TAHUN 2008
TESIS
Oleh
MARLINANG I. SILALAHI
067031007/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARLINANG I. SILALAHI
067031007/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Marlinang I. Silalahi Nomor Pokok : 067031007
Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Ir. Evi Naria, M.Si) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr.. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
PANITIA PENGUJI TESIS
:
Ketua
: Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS
Anggota
: 1. Ir. Evi Naria, M.Kes
2. dr. Surya Dharma, MPH
ANALISIS PEMANFAATAN AIR MANCUR TAMAN KOTA DI DAERAH PADAT LALU-LINTAS TERHADAP
KONSENTRASI POLUTAN UDARA AKIBAT KENDARAAN BERMOTOR DI MEDAN
TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2008
dilakukan. Pada bagian tertentu didapati kondisi yang tidak memungkinkan untuk dibuat tumbuhan hijau, namun memungkinkan untuk dibangunnya air mancur taman kota yang dapat mengurangi bahan pencemar di udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan air mancur taman kota di daerah padat lalu-lintas dalam terhadap konsentrasi polutan di udara berupa SO2, NO2 dan PM10 akibat kendaraan
bermotor di Medan tahun 2008.
Jenis penelitian adalah penelitian observasional dengan rancangan cross sectional untuk menggambarkan pemanfaatan air mancur taman kota sebagai variabel dependen dengan menganalisa jumlah polutan udara (SO2, NO2 dan PM10) sebagai variabel independen di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif. Uji t-berpasangan dilakukan untuk membedakan rata-rata jumlah polutan udara di saat Air Mancur Gatot Subroto dengan Air Mancur Sudirman aktif dan tidak aktif.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa Air Mancur Gatot Subroto menunjukkan perbedaan yang signifikan antara konsentrasi SO2 di udara pada saat air mancur aktif dan tidak aktif dengan p value (0,024) dimana konsentrasi SO2 di saat
air mancur aktif lebih besar yakni 661,11 μg/m³ daripada di saat tidak aktif yakni 537,22 μg/m³, demikian juga dengan konsentrasi PM10 di udara pada saat air mancur aktif dan tidak aktif dengan p value (0,001) dimana di saat air mancur aktif konsentrasinya sebesar 91,56 μg/m³ dan di saat air mancur tidak aktif sebesar 44,11 μg/m³. Sedangkan konsentrasi NO2 tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada Air
Mancur Sudirman, tidak ada perbedaan yang signifikan untuk masing-masing konsentrasi SO2, NO2 dan PM10.
Penelitian ini dapat menjadi masukan dan gambaran teoritik dalam pemanfaatan air mancur dalam mengurangi polutan, namun hendaknya membatasi lokasi air mancur agar tidak mudah terjangkau oleh manusia akibat mengumpulnya polutan di sekitar air mancur.
the area cannot be greened, a fountain was built to minimize yhe pollutant found in the air. The purpose of this descriptive study is to examine how the fountains built in city parks on various heavy areas over the concentration of pollutant found in the air such as SO2, NO2 and PM10 resulted from the motor vehicles in Medan in 2008.
This study adopted an observational research with cross sectional design, depicting the exploitation of fountain city water source as dependent variable by analyzing the amount of pollutant in the air (SO2, NO2 and PM10) as independent variable when the air mancur (fountains) were active or non-active. A pair t-test was conducted to distinguish the average amount of the pollutant in the air when the two fountains were active or non-active.
The result of statistical test showed that Air Mancur Gatot Subroto fountain indicate a significant different between the concentration SO2 on air when the air mancur (fountains) were active or non-active with p value (0,024) where the concentration SO2 on air when the fountains were active higher with 661,11 μg/m³ than when the fountains non-active with 537.22 μg/m³, and the concentration PM10 on air when fountain were active and non-active with p value (0.001) where at a time the fountain were active had concentration in 91.56 μg/m³ and when the fountain were non-active had concentration 44.11 μg/m³. Whereas the concentration NO2 noted got no significant different. In term of Air Mancur Sudirman, there is no significant different in each concentration of SO2, NO2 and PM10.
The result of this study can be one of the insights and theoretical descriptions in the future attempt to minimize the pollutant in the air through the use of fountain, only the location of the fountain should be fenced in order to be easily entered by the people because the pollutant is concentrated around the fountain.
ABSTRAK ... i
2.1.2. Wujud Fisik dan Kimia Pencemar Udara ... 23
2.1.3. Keadaan Cuaca yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Udara ... 25
2.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) ……… ……. 26
2.3. Air Mancur ……… …… 29
2.3.1. Sistem Hidrolik pada Air Mancur ………...…. 30
2.3.2. Metode Aerasi pada Air Mancur dalam Mengikat Polutan Udara ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ………. 41
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41
4.2. Hasil Penelitian ... 44
4.2.1. Hasil Pengukuran untuk Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan ... 44
4.2.2.Hasil Pengukuran Kadar Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10) pada Saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ……… 48
4.2.3.Konsentrasi SO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 51
4.2.4.Konsentrasi NO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 53
4.2.5.Konsentrasi PM10 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 55
4.2.6.Jenis Polutan yang Paling Besar Perbedaan Konsentrasinya di Udara dari Pemanfaatan Air Mancur 57 BAB V PEMBAHASAN ……….. 59
5.1. Konsentrasi SO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 59
5.2. Konsentrasi NO2 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 61
5.3. Konsentrasi PM10 di Udara pada saat Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 65
5.4. Jenis Polutan yang Paling Besar Dipengaruhi Konsentrasinya di Udara dari Pemanfaatan Air Mancur ... 69
5.5. Keterbatasan Penelitian ... 69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1. Kesimpulan ... 70
6.2. Saran ... 71
2.1. Berbagai Komponen Partikel dan Bentuk Umum yang
Terdapat di Udara ... 18
2.2. Polutan Primer dan Sekunder di Udara ... 23
4.1. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota
Gatot Subroto pada Saat Pengukuran ... 45
4.2. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota
Sudirman pada Saat Pengukuran ... 46
4.3. Konsentrasi Polutan Udara (SO2, NO2 Dan PM10) pada Saat
Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif di Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman Medan ... 49
4.4. Rata-Rata Konsentrasi Polutan Udara (SO2, NO2 dan PM10) pada Saat Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur
Sudirman Aktif dan Tidak Aktif ... 50
4.5. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi SO2 Di Udara pada Saat
Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ... 51
4.6. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi NO2 Di Udara Pada Saat
Air Mancur Aktif Dan Tidak Aktif ... 53
4.7. Distribusi Rata-Rata Konsentrasi PM10 Di Udara pada Saat
2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 33
4.1. Perbandingan Rata-Rata Konsentrasi SO2 di Udara pada Saat
Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ………... 53
4.2. Perbandingan Rata-Rata Konsentrasi NO2 di Udara pada Saat
Air Mancur Aktif dan Tidak Aktif ………... 55
4.3. Perbandingan Rata-Rata Konsentrasi PM10 di Udara pada Saat
1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor : 41 Tahun 1999 Tanggal : 26 Mei 1999 tentang
Baku Mutu Udara Ambien Nasional ………... 75
2 Arah dan Kecepatan Angin Dominan Kota Medan …………... 78
3 Gambar Lokasi Titik Sampling ………... 79
4 Gambar Air Mancur ………... 81
5 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 82
6 Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan ... 83
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Menurut A World Health Organization Expert Commitee (WHO), kesehatan
lingkungan merupakan suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia
dengan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Lingkungan
itu sendiri secara fisik meliputi tanah, air dan udara serta interaksi satu sama lain di
antara faktor-faktor tersebut. Di antara faktor-faktor fisik tersebut, udara merupakan
wujud yang sulit untuk dikenal, karena wujudnya yang tak dapat terlihat dengan
kasad mata. Sehingga pencemaran terhadap faktor fisik ini sulit untuk diketahui,
namun dampaknya dapat bersifat langsung dan lokal, regional maupun global.
Akibatnya sangat mengganggu bagi kesehatan makhluk hidup khususnya manusia
(Kusnoputranto, 2000).
Menurut Chambers (1976) dan Masters (1991) dalam Mukono (2000), yang
dimaksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik
atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu,
sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta
dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material. Selain itu
pencemaran udara dapat juga dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena
masuknya bahan kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun
rumah, sekolah dan kantor. Pencemaran ini sering disebut pencemaran dalam ruangan
(indoor pollution). Sementara itu pencemaran di luar ruangan (outdoor pollution)
berasal dari emisi kendaraan bermotor, industri, perkapalan dan proses alami oleh
makhluk hidup. Sumber pencemar udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber diam
dan sumber bergerak. Sumber diam terdiri dari pembangkit listrik, industri dan rumah
tangga, sedangkan sumber bergerak adalah aktivitas lalu-lintas kendaraan bermotor
dan transportasi laut (Mukono, 2000).
Pengukuran kualitas udara menunjukkan, kualitas udara enam kota, yaitu
Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, dan Pekan Baru dalam kategori baik
hanya terjadi 22-62 hari dalam setahun. Kecuali Jambi dan Pekan Baru, buruknya
kondisi udara di kota tersebut lebih disebabkan oleh pencemaran kendaraan bermotor,
sebagai sumber bergerak (KLH, 2002).
Propinsi Sumatera Utara menduduki peringkat ke lima sebagai wilayah
sumber pencemaran di Indonesia dan merupakan wilayah paling tercemar di luar
Pulau Jawa. Berdasarkan Monografi kota Medan (2000), jumlah penduduk kota
Medan adalah 2.108.607 jiwa dengan laju pertumbuhannya sebesar 2,05 % per tahun.
Besarnya jumlah penduduk tersebut berpengaruh terhadap persaingan dalam
memperoleh kualitas lingkungan seperti udara dan air bersih. Oleh karena itu,
perkembangan kota Medan sebagai kota metropolitan harus diimbangi dengan
pertambahan ruang terbuka hijau sehingga akan berdampak positip terhadap kualitas
lingkungan dan hidup masyarakat kota (Sitompul dan Marpaung, 2002).
Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia, menunjukkan tingkat pencemaran melebihi ambang batas menurut
Kementerian Lingkungan Hidup, yakni 0,15 mikrogram per meter kubik untuk PM10
terutama di jalan raya pada jam sibuk pagi dan sore. Sebagian besar pemajanan PM10
dan CO pada masyarakat di perkotaan disebabkan oleh gas buang kendaraan
bermotor (KLH, 1998).
Penelitian-penelitian di Amerika Serikat dan Eropa membuktikan adanya
kaitan antara kadar PM di udara dengan meningkatnya kunjungan masyarakat ke
rumah sakit, menurunnya fungsi paru-paru, bertambah parahnya penderita asma,
bahkan kematian. Sedangkan kandungan CO di udara terkait erat dengan gangguan
jantung pada orang tua, kelahiran prematur, dan kelahiran bayi dengan berat badan di
bawah normal. Penurunan kualitas udara selama beberapa tahun terakhir
menunjukkan bahwa betapa pentingnya digalakkan usaha-usaha penanggulangan
pencemaran ini, terutama terhadap aktivitas lalu-lintas yang padat kendaraan
bermotor. Di Jakarta, kendaraan bermotor menyumbang 70 persen dari pencemar
debu 10 mikron dan oksida nitrogen (KLH, 1998).
Bentuk-bentuk upaya penanggulangan pencemaran di kota-kota besar saat ini
masih diupayakan pada usaha pengurangan emisi gas buang kendaraan bermotor,
baik melalui penyuluhan kepada masyarakat ataupun dengan mengadakan penelitian
bagi penerapan teknologi pengurangan emisi. Bentuk upaya lain yang juga
digalakkan adalah penataan tata ruang kota, terutama jalan raya, dimana terdapat
beberapa bundaran taman kota di berbagai daerah padat lalu lintas (Purnomohadi,
2001).
Di kota Medan saat ini, pada daerah padat lalu-lintas didirikan taman kota
secara ekologis, rekreatif, estetis dan untuk olahraga (jenis olahraga yang terbatas).
Tujuannya adalah untuk keindahan, mengurangi cemaran, meredam bising,
memperbaiki iklim mikro, sebagai daerah resapan, penyangga sistem kehidupan dan
kenyamanan. Dan hal ini mutlak diperlukan oleh kota untuk keserasian rekreatif pasif
dan aktif, keseimbangan mental (psikologis) dan fisik manusia (Purnomohadi, 2001).
Salah satu komponen Taman Kota yang ada adalah air mancur. Namun
keberadaan air mancur ini nampaknya tidak mutlak ada di setiap Taman Kota. Secara
awam masyarakat menganggap air mancur hanya bermanfaat untuk menambah
keindahan atau estetika saja. Namun jika kita telusuri lebih lanjut, pemanfaatan air
mancur ini mengurangi konsentrasi bahan pencemar di udara, khususnya partikulat.
Contoh sederhana adalah penanggulangan debu dapat dilakukan dengan penyiraman
dengan menggunakan air. Debu dan partikulat dapat larut dalam air yang ada di udara
(Bennysyah, 2006).
Kandungan polutan yang ada di sekitar air mancur akan terperangkap dan
terguyur oleh air pancuran dan larut dalam air kolam. Cara ini cukup sederhana,
namun membantu dalam penanggulangan polutan di udara, khususnya partikulat.
Sama halnya dengan prinsip kerja aerasi, yakni penambahan oksigen ke dalam air,
sehingga oksigen terlarut di dalam air akan semakin tinggi. Aerasi termasuk
pengolahan secara fisika, karena lebih mengutamakan unsur mekanisasi dari pada
unsur biologi. Dari cara kerja air mancur, maka sistem aerasi yang dilakukan adalah
aerasi permukaan, yakni sistem pemberian udara pada permukaan cairan sehingga
Berdasarkan pengukuran awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 18
Nopember 2007 di lokasi Air Mancur jalan Gatot Subroto Medan, ditemukan bahwa
kadar NO pada jarak 1 meter dari air mancur sebesar 127,08 g/m³ dan pada jarak 20
meter dari air mancur ditemukan kadar NO sebesar 239,64 g/m³. Dari hal tersebut
dapat dilihat bahwa semakin dekat ke lokasi air mancur, ternyata kadar NO sebagai
polutan di udara semakin rendah dan sebaliknya semakin jauh dari lokasi air mancur
maka kadar NO akan semakin tinggi.
Untuk itu dalam penelitian ini, penulis merasa perlu untuk mengetahui sejauh
mana keefektifan penggunaan air mancur dalam mengurangi zat polutan di udara kota
yang padat lalu-lintas, sehingga hal ini dapat memberikan gambaran baru bagi kita
untuk mengurangi masalah pencemaran udara di kota Medan.
1. 2. Perumusan Masalah
Masalah pencemaran udara di kota kota-kota besar termasuk di kota Medan
yang diupayakan pada penataan berberapa taman kota di berbagai daerah padat lalu
lintas tak selalu dapat dilakukan. Pada bagian tertentu didapati kondisi yang tidak
memungkinkan untuk dibuat tumbuhan hijau, namun memungkinkan untuk
dibangunnya air mancur taman kota yang dapat mengurangi bahan pencemar di
udara. Dengan keberadaan air mancur tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
pemanfaatan air mancur taman kota di daerah padat lalu-lintas terhadap konsentrasi
polutan di udara berupa SO2, NO2 dan PM10 akibat kendaraan bermotor di Medan
1.3. Tujuan
1. 3. 1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis pemanfaatan air mancur taman kota di daerah padat
lalu-lintas terhadap konsentrasi polutan di udara akibat kendaraan bermotor di Medan
tahun 2008.
1. 3. 2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsentrasi SO2 di udara pada saat air mancur aktif dan
tidak aktif di Medan tahun 2008.
2. Untuk mengetahui konsentrasi NO2 di udara pada saat air mancur aktif dan
tidak aktif di Medan tahun 2008.
3. Untuk mengetahui konsentrasi PM10 di udara pada saat air mancur aktif dan
tidak aktif di Medan tahun 2008.
4. Untuk mengetahui jenis polutan yang paling besar perbedaan konsentrasinya
di udara dari pemanfaatan air mancur di Medan tahun 2008.
1. 4. Manfaat Penelitian
1. Institusi terkait
Dapat digunakan sebagai masukan untuk penanggulangan pencemaran udara di
daerah padat lalu-lintas serta mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan
oleh emisi gas buang kendaraan bermotor khususnya di kota Medan. Dan sebagai
taman hutan kota yang dilengkapi dengan air mancur dalam upaya menciptakan
lingkungan kota yang indah, nyaman dan sehat.
2. Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, informasi
mengenai masalah pemanfaatan air mancur terhadap konsentrasi polutan di udara
dan dokumen ilmiah yang mungkin dapat dikembangkan pada penelitian
selanjutnya.
3. Masyarakat
Sebagai penambah wawasan untuk intervensi dalam upaya meningkatkan mutu
udara kota sebagai tempat tinggal masyarakat luas.
4. Peneliti selanjutnya
Secara khusus memberikan gambaran teoritik tentang efektifitas pemanfaatan air
mancur taman kota terhadap konsentrasi polutan di udara kota.
1. 5. Ruang Lingkup
Konsentrasi SO2, NO2, dan PM10, di udara di daerah padat lalu-lintas, di
sekitar air mancur taman kota, pada saat air mancur diaktifkan dan pada saat air
mancur tidak diaktifkan.
Faktor lain yang diteliti adalah lalu-lintas yang padat dan memiliki air mancur
taman kota, waktu pagi, siang dan sore hari sebagai waktu yang paling padat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Udara Kota
Defenisi pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Achmad, 2004).
Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut maka dalam pelaksanaannya
sudah dibuat ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hal tersebut seperti
misalnya, ketentuan umum untuk baku mutu udara ambien adalah batas yang
diperbolehkan bagi zat atau pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan
gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau harta benda,
sedangkan baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat
atau pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemar ke udara, sehingga tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien. Selain itu pemerintah
mengeluarkan ketentuan parameter apa saja yang harus diuji dan berapa nilainya
untuk menentukan kedua baku mutu udara tersebut (Achmad, 2004).
Akhir-akhir ini dengan makin meningkatnya pencemaran udara terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta, sering dilakukan uji emisi untuk kendaraan bermotor.
Pemeriksaan langsung dilakukan kepada udara yang dikeluarkan knalpot mobil.
ketentuan maka hasil pemeriksaan dibandingkan dengan baku mutu udara emisi
untuk sumber yang bergerak yang dikeluarkan pemerintah (Achmad, 2004).
2.1.1. Zat-Zat Pencemar Udara
Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara
dapat dibedakan menjadi :
1. Pencemar udara primer
2. Pencemar udara sekunder
2.1.1.1. Pencemar Udara Primer
Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk
yang hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskan dari sumbernya
sebagai hasil dari statu proses tertentu. Pencemar udara primer yang mencakup 90%
dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) di
mana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan
bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari
sector transportasi (mobil, bus, sepeda motor, dan lainnya). Dari seluruh pencemar
primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sector transportasi yang
memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total (Kristanto, 2004).
Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok sebagai
1. Karbon monoksida (CO)
2. Nitrogen oksida (NOx)
3. Hidrokarbon (HC)
4. Sulfur oksida (SOx)
5. Partikel
1. Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida (CO) merupakan suatu komponen gas tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak mempunyai rasa. Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5%
dari berat air dan tidak larut di dalam air (Kristanto, 2004).
Karbon Monoksida (CO) dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna dari
bahan bakar yang mengandung karbon dan oleh pembakaran pada tekanan dan suhu
tinggi yang terjadi pada mesin. Karbon Monoksida dapat juga dihasilkan dari reaksi
oksidasi gas metana oleh radikal hidroksil dan dari perombakan/pembusukan tanaman
meskipun tidak sebesar yang dihasilkan pembakaran bensin. Pada jam-jam sibuk di
daerah perkotaan konsentrasi gas CO bisa mencapai 50-100 ppm. Tingkat kandungan
CO di atmosfir berkorelasi positif dengan padatnya lalu-lintas, tetapi berkorelasi
negatif dengan kecepatan angin (Achmad, 2004).
Transportasi menghasilkan CO yang paling banyak di antara sumber-sumber
CO lainnya, terutama dari kendaraan bermotor yang menggunakan bensin sebagai
pertanian, seperti sampah, sisa-sisa kayu di hutan. Sumber CO ke tiga adalah
proses-proses di dalam industri. Dua jenis industri yang menjadi sumber CO terbesar adalah
industri besi dan baja (Kristanto, 2004).
Karena kendaraan bermotor merupakan sumber polutan CO yang utama (sekitar
60%), maka daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan lalu-lintas yang ramai
memperlihatkan tingkat pencemaran CO yang tinggi (Kristanto, 2004).
Konsentrasi CO di udara pada tempat tertentu dipengaruhi oleh kecepatan emisi
(pelepasan) CO di udara dan kecepatan dispersi (pembersihan) CO dari udara. Pada
daerah perkotaan kecepatan dispersi CO dari udara sangat lambat. Kecepatan dispersi
dipengaruhi langsung oleh faktor-faktor meteorologis, seperti kecepatan dan arah
angin, turbulensi udara, serta stabilitas atmosfer (Kristanto, 2004).
Karbon Monoksida (CO) dapat mengikat oksigen dari hemoglobin
menghasilkan karboksi hemoglobin, yaitu :
O2Hb + CO COHb + O2
Pengaruh dari reduksi ini mengakibatkan kapasitas darah mengangkut oksigen
menurun. Tingkat kandungan COHb dalam darah naik dengan kenaikan CO atmosfir
dan aktivitas fisik individu. Adanya gas CO dalam darah memberikan berbagai
pengaruh atau gangguan yang sesuai dengan tingkat konsentrasinya. Kenaikan CO
mengakibatkan menurunnya fungsi sistem saraf sentral, perubahan-perubahan fungsi
jantung dan paru-paru, mengantuk, koma, sesak nafas dan akhirnya meninggal
Sedangkan karbon dioksida (CO2) terdapat di udara sekitar 0,033% dari volume
udara. Dapat berupa gas, cair atau solid. Sumbernya secara alami terdapat di atmosfir,
hasil respirasi/ekspirasi manusia dan hewan, sumur gas dan hasil pembusukan materi
organik. Sedangkan hasil buatan manusia, merupakan hasil fermentasi, hasil
pembakaran bahan bakar karbon, hasil dari proses kimia dalam produksi amonia,
gasolin dan lain-lain. Konsentrasi CO2 di dalam air mengurangi konsentrasi oksigen
di dalam air (Gabriel, 2001).
Kontribusi utama manusia terhadap jumlah CO2 dalam atmosfir berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil, yaitu batu bara, minyak bumi, dan gas alam.
Pembakaran bahan-bahan tersebut menambahkan 5 miliar CO2 ke atmosfir tiap tahun
(Foley, 1993).
2. Nitrogen Oksida (NOx)
Tiga bentuk oksida nitogen yang secara normal masuk ke dalam atmosfir adalah
nitrogen monoksida (N2O), nitogen oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Gas
NO2 dihasilkan oleh proses mikrobiologis dan komponen ini tidak menyebabkan
pencemaran udara pada konsentrasi kurang lebih 0,3 ppm. Gas ini relatif tidak reaktif
dan mungkin tidak penting dalam reaksi kimia pada suhu rendah (Achmad, 2004).
Nitrogen oksida (NO) suatu gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dan
nitrogen dioksida (NO2) yang berwarna merah coklat, keduanya sangat penting
sebagai zat pencemar udara. Campuran dari NO dan NO2 dikenal dengan NOx.
bahan bakar fosil baik dari sumber yang tetap maupun sumber bergerak. Secara
global tidak kurang dari 100 juta metric ion NO2 per tahun dikeluarkan dari aktivitas
tersebut (Achmad, 2004).
Konsentrasi NOx di udara pada daerah perkotaan biasanya 10-100 kali lebih
tinggi daripada udara di daerah pedesaan. Konsentrasi NOx di udara di daerah
perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm. Sebagaimana halnya CO, emisi NOx dipengaruhi
oleh kepadatan penduduk, karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia
adalah dari pembakaran, dan kebanyakan pembakaran yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor, produksi dan konsumsi energi serta pembuangan sampah.
Sebagian besar emisi NOx yang dibuat manusia berasal dari pembakaran arang,
minyak, gas alam dan bensin (Kristanto, 2004).
Nitrogen dioksida sebenarnya akan hilang dari udara karena terbawa oleh air
sehingga terbentuk asam seperti nitrit atau dalam bentuk senyawa organik nitrogen
karena di atmosfer terbentuk kabut fotokimia.
3NO2 + H2O 2HNO3 + NO
2 O2 + H2O HNO3 + NO2
senyawa nitrogen dalam bentuk gas NO atau NO2 yang terbawa ke permukaan bumi
akan dapat memperbaiki kekurangan senyawa nitrogen di dalam tanah berupa nutrien
tanah yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan organisme lain, sehingga di satu
pihak berbahaya bila dalam bentuk gas atau asam, tetapi juga bermanfaat bila telah
berubah menjadi senyawa nitrat yang dapat sebagai sumber nitrogen tanah
Toksisitas akut NO2 sangat membahayakan kesehatan manusia. Pengaruhnya
terhadap kesehatan tergantung dari konsentrasi NO2. untuk beberapa menit sampai
satu jam, dengan konsentrasi 50-100 ppm menyebabkan inflamasi jaringan paru-paru
periode 6-8 minggu. Setelah itu subjek normal kembali. Pada konsentrasi 150-200
ppm NO2 menyebabkan bronchiolities fibrosa obliterons, dan keadaan fatal akan
terjadi dalam waktu 3-5 minggu setelah kejadian. Kematian biasanya terjadi dari 2-10
hari setelah subjek terpapar 500 ppm NO2 atau lebih.
3. Hidrokarbon (HC)
Sesuai dengan namanya, komponen HC hanya terdiri dari elemen hidrogen dan
karbon. Beribu-ribu komponen HC terdapat di alam, di mana pada suhu kamar
terdapat dalam tiga wujud, yaitu padat, cair dan gas. Sifat fisik dari masing-masing
bentuk dipengaruhi oleh struktur molekulnya, terutama jumlah atom karbon yang
menyusun molekul HC tersebut. Hidrokarbon yang mengandung 1-4 atom karbon
berbentuk gas dalam suhu kamar, sedangkan yang mengandung 5 atau lebih atom
karbon berbentuk cair atau padat. Semakin tinggi jumlah atom karbon, semakin
cenderung untuk terdapat dalam bentuk padat. Hidrokarbon yang sering
menimbulkan masalah dalam pencemaran udara yang berbentuk gas pada suhu
normal atmosfer, atau HC yang bersifat sangat volatil (mudah berubah menjadi gas)
pada suhu tesebut. Kebanyakan komponen tersebut mempunyai struktur yang
Bensin yang merupakan suatu campuran kompleks antara
hidrokarbon-hidrokarbon sederhana dengan sejumlah kecil bahan tambahan non-hidrokarbon-hidrokarbon
bersifat sangat volatil dan segera menguap untuk kemudian terlepas ke udara.
Pelepasan HC dari kendaraan bermotor juga diakibatkan oleh emisi yang dihasilkan
oleh minyak bakar yang belum terbakar di dalam ruang bakar (Kristanto, 2004).
Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oxidan
fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. polutan sekunder yang
paling berbahayan yang dihasilkan oleh reaksi HC dalam siklus tersebut adalah ozon
dan peroksiasilnitrat, PAN (Kristanto, 2004).
Hingga saat ini belum ada kejadian yang menunjukkan bahwa HC pada
konsentrasi udara ambien mempunyai pengaruh langsung yang merugikan manusia.
Beberapa penelitian terhadap hewan dan manusia menunjukkan bahwa hidrokarbon
alifatik (propana) dan alisiklik (sikloheksana) mempunyai pengaruh yang tidak
diinginkan terhadap manusia hanya pada konsentrasi beberapa ratus sampai beberapa
ribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi yang terdapat di atmorfer (Kristanto, 2004).
Hidrokarbon aromatik (benzina) lebih berbahaya dibandingkan dengan kedua
jenis hidrokarbon lainnya. Uapnya lebih iritatif terhadap membran mukosa, dan luka
di bagian dalam dapat terjadi jira menghisap uap komponen aromatik. Namur
demikian pada konsentrasi kurang dari 25 ppm, zat tersebut biasanya tidak
berpengaruh (Kristanto, 2004).
Secara global senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup besar masuk ke
dalam atmosfer melalui aktivitas manusia sekitar 100 juta metric ton belerang setiap
tahunnya, terutama sebagai SO2 dari pembakaran batu bara dan gas buang kendaraan
bensin. Jumlah yang cukup besar dari senyawa belerang juga dihasilkan oleh kegiatan
gunung berapi dalam bentuk H2S, proses perombakan bahan organik, dan reduksi
sulfat secara biologis. Jumlah yang dihasilkan proses biologis ini dapat mencapai
kurang lebih 1 juta metric ton H2S per tahun (Achmad, 2004).
Pencemaran oleh SOx terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak
berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulsur trioksida (SO3). Kedua jenis gas ini
dikenal dengan SOx. Sulfur dioksida (SO2) mempunyai karakteristik bau yang tajam
dan tidak terbakar di udara, sedangkan SO3 merupakan componen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang tidak mengandung sulfur akan menghasilkan kedua
bentuk SOx, tetapi jumlahnya relatif tidak dipengauhi oleh jumlah oksigen yang
tersedia. Walaupun udara tersedia dalam jumlah yang cukup, SO2 selalu terbentuk
dalam jumlah yang besar. Jumlah SO3 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi
reaksi, terutama suhu, dan bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SO (Kristanto,
2004).
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai
berikut :
S + O2 SO2
SO3 biasanya diproduksi dalam jumlah kecil selama pembakaran, disebabkan
reaksi pembentukan SO3 berlangsung sangat lambat dan pada suhu yang relatif
rendah (200ºC), tetapi kecepatan reaksi akan meningkat dengan meningkatnya suhu
(Kristanto, 2004).
Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jira konsentrasi uap air
Sangay rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, biasanya SO3 dan air akan
segera bergabung membentuk droplet asam sulfat, H2SO4 dengan reaksi sebagai
berikut :
SO3 + H2O H2SO4
Oleh karena itu komponen normal yang ada di atmosfer bukan SO3 melainkan
H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 atmosfer ternyata lebih tinggi daripada yang dihasilkan
dari emisi SO3, hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari
mekanisme-mekanisme lainnya. Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di
atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2.
dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari berbagai sumber alam, seperti
volkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Jumlah SO2 karena oksidasi H2S
hádala 80%. Sedangkan 20% sisanya adalah hasil ulah manusia dari penggunaan
bahan bakar yang mengandung belerang (16%), pencairan logam non-ferro dan
kilang minyak (Kristanto, 2004).
Akibat utama polutan SOx terhadap manusia hádala terjadinya iritasi pada
sistem pernafasan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa iritasi pada
beberapa individu yang sensitif, iritasi terjadi pada konsentrasi 1-2 ppm (Kristanto,
2004).
Sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini dalam konsentrasi
tinggi dapat membunuh jaringan pada daun (necrosis daun). Kerusakan tanaman ini
akan diperparah dengan kenaikan kelembaban udara. Aerosol asam sulfat (H2SO4)
akan merusak tanaman. Kerusakan lebih lanjut juga dialami oleh bangunan-bangunan
yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam dan dolomit (Achmad, 2004).
5. Partikel
Polutan udara, di samping berwujud gas, ada pula yang berbentuk
partikel-partikel kecil padat dan droplet cairan yang terdapat dalam jumlah cukup besar di
udara. Berbagai jenis polutan partikel dan bentuknya yang terdapat di udara
ditunjukkan dalam tabel berikut.
Tabel 2.1. Berbagai Komponen Partikel dan Bentuk Umum yang Terdapat di
Udara
Komponen Bentuk
Besi Fe2O3 ; Fe3O4
Magnesium MgO Kalsium CaO
Aluminium Al2O3
Sulfur SO2
Titanium TiO2
Karbonat CO3¯
Silikon SiO2
Kalium K2O
Natrium Na2O
Lain-lain Sumber: Kristanto, 2004.
Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter) merupakan campuran
yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di
udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan
maksimal 500 mikron. Sifat fisik partikel yang penting adalah ukurannya, berkisar
antara diameter 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran tersebut
partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik
sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut dipengaruhi oleh kecepatan
pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikel serta aliran
(turbelensi) udara (Kristanto, 2004).
Terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel
berukuran lebih dari 10 mikron dihasilkan dari proses mekanis seperti erosi angin,
penghancuran dan penyemprotan, serta pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau
pejalan kaki. Partikel yang berukuran diameter di antara 1-10 mikron biasanya
termasuk tanah, debu, dan produk pembakaran dari industri lokal, serta pada tempat
tertentu, mengandung garam laut. Partikel yang mempunyai diameter 0,1–1 mikron,
terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia. Partikel yang
mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron belum diidentifikasi secara kimia, tetapi
Pengaruh patologi partikel debu juga tergantung pada keadaan fisiknya (Wisnu,
1995), yaitu :
1. Debu dengan ukuran 5 mikron
Bila terhirup melalui pernafasan biasanya lebih banyak jatuh pada alat pernafasan
bagian atas, menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan phatingitis dan bisa
diobati.
2. Debu dengan ukuran 3-5 mikron
Jatuh lebih ke arah dalam yaitu pada saluran pernafasan bagian tengah (brunchus)
menimbulkan penyakit bronchitis.
3. Debu dengan ukuran 1-3 mikron
Masuk ke dalam kantong paru-paru, menempel pada alveoli
4. Debu dengan ukuran 0,1-1 mikron
Tidak menempel pada permukaan alveoli tetapi mengikuti gerak brown dalam
bentuk suspensi, akan keluar pada saat nafas dihembuskan.
Ukuran partikel debu yang membahayakan bagi kesehatan ialah 0,1 – 10
mikron. Beberapa senyawa kimia berbahaya (misalnya Pb dan S02) dapat melekat
bergabung atau bereaksi dengan partikel debu, dan manusia terpajan melalui inhalasi.
Di samping itu partikel debu juga dapat menyebabkan gangguan jarak pandang
Particulate Matter 10 µm (PM10) adalah fraksi dari partikulat kasar yang
mempunyai diameter aerodinamik lebih kecil dari 10 μm (WHO, 2000). Partikulat
ada yang berbentuk cair maupun padat, ada yang berinti padat dan dikelilingi oleh
cairan. Beberapa partikulat tersebut berisi partikulat yang terikat air. Partikulat primer
langsung diemisikan dari sumber, sedangkan partikulat sekunder terbentuk dari gas
melalui reaksi kimia dalam atmosfer, meliputi oksigen di atmosfer (O2) dan uap air
(H2O), zat reaktif seperti ozon (O3), senyawa hidroksil radikal (COH) dan nitrat
radikal (CNO3), serta zat polutan (SO2, NOx dan gas organik dari alam maupun hasil
kegiatan manusia (US.EPA, 2004).
Partikulat secara alami berasal dari tanah, bakteri, virus, jamur, ragi, serbuk sari
serta partikulat garam dan evaporasi air laut. Sedangkan dari aktivitas manusia,
partikulat dihasilkan dari penggunaan kendaraan bermotor, hasil pembakaran, proses
industri dan tenaga listrik. PM10 secara langsung dihasilkan dari emisi gas diesel,
industri pertanian, aktivitas di jalan, reaksi fotokimia yang melibatkan polutan,
misalnya hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik dan
ketel uap industri (Kristanto, 2004).
Partikulat berpengaruh terhadap tanaman terutama karena bentuk debunya,
dimana debu tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan (gerimis) akan
membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun yang tidak dapat dibilas oleh air
hujan kecuali dengan menggosoknya. Partikel-partikel yang terdapat di udara juga
Peranan partikel pada percepatan korosi adalah karena partikel dapat berfungsi
sebagai inti dimana uap air dapat mengalami kondensasi sehingga gas yang terserap
oleh partikel akan terlarut di dalam droplet air yang terbentuk (Kristanto, 2004).
Dalam usaha untuk mengurangi polusi udara oleh partikel debu perlu diketahui
sifat-sifat partikel debu yaitu :
1. Sifat pengendapan
Merupakan sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi
bumi. Namun karena kecilnya kadang-kadang relatif tetap berada di udara. Debu
yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih daripada yang
ada di udara.
2. Sifat permukaan basah
Sifat permukaannya yang akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air
yang sangat tipis.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama
lain dan dapat menggumpal (Depkes RI, 1994).
2.1.1.2. Pencemar Udara Sekunder
Pencemar udara sekunder adalah semua pencemar di udaar yang sudah
berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih contaminan/polutan. Umumnya
polutan sekunder tersebut merupakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain
adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Pencemar sekunder yang terjadi
melalui reaksi fotokimia, misalnya oleh pembentukan ozon, yang terjadi antara
molekul-molekul hidrokarbon yang ada di udara dengan NOx melalui pengaruh sinar
ultraviolet dari matahari. Sebaliknya pencemar sekunder yang terjadi melalui
reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk gas yang terjadi di
udara karena adanya partikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai
katalisator (Kristanto, 2004).
Tabel 2.2. Polutan Primer dan Sekunder di Udara
Polutan Primer Reaksi Polutan Sekunder
Sulfur Oksida Sulfur trioksida; dan bereaksi dengan H2O
Nitrous & Nitric acid NO & Nitric acid
Karbonic acid
Sulfuric acid
Hidrofluoric acid
Hidrofluoric acid dan SiO4
Sumber : Gabriel, 2001.
Berdasarkan wujud fisiknya, pencemar udara dibedakan menjadi gas dan
partikel. Partikel merupakan benda-benda padat/cair yang dimensinya sedemikian
kecilnya sehingga memungkinkannya melayang di udara. Bentuk-bentuk khusus dari
partikel dalam hubungannya dengan pencemaran udara dibedakan menjadi :
1. Mist (kabut) merupakan partikel cair yang berada dalam udara karena kondensasi
uap air, atau otomatisasi cairan ke tingkat dispersi. Otomatisasi ini terjadi pada
penyemprotan, pembuihan, dan lain-lain.
2. Fog (kabut yang padat/tebal), idem dengan mist, tetapi masih dapat dilihat dengan
mata telanjang sekalipun tanpa bantuan visual aid (alat bantu penglihatan).
3. Smoke (asap) merupakan partikel karbon (padat) yang terjadi dari pembakaran
tidak sempurna sumber-sumber pembakaran yang menggunakan bahan bakar
hidrokarbon, dengan usuran partikel < 5 mikron.
4. Debu (dust) merupakan partikel padat yang terjadi karena proses mekanis
(pemecahan dan reduksi) terhadap masa padat, di mana partikel tersebut maih
dipengaruhi oleh gravitasi.
5. Fume adalah partikel padat yang terjadi karena kondensasi dari penguapan
logam-logam cair yang kemudian disertai secara langsung oleh suatu oksidasi di udara.
Biasanya terjadi pada pabrik-pabrik pengecoran dan peleburan logam (Kristanto,
2004).
Sedangkan berdasarkan wujud kimianya, pencemar udara dibedakan dalam dua
sub-kelompok, yaitu sub-kelompok partikel/debu dan sub-kelompok gas/uap.
dan partikel/debu organik. Masing-masing partikel dibedakan lagi menurut sifat
kelarutannya yaitu partikel/debu mineral yang tidak larut, yang sama sekali tidak
dapat dilarutkan zat pelarut baik asam, basa maupun zat pelarut organik, kemudian
partikel/debu mineral yang larut, mempunyai sifat masih dapat larut di antara
bahan-bahan pelarut baik asam, basa maupun organik (Kristanto, 2004).
2.1.3. Keadaan Cuaca yang Dapat Mempengaruhi Kualitas Udara
Menurut Departemen Kesehatan (1994) menyebutkan beberapa keadaan cuaca
yang dapat mempengaruhi kualitas udara yaitu :
1. Suhu udara
Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara, suhu udara yang
tinggi menyebabkan udara semakin renggang sehingga konsentrasi pencemar
menjadi semakin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara
semakin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampak semakin tinggi.
2. Kelembaban
Pada kelembaban udara yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi
dengan pencemar udara, menjadi zat lain yang tidak berbahaya atau menjadi zat
pencemar sekunder.
3. Tekanan udara
Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya statu
reaksi kimia antara pencemar yang satu dengan pencemar atau zat-zat lain yang
4. Angin
Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi
statu proses penyebaran yang dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan
pencemar udara, sehingga kadar statu pencemar pada jarak tertentu dari sumber
akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan
kecepatan angin juga dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar.
5. Keadaan awan
Keadaan awan dapat mempengaruhi keadaan cuaca, termasuk juga banyaknya
sinar matahari yang menyinari bumi. Kedua hal ini dapat mempengaruhi reaksi
kimia pencemar udara dengan zat-zat yang ada di udara.
6. Sinar matahari
Dengan adanya sinar dan panas matahari maka pencemar udara dapat dipercepat
atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat
berbeda menurut banyaknya sinar dan panas matahari yang menyirami bumi.
7. Curah hujan
Adanya curah hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak di
atas lalu jatuh ke bumi, dapat menyerap pencemaran gas tertentu ke dalam
partikel air, serta dapat menangkap partikel debu yang akan menempel pada
partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian pencemar dalam bentuk
partikel dapat berkurang konsentrasinya dengan jatuhnya hujan.
Penghijauan perkotaan yaitu menanam tumbuh-tumbuhan sebanyak-banyaknya
di halaman rumah atau dilingkungan sekitar rumah maupun dipinggir jalan, apakah
itu berbentuk pohon, semak, perdu, rumput atau penutup tanah lainnya, di setiap
jengkal tanah yang kosong yang ada dalam kota dan sekitarnya, sering disebut
sebagai ruang terbuka hijau (RTH). RTH sangat penting, mengingat
tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat dikategorikan
menjadi fungsi lansekap (sosial dan fisik), fungsi lingkungan (ekologi) dan fungsi
estetika (keindahan). Berdasarkan kepada fungsi utama RTH dapat dibagi menjadi :
1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan hasilnya untuk
konsumsi yang disebut dengan hasil pertanian kota seperti hasil hortikultura.
2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi sosial.
3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas lingkungan
(Irwan, 2007).
Ruang Terbuka (RT), tak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit
terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti
plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi
‘Hutan Beton’ yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang
tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi sebab tidak layak huni (Purnomohadi,
2001).
Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di
antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula
Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja
ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman
produktif berupa pohon bebuahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian
dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting
bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota (Purnomohadi, 2001).
Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu subsistem
dari sistem kota secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun secara merata di seluruh
wilayah kota untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum dibedakan
menjadi :
1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi
bagian dari sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’), pengatur iklim mikro, agar
sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai
peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap
(pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.
2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan
ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat
rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.
3. Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun
indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain.
4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik
(dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman, maupun makro,
produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti:
bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan
’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana serasi, dan
seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan
pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman
gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali
(Purnomohadi, 2001).
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang
terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan
adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna
mendukung manfaat ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberikan
manfaat ekonomi (kesejahteraan) bagi masyarakatnya (Lokakarya RTH, 30
November 2005). Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka
yang diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan
sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan
(retensi/retention basin). Di dalam Ruang terbuka non-hijau yang diperkeras (paved)
inilah pada umumnya didirikan air mancur (Purnomohadi, 2001).
2.3. Air Mancur
Pada awalnya kata “air mancur” mengarah pada mata air atau sumber air alam.
menampung dan memindahkan air, memberikan rasa segar kepada manusia dan
memiliki kenyamanan estetika. Struktur air mancur arsitektural atau bentuk pahatan
padat dirancang untuk memanipulasi dan membentuk fluiditas air ke dalam jet dan
semprotan yang lebih baik, atau menyalurkannya ke dalam aliran yang diperhalus dan
kemudian jatuh (Gardens, 2007).
Air mancur terdiri dari dua komponen dasar yaitu sumber atau genesis dari
aliran air dan penerima, daerah aliran atau kolam yang menampung air. Seni ini
seringkali meniru alam, dan di seluruh dunia kita menemukan beberapa air mancur
dengan kepala manusia, kepala binatang, yang mulutnya merupakan pipa saluran.
Beberapa air mancar juga berfungsi sebagai mata air minum guna mengilustrasikan
konsep dasar aliran air mancur sebagai penerima dan penampung air (Gardens, 2007).
Pada arsitektur lansekap, pemanfaatan air mancur dianggap sebagai aksentuasi
yakni upaya untuk menonjolkan salah satu unsur agar lebih tampak terlihat dalam
komposisi susunan elemen tata ruang kota (Hakim, 2003).
2.3.1. Sistem Hidrolik pada Air Mancur
Air yang secara sederhana terdiri dari senyawa hidrogen oksida yang umumnya
dikenal sebagai H2O, dimana sangat kompleks bila diarahkan pada gerakan cairan
dengan kondisi yang terkontrol. Dengan demikian ketika merancang air mancur,
disainer mempertimbangkan semua nuansa yang mungkin dari penampilan air, suara
Hidrolik, cabang ilmu físika dan tehnik, berhubungan dengan sifat aplikasi
praktis dari air yang bergerak, dalam hal ini kecepatan, tekanan dan pola aliran yang
berkaitan dengan fluiditas air. Sistem hidrolik adalah teknologi yang memanfaatkan
zat cair untuk melakukan suatu gerakan segaris atau putaran. Sistem ini bekerja
berdasarkan prinsip, jika suatu zat cair dikenakan tekanan, maka tekanan itu akan
merambat ke segala arah dengan tidak bertambah atau berkurang kekuatannya. Seni
disain air mancur merupakan tehnologi hidrolik. Demikian pula efek air mancur
spektakuler yang dimungkinkan sebagai tehnologi yang menyempurnakan
kemampuan untuk memindahkan air dalam berbagai cara, baik melalui gravitasi,
metode mekanika, pompa bertekanan, peralatan bertenaga listrik atau dengan bantuan
komputer. Untuk merancang efek air mancur, maka disainer harus memahami faktor
yang mempengaruhi volume air dan aliran air (Gardens, 2007).
2.3.2. Metode Aerasi pada Air Mancur dalam Mengikat Polutan Udara
Prinsip aerasi adalah memberi kontak udara terhadap permukaan badan air.
Termasuk tujuan terpenting aerasi adalah oksigenasi (meningkatkan oksigen terlarut
dalam air). Teknik-teknik aerasi antara lain :
1.
erasi difusi, yakni menghembuskan gelembung ke dalam air (umum untuk
akuarium).
2.
kincir atau air mancur). Prinsip aerasi inilah yang digunakan dalam air mancur,
dimana air yang dipompa dari dalam kolam akan disemprotkan ke udara dengan
berbagai desain tertentu.
3.
erasi wadah bertingkat, yakni air terjun dari satu wadah ke wadah lebih rendah
menghasilkan air terjun (digunakan di tempat jualan ikan di supermarket).
4.
erasi banyak permukaan, yakni air mengalir pada permukaan terbuka yang lebar
dan kedalaman airnya tipis saja (perlu ruang banyak).
5.
erasi pemencaran jalan air, yakni air dipompakan ke kolam, sebelum mencapai
permukaan badan air, dihambat oleh sebuah halangan sehingga airnya
terpencar-pencar, untuk meningkatkan jumlah kontak udara dengan badan air
(Hidayat, 2007).
2.3.3. Fungsi Air Mancur
Fungsi air mancur bukan saja sebatas pemanis di taman. Aksesoris taman ini
ternyata memiliki manfaat yang tidak jauh berbeda dengan tanaman. Air mancur
tersebut bukan saja memberi kesan artistik dan kadang memberi efek menenangkan
dengan mendengarkan suara air, tapi juga bisa berfungsi sebagai filter udara. Semua
air mancur menghasilkan partikel ion-ion hidrogen dari air mancur yang merupakan
tersebut dapat mengikat debu serta zat kimia yang ada di udara sehingga air mancur
tersebut dapat dikatakan mem-filter udara (Greenmap, 2008).
Zat-zat beracun bisa terserap melalui pancaran air yang keluar dari lubang
nozel air mancur. Atau bisa juga berdifusi langsung dalam pergerakan air. Agar
terlihat unik dan cantik, air mancur bisa digabungkan dengan kolam atau taman air.
Berbagai gas beracun dan polutan yang terlah tercampur dalam air bisa dimanfaatkan
dan diserap oleh tanaman air. Dalam proses fotosintesa, tumbuhan mengolahnya
sebagai bahan nutrisi yang penuh manfaat. Hasil dari proses fotosintesa adalah
oksigen. Berbagai tanaman air berbunga cantik yang bisa dipilih diantaranya yaitu
eceng gondok, melati air, water poppy, teratai, lotus dan iris. Hujan juga merupakan
air mancur raksasa dimana ketika air hujan jatuh menghasilkan ion-ion negatif (J.B.,
Franz, 2008).
2.4. Kerangka Konsep
Air mancur taman kota aktif dan
tidak aktif
Konsentrasi Polutan Udara : 1. SO2
2. NO2
3. PM10 - Cuaca - Suhu
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Pengukuran konsentrasi polutan udara (SO2, NO2, PM10) dilakukan pada saat
air mancur taman kota aktif dan tidak aktif untuk mengetahui perbedaan konsentrasi
polutan untuk setiap kondisi di saat air mancur aktif dan tidak aktif, pada cuaca, suhu,
kelembaban udara, kecepatan angin dan jumlah kendaraan yang sama atau tidak
terdapat perbedaan yang ekstrim pada setiap pengukuran. Sehingga diperolehlah hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan cross
sectional untuk menggambarkan pemanfaatan air mancur taman kota sebagai variabel
independen dengan menganalisa jumlah polutan udara (SO2, NO2 dan PM10) sebagai
variabel dependen di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kota Medan dengan pertimbangan bahwa kota
Medan merupakan salah satu daerah yang padat lalu lintas dan juga memiliki air
mancur taman kota. Lokasi air mancur yakni :
1. Air mancur jalan Gatot Subroto Medan.
2. Air mancur jalan Sudirman Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 9 (sembilan) bulan sejak bulan
Nopember tahun 2007 sampai bulan Agustus tahun 2008, dimulai dari penelusuran
pustaka, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, pelaksanaan kolokium
(seminar proposal), pengumpulan data serta melakukan pengolahan dan analisa data,
3.3. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah polutan udara di sekitar air mancur
yang meliputi SO2, NO2, dan PM10 yang diukur untuk melihat perbedaan konsentrasi
pada saat air mancur tersebut aktif dan tidak aktif.
3.4. Titik Pengambilan Sampel
Sampel diambil sebanyak 3 titik (titik A, titik B dan titik C) untuk
masing-masing air mancur titik A dan B pada jarak 1 meter dari tepi kolam dan titik C pada
jarak 20 meter dari tepi kolam, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Arah angin dominan kota Medan, yakni ke tenggara.
2. Kecepatan angin dominan kota Medan, yakni 10 knot (5,1444 m/detik).
3. Keadaan arus lalu-lintas (kendaraan bermotor).
Ketiga titik ini diambil untuk mengukur jumlah polutan udara di saat air mancur aktif
maupun tidak aktif untuk masing-masing air mancur.
3.5. Cara Kerja
Pengukuran dilakukan selama 8 hari untuk dua lokasi air mancur yakni Air
Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman, dengan masing-masing lokasi
empat hari di saat air mancur aktif dan empat hari di saat air mancur tidak aktif.
Pengukuran dilakukan di titik A, titik B dan titik C di lokasi air mancur taman kota
jalan Gatot Subroto dan Sudirman Medan pada saat air mancur taman kota aktif dan
1. Pukul 07.00 – 08.00 WIB, pengukuran SO2, NO2, PM10 yang dilakukan selama 1
jam.
2. Pukul 12.00 – 13.00 WIB, pengukuran SO2, NO2, PM10 yang dilakukan selama 1
jam.
3. Pukul 17.00 – 18.00 WIB, pengukuran SO2, NO2, PM10 yang dilakukan selama 1
jam.
3.6. Manajemen Data
3.6.1. Sumber Data
1. Data Primer
Dilakukan pengumpulan data primer tentang jumlah polutan (SO2, NO2 dan
PM10) di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif.
2. Data sekunder
Gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari Dinas Pertamanan kota
Medan dan konstruksi bangunan air mancur yang diperoleh dari PT. Star
Indonesia sebagai penyelenggara Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur
3.6.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Data jumlah SO2 dan NO2 di udara di saat air mancur aktif dan tidak aktif.
a. Peralatan
1. Masukkan 10 cc absorban SO2 atau NO2 ke dalam tabung impinger.
2. Letakkan alat setinggi 1,5-2 meter dari permukaan tanah.
3. Hidupkan alat, tunggu sampai 1 jam.
b. Pra-sampling
1. Absorban dimasukkan dalam cool box 20°C.
2. Hindari sinar matahari langsung.
3. Perhatikan arah dan kecepatan angin.
c. Proses sampling
1. Arahkan pipa/cerobong impinger berlawanan dengan arah angin.
2. Catat suhu dan tekanan udara (5 menit sekali).
3. Catat kecepatan angin (5 menit sekali).
2. Data jumlah PM10 di udara di saat air mancur aktif dan tidak aktif.
a. Pengukuran dilakukan pada saat jam sibuk atau padat lalu-lintas yakni pagi
dan sore hari.
b. Peralatan menggunakan Haz Duzt EPAm-5000.
c. Prosedur peralatan.
2. Masukkan filter ke sleve arm.
3. Sleve arm tempatkan di lubang inlet instrument.
4. Tekan tombol on dan tekan enter.
5. Pilih special function kemudian tekan enter.
6. Pilih system option kemudian tekan enter.
7. Pilih extended option kemudian tekan enter.
8. Pilih size select kemudian tekan enter (untuk memilih filter yang akan
digunakan).
9. Kemudian tekan main.
10.Pilih calibration kemudian tekan enter, tunggu selama 100 detik.
11.Tekan main menu kemudian pilih run kemudian enter.
12.Konsentrasi selama pengukuran dengan ukuran µg/Nm³ per detik.
13.Konsentrasi rata-rata selama pengukuran (µg/Nm³).
3.6.3. Analisa Data
Dalam penelitian ini diperoleh berbagai data mengenai jumlah polutan (CO2,
NOx dan PM10) di saat air mancur taman kota aktif dan tidak aktif, yang dapat
dianalisis dengan menggunakan program komputer yaitu analisa :
a. Univariat
Untuk melihat distribusi frekuensi konsentrasi polutan udara (SO2, NO2 dan
b. Bivariat
Untuk membedakan rata-rata konsentrasi polutan udara di saat Air Mancur Gatot
Subroto dengan Air Mancur Sudirman aktif dan tidak aktif, dengan menggunakan
uji t-berpasangan.
3.7. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat
Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Skala
1. Air mancur Pelengkap taman kota berupa kolam air yang dilengkapi air yang dipancurkan yang kapasitasnya besar/luas dalam menjangkau ruang terbuka yang terdapat di daerah padat lalu-lintas kota Medan. tidak berwarna dan berbau tajam, serta tidak terbakar di udara yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, yang diukur pada saat air mancur aktif dan tidak aktif.
Impinger Analisa spektrofotometer
µg/m³ Rasio
3. NO2 Polutan udara berupa gas yang tidak berasa, tidak berbau dan berwarna merah kecoklatan yang dihasilkan oleh
pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, yang diukur pada saat air mancur aktif dan tidak aktif.
Impinger Analisa spektrofotometer
µg/m³ Rasio
4. PM10 Polutan udara berbentuk partikel-partikel kecil padat dan droplet cairan yang terdapat dalam jumlah cukup besar di udara yang diukur pada saat air mancur aktif dan tidak aktif.
Haz Dust Pengukuran langsung
5. Cuaca Kondisi udara dalam keadaan cerah pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.
-- Visual Cerah
Berawan
Hujan
Nominal
6. Suhu Keadaan udara normal pada
suhu 26ºC - 30ºC pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.
Termo-normal pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif. dominan kota Medan pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.
Vaneo-yang melewati jalan di sekitar air mancur pada saat dilakukan pengukuran untuk masing-masing air mancur di saat aktif dan tidak aktif.
-- Visual Jumlah
kendaraan / 5 menit
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4. 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian adalah air mancur taman kota di jalan
Gatot Subroto dan air mancur taman kota jalan Sudirman. Kedua air mancur ini
berada di kota Medan, di daerah padat lalu-lintas dan merupakan bagian dari taman
kota Medan.
Berdasarkan wawancara dengan PT. Star Indonesia sebagai perusahaan yang
mengadakan berdirinya Air Mancur Gatot Subroto dan Air Mancur Sudirman
diperoleh data bahwa, air mancur taman kota di jalan Gatot Subroto berdiri pada
tahun 2004 dan air mancur taman kota di jalan Sudirman berdiri pada tahun 2005.
Kedua air mancur ini didirikan oleh PT. Star Indonesia, dengan memperoleh izin dari
Pemerintah Kota Medan dan penyelenggaraannya PT. Star Indonesia bekerjasama
dengan Dinas Pertamanan Kota Medan, karena air mancur ini terletak di wilayah
taman kota Medan. Adapun dana operasional diadakan oleh pihak sponsor, dalam hal
ini air mancur jalan Gatot Subroto disponsori oleh Bank Bukopin, sehingga air
mancur ini dikenal dengan nama Air Mancur Bukopin dan air mancur jalan Sudirman
disponsori oleh Bank Mandiri, yang selanjutnya air mancur ini dikenal dengan nama
Air Mancur Mandiri.
Tepatnya air mancur taman kota Gatot Subroto berada di jalan Gatot Subroto,
kelurahan Petisah, kecamatan Medan Petisah, terletak di persimpangan jalan antara
Sedangkan air mancur taman kota Sudirman berada di jalan Sudirman, kelurahan Jati,
kecamatan Medan Maimun, terletak di persimpangan jalan Slamet Riyadi, jalan
Sudirman, jalan Sudirman, dan jalan Letjen Suprapto.
Sesuai dengan data konstruksi air mancur dari PT. Star Indonesia, bangunan
air mancur taman kota Gatot Subroto memiliki ukuran-ukuran sebagai berikut :
1. Bangunan kolam
a. Luas kolam : 154 m², dengan diameter sepanjang 14 meter.
b. Ketinggian kolam dari permukaan taman : 80 cm.
c. Ketinggian kolam dari permukaan jalan raya : 110 cm.
d. Tebal dinding kolam : 40 cm.
2. Air mancur
a. Tinggi air mancur terdiri dari 3 variasi, yaitu :
1. Air mancur dengan ketinggian 2 meter sebanyak 36 buah, dengan
kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 4 cm.
2. Air mancur dengan ketinggian 4 meter sebanyak 18 buah, dengan
kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 6 cm.
3. Air mancur dengan ketinggian 6 meter sebanyak 12 buah, dengan
kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 10 cm.
4. Ketiga ketinggian air mancur ini memiliki variasi model pancuran yang
b. Jarak masing-masing air mancur untuk air mancur ketinggian 2 meter, 4 meter
dan 6 meter, masing-masing adalah 1 meter, dengan jarak dari pinggir kolam
air mancur sepanjang 2 meter.
c. Sesuai dengan pengukuran di lapangan, dengan pengaruh angin maka jarak
maksimal pancaran air mancur mengenai lokasi sekitarnya yakni sepanjang 6
meter dari pinggir kolam.
Gambar Air Mancur Gatot Subroto ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
Bangunan air mancur taman kota Sudirman memiliki ukuran-ukuran sebagai
berikut :
1. Bangunan kolam
a. Luas kolam : 314,29 m², dengan diameter sepanjang 20 meter.
b. Ketinggian kolam dari permukaan taman : 70 cm.
c. Ketinggian kolam dari permukaan jalan raya : 85 cm.
d. Tebal dinding kolam : 120 cm.
3. Air mancur
a. Tinggi air mancur terdiri dari 2 variasi, yaitu :
1. Air mancur dengan ketinggian 4 meter sebanyak 80 buah, dengan
kapasitas pancaran air mancur memakai pipa pancaran berdiameter 2 cm.
2. Air mancur dengan ketinggian 6 meter sebanyak 18 buah, dengan
3. Kedua ketinggian air mancur ini memiliki model variasi pancuran
yang berbeda, yakni untuk air mancur dengan ketinggian 4 meter arah
pancaran melengkung ke arah titik tengan kolam, sedangkan air
mancur dengan ketinggian 6 meter arah pancaran vartikal ke atas.
d. Jarak masing-masing air mancur untuk air mancur ketinggian 2 meter dengan
6 meter, masing-masing adalah 6 meter, dengan jarak dari pinggir kolam air
mancur sepanjang 1 meter.
e. Sesuai dengan pengukuran di lapangan, dengan pengaruh angin maka jarak
maksimal pancaran air mancur mengenai lokasi sekitarnya yakni sepanjang 1
meter dari pinggir kolam.
Gambar Air Mancur Sudirman ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
4. 2. Hasil Penelitian
4.2.1. Hasil Pengukuran untuk Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka setelah dilakukan pengukuran
Tabel 4.1. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota Gatot Subroto pada Saat Pengukuran
Air Mancur Aktif Air Mancur Tidak Aktif
No. Titik
tidak aktif. Untuk jumlah kendaraan tidak ada perbedaan yang
ekstrim untuk masing-masing kondisi di saat air mancur aktif dan
tidak aktif.
Tabel 4.2. Kondisi Cuaca, Suhu, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin dan Jumlah
Kendaraan pada Lokasi Air Mancur Taman Kota Sudirman pada Saat
Pengukuran
Air Mancur Aktif Air Mancur Tidak Aktif No. Titik
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, dapat diketahui terjadi perbedaan suhu dan