• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi tentang beberapa aspek biologis tangkasi (Tarsius Spectrum) Tangkoko Sulawesi Utara dalam upaya penangkaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi tentang beberapa aspek biologis tangkasi (Tarsius Spectrum) Tangkoko Sulawesi Utara dalam upaya penangkaran"

Copied!
270
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)

STUD! TENTANG BEBERAPA ASPEK BIOLOGIS TANGKASI

(Tarsius spectrum)

TANGKOKO SULAWESl UTARA

DALAM

UPAYA

PENANGKARAN

OLEH:

HENGKl JQHANNIS KIRQH

PROGRAM PASCA SARJAMA

INSTITUT PERTANIAN

BOGOR

(142)

Hengki Johannis Kiroh. Studi tentang bebrapa Aspek Biologis Tang kasi (Tarsius

spectrum)

Tang ka ka Sulawesi Utara dalam Upaya Pananglcarart

.

Di

bimbing oleh Eddie R. Gurnadi, Asikin Natasasmita dan Dondin Sajuthi.

Sulawesi Utara adalah bagian dari Indonesia yang rnerniliki sejtjurnfah besar keanekaragaman satwa. Lebih 70% dari spesies satwa

yang

ada sekarang adalah endemik termasuk tiga spesies Tarsius. Sekarang ini popuiasi dari beberapa spesies satwa

mengalami

penurunan akibat terjadi kerusakan habitat.

Pengetttahuan secara kamprehensif

tentang aspek-aspak biologis sangat

diperlukan dalam rangka

usaha

geningkatan populasi satwa Iewat penangkaran

secara in

sifu,

semi in sifu maupun ex situ.

Pengamatan tingkah laku telah dilakukan dengan menggunakan lima

pasang

Tarsius. Ernpat pasang digunakan untuk

mempiajari

tingkat kesukaan

terhadap

pakan dan tingkat kecernaan. Data dianalisis

menggunakan

ANOVA.

Hasif pengarnahn tingkah laku makan

menunjukkan

bahwa

dalam

kandang penang karan Tarsius rnenggunakan waktu 14 menit (333%) pada pagi hari, 40,50 menit

(9,64%)

pada malam hari

dan

58,20

menit (13,86%) pada malam hingga pagi hari. Tingkah

laku

lain

yang

diarnati adalah tingkah iaku brkelampak, tingkah laku brselisih, bertengkar dan menghindar

sarta

tingkah laku

mencari

tempat berteduh, grooming, tingkah laku rnembuang kotaran, kencing, tingkah laku bemain, tingkah laku istirahat.

Parbandingan yang terbaik dari konsumsi pakan dalam bentuk formula pakan (100% bahan kering) adalah 40,1796 daging mencit + daging

tikus

putih

besar,

25,96% daging sapi tetelan, 15,q-l o/a daging ikan cakalang

dan

10,90% daging

ikan

kecil.

Analisis bahan kering, protein,

lemak,

kalsium,

fosfor,

energi

rnetabolis dan

BETN rnenunjukkan pekedaan yang tidak nyata, kecuali serat kasar.

Dari penelitian ini dapat disirnpulkan bahwa daiam waktu 16 samgai 21 hari konsurnsi

pakan

Tarsius dapat dirubah dari

gakan

berbentuk hewan hidup rnertjadi

pakan dalam

bentuk beberapa

macam

daging.

(143)

God

makes

everything happen

ar

the

right rime.

Yet

none

5fm

can

ever filly

zkdersfand

cril

He

has done,

a&

He

puts

quesf

ions

i~2

OW

m

in& about

the past and

the

fature.

Ecclesiastes

3:

1

1

So

I

tell

yozk

to

ask

and

you

wid1

receive,

search and

you

willfmd, k~ock,

and

ihe

&or

wiil Be

opened

for

you.

Eve~yone

who

mk

will

receive,

eveiyone

who

S ~ Q F G ~ ~ S
(144)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa

karya

brjudui : "Studi

Tentang

Beberapa Aspek Bioiogis Tang kasi (Tarsius spectrum) Tangkoko Su tawesi Utara

Dalam Upaya Penangkaran", belurn pernah diajukan untuk

rnernperaleh gelar

doktor

pada suatu

perguruan tinggi. Dalarn karya ini tidak pula memuat karya orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah

dan dicantumkan

dalam

daftar pustaka.
(145)

STUD1

TENTANG BEBERAPA ASPEK BlOLOGlS TANGKASI

(Tarsius spectrum)

TAANGKOKO SULAWESI UTARA

DALAM UPAYA PENANGKAMN

OLEH:

HENGKI JOHAMNlS KIRQH

Disertasi

sebagai

salah

satu syarat untuir memperuleh geiar Oaktor pada

Program Studi llmu

Ternak

PROGRAM PASCA SARJANA

iNS"f"TU7

PERTANIAN BOCOR

(146)

Judul Disertasi : Studi

Tentang

Beberapa Aspek Biologls Tangkasi (Tarsius spectrum) Tangkoko Sulawesi UQra

Dalam

Upaya

Psnang

karan

Nama Mahasiswa : Hengki Johannis Kiroh Nomor Pokok : 975025

Program

Studi : llmu Ternak

1 . KOMlSl PEMBIMBING

Prof,Dr.

R.

Eddie Gurnadi

Prof.Dr. Asikii_Natasasmija, M,S,c Anggota

Mengetahui,

2. Ketua

Progr2m Studi llmu Ternak

Anggota

ram

Pascasarjana

.Sc

(147)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ternate

Maluku

utara pada tanggaf 26 Napember 1958, sebagai anak ke

empat

dari

pasangan

Andries Nicosia Kiroh dan Saartje Uring.

Pendidikan

Sarjana

ditemguh di Program Studi llrnu Produksi ternak Fakuitas Peternaken Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus pada

tahun

1985. Pada tahun

1990 penulis diterima di Program Studi llmu Ternak pada Program

Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan mendagetkan bea siswa dari Dikti

(TMPD) dan rnenyelesaikan studi pada

tahun

1992. Pada tahun

?99?

mendapatkan

kesempatan

rnetanjutkan

ke program daktor pada Program

Studi

llmu Ternak di

lnstitut Pertmian Bogor dengan

mendapatkan

bea

siswa dad Dikti (BPPS).

Penulis diangkat sebagai tenaga edukatif tetap di

Fakultas Peternakan

Universitas

S a m

Rsltulangi

Manado

sejak

tahun

1985

dengan

jabatan terakhir adalah

lektor

kepala pada jurusan llmu Produksi Ternak.

Penulis menjadi anggota tetap pada Ikatan Sarjana llmu Peternak Indonesia cabang Sulzawesi Utara {Manado) sejak 1985 sarngai sekarrang. Penulis telah

rnenulis beberapa artikei yang telah dimuat

dalrarn

jurnai "Zootek, Fakultas

Peternzakan

Universitas Sam Ratulangi

antara

lain (9) Kajian Tentang Kualitas

Daging Sapi Lakal yang Beredat di Kotamadya Manado (2)

Performans

Sapi Jantan Kastrasi yang Diberi Bungkil Biji Kapuk sebagai Pengganti Ssbagian Paltard

Dalam

Pakan Penggernukan, (3) Studi Tentang Kualitas Fisik Daging Sapi Jantan Kastrasi

Dalarn

Mubungan

Subsitusi Bungkil biji Kapuk dengan Pallard dafam ~ a k a n Penggemukan

clan

(4)

sebuah

artikel berjudul Studi Pendahuluan Perilaku Tarsius
(148)

"Zootek",

Fakultas

Petefnakan Universitas Sam

Ratulangi.

Karya ilmiah tetakhir

ini

rnerupakan bagian dad program 53 psnulis.

Penulis rnenikah dengan Adeleida Macodampis cian telah dikarcania tiga

orang

putra

1 putri,

yaitu

Lidya

Olivia Kiruh (Mahasiswi Kedoktcteran), Christian
(149)

Sem bah

dan

syukur pnulis

panjatkan

kepada Allah yang Maha Pengasih

dan

Penyayang atas k r k a t

serta

karunia-Nya sehingga studi doktor ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni

2000

ini

ialah

satvva

endemik

Tarsius spectrum Sulawesi Utara dengan judul "Studi Tentang

Aspek

Biolagis Tangkasi (Tarsills spectrum) Taagkkoko Sulawesi Utara Dalam Upay a Penangkaran".

Disadari bahwa keberhasiian ini tidak terlepas dari kerjasama yang baik dari berbagai pihak,

aleh

sebab itu dari lubuk hati yang dalam terirna kasih penulis sampaikan

kepada

Bapak

Praf.Dr.

R. Eddie Gurnadi

selaku

ketua komisi pmbirnbing, Bapak Praf,Dr. Asikin Natasasmita,

M.Sc

dan

Bapak Prof.drh. Tonny

Ungerer,

Ph.

D

(almarhurn)

serta

Bapak

Pruf.drh. Dandin Sajuthi, Ph. D seiaku anggota kornisi pem bimbing yang telah ban yak mernberikan arahanltambahan ilmu

sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

Rasa horrnat dan terimakasih

disarnpaikan

kepada Bapak Pruf.Dr, HarirnuFti Martojo, Bapak Dr.lr. M. Bismark, MS selaku penguji luar komisi

yang

ikut

mengambil bagian lewat saran/masukan untuk rnemberi babot disertasi penulis. Terimakasih pula disampaikan kepada Rektor lnstitut Pertanian Bogor, DireMur

(150)

Hutang budi dan terirnakasih kepacfa pengelola Beasiswa

Pragram

Pascasarjana (BPPS)

DireMorat

Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional

yang telah

mernkrikan

kesempatan

belajar

dan biaya pendidikan, Yayasan Minahase Raya, Pernerintah Propinsi Sulawesi Utara dan

Bapak Ronald

Karampis

selaku pernhri

dana tambahan

sehingga penulis dapat

merampungkan seluruh karya

akhir

studi doktor ini.

Penghargaan dan terirnakasih disarnpaikan pula kegada Bapak Arya Arendra, anaiis Junrsan Kimia

Fakultas

Matematika

dan

Ilmu Pengetahuan

Alam

tnstitut Pertanian Bogor atas bantuztn dalarn rnenganalisis pakan percobaan dan

feses

untuk

data kecernaan. Penghargaan dan terirnakasih buat adik Yohannis

Uring yang penuh

kesabaran

dan

ketekunan

telah ikut membantu rnernpersiapkan pakan penelifian. Teerirnakasih juga disampaikan kepada Ir. Robert Julius Rompas, M.Si

ketua

asrama rnahasiswa Suiawesi

Utara

Bo$or

Baru It

dan

ildik Ripto atas bantuan

serta

perhatiannya &lam persiagan seminar sarnpai

ujian

terbuka. Ternan-

ternan

asrama dengan penuh cinta Itasih telah

mendoakan

dan

mernberi

semangat ctiucapkan terimakasih.

Terirnakasih dan rasa hormat bagi Larnbaga pelayanan mahasiswa Kristen

lndonesia

di Bogor yang sejak

awal

hingg akhir studi telah

memberi

perhatian khusus lewat pelayanan daa sehingga memberi

harapan

baru

untuk

rneraih jenjang akadernik terhggi.

Rasa haru dan cinta kasih yang

mendatam

disarnpaikan kegada ayah, ibu,
(151)

dengan penuh kesabaran sarnbil bertekun

lewat

doa

dengan

satu harapan

bahwa

jerih payah yang dilakukan tidaklah sia-sia.

Akhirnya Iewilt

tulisan

ini akan dapat: rnernberikan informasi baru

dalarn

pengembangan iimu

pengetahuan

khususn ya bidang

peternakan.

Bogor, 4 April 2002.

(152)
(153)
(154)

DAFTAR TABEL

1

.

Perbedaan bentu k anatorni spesies dan sub spesies Tarsius ... 6

2. Lokasi penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi

clan

pulau-pulau

kecil

disekitarnya

...

12

3. Rekamendasi ukuran kandang untuk satwa primata

...

.

.

...

15 4. Beberapa perbedaan tingkah laku antara Tarsius bancanus

dan Tarsius syricfha

...

2

1 5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitat

aslinya

... 24 6. Kamposisi dan kandungan nutrisi pakan yang

digunakmn

pada

peneltlitian (persen BK)

...

.

.

.

...

34 7. Et hagram garnbaran tingkah laku spesifik Tarsius spectrum

dilokasi penangkaran

...

54 8.

Pengaruh

perlakuan pakan terhadap rataan konsurnsi zat-zat

pakan penelitian

...

60 9. Pengatuh perlakuan pakan terhadag rataan kewrnaan

rat-zatppakan

...

...

...

65 10. Pengaruh

perlakuan

pakan terhadag bebrapa peubah reproduksi
(155)

DAFTAR GAMBAR

1. Model kandang penangkaran semi insitu di Iokasi penelitian

. ..

..

. . . ..

.. ..

.. ..

. .

30

2. Model kandang pnangkaran ex situ di lokasi penelitian.. .

.

,

.,

,,

. .

.

.

. .. . .

..

35

3. Teeknik pemberian pakan yang tidak bergerak

. . ..

.. .

.

.

.

. .

. . .

.. ..

. . .

.

.

.

.

..

..

.

. .

35 4. Pengamahn tingkah laku berkefompok dan istirahat

Tarsius

spectrum

dalarn kandang penangkaran

semi

insifu

...

.. ...

53

5. Pengamatan tingkah laku makan, rnencari ternpat berteduh, berselisih dan menghindar, mem buang kutoran, bemain, grooming Tarsius spectrum dalam kandang penangkaran

semi

insitti..

. . .

.

.. ..

. . .. .. .. ..

..

..

.,

.,

..

.. .

.

.

.

.

.

. .

. .. .. .. .. .. .,

.

,

.

,

.

,

. . .

.

.

.

.

. . .

..

.. . .

..

..

53

6.

Pendugaan

konsumsi pakan penetitian (persen

BK)

dengan

metade kafetaria

...

.

.

...

....

.

. .. .

. . .

.

.

56

"I Jjenis-jenis

bahan pakan

yang digunakan daiarn pnelitian

...

...

58

8. Perubahan

pola makan

Tarsius

spectrum

dari pakan yang

bergerak

ke

pakan yang tidak bergerak

....

. . .

..

.. . . ..

..

. . .

.

. . .

. . .

. .

,

.

, ,

.

.

.

. . 61

9. Pengaruh pedakuan pakan penelitian terhadap konsumsi

bahan kering ... ...,.,... 63

1 0. Pengaruh pertakuan

pakan

penelltian terhadap konsurnsi

protein kasar, lemak kasar dan swat kasar

...,...,.,...~.~...,

64.

11. Pengaruh perlakuan pakan penelitian terhadap konsurnsi

kalsiurn, fosfor, energi rnetabalis dan

BETH

...

...

.

.

.

...

.. .. .

64

12. Feses Tarsius specfrum yang sedang dikeringkan

...

.. .. ... ... .

.

....

...

66

13. Grafik penganrh perlakuan

pakan penelitian terhadap

kecernaan zat-zat

. . ..

..

.. . . .. ..

..

., ,,

.

,

.

* . * . * . .. .,

,.

. .

,

. .

. , . ,

.

,

.

, ,

. .

.

.

.

. . .

, ,

. .

, ,

.

.

. . .

.

.

67

14. Pengaruh perlakuan pakan peneiitian terhadap lama kebuntingan,

jurnlah

anak prkelahiran clan babot lahir

... ... ..

.~...,,....

.

69 15. Salah satu tingkah laku kawin Tarsius

spectrum

daiam

kandang

penakaran ex situ

...

.. ... .

.

....

.

.

... , ,,.,.L... . . . ~ . 72

16. Anak Tarsius

spectrum

yang baru

Iahir

dari perlakuan pakan

RA

dan RD

...

76

17.

Profil

Tarsius spectrum yang hidup dalarn kandang penangkaran
(156)
(157)
(158)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sulawesi Utara memiliki banyak

jenis

satwa yang

sangat

tinggi keanekaragarnannya. Lebih 70 % dad 114 jenis satwa yang sudah diketahui kebetadaannya adalah jenis-jenis Iangka

dan

endemik termasuk tiga jenis Tarsius

(Mc. Kinnon, 1986 ). Tarsius spectrum adalah salah satu jenis rnarnalia endemik yang clijumgai di Sulawesi Utara dan penyebarannya diketahui di cagar alam Tangkoka, "Tarnan Nasional

Ournoga

Bane dan sekitarnya. Satwa

ini

memiliki daya

tarik tersendiri karena bentuk tubuhnya yang kecil rnungil

dan

warna

rambut

yang menarik bila dibandingkitn

dengan

satwa-satwa sajanisnya, sehingga rnernberi peluang untuk dikembangkan sebagai Exofic Pet

animai

di

masa

dapan. Selain itu, dapat rlijaclikan kamaditi ekspart

ke

bebsrapa negara seperti: Cina, Eropa

dan

negara-negara lainnya.

Sekarang

keberadaan sahva endernik ini mulai

rnernptihatinkan, karena terancam punah oleh berbagai tindakan manusia berupa

pengurangan habitat lewat gerombakan hutan dengan cara pernbakaran. @tan

yang merupakan habitat satwa tersebut untuk

melakukan

seluruh aktivitas hidupnya, jika keseirnbangannya terganggu

maka

keadaan habitat dan ekosistem satwa endamik yang ada di dalarnnya ikut pula terganggu.

Selain

itu adanya

perburuan

dan

penangkapan liar dari kelornpok

mztsyztrakzat

tertentu

ikut pula

menyebabkan

satwa endemik Tarsius semakin langka. Kinnaird

(1996)

menyatakan

bahwa di cagar

alam

Tangkako telah terjadi penurunan populasi paling drastis dari satwa mamalia yang diarnatinya

selarna

kurun

waktu 15 tahun sejak 1979 sampai

q994, termasuk di dalarnnya satwa endemik Tarsius. Hal ini disebabkan

areal

cagar

alam mengalami kerusakan dan perubahan habitat satwa akibat pernbakaran hittan,

(159)

setempat rnenjztdi lahan pertmian. Keadaan ini lebih rnernprihatinkan lagi di saat

perekonomian kita sekarang yang tidak menentu. Meningkatnya jurnlah penduduk miskin baik di

perkotaan

maupun di pedesaan

ikut

pula rnenyebabkan surnber daya hutan rnenjadi sasaran rnereka temasuk satwa langka Tarsius yang dilindungi. Jika keadaan

ini

terjadi terus-menerus rnaka dikuatirkan papulasi satwa endemik Tarsius akan sernakin menurun yang pada akhirnya semakin sulit dijumpai bahkan mungkin bisa rnancapai kepunahan.

Satwa endemik Tarsius merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang keberadaan hidupnya senantiasa berhubungan

erat

dsngan kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidak

langsung

rnisalnya

sebagai

objek wisata, pendidikan, penelitian dan

pengembangan

iimu psngetahuan. Malihat

fenomena selama ini, maka di sarnping usaha perfindungan rnelalui Undang-undang

ataupun

Ptaraturan

Psrnerintah, dipedukan pula perhatian yang lebih seksama

terhadap upaya berdasarkan asas kelestarian jenis satwa iangka tersebut.

Mengingat satwa langka

merupakan barang

yang bemilai ekonamis tinggi, maka untuk

rnenjaga

kelestarian satwa endemik Tarsius gerlu dilakukan kajian

serta

penelitian ilmiah sebagai langkah awal untuk

rnencari

dan menggali inforrnasi~tszaik aspek tingkah laku, maupun aspek bialagis sehingga teknologi penangkaran dan

budidaya dstpat diketahui.

Dengan

dibedakukannya otunami daertah (OTDA) yang rnengharuskan setiap daerah berpacu rnenyusun strategi-strategi stacara tepat untuk dapat rnemanfaatkan peluang-peluang yang ada dalarn rangka rneningkatkan pendapatan asli

daerah,

maka

salah satu pernikiran dalarn bidang petarnakan
(160)

untuk dijadikan komaditi satwa

harapan masa

&pan. Sampai saat ini belum

banyak

penelitian ataupun usaha yang dilakukan aleh iembsga pemerintah untuk melestarikan satwa endemik Tanius diluar habitat adinya atau di dalam kandang penangkaran. Penangkaran yang dilakukan mentpakan suatu

langkah

awal untuk menentukan strategi yang tegcat dalam upaya

penanganan

satwa

endemik

Tarsius spectrum yang

ada

di Sulawesi Utara. Dalarn proses penangkaran, satwa dipelihara

secara

terkurung dalam kandang karenanya masalah tingkah laku, jenis pakan yang diberikan sampai kinerja reproduksi s a w di bawah kontrol manusia.

lnfarmasi

kinerja reproduksi Tarsius

spectrum

yang hidug pada habitat aslinya (in

sifu) sangat rendah.

Dengan

penguasaan

tingkah

iaku

dan aspek-aspek bialagis secara tepat baik in situ, semi in situ maupun ex situ diharagkan dapat rneningkatkan populasi satwa ini sehingga kelestariannya dapat dipertahankan.

1.2, Tujuan Penelitian

1. Menggrali

dan

mempelajari kine j a biologis rnelalui pengamatan tingkah laku dan upay a pernberian

pakan

secara terkantrol.

2. Menggali dan mempelajari jenis pakan yang disukai dan tingkat kecernaanny a.

1.3. Kegunaan Penelitian

1. Hasil penslitian ini diharagkztn dapat rnernberikan suatu

terobosan

baru baik untuk Pernerintah Daerah

maupun

Pusat

dalam rnenyusun poia kebijakan

untuk

pengembangan s W a sndamik Tarsius spectrum yang ada
(161)

2. lnforrnasi hasif

penelitian ini diharapkan

dapat dirnanfzaatkan oleh

kalangan

ilrnuwan

sebagai

kajian

maupun

sumbangan data untuk pengembangan

ilmu

pengetahuan

dan penelitan tentang

Tarsius sp&mrn ssbagai s a w

harapan masa

depan.

(162)

2.1. Klasifikasi

Umum

Tarsius

Tarsius spectwrn

adalah

satwa

endemik

Sulrawesi

Utara

dan

merupakan

salah

satu spesies dari tiga spesies

yang

dikenal di

dunia.

Spesies lainnya adalah

Tarsius

syfichfa

yang

ditemukan

di Filipina

dan

Tarsius bancanus

yang

banyak

ditemukan

di Kalirnantan

dan

Sumatera (Widyastuti, 9993). Tarsius

dapat

diklasifikasikan sebagai beri kut;

kelas : Mamaha

arda : Primafa sub ardo : Tarsioidea

farniiia : Tarsiidae genus : Tarsius

spesies

: "Terdiri dari 3 {tiga) spesies yaitu (a) Tarsius spectrum, (b)

Tarsius bancanus dan (c) Tarsitis syrichta (Napier

ef

al;

? 985).

Ketiga jenis

Tarsius

ini masih terbagi lagi dalam 12 subspesies yaitu (a)Tarsius bancanus yang terdiri atas Tarsius bancanus bancanus, Tarsius

bancanus

saltafor,

Tarsius bancanus natunensjs, Tarsius bancanus borneanus, (b)

Tarsius

syrichta

y ang terdi ri atas Tamjus syn'chfa

syrichfa

, Tarsius

sy#chfa

flafe~u/us,

Tarsius sykhfa cat-bonafius, (c) Tarsius

spectrum

terdiri atas Tarsus

spectrum spectrum, Tarsius spectrum pumiius, Tarsius

spectrum palegensis,

Tarsius
(163)

Beberapa perbedaan spesies

dan

subspesies Tarsius berdasarkan anatorni [image:163.620.59.538.102.746.2]

yang

dapat: dilihat pada

Tabel

4 .

Tabel 4 . Perbedaan

bentuk

anatami spesies dan sub spesies Tarsius

Sub spesies

Tarsius spectrum

spectrum

Tarsius spwtmm

plsngensis

Tarsius spectrum

dentafrrs

Tarsius spectrum pumilus

Perbedaan anatomi

Ekor bagian bawah seluwhnya gundul

Ukuran lebih besar, panjang tengkorak

39

-

40 mm

Tengkorak lebih lebar dan lebih pendek

Tengkorak lebih panjang tetapi sernpit

Ukuran kecit, tengkorak tidak sarnpai 38 mrn

r Ekor bagian bawah bargapit

Ukuran lebih besar, tengkorak 37

-

39,8 mm

Bagian bawah dadalgerut tertutup olah warna putih

a Bagian bawah dadalprut brwarna abu-abu,

di prmukaari yang ramping ditutupi warna putih

Ekar bagian bawah ditumbuhi rambut yang

tersusun dalarn 3 skala seperti pola

a Bintik putih di hlakang telinga

I Ukuran febih besar, panjang tengkorak 36 -

37 mm, rambut putih pada bagian bibir tebih

tebal

Perut bagian b a w h ke icuning-kuningan,

bagian bibir terdapat rambut halus berwarna

putih

Perutldada bagian bawah berwarna putih

Perutldada bagian bawah hrwarna putih

Ukuran iebih besaf, panjang tengkorak

(164)

Niemitz (1984) mengemukakan kunci

&lam

mengidentifikasi jenis dari Tarsius star, 1780 sebcagrai berikut. Tarsius

spectrum, Paflas 1778 rnernpunyai

ciri- ciri Eantara lain,

muka meny erupai

Galago

senegalensis, ekor berambut, jumbai

panjangnya

kurang lebih 110 mm, tinggi rarnbut jumbai 5-?2 mm, suatu

kelornpok

dari rambut yang pendek

dan keras

merniliki sisik menyenrpai struktur kulit ekor.

Tarsius

bancanus,

Hersfield 1821 mempunyai ciri-ciri antara lain, panjang kaki

belakang sekitar 59-74

m m ,

panjang ekor 180-245

m m ,

jumbai

rambut

pada ekor

berkembang dengan baik, tinggi

rambut

jumbai 7

mrn man

kkulit bagian tarsal tertutug

rambut.

Tarsius syrichta,

Linnaeus

1758 mempunyai ciri-ciri

antara

lain,

panjang

kaki

beiakang

56-69 mm,

panjang

ekur sekitar 200-240 mm, rarnbut jumbai pada bagian

ekor tidak begitu turnbuh, tinggi rarnbut

jurnbai

sekitar 3 mm, kulit bagian

tarsal

diturnbuhi

rambut

pendek

dan sangat

sedikit.

Di Indonesia Tarsius

rnamiliki berrnacarn

- macam nama lokal (daerah)

clan

nama International yaitu Tarsius bancanus disebut juga kera buku, Singapoa, Singapuar

(Bengkulu),

Krabuku (tampung), Palele (Belitung), Mentiling, Ingkat, Ingkit, Beruk Puar (Bzangka), Lingseng (Ngaju),

Puge

(Tidung), Maki (Mahakam),

Singanoleh (Kutai), Ternpiling (Kalirnantan Barat),

Kebuku (Karimata),

Western

Tersier (lnggris), Spookdirtje

(Belanda),

sedangkan Tarsius spectrum disebut juga

Tanda bana, Tangkasi (Minahasa), Ngasi (Sulawesi Selatan), Tenggahe (Sangir

Talaud ), Tengksda

(Dada),

Pluimstaarspookdisrfje

(Belanda). Tarsius syrichta
(165)

2.2 MatQologi.

Satwa prirnata kecil yang unik ini selng juga disebut binatang hantu, dengan

tampang seperti rnonyet kecil bermata merah besar dan bulat yang digunakan

untuk

melihat pada malam hari ( Dephut, 1596 ). Tarsius spectrum rnerugakan tipe

mamalia

yang relatif tidak mengalami parubahan. Dinyatakan dernikian

karena

tulang belulang yang berasal dad zarnan Eocene sekitar lima

juta

tahun

yang

lalu

dan pernah difernukan dibebatuan bagian

selatan

California juga di Wyongming Amerika Serikat sarnpai sekarang tulangnya tidak mengalami perubahan (Wharton, 1974).

Tasius dengan ukuran kecil dan bersifat

nocturnal

memiliki sifat

anatomi

sama dengan kedua sub ordo prirnata lainnya yaitu Prusimii dan Anthmpoidea. Keadaan

inilah yang rnernbingungkan para taxanamist.

Paaedaan kecil

yang

menggolongkannya

dalarn

sub

ardo tersendiri Tarsinodae yakni rnerniiiki dry nose

(Callinge, 1993).

Menurut beberapa

peneliti

(Wharton, 1974; Niernitz, 1984; dan Widyastuti,

19931, Tarsius

spectrum

rnernpunyai keunikan

tersendiri

yaitu ukuran

badannya

relatif kecil dibanding ukuran

matanya

yang

basar dan senantiasa

menatap. Bola mata saw3 ini hampir tidak

dapat

digerakkan

ke

kiri dan ke kanan sehingga kernarnpuan visualnya dibantu

dengan

kemampuan memutar

kepala

yang dapat mencapai 180 derajat tanpa mernutarkan badannya. Ukuran badannya

ki

ra-kira
(166)

abuan (Mc. Kinnon, 1986; Widyastuti,

't993).

Kapala Tarsius bundar dengan

rnoncong tareduksi tanpa stnrktur pelindung. Pendengaran satwa ini lebih tajam

daripada fungsi organ penciuman. Telinganya tipis, membranous

clan

tidak

berambut. Bagian atas

tefinga

dapat dilipat untuk mengurangi daerah

permukaan,

kemudian seluruh telinga dirapatkan sepanjang samping kepala. Jika

sedang

mendengar dengan tajam telinga dibuka leber-lebar dan sitih berganti digerakkan ke depan dan ke

belakang.

Menurut

Martan

( 1974 ), ekor Tamius iebih pztnjang

daripada

badannya.

Hanya pada ujung ekor yang rnerniliki bulu kira-kira 7

crn

dan ini

biasa digunakannya untuk keseimbangan di saat mernanjat dan melompat, Kira-kira

dua inci dari pangkal

ekurnya berbentuk

kaku yang

dipakai

untuk tumpuan waktu rnakan, sedangkan sisanya Reksibel. Bagian bawah dari jari-jari tangan dan kaki

terdapat bongkolan atau bantalan yang memungkinkan melekat pada berbagai pemukaan di saat melompat dari cabang ka cabang. Sarnua jari berkuku kecuali jari kaki kedua dan

ketiga

yang

rnernpunyai cakar berguna untuk menyisir rambutnya dan penahan di saat mendarat di

tempat

yang

licin.

Menurut Kinnaird ((19971,
(167)

Namun famius jarang Ridup lama di kurungan dan catatan waktu terpanjang untuk Tarsius

phjipine

adalah 12 tahun.

2.3. Habitat

Habitat adalah suatu ternpat yang dipergunakan untuk rnencari makanan,

rninum,

berlindung, bermain dan

berkembang

biak (Alikodra, 3 983). Habitat yang baik akan rnendukung perkernbangbiakztn organisme yang hidup di dalamnya secara

normal.

Kompanen-karnponan

habitat adalah makanan, tempat berlindung

dan

air (Hasiholan, 1995).

Sulawesi Utara memiliki keunikan ekosistem yang secara

ekologis

dagat ditinjau dari segi organisme penyusun habitat.

Flora

faunanya merniliki

diversitas

tinggi ssperti yang

ada

di Cagar Alam Tangkoko Batuangus terdapat 25 jenis

mamalia, M U jenis burung, 62

jenis ikan,

50 jenis reptilia dan kernungkinan ratusan

jenis

serangga

maupun flora (IUCN, 1996).

Rasenbaum et

al.

(4998) rnenyatakan bahwa Cagar Alam Tangkoko,

t3atuangus berada di bagian paling utara dari Pulau Sulawesi, kira-kira 300 km dari Pulau Bacan. tuas agar alam in!

kurang

lebih 8.867 hektar

dan

diklasifikasikan sebagai hutan tropis di dataran rendah. Cagar alam ini didominasi aleh 3 gunung

berapi yang tidak aktif lagi yaitu Tangkoko, Kawah Batuangus dan dua

puncak

kernbar Gunung Dua Saudara. Selanjutnya dinyatakannya bahwa berdasarkan tipe hutan yang ada di

cagar

alam Trangkoko dapat dikatakan tipe hutan tedengkap

karena

rnsrniiiki hutan

padang

alang-alang

sarnpai

hutan berfurnut, sehingga sangat
(168)

Mustika

ef

al.

(1993) menyatakan bahwa keadaan hutan

yang

msnjadi habitat Tamius di tempat lainpun

pada

urnurnnya merniliki kandisi sama dengan cagar alam Tangkoko yaitu merniliki ikiirn lebih basah dan sama kondisinya de&n Tarnan Nasionitl Lore Lindu yang rnenjadi habitat Tarsius dianae

Naik turunnya populasi satwa liar biasanya juga dipengaruhi aleh faktor- faktor ekalagis di habitatnya yaitu ketersediaan pakan dan air, tempat bedindung,

perubahan vegcatasi, Wuktuasi iklirn, pemangsaan, penyakit dan bencana alam.

Tarsius spsctnrm dapat ditamukan dalam kisaran habitat yang luas dari

daerah perkotaan, vegetasi sekunder, hutan bakau, hutan dataran rendah, hutan- hutan tepi sungai dan hutan

pegunungan

(Mc. Kinnan, 1986). Di cagar alam T a ~ i u s

lebih memilih tinggal di

jalinan

tali hutan atau rimbunan dedaunan bahkan ada yang

memilih hidup di

rimbunan

alang-alang. Tetapi di hutan primer kelornpok Tarsius

lebih

sering

rnernilih tempat tidur di rongga-rongga

pohon

yang berlubang terutema pohon ficus

spy

pandan hutan, bambu dart umurnnya jenis

pohon

berongga,

terlindung sinar

matahari

dan agak gelap (Widyastuti, 1993).

Tarsius spectrum umurnnya ditemukan di hutan trapis, dataran rendah dan daerah pesisir pantai, kadangkala di belukar-belukar bambu yang padat,

ada

juga yang hidup di gohon-pohon kecil atau di

hutan

primer yang terang (Napier

dan

Napier, 1967). Tarsius spectrum di

a g a r

alam

Tangkoko sangat uumum dijumpai di

berbagai tipe habitat, mulai dari hutan pantai hingga

hutan

bedumut cii Euoung Tangkako dan Dua Saudata. Bahkan dapat dijumpai pula di daerah terbuka, semak belukar serta padang alang-alang (Mc. Kinnon dan Mc. Kinnan, 1980). Selanjutnya
(169)

dari permukaan tanah. Supriatna dan Wahyono (2000) rnenyatakan bahwa Tarsius spectrum

banyak

ditemukan di hutan trapi k

primer,

hutan sekunder dan kadangkala di kebun dekat hutan. Meteka

dapat

ditemukan rnulai

dari

hutan pantai,

hutan

bakau

hingga hutan pegunungan. Kadang di daerah Suiawesi Utara ditemukan di perladangan atau perkebunan pnduduk.

Satu jenis primata dapat terdiri

dari

bebrapa anak jenis

yang

mernprlihatkan pula penyebaran berbeda seprti

yang

terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Lokasi

penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi dan

puIau-pulau

kecil

sekitamya

Menurut Supriatna dan Wahyono

(2000),

ditemukan 2 sub spesies Tarsius

yang penyebarannya adalah sebagai brikut (1) Tarsius

spectrum

tersebar

rnulai

[image:169.615.44.530.17.774.2]
(170)

2.4.

Pakan

Satwa Endemik Tarsius

Kegiatan rnakan dari satwa liar merupakan suittu usaha

mernpertahankan

kehidupannya (Aiikodra, 1983). Selanjutnya dinyatakannya bahwa untuk mernpertahankan kehidupan satwa tersebut maka ada

dua

kaperluan dasar yang harus dipenuhi yaitu (1) satwa harus dapat rnelengkapi bahztn-bahan

proses

sintesa

di

daiarn

tubuhnya,

yang

sangat

penting kaitannya dengan pertumbufian, penggantian jaringan yang sudah tua dan mati,

dan

produksi sel-sel baru (2) bahwa pakan harus dapat memenuhi keperluan energi untuk rnenghasilkan proses-proses pertumbuhan, penggantian dan produksi sel

-

sel baru

serta

kegiatan lainnya,
(171)

jugit suatu kornpanen yang penting bagi kehidupan satwa liar. Kebutuhan air bagi satwa liar berbeda-beda tergantung dari

jenis

dan

ukuran

satwa itu sendiri (Dirjen PHPA, 1986). Air yang dibutuhkan oleh Tarsius biasanya diperoleh dari air yang

msnetss

di dedaunan dan pohan-pohon berlabang serta aliran-aliran air yang tardapat di wilayah ternpat rnereka tinggal (Niemitz, 1984).

2.5.

Penangkaran dan

Budidaya Satwa Liar

Program penangkaran dan budidaya pada awalnya beftvjuan mempertrahankan jenis-janis sahva liar yang tsrancam punah

dengan

cara

mengernbangbiakkan satwa sebagai usaha

untuk

melipat ganclakan papulasi

dan

rnernpertahankan jenis populasi yang ada,

Thahari (1987) menyatakan bahwa secara bebas

panangkaranlbudidaya

dapat cliartikan sebagai suatu kegiatsrn untuk

mengembangbiakkan

jenis-jenis satwa iiar

dan

turnbuhan alami, bertujuan untuk memperbanyak papulasinya

dengan

mempertahankan kemurnian janisnya sehingga kelestarian clan keberadaannya di

alam dapat dipertahankan. Budidaya

adalah

suatu keadaan rnelingkupi perkawinan, psrneliharaan dan pernberian

pakan

untuk satwa berada di bawah pengawasan manusia (Tamaszewska

ef

al., 799q). Pertimbangan dalarn rnenetapkan jenis-jenis satwa liar y ang perlu ditangkarkan atau dibudidayakan adalah betdasarkan kriferia

sebagai berikut (?) suatu jenis satwa perlu ditangkarkan

apabila

secara alami populasinya mengalami penurunan tajarn dati waktu ke waktu sehingga

terancam

(172)

sehingga

kelestariannya

terancarn (Thohari, 798'7). Selanjutnya dinyatakan bahwa di dalam

proses

penangkaranlbudidaya

maka teknologi

yang

diprlukan

mencakup

aspek

yang lebih luas

lagi

yaitu perkandangan, gakan, reproduksi,

kesehatan

dan pasca panan. Teknik

yang

diterapkan harus rnampu mernperwpat: proses adaptasi

satwa. Dengan dernikian suatu penangkaran / budidaya satwa liar

dapat:

dinilai brhasil apabila teknologi repraduksi jenis sahva tersebut teiah dikuasai, artinya usaha p n a n g karan I budidaya telah berfiasif mengembangbiakkan jenis

sahua

yang

ditangkarkan.

Pada

dasarnya

sistem prkandangan

untuk satwa

liar

primata dibagi atas dua bagian yaitu (a) sistem perkandangan dalam bangunan yang

tertutup

(indoor

enclosures)

(b)

sistem perkandangan dalam alam tetbuka (outdoor enclosures). Luasan kandang

untuk

perneliharaan satwa primata biasanya didasarkan pada

rekarnendasi yang blah ditetapkan seperti yang terlihat: pada Tabel 3. Tabel 3. Rekomendasi ukuran

kandang untuk

satwa primata

Luas lantailternak Tinggi

[image:172.612.53.506.20.760.2]
(173)

Peneiitian

bentuk

dan tipe

kandang

untuk satwa endemik Tarsius belum pernah diteliti. Menurut Thahari (1987 ), bentuk dan tipe kandang berbeda

menurut

jenis satwa berdassxrkan tingkah

laku

satwa, pula hidup dan bentuk

tubuhnya.

Dernikian

pula

dalam usaha penangkaran

yang

intensif untuk

satiap

jenis dipisahkan perkandangannya menurut beda klas umur dan

bsda

jenis kelarnin.

2.6. Tingkah Laku Umum Satwa

Tingkah

laku

dapat

diartikan sebagai

suatu ekspresi satwa akibat faktor- faktor yeng mempengaruhi (Suratrno, 1979). llmu tingkah laku pada sahva

telah

dimanfaatkan oleh para pembunt, kernudian oleh masyarakat untuk menjinakkan

satwa-satwa tersebut (Thamaszewska et a!., 1991). Selanjutny a dinyatakannya

bahwa penguasaan tingkah laku satwa

secara

lengkap akan mernpermudah tatataksana perneliharaan dan peningkatan produksi.

Manurut

(Mc.

Kinnan, 1980; Whitten

ef

al., 1987), pula hidup Tarsius

spectrum

selalu membentuk

suatu

unit sasial yang meliputi

sepasang

individu

dewasa bersifat managarni dan tinggal bersarna

keiurunannya

dalam satu teritarial

.

Sifat seperti ini akan rnernpercepat pemusnahan spesies karena sukarnya mereka beradaptasi dengan kelornpak lain apabila te jadi penrszlkan habitat

dan

hutan.' Unit sosial Tarsius spectrum pada

umurnnya

adaiah mfarnbentuk pasangan sebany ak

80% (monogamous) dan

hanya

sekitar 20% saja yang

rnulti

male-multi female (lebih banyak jantan atau betina) dalam suatu kelampok ( Supriatna dan Wrahyono,20QQ).
(174)

a. Tingkah laku rnakzan, rninurn dan kegiatan lain yang berhubungan dengan ha1

tersebut ( Ingestive )

b.

Tingkah laku pencarian tarnpat bsrteduh (shelter seeking)

c. Tingkah laku penyidikan (investigatory)

d. Tingkah laku kecenderungan untuk berkelornpok dan terikat dalam tingkah, laku

yang sama pada satu waktu

tsrtentu

(allelamirnetic)

e. Tingkah laku berselisih, bartangkar, menghindar agonistic ) f. Tingkah laku msmbuang

kataran,

kencing (eliminative)

g. TingkaR laku memberi perhatian dari induk ke anak (epirneletic atau care giving ) h. Tingkah laku rninta perhatian dari anak ke induk (apirneletic atau care soliciting)

i. Tingkah laku seksual atau reproduksi (sexual or reproductive) j. Tingkah laku bemain (play)

Tingkah laku urnurnnya dijumpai

pada

satwa liar terutama dalam

upaya

untuk

memanfaatkan

surnber

claya habitatnya, mengenali tanda-tanda

bahaya dart

barusaha rnelepaskan diri dari serangan pemangsa. Tingkah laku ini berkembang sesuai adanya perkembangan dari proses belajar rnereka (Alikodra, 1990). Sslanjutnya dinyatakan pula bahwa

sahva

liar mampunyai tingkah laku clan proses fisialagis untuk menyesuaikan diri

dengan

lingkungannya.

Untuk mernpertahankan

kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatsn yang agresif, rnelakukan

persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan rnakanan, perlindungan,

pasangan

untuk kawin, reproduksi dan sebagainya.
(175)

utarna tingkah

Iaku

adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan baik dari luar rnaupun dari dalztrn, Sebagian besar satwa msmpunyai berbagai pola tingkah laku

yang

dapat dicabakan

untuk

suatu situasi,

dengan

dernikian mereka belajar rnenerapkan salah satu pola yang rnenghasilkan suatu penyesuaizan tarbaik (Alikodra, 1990). Hasil penelitian

Mumbunan et a/,

(1 998), Tarsius

specfmm

pada

habitat aslinya (in sifu) rnelakukan aktivitasnya rnulai sore hari sampai pagi hari,

aktivitas ini dipengaruhi oleh faktor dari dalarn seperti

rasa

takuUgelisah

dan

lapar,

sedangkan

faktar luar

bewpa keadaan cuaca, habitat, kernarnpuan kelampok dalarn memperbhankan wilayahnya, sedangkan menurut Songkilawrang eta!. (t998), pada

urnurnnya saat bangun atau aktif maka Tarsius jantan dewasa selalu tebih dal-rulu melakukan aktivitasnya sebztgai pimpinan dari keluarga.

Cara ini

dirnaksudkan

untuk

pengintaian demi kearnanan sebelum anggota keluarganya yang lain keluar. Jika dirasanya aman Tarsius jantan dewasa akan berteriak dengan suara melengking

yang

khas untuk rnernberitahu anggota

keluarga

yang lain. Selanjutnya dikzttakannya jika dirasa tidak

aman

oleh adanya predator atau pembunr di sekitar sarang, Tarsius jantan akan kernbali masuk sstrang

dan

beberapa saat lagi akan

keluar

untuk rnelakukan pengintaian sampai

keadaan

telah aman. Menurut Rawe

ef

a/. (1996) bahwa ada 7 tip@ nada panggil

yang

dikeluarkan oleh Tatsius. Bsberapa

nada panggil tersebut rnemiliki frekuensi yang

amat tinggi

sehingga beradst di luar

jangbuan

atau tangkapan pendengaran manusia. Tetapi pernah direkam dengan alat perekarn suara

lalu

dianalisis ternyata Tarsius bancanus paling sering
(176)

perburuannya melalui jalan yang sarna. Kedua kelompok Tacsius rnelakukan penjelajahan dengan cara melampat-lampat dengan posisi badan tegak

lurus

(Kairupan, 1994).

Cara-cara

yang digunakan olah Tamius

spectrum

dalam rnenangkap mangsa adalah

dengan

menggsrakkan kedua talinganya untuk mendeteksi bunyi serangga

yang

sedang ferbang di dekatnya

dan

rnernastikannya

dsngan penglihatan, kemudian disertai gerakan rnelornpat yang sangat cepat langsung menangkap mangsanya (Whartun, 1974). Dalarn melornpat, rnenangkap mangsa kedua kaki/tangan

degan

yang lebih dulu digerakkan ini

gunanya

untuk

memutar

badan

agar

dapat mengarah ke sasarannya dan rnelornpat

dengan

tangan

terbuka. Tetapi

jika

rnangsanya terlalu kecil langsung dapat

ditangkap

dengan mulutnya, fetapi kedua tangan atau kaki depan tetap

melakukan

garakan seperti menangkap di sebelah kiri dan kanan rnulutnya (Niernitz, 1984).

Di hutan

mgar

alam

Tangkoko, keluarga Tarsius

senang

merniiih ternpat istirahat pada jalinan tali

hutan

#tau pada rimbunan alang-alang, Di Bolaang Mangandaw keluarga Tarsius banyak rnemilih rimbunan

pohon

bzlrnbu dan mehcari

makan di pohon-pohan kelapa,tetapi di pulau

Sangihe

dan sekitamya sahhra ini

jarang merniliki tempat tidur yang

tetap,

rnereka senang tidur dan rnsncari

rnakan

di

pohan sagu

dan

pohon kelapa (Whitten, 1987; Masala, 7998).

Tingkah laku groming seperti merawat bulu jarang dilakukan aleh kedua pihak tetapi

sering

dilakukan

oleh

individu itu sendiri. Kebiasaan rnenjilat bulu
(177)

Niemitz (1 984) menyatakan bahwa kontak tubuh yang intensif

antara dua

Tarsius dalam kelompok terjadi dalam tiga

bentuk

seperti (4) hubungan

anak

dan ibu, (2)

hubungan

antara pasangan selarna kopulasi dan (3) perkelahian.

Peritaku kopulasi

sering

diperlihatkan

oleh

Tarsius jantan dan betifia tetapi kadang-kadang tidak dihkukan

dengan

sungguh-sungguh.

Indera

penciurn Tarsius narnpaknya sangat bunrk. Hidungnya harnpir menyentuh potongan

makanan

sebelum dapat rnengenalinya.

Tamius seperti hafnya

keta atau rnanusia yang lebih

banyak menggunakan mata dari pada hidung untuk rnengenali

dan

rnenernukan benda-benda yang dapat dimakan (Rasmini Tiana,lSSQ) dan hal ini membuktikan beberapa keunggulan Tarsius yaitu:

a. Mengurangi bahaya selagi rnencari rnangsa, karena semua indra

terutama

rnatanya selama

proses

itu dapat digunakan untuk betjaga-jaga.

b. Selagi makan,

kawaspadaan

tambahan

yang sama

clan

tersedianya

sernua

organ

siap rnendeteksi bahaya.

c. Penggunaan mata untuk mencari dan

rnengertaii

rnakanan beradi penglihatan

tiga dirnensi, sesuatu yang langka di antara hewan-hewan lebih rendah.

d.

Mendekatkan makanan ke rnukanya

dan

bukan

rnengigitnya dengan rnulut, sehingga rnernberi kesempatan lebih baik

untuk

rnenyelidikinye sebeium ciirnakan.

Tarsius

sepsrti

halnya kelelawar menangkap serangga yang sedang terbang,

dan

ini membutuhkan ketangkasan maupun waktu yang

cerrnat,

pengtihatan yang
(178)

hewan yang berburu lewat penglihatan. Kebutuhan ini

rnenuntut

otak yang lebih besar dan lebih kompleks, Jat yang demikian dimiliki Tarsius daiarn bentuk yang menguntung kan (Rosmini Tiano, 1

990).

Tingkah laku lain yang

sering

ditunjukkan

aleh

Tarsius adalah pmberian tanda dengan bau. Menurut Rawe et a/. (1996) bahwa ciri-ciri untuk

penandaan

pada Tarsius biasanya berasal dari urine yang merniliki bau khas sehingga manusiapun akan mudah mendeteksinya. Baik

jantan

rnaupun btina akan mernbrikan cin' yang berbau dengan rnenggunakan epigastric

glands (kslenjar-kelenjar antara dua lipatan paha). Pada

waktu

estrus betina akan menggosok-gosokan alat genitalnya pada batang pohon.

Perbedaan-perbedaan perilaku Tarsius yang dipelihara dalarn kandang seprti terlihat pada Tabel 4.

Tabef4. Bebrapa perbedaan tingkah laku anfara Tarsius

bancanus

dan Tarsius

syncfha

manfaatan lingkungan

bangun,

lambat untuk makan saat rnenjelang

rnulai mencari ma

kan, gelap, lebih aktif meng-

11

I

tidak mengeksplorasi di

I

eksplorasi

lingkungannya

I

lingkungannya.

Di kandang, perbeda

/

Memilih ujung vertikal

/

Memilih cabang horizontal,

an

posisi tidur

dan tunggul bahkan tanah.
(179)

2.7. Sifat Reproduksi Tarsius

Secara

urnurn dewasa kelamin atau pubertas adalah umur atau saat

organ-

argan reproduksi rnulai berfungsi, proses perkembangbiakan mulai terjadi (Hafez,

1

980 ). Pada hewan jantan, pubertas ditandai dengan

kesanggugan

rnelakukan

kugulasi clan menghasilkan sperma, di samping perubahan-perubahan kelamin sekunder

lainnya,

sedangkan pada betina pubertas diceminkan oleh terjadinya

estrus dan ovulasi.

Dewasa kelamin Tarsius spectrum dicapai pada umur 18

bulan

sarnpai 2

tahun khususnya

organ

keiarnin jantan sudah

berksmbang

baik terutama scrotum

dan testes, Musim kawin adalah suatu musim dalarn suatu tzahun untuk suatu jenis

Rewan

rnenarnpakkan

aktivitas perkawinan. Berdasarkan jarak antara rnusirn kawin satu dengan rnusirn kawin bcarikutnyzt atau berdasarkan jarak antara birahi

yang-satu

dengan birahi barikutnya maka dapat

digolongkan

apakah

hewan

bertipe

monoestrus, poliestws atau poliestrus bermusirn

(Nalbandov,

1990). Tarsius

termasuk

golongan hewan poliestrus karena rnusirn kawinnya dapat: terjadi beberapa

waktu

clalarn

setahun (Hill, 4955).

Dalam

buku Pedaman inventarisasi Satwa Direktorat

Jenderal

Kehutanan (1978) disebutkan Tarsius berkernbang biak sepanjang tahun,

sedangkan

Mc. Kinnan (1980) menyatakan bzphwa Tarsius yang hidup

bebas

musim kawin yaitu pada awal diln akhir m u s h

hujan,

sedangkan Tarsius yang berada dalam kunrngzan rnusirn

kawin

dapat terjadi sepanjang tahun (Mitcheil dan Erwin, 1986).

Tingkah laku kawin, saat menjelang estrus ( M a p akhir proestrus) Tarsius

(180)

betina, kadang-kadang mengejar betina. Reaksi betina rnengeluarkan suarst lengkingan sitrnbil mandorang, rnenggigit atau menghindari si jantan (Rasmini, 1990). Selanjutnya dinyatakannya bahwa pada saat estrus umumnya jantan yang di

tulak tadi akan kembali. Jantan rnernberi reaksi dengan

kicauannya

yang

terbatas

pada jam-jarn sebelum kopulasi. Frekuensi seluruhnya dari panggilan kicauan jantan adatah paling tinggi , jika pasangan-pasangan betina dalarn fase proestrus. Setelah rnernanggil-rnemanggil, jantsln mendekati betina clan rnengendus-endus alat kelarnin betina

kamudian

betina kencing disusul dengan yang

jantan. Pala

yang

baru

dilukiskan ini diulangi

selang

10-15 rnsnit, 60-90 menit setelah dimulainya percumbuan, estrus pada betina tidak lagi meningkat

dan

tejadilah kopulasi.

Urnurnnya kopulasi terjadi pada malam Rari dengan pasisi posteriori. Ejakulasi berlangsung selama 20-30 detik dan berakhir jika betina meloncat

pergi sambil

berkicau keras. Jantan

dan

betina akan berdiam diri 4 4 jam

setelah

kopulasi. Aspek reproduksi s a w nocturnal telah diinformasikan

aleh

beberapa psnsliti yang dapat dilihat pada "Tabel 5.

Menurut Hafez (19801, interval antztra timbulnya satu periode birahi ke

permulaan

periode birahi berikutnya dikenal sebagai suatu siklus birahi dan dibagi

dalam

dua fase yaitu fase fo/ikui~ar #tau esfrogenik yang meliputi proestrus dan

estrus

dan fase Iufeai atau

progesfafianai

yang terdiri dari metestrus dan diestrus.

Periode

siklus birahi Tarsius adalah 23,s

hari

(Napier

dan

Napier, 1967). Siklus

birahi Tarsius bancanus 24 hari (Hill, 1955). Lamanya fase proestrus dalam tiap siklus 4-7 hari, fase estrus 1-3 hari dan metestrus 1-2 had. Salama fase siklus

(181)
[image:181.617.58.549.88.766.2]

pembengkakan alat

kelarnin

bagian Iuar atau kadang-kadang kolaps/susut dengan tim bulnya fase lutaal.

Tabel 5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitat aslinya (In situ)

(1

8 bln

-

2 thn) jantan {i

-

1.5 thn) betina
(182)

Diduga Tarsius

juga

mernproduksi feromon

sebagai isyarat

bagi yang jantan,

sedangkan jantan

rncarnbcari isyarat batina

dengan

panggilan-panggilan percumbuan

yang didengar

sebelum kawin,

pupil mata yang besar dan ekar yang dilengkungkan

ke

atas punggungnya. Lamanya kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dagat di madifikasi

aleh

faktor-faktur maternal, foetal

dan

lingkungan. Periodellama kebuntingan pada Tarsius <

Gambar

Tabel 4 .  Perbedaan bentuk anatami spesies dan sub spesies Tarsius
Tabel 2. Lokasi penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi dan puIau-pulau kecil
Tabel 3. Rekomendasi ukuran kandang untuk satwa primata
Tabel 5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitat aslinya (In situ)
+5

Referensi

Dokumen terkait

2 &#34;e#8n t5!&lt;5han te$hada e$5&lt;ahan ete$#ediaan #5h5 lin5nan &#34;ertumbuhan dan prduksi tanaman dipengaruhi leh 'aktr iklim termasuk

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya telah berhasil menyelesaikan Karya Tulis Akhir yang berjudul “PENGARUH

Salah satu materi pembelajaran yang berasal dari kehidupan sehari-hari adalah analisis metabolit sekunder, dimana penulis mengidentifikasi senyawa antosianin dalam

Cara pemberian zat pengatur tumbuh Root up tidak terdapat perbedaan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas, panjang tunas, jumlah akar, panjang akar, dan

Perlakuan penyimpanan pisang Mas Kirana dengan plastik WSF pada suhu 28°C tanpa KMnO 4 (MAP pasif) mengikuti persamaan regresi linier pada penurunan kadar pati,

Namun demikian, faktor yang membedakan dengan penelitian terdahulu adalah variabel loan to deposit ratio (LDR) yang dimasukkan dalam penelitian selain faktor

Oleh karena itu, dalam Islam sebenarnya tidak hanya sebatas menggunakan sebuah metode dalam melakukan penalaran artinya tidak hanya terpaku pada akal saja akan tetapi

Ulama Syafiiyah menjelaskan delapan macam pernikahan yang termasuk bathil: (1) nikah syighar ; yaitu pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa mahar;