• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Fungsi Dekomposer Jaringan Kayu Mati Yang Berasal Dari Tegakan Di Lahan Gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Fungsi Dekomposer Jaringan Kayu Mati Yang Berasal Dari Tegakan Di Lahan Gambut"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI FUNGI DEKOMPOSER JARINGAN

KAYU MATI YANG BERASAL DARI TEGAKAN DI

LAHAN GAMBUT

Skripsi

Oleh: Ranap Samosir

041202023 Budidaya Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan segala berkat dan karunia-Nya sehinga skripsi yang berjudul

”Identifikasi Fungi Dekomposer Jaringan Kayu Mati Yang Berasal Dari tegakan

di lahan gambut” berhasil selesai dengan baik dan tepat waktu. Hasil Penelitian ini

disusun sebagai satu syarat untuk medapat gelar sarjana di Departemen

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr Budi Utomo SP, MP dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, MSi. selaku komisi

pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua saya yang telah

banyak membantu baik dari segi moril maupun materil.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna sebagai dasar

penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi

kemajuan dunia pendidikan.

Medan, Februari 2008

(3)

ABSTRAK

Ranap Samosir. Identifikasi Fungi Dekomposer Jaringan Kayu Mati yang Berasal dari Tegakan di Lahan Gambut. Dibimbing oleh Dr Budi Utomo SP,MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi fungi pada jaringan kayu mati yang terdapat di hutan gambut di desa Sei Siarti Labuhan Batu Sumatera Utara. Sampel Penelitian diperoleh dari pohon yang telah mengalami pelapukan. Fungi diisolasi dan diidentifikasi di laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Oktober 2008 sampai dengan Januari 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis fungi yang ditemukan dari kayu yang telah mengalami pelapukan. Yaitu Trichoderma harzianum, Trichoderma sp, Gliocladium sp, Absidia sp, Penicillium sp, dan

Fusarium sp

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Fungi Dekomposer Jaringan Kayu Mati yang Berasal dari Tegakan di Lahan Gambut

Nama : Ranap Samosir

Nim : 041202023

Program Studi : Budidaya Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr Budi Utomo SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.

Ketua Anggota

Mengetahui,

(5)

ABSTRACT

Ranap Samosir Identifying fungi Decomposed Wood Mouldy Dragneted.Source from Coppice in a Peat Land. Advisor by Dr Budi Utomo SP,MP and Dr. Ir. Yunasfi M. Si.

The objective of this research was to identifying fungi in wood mouldy dragneted at a peat land in Sei Siarti Vilage Labuhan Batu, North Sumatera. The sampels were taken from the tree had been mouldyed. The Isolation and identification of fungi were carried out at disease plant laboratory, Agriculture Faculty University of North Sumatera.

The result showed that some species fungi founded from wood had been mouldyed. Namely: Trichoderma harzianum, Trichoderma sp, Gliocladium sp,

Absidia sp, Penicillium sp, dan Fusarium sp

(6)

DAFTAR ISI Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian... 13

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Lokasi Pengambilan Sampe ... 13

2. PDA yang telah Jadi... 14

3. Trichoderma Sp 1... 15

4. Trichoderma harzianum... 16

5. Trichoderma Sp3... 17

6. Gliocladium, Sp... 18

7. Absidia, Sp... 19

8. Penicillium Sp1... 20

9. Penicillium Sp2... 21

10. Fusarium Sp1... 21

11. Fusarium Sp2... 22

(8)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai

sejak zaman glasial akhir, sekitar 3.000 - 5.000 tahun yang lalu. Untuk gambut

pedalaman bahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Jika

dilakukan drainase atau reklamasi, gambut berangsur-angsur akan kempes dan

mengalami subsidence atau ambelas yaitu penurunan permukaan tanah. Kondisi

ini disebabkan oleh proses pematangan gambut dan berkurangnya kandungan air.

Lama dan kecepatan penurunan tersebut tergantung pada kedalaman gambut.

Semakin tebal gambut, penurunan tersebut semakin cepat dan berlangsungnya

semakin lama. Rata-rata kecepatan penurunan adalah 0,3-0,8 cm/bulan, dan terjadi

setelah 3-7 tahun setelah drainase atau pengolahan tanah (Admin, 2008).

Hutan pada lahan gambut mempunyai peranan penting dalam penyimpanan

karbon (30% kapasitas penyimpanan karbon global dalam tanah) dan moderasi

iklim sekaligus memberikan manfaat keanekaragaman hayati, pengatur tata air,

dan pendukung kehidupan masyarakat. Indonesia memiliki 20 juta ha lahan

gambut yang terutama terletak di Sumatera (Riau memiliki 4 juta ha) dan

Kalimantan (Heriri, 2008).

Jamur (Mushroom) merupakan tumbuhan yang banyak dijumpai di alam. Tempat

tumbuhnya di tanah ataupun kayuyang tlah lapuk. Jamur biasanya banyak

ditemukan pada awal musim hujan (Redaksi Trubus, 2001). Dibawah kondisi

yang menguntungkan jamur berkembang sangat cepat di dalam contoh kayu

dengan pertumbuhan hifa. Jalur paling mudah untuk pengembangan hifa adalah

(9)

Pondasi utama dari lahan gambut yang baik adalah air. Bila terjadi pembukaan

hutan gambut maka hal ini akan mempengaruhi unit hidrologinya. Dengan sifat

gambut yang seperti spons (menyerap air), maka pada saat pohon ditebang dan

lahannya dibuka, akan terjadi subsidensi sehingga tanah gambut yang sifatnya

hidropobik tidak akan dapat lagi menyerap air dan kemudian mengering. Dalam

proses ini, terjadilah pelepasan karbon dan sekaligus mengakibatkan lahan gambut

rentan terhadap kebakaran yang pada gilirannya dapat menyumbangkan pelepasan

emisi karbon lebih lanjut (Heriri, 2008).

Sejalan dengan pertambahan penduduk dan keterbatasan lahan pertanian

menyebabkan pilihan diarahkan pada lahan gambut baik untuk kepentingan

pertanian maupun untuk pemukiman penduduk. Penggunaan lahan gambut untuk

pertanian dengan semestinya dan efisien akan memberikan sumbangan bagi

kelangsungan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan kata lain, pemanfaatan

lahan gambut yang dengan tidak semestinya akan menyebabkan kehilangan salah

satu sumber daya yang berharga, dikarenakan lahan gambut merupakan lahan

(10)

B. Gambaran Kerangka Pemikiran

Gambut

Kondisi Anaerob

Laju dekomposisi lambat

Dekomposer

Fungi Bakteri

Pada tegakan di lahan gambut

Laju dekomposisi meningkat

Laboratorium

(11)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi fungi pada kayu

yang telah mengalami pelapukan pada hutan gambut.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai pengetahuan untuk mengetahui fungi-fungi yang terdapat pada

pohon yang telah mengalami pelapukan di lahan gambut

2. Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan dalam pengolahan lahan

gambut

E. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Adanya fungi perombak bahan organik yang terdapat pada kayu yang telah

mengalami pelapukan

2. Tidak adanya jenis-jenis fungi perombak bahan organik pada kayu yang

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh adanya

penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan yang berasal dari reruntuhan

vegetasi di atasnya dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi karena

lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organic

di lantai hutan yang basah/tergenang tersebut. Seperti gambut tropis lainnya,

gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya

akan kandungan lignin dan nitrogen. Karena lambatnya proses dekomposisi, di

ekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai batang, cabang dan akar besar.

Secara ekologis, hutan rawa gambut merupakan habitat bagi spesies langka

orangutan (Pongo pygmaeus) baik di Sumatera maupun Kalimantan, pemijahan

ikan, reservoir air, yang ditumbuhi oleh vegetasi hutan hujan selalu hijau

(evergreen), serta sumber pencaharian penduduk sekitar (Admin, 2008).

Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa

jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah gambut biasanya

terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai yang selalu

jenuh air karena drainasenya terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi

sangat lambat. Lahan gambut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam tata

air kawasan sebab gambut bersifat seperti busa yang dapat menyerap kelebihan air

dimusim hujan sehingga mencegah banjir dan melepaskan kandungan airnya

secara perlahan dimusim kemarau. Rawa gambut juga menjadi tempat berlindung

berbagai spesies langka, seperti Harimau Sumatera, Orang utan, ikan Arowana,

(13)

juga dapat ditemukan di rawa gambut, antara lain Ramin ( Gonystylus sp.), Kayu

putih (Melaleuca sp.), Jelutung (Dyera costulata) dan Meranti rawa (Shorea sp.).

Fungsi-fungsi tersebut menyebabkan lahan gambut merupakan asset yang sangat

penting bagi pembangunan nasional (Departemen Dalam Negeri, 2004).

Pemanfaatan lahan gambut untuk tetap dipertahankan sebagai habitat ratusan

spesies tanaman hutan, merupakan suatu kebijakan yang sangat tepat. Disamping

kawasan gambut tetap mampu menyumbangkan fungsi ekonomi bagi manusia di

sekitarnya (produk kayu dan non kayu) secara berkelanjutan, fungsi ekologi hutan

rawa gambut sebagai pengendali suhu, kelembaban udara dan hidrologi kawasan

akan tetap berlangsung sebagai konsekuensi dari ekosistemnya tidak berubah.

Mempertahankan lahan gambut untuk tetap menjadi habitat jenis pohon adalah

beralasan. Hutan rawa gambut memiliki jenis pohon bernilai ekonomis tinggi,

demikian pula satwa. Berdasarkan data pada salah satu HPH yang berlokasi di

lahan gambut, diketahui bahwa populasi 10 jenis pohon bernilai ekonomis tinggi

dan jenis yang dilindungi dengan diameter ≥ 20 cm rata-rata 21 pohon/ha dengan

volume rata-rata 30,94 m3/ha. Diantarake-10 jenis pohon tersebut terdapat

67,83% adalah ramin (Gonystylus bancanus Kurz). Berdasarkan pertumbuhan dan

perkembangan alami pohon-pohon bernilai ekonomis tersebut, maka “Wise Use of

Tropical Peatland” hendaknya tidak lagi harus dipaksa untuk melakukan

perubahan yang justru mengakibatkan munculnya permasalahan baru yang

berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan (Limin, 2006).

Dari segi keragaman hayati (biodiversity) hutan-hutan rawa gambut sangat

penting. Dibandingkan dengan hutan-hutan dataran rendah pada tanah bermineral,

(14)

Tetapi bagaimanapun hutan-hutan rawa gambut lebih mempunyai keragaman

ekosistem dibanding yang lain di bumi ini. Jenis-jenis pohon endemik dalam

jumlah yang banyak ditemukan di kawasan hutan-hutan rawa gambut, selain juga

terdapat habitat penting bagi banyak pohon dan binatang yang terancam punah

dan hanya dapat ditemukan di hutan-hutan dataran rendah. Beberapa jenis

tanaman yang sudah semakin berkurang dan terancam punah seperti meranti

(Shorea spp.), ramin (Gonystylus spp.) dan jelutung (Dyera spp.) biasa ditemukan

di area konsesi. Dan juga beberapa binatang yang saat ini nyaris punah seperti

harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan buaya muara (Crocodylus

porosus) (Miettinen,2004).

Jenis-jenis Pohon di Lahan Gambut

Adapun jenis pohon yang terdapat dalam hutan gambut adalah tumih

(Combretocarpus ratundus), mahang (Macaranga spp.), pulai (Alstonia

pneumatophora), milas (Parastemon urophyllum), alam-suntai (Palaquium spp.),

terentang (Camnosperma coreaceum), geronggang (Cratoxylon arborencens),

simpur (Dillenia excelsa), jelutung (Dyera lowii), gelam (Melaleuca cajuputi),

ramin (Gonystylus bancanus), meranti batu (Shorea uliginosa).

Pengenalan Fungi

Jamur (fungi) adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati (eucariotic),

biasanya berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil,dinding selnya

mengandung kitin, selulosa atau keduanya. Jamur adalah organism heterotrof

absobtif, dan membentuk beberapa macam spora. Diantara sekitar seratus ribu

(15)

melakukan dekomposisi bahan-bahan organic mati. Lebih kurang 50 jenis

menyebabkan penyakit pada manusia, dan sekitar 50 jenis menyebabkan penyakit

pada hewan, kebanyakan menimbulkan penyakit kulit. Diperkirakan bahwa lebih

dari 8000 jenis jamur dapat menyebabkan dapat menyebabkan penyakit pada

tumbuhan (Semangun,1996)

Hifa dapat dibedakan atas dua tipe hifa yang fungsinya berbeda, yaitu yang

menyerap unsur hara dari substrat dan yang menyangga alat-alat reproduksi. Hifa

umumnya rebah pada permukaan substrat atau tumbuh pada ke dalam substrat dan

fungsinya untuk mengabsorbsi unsur hara yang diperlukan bagi kehidupan fungi

disebut hifa vegetatif. Hifa yang umumnya tegak pada miselium yang terdapat di

permukaan substrat disebut hifa fertil, karena berperan untuk reproduksi. Hifa-hifa

yang telah menjalin suatu jaringan miselium makin lama makin tebal dan

membentuk suatu koloni yang dapat dilihat dengan mata telanjang (Semangun,

1996).

Morfologi Fungi

Bagian vegetatif pada jamur umumnya berupa benang-benang halus memanjang,

bersekat (septa) atau tidak, dinamakan dengan hifa. Kumpulan benang-benang

hifa tersebut dinamakan dengan miselium. Miselium dapat dibedakan menjadi dua

tipe pokok. Yang pertama mempunyai hifa senositik (coenocytic), yaitu hifa yang

mempunyai banyak inti dan tidak mempunyai sekat melintang, jadi hifa ini

berbentuk tabung halus yang mengandung protoplas dengan banyak inti.

Pembelahan intinya tidak diikuti oleh pembelahan sel. Yang kedua mempunyai

hifa seluler (celluler), hifa terdiri dari sel-sel, yang masing-masing mempunyai

(16)

Fungi Kayu

Sejumlah besar fungi dapat ditemukan pada kayu dan menyebabkan kerusakan

berupa pelapukan kayu. Fungi tersebut mempunyai aktifitas selulolitik yang

sangat kuat. Hidupnya bisa pada kayu dari pohon yang masih hidup, maupun pada

kayu yang sudah mati. Sebagian besar diantaranya tergolong ke dalam

Basidiomycota, antara lain, Volvariella volvaceae, Pleurotus flabelatus, Pleurotus

sajor-caju, Lentinus edodus, Agaricus sp., dan Auricularia sp. Disamping itu

banyak pula Hyphomycetes yang bersifat selulolitik, seperti Trichaoderma sp.,

Alternaria sp., Chaetomium sp., Cladosporium sp., Fusarium sp., Paecilonyces

sp. yang tumbuh baik pada bahan kayu. Ada Ascomycetes yang hanya bisa

tumbuh pada kayu untuk mendapatkan nutrient. Fungi kayu terutama

mendegradasi lignin dan selulosa. Kayu terbentuk oleh lignin, selulossa, dan

hemiselulosa (Gandjar dkk., 2006).

Pada kayu yang sudah mati dapat ditemukan Helotium citrinum yang membentuk

apothecia kecil berwarna jingga, juga Chlorosplemium aeruginascens yang

menghasilkan guratan-guratan berwarna hijau pada kayu dan pohon “Oak” di

Eropa. Kayu demikian diminati oleh kalangan tertentu terutama untuk benda-

benda seni.

Menurut Hunt dan Garra (1996), kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan

fungi pembusuk kayu ada empat macam, yaitu (a), sumber-sumber energi dan

bahan makan yang cocok; (b) kadar air kayu di atas titik jenuh serat kayu; (c)

(17)

salah satu persyaratan ini, akan menghalangi pertumbuhan suatu fungi, meskipun

fungi tersebut telah berada dalam kayu.

Banyak diantara jamur pelapuk kayu seperti Polyporus dan jamur mikoriza

ektotrofik (misalnya Boletus) yang menghuni perakaran pohon-pohon dalam

hutan termasuk dalam basidiomycetes tanah. Jamur-jamur tersebut membutuhkan

vitamin-B dan faktor pertumbuhan khusus yang terkandung dalam cairan yang

dikeluarkan akar untuk pertumbuhannya di dalam medium laboratorium.

Walaupun demikian, Basidiomycetes biasanya dijumpai dalam tanah dalam tahap

miselium dan dapat dikenali dari pembentuk n buah atau badan buah yang

dihasilkannya pada permukaan tanah atau kayu yang melapuk (Rao,1994).

Satmoko 1995 menyatakan bahwa pelapukan kayu dapat terjadi pada pohon yang

masih berdiri ataupunpada pohon yang telah ditebang. Semua kayu secara

alamiahterbuka terhadap serangan fungi pelapuk kayu. Apabila pebusukan kayu

telah dimulai dalam sepotong kayu maka kecepatan serta luasan kerusakan

selanjutnya tergantung pada kondisi yang cocok bagi pertumbuhan fungi pelapuk

tersebut.

Pertumbuhan fungi pelapuk kayu membutuhkan makan yang terambil dari bahan

organik, sedangkan dalam kayu ini mengandung sejumlah bahan karbohidrat,

yang terdiri dari molekul kecil(gula) dan polisakarida seperti pati sebagai zat

ekstraktif. Ini merupakan sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan

mikroorganisme dalam mempertahankan hidupnya. Fungi penyebab lapuk atau

pewarna pada kayu hanya merupakan jasad renik sederhana yang tidak

(18)

memecahkan karbohidrat dan lignin menjadi molekul gula yang lebih sederhana

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai energi oleh fungi (Satmoko, 1995).

Fungi Tanah

Actinomycetes adalah organisme tanah yang memiliki sifat-sifat yang umum

dimiliki bakteri dan jamur tetapi juga mempunyai cirri khas yang cukup berbeda

yang membatasinya menjadi satu kelompok yang jelas berbeda. Jumlah

actinomycetes meningkat dengan adanya bahan organik yang mengalami

dekomposisi. Lazimnya, actinomycetes tidak toleran terhadap asam dan

jumlahnya menurun pada pH 5,0. Rentang pH yang paling cocok antara 5,0 dan

8,0. Tanah yang penuh berisi air tidak cocok untuk pertumbuhan actinomycetes

sedangkan tanah gurun di daerah kering dan setengah kering mempertahankan

populsai yang cukup besar, mungkin karena adanya ketahanan spora terhadap

kekeringan. Kualitas dan kuantitas bahan organic yang ada dalam tanah tidak

mempunyai pengaruh langsung dalam tanah karena kebanyakan jamur itu

nutrisinya heterotrofik(Rao,1994).

Salah satu fungsi utama dari jamur berbenang dalam tanah adalah untuk

menguraikan bahan organik dan membantu bongkah tanah. Disamping

kemampuan ini, beberapa spesies tertentu dari Alternaria, Aspergillus,

Cladosvorium, Dematium, Gliocladium, Helminthosporium, Humicola dan

Metarhizium mengahasilkan bahan yang mirip dengan bahan humus dalam tanah

dan karenanya mungkin penting dalam memelihara bahan organik tanah.

Beberapa jamur yang mampu membentuk asosiasi ektotrifik dalam sistem

(19)

Lactarius dapat membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam tanah ke

dalam tubuh tanaman. Dalam banyak hal, pembentukan hutan baru itu sulit

dilaksanakan kecuali jamur mikoriza secara buatan ditambahkan ke dalam tanah

dengan cara inokulasi (Rao,1994).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi

Menurut Gandjar dkk., (2006), secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh

substrat, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa kimia di

(20)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, dan akan dilaksanakan pada bulan September sampai

dengan Selesai. Pengambilan sampel di lakukan dilahan gambut desa Sei Siarti

Gambar 1. Lokasi Pengambilan sampel

B. Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan adalah PDA (Potato Dextro Agar), air steril, Dekstrosa

alkohol 70%, kloroks 1%, metil blue, alumunium foil, tissue, kertas label.

Alat

Alat yang digunakan adalah kotak tray, selotip, kawat persegi, cawan petri, beaker

glass, pisau, pinset, spatula, ose, timbangan analisis, api Bunsen, oven, oktalaf,

inkubator, gelas ukur, mikroskop cahaya, kaca objek, gelas penutup, dan kamera

(21)

Pembuatan PDA

Isolasi fungi menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar) yang dibuat

sendiri. Sebanyak 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian

diiris tipis-tipis. Kentang direbus selama 15-20 menit dengan aquades

secukupnya, kemudian disaring dengan kain. Filtrat yang dihasilkan kemudian

ditambahkan 20 g dekstrosa dan volumenya dijadikan satu liter. Medium padat

dibuat dengan menambahkan 20 g agar. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada

suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 15 menit. Media yang telah disterilisasi

selanjutnya dituang ke dalam cawan petri.

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh jamur sebagai berikut:

1. Trichoderma, sp 1

Trichoderma sp, bentuk koloni jenis fungi ini dapat dilihat dari gambar

1A. Sedangkan bentuk mikroskopiknya dapat dilihat dalam gambar 1B. Ciri-ciri

makroskopik Trichoderma sp yang diisolasi adalah koloni berwarna hijau tua.

Dan penyebarannya yang tidak merata. Dimana, diameter yang diperoleh adalah

4,25 cm pada hari ke 5. Dan diameternya yang terbesar mencapai 9,2 cm yang

terdapat pada hari ke 6. Ciri- ciri microskopik yang diperoleh adalah

konidiofornya membentuk sudut sekitar 450, dan percabangannya yang tidak

teratur. Dari keseluruhan bentuk gambar diperoleh bentuk seperti pohon cemara.

Diameter hifa diperoleh 6,25 μm, diameter konidia sebanyak 50 sampel yang

dipilih diperoleh rata-rata diameter konidia 4,37μm.

b

A B a

Gambar3.Trichoderma sp1. Kolononi berumur 14 hari pada media PDA (A) Pengamatan microskopik (B) Konidiofor (a), konidia (b).

(23)

Dari pengamatan koloni yang diperoleh, pengamatan pertama diperoleh warna

putih keabu-abuan yang pada bagian tengahnya terdapat warna hijau. Sementara

diameter pertama yang diperoleh sekitar 3,9 cm. Dan dihari- hari berikutnya

perubahan warna koloni terjadi dimana warna hijau terbentuk dan terdapat warna

seperti tepung-tepung putih. Dan diameter koloni diperoleh 7,15 cm. Dan

pengamatan pada hari ke-10 keseluruhan cawan tertutupi oleh warna hijau. Pada

pengamatan mikroskopiknya dilihat dudukan konidiofornya berada pada 900.

Konidiofor Memiliki percabangan menyerupai piramida, yaitu pada bagian

bawah cabang lateral yang berulang-ulang. Sedangkan ke arah ujung akan

bertambah pendek . Fialid tampak langsing, panjang fialid 6 μm – 7 μm dengan

warna hijau dan memiliki konidia yang terbentuk semi bulat hingga oval pendek

dan berdinding halus. dengan diameter 2,50 μm - 3,75 μm.

Gambar 4. Trichderma harzianum. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A), Bentuk mikroskop (B) konidiofor (a), fialid (b), konidia (c)

3. Trichoderma sp3.

Koloni yang terdapat pada Trichoderma sp3 memiliki warna putih dan pada

(24)

diameter pada pengamatan untuk hari I diperoleh 2,7 cm. dan pada hari kelima

hifa mengelilingi cawan petri dan bagian tengahnya menguning. Diameter yang

diperoleh sebesar 7,85 cm. untuk hari berikutnya hari ke-7 warna cawan putih

dan pada bagian tengah terbentuk warna hijau tua.Dan pada pengamatan hari ke

12 warna hijau menggumpal- gumpal seperti terlihat pada gambar 3A. Pada

pengamatan mikroskopinya di peroleh bahwa diameter hifa sekitar 4,25, konidia

dari 25 sampel konidia yang diperoleh rata-rata diameternya 2 μm - 4,5 μm.

Ukuran fialid yang diperoleh sekitar 5-7 μm.

a b

c

A B

Gambar 5. Trichderma sp3. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A), Bentuk mikroskop (B) konidiofor (a), fialid (b), konidia (c)

4. Gliocladium sp.

Pertumbuhan koloni Gliocladium Sp sangat cepat Seperti gambar 8A.

Tekstur nya berwarna putih pertama, kadang-kadang pink dan akan berubah

(25)

hari I pengamatan diperoleh sebesar 4,05 cm. dan pada hari kedua diperoleh 8,2

cm dengan warna putih dan bagian tengahnya putih kontras. Perubahan warna

selebihnya tidak ada dijumpai sampai hari ke empatbelas. Namun yang terjadi

adanya penebalan warna yang dilakukan oleh hifi-hifa gloiocladium sp sehingga

membentuk koloni seperti kapas. Pada pengamatan mikroskopiknya diperoleh

adanya konidia-konidia yang mengumpul dan menempel pada cabang

konidiosphora. Banyaknya konidia yang mengumpul pada cabang konidiosphora

tidak menentu, ada yang terdiri dari 4 buah ada yang 5 buah dan adapula sampai

pulahan buah konidia. Dimana ukuran konidianya rata-rata memiliki 4- 6 μm.

Dan ukuran konidiofor yang diperoleh adalah adalah 56 μm.

c

a

b

B A

Gambar 6. Gliocladium sp. Koloni berumur 14 hari (A) Bentuk microskopik (B) konidia (a), fialid(b), Konidiofor (c)

5. Absidia sp.

Koloni tumbuh cepat pada pengamatan I. Diperoleh diameter dengan 2,75

cm. Pada pengamatan hari II diperoleh diameter 5,45 cm dan telah membentuk

(26)

tidak dapat dihitung karena bagian cawan Petri telah penuh. Diddapat warna putih

yang tidak jernih. Pada hari VIII warna telah mengalami perubahan menjadi

warna hijau. Pada hari XII diperoleh perbedaan warna yang berbeda dalam 1

cawan Petri. Adapun warna tersebut adalah pada bagian tengahnya warna hijau,

pinggir berwarna putih yang tidak menonjol putihnya. (Gambar 5A). Pada

pengamatan mikroskopiknya Rhizoid memiliki ukuran 12,5μm, Sporangia

berbentuk bulaat dengan diameter 45μm.

a

b

Gambar 7Absidia sp. Koloni berumur 14 hari (A) Bentuk mikroskop (B) rhizoid (a) , sporangia(b)

A B

6. Penicillium sp1.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Penicillium sp 1. Penicillium sp1

tumbuh pada cawan Petri dengan diameter 3,2 Cm. Dan pada pengamatan hari ke

2 diperoleh diameter 7,2 cm. Yang mana warna kolonia walnya adalah putih dan

bagian tengahnya berwarna hijau. Puncak perubahan warna cawan adalah adanya

adanya serbuk-serbuk hijau yang menyebar keseluruh cawan petri. (gambar 6A).

(27)

μm. Bentuk fialidnya agak silindris dengan ukuran 4,7μm. Konidia yang

diperoleh berbentuk semi bulat berwarna hijau dengan ukuran 2,5 μm.

c

b

a

A

Gambar 8 Penicillium sp 1. Koloni Berumur 14 Hari pada PDA (A) Bentuk Mikroskop (B) fialid (a), konidiofor (b), konidia (a)

B

7. Penicilium sp2

Penicilium sp2 tumbuh dengan diameter awal 2,8cm. Pada hari pertam.

Pada hari ke dua diameternya menjadi 6,1 cm, dengan warna kolonia putih dan

bagian tengahnya mengarah kecoklat. Pada hari ke empat warna koloni berubah

bintik-bintik putih dan sebagian warna hijau. Penyebaran warna koloni dalam

cawan Petri ini tidak merata. Sebagian masih kelihatan warna putih pada bagian

pinggir cawan petri. Sebagian warna hijau yang terdapat menebal dan sebagian

lagi menipis. (Gambar 7A). Pada pengamatan mikroskopiknya (Gambar B)

diperoleh bahwa ukuran konidianya 2,8 μm dengan bentuk lingkaran yang tidak

(28)

a

b

c

Gambar 9. Penicillium sp 2. Koloni berumur 14 hari pada media PDA. Bentuk mikroskop (B) konidia(a), konidiofor(b), fialid(c).

A B

8. Fusarium sp1

Koloni pada media PDA mencapai diameter 3,25 cm. Pada hari ke tiga

pertubuhan hifanya cepat sehingga diperoleh diameter dengan ukuran 9,75 cm.

Hifa pertama yang muncul dalam cawan Petri adalah berwarna kuning ke

abu-abuan. Pada hari ke 12 warna koloni berubah dimana pada bagian tengahnnya

berwarna coklat keputih-putihan. Pada pengamtan mikroskopinya diperoleh

makrokonidia dengan 3 sekat membentuk seperti sabit, ada yang lurus, dan ada

yang agak lurus. Diamana rata-rata ukuran makrokonidianya (27-54) μm.

A B

Gambar 10. Fusarium sp1. Koloni yang berumur 14 hari pada media PDA (A). Bentuk mikroskop makrokonidia (B)

(29)

Koloni pada media PDA mencapai diameter 2,5 cm pada hari kedua. Dan

pada hari ketiga diperoleh diameter 9,25 cm. Adapun warna yang terbentuk adalah

pada hari ke 5 warna hifa kuning keabu-abuan, dan pada bagian pinggirnya

terdapat warna putih yang menggumpal-gumpal. Pengamatan mikroskopiknya

diperoleh makrokonidia yang sebagian panjang dan sebagian lagi pendek. Sekat

yang terdapat pada makrokonidianya sebanyak 3 buah, dengan ukuran 35 μm.

Gambar 11. Fusarium Sp2. Koloni yang berumur 14 hari pada media PDA (A). Bentuk mikroskop makrokonidia (B)

10.Jamur Tidak diketahui

Koloni ini tumbuh pada PDA yang perkembangannya cukup lambat. Koloni ini

membentuk warna putih seperti tepung yang melingkar. Tapi putih yang ada tidak

banyak. Diameter fungi ini mencapai 7,25 cm pada umur 8 hari. Dan pada hari X

diametr koloni 8,5 cm (Gambar 10 A). Dari penampakan mikroskopiknya didapat

konidia yang memiliki sekat. Konidia yang ada tidak jelas apak konidia itu

mikrokonidia atu makrokonidia. Sekat yang ada sebanyak 4 buah. Konidia yang

(30)

A B

C

Gambar 12. Koloni berumur 14 hari (A). Bentuk mikroskop Konidia dan hifanya(B). Konidia yang berekor (C)

(31)

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa fungi yang

tumbuh dipengaruhi oleh substrat, kelembaban, derajat keasaman, (pH), dan

senyawa-senyawa kimia di lingkungannya. Pada lahan gambut fungi dapat

tumbuh karena adanya substrat yang dihasilkan oleh kayu-kayu yang memiliki

lignin dan selulosa. Dimana kayu tersebut terbentuk oleh lignin dan selulosa.

Suhu yang terdapat di lahan gambut tersebut berkisar 280C yang memungkinkan

tumbuhnya fungi termofil. Beberapa fungi termorfil yang ada ialah

trichoderma, sp, peniciilium sp, dan fusarium sp.

Lahan gambut merupakan lahan yang memilki ketebalan gambutnya diatas

50 cm. Lahan yang ketebalannya kurang dari 50 cm disebut lahan bergambut.

Gambut terbentuk dari hasil dekomposisi bahan-bahan organik seperti daun,

ranting, semak belukar dll, yang berlangsung dalam kecepatan lambat dan dalam

suasana anaerob. Berdasarkan ketebalannya, gambut dibagi menjadi:

1. Gambut dangkal dengan ketebalan 0,5 – 1m,

2. Gambut sedang dengan ketebalan 1 – 2m,

3. Gambut dengan ketebalan 2 – 3m,

4. Gambut sangat dalam dengan ketebalan > 3m.

Berdasarkan kematangannya, gambut dibedakan menjadi 3, yaitu fibrik , apalagi

bahan vegetatifnya masih dapat diidentifikasikan atau sedikit mengalami

dekomposisi, hemik apabila tingkat dekomposisinya sedang dan saprik apabila

tingkat dekomposisinya telah lama. Tanah Gambut secara umumnya memiliki

kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan

(32)

memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah pula

(Pusat informasi gambut tropika, 2008). Sehinga menurut (Gandjar,et al 2006)

mengatakan Derajat keasaman lingkungan (pH) sangat penting untuk

pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan menguraikan suatu

substrat sesuai dengan aktifitas tertentu. Umumnya fungi dapat hidup pada pH

dibawah 7.

Kayu yang diambil sampelnya adalah kayu yang telah mengalami

pelapukan. Bagian kayu yang diambil dari lahan gambut tersebut adalah bagian

batangnya. Adanya jenis fungi yang ditemukan sebagian adalah fungi yang dapat

membunuh fungi patogen, karena kandungan enzim di dalamnya dan fungi yang

bersifat patogen. Kemungkinan semua jenis fungi tersebut dapat bersifat patogen

pada tanaman yang ada di lahan gambut. Seperti yang diutarakan

Landecker (1990) menyatakan Trichoderma sp dapat menyebabkan penyakit akar

merah pada pohon sengon, dan perusak biji pada Gmelina arborea. Fusarium sp

dapat menyebabkan penyakit layu pada pohon sonokeling dan rebah semai pada

jenis konifer. Jika memang hal ini terjadi dapat diambil kesimpulan bahwa adanya

asosiasi antara fungi dan faktor iklim dapat menimbulkan penyakit dan

mempercepat penularan pada pohon inangnya. Pada suhu yang tinggi dapat

menciptakan luka pada jaringan batang pohon karena permukaan pohon tersebut

langsung dengan sinar matahari. Untuk suhu yang rendah akan menghambat

metabolisme yang akan menyebabkan kerapuhan. Adanya pengaruh dari suhu

tersebut akan mempengaruhi kelembaban. Dimana kelembaban ini sangat

berpengaruh terhadap perkecambahan spora fungi. Karena dengan adanya

(33)

tingginya kelembaban akan menciptakan jaringan muda pada batang pohon

menjadi rentan terhadap patogen. Sedangkan kelembaban yang rendah pohon

kekurangan oksigen dan cahaya yang sedikit.

Dari hasil yang diperoleh didapat fungi seperti Trichoderma sp, Fusharium sp,

Penicilium sp, Gliocladium sp, Dan Absidia sp. Dari beberapa jenis jamur tesebut

ada yang bersifat sebagai patogen, dan adapula yang bersifat membunuh patogen.

Adanya fungi yang didapat seperti Trichoderma sp, dan Fusarium sp dari

sampel kayu,kemungkinana hal inilah yang menyebabkan kayu yang terdapat di

lahan gambut tersebut rusak. Karena fungi tersebut memiliki aktifitas selulotik

yang sangat kuat. Hidup fungi tersebut ada pada pohon yang hidup dan adapula

yang mati. Fungi-fungi tersebut akan mendegradasilignin dan selulosa,yang

menyebabkan kerusakan pada kayu. Pernyataan ini sesuai dengan

(Gandjar, et al 2006) yang menyatakan sejumlah besar fungi dapat ditemukan

pada kayu yang menyebabkan kerusakan berupa pelapuk kayu. Fungi tersebut

memiliki aktifitas selulotik yang sangat kuat seperti Trichoderma sp,Alternaria sp,

Chaetonium sp, Cladosporium sp, Fusarium sp. Fungi tersebut dapat mendegrasi

lignin dan selulosa yang ada pada kayu.

Diperolehnya fungi seperti Trichoderma sp, dan Penicilium sp dari sampel

yang diamati, hali ini menunjukkan bahwa fungi-fungi tersebut merupakan fungi

yang dapat berkembang di dalam tanah-tanah asam, yang memiliki pH yang

rendah. Hal ini akan menimbulkan lebih banyak fungi lagi. Fungi tersebut terdapat

dalam tanah dimana jumlah yang terbanyak terdapat di lapisan prmukaan tempat

bahan organik yang tersedia dan tercukupi aerasinya. Hal ini sesuai dengan

(34)

berkembang baik dalam tanah-tanah asam, netral dan alkali beberapa diantaranya

akan menyukai pH yang rendah. Akibatnya di tanah asam jumlahya banyak.

Fungi benang terdapat di seluruh horizon tanah dimana jumlah yang terbanyak

terdapat di lapisan permukaan tempat bahan organik tersedia dan tercukupi

aerasinya. Ada empat genus yang terkenal adalah : Penicilium sp, mukor sp,

Trichoderma sp,dan Aspergillus sp

Trichoderma sp merupakan species yang kosmopolit, dan dapat diisolasi

dari tanah, biji-bijian, kertas, tekstil, rhizosfer kentang, gandum, bit gula, rumput,

jerami serta kayu. Species ini memiliki suhu pertumbuhan optimum 150-300

(350C) dan maksimum 30-360C (Gandjar, 1999). Berdasarkan (Titania 2003)

enzim kitinase berperan penting dalam mengontrol fungi patogen pada tanaman

secara micoparasitisme. Kemampuan beberapa species dari genus Trichoderma sp

sebagai mikroba biokontrol yang sangat efektif untuk menghambat pertumbuhan

fungi patogen pada tanaman dikaitkan dengan kemampuan fungi Trichoderma sp

mengasilkan enzim kitinase. Enzim kitinase yang dihasilkan oleh fungi

Trichoderma lebih efektif dari enzim kitinase yang dihasilkan oleh organisme lain.

Sama seperti Trichodrema sp fungi Giocladium sp juga menguntungkan

bagi masyarakat. Fungi ini juga dapat menekan pertumbuhan fungi patogen yang

terdapat pada tanaman. Gliocladium sp, termasuk dalam Deuteromycota, suddivisi

Deuteromycoyina, kelas Deuteromycetes, ordo Moniliales dan famili Moniliaceae. Fungi ini dapat

menegluarkan giovirin dan viridian yang merupakan antibiotik yang bersifat fungistatik. Dimana

dengan adanya senyawa tersebut akan menghambat pertumbuhan jamur lain. Fungi ini mudan di

temukan di lahan pertanian karena terdapat hampir semua jenis tanah, terutama yang bahan

organik. (Balai Penelitian Tanaman hias, ). Sehingga tidak mengherankan jika fungi ini bisa di

(35)

ada. Gliocladium sp, mudah ditemukan dalam tanah, namun jumlahnya sangat sedikit sehingga

tidak menimbulkan efek pengendalian yang diharapkan.

Penicillium sp, merupakan species yang kosmopolit dan umum yang

terdapat pada daerah tropis. Spesies ini mudah diisolasi dari udara, serealia,

rempah-rempah, serasah, sayuran,pulp kayu dan kertas, sarang burung dan bulu

burung, bahan makanan dari tepung, dab jus buah-buahan. Pembentukan

konidianya sangat cepat pada suhu 300C (Gandjar, 1999).

Penicilium sp mempunyai kemampuan dalam menghasilkan enzim urea

reduktase dan fostase yang berperan dalam menghambat N bebas dari udara dan

pelarut P dari senyawa yang sukar larut. Penicillium bersifat antagonis terhadap

soil borne” jamur seperti Trichoderma harzianum , dan Giocladium rosenum

(Setyowati, 2003).

Hampir seluruh jenis Fusarium sp merupakan kosmopolit. Dapat tumbuh

di mana saja. Fusarium sp dapat diisolasi dari tanah, tumbuhan, biji serealia, buah

sitrus, pisang, batang jagung yang membusuk, dan akar tanaman leguminosa.

Fusarium sp dapat menyebabkan pembusukan pada akar tanaman, selain

menyerang tanaman jenis fusarium ada juga yang menyebabkan keratitis pada

manusia, dan racun bagi hewan (Gandjar, 1999).

Fusarium sp, mempunyai 3 alat reproduksi yaitu mikrokonidia (terdiri

dari 1 sel), makrokonidia (2 - 6 septa) dan klamidospora (merupakan

pembengkakan pada hifa). Stadium terakhir merupakan stadium yang tahan pada

segala cuaca dan cendawan ini merupakan patogen tular tanah. Penyebaran dapat

terjadi oleh angin berupa tanah terinfeksi dan dapat juga terbawa melalui

pengairan. Layu total dapat terjadi antara 2 - 3 minggu setelah terinfeksi. Penyakit

(36)

Tanaman yang terserang menjadi layu, mulai dari daun bagian bawah dan anak

tulang daun menguning. Bila infeksi berkembang, tanaman menjadi layu dalam 2

atau 3 hari setelah infeksi. Warna jaringan akar dan batang menjadi coklat.

Tempat luka infeksi tertutup hifa yang berwarna putih seperti kapas. Apabila

serangan terjadi pada saat pertumbuhan sudah maksimum maka tanaman masih

dapat menghasilkan buah. Namun bila serangan sudah sampai pada batang, maka

buah kecil akan gugur. Penyebaran penyakit (spora) melalui angin dan air

pengairan. Penyakit ini jarang terjadi pada tanah yang kering atau yang

pengairannya baik.

Dari penjelasan yang telah diutarakan, terdapat hal-hal yang bertentangan.

Sebagai contoh Trichoderma sp yang didapat, di satu sisi sifat Trichoderma sp

merupakan penolong bagi tumbuhan lain karena memiliki enzim yang bersifat

membunuh patogen lain. Di sisi lain Trichoderma sp dapat menyebabkan penyakit

akar pohon pada sengon. Untuk itu diperlukannya penelitian yang lebih lanjut

mengenai fungi-fungi yang terdapat baik pada lahan gambut maupun yang ada

pada kayunya. Agar lebih diketahui kemana sebenarnya pengaruh fungi tersebut

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Diperoleh fungi seperti Trichoderma sp, Fusarium sp, Penicilium sp,

Gliocladium sp, Dan Absidia sp.

2. Fungi Trichoderma sp, dan Fusarium sp dapat mendegradasi lignin dan

selulosa yang ada pada kayu.

3. Ada kesamaan fungi yang terdapat pada kayu maupun yang terdapat dalam

tanah.

4. Fungi –fungi yang ada kebanyakan hidup pada pH yang rendah.

B. Saran

Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui sifat-sifat fungi yang

ada pada daerah gambut. Untuk mengetahui apakah fungi tersebut bersifat

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2008. Lahan Gambut : Pemanasan Global dan Perdagangan Karbon.Yayasan Ekosistem Lestari http://www.google.co.id/lahan gambut [26 April 2008]

Bucman and Nyle, C. B. 1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Penerbit Bhratara Karya Aksara. Jakarta

Departemen Dalam Negeri, 2004. Seminar "Pengelolaan Lahan Gambut

Berkelanjutan". Peat Portal. http://www.google.co.id/lahan gambut. [26 April 2008]

Gandjar, I; Wellyzar,S dan Ariyanti, O 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Heriri, D. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan. WWF Indonesia.

http://www.google.co.id/lahan gambut. [26 April 2008]

Hunt, G.M, dan Garrat. 1986. Pengawtwan Kayu. Terjemahan Yusuf, N. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Akademika Presindo. Jakarta.

Landlaker (1990). Fundamentals of The Fung. Dalam Skripsi Ermida (2008). Fungi pada Batang Eucalyptus urophylla. Di PT Pulp Toba Lestari. Universitas Sumatera Utara. Medan

Limin S,H.2006. Pemanfaatan Lahan Gambut dan Permasalahannya.

http://webdocs.alterra.wur.nl/internet/peatwise/docs/phase3/Reports/Pem anfaatan%20lahan%20gambut%20dan%20permasalahannya.pdf. [19 April 2008]

Miettinen, O. 2004. Perkebunan Baru Bahan Pulp Berskala Luas Mengancam Hutan-Hutan Rawa Riau. Diterjemahkan oleh Saleh Abdullah. Friends of the Earth Finland.

http://www.maanystavat.fi/april/expansion/rappNov2004ind.pdf.

Pusat Informasi Gambut (2008). Gambut Tropika di Kalimantan Tengah. Central Kalimantan Peatlands Project. Kalimantan.

Redaksi rubus 2001. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budidaya Jamur. PT Penebar Swadaya. Dpok.

Satmoko E. 1995. Jenis-Jenis Jamur Pelapuk Kayu Koleksi Laboratorium Perlindungan Hutan. Skripsi Sarjana. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Tjandrawati Titania,dkk. 2003. Isolasi dan Karakteristik Sebagian Kitinasse

Trichoderma viride. TNJ 63. Jurnal Natur Indonesia.ISSN1410-9379

(39)

Gambar

Gambar 5       . Trichderma sp3. Koloni berumur 14 hari pada media PDA (A), Bentuk mikroskop (B) konidiofor (a), fialid (b),
Gambar 6 . Gliocladium sp. Koloni berumur 14 hari (A) Bentuk microskopik (B) konidia (a), fialid(b), Konidiofor (c)
Gambar 7     Absidia sp. Koloni berumur 14 hari (A) Bentuk mikroskop (B) rhizoid (a) , sporangia(b)
Gambar 8        Penicillium sp 1. Koloni Berumur 14 Hari pada PDA (A) Bentuk Mikroskop (B)  fialid (a), konidiofor (b), konidia (a) B
+4

Referensi

Dokumen terkait

Semangat kerja dapat diartikan juga sebagai suatu iklim atau suasana kerja yang terdapat di dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan

, tapi tak satu pun dari ini menggambarkan proses mental yang relevan, jadi kita bisa mengatakan bahwa mereka adalah penjelasan dalam banyak cara yang sama bahwa ia

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik keturunan/anakan Shorea leprosula dari populasi hutan alam dan tanaman.. Sampel daun dikumpulkan dari

a. Partisipasi Anggota dalam Kehadiran Rapat Anggota Koperasi Tingkat partisipasi anggota koperasi terhadap rapat anggota Koperasi Tani Bahagia memperoleh rata-rata skor

TIU: Mahasiswa dapat menjelaskan bagaimana larutan terbentuk dan mengetahui perubahan- perubahan yang terjadi jika suatu zat larut ke dalam pelarutnya. 10.1 Sifat

Selain itu struktur demokratis, orientasi pelayanan ditujukan pada pelayanan kepada perusahaan anggota atau anggota perorangan, sikapnya terhadap peranan modal semata-mata sebagai

Dimensi f merupakan nilai yang bersifat nyata dari suatu kriteria yang dituliskan dalam fungsi, f : K → R dan tujuannya berupa prosedur optimasi untuk setiap alternatif

Pengenalan alat-alat yang akan dipergunakan dalam laboratorium ini sangat penting guna kelancaran percobaan yang dilaksanakan diantaranya adalah menghindari kecelakaan kerja