HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN
LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER
PADA MAHASISWA FKG USU
RAS DEUTRO MELAYU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
FAJRI AKBAR
NIM : 100600049
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ortodonti
Tahun 2014
Fajri Akbar
Hubungan sudut interinsisal dengan jaringan lunak wajah berdasarkan analisis
Steiner pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu.
ix + 32 halaman
Kelainan gigi dan jaringan lunak wajah atau dentofasial merupakan masalah
penyakit gigi yang sering terjadi. Analisis sefalometri sering digunakan oleh dokter
gigi untuk mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, perencanaan
perawatan, hasil perawatan dan stabilitas hasil perawatan. Analisis Steiner merupakan
salah satu analisis yang sering dipakai dalam ilmu kedokteran gigi. Kelompok etnik
yang berbeda cenderung memiliki bentuk tengkorak dan rahang yang berbeda. Tujuan
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal dengan jaringan lunak
wajah ras Deutro Melayu menurut analisis Steiner pada mahasiswa FKG USU.
Penelitian ini menggunakan 50 sampel sefalometri lateral mahasiswa FKG
USU ras Deutro Melayu yang masih aktif mengikuti pendidikan dengan usia minimal
sefalogram kemudian diukur nilai sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah dengan
analisis Steiner. Uji korelasi Pearson’s dilakukan untuk melihat hubungan antara
kedua variabel tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan rerata sudut interinsisal 121,44º, Ls; S line
bernilai 1,55 mm, Li; S line 0,20 mm. Hasil uji korelasi menunjukkan terdapat
hubungan antara sudut interinsisal dengan jaringan lunak wajah ketika dilakukan
analisis dengan metode Steiner pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu (p >
0,05).
HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN
LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER
PADA MAHASISWA FKG USU
RAS DEUTRO MELAYU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
FAJRI AKBAR
NIM : 100600049
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 29 Januari 2014
Pembimbing Tanda Tangan
Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort ………
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 29 Januari 2014
TIM PENGUJI
KETUA : Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort
ANGGOTA : 1. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam
karena atas berkat dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.
Ucapan teristimewa penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta
Darmawan dan Salidar atas doa, nasihat dan dukungan yang terus menerus sehingga
skripsi ini dapat selesai. Juga pada abang dan kakak penulis yaitu Mahendra, dr dan
Ira Setianari, drg atas doa dan motivasi yang diberikan. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan, serta doa dari berbagai
pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati serta penghargaan yang tulus
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku penguji yang telah
banyak memberi kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
menyediakan waktu, pikiran, motivasi dan saran untuk membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
4. Mimi Marina Lubis, drg., selaku penguji yang telah banyak memberikan
masukan, kritik maupun saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) selaku koordinator skripsi
Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Widi Prasetia, drg selaku pembimbing akademis yang telah membimbing
7. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara terutama staf dan pegawai di Departemen Ortodonsia FKG USU atas bantuan
yang diberikan kepada penulis
8. Saudara-saudaraku keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas dukungan,
bantuan dan semangat yang diberi.
9. Teman-teman terbaik yaitu Khairullah, Muslim Ridho, Adli Auzan dan
Denny Andrian yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis. Teman-teman
seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia FKG USU khususnya Dea Philia
Swastika yang telah saling membantu dan memberikan semangat. Serta teman-teman,
junior dan senior yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Penulis juga mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengetahuan ilmu, masyarakat,
dan Fakultas Kedokteran Gigi Khususnya Departemen Ortodonti.
Medan, 25 Januari 2014
Penulis,
(Fajri Akbar)
DAFTAR ISI
1.4 Hipotesa Penelitian………. 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri…………... 6
2.1.1 Fungsi Radiografi Sefalometri... 6
2.1.2 Titik-Titik Sefalometri pada Jaringan Lunak... 7
2.1.3 Titik-Titik Sefalometri pada Skeletal……… 8
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian………... 19
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………... 19
3.3 Populasi dan Sampel..………... 19
3.3.1 Populasi……… 19
3.3.2 Sampel……….. 19
3.3.3 Kriteria Inklusi ... 20
3.3.4 Kriteria Eksklusi ... 21
3.4 Variabel dan Definisi Operasional…... 21
3.4.1 Variabel Penelitian……… 21
3.4.2 Definisi Operasional………. 21
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ………... 3.5.1 Alat ... 22
3.5.2 Bahan ... 22
3.6 Metode Pengumpulan Data………... 23
3.7 Pengolahan Data ... 24
3.8 Analisis Data ... 24
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 25
BAB 5 PEMBAHASAN... 28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 31
6.2 Saran... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Titik-titik yang digunakanpadaprofil jaringan lunak ... 8
2. Titik-titik skeletal dalam Sefalometri………... 9
3 Penentuan Sudut Skeletal... 10
4. Sudut SNA……….. ... 11
5. Sudut SNB ………... 12
6. Sudut ANB ………... 13
7. Perpotongan sumbu insisivus maksila dengan garis NA………... 14
8. Perpotongan sumbu insisivus maksila dengan garis NB………... 15
9. Sudut Interinsisal………... 16
10. Garis S ………... 17
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rerata nilai sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah
Pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu... 25
2. Perbedaan nilai rerata sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu pada laki-
laki dan perempuan... 26
3. Hubungan antara sudut interinsisal dengan jaringan lunak
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Kerangka Teori
2. Kerangka Konsep
3. Kuisioner Penelitian
4. Inform Consent
5. Ethical Clearence
6. Hasil Pengukuran Penelitian
7. Hasil Perhitungan SPSS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ortodonti adalah cabang ilmu yang membahas pertumbuhan dan
perkembangan tulang kraniofasial, perkembangan oklusi dan perawatan
kelainan-kelainan kraniofasial.1 Menurut Proffit, perawatan ortodonti modern mempunyai tujuan untuk tercapainya keseimbangan antara hubungan oklusi yang fungsional,
estetika wajah yang baik, dan stabilitas hasil perawatan. Jadi ketika posisi gigi dan
rahang telah selesai dikoreksi jika hasilnya tidak menunjukkan bentuk wajah yang
harmonis maka perawatannya dianggap belum selesai.2 Pada dasarnya prinsip perawatan ortodonti untuk mencapai fungsional pengunyahan, keseimbangan
struktural dan keselarasan estetik wajah yang optimal oleh Riedel disebut sebagai tiga
serangkai yaitu “Utility”, “Stability”dan “Beauty”.3 Menurut Ricket dkk untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan diagnosis serta rencana perawatan yang tepat,
dan salah satu alat bantu untuk menegakkan diagnosis adalah gambaran sefalometri.3 Sefalometri merupakan sarana yang sangat berguna memberikan informasi
keadaan skeletal maupun dental. Sefalometri ini diperkenalkan tahun 1930 oleh
Broadbent di Amerika Serikat dan Hoftrath di Jerman. Penelitian dengan
menggunakan sefalometri sudah digunakan secara luas, baik pada pasien perorangan
atau kelompok, untuk membedakan anatomi normal dan tidak normal, untuk
membandingkan sampel yang dirawat maupun yang tidak dirawat dan untuk
mengetahui pola perubahan sesuai dengan waktu.4
Kelainan gigi dan jaringan lunak wajah atau dentofasial kini menempati
peringkat ketiga dalam masalah-masalah penyakit gigi yang paling sering terjadi
setelah karies gigi dan penyakit jaringan penyangga gigi. Oleh karna itu masalah ini
serta ketebalan bibir atas dan bibir bawah, sangat berperan untuk keserasian wajah.6 Terlebih lagi bila dikaitkan dengan panjang rahang dan posisi gigi-geligi depan, baik
pada rahang atas maupun bawah. Oleh karena itu, bila akan menarik atau mendorong
rahang atas dan bawah, jaringan lunak wajah juga harus dipertimbangkan.7
Yuniar Zen dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
posisi gigi insisivus bawah terhadap konveksitas profil dan posisi bibir.1Sedangkan menurut Susilowati dalam penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara besarnya sudut interinsisal dengan derajat
konveksitas profil jaringan lunak wajah.8
Menurut Graber dan Vanarsdall posisi gigi insisivus merupakan salah satu
karakteristik maloklusi yang tepat digunakan sebagai dasar pertimbangan perawatan
dan kemungkinan-kemungkinan perawatan yang dapat dilakukan. Mereka
menjelaskan bahwa besarnya perubahan posisi gigi insisivus bawah dan gigi insisivus
atas yang direncanakan akan mempengaruhi jenis perawatan dan mekanoterapinya.1 Pada penelitian lain, Ricketts juga menambahkan bahwa ada hubungan antara gigi
insisivus bawah terhadap bidang A-Pog dengan konveksitas, karena inklinasi gigi
insisivus bawah terhadap A-Pog merupakan kompensasi gigi insisivus terhadap
konfeksitas wajah.6
Analisis sefalometrimeliputi analisis gigi-geligi, skeletal dan jaringan lunak.
Analisis sefalometri sering digunakanoleh dokter gigi khususnya ortodonti untuk
mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, perencanaan perawatan,
hasil perawatan dan stabilitas hasil perawatan.9Pada analisis Steiner, pengukuran konveksitas jaringan lunak wajah menggunakan garis S yang ditarik melewati titik
subnasal (Sn) dan titik pogonion (Pog). Untuk konveksitas ideal, bibir atas dan bibir
bawah menyentuh garis S. Namun untuk melihat sudut konveksitas skeletal, Steiner
menggunakan kombinasi titik sella (S), nasion (N), sub spina (A) dan supra mental
(B). Menurut Riedel, sudut yang dibentuk oleh garis SNA menunjukkan kedudukan
lengkung basal rahang atas terhadap basis tengkorak bagian depan. Sudut yang
dibentuk garis SNB menunjukkan kedudukan lengkung basal rahang bawah terdapat
hubungan lengkung basal rahang atas dengan rahang bawah terhadap basis tengkorak
bagian depan.10
Studi analisis JCO tahun 2002 melaporkan prosedur diagnosis dan perawatan
ortodonti yang digunakan oleh para dokter gigi di Amerika Serikat pada tahun 1986,
1990, dan 1996. Hasil studi tersebut menunjukan bahwa 45% dari dokter gigi tersebut
memilih menggunakan analisis Steiner dibandingkan dengan analisis sefalometri
lainnya. Sementara itu, para dokter gigi di Belanda sebesar 58% menggunakan
analisis Steiner, 22% menggunakan analisis Down dan sisanya menggunakan analisis
sefalometri lainnya.9,10 Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai analisa profil jaringan lunak dan skeletal menurut analisis Steiner di Indonesia
Beberapa penelitiansebelumnya yang telah dilakukan tentang gigi-geligi,
skeletal dan jaringan lunak di Indonesia antara lain, Koesoemahardja yang melakukan
penelitian pertumbuhan jaringan lunak dikaitkan dengan pertumbuhan jaringan keras
dan pertumbuhan umum.5 Koesoemahardja dan Roeslan mengenai pola pertumbuhan jaringan lunak kemancungan hidung, ketebalan bibir atas, dan ketebalan bibir bawah
dikaitkan dengan pertumbuhan umum.7 Yuniar mengenai pola hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus, dan posisi bibir dalam analisis Ricketts.2 Rostina mengenai analisa konveksitas jaringan lunak menurut metode Holdaway pada
mahasiswa USU ras Deutro-Melayu.3 Susilowati mengenai hubungan antara sudut interinsisal dengan derajat konveksitas profil jaringan lunak wajah pada suku Bugis
dan Makassar.8
Pertumbuhan tulang mandibula ke anterior yang diikuti oleh pertumbuhan
jaringan lunak yang menutupinya, berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun
pertama kehidupan. Pertumbuhan maksila jauh lebih lambat daripada mandibula,
sehingga kecembungan wajah semakin lama semakin berkurang atau profil semakin
lurus. Kenyataannya pertumbuhan jaringan lunak tidak sepenuhnya tergantung dari
pertumbuhan jaringan keras, sehingga perlu diteliti apakah ada hubungan besar sudut
interinsisal dengan konveksitas jaringan lunak wajah.11Pada saat ini belum diketahui hubungan sudut interinsisal dibandingkan dengan jaringan lunak wajah pada ras
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa FKG USU karena pertumbuhan wajah telah
selesai saat usia tersebut. Nilai konveksitas jaringan lunak dan sudut interinsisal ini
menggunakan analisis Steiner karena analisis ini umum dipakai dibidang kedokteran
gigi.
1.2Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan nilai sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak
wajah menurut analisis Steiner pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk melihat rerata nilai sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah
mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu.
1.3.2 Untuk mengetahui perbedaan nilai rerata sudut interinsisal dan
jaringan lunak mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu pada laki-laki dan
perempuan.
1.3.3 Untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan
lunak wajah menurut analisis Steiner pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.
1.4Hipotesa Penelitian
Ada hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah
menurut analisis Steiner pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.
1.5Manfaat Penelitian
1.5.1 Sebagai informasi mengenai hubungan sudut interinsisal dan jaringan
lunak wajah analisa Steiner untuk rencana perawatan ortodonti.
1.5.2 Sebagai sumbangan ilmiah untuk bidang ilmu ortodonti.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radiografi Sefalometri
Sefalometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran
kuantitatifbagian-bagian tertentu kepala untukmendapatkan informasi tentang
polakraniofasial.Sefalometri lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh
kembang kompleks kraniofasial kemudian berkembang sebagai sarana yang sangat
berguna untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya membantu menentukan
diagnosis, merencanakan perawatan, menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti.
Untuk mendapatkan sefalogram yang terstandar diperlukan prosedur pembuatan
sefalogram yang sama. Umumnya diperlukan suatu pembuatan sefalogram
(sefalometer) yang terdiri dari sumber sinar, sefalostat untuk fiksasi kepala pada letak
yang ditentukan dan film yang diletakkan pada kaset untuk menangkap bayangan
kepala.12,13
2.1.1 Fungsi Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometri mempunyai beberapa kegunaan yakni:3,12 a. Mempelajari pertumbuhan dari kraniofasial.
b. Untuk melakukan diagnosa/analisa kelainan kraniofasial.
c. Untuk mempelajari tipe wajah.
d. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah.
e. Untuk evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat (progress reports).
f. Pembuatan rencana perawatan.
g. Perkiraan arah pertumbuhan.
h. Sebagai alat bantu dalam riset yang melibatkan regio kranio-dento-fasial.
Metode konvensional untuk menganalisis sebuah sefalogram tidak langsung
Mula-mula ditentukan kontur skeletal dan jaringan lunak wajah kemudian ditentukan
titik-titik (anatomical landmark) yang diperlukan untuk garis analisis. Apabila dua titik-titik
dihubungkan menghasilkan garis, dua garis yang berpotongan menghasilkan sudut.8,9 Besar sudut dipelajari untuk menentukan apakah struktur anatomi tertentu, misalnya
gigi dan rahang terletak normal atau tidak normal.Pengukuran dilakukan pada hasil
penapakan tersebut dan kemudian dilakukan analisis sehinggamenghasilkan
ukuran-ukuran kraniofasial berupaukuran-ukuran linear atau angular.10
2.1.2 Titik-Titik Sefalometri Pada Jaringan Lunak
Gambaran kranium jaringan keras dan lunak arah lateral dapat dilihat dengan
bantuan alat radiografi sefalometri lateral. Penggunaan titik-titik jaringan lunak pada
sefalometri (Gambar 1) sebagai berikut:3,12,13
a. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
b. Pronasale ( P / Pr ) : titik paling anterior dari hidung.
c. Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas.
d. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
e. Sulcus Labial Superior (Sls) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.
f. Stomion superior ( Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas.
g. Stomion inferior ( Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah.
h. Labrale inferior (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
i. Inferior Labial Sulcus (Ils): titik paling cekung di antara Li dan Pogonion.
j. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu.
Gambar 1. Titik-titik yang digunakan pada profil jaringan lunak.3
2.1.3 Titik-Titik Sefalometri Pada Skeletal
Penggunaan titik-titik skeletal pada sefalometri (Gambar 2) sebagai
berikut:14,15
a. Sella (S) : Terletak di tengah dari outline fossa pituitary (sella
turcica)
b. Nasion (N) : Terletak di bagian paling inferior dan paling anterior dari
tulang frontal, berdekatan dengan sutura frontonasalis.
c. Orbitale (Or) : Terletak pada titik paling inferior dari outline tulang
orbital. Sering pada gambaran radiografi terlihat outline
orbitale dibuat di pertengahan dari titik orbitale kanan
dan kiri.
d. Titik A (A) : Terletak pada bagian paling posterior dari bagian depan
tulang maksila. Biasanya dekat dengan apeks akar gigi
insisif sentral atas.
e. Titik B (B) : Terletak pada titik paling posterior dari batas anterior
mandibula, biasanya dekat dengan apeks akar gigi insisif
sentral bawah.
f. Pogonion (Pog) : Terletak pada bagian paling anterior dari dagu.
g. Gnathion (Gn) : Terletak pada outline dagu di pertengahan antara titik
pogonion dan menton.
h. Menton (Me) : Terletak bagian paling inferior dari dagu.
i. Articulare (Ar) : Terletak pada pertemuan batas inferior dari basis kranii
dan permukaan posterior dari kondilus mandibula.
j. Gonion (Go) : Terletak pada pertengahan dari sudut mandibula.
k. Porion (Po) : Terletak pada bagian paling superior dari ear rod (pada
batas superior dari meatus auditory external).
2.1.4 Sudut-Sudut yang Menjelaskan Hubungan Skeletal dan Gigi
Garis yang saling bersinggungan akan membentuk sudut, sudut yang yang
menjelaskan hubungan skeletal dengan gigi yaitu (Gambar 3):15,18
a. SNA : Hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal maksila terhadap garis yang melalui basis kranii anterior.
b. SNB : Hubungan posisi anteroposterior dari basis apikal mandibula terhadap garis yang melalui basis kranii anterior.
c. ANB : Hubungan posisi anteroposterior dari maksila terhadap posisi anteroposterior dari mandibula. Maloklusi kelas II yang parah sering dihubungkan dengan nilai ANB yang besar.
Gambar 3. Penentuan sudut skeletal.10
2.2 Analisis Steiner
Steiner dalam penilaian sefalometri lateral membagi 3 bagian kepala secara
terpisah, yaitu skeletal, gigi dan jaringan lunak. Analisis skeletal berkaitan dengan
maksila dan mandibula, analisis gigi melibatkan kaitan gigi insisivus rahang atas dan
rahang bawah, sedangkan analisis jaringan lunak untuk menilai keseimbangan dan
2.2.1 Analisis Skeletal
Para antopologi menggunakan garis horizontal Frankfort untuk
menghubungkan strukstur kraniofasial ketika mempelajari skeletal wajah. Namun
pada sefalometri lateral, titik porion dan orbital tidak mudah untuk di identifikasi.
Oleh karena itu Steiner menggunakan dasar tengkorak anterior (Sella ke Nasion)
sebagai garis referensi, dimana nantinya akan dikaitkan dengan titik A atau titik B.
Keuntungan dengan menggunakan garis ini adalah garis ini hanya bergerak dalam
jumlah minimal setiap kali kepala ini menyimpang dari posisi profil yang benar.10,11
Gambar 5. Analisis skeletal Sudut SNB (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif.10
Titik A dan titik B dianggap sebagai batas anterior dan basis apikal rahang
atas dan rahang bawah. Besar konveksitas wajah diketahui dengan mengukur besar
sudut SNA dan SNB (Gambar 4 dan Gambar 5). Nilai rata-rata untuk SNA adalah
82˚± 2˚, apabila lebih besar dari 84˚ disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila
nilai SNA lebih kecil dari 80˚ disebut profil wajah cekung (retrusif). Begitu pula
untuk penilaian SNB, nilai rata-rata untuk penilaian SNB adalah 80˚± 2˚, apabila
lebih besar daripada 82˚ disebut profil wajah cembung (protrusif) dan bila nilai SNA
lebih kecil dari 78˚ disebut profil wajah cekung (retrusif). Steiner tidak hanya
memperharikan nilai SNA dan SNB, karena nilai tersebut hanya menunjukkan apakah
wajah mengalami protrusif dan retrusif, tetapi Steiner juga memperhatikan perbedaan
sudut antara SNA dan SNB atau sudut ANB (Gambar 6). Sudut ANB memberikan
gambaran umum tentang perbedaan anteroposterior dari rahang ke apikal basis
maka disebut kelas II skeletal dan apabila lebih kecil dari 2˚ disebut kelas III
skeletal.10,17
Gambar 6. Pengukuran Sudut ANB (a) SNA (b) SNB (c) ANB.10
2.1.2 Analisis Gigi
Inklinasi gigi insisivus dalam perawatan ortodonti, yaitu pada penentuan
diagnosis dan evaluasi hasil perawatan, merupakan salah satu faktor yang selalu
dipertimbangkan dalam menetapkan estetika wajah pasien. Inklinasi gigi insisivus
sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada
Gambar 7. Perpotongan sumbu insisivus maksila dengan garis NA.10
Untuk posisi gigi insisivus maksila menurut analisis Steiner, garis NA
dihubungkan sedemikian rupa dengan gigi insisivus rahang atas, lalu kecendrungan
aksial gigi dihitung. Maka nilai ideal untuk titik mahkota insisivus paling anterior
didepan garis NA adalah 4 mm dengan kecendrungan aksial gigi ideal adalah 22˚.
Untuk gigi insisivus bawah, nilai ideal untuk titik mahkota insisivus bawah anterior
didepan garis NB adalah 4 mm dengan kecendrungan aksial gigi ideal adalah 25˚.
Daerah dagu juga dievaluasi, karena dagu berkontribusi dengan garis wajah. Idealnya
Gambar 8. Perpotongan sumbu insisivus mandibula dengan garis NB.10
Perpotongan sumbu insisivus atas dan bawah membentuk sudut interinsisal,
besar rata-rata untuk sudut interinsisal adalah 130˚ (Gambar 9), Sudut yang lebih
besar menggambarkan letak insisivus yang lebih tegak (retrusif) dan sudut yang lebih
kecil berarti insisivus lebih maju (protrusif).11 Sudut interinsisal berkaitan dengan kontak insisivus yang dihubungkan dengan kedalaman overbite. Inklinasi gigi
insisivus atas yang retrusif menyebabkan sudut interinsisal menjadi lebih besar.
Besarnya sudut interinsisal akan mempengaruhi kontak antara gigi insisivus atas dan
Gambar 9. Sudut Interinsisal
2.2.3 Analisis Jaringan Lunak
Analisisjaringan lunakpada dasarnyaadalah catatangrafis daripengamatan
visual yangdilakukandalam pemeriksaanklinis pasien. Analisisjaringan
lunakmencakuppenilaian terhadapadaptasijaringan lunakdan profiltulangdengan
mempertimbangkanukuran, bentuk, danposturbibirseperti terlihat
padasefalometrilateral.3 Steiner, Ricketts, Holdaway, danMerrifieldmengembangkan kriteriadan garisreferensiuntuk keseimbanganprofil wajah.3,10meskipun tidak adakonsepyang seragamtentang apa yang merupakanprofil ideal, garis Steiner (S-line)
adalahacuanuntuk menentukankeseimbanganwajah pada jaringan lunaksecara luas
dan bibir bawah harus menyentuhgaris yangmembentang darikonturjaringan
lunakdaguke tengah batas bawahhidung.10
Gambar 10. Garis S (a) Ideal (b) Protrusif (c) Retrusif.10
Bibiryang terletak di luargaris inicenderungmenonjoldalam halgigi dan
rahang, rahang dan gigi inibiasanya membutuhkanperawatan ortodontiuntuk
mengurangi kecembungan tersebut. Jikaposisi bibirdi belakang garisini, profil
pasienumumnya ditafsirkansebagaiprofil cekung. Koreksiortodontibiasanya
diperlukan untukmemajukangigidalamlengkung gigisehingga menyentuhS-line.7
2.3 Suku Deutro-Melayu
Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloidatau suku
Melayu. Deutro-Melayu atau Melayu Muda adalah istilah yang pernah digunakan
untuk
"gelombang pertama" dari
Indonesia melalui jalan barat, yaitu melalui daerah Semenanjung Malaya, terus ke
Sumatera dan selanjutnya tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Populasi ini
dikatakan datang pada
kebudayaan bangsa Proto-Mela
Deutro-Melayu adalah
Betawi,
Melayu yaitu suku Batak di Sumatera Utara, Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode cross sectional
untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal dengan jaringan lunak wajah
berdasarkan analisis Steiner pada Mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian adalah di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Alumni No. 2 Kampus Universitas
Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian ini adalah pada bulan Juli 2013-
Desember 2013.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa FKG USU dengan ras
Deutro-Melayu.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini merupakan data sekunder dari penelitian “Nilai
Sefalometri Pada Mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu” oleh Febryana
Rajagukguk.
Jumlah sampel yang dibutuhkan ditentukan dengan rumus yaitu:
Keterangan:
n : besar sampel
Zα : deviat baku alpha dimana α = 0,05→Zα = 1,96
� : standar deviasi nilai sefalometri = 2,88 (diambil dari hasil penelitian nilai sefalometri normal ras deutro melayu oleh Susanti Munandar pada tahun 1992)
e : presisi (tingkat ketepatan), bisa ditetapkan = 1,00
sehingga
� ≥ �1,96.2,881,00 � 2
n ≥ 31,86 → maka sampel minimal yang dibutuhkan adalah 32 orang.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive
samplingyaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Mahasiswa ras Deutro-Melayu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara (2 keturunan diatas).
- Usia diatas 18 tahun (fase pertumbuhan sudah berhenti).
- Gigi permanen lengkap kecuali molar tiga.
- Tidak ada karies/tambalan interproksimal maupun protesa.
- Belum pernah dirawat ortodonti.
- Crowded atau diastema ringan (0-2 mm).
- Hubungan molar pertama permanen Klas I Angle dengan overjet dan overbite
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Adanya fraktur atau atrisi pada gigi insisivus.
- Adanya kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia) dan bentuk gigi
(peg shaped).
- Agenesis dan mesiodens.
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
- Variabel bebas untuk analisis gigi menurut Steiner adalah sudut interinsisal.
- Variabel bebas untuk analisisjaringan lunak wajah menurut Steiner adalah
Garis S.
- Variabel terikat untuk analisis Steiner yaitu pembagian kelainan kenveksitas
normal, protrusif, dan retrusif.
- Variabel terikat untuk analisis Steiner yaitu pembagian kelainan jaringan
lunak normal, protrusif, dan retrusif.
- Variabel terkendali.
a. Keterampilan operator dalam melakukan tracing dan pengukuran sudut.
b. Alat foto sefalometri lateral.
c. Teknik pengambilan rontgen.
d. Jenis kelamin
3.4.2 Definisi Operasional
- Sudut interinsisal adalah sudut yang dibentuk oleh gigi insisivus atas dan gigi
insisivus bawah.
- Garis S adalah Garis lurus yang menghubungkan titik tengah antara subnasion
- Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara adalah
seluruh mahasiswa yang terdaftar dan masih aktif mengikuti pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
- Ras Deutro-Melayu adalah penduduk Indonesia keturunan Aceh, Lampung,
Jawa, Sunda, Bali, Manado, Minahasa, Melayu, Minangkabau, Betawi,
Madura, dan Bugis asli dua keturunan.
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat
a. Pensil 4H merk Faber-Castell
b. Penghapus merk Faber-Castell
c. Penggaris
d. Busur
e. Tracing Box
3.5.2 Bahan
a. Sefalogram lateral mahasiswa FKG USU
b. Kertas asetat
(d) (e)
Gambar 11. Alat dan bahan yang digunakan (a) penghapus, (b) pensil, (c) penggaris, busur, jangka, (d) Sefalogram, (e) kertas asetat.
3.6 Metode Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran pada setiap
sefalogram lateral dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data sekunder dengan penambahan data primer sefalogram
lateral yang telah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi di bagian klinik
spesialis departemen ortodonti RSGMP FKG USU.
2. Sefalogram di tracing menggunakan kertas asetat dengan memakai
tracing box.
3. Tracing titik-titik yang akan digunakan pada analisis Steiner.
4. Pada pengukuran koveksitas dental, ukur sudut interinsisal.
5. Hasil pengukuran dimasukkan ke dalam konveksitas normal, protrusif,
dan retrusif.
6. Pada pengukuran jaringan lunak wajah, lihat posisi bibir atas dan bibir
bawah terhadap garis S.
7. Hasil pengukuran dimasukkan ke dalam konveksitas normal, protrusif,
dan retrusif.
8. Hasil pengukuran diuji intra-operator setelah 7 hari pengukuran untuk
9. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian diolah datanya dan
kemudian dianalisis.
3.7 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul lalu diperiksa dan diolah dengan sistem
komputerisasi.
3.8 Analisis Data
a. Dihitung rerata dan standar deviasi sudut interinsisal dan profil
jaringanlunak wajah.
b. Dianalisis hubungan antara sudut interinsisal dan profil jaringan lunak
wajah. Jika data dari kedua kelompok terdistribusi normal, analisis yang digunakan
adalah korelasi Pearson’s, tetapi jika distribusi salah satu kelompok atau kedua
kelompok tidak terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan 50 sampel sefalometri lateral mahasiswa FKG
USU ras Deutro Melayu yang masih aktif mengikuti pendidikan dengan usia minimal
18 tahun yang terdiri dari 23 orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Dalam
penelitian ini menggunaan 50 data primer dengan melakukan tracing pada
sefalometri lateral berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah memperoleh
persetujuan medik (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik penelitian
(ethical clearance). Data hasil yang diperoleh menggunakan program SPSS versi
17.0 (software pengolahan data statistik). Berdasarkan pengukuran yang dilakukan
terhadap sampel, dapat dilihat gambaran rerata sudut interinsisal dan profil jaringan
lunak wajah pada mahasiswa FKG USU.
Tabel 1. Rerata nilai sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu
Pengukuran N Rerata Standart Deviasi
Sudut Interinsisal 50 121,44º 7,335º Ls ; S line 50 1,55 mm 2,756 mm Li ; S line 50 0,20 mm 2,968 mm
Tabel 1 menunjukkan nilai rerata sudut interinsisal dengan profil jaringan
lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Nilai rerata sudut
interinsisal adalah 121,44º ; nilai rerata jarak titik Ls terhadap garis Steiner adalah
1,55 mm; nilai rerata jarak titik Li terhadap garis Steiner adalah 0,2 mm.
Hasil uji normalitas menunjukkan nilai sudut interinsisal dan profil jaringan
lunak wajah memiliki distribusi data yang normal (p > 0,005) sehingga dapat
dilanjutkan dengan t independent. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.
interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutro
Melayu pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki nilai rerata sudut
interinsisal 122,17º; nilai rerata jarak titik Ls terhadap garis Steiner adalah 0,72 mm ;
nilai rerata jarak titik Li terhadap garis Steiner adalah 2,22 mm.Pada perempuan nilai
rerata sudut interinsisal 120,81º ; nilai rerata jarak titik Ls terhadap garis Steiner
adalah -0,24 mm; nilai rerata jarak titik Li terhadap garis Steiner adalah 0,98 mm.
Tabel 2. Perbedaan nilai rerata sudut interinsisal dan jaringan lunak mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu pada laki-laki dan perempuan
Jenis
*Tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05)
Tabel 2 menunjukkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan tidak begitu
memiliki perbedaan bermakna. Rerata sudut interinsisal antara laki-laki dan
perempuan hanya berbeda 1,36º, rerata jarak titik Ls terhadap S line antara laki-laki
dan perempuan berbeda 0,96 mm, rerata jarak titil Li terhadap S line antara laki-laki
dan perempuang berbeda 1,24 mm. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji T
diperoleh tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) pada pengukuran sudut
interinsisal, jarak Ls dan Li terhadap S linepada jenis kelamin laki-laki dan
perempuan pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.
Hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah
diperoleh dengan menggunakan uji hipotesis korelasi Pearson’s. Hal ini disebabkan
Tabel 3. Hubungan antara sudut interinsisal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu
Sudut Interinsisal
P R (Pearson's)
Ls : S line 0,005 -0,39
Li : S Line 0,001 -0,472
**. Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0.01 ( r ) = 0,21 – 0,40 → lemah
( r ) = 0,41 – 0,60 → sedang ( r ) = 0,61 – 0,80 → cukup kuat
Hasil uji korelasi pearson’s antara sudut interinsisal dengan profil jaringan
lunak wajah ( Ls : Sline ) diketahui sebesar -0,39. Hal ini menunjukkan bahwa
kekuatan korelasinya lemah dengan nilai signifikan (p) yang bermakna yaitu sebesar
0,005.
Hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah ( Li : S
line ) juga memiliki nilai signifikan yang bermakna yaitu sebesar 0,001 dengan
nilaikekuatan korelasi uji Pearson’s sebesar -0,472. Hal ini menunjukkan
bahwahubungan kedua variabel tersebut sedang.
Pada tabel 2 terlihat bahwa hubungan korelasi dalam arah negatif. Hal
inimenunjukkan bahwa semakin besarnya sudut interinsisal, maka semakin kecil
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara
sudutinterinsisal dengan profil jaringan lunak wajah sehingga diketahui korelasi
antarkedua variabel tersebut. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi
dan penelitian pendahuluan untuk penelitian-penelitian lainnya. Sampel pada
penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.
Pengukuran sudut interinsisal pada penelitian ini dengan cara menarik garis
melewati sumbu aksis akar gigi dan titik paling anterior dari gigi insisivus pada
rahang atas, hal yang sama dilakukan juga pada rahang bawah. Perpotongan kedua
garis tersebut akan menunjukkan suatu sudut yang disebut sebagai sudut
interinsisal.10
Pengukuran profil jaringan lunak wajah pada penelitian ini menggunakan
metode Steiner. Penentuan profil jaringan lunak wajah, Steiner menggunakan titik
referensi yaitu garis yang ditarik dari titik tengah antara pronasal (P) dengan subnasal
(Sn) kepogonion kulit (Pog’) garis ini disebut dengan garis Steiner (S line). Garis
inidapat dipergunakan untuk menjelaskan estetik wajah dan posisi bibir.
Evaluasipengukuran ini bersifat subjektif, karena tergantung pada nilai estetik antara
klinisidengan pasien. Pengaruhnya tidak hanya oleh gerakan gigi insisivus pertama
rahang atas dan bawah tetapi juga olehpertumbuhan hidung dan dagu.7
Data diolah menggunakan program komputerisasi. Pertama sekali digunakan
analisis statistik deskriptif untuk mengetahui rerata sudut interinsisal dan jaringan
lunak wajah (Ls terhadap S line dan Li terhadap S line). Setelah itu dilakukan uji
analitik untuk melihat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Namun sebelum
melakukan uji analitik, harus dilakukan uji normalitas data dengan uji
Kolmogorov-Smirnov terlebih dahulu untuk mengetahui normalitas data yang didapat. Data yang
didapat dalam penelitian ini terdistribusi normal (p > 0,05) sehingga dilanjutkan
interinsisal dan jaringan lunak wajah pada laki-laki dan perempuan. Kemudian
dilakukan uji korelasi pearson’s untuk mengetahui hubungan antara kedua variable
tersebut.
Tabel 1 menunjukkan rerata nilai sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah.
Hasil penelitian ini menunjukkan rerata nilai sudut interinsisal adalah 121,44º, tidak
berbeda jauh dengan rerata sudut interinsisal populasi Surabaya yang nilainya 118º.12 namun berbeda cukup signifikan bila dibandingkan rerata sudut interinsisal suku
Bugis dan Makassar yang nilainya 136,36º untuk laki-laki dan 136,03º untuk
perempuan.8 Hal ini dikarenakan ras mempengaruhi makanan dan pola hidup suatu populasi.5 Sudut yang lebih besar menggambarkan letak insisivus yang lebih tegak dan sudut yang lebih kecil berarti gigi insisivus lebih protrusif. Tabel 1 juga
menunjukkan nilai rerata jarak Ls terhadap S line adalah 0,2 mm. dan nilai rerata
jarak Li terhadap garis S line adalah 1,55 mm. Nilai ini memiliki tanda positif yang
berarti posisi bibir dianterior garis, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profil
jaringan lunak mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu cenderung protrusif bila
dihitung menggunakan metode Steiner.
Perbedaan jenis kelamin juga tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan
nilai sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah. Hal ini dibuktikan dengan uji t
independentyang dilakukan menghasilkan nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada
perbedaan yang bermakna antara sudut interinsisal dan profil jaringan lunak wajah
mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal
ini juga memperkuat penelitian sebelumnya oleh Febryana Rajagukguk tentang “Nilai
Sefalometri Pada Mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu” yang menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna nilai sefalometri antara laki-laki dan perempuan.
Tabel 3 menunjukkan adanya korelasi antara sudut interinsisal dengan profil
jaringan lunak wajah.mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Korelasi Sudut
interinsisal dengan bibir atas (Ls) lebih lemah dibandingkan korelasi sudut
interinsisal dengan bibir bawah (Li). Korelasi yang didapat dalam arah negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut interinsisal, maka semakin kecil jarak
Hasil ini didukung oleh penelitian Yuniar Zen pada tahun 2005 tentang “Pola
Hubungan Antara Konveksitas, Posisi Gigi Insisivus, dan Posisi Bibir dalam Analisis
Ricketts” yang menyatakan bahwa terdapat pola hubungan antara konveksitas, posisi
gigi insisivus bawah terhadap bidang profil, dan posisi bibir.2 Sedangkan menurut Susilowati dalam penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna
secara statistik antara besarnya sudut interinsisal dengan derajat konveksitas profil
jaringan lunak wajah.8
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
Susilowati,kemungkinandisebabkan karena titik-titik referensi yang digunakan untuk
mengukur profil jaringanlunak wajah berbeda. Pada penelitian Susilowati pengukuran
profil jaringan lunakwajah yang dipakai adalah metode Subtelny, titik referensi yang
digunakan yaituN’-Sn-Pog’. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode Steiner,
dimana titik referensi yang digunakan adalah titik tengah antara pronasal (P) dengan
subnasal (Sn) dihubungkan dengan titik pogonion kulit (Pog’). Selain itu susilowati
menggunakan suku yang lebih spesifik yaitu suku Bugis dan Makassar sedangkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Rerata sudut interinsisal pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu
adalah 121,44º ; nilai rerata jarak Ls terhadap S line adalah 0,2 mm; nilai rerata jarak
Li terhadap S line adalah 1,55 mm.
6.1.2 Tidak terdapat perbedaan bermakna antara sudut interinsisal dengan
profil jaringan lunak wajah pada laki-laki dan perempuan mahasiswa FKG USU ras
Deutro Melayu.
6.1.3 Terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringanlunak
wajah (Ls : Sline) sebesar -0,390. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasi
lemah dengan nilai signifikan (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,005. Terdapat
korelasiantara sudut interinsisal dengan profil lunak wajah (Li : Sline) sebesar -0,472.
Halini menunjukkan bahwa korelasi sedang dengan nilai signifikan (p) yang
bermaknasebesar 0,001.
6.1.4 Korelasi antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak
wajahdalamarah negatif. Artinya semakin besarnya sudut interinsisal, maka
semakinkecil jarakbibir atas (Ls) dan bibir bawah (Li) terhadap S line.
6.2 Saran
6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan analisis lain dansuku yang
lebih spesifik.
6.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besaruntuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.
6.2.3 Agar penelitian ini dijadikan sebagai masukan bagi perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
1. Mokhtar M. Dasar-dasar Ortodonti. Bina Insani Pustaka. 2005; 1-3.
2. Zen Y. Pola Hubungan Antara Konfeksitas, Posisi Gigi Insisivus, dan Posisi
Bibir dalam Analisis Ricketts. 2005; Vol. 63:160-7.
3. Rostina T. Analisa jaringan Lunak Menurut Metode Holdaway Pada
Mahasiswa FKG USU Suku Deutro-Melayu. Tesis: Medan: USU, 2009: 2-18.
4. Rakosi T. Cephalometric Radiography. Wolfe Medical Publications Ltd.2001:
70-89.
5. Koesoemahardja HD. Pola Pertumbuhan Jaringan Lunak Kraniofasial Serta
Kaitannya dengan Pola Pertumbuhan Jaringan Keras Kraniofasial dan
Pertumbuhan Umum. Ortodonti Indonesia 1993; Vol. 4: 1,7-8.
6. Jacobson A. Ricketts Analysis. Quintessence. 2006: 87-95, 248-253.
7. Koesoemahardja, Roeslan. Pola Pertumbuhan Jaringan Lunak Kemancungan
Hidung, Ketebalan Bibir Atas, dan Ketebalan Bibir Bawah Serta Kaitannya
dengan Pertumbuhan Umum. Jakarta: Universitas Trisakti, 1-14.
8. Susilowati. Hubungan Antara Sudut Interinsisal dengan Derajat Konveksitas
Profil Jaringan Lunak Wajah Pada Suku Bugis dan Makassar. Makassar:
Unhas, 2009: 125-8.
9. Ludwig M. A Cephalometric Analysis Of The Relationship Between Facial
Pattern, Interincical Angulation and Anterior Overbite Changes. Echino,
California: Vol. 37, 2004: 195-203.
10.Proffit WR. Contemporary Orthodontics. Ed 4. 2007: 207-18.
11.Susilowati. Hubungan Antara Derajat Konveksitas Profil Jaringan Keras dan
Jaringan Lunak Wajah Pada Suku Bugis dan Makassar. Makassar: Unhas,
2009: 125-130.
12.Rahardjo P. Ortodonti Dasar. Airlangga University Press. Surabaya, 2009:
164-75.
14.Pambudi R. Diagnosis Ortodontik. Unair, Surabaya; 2008. 71-7.
15.Gill DS. Cephalometric Analysis in Orthodontic at a Glance. Blackwell
Munksgaard; 2008. 44-46.
16.Ruf S, Pancherz H. Dentoskeletal Effects and Facial Profile Change in Young
Adults Treated With the Herbst Appliance. 1999; 239-46.
17.Staley RN. Cephalometric Analysis in Text Book Of Orthodontics. Sauders
Company; 2001. 113-31.
18.Soehardono D. Korelasi Biometrik Antara Jaringan Keras dan Lunak Profil
Muka Orang Indonesia. Unair. 1983; 44-8.
19.Ricketts RM. Cephalometric Analisys And Synthetis. California. 1961:
141-55.
Lampiran 3
No.
KUESIONER PENELITIAN
DEPARTEMEN ORTODONTI
FKG USU
Nama :
NIM :
Umur :
No. Handphone :
Suku : - Ayah Kakek :
Nenek :
- Ibu Kakek :
Nenek :
Pekerjaan Orang tua : - Ayah :
- Ibu :
Perawatan Ortodonti : Sudah Sedang Belum
Pemeriksaan Intraoral (diisi oleh operator):
Gigi geligi sampai M2 : Lengkap Tidak Lengkap
Oklusi M1 : Klas I Klas II Klas III
Karies Aproksimal : Ada Tidak ada
Tambalan Aproksimal : Ada Tidak ada
Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk turut serta secara sadar dan tanpa paksaan dalam
penelitian mengenai HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU dan tidak menyatakan keberatan maupun tuntutan dikemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan
apapun dari pihak manapun juga.
Medan,
Pembuat Pernyataan
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Kepada Yth:
Saudara/Saudari
...
Bersama ini saya, Fajri Akbar (umur 21 thn), yang sedang menjalani program
pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara,
memohon kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya
yang berjudul :
HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK
WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER PADA MAHASISWA FKG USU
RAS DEUTRO MELAYU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal(sudut
gigi seri rahang atas dan rahang bawah) dengan tingkat kecembungan jaringan
lunak(wajah) menurut analisis Steiner pada mahasiswa FKG USU yang memiliki
keturunan Aceh, Lampung, Jawa, Sunda, Bali, Manado, Minahasa, Melayu,
Minangkabau, Betawi, Madura, dan Bugis asli dua keturunan diatas. Fungsi dari
penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai hubungan sudut gigi
seri rahang atas dan rahang bawah dengan tingkat kecembungan wajah sesuai analisis
Steiner untuk rencana perawatan ortodonti dan sebagai sumbangan ilmiah untuk
bidang ilmu ortodonti dan sebagai penelitian pendahuluan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dimana akan dilakukan survey pada subjek
penelitian. Pada penelitian tersebut, saudara/i sebagai subjek penelitian akan di
rontgen sefalometri (tengkorak), dan hasil rontgen akan di gambar di atas kotak
berisi lampuuntuk mendapatkan titik-titik yang digunakan dalam menghitung bersar
sudut gigi seri rahang atas dan rahang bawah serta kecembungan jaringan lunak
wajah. Lalu hasilnya akan dihubungkan dengan rumus korelasi pearson’s. dan dilihat
Keuntungan menjadi subjek dalam penelitian ini, saudara/i dapat mengetahui
gambaran sefalometri (tengkorak). Sedangkan kerugiannya adalah saudara/i akan
terpapar radiasi dalam dosis yang aman.
Jika Saudara/i sudah mengerti isi dari lembar penjelasan ini dan bersedia
untuk menjadi subjek penelitian, maka mohon kiranya Saudara/i untuk mengisi dan
menandatangani surat pernyataan persetujuan sebagai subjek penelitian yang
terlampir pada lembar berikutnya. Perlu Saudara/i ketahui, bahwa surat kesediaan
tersebut tidak mengikat dan Saudara/i dapat mengundurkan diri dari penelitian ini bila
Saudara/i merasa keberatan.
Demikian lembar penjelasan ini saya perbuat, semoga keterangan ini dapat
dimengerti dan atas kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya
ucapkan terima kasih.
Medan, ...2013
Lampiran 6
HASIL PENGUKURAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN JARINGAN LUNAK WAJAH PADA MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU
42 Perempuan 113 1 1
43 Perempuan 118 1 5
44 Perempuan 130 -4 0
45 Laki-laki 125 0 2
46 Laki-laki 136 -10 -5
47 Laki-laki 120 1 2
48 Laki-laki 120 2 3
49 Laki-laki 117 -1 2
Lampiran 7
HASIL PERHITUNGAN SPSS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sudut interinsisal LS LI
N 50 50 50
Normal Parametersa,,b Mean 121.44 .20 1.55
Std. Deviation 7.335 2.968 2.756
Most Extreme Differences Absolute .098 .153 .125
Positive .098 .093 .093
Negative -.078 -.153 -.125
Kolmogorov-Smirnov Z .692 1.083 .883
Asymp. Sig. (2-tailed) .725 .192 .417
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Data terdistribusi normal karena p diatas 0,05
Frequency Table
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-laki 23 46.0 46.0 46.0
Perempuan 27 54.0 54.0 100.0
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
CORRELATIONS /VARIABLES=SUDUT LS /PRINT=TWOTAIL NOSIG /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING=PAIRWISE.
Correlations
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Sudut interinsisal 121.44 7.335 50
LS .20 2.968 50
Correlations
Sudut interinsisal LS
Sudut interinsisal Pearson Correlation 1 -.390**
Sig. (2-tailed) .005
N 50 50
LS Pearson Correlation -.390** 1
Sig. (2-tailed) .005
Correlations
Sudut interinsisal LS
Sudut interinsisal Pearson Correlation 1 -.390**
Sig. (2-tailed) .005
N 50 50
LS Pearson Correlation -.390** 1
Sig. (2-tailed) .005
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
CORRELATIONS /VARIABLES=SUDUT LI /PRINT=TWOTAIL NOSIG /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING=PAIRWISE.
Correlations
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Sudut interinsisal 121.44 7.335 50
LI 1.55 2.756 50
Correlations
Sudut interinsisal LI
Sudut interinsisal Pearson Correlation 1 -.472**
Sig. (2-tailed) .001
N 50 50
LI Pearson Correlation -.472** 1
Sig. (2-tailed) .001
Correlations
Sudut interinsisal LI
Sudut interinsisal Pearson Correlation 1 -.472**
Sig. (2-tailed) .001
N 50 50
LI Pearson Correlation -.472** 1
Sig. (2-tailed) .001
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
GET FILE='C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\FAJRI FKG.sav'. T-TEST GROUPS=SEX(1 2) /MISSING=ANALYSIS
T-Test
[DataSet1] C:\Documents and Settings\Admin\My Documents\FAJRI FKG.sav
Group Statistics
Jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Sudut interinsisal Laki-laki 23 122.17 8.424 1.757
Perempuan 27 120.81 6.361 1.224
LS Laki-laki 23 .72 3.557 .742
Perempuan 27 -.24 2.334 .449
LI Laki-laki 23 2.22 2.795 .583
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Difference Lower Upper
Sudut
LS Equal variances
assumed
.819 .370 1.141 48 .259 .958 .839 -.730 2.646
Equal variances
not assumed
1.105 36.899 .276 .958 .867 -.799 2.715
LI Equal variances
assumed
.014 .905 1.606 48 .115 1.236 .770 -.312 2.783
Equal variances
not assumed
JADWAL PENELITIAN
Kegiatan
Juli Agustus September Oktober November Desember
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Pembuatan Proposal
Seminar Proposal
Penelitian
Seminar Hasil
Penyusunan Skripsi