) dengan 7 Federasi dan 458.345 orang anggotanya, serta KSBSI
(Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) dengan 12 Federasi dan 337.670
22
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004), hal. 148
23
orang anggotanya. Sampai akhir 2008 tercatat ada 10.786 serikat pekerja/buruh
dengan anggota sebanyak 3.405.615 orang pekerja.24
“Saling pengertian dalam hal ini maksudnya di antara serikat
pekerja/buruh dan para pengusaha mengerti tugas dan kewajibannya
selama proses produksi berlangsung,” tegasnya.
Ketua Umum KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia),
Syukur Sarto mengatakan hubungan industrial di masa mendatang diharapkan
dapat lebih kondusif dengan adanya saling pengertian di antara serikat
pekerja/buruh dan para pengusaha.
25
1. Orde Baru
Adapun perbedaan signifikan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh di era
Orde Baru khususnya dengan era Reformasi adalah sebagai berikut:
a. Pada masa Orde Baru, perbaikan nasib tenaga kerja terutama
mengenai demokratisasi upah dan jaminan sosial yang memenuhi
syarat-syarat minimal, layak, wajar, dilihat dari segi prestasi kerja,
jumlah jam kerja dan norma hidup.
b. Adanya perundingan kolektif, serta untuk memperbaiki
keadaan-keadaan penghidupan mereka dan untuk memiliki alat guna
menyatakan pendapat kaum buruh mengenai masalah-masalah yang
timbul dalam masyarakat.
c. Pada masa Orde Baru belum memenuhi prinsip dasar serikat buruh,
yaitu kesatuan, mandiri dan demokratis.
24
http://bataviase.co.id/node/104891
25
d. Pada masa Orde Baru serikat buruh yang diakui saat itu hanya ada
satu, yaitu Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SPSI).
2. Reformasi
a. Di era Reformasi ini, Pemerintah memberikan jaminan kebebasan
berserikat dan berkumpul bagi buruh yang selanjutnya dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Buruh.
b. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000,
Serikat Pekerja bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan
hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak
bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
c. Pada masa Reformasi, Serikat Pekerja/Buruh selalu dikaitkan dengan
keadaan hubungan industrial yang diartikan sebagai suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi
dan jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah.
d. Di era Reformasi, Serikat Pekerja disusun menurut sektor atau
subsektor industri dan di setiap perusahaan didirikan hanya ada satu