METODE PENANAMAN SECARA LANGSUNG DI
LAPANGAN PADA PROGRAM REHABILITASI LAHAN
SKRIPSI
Oleh
Roy Mangapul Tampubolon
Budidaya Hutan/ 051202002
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : Metode Penanaman Secara Langsung di Lapangan pada Program Rehabilitasi Lahan
Nama Mahasiswa : Roy Mangapul Tampubolon
NIM : 051202002
Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Budi Utomo, SP, MP Dr. Delvian, SP, MP
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS Ketua Departemen
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Adapun hasil penelitian ini bertema ”Rehabilitasi Lahan Kritis dengan Tehnik Tebar Benih” dibuat sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Budi Utomo, SP, MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Dr. Delvian, SP, MP selaku anggota komisi pembimbing atas dukungan dan arahan
yang diberikan sehingga skripsi ini selesai tepat pada waktunya. Rasa terima kasih yang mendalam saya ucapkan kepada orang tua saya dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan serta sumbangan pemikirannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan baik.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun III Parapat yang memudahkan penulis dalam pengambilan data dan kepada kepala desa Maduma yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian. Kepada teman-teman angkatan 2005 dan Sahat Samosir yang telah banyak memberikan bantuan selama di lapangan serta sumbangan pemikirannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Maret 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Pengambilan Tanah Contoh ... 19
Penyiapan Benih dan Penanaman ... 19 Variabel Penelitian ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 21 Pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 29 Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2. Suren (Toona sureni), (a) bibit, (b) benih ... 14
3. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), (a) biji, (b) daun ... 16
4. Rata-Rata Persentase Pertumbuhan Benih ... 21
5. Bibit Setelah Ditebar ... 24
6. Benih Setelah Ditebar ... 26
7. Benih Dimakan Semut (a) Petai, (b) Petai Cina ... 26
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Curah Hujan (CH) dan Intenseitas Cahaya (IC) pada Periode Desember 2008, Januari dan Februari 2009 ... 22
4. Persentase Pertumbuhan Tanaman... 38
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Samosir ini memiliki jenis tanah yang rawan terhadap erosi. Dari kondisi umum pulau Samosir tersebut diprediksi bahwa di pulau ini terjadi erosi yang cukup tinggi.
Pengelolaan vegetasi, khususnya vegetasi hutan dapat mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola DAS beranggapan bahwa hutan dipandang sebagai pengatur aliran air (steamflow regulator), artinya bahwa hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepasnya pada musim kemarau (Asdak, 2002).
Reboisasi dan penghijauan yang dilakukan melalui penanaman dengan menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan fungsi hutan, lahan, dan agroklimat setempat diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi, ekologi, dan sosial yang seimbang. Terlaksananya pembuatan tanaman reboiasasi dan hutan rakyat diharapkan mampu memulihkan fungsi hutan sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan, pelestarian plasma nutfah, pengatur tata air, yang selanjutnya dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas sumber daya hutan, perbaikan iklim mikro dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Sumarwoto, 1992).
Rendahnya keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain; (a) metode pendekatan yang kurang tepat, pendekatan pemecahan masalah selama ini baru pada faktor fisik dan tidak banyak memberikan perhatian pada faktor sosial ekonomi yang justru lebih berperan dalam perusakan hutan dan lahan, (b) sistem pengelolaan rehabilitasi hutan dan lahan yang selama ini dilakukan belum berorientasi pada keberhasilan tumbuh di lapangan dan belum diarahkan pada tujuan tertentu, (c) partisipasi masyarakat rendah karena kurangnya pemberdayaan dalam upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan (Warta Gerhan, 2006).
memperkecil keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi. Hal ini disebabkan adanya kesulitan dalam penggangkutan dan penanaman bibit di lapangan.
Program RHL harus bersifat inovatif, kreatif dan disesuaikan dengan karakteristik ekologi maupun sistem sosial budaya masyarakat dengan mengadopsi konsep evolusi program menuju kesempurnaan. Program RHL merupakan program para pihak yang dilandasi oleh kesadaran bersama akan budaya pohon melalui kegiatan rehabilitasi lingkungan hutan.
Hal inilah yang mendasari penulis melakukan penelitian, untuk mengkaji lebih dalam teknik penanaman yang lebih tepat, kreatif dan inovatif dalam melakukan RHL sehingga pelaksanaan RHL lebih efektif dalam hal penanaman baik ditinjau dari segi waktu, tenaga kerja, keberhasilannya dan dari segi biaya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tehnik penaburan benih yang efektif dalam melaksanakan rehabilitasi
Hipotesa
Persentase pertumbuhan bibit lebih tinggi dibandingkan persentase pertumbuhan benih yang ditebar secara langsung di lapangan pada program rehabilitasi lahan.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan alam tropika relatif sulit untuk direhabilitasi dengan berbagai alasan ekologis terutama jika lahan tersebut sudah dikolonisasi oleh alang-alang. Proses regenerasi hutan alam yang kompleks turut memperendah keberhasilan rehabilitasi. Semai-semai jenis klimaks umumnya memiliki toleransi yang rendah terhadap kelembapan dan cahaya sehingga tidak dapat tumbuh pada wilayah yang terbuka (Brown dan Lugo, 1990).
pemilihan benih ataupun biji misalnya harus diperhatikan mulai dari pengumpulan benih, pemecahan dormansi, perkecambahan, sampai pada penanaman di lapangan (Wibowo, 2006).
Lahan Kritis
Tanah merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Keasaman (acidity) dan salinitas (salinity) kedua-duanya sangat berpengaruh pada tersedianya atau tidak tersedianya hara tanah. Ukuran aktivitas ion hidrogen dalam larutan air tanah dan dipakai sebagai ukuran bagi kemasaman tanah. Besar pH tanah mempunyai pengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap tanaman. Pengaruh langsung pada akar tanaman pada pH<4>10 kerusakan pada akar tanaman. Pengaruh tidak langsung yakni tersedianya unsur hara, kemungkinan timbulnya keracunan tanaman pada pH rendah oleh unsur kimia seperti Al, Mn dimana unsur-unsur ini banyak terdapat pada pH rendah. Pada tanah masam lebih banyak tersedia unsur-unsur K, Mg, Ca, Mo. Land slope atau kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu diperhitungkan karena lahan yang memiliki kemiringan yang tinggi lebih mudah terganggu (Kartasapoetra, 2000).
Pengumpulan Benih
Setiap tanaman memiliki indikasi yang berbeda jika telah mengalami kemasakan buah atau biji. Perubahan warna, kadar air sering dijadikan sebagai indikasi dalam menilai kemasakan buah atau biji.
Berbagai cara pengunduhan buah dan benih telah dikembangkan dan berkisar dari cara pemungutan di atas tanah setelah buah jatuh sampai dengan cara yang menggunakan alat yang rumit dan mahal seperti penggoyang mekanik, (mechanical shaker), panggung (platform) yang tinggi, ataupun balon dan helikopter. Penentuan cara yang paling tepat tergantung pada berbagai faktor, tapi biasanya dibatasi oleh faktor ekonomi. Cara yang paling efisien adalah cara yang dapat mengumpulkan sejumlah benih dengan kemungkinan biaya terendah tanpa mengorbankan kualitas benih, serta aman untuk pekerja dan kelangsungan produksi benih yang akan datang (Schmidt, 2000).
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bibit
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembapan yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Dormansi benih dapat menguntungkan dan merugikan dalam penanganan benih. Keuntungannya adalah bahwa dormansi mencegah benih dari perkecambahan selama penyimpanan dan prosedur penanganan lain (Schmidt, 2000).
kulit biji yang keras dapat diatasi melalui pengikisan perlahan-lahan atau sekejap, dan dormansi kondisi gelap dapat dipatahkan dengan cahaya (Kartasapoetra, 2003).
Tujuan perlakuan awal adalah untuk menjamin bahwa benih akan berkecambah dan perkecambahan berlangsung cepat dan seragam. Metode perlakuan awal telah dikembangkan dan digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Metode perlakuan awal harus disesuaikan dengan karakteristik benih. Pengetahuan tentang biologi dan fisiologi dari berbagai tipe dormansi dan hubungannya dengan biologi permudaan dapat memberikan indikasi sifat biologi benih dan metode perlakuan awal yang diperlukan (Hasanah, 2002).
Menurut Harjadi (1993) perkecambahan adalah serangkaian peristiwa penting yang terjadi sejak benih dormansi sampai ke tahap pertumbuhan bibit dimana tergantung pada viabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi.
bagian akan bertambah besar sehingga akhirnya benih akan berkecambah (Kuswanto, 1996).
Menurut Sutopo (2002), faktor-faktor yang mempengaruhui perkecambahan benih terdiri dari faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
1. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas tinggi. Bahkan pada beberapa janis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Diduga pada tingkatan tersebut benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan juga pembentukan embrio belum sempurna.
2. Ukuran benih
Di dalam jaringan penyimpanannya benih memiliki karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Dimana bahan-bahan ini diperlukan sebagai bahan baku dan energi pada embrio pada saat perkecambahan. Diduga bahwa benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan lebih banyak dibandingkan dengan benih yang kecil, mungkin pula embrionya lebih besar.
3. Dormansi
Periode dormansi dapat berlangung musiman atau dapat juga selama beberapa tahun, tergantung pada jenis benih dan tipe dormansi.
4. Penghambat perkecambahan
respirasi seperti sianida dan fluorida, herbisida, Coumarin, Auxin, dan bahan-bahan yang terkandung dalam buah.
Menurut Sutopo (2004), faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan antara lain:
1. Air, merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecamabahan benih. Dari faktor penting yang berperan dalam penyerapan air oleh benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama kulit.
2. Temperatur, merupakan syarat penting kedua bagi perkecambahan benih. Tanaman pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan kebutuhan akan temperatur, yaitu:
• Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang
relatif rendah.
• Tanaman yang benihnya hanya akan berkecambah pada temperatur yang
relatif tinggi.
• Tanaman yang mampu berkecambah pada kisaran temperatur dari rendah
sampai tinggi.
3. Cahaya, kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahannya berbeda tergantung pada jenis tanamannya.
4. Oksigen, pada saat perkecamabahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi yang berupa panas.
Dalam kegiatan pembibitan, penyapihan merupakan salah satu tahapan yang perlu mendapatkan perhatian serius karena kondisi semai yang masih sangat kecil dan lemah. Sehubungan dengan keberhasilan pertumbuhan semai, Daniel et al. (1987) menyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pertumbuhan semai adalah kemampuan semai dalam memproduksi akar. Selanjutnya dikatakan pula bahwa walaupun kondisi tempat tumbuh seperti suhu tanah dan ketersediaan air dalam tanah atau media cukup memadai namun semai akan hidup secara optimal jika semai mempunyai kemampuan fisiologis yang baik dalam memproduksi akar baru. Hal ini memberikan gambaran bahwa ada saat atau periode di mana semai secara fisiologis berada dalam kondisi yang siap untuk disapih serta memproduksi akar baru. Mengingat bahwa setiap jenis tanaman hutan mempunyai ukuran serta waktu (umur semai) yang berbeda dalam penyapihan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pada tingkat pembibitan perlu dilakukan penelitian yang menyangkut umur semai yang tepat saat penyapihan sehingga diperoleh pertumbuhan bibit yang optimal pada masing-masing jenis yang akan dikembangkan.
gangguan internal berupa kehilangan cairan maupun kerusakan yang bersifat mekanis selama proses penyapihan, sedangkan semai yang relatif tua akan terkendala dalam pembuatannya. Semai yang relatif tua atau telat disapih umumnya tidak mempunyai pertumbuhan yang baik. Setelah disapih, semai biasanya mengalami stagnansi sehingga pertumbuhannya menjadi sangat lambat. Pada fase bibit, semua jenis tanaman tidak tahan intensitas cahaya penuh, butuh 30-40%, diatasi dengan naungan (Daniel et al. 1987).
Menurut Herwati (2007) secara garis besar kriteria penyinaran cahaya matahari kedalam dibedakan menjadi empat kelompok :
1. Sinar kuat, berarti sinar matahari penuh atau 100 % tidak ada penghalang / peneduh, ini ada di daerah tropis.
2. Agak teduh, intensitas sinar matahari 50 – 100 %. Adanya peneduh, kalau
berupa tirai adalah masih ada antara untuk masuknya cahaya yang cukup. Peneduh yang berupa pohon biasanya pohon yang mempunyai daun majemuk yang tipis seperti : flamboyan, sengon, petai, petai cina, asam, pinus dan lain-lain.
3. Setengah teduh, intensitas cahaya yang menjadikan keadaan setengah teduh menggambarkan kondisi cahaya matahari yang masuk sebesar 50 %. Biasanya digunakan tirai kain, plastik bening disemprot cat putih susu, dapat pula dipakai tirai bambu.
4. Teduh sekali, suatu keadaan dimana sinar matahari tidak diterima langsung oleh tanaman, tetapi sinar diperoleh dari difrasi/ pemencaran diffuse. Disini intesitas cahaya matahari besarnya kurang dari 5 %.
Asam jawa (Tamarindus indica) tumbuh baik di daerah semi kering dan iklim muson basah, dapat tumbuh di kisaran tipe tanah yang luas. Dapat hidup di tempat bersuhu sampai 47°C, tapi sangat sensitif terhadap es. Umumnya tumbuh di daerah bercurah hujan 500 – 1.500 mm/tahun, bahkan tetap hidup pada curah hujan 350 mm jika diberi irigasi saat penanaman. Di daerah tropika basah bercurah hujan lebih dari 4.000 mm, pembungaan dan pembuahan menurun dengan jelas. Jenis ini menghasilkan benih lebih banyak jika hidup di tempat dengan periode kering yang panjang, berapapun curah hujan tahunannya. Walaupun jenis yang selalu hijau, pohon ini menggugurkan daun dalam periode singkat. Bunga biasanya muncul sejalan dengan pertumbuhan daun baru, yang pada kebanyakan daerah terjadi selama musim semi dan panas. Bunga mungkin diserbuki serangga. Pembentukan buah terjadi selama musim hujan dan masak 6 bulan sesudahnya. Pohon asam mulai menghasilkan buah umur 8 – 12 tahun dan terus berbuah sampai umur 200 tahun. Permukaan polong retak, bergemerincing jika dikocok, dan buah pertama jatuh ke tanah adalah tanda biji telah masak, dan pengumpulan biji dapat dimulai (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002).
a b
Benih tidak memiliki dorman, sehingga tidak perlu perlakuan pendahuluan. Skarifikasi benih seperti jenis legum lain juga disarankan. Untuk jumlah banyak, perlakuan dengan air mendidih atau pemecah benih dapat digunakan. Untuk pengujian benih di laboratorium disarankan menggunakan skarifikasi dengan solder panas. Benih dapat ditabur di bedeng atau di kantong plastik. Wadah semai digunakan bila semai di persemaian lebih dari 4 bulan. Berikutnya, akar tunjang melesak ke dalam hingga menyulitkan pemindahan semai. Tipe perkecambahannya epigeal (keping biji terangkat ke atas). Perkecambahan dimulai 7 – 10 hari setelah penaburan dan biasanya membutuhkan setidaknya satu bulan. Kecambah harus dihindarkan dari matahari. Saat tinggi 30 cm, semai siap ditanam di tinggi 30 cm, semai siap ditanam di lapangan. Jika pertumbuhannya merana, semai dapat tetap di persemaian sampai tahun berikutnya, tetapi akar semai hendaknya dipotong dan harus diperlakukan hati-hati selama pemindahan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002).
Suren (Toona sureni)
Suren berbunga dan berbuah bulan Desember-Februari atau April-September pada waktu gugur daun. Pengumpulan buah dilakukan jika telah berwarna coklat sebelum merekah. Buah dikumpulkan dengan cara menggoncang atau memangkas cabang. Jika pengumpulannya terlambat, maka banyak benih yang hilang ketika buah merekah. Benih dapat dipertahankan viabilitasnya selama 2- 3 bulan, tetapi dengan penyimpanan dalam ruang sejuk akan memperpanjang periode simpan tersebut. Benih mudah berkecambah dan tidak memerlukan perlakuan pendahuluan. Benih ditabur di bedeng dengan naungan 60%. Perkecambahannya dapat mencapai 80% setelah 4-7 hari. Kecambah tergolong epigeal. Setelah 1 bulan, kecambah dapat disapih ke kantong plastik (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2002).
(a) (b) Gambar 2. Suren (Toona sureni), (a) bibit, (b) benih
Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)
Angin berperan dalam membantu penyerbukan bunga pada tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). Pohon nangka cocok tumbuh di daerah yang memilki curah hujan tahunan rata-rata 1.500-2.500 mm dan musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka dapat tumbuh di daerah kering yaitu di daerah-daerah yang mempunyai bulan-bulan kering lebih dari 4 bulan-bulan. Sinar matahari sangat diperlukan nangka untuk memacu fotosintesa dan pertumbuhan, karena pohon ini termasuk intoleran. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan terganggunya pembentukan bunga dan buah serta pertumbuhannya. Rata-rata suhu udara minimum 16-21 derajat C dan suhu udara maksimum 31- 31,5 derajat C. Kelembaban udara yang tinggi diperlukan untuk mengurangi penguapan.
(a) (b)
Gambar 3. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), (a) biji, (b) daun
Umumnya perbanyakan tanaman nangka dilakukan dengan menggunakan bijinya, karena perbanyakkan dengan cangkok atau okulasi hanya sedikit persentase jadinya. Hal ini mungkin disebabkan kandungan lateksnya yang dapat menghambat proses persatuan. Biji disemai/ditanam ke dalam kantong-kantong plastik yang sudah tersedia di bedengan sedalam setebal biji, setelah itu ditutup lapisan tanah tipis. Biji akan berkecambah dengan rata-rata daya kecambah dan persen jadi tanaman ± 90 %. Semai muda dipotkan selambat-lambatnya setelah berdaun empat helai, karena bibit yang lebih tua sulit untuk dipindahtanamkan (transplanting). Kesulitan ini dapat diatasi dengan cara menyemaikan 1-2 benih langsung ke dalam satu wadah. Semai paling cocok disimpan di bawah naungan atau 50-70 % intensitas cahaya matahari penuh (BAPPENAS, 2000).
Petai Cina (Leucaena leucocephala)
bahan pembuat furnitur, pulp, bijinya dapat digunakan untuk aksesoris, di daerah tertentu biji sebagai makanan manusia.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Maduma, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir dan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Februari 2009.
Bahan dan Alat Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah benih, contoh tanah, perekat untuk merekatkan dedak, dedak digunakan sebagai campuran perekat, dan pasir steril
Alat
Adapun alat yang digunakan adalah tali rafia, cangkul, sprayer, pisau, pacak, meteran dan kalukulatoR
1. Perlakuan
Perlakuan dalam penelitian ini ada 2 perlakuan, yakni perlakuan
untuk lahan dan perlakuan untuk biji.
Perlakuan untuk lahan meliputi yakni
X Lahan yang tidak dibersihkan
Y Lahan yang dibersihkan
Perlakuan untuk biji yakni
1 Biji yang dikecambahkan
2 Biji yang tidak dikecambahkan
Kedua perlakuan ini dikenakan pada 5 jenis biji yakni Suren (A),
Asam Jawa (B), Petai Cina (C), Petai (D), Nangka (E).
2. Pengambilan tanah contoh
1. Dibersihkan lahan dari vegetasi semak belukar yang ada.
2. Diambil contoh tanah secara zig-zag sebanyak 5 sampai 20 contoh
tanah dari lahan dengan ukuran 100x100 m.
3. Diambil 10 gr contoh tanah dari setiap titik sedalam 20 cm.
4. Diaduk tanah hingga merata.
5. Dilakukan uji laboratorium pada tanah yakni kadar air tanah,
3. Dibagi lahan menjadi sepuluh petak dan diulangi sebanyak 3 ulangan
4. Penyiapan Benih dan Penanaman
1. Dilakukan pengumpulan 5 jenis biji dari hutan dan tiap jenis 120 biji.
Biji yang terkumpul yakni biji Suren (A), Asam jawa (B), Petai cina
(C), Petai (D), Nangka (E).
2. Disterilkan media kecambah dengan cara menggongseng pasir.
3. Dilakukan pematahan dormansi sebanyak 60 biji pada biji suren dan
asam jawa dengan perendaman air panas selama 5 menit.
4. Dilakukan pengelompokan pada biji yang dikecambahkan dan yang
tidak dikecambahkan
A1, B1, C1, D1, E1 Biji yang dikecambahkan
A2, B2, C2, D2, E2 Biji yang tidak dikecambahkan
5. Dikecambahkan pada media kecambah.
6. Dilakukan pemeliharaan yakni penyiraman pada media kecambah jika
media kering.
7. Diamati pertumbuhan kecambah.
8. Dilakukan penanaman ke lapangan dan bibit dilapisi dengan dedak
5. Variabel Penelitian
Pengamatan dilaksanakan sampai persentase pertumbuhan bibit atau
benih sebesar 80 % dimana hasil disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan pertumbuhan benih
dan bibit berbeda secara signifikan. Pada semua ulangan bibit yang dipindahkan
ke lapangan tidak tumbuh sedangkan benih yang ditebarkan tumbuh dengan baik.
Rata-rata persentase pertumbuhan antara masing-masing jenis tanaman baik yang
ditebar di lahan yang bersih maupun di lahan yang tidak bersih menunjukan
perbedaan yang signifikan. Benih yang ditebar di lahan yang dibersihkan memiliki
persentase pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang tidak
Keberhasilan tumbuhnya bibit dan benih di lapangan akan dipengaruhi
oleh faktor luar. Faktor yang mempengaruhi dapat berupa suhu, iklim, curah hujan
dan intensitas cahaya. Data curah hujan dan intensitas cahaya selama penelitian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Curah hujan (CH) dan Intensitas Cahaya (IC) pada periode Desember 2008, Januari dan Februari 2009
Tanggal Desember 2008 Januari 2009 Februari 2009
Tabel 1 menunjukan besarnya curah hujan dan intensitas cahaya yang
terjadi selama penelitian berlangsung mulai dari Desember 2008 sampai dengan
Februari 2009. Curah hujan yang terjadi tinggi namun intensitas cahaya sangat
tinggi yang menyebabkan bibit mati atau tidak tumbuh
Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang dilaksanakan selama penelitian menunjukkan
bahwa bibit yang ditebar di lapangan tidak tumbuh. Hal ini berbanding terbalik
dengan benih yang ditebar secara langsung di lapangan. Persentase pertumbuhan
yang baik ditunjukkan benih yang ditebar secara langsung di lapangan.
Perbedaan perlakuan tentu akan mendapatkan hasil yang berbeda. Dengan
adanya pembedaan perlakuan tentunya faktor yang perlu diperhatikan dalam
penebaran akan berbeda. Misalnya pada penebaran bibit sangat perlu diperhatikan
curah hujan dan intensitas cahaya. Sedangkan pada penebaran benih apabila
kondisi iklim tidak sesuai dengan kondisi pertumbuhannya maka benih akan
mengalami dormansi.
Penebaran bibit pada saat penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Februari
Suryowinota (1988) iklim sebagai salah satu faktor lingkungan fisik yang sangat
penting dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Beberapa unsur iklim yang
penting adalah curah hujan, suhu, kelembaban dan intensitas penyinaran. Di
daerah tropika umumnya radiasi tinggi pada musim kemarau dan rendah pada
musim penghujan. Tidak adanya naungan di areal penanaman juga menyebabkan
bibit stress karena langsung terkena sinar matahari. Pada fase bibit semua jenis
tanaman tidak tahan intensitas cahaya penuh. Pada umumnya tanaman
membutuhkan intensitas cahaya 30-40% dan selebihnya diatasi dengan naungan.
Artinya dari pancaran sinar matahari hanya 30-40% saja yang mampu diterima
tanaman. Brown dan Lugo (1990) menyebutkan semai-semai jenis klimaks
umumnya memiliki toleransi yang rendah terhadap kelembapan dan cahaya
sehingga tidak dapat tumbuh pada wilayah yang terbuka.
Berbeda halnya dengan benih yang ditebar langsung di lapangan.
Intensitas pencahayaan yang tinggi dan curah hujan yang rendah hanya akan
menyebabkan benih dormansi. Dan benih ini akan berkecambah dan tumbuh jika
keadaan sesuai dengan kondisi tumbuhnya. Sutopo (2004) menyatakan bahwa
perkecambahan benih dipengaruhi oleh air, temperatur, cahaya, oksigen dan
medium perkecambahan.
Dari diagram yang ditunjukkan oleh Gambar 4 diperlihatkan perbedaan
persentase pertumbuhan antara benih yang ditebar di lahan yang tidak dibesihkan
dengan lahan yang dibersihkan. Dari gambar diperlihatkan bahwa persentase
pertumbuhan pada lahan yang dibersihkan lebih tinggi dibandingkan lahan yang
tidak dibersihkan. Hal dikarenakan pada lahan yang tidak dibersihkan, benih tidak
mengenai tanah sehingga proses imbibisi tidak terjadi. Sedangkan pada benih
yang bersentuhan langsung dengan tanah akan mendapat pengaruh akibat
kelembapan tanah yang akan mempengaruhi terjadinya proses imbibisi. Dari
kelima jenis benih yang ditebar, benih petai cina adalah benih yang paling tinggi
persentase pertumbuhannya baik di daerah yang tidak dibersihkan maupun yang
dibersihkan. Persentase pertumbuhan benih petai cina pada lahan yang tidak
Gambar 6. Benih setelah ditebar
Penanaman dengan menggunakan benih maka pengangkutan benih tidak
akan mengalami kesulitan dan benih tidak akan mati. Namun kendala yang akan
dihadapi yakni gagalnya benih berkecambah karena dimakan oleh semut. Benih
dimakan karena benih mengandung karbohidrat. Sedangkan dedak yang
digunakan sebagai perekat pada kecambah akan dimakan oleh semut karena
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah
1. Penaburan benih secara langsung di lapangan lebih baik dari pada
penaburan bibit
2. Petai cina adalah jenis tanaman yang tepat digunakan pada penaburan benih
secara langsung di lapangan
3. Pesentase pertumbuhan benih yang paling tinggi adalah benih petai cina
dan benih suren
Saran
Dalam melaksanakan penanaman kondisi iklim harus benar-benar
DAFTAR PUSTAKA
Agus dan Sayful. 2006. Pengaruh Umur Semai Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren di Persemaian. http://www.dephut.go.id/files/Agus_Suren.pdf [14 Maret 2009 Pukul 11.00 WIB]
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University press. Yogyakarta.
BAPPENAS, 2000. Nangka.
http://www.pusri.co.id/budidaya/buah/NANGKA.PDF [12 Maret 2009
Pukul 10.00 WIB]
Brown S dan Lugo AE. 1990. Tropical Secondary Forest. J. Trop. Ecol
Daniel, TW, JA Helm, FS Baker. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Gajah Mada University Press. Bulaksumur. Yogjakarta.
Dorthe, J. 2002. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.
http://www.dephut.go. Id
/INFORMASI/RRL/IFSP/Toona_sureni%20_Blume.pdf [11 Maret 2009
Pukul 10.00 WIB]
Dzanau. 2007. Pohon Kayu Suren. http://dzanau.wordpress.com/2007/12/05/pohon-kayu-suren/pdf [12 Maret
2009 Pukl 10.00 WIB]
Forest Wacth Indonesia. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Wacth Indonesia dan Washington D.C: Global Forest Wacth
Hardjadi, SS. 1993. Dormansi Benih. Dalam Dasar-Dasar Teknologi Benih. Departemen Agronomi IPB. Bogor
Mugnisjah, W.Q dan Setiawan, A. 2004. Produksi Benih. Bumi Aksara: Jakarta.
Purwantari, ND dan Sajimin. 2008. Leucena: Taxonomi, Adaptasi, Agronomi dan Pemanfaatan. http://www.dephut.go.id/files/Agus_Suren.pdf [14 Maret 2009 Pukul 12.00 WIB]
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Topis dan Sub-Tropis. Gramedia: Jakarta.
Sulistyo. 1998. Penyemaian Jenis Pohon Potensial untuk Lahan Kritis di Sulawesi Selatan. Bulletin Tekno DAS No. 4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, BTP DAS Ujung Pandang.
Suryowinoto, M. 1988. Budidaya Tanaman Anggrek. Lab. Budidaya Jaringan. Penelitian dan Pengembangan Anggrek. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.
Sutedjo, M. 2004. Analisi Tanah, Air, dan Jaringan Tanaman. Rineka Cipta: Jakarta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Edisi Revisi. Cetakan ke-5. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
. 2004. Teknologi Benih. Edisi Revisi. Rajawali. Jakarata
Warta Gerhan. 2006. Optimalisasi Peran Stakeholder dalam Implementasi Gerhan di Lapangan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan. Jakarta.
Ulangan Nomor
TD D Bibit Benih Bibit Benih