STUD! TENTANG BEBERAPA ASPEK BIOLOGIS TANGKASI
(Tarsius spectrum)
TANGKOKO SULAWESl UTARA
DALAM
UPAYA
PENANGKARAN
OLEH:
HENGKl JQHANNIS KIRQH
PROGRAM PASCA SARJAMA
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
Hengki Johannis Kiroh. Studi tentang bebrapa Aspek Biologis Tang kasi (Tarsius
spectrum)
Tang ka ka Sulawesi Utara dalam Upaya Pananglcarart.
Dibimbing oleh Eddie R. Gurnadi, Asikin Natasasmita dan Dondin Sajuthi.
Sulawesi Utara adalah bagian dari Indonesia yang rnerniliki sejtjurnfah besar keanekaragaman satwa. Lebih 70% dari spesies satwa
yang
ada sekarang adalah endemik termasuk tiga spesies Tarsius. Sekarang ini popuiasi dari beberapa spesies satwamengalami
penurunan akibat terjadi kerusakan habitat.Pengetttahuan secara kamprehensif
tentang aspek-aspak biologis sangat
diperlukan dalam rangkausaha
geningkatan populasi satwa Iewat penangkaransecara in
sifu,
semi in sifu maupun ex situ.Pengamatan tingkah laku telah dilakukan dengan menggunakan lima
pasang
Tarsius. Ernpat pasang digunakan untukmempiajari
tingkat kesukaanterhadap
pakan dan tingkat kecernaan. Data dianalisismenggunakan
ANOVA.Hasif pengarnahn tingkah laku makan
menunjukkan
bahwadalam
kandang penang karan Tarsius rnenggunakan waktu 14 menit (333%) pada pagi hari, 40,50 menit(9,64%)
pada malam haridan
58,20
menit (13,86%) pada malam hingga pagi hari. Tingkahlaku
lainyang
diarnati adalah tingkah iaku brkelampak, tingkah laku brselisih, bertengkar dan menghindarsarta
tingkah lakumencari
tempat berteduh, grooming, tingkah laku rnembuang kotaran, kencing, tingkah laku bemain, tingkah laku istirahat.Parbandingan yang terbaik dari konsumsi pakan dalam bentuk formula pakan (100% bahan kering) adalah 40,1796 daging mencit + daging
tikus
putihbesar,
25,96% daging sapi tetelan, 15,q-l o/a daging ikan cakalang
dan
10,90% dagingikan
kecil.
Analisis bahan kering, protein,lemak,
kalsium,fosfor,
energirnetabolis dan
BETN rnenunjukkan pekedaan yang tidak nyata, kecuali serat kasar.Dari penelitian ini dapat disirnpulkan bahwa daiam waktu 16 samgai 21 hari konsurnsi
pakan
Tarsius dapat dirubah darigakan
berbentuk hewan hidup rnertjadipakan dalam
bentuk beberapa
macamdaging.
God
makes
everything happen
ar
the
right rime.
Yet
none
5fm
can
ever filly
zkdersfand
cril
He
has done,
a&
He
puts
quesf
ions
i~2
OWm
in& about
the past and
the
fature.
Ecclesiastes
3:
1
1
So
I
tell
yozk
to
ask
and
you
wid1
receive,
search and
you
willfmd, k~ock,
and
ihe
&or
wiil Be
opened
for
you.
Eve~yone
who
mk
will
receive,
eveiyone
who
S ~ Q F G ~ ~ SSURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya rnenyatakan bahwa
karya
brjudui : "StudiTentang
Beberapa Aspek Bioiogis Tang kasi (Tarsius spectrum) Tangkoko Su tawesi UtaraDalam Upaya Penangkaran", belurn pernah diajukan untuk
rnernperaleh gelar
doktorpada suatu
perguruan tinggi. Dalarn karya ini tidak pula memuat karya orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalamnaskah
dan dicantumkan
dalam
daftar pustaka.STUD1
TENTANG BEBERAPA ASPEK BlOLOGlS TANGKASI
(Tarsius spectrum)
TAANGKOKO SULAWESI UTARA
DALAM UPAYA PENANGKAMN
OLEH:
HENGKI JOHAMNlS KIRQH
Disertasi
sebagai
salah
satu syarat untuir memperuleh geiar Oaktor padaProgram Studi llmu
Ternak
PROGRAM PASCA SARJANA
iNS"f"TU7
PERTANIAN BOCOR
Judul Disertasi : Studi
Tentang
Beberapa Aspek Biologls Tangkasi (Tarsius spectrum) Tangkoko Sulawesi UQraDalam
Upaya
Psnang
karanNama Mahasiswa : Hengki Johannis Kiroh Nomor Pokok : 975025
Program
Studi : llmu Ternak1 . KOMlSl PEMBIMBING
Prof,Dr.
R.
Eddie GurnadiProf.Dr. Asikii_Natasasmija, M,S,c Anggota
Mengetahui,
2. Ketua
Progr2m Studi llmu TernakAnggota
ram
Pascasarjana
.Sc
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ternate
Maluku
utara pada tanggaf 26 Napember 1958, sebagai anak keempat
daripasangan
Andries Nicosia Kiroh dan Saartje Uring.Pendidikan
Sarjana
ditemguh di Program Studi llrnu Produksi ternak Fakuitas Peternaken Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus padatahun
1985. Pada tahun1990 penulis diterima di Program Studi llmu Ternak pada Program
Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan mendagetkan bea siswa dari Dikti(TMPD) dan rnenyelesaikan studi pada
tahun
1992. Pada tahun?99?
mendapatkankesempatan
rnetanjutkan
ke program daktor pada ProgramStudi
llmu Ternak dilnstitut Pertmian Bogor dengan
mendapatkan
bea
siswa dad Dikti (BPPS).Penulis diangkat sebagai tenaga edukatif tetap di
Fakultas Peternakan
UniversitasS a m
RsltulangiManado
sejaktahun
1985dengan
jabatan terakhir adalahlektor
kepala pada jurusan llmu Produksi Ternak.Penulis menjadi anggota tetap pada Ikatan Sarjana llmu Peternak Indonesia cabang Sulzawesi Utara {Manado) sejak 1985 sarngai sekarrang. Penulis telah
rnenulis beberapa artikei yang telah dimuat
dalrarn
jurnai "Zootek, FakultasPeternzakan
Universitas Sam Ratulangiantara
lain (9) Kajian Tentang KualitasDaging Sapi Lakal yang Beredat di Kotamadya Manado (2)
Performans
Sapi Jantan Kastrasi yang Diberi Bungkil Biji Kapuk sebagai Pengganti Ssbagian PaltardDalam
Pakan Penggernukan, (3) Studi Tentang Kualitas Fisik Daging Sapi Jantan Kastrasi
Dalarn
Mubungan
Subsitusi Bungkil biji Kapuk dengan Pallard dafam ~ a k a n Penggemukanclan
(4)sebuah
artikel berjudul Studi Pendahuluan Perilaku Tarsius"Zootek",
Fakultas
Petefnakan Universitas SamRatulangi.
Karya ilmiah tetakhirini
rnerupakan bagian dad program 53 psnulis.Penulis rnenikah dengan Adeleida Macodampis cian telah dikarcania tiga
orang
putra
1 putri,yaitu
Lidya
Olivia Kiruh (Mahasiswi Kedoktcteran), ChristianSem bah
dan
syukur pnulispanjatkan
kepada Allah yang Maha Pengasihdan
Penyayang atas k r k a tserta
karunia-Nya sehingga studi doktor ini dapatdiselesaikan dengan baik.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni
2000
iniialah
satvvaendemik
Tarsius spectrum Sulawesi Utara dengan judul "Studi TentangAspek
Biolagis Tangkasi (Tarsills spectrum) Taagkkoko Sulawesi Utara Dalam Upay a Penangkaran".Disadari bahwa keberhasiian ini tidak terlepas dari kerjasama yang baik dari berbagai pihak,
aleh
sebab itu dari lubuk hati yang dalam terirna kasih penulis sampaikankepada
BapakPraf.Dr.
R. Eddie Gurnadiselaku
ketua komisi pmbirnbing, Bapak Praf,Dr. Asikin Natasasmita,M.Sc
dan
Bapak Prof.drh. TonnyUngerer,
Ph.
D(almarhurn)
sertaBapak
Pruf.drh. Dandin Sajuthi, Ph. D seiaku anggota kornisi pem bimbing yang telah ban yak mernberikan arahanltambahan ilmusehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Rasa horrnat dan terimakasih
disarnpaikan
kepada Bapak Pruf.Dr, HarirnuFti Martojo, Bapak Dr.lr. M. Bismark, MS selaku penguji luar komisiyang
ikutmengambil bagian lewat saran/masukan untuk rnemberi babot disertasi penulis. Terimakasih pula disampaikan kepada Rektor lnstitut Pertanian Bogor, DireMur
Hutang budi dan terirnakasih kepacfa pengelola Beasiswa
Pragram
Pascasarjana (BPPS)DireMorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen PendidikanNasional
yang telahmernkrikan
kesempatanbelajar
dan biaya pendidikan, Yayasan Minahase Raya, Pernerintah Propinsi Sulawesi Utara danBapak Ronald
Karampis
selaku pernhridana tambahan
sehingga penulis dapatmerampungkan seluruh karya
akhir
studi doktor ini.Penghargaan dan terirnakasih disarnpaikan pula kegada Bapak Arya Arendra, anaiis Junrsan Kimia
Fakultas
Matematikadan
Ilmu PengetahuanAlam
tnstitut Pertanian Bogor atas bantuztn dalarn rnenganalisis pakan percobaan dan
feses
untuk
data kecernaan. Penghargaan dan terirnakasih buat adik YohannisUring yang penuh
kesabaran
danketekunan
telah ikut membantu rnernpersiapkan pakan penelifian. Teerirnakasih juga disampaikan kepada Ir. Robert Julius Rompas, M.Siketua
asrama rnahasiswa SuiawesiUtara
Bo$or
Baru Itdan
ildik Ripto atas bantuanserta
perhatiannya &lam persiagan seminar sarnpaiujian
terbuka. Ternan-ternan
asrama dengan penuh cinta Itasih telahmendoakan
danmernberi
semangat ctiucapkan terimakasih.Terirnakasih dan rasa hormat bagi Larnbaga pelayanan mahasiswa Kristen
lndonesia
di Bogor yang sejakawal
hingg akhir studi telahmemberi
perhatian khusus lewat pelayanan daa sehingga memberiharapan
baruuntuk
rneraih jenjang akadernik terhggi.Rasa haru dan cinta kasih yang
mendatam
disarnpaikan kegada ayah, ibu,dengan penuh kesabaran sarnbil bertekun
lewat
doadengan
satu harapanbahwa
jerih payah yang dilakukan tidaklah sia-sia.Akhirnya Iewilt
tulisan
ini akan dapat: rnernberikan informasi barudalarn
pengembangan iimupengetahuan
khususn ya bidangpeternakan.
Bogor, 4 April 2002.
DAFTAR TABEL
1
.
Perbedaan bentu k anatorni spesies dan sub spesies Tarsius ... 62. Lokasi penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi
clan
pulau-pulaukecil
disekitarnya...
123. Rekamendasi ukuran kandang untuk satwa primata
...
.
.
...
15 4. Beberapa perbedaan tingkah laku antara Tarsius bancanusdan Tarsius syricfha
...
2
1 5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitataslinya
... 24 6. Kamposisi dan kandungan nutrisi pakan yangdigunakmn
padapeneltlitian (persen BK)
...
.
.
.
...
34 7. Et hagram garnbaran tingkah laku spesifik Tarsius spectrumdilokasi penangkaran
...
54 8.Pengaruh
perlakuan pakan terhadap rataan konsurnsi zat-zatpakan penelitian
...
60 9. Pengatuh perlakuan pakan terhadag rataan kewrnaanrat-zatppakan
...
...
...
65 10. Pengaruhperlakuan
pakan terhadag bebrapa peubah reproduksiDAFTAR GAMBAR
1. Model kandang penangkaran semi insitu di Iokasi penelitian
. ..
..
. . . ..
.. ..
.. ... .
30
2. Model kandang pnangkaran ex situ di lokasi penelitian.. ..
,.,
,,. .
.
.
. .. . .
..
35
3. Teeknik pemberian pakan yang tidak bergerak
. . ..
.. ..
..
. .. . .
.. ..
. . .
..
..
....
.. .
35 4. Pengamahn tingkah laku berkefompok dan istirahatTarsius
spectrum
dalarn kandang penangkaransemi
insifu...
.. ...
535. Pengamatan tingkah laku makan, rnencari ternpat berteduh, berselisih dan menghindar, mem buang kutoran, bemain, grooming Tarsius spectrum dalam kandang penangkaran
semi
insitti... . .
... ..
. . .. .. .. ..
....
.,
.,..
.. .
..
..
.. .
. .. .. .. .. .. .,.
,.
,.
,. . .
..
..
. . ...
.. . .
....
536.
Pendugaan
konsumsi pakan penetitian (persenBK)
denganmetade kafetaria
...
.
.
...
....
.. .. .
. . .
.
.
56"I Jjenis-jenis
bahan pakan
yang digunakan daiarn pnelitian...
...
588. Perubahan
pola makan
Tarsiusspectrum
dari pakan yangbergerak
ke
pakan yang tidak bergerak....
. . .
..
.. . . ....
. . ..
. . .
. . .. .
,.
, ,.
..
. . 619. Pengaruh pedakuan pakan penelitian terhadap konsumsi
bahan kering ... ...,.,... 63
1 0. Pengaruh pertakuan
pakan
penelltian terhadap konsurnsiprotein kasar, lemak kasar dan swat kasar
...,...,.,...~.~...,
64.11. Pengaruh perlakuan pakan penelitian terhadap konsurnsi
kalsiurn, fosfor, energi rnetabalis dan
BETH
...
...
.
.
.
...
.. .. .
6412. Feses Tarsius specfrum yang sedang dikeringkan
...
.. .. ... ... .
.
.......
6613. Grafik penganrh perlakuan
pakan penelitian terhadap
kecernaan zat-zat
. . ..
..
.. . . .. ..
..
., ,,.
,.
* . * . * . .. .,,.
. .
,. .
. , . ,.
,.
, ,. .
..
.. . .
, ,. .
, ,.
.. . .
..
6714. Pengaruh perlakuan pakan peneiitian terhadap lama kebuntingan,
jurnlah
anak prkelahiran clan babot lahir... ... ..
.~...,,....
.
69 15. Salah satu tingkah laku kawin Tarsiusspectrum
daiamkandang
penakaran ex situ...
.. ... .
.
.....
.
... , ,,.,.L... . . . ~ . 7216. Anak Tarsius
spectrum
yang baruIahir
dari perlakuan pakanRA
dan RD...
7617.
Profil
Tarsius spectrum yang hidup dalarn kandang penangkaranI. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sulawesi Utara memiliki banyak
jenis
satwa yangsangat
tinggi keanekaragarnannya. Lebih 70 % dad 114 jenis satwa yang sudah diketahui kebetadaannya adalah jenis-jenis Iangkadan
endemik termasuk tiga jenis Tarsius(Mc. Kinnon, 1986 ). Tarsius spectrum adalah salah satu jenis rnarnalia endemik yang clijumgai di Sulawesi Utara dan penyebarannya diketahui di cagar alam Tangkoka, "Tarnan Nasional
Ournoga
Bane dan sekitarnya. Satwaini
memiliki dayatarik tersendiri karena bentuk tubuhnya yang kecil rnungil
dan
warnarambut
yang menarik bila dibandingkitndengan
satwa-satwa sajanisnya, sehingga rnernberi peluang untuk dikembangkan sebagai Exofic Petanimai
dimasa
dapan. Selain itu, dapat rlijaclikan kamaditi ekspartke
bebsrapa negara seperti: Cina, Eropadan
negara-negara lainnya.Sekarang
keberadaan sahva endernik ini mulairnernptihatinkan, karena terancam punah oleh berbagai tindakan manusia berupa
pengurangan habitat lewat gerombakan hutan dengan cara pernbakaran. @tan
yang merupakan habitat satwa tersebut untuk
melakukan
seluruh aktivitas hidupnya, jika keseirnbangannya terganggumaka
keadaan habitat dan ekosistem satwa endamik yang ada di dalarnnya ikut pula terganggu.Selain
itu adanyaperburuan
dan
penangkapan liar dari kelornpokmztsyztrakzat
tertentu
ikut pulamenyebabkan
satwa endemik Tarsius semakin langka. Kinnaird(1996)
menyatakanbahwa di cagar
alam
Tangkako telah terjadi penurunan populasi paling drastis dari satwa mamalia yang diarnatinyaselarna
kurun
waktu 15 tahun sejak 1979 sampaiq994, termasuk di dalarnnya satwa endemik Tarsius. Hal ini disebabkan
areal
cagaralam mengalami kerusakan dan perubahan habitat satwa akibat pernbakaran hittan,
setempat rnenjztdi lahan pertmian. Keadaan ini lebih rnernprihatinkan lagi di saat
perekonomian kita sekarang yang tidak menentu. Meningkatnya jurnlah penduduk miskin baik di
perkotaan
maupun di pedesaanikut
pula rnenyebabkan surnber daya hutan rnenjadi sasaran rnereka temasuk satwa langka Tarsius yang dilindungi. Jika keadaanini
terjadi terus-menerus rnaka dikuatirkan papulasi satwa endemik Tarsius akan sernakin menurun yang pada akhirnya semakin sulit dijumpai bahkan mungkin bisa rnancapai kepunahan.Satwa endemik Tarsius merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang keberadaan hidupnya senantiasa berhubungan
erat
dsngan kehidupan manusia, baik secara langsung maupun tidaklangsung
rnisalnyasebagai
objek wisata, pendidikan, penelitian danpengembangan
iimu psngetahuan. Malihatfenomena selama ini, maka di sarnping usaha perfindungan rnelalui Undang-undang
ataupun
Ptaraturan
Psrnerintah, dipedukan pula perhatian yang lebih seksamaterhadap upaya berdasarkan asas kelestarian jenis satwa iangka tersebut.
Mengingat satwa langka
merupakan barang
yang bemilai ekonamis tinggi, maka untukrnenjaga
kelestarian satwa endemik Tarsius gerlu dilakukan kajianserta
penelitian ilmiah sebagai langkah awal untukrnencari
dan menggali inforrnasi~tszaik aspek tingkah laku, maupun aspek bialagis sehingga teknologi penangkaran danbudidaya dstpat diketahui.
Dengan
dibedakukannya otunami daertah (OTDA) yang rnengharuskan setiap daerah berpacu rnenyusun strategi-strategi stacara tepat untuk dapat rnemanfaatkan peluang-peluang yang ada dalarn rangka rneningkatkan pendapatan aslidaerah,
maka
salah satu pernikiran dalarn bidang petarnakanuntuk dijadikan komaditi satwa
harapan masa
&pan. Sampai saat ini belumbanyak
penelitian ataupun usaha yang dilakukan aleh iembsga pemerintah untuk melestarikan satwa endemik Tanius diluar habitat adinya atau di dalam kandang penangkaran. Penangkaran yang dilakukan mentpakan suatulangkah
awal untuk menentukan strategi yang tegcat dalam upayapenanganan
satwaendemik
Tarsius spectrum yangada
di Sulawesi Utara. Dalarn proses penangkaran, satwa dipeliharasecara
terkurung dalam kandang karenanya masalah tingkah laku, jenis pakan yang diberikan sampai kinerja reproduksi s a w di bawah kontrol manusia.lnfarmasi
kinerja reproduksi Tarsiusspectrum
yang hidug pada habitat aslinya (insifu) sangat rendah.
Dengan
penguasaan
tingkahiaku
dan aspek-aspek bialagis secara tepat baik in situ, semi in situ maupun ex situ diharagkan dapat rneningkatkan populasi satwa ini sehingga kelestariannya dapat dipertahankan.1.2, Tujuan Penelitian
1. Menggrali
dan
mempelajari kine j a biologis rnelalui pengamatan tingkah laku dan upay a pernberianpakan
secara terkantrol.2. Menggali dan mempelajari jenis pakan yang disukai dan tingkat kecernaanny a.
1.3. Kegunaan Penelitian
1. Hasil penslitian ini diharagkztn dapat rnernberikan suatu
terobosan
baru baik untuk Pernerintah Daerahmaupun
Pusat
dalam rnenyusun poia kebijakanuntuk
pengembangan s W a sndamik Tarsius spectrum yang ada2. lnforrnasi hasif
penelitian ini diharapkan
dapat dirnanfzaatkan olehkalangan
ilrnuwan
sebagaikajian
maupun
sumbangan data untuk pengembanganilmu
pengetahuandan penelitan tentang
Tarsius sp&mrn ssbagai s a wharapan masa
depan.
2.1. Klasifikasi
Umum
TarsiusTarsius spectwrn
adalah
satwaendemik
SulrawesiUtara
dan
merupakansalah
satu spesies dari tiga spesiesyang
dikenal didunia.
Spesies lainnya adalahTarsius
syfichfa
yangditemukan
di Filipinadan
Tarsius bancanusyang
banyakditemukan
di Kalirnantandan
Sumatera (Widyastuti, 9993). Tarsiusdapat
diklasifikasikan sebagai beri kut;
kelas : Mamaha
arda : Primafa sub ardo : Tarsioidea
farniiia : Tarsiidae genus : Tarsius
spesies
: "Terdiri dari 3 {tiga) spesies yaitu (a) Tarsius spectrum, (b)Tarsius bancanus dan (c) Tarsitis syrichta (Napier
ef
al;? 985).
Ketiga jenis
Tarsius
ini masih terbagi lagi dalam 12 subspesies yaitu (a)Tarsius bancanus yang terdiri atas Tarsius bancanus bancanus, Tarsiusbancanus
saltafor,
Tarsius bancanus natunensjs, Tarsius bancanus borneanus, (b)Tarsius
syrichta
y ang terdi ri atas Tamjus syn'chfasyrichfa
, Tarsiussy#chfa
flafe~u/us,
Tarsius sykhfa cat-bonafius, (c) Tarsiusspectrum
terdiri atas Tarsusspectrum spectrum, Tarsius spectrum pumiius, Tarsius
spectrum palegensis,
TarsiusBeberapa perbedaan spesies
dan
subspesies Tarsius berdasarkan anatorni [image:163.620.59.538.102.746.2]yang
dapat: dilihat padaTabel
4 .Tabel 4 . Perbedaan
bentuk
anatami spesies dan sub spesies TarsiusSub spesies
Tarsius spectrum
spectrum
Tarsius spwtmm
plsngensis
Tarsius spectrum
dentafrrs
Tarsius spectrum pumilus
Perbedaan anatomi
Ekor bagian bawah seluwhnya gundul
Ukuran lebih besar, panjang tengkorak
39
-
40 mmTengkorak lebih lebar dan lebih pendek
Tengkorak lebih panjang tetapi sernpit
Ukuran kecit, tengkorak tidak sarnpai 38 mrn
r Ekor bagian bawah bargapit
Ukuran lebih besar, tengkorak 37
-
39,8 mmBagian bawah dadalgerut tertutup olah warna putih
a Bagian bawah dadalprut brwarna abu-abu,
di prmukaari yang ramping ditutupi warna putih
Ekar bagian bawah ditumbuhi rambut yang
tersusun dalarn 3 skala seperti pola
a Bintik putih di hlakang telinga
I Ukuran febih besar, panjang tengkorak 36 -
37 mm, rambut putih pada bagian bibir tebih
tebal
Perut bagian b a w h ke icuning-kuningan,
bagian bibir terdapat rambut halus berwarna
putih
Perutldada bagian bawah berwarna putih
Perutldada bagian bawah hrwarna putih
Ukuran iebih besaf, panjang tengkorak
Niemitz (1984) mengemukakan kunci
&lam
mengidentifikasi jenis dari Tarsius star, 1780 sebcagrai berikut. Tarsiusspectrum, Paflas 1778 rnernpunyai
ciri- ciri Eantara lain,muka meny erupai
Galago
senegalensis, ekor berambut, jumbaipanjangnya
kurang lebih 110 mm, tinggi rarnbut jumbai 5-?2 mm, suatukelornpok
dari rambut yang pendek
dan keras
merniliki sisik menyenrpai struktur kulit ekor.Tarsius
bancanus,
Hersfield 1821 mempunyai ciri-ciri antara lain, panjang kakibelakang sekitar 59-74
m m ,
panjang ekor 180-245m m ,
jumbairambut
pada ekorberkembang dengan baik, tinggi
rambut
jumbai 7mrn man
kkulit bagian tarsal tertutugrambut.
Tarsius syrichta,
Linnaeus
1758 mempunyai ciri-ciriantara
lain,panjang
kakibeiakang
56-69 mm,panjang
ekur sekitar 200-240 mm, rarnbut jumbai pada bagianekor tidak begitu turnbuh, tinggi rarnbut
jurnbai
sekitar 3 mm, kulit bagiantarsal
diturnbuhirambut
pendekdan sangat
sedikit.Di Indonesia Tarsius
rnamiliki berrnacarn
- macam nama lokal (daerah)clan
nama International yaitu Tarsius bancanus disebut juga kera buku, Singapoa, Singapuar(Bengkulu),
Krabuku (tampung), Palele (Belitung), Mentiling, Ingkat, Ingkit, Beruk Puar (Bzangka), Lingseng (Ngaju),Puge
(Tidung), Maki (Mahakam),Singanoleh (Kutai), Ternpiling (Kalirnantan Barat),
Kebuku (Karimata),
WesternTersier (lnggris), Spookdirtje
(Belanda),
sedangkan Tarsius spectrum disebut jugaTanda bana, Tangkasi (Minahasa), Ngasi (Sulawesi Selatan), Tenggahe (Sangir
Talaud ), Tengksda
(Dada),
Pluimstaarspookdisrfje
(Belanda). Tarsius syrichta2.2 MatQologi.
Satwa prirnata kecil yang unik ini selng juga disebut binatang hantu, dengan
tampang seperti rnonyet kecil bermata merah besar dan bulat yang digunakan
untuk
melihat pada malam hari ( Dephut, 1596 ). Tarsius spectrum rnerugakan tipe
mamalia
yang relatif tidak mengalami parubahan. Dinyatakan dernikiankarena
tulang belulang yang berasal dad zarnan Eocene sekitar limajuta
tahun
yanglalu
dan pernah difernukan dibebatuan bagianselatan
California juga di Wyongming Amerika Serikat sarnpai sekarang tulangnya tidak mengalami perubahan (Wharton, 1974).Tasius dengan ukuran kecil dan bersifat
nocturnal
memiliki sifatanatomi
sama dengan kedua sub ordo prirnata lainnya yaitu Prusimii dan Anthmpoidea. Keadaaninilah yang rnernbingungkan para taxanamist.
Paaedaan kecil
yangmenggolongkannya
dalarnsub
ardo tersendiri Tarsinodae yakni rnerniiiki dry nose(Callinge, 1993).
Menurut beberapa
peneliti
(Wharton, 1974; Niernitz, 1984; dan Widyastuti,19931, Tarsius
spectrum
rnernpunyai keunikan
tersendiri
yaitu ukuranbadannya
relatif kecil dibanding ukuran
matanya
yangbasar dan senantiasa
menatap. Bola mata saw3 ini hampir tidakdapat
digerakkanke
kiri dan ke kanan sehingga kernarnpuan visualnya dibantudengan
kemampuan memutarkepala
yang dapat mencapai 180 derajat tanpa mernutarkan badannya. Ukuran badannyaki
ra-kiraabuan (Mc. Kinnon, 1986; Widyastuti,
't993).
Kapala Tarsius bundar denganrnoncong tareduksi tanpa stnrktur pelindung. Pendengaran satwa ini lebih tajam
daripada fungsi organ penciuman. Telinganya tipis, membranous
clan
tidakberambut. Bagian atas
tefinga
dapat dilipat untuk mengurangi daerahpermukaan,
kemudian seluruh telinga dirapatkan sepanjang samping kepala. Jikasedang
mendengar dengan tajam telinga dibuka leber-lebar dan sitih berganti digerakkan ke depan dan kebelakang.
MenurutMartan
( 1974 ), ekor Tamius iebih pztnjangdaripada
badannya.
Hanya pada ujung ekor yang rnerniliki bulu kira-kira 7crn
dan inibiasa digunakannya untuk keseimbangan di saat mernanjat dan melompat, Kira-kira
dua inci dari pangkal
ekurnya berbentuk
kaku yangdipakai
untuk tumpuan waktu rnakan, sedangkan sisanya Reksibel. Bagian bawah dari jari-jari tangan dan kakiterdapat bongkolan atau bantalan yang memungkinkan melekat pada berbagai pemukaan di saat melompat dari cabang ka cabang. Sarnua jari berkuku kecuali jari kaki kedua dan
ketiga
yang
rnernpunyai cakar berguna untuk menyisir rambutnya dan penahan di saat mendarat ditempat
yanglicin.
Menurut Kinnaird ((19971,Namun famius jarang Ridup lama di kurungan dan catatan waktu terpanjang untuk Tarsius
phjipine
adalah 12 tahun.2.3. Habitat
Habitat adalah suatu ternpat yang dipergunakan untuk rnencari makanan,
rninum,
berlindung, bermain danberkembang
biak (Alikodra, 3 983). Habitat yang baik akan rnendukung perkernbangbiakztn organisme yang hidup di dalamnya secaranormal.
Kompanen-karnponan
habitat adalah makanan, tempat berlindungdan
air (Hasiholan, 1995).Sulawesi Utara memiliki keunikan ekosistem yang secara
ekologis
dagat ditinjau dari segi organisme penyusun habitat.Flora
faunanya mernilikidiversitas
tinggi ssperti yang
ada
di Cagar Alam Tangkoko Batuangus terdapat 25 jenismamalia, M U jenis burung, 62
jenis ikan,
50 jenis reptilia dan kernungkinan ratusanjenis
serangga
maupun flora (IUCN, 1996).Rasenbaum et
al.
(4998) rnenyatakan bahwa Cagar Alam Tangkoko,t3atuangus berada di bagian paling utara dari Pulau Sulawesi, kira-kira 300 km dari Pulau Bacan. tuas agar alam in!
kurang
lebih 8.867 hektardan
diklasifikasikan sebagai hutan tropis di dataran rendah. Cagar alam ini didominasi aleh 3 gunungberapi yang tidak aktif lagi yaitu Tangkoko, Kawah Batuangus dan dua
puncak
kernbar Gunung Dua Saudara. Selanjutnya dinyatakannya bahwa berdasarkan tipe hutan yang ada dicagar
alam Trangkoko dapat dikatakan tipe hutan tedengkapkarena
rnsrniiiki hutanpadang
alang-alangsarnpai
hutan berfurnut, sehingga sangatMustika
ef
al.
(1993) menyatakan bahwa keadaan hutanyang
msnjadi habitat Tamius di tempat lainpunpada
urnurnnya merniliki kandisi sama dengan cagar alam Tangkoko yaitu merniliki ikiirn lebih basah dan sama kondisinya de&n Tarnan Nasionitl Lore Lindu yang rnenjadi habitat Tarsius dianaeNaik turunnya populasi satwa liar biasanya juga dipengaruhi aleh faktor- faktor ekalagis di habitatnya yaitu ketersediaan pakan dan air, tempat bedindung,
perubahan vegcatasi, Wuktuasi iklirn, pemangsaan, penyakit dan bencana alam.
Tarsius spsctnrm dapat ditamukan dalam kisaran habitat yang luas dari
daerah perkotaan, vegetasi sekunder, hutan bakau, hutan dataran rendah, hutan- hutan tepi sungai dan hutan
pegunungan
(Mc. Kinnan, 1986). Di cagar alam T a ~ i u slebih memilih tinggal di
jalinan
tali hutan atau rimbunan dedaunan bahkan ada yangmemilih hidup di
rimbunan
alang-alang. Tetapi di hutan primer kelornpok Tarsiuslebih
sering
rnernilih tempat tidur di rongga-ronggapohon
yang berlubang terutema pohon ficusspy
pandan hutan, bambu dart umurnnya jenispohon
berongga,terlindung sinar
matahari
dan agak gelap (Widyastuti, 1993).Tarsius spectrum umurnnya ditemukan di hutan trapis, dataran rendah dan daerah pesisir pantai, kadangkala di belukar-belukar bambu yang padat,
ada
juga yang hidup di gohon-pohon kecil atau dihutan
primer yang terang (Napierdan
Napier, 1967). Tarsius spectrum dia g a r
alam
Tangkoko sangat uumum dijumpai diberbagai tipe habitat, mulai dari hutan pantai hingga
hutan
bedumut cii Euoung Tangkako dan Dua Saudata. Bahkan dapat dijumpai pula di daerah terbuka, semak belukar serta padang alang-alang (Mc. Kinnon dan Mc. Kinnan, 1980). Selanjutnyadari permukaan tanah. Supriatna dan Wahyono (2000) rnenyatakan bahwa Tarsius spectrum
banyak
ditemukan di hutan trapi kprimer,
hutan sekunder dan kadangkala di kebun dekat hutan. Metekadapat
ditemukan rnulaidari
hutan pantai,hutan
bakauhingga hutan pegunungan. Kadang di daerah Suiawesi Utara ditemukan di perladangan atau perkebunan pnduduk.
Satu jenis primata dapat terdiri
dari
bebrapa anak jenisyang
mernprlihatkan pula penyebaran berbeda seprti
yang
terlihat pada Tabel 2.Tabel 2.
Lokasi
penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi danpuIau-pulau
kecil
sekitamya
Menurut Supriatna dan Wahyono
(2000),
ditemukan 2 sub spesies Tarsiusyang penyebarannya adalah sebagai brikut (1) Tarsius
spectrum
tersebarrnulai
[image:169.615.44.530.17.774.2]2.4.
Pakan
Satwa Endemik TarsiusKegiatan rnakan dari satwa liar merupakan suittu usaha
mernpertahankan
kehidupannya (Aiikodra, 1983). Selanjutnya dinyatakannya bahwa untuk mernpertahankan kehidupan satwa tersebut maka adadua
kaperluan dasar yang harus dipenuhi yaitu (1) satwa harus dapat rnelengkapi bahztn-bahanproses
sintesadi
daiarntubuhnya,
yangsangat
penting kaitannya dengan pertumbufian, penggantian jaringan yang sudah tua dan mati,dan
produksi sel-sel baru (2) bahwa pakan harus dapat memenuhi keperluan energi untuk rnenghasilkan proses-proses pertumbuhan, penggantian dan produksi sel-
sel baruserta
kegiatan lainnya,jugit suatu kornpanen yang penting bagi kehidupan satwa liar. Kebutuhan air bagi satwa liar berbeda-beda tergantung dari
jenis
dan
ukuran
satwa itu sendiri (Dirjen PHPA, 1986). Air yang dibutuhkan oleh Tarsius biasanya diperoleh dari air yangmsnetss
di dedaunan dan pohan-pohon berlabang serta aliran-aliran air yang tardapat di wilayah ternpat rnereka tinggal (Niemitz, 1984).2.5.
Penangkaran dan
Budidaya Satwa LiarProgram penangkaran dan budidaya pada awalnya beftvjuan mempertrahankan jenis-janis sahva liar yang tsrancam punah
dengan
cara
mengernbangbiakkan satwa sebagai usaha
untuk
melipat ganclakan papulasidan
rnernpertahankan jenis populasi yang ada,Thahari (1987) menyatakan bahwa secara bebas
panangkaranlbudidaya
dapat cliartikan sebagai suatu kegiatsrn untukmengembangbiakkan
jenis-jenis satwa iiardan
turnbuhan alami, bertujuan untuk memperbanyak papulasinyadengan
mempertahankan kemurnian janisnya sehingga kelestarian clan keberadaannya dialam dapat dipertahankan. Budidaya
adalah
suatu keadaan rnelingkupi perkawinan, psrneliharaan dan pernberianpakan
untuk satwa berada di bawah pengawasan manusia (Tamaszewskaef
al., 799q). Pertimbangan dalarn rnenetapkan jenis-jenis satwa liar y ang perlu ditangkarkan atau dibudidayakan adalah betdasarkan kriferiasebagai berikut (?) suatu jenis satwa perlu ditangkarkan
apabila
secara alami populasinya mengalami penurunan tajarn dati waktu ke waktu sehinggaterancam
sehingga
kelestariannya
terancarn (Thohari, 798'7). Selanjutnya dinyatakan bahwa di dalamproses
penangkaranlbudidaya
maka teknologiyang
diprlukanmencakup
aspek
yang lebih luaslagi
yaitu perkandangan, gakan, reproduksi,kesehatan
dan pasca panan. Teknikyang
diterapkan harus rnampu mernperwpat: proses adaptasisatwa. Dengan dernikian suatu penangkaran / budidaya satwa liar
dapat:
dinilai brhasil apabila teknologi repraduksi jenis sahva tersebut teiah dikuasai, artinya usaha p n a n g karan I budidaya telah berfiasif mengembangbiakkan jenissahua
yang
ditangkarkan.Pada
dasarnya
sistem prkandanganuntuk satwa
liar
primata dibagi atas dua bagian yaitu (a) sistem perkandangan dalam bangunan yangtertutup
(indoor
enclosures)
(b)
sistem perkandangan dalam alam tetbuka (outdoor enclosures). Luasan kandanguntuk
perneliharaan satwa primata biasanya didasarkan padarekarnendasi yang blah ditetapkan seperti yang terlihat: pada Tabel 3. Tabel 3. Rekomendasi ukuran
kandang untuk
satwa primataLuas lantailternak Tinggi
[image:172.612.53.506.20.760.2]Peneiitian
bentuk
dan tipekandang
untuk satwa endemik Tarsius belum pernah diteliti. Menurut Thahari (1987 ), bentuk dan tipe kandang berbedamenurut
jenis satwa berdassxrkan tingkahlaku
satwa, pula hidup dan bentuktubuhnya.
Dernikian
pula
dalam usaha penangkaranyang
intensif untuksatiap
jenis dipisahkan perkandangannya menurut beda klas umur danbsda
jenis kelarnin.2.6. Tingkah Laku Umum Satwa
Tingkah
laku
dapatdiartikan sebagai
suatu ekspresi satwa akibat faktor- faktor yeng mempengaruhi (Suratrno, 1979). llmu tingkah laku pada sahvatelah
dimanfaatkan oleh para pembunt, kernudian oleh masyarakat untuk menjinakkansatwa-satwa tersebut (Thamaszewska et a!., 1991). Selanjutny a dinyatakannya
bahwa penguasaan tingkah laku satwa
secara
lengkap akan mernpermudah tatataksana perneliharaan dan peningkatan produksi.Manurut
(Mc.
Kinnan, 1980; Whittenef
al., 1987), pula hidup Tarsiusspectrum
selalu membentuk
suatu
unit sasial yang meliputisepasang
individudewasa bersifat managarni dan tinggal bersarna
keiurunannya
dalam satu teritarial.
Sifat seperti ini akan rnernpercepat pemusnahan spesies karena sukarnya mereka beradaptasi dengan kelornpak lain apabila te jadi penrszlkan habitatdan
hutan.' Unit sosial Tarsius spectrum padaumurnnya
adaiah mfarnbentuk pasangan sebany ak80% (monogamous) dan
hanya
sekitar 20% saja yangrnulti
male-multi female (lebih banyak jantan atau betina) dalam suatu kelampok ( Supriatna dan Wrahyono,20QQ).a. Tingkah laku rnakzan, rninurn dan kegiatan lain yang berhubungan dengan ha1
tersebut ( Ingestive )
b.
Tingkah laku pencarian tarnpat bsrteduh (shelter seeking)c. Tingkah laku penyidikan (investigatory)
d. Tingkah laku kecenderungan untuk berkelornpok dan terikat dalam tingkah, laku
yang sama pada satu waktu
tsrtentu
(allelamirnetic)e. Tingkah laku berselisih, bartangkar, menghindar agonistic ) f. Tingkah laku msmbuang
kataran,
kencing (eliminative)g. TingkaR laku memberi perhatian dari induk ke anak (epirneletic atau care giving ) h. Tingkah laku rninta perhatian dari anak ke induk (apirneletic atau care soliciting)
i. Tingkah laku seksual atau reproduksi (sexual or reproductive) j. Tingkah laku bemain (play)
Tingkah laku urnurnnya dijumpai
pada
satwa liar terutama dalamupaya
untukmemanfaatkan
surnber
claya habitatnya, mengenali tanda-tandabahaya dart
barusaha rnelepaskan diri dari serangan pemangsa. Tingkah laku ini berkembang sesuai adanya perkembangan dari proses belajar rnereka (Alikodra, 1990). Sslanjutnya dinyatakan pula bahwasahva
liar mampunyai tingkah laku clan proses fisialagis untuk menyesuaikan diridengan
lingkungannya.Untuk mernpertahankan
kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatsn yang agresif, rnelakukanpersaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan rnakanan, perlindungan,
pasangan
untuk kawin, reproduksi dan sebagainya.utarna tingkah
Iaku
adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan baik dari luar rnaupun dari dalztrn, Sebagian besar satwa msmpunyai berbagai pola tingkah lakuyang
dapat dicabakanuntuk
suatu situasi,dengan
dernikian mereka belajar rnenerapkan salah satu pola yang rnenghasilkan suatu penyesuaizan tarbaik (Alikodra, 1990). Hasil penelitianMumbunan et a/,
(1 998), Tarsiusspecfmm
padahabitat aslinya (in sifu) rnelakukan aktivitasnya rnulai sore hari sampai pagi hari,
aktivitas ini dipengaruhi oleh faktor dari dalarn seperti
rasa
takuUgelisahdan
lapar,sedangkan
faktar luar
bewpa keadaan cuaca, habitat, kernarnpuan kelampok dalarn memperbhankan wilayahnya, sedangkan menurut Songkilawrang eta!. (t998), padaurnurnnya saat bangun atau aktif maka Tarsius jantan dewasa selalu tebih dal-rulu melakukan aktivitasnya sebztgai pimpinan dari keluarga.
Cara ini
dirnaksudkanuntuk
pengintaian demi kearnanan sebelum anggota keluarganya yang lain keluar. Jika dirasanya aman Tarsius jantan dewasa akan berteriak dengan suara melengkingyang
khas untuk rnernberitahu anggotakeluarga
yang lain. Selanjutnya dikzttakannya jika dirasa tidakaman
oleh adanya predator atau pembunr di sekitar sarang, Tarsius jantan akan kernbali masuk sstrangdan
beberapa saat lagi akankeluar
untuk rnelakukan pengintaian sampaikeadaan
telah aman. Menurut Raweef
a/. (1996) bahwa ada 7 tip@ nada panggil
yang
dikeluarkan oleh Tatsius. Bsberapanada panggil tersebut rnemiliki frekuensi yang
amat tinggi
sehingga beradst di luarjangbuan
atau tangkapan pendengaran manusia. Tetapi pernah direkam dengan alat perekarn suaralalu
dianalisis ternyata Tarsius bancanus paling seringperburuannya melalui jalan yang sarna. Kedua kelompok Tacsius rnelakukan penjelajahan dengan cara melampat-lampat dengan posisi badan tegak
lurus
(Kairupan, 1994).Cara-cara
yang digunakan olah Tamiusspectrum
dalam rnenangkap mangsa adalahdengan
menggsrakkan kedua talinganya untuk mendeteksi bunyi seranggayang
sedang ferbang di dekatnyadan
rnernastikannya
dsngan penglihatan, kemudian disertai gerakan rnelornpat yang sangat cepat langsung menangkap mangsanya (Whartun, 1974). Dalarn melornpat, rnenangkap mangsa kedua kaki/tangandegan
yang lebih dulu digerakkan inigunanya
untukmemutar
badanagar
dapat mengarah ke sasarannya dan rnelornpatdengan
tanganterbuka. Tetapi
jika
rnangsanya terlalu kecil langsung dapatditangkap
dengan mulutnya, fetapi kedua tangan atau kaki depan tetapmelakukan
garakan seperti menangkap di sebelah kiri dan kanan rnulutnya (Niernitz, 1984).Di hutan
mgar
alam
Tangkoko, keluarga Tarsiussenang
merniiih ternpat istirahat pada jalinan talihutan
#tau pada rimbunan alang-alang, Di Bolaang Mangandaw keluarga Tarsius banyak rnemilih rimbunanpohon
bzlrnbu dan mehcarimakan di pohon-pohan kelapa,tetapi di pulau
Sangihe
dan sekitamya sahhra inijarang merniliki tempat tidur yang
tetap,
rnereka senang tidur dan rnsncarirnakan
dipohan sagu
dan
pohon kelapa (Whitten, 1987; Masala, 7998).Tingkah laku groming seperti merawat bulu jarang dilakukan aleh kedua pihak tetapi
sering
dilakukanoleh
individu itu sendiri. Kebiasaan rnenjilat buluNiemitz (1 984) menyatakan bahwa kontak tubuh yang intensif
antara dua
Tarsius dalam kelompok terjadi dalam tigabentuk
seperti (4) hubungananak
dan ibu, (2)hubungan
antara pasangan selarna kopulasi dan (3) perkelahian.Peritaku kopulasi
sering
diperlihatkanoleh
Tarsius jantan dan betifia tetapi kadang-kadang tidak dihkukandengan
sungguh-sungguh.
Indera
penciurn Tarsius narnpaknya sangat bunrk. Hidungnya harnpir menyentuh potonganmakanan
sebelum dapat rnengenalinya.
Tamius seperti hafnyaketa atau rnanusia yang lebih
banyak menggunakan mata dari pada hidung untuk rnengenali
dan
rnenernukan benda-benda yang dapat dimakan (Rasmini Tiana,lSSQ) dan hal ini membuktikan beberapa keunggulan Tarsius yaitu:a. Mengurangi bahaya selagi rnencari rnangsa, karena semua indra
terutama
rnatanya selama
proses
itu dapat digunakan untuk betjaga-jaga.b. Selagi makan,
kawaspadaan
tambahan
yang samaclan
tersedianya
sernua
organ
siap rnendeteksi bahaya.c. Penggunaan mata untuk mencari dan
rnengertaii
rnakanan beradi penglihatantiga dirnensi, sesuatu yang langka di antara hewan-hewan lebih rendah.
d.
Mendekatkan makanan ke rnukanyadan
bukan
rnengigitnya dengan rnulut, sehingga rnernberi kesempatan lebih baikuntuk
rnenyelidikinye sebeium ciirnakan.Tarsius
sepsrti
halnya kelelawar menangkap serangga yang sedang terbang,dan
ini membutuhkan ketangkasan maupun waktu yangcerrnat,
pengtihatan yanghewan yang berburu lewat penglihatan. Kebutuhan ini
rnenuntut
otak yang lebih besar dan lebih kompleks, Jat yang demikian dimiliki Tarsius daiarn bentuk yang menguntung kan (Rosmini Tiano, 1990).
Tingkah laku lain yangsering
ditunjukkanaleh
Tarsius adalah pmberian tanda dengan bau. Menurut Rawe et a/. (1996) bahwa ciri-ciri untukpenandaan
pada Tarsius biasanya berasal dari urine yang merniliki bau khas sehingga manusiapun akan mudah mendeteksinya. Baikjantan
rnaupun btina akan mernbrikan cin' yang berbau dengan rnenggunakan epigastricglands (kslenjar-kelenjar antara dua lipatan paha). Pada
waktu
estrus betina akan menggosok-gosokan alat genitalnya pada batang pohon.Perbedaan-perbedaan perilaku Tarsius yang dipelihara dalarn kandang seprti terlihat pada Tabel 4.
Tabef4. Bebrapa perbedaan tingkah laku anfara Tarsius
bancanus
dan Tarsiussyncfha
manfaatan lingkungan
bangun,
lambat untuk makan saat rnenjelangrnulai mencari ma
kan, gelap, lebih aktif meng-11
I
tidak mengeksplorasi diI
eksplorasilingkungannya
I
lingkungannya.Di kandang, perbeda
/
Memilih ujung vertikal/
Memilih cabang horizontal,an
posisi tidur
dan tunggul bahkan tanah.2.7. Sifat Reproduksi Tarsius
Secara
urnurn dewasa kelamin atau pubertas adalah umur atau saatorgan-
argan reproduksi rnulai berfungsi, proses perkembangbiakan mulai terjadi (Hafez,
1
980 ). Pada hewan jantan, pubertas ditandai dengankesanggugan
rnelakukankugulasi clan menghasilkan sperma, di samping perubahan-perubahan kelamin sekunder
lainnya,
sedangkan pada betina pubertas diceminkan oleh terjadinyaestrus dan ovulasi.
Dewasa kelamin Tarsius spectrum dicapai pada umur 18
bulan
sarnpai 2tahun khususnya
organ
keiarnin jantan sudahberksmbang
baik terutama scrotumdan testes, Musim kawin adalah suatu musim dalarn suatu tzahun untuk suatu jenis
Rewan
rnenarnpakkan
aktivitas perkawinan. Berdasarkan jarak antara rnusirn kawin satu dengan rnusirn kawin bcarikutnyzt atau berdasarkan jarak antara birahiyang-satu
dengan birahi barikutnya maka dapat
digolongkan
apakahhewan
bertipemonoestrus, poliestws atau poliestrus bermusirn
(Nalbandov,
1990). Tarsiustermasuk
golongan hewan poliestrus karena rnusirn kawinnya dapat: terjadi beberapawaktu
clalarn
setahun (Hill, 4955).Dalam
buku Pedaman inventarisasi Satwa DirektoratJenderal
Kehutanan (1978) disebutkan Tarsius berkernbang biak sepanjang tahun,sedangkan
Mc. Kinnan (1980) menyatakan bzphwa Tarsius yang hidupbebas
musim kawin yaitu pada awal diln akhir m u s hhujan,
sedangkan Tarsius yang berada dalam kunrngzan rnusirnkawin
dapat terjadi sepanjang tahun (Mitcheil dan Erwin, 1986).Tingkah laku kawin, saat menjelang estrus ( M a p akhir proestrus) Tarsius
betina, kadang-kadang mengejar betina. Reaksi betina rnengeluarkan suarst lengkingan sitrnbil mandorang, rnenggigit atau menghindari si jantan (Rasmini, 1990). Selanjutnya dinyatakannya bahwa pada saat estrus umumnya jantan yang di
tulak tadi akan kembali. Jantan rnernberi reaksi dengan
kicauannya
yangterbatas
pada jam-jarn sebelum kopulasi. Frekuensi seluruhnya dari panggilan kicauan jantan adatah paling tinggi , jika pasangan-pasangan betina dalarn fase proestrus. Setelah rnernanggil-rnemanggil, jantsln mendekati betina clan rnengendus-endus alat kelarnin betinakamudian
betina kencing disusul dengan yangjantan. Pala
yangbaru
dilukiskan ini diulangiselang
10-15 rnsnit, 60-90 menit setelah dimulainya percumbuan, estrus pada betina tidak lagi meningkatdan
tejadilah kopulasi.Urnurnnya kopulasi terjadi pada malam Rari dengan pasisi posteriori. Ejakulasi berlangsung selama 20-30 detik dan berakhir jika betina meloncat
pergi sambil
berkicau keras. Jantan
dan
betina akan berdiam diri 4 4 jamsetelah
kopulasi. Aspek reproduksi s a w nocturnal telah diinformasikanaleh
beberapa psnsliti yang dapat dilihat pada "Tabel 5.Menurut Hafez (19801, interval antztra timbulnya satu periode birahi ke
permulaan
periode birahi berikutnya dikenal sebagai suatu siklus birahi dan dibagidalam
dua fase yaitu fase fo/ikui~ar #tau esfrogenik yang meliputi proestrus danestrus
dan fase Iufeai atauprogesfafianai
yang terdiri dari metestrus dan diestrus.Periode
siklus birahi Tarsius adalah 23,shari
(Napierdan
Napier, 1967). Siklusbirahi Tarsius bancanus 24 hari (Hill, 1955). Lamanya fase proestrus dalam tiap siklus 4-7 hari, fase estrus 1-3 hari dan metestrus 1-2 had. Salama fase siklus
pembengkakan alat
kelarnin
bagian Iuar atau kadang-kadang kolaps/susut dengan tim bulnya fase lutaal.Tabel 5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitat aslinya (In situ)
(1
8 bln-
2 thn) jantan {i-
1.5 thn) betinaDiduga Tarsius
juga
mernproduksi feromonsebagai isyarat
bagi yang jantan,sedangkan jantan
rncarnbcari isyarat batinadengan
panggilan-panggilan percumbuanyang didengar
sebelum kawin,
pupil mata yang besar dan ekar yang dilengkungkanke
atas punggungnya. Lamanya kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dagat di madifikasialeh
faktor-faktur maternal, foetaldan
lingkungan. Periodellama kebuntingan pada Tarsius <