JADWAL KEGIATAN
Kegiatan Juli Agustus September Oktober November
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Pembuatan
Proposal
Seminar
proposal
Penelitian
Seminar hasil
Penyusunan
skripsi
Seminar
LAMPIRAN 2
HASIL UJI INTRAOPERATOR
No Pengukuran I (X°) Pengukuran II (X°) Selisih (X°)
1 83,5 83 0,5
2 79,5 79,5 0
3 71 71 0
4 73,5 74 -0,5
5 58 58 0
6 73,5 73 0,5
7 77,5 77,5 0
8 77 77 0
9 75,5 75,5 0
10 76,5 76 0,5
LAMPIRAN 3
HASIL PENGUKURAN RERATA SUDUT Z PADA OKLUSI NORMAL
MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU
Rerata dan Standar Deviasi pada Seluruh Sampel
22 66
Rerata dan Standar Deviasi pada Sampel Perempuan
7 83,5
Rerata dan Standar Deviasi pada Sampel Laki-laki
8 84
9 77
10 67
11 63
12 63
13 61
14 70
15 66
16 71
17 83
18 62
Mean 72,0682
HASIL PERHITUNGAN STATISTIK DESKRIPTIF RERATA
SUDUT Z PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA
FKG USU RAS DEUTRO MELAYU
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sudut Z 40 58.00 87.50 73.8750 7.38740
LAMPIRAN 5
HASIL UJI NORMALITAS DATA
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Sudut Z .080 40 .200* .978 40 .624
a. Lilliefors Significance Correction
HASIL UJI T INDEPENDEN
Group Statistics
JenisKelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Jenis Kelamin Perempuan 18 76.0000 6.47847 1.52699
DAFTAR PUSTAKA
1. English JD, Peltomaki T, Liyschel KP. Mosby’s orthodontic review. China:
Mosby, 2009: 15, 57-9.
2. Davies SJ, Gray RJM, James JA, et al. A clinical guide to occlusion. London:
British Dental Association, 2002: 9-10.
3. Cobourne MT, Dibiase AT. Handbook of orthodontics. China: Mosby, 2010: 1-4.
4. Houston WJB, Stephens CD, Tulley WJ. A textbook of orthodontics. Cambridge:
Wright, 1992: 42-50.
5. Profit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics. 4th ed. Canada:
Elsevier, 2007: 3-5, 201-19.
6. Qadir MYA, Dawoody ADA, Agha NF. Evaluation of Holdaway soft tissue
analysis for Iraqi adults with class I normal occlusion. Al-Rafidain Dent J 2008;
8:231-6.
7. Albarakati SF, Bindayel NA. Holdaway soft tissue cephalometric standards for
Saudi adults. King Saud University Journal of Dental Sciences 2012; 3: 27-32.
8. Sijabat N. Hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah
pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.
9. Grabber TM, Vanarsdall RL. Orthodontics current principles and techniques. 2nd
ed. Amerika: Mosby, 1994: 637-41.
10. Jacobson A. Soft tissue evaluation. In: Patricia BW, ed. Radiographic
cephalometry. Hong kong: Quintessence Publishing Co, Inc, 1995: 87-95 248-53.
11. Tayyem HMA, Alshamshi AH, Hafez S, Eldin EM. Cephalometric norms for a
mahasiswa FKG USU suku Deutro Melayu. Tesis. Medan: Bagian ilmu ortodonsia
FKG USU, 2009: 18-20.
13. Nurbayati S. Hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah
pada pasien yang dirawat di klinik spesialis ortodonti RSGMP FKG USU. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.
14. Arigato. Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut
analisis Ricketts pada mahasiswa suku Batak FKG dan FT USU. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2012.
15. Irmadamsurya. Relasi dan oklusi maksila mandibula. 30 November 2012.
16. Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. New Delhi: Arya (Medi) Publishing
House, 2006: 68-75.
17. Rahardjo P. Diagnosis ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press, 2008:
71-91.
18. Houston WJB. Ortodonti Walther. Alih bahasa. Yuwono L Jakarta: Hipokrates,
1990: 37-43.
19. Anggatama. Oklusi dan maloklusi.
20. Bishara SE. Textbook of orthodontics. Philadelphia: W.B. Saunders company,
2001: 113-23.
21. Mason RA. A guide to dental radiography. 3rd ed. London: Wright, 1988: 154-158.
22. Whaites E. Radiography and radiology for dental care professionals. 2nd ed. China:
Churchill livingstone, 2009: 141-8.
23. Gill DS. Orthodontic at a glance. Oxford: Blackwell, 2008: 33, 44-5.
24. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology principles and interpretation. 6th ed. Mosby,
2009: 191-3.
25. Syahidah MA. Cara pengukuran garis/bidang dan sudut-sudut berhubungan dengan
26. Roos B. A comparison of soft tissue prediction tracings using the Andrews and
Ricketts diagnostic techniques. Thesis. Morgantown: West Virginia University,
2003: 1, 3-11, 16, 23-7.
27. Asad S, Kazmi F, Mumtaz M, Malik A, Baig RR. Assesment of antero-posterior
position of lips; E-line – S-line. Pakistan oral & Dent J 2011; 31: 84-87.
28. Daldjoeni. Ras-ras umat manusia. Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 1991: 189-93.
29. Anonymous. Kota Meda
September 2013).
30. Rajagukguk F. Nilai sefalometri pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.
Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi universitas Sumatera Utara, 2013.
31. Wihary F. Perbedaan profil lateral wajah berdasarkan jenis kelamin pada
mahasiswa USU ras Deutro Melayu. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi universitas
Sumatera Utara, 2012.
32. Sylvia. Hubungan lebar mesiodistal gigi dengan kecembungan profil jaringan lunak
wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Gigi universitas Sumatera Utara, 2013.
33. Perabuwijaya B. Analisa konveksitas wajah jaringan lunak secara sefalometri
lateral pada mahasiswa Deutro Melayu FKG USU usia 20-25 tahun (tahun
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan tujuan untuk
mengetahui rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi normal mahasiswa
FKG USU ras Deutro Melayu.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Departemen ortodonsia FKG USU yang
bertempat di Jalan Alumni no.2 Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan Juli 2013- November 2013.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitiaan
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKG USU ras Deutro
Melayu yang berusia 18-25 tahun dan masih aktif mengikuti pendidikan. Sampel pada
penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi.
3.3.1 Kriteria Inklusi
• Mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu (dua keturunan di atas).
• Berusia 18-25 tahun.
• Belum pernah mendapat perawatan ortodonti.
• Semua gigi permanen lengkap kecuali molar tiga.
• Hubungan molar Klas I Angle dengan overjet dan overbite normal.
• Klas I skeletal.
• Crowded ringan dan diastema ≤ 2 mm.
3.3.2 Kriteria Eksklusi
• Adanya kelainan bentuk dan ukuran gigi.
• Agenese.
• Fraktur dan atrisi.
• Crowded sedang, crowded berat dan diastema > 2 mm.
• Sefalogram yang tidak memenuhi standar.
3.4 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan rumus berikut:
Keterangan:
n : besar sampel
Zα : deviasi baku alpha dimana α = 0,05 Zα = 1,96
: standar deviasi nilai sefalometri = 2,88 (diambil dari hasil penelitian nilai
sefalometri normal pada ras Deutro Melayu oleh Susanti Munandar pada tahun 1992)
: presisi (tingkat ketepatan), bisa ditetapkan = 1,00
sehingga
maka sampel minimal yang dibutuhkan adalah 32 orang.
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
• Oklusi normal.
3.5.2 Variabel Tergantung
• Nilai estetis wajah dengan sefalometri lateral berdasarkan analisis
Merrifield.
3.5.3 Variabel Terkendali
• Ras.
• Usia.
• Belum pernah mendapat perawatan ortodonti.
• Semua gigi permanen lengkap sampai molar dua.
• Tidak ada tambalan serta karies interproksimal.
• Hubungan molar Klas I Angle dengan overjet dan overbite normal.
• Klas I skeletal.
• Crowded ringan dan diastema ≤ 2 mm.
3.6 Definisi Operasional Penelitian
• Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara adalah
seluruh mahasiswa yang terdaftar dan masih aktif mengikuti pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
• Ras Deutro Melayu adalah penduduk Indonesia keturunan Aceh, Lampung,
Jawa, Sunda, Bali, Manado, Minahasa, Melayu, Minangkabau, Betawi,
• Oklusi normal adalah hubungan gigi-geligi dimana tonjol mesiobukal molar
pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar pertama
permanen mandibula dan apabila gigi-geligi dikontakkan kondilus berada
dalam fosa glenoidea.
• Nilai estetis wajah (sudut Z) adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan antara dataran horizontal Frankfurt dan garis profil wajah.
• Dataran horizontal Frankfurt (Po-Or) : dibentuk dari garis yang
menghubungkan porion dan orbitale.
• Garis profil wajah dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan
lunak dagu (Pog’) dan titik paling depan dari bibir atas dan bibir bawah.
• Porion (Po) : titik paling superior dari porus akustikus eksterna.
• Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita.
• Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.
• Labraleinferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
• Labralesuperius (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas.
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah:
a. Tracing box.
b. Pensil 4H dan penghapus.
c. Busur dan penggaris.
Bahan yang digunakan dalam penelitian:
a. Sefalogram lateral (8 x 10 inci).
b. Kertas asetat (8 x 10 inci).
Gambar 14. Alat dan bahan yang digunakan (a) pensil dan penghapus, (b) busur dan penggaris, (c) sefalogram lateral dan tracing box, (d) kertas asetat.
3.8 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur pengumpulan dan pengukuran sampel yang dilakukan, yaitu :
a. Pengumpulan sampel
Mengumpulkan sampel foto sefalogram lateral dari penelitian “Nilai Sefalometri
Pada Mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu” oleh Rajagukguk yang memenuhi
kriteria inklusi.
b. Pengukuran sampel
• Sefalogram lateral ditracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas
pencahayaan tracing box.
(a) (b)
• Penentuan titik referensi porion (Po) dan orbitale (Or) untuk penarikan dataran
horizontal Frankfurt.
• Penentuan titik referensi pogonion kulit (Pog’), labrale superius (Ls) dan labraleinferius (Li) untuk penarikan garis profil wajah.
• Hasil tracing diberikan kepada Aditya Rachmawati, drg selaku peneliti
interoperator untuk diperiksa. Hasil tracing yang telah diperiksa kemudian
dikembalikan kepada peneliti untuk dibuat garis dengan warna yang berbeda.
• Pengukuran nilai estetis wajah (sudut Z) dalam derajat (x°) yang dibentuk oleh
dataran horizontal Frankfurt dan garis profil wajah dengan bantuan busur dan
penggaris (Gambar 15).
• Sebelum melakukan pengukuran, peneliti melakukan uji intraoperator untuk
mengetahui ketelitian peneliti dalam melakukan pengukuran. Hal ini dikarenakan
setiap pengulangan pengukuran belum tentu mendapatkan hasil yang sama dengan
pengukuran pertama. Uji intraoperator dilakukan dengan mengambil 10 sampel
secara acak dari pengukuran pertama dan pengukuran kedua kemudian dicari
standar deviasi dari selisih kedua pengukuran tersebut. Jika standar deviasi yang
didapat menunjukkan angka antara 0-1 berarti ketelitian pada pengukuran tersebut
masih dapat diterima dan operator layak untuk melakukan penelitian.
• Hasil uji operator menunjukkan penyimpangan pengukuran tidak terdapat
perbedaan yang bermakna yakni 0,333, maka operator layak untuk melakukan
pengukuran tersebut.
• Dalam satu hari, pengukuran sefalometri dilakukan pada 5 (lima) sefalogram
untuk menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang didapatkan lebih
akurat.
Gambar 15. Hasil penapakan dan pengukuran sampel
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Hasil yang diperoleh diolah secara statistik dengan perangkat lunakpengolahan
data statistik.
3.9.2 Analisis Data
a. Dihitung rerata dan standar deviasi nilai estetis wajah menurut Merrifield pada seluruh sampel.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Sampel penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 22 orang perempuan dan
18 orang laki-laki. Sampel merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU ras
Deutro Melayu yang masih aktif mengikuti pendidikan dan memenuhi kriteria yang
telah ditentukan.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada sefalogram lateral, maka
diperoleh hasil rerata dan standar deviasi nilai estetis wajah menurut Merrifield pada
tabel 1.
Tabel 1. RERATA SUDUT Z PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU
Dari tabel 1 dapat dilihat rerata sudut Z yaitu 73,88° ± 7,39° dengan batas bawah
adalah 58° dan batas atas 87,5°.
Hasil uji normalitas menunjukkan nilai estetis wajah menurut Merrifield
memiliki distribusi data yang normal (p > 0,05) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
t-independen. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.
Perbedaan rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield berdasarkan jenis
Tabel 2. RERATA SUDUT Z PADA OKLUSI NORMAL MAHASISWA FKG USU RAS DEUTRO MELAYU BERDASARKAN JENIS KELAMIN DENGAN UJI t-INDEPEDEN
Pengukuran Rerata (x°) Standar deviasi (x°) Uji t*
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
Sudut Z 76,0 72,07 6,45 7,72 0,29
*perbedaan bermakna (p < 0,05)
Dari tabel 2 dapat dilihat rerata sudut Z pada perempuan yaitu 76° ± 6,45° dan
laki-laki yaitu 72,07° ± 7,72°. Hasil pengukuran rerata dan standar deviasi sudut Z pada
tabel 2 dengan uji t-independen diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
BAB 5
PEMBAHASAN
Karakteristik skeletal dan fasial memegang peranan penting dalam rencana
perawatan ortodonti. Dalam menganalisis karakteristik skeletal dan fasial, diperlukan
radiografi sefalometri. Jenis radiografi sefalometri yang sering digunakan dalam
kedokteran gigi adalah radiografi sefalometri lateral.5,14,23,24 Radiografi sefalometri
lateral memegang peranan penting sebagai penunjang diagnosis dan rencana perawatan.
Keberhasilan perawatan ortodonti sering dikaitkan dengan perkembangan wajah pasien
yang dipengaruhi oleh profil jaringan lunak wajah yang dapat dianalisis melalui
radiografi sefalometri lateral.5,6,22,24 Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis estetis
wajah menurut Merrifield (sudut Z).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata sudut Z pada oklusi normal
mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Dengan mengetahui hal tersebut, maka hasil
penelitian ini dapat dijadikan penunjang dalam penegakan diagnosis dan rencana
perawatan pada ras Deutro Melayu yang memegang peranan penting dalam
keberhasilan perawatan ortodonti. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat perbedaan
rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield antara perempuan dan laki-laki ras Deutro
Melayu. Mayoritas subjek penelitian ini bersuku Aceh, Minangkabau, Jawa dan
Melayu.
Data diolah secara statistik dengan perangkat lunak pengolahan data statistik.
Data yang ditelah diperoleh dari hasil pengukuran pada tracing paper diolah dengan
menggunakan analisis statitik deskriptif untuk mengetahui rerata nilai estetis wajah
menurut Merrifield. Setelah itu dilakukan uji analitik untuk melihat perbedaan antara
perempuan dan laki-laki ras Deutro Melayu. Namun sebelum dilakukan uji analitik,
harus dilakukan uji normalitas data dengan uji Kolmogorov-Smirnov terlebih dahulu
yaitu uji t-independen.
Tabel 1 menunjukkan rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield (sudut Z)
pada ras Deutro Melayu yang bernilai 73,88° ± 7,39° dengan batas bawah adalah 58°
dan batas atas 87,5°. Nilai ini sesuai dengan penelitian Tayyem, dkk. yang mendapatkan
rerata sudut Z pada populasi di Arab sebesar 75,97°.11 Rerata pada penelitian ini lebih
rendah dibandingkan rerata yang ditetapkan Merrifield pada ras Kaukasoid, yaitu 80° ±
9°.9,10,14 Hal ini disebabkan oleh profil jaringan lunak wajah pada ras Kaukasoid yang
cenderung lebih lurus (straight) daripada ras Deutro Melayu, sehingga didapatkan sudut
yang lebih kecil pada ras Deutro Melayu.30,31
Tabel 2 menunjukkan rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield antara
laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna antara laki-laki dan perempuan (p > 0,05), dimana sudut Z pada laki-laki
adalah 72,07° dan pada perempuan adalah 76,0°. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian Erbay, dkk. yang dikutip oleh Tayyem, dkk. yang menyatakan bahwa tidak
ada perbedaan yang signifikan antara sudut Z pada laki-laki dan perempuan (p > 0,05)
dimana rerata sudut Z untuk laki-laki adalah 74,15° dan perempuan adalah 78,09°.
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Tayyem, dkk. di Arab yang
menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai sudut Z antara laki-laki dan
perempuan (p < 0,05) , dimana sudut Z pada laki-laki adalah 74,08° sedangkan pada
perempuan adalah 78°.11 Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Qadir, dkk. yang
menyatakan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara sudut H pada laki-laki dan
perempuan (p > 0,05) dimana sudut H pada laki-laki adalah 12,96° dan perempuan
adalah 13,31°.6 Penelitian Albarakati juga menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna antara sudut H dan konveksitas wajah (dalam millimeter) pada laki-laki dan
perempuan, dimana kedua parameter ini bernilai p > 0,05 dengan besar sudut H pada
laki-laki adalah 15,03° sedangkan pada perempuan adalah 15,28°, serta besar
konveksitas wajah pada laki-laki adalah 2,05 mm sedangkan pada perempuan adalah
Melalui hasil yang telah dipaparkan sebelumnya, besar sudut Z pada oklusi
normal ras Kaukasoid pada penelitian Merrifield lebih besar daripada rerata sudut Z ras
Deutro Melayu. Hal ini didukung oleh penelitian Erbay, dkk. serta Tayyem, dkk.
dimana kedua penelitian ini mendapatkan rerata nilai normal yang lebih rendah daripada
nilai normal yang telah ditetapkan oleh Merrifield.11 Maka dapat disimpulkan bahwa
profil wajah ras Deutro Melayu cenderung lebih cembung dibandingkan dengan ras
Kaukasoid. Hal ini menggambarkan posisi bibir atas dan bibir bawah pada ras Deutro
Melayu lebih lebih protrusif terhadap garis estetis dibandingkan dengan posisi bibir atas
dan bibir bawah ras Kaukasoid.31
Rerata sudut Z pada laki-laki sedikit lebih kecil daripada perempuan, yang
berarti profil jaringan lunak wajah pada laki-laki ras Deutro Melayu sedikit lebih
cembung daripada profil jaringan lunak perempuan. Namun demikian, nilai ini tidak
berbeda signifikan. Perbedaan yang tidak bermakna antara laki-laki dan perempuan
disebabkan oleh tidak semua parameter sefalometri dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Pengukuran kecembungan profil lateral wajah pada penelitian Wihary didapatkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.Hal ini
didukung oleh penelitian Sylvia mengenai pengukuran kecembungan profil jaringan
lunak wajah yang didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan.31-34
Nilai normal untuk ras Kaukasoid masih sering digunakan dalam perawatan
ortodonti saat ini, namun nilai normal pada ras Kaukasoid sering tidak sesuai untuk
ras-ras lainnya. Perbedaan nilai normal pada tiap populasi/ras-ras juga telah menjadi perhatian
peneliti-peneliti saat ini. Nilai normal dari suatu populasi dapat tidak sesuai dengan
populasi lainnya dikarenakan setiap ras memiliki karakteristik dentofasial yang
berbeda-beda. Ketidaksesuaian nilai normal tiap ras juga dapat mempengaruhi diagnosis dan
rencana perawatan ortodonti, oleh karena itu ortondontis harus mengetahui nilai normal
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Rerata sudut Z mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu adalah 73,88° ±
7,39°.
6.1.2 Rerata sudut Z pada perempuan adalah 76° ± 6,48° sedangkan pada
laki-laki adalah 72,07° ± 7,72°.
6.1.3 Dari hasil uji t-independen yang dilakukan, didapatkan bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan.
6.2 Saran
6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak agar didapatkan validitas yang lebih tinggi.
6.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap ras-ras lain yang belum
pernah dilakukan.
6.2.3 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis profil jaringan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Oklusi
Oklusi merupakan hubungan statis antara gigi atas dan gigi bawah selama
interkuspasi dimana pertemuan tonjol gigi atas dan bawah terjadi secara maksimal.
Dikenal dua macam oklusi, yaitu oklusi ideal dan oklusi normal. Oklusi ideal adalah
keadaan beroklusinya semua gigi dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan
didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan. Oklusi normal adalah suatu
hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang sama dan rahang yang
berlawanan dan apabila gigi dikontakkan kondilus berada dalam fosa glenoidea.
Perubahan terhadap oklusi normal seperti yang terjadi pada kondisi kehilangan gigi,
destruksi substansi gigi, migrasi gigi akan menyebabkan maloklusi. Istilah maloklusi,
yaitu yang menyangkut hal-hal diluar oklusi normal. Pada oklusi normal masih
memungkinkan adanya beberapa variasi dari oklusi ideal yang secara fungsi maupun
estetik masih dapat diterima.1-3,15
Pengelompokan oklusi menurut Angle ditinjau dari hubungan molar pertama
permanen dan susunan gigi terhadap garis oklusi, Angle mengklasifikasikan empat
kelompok sebagai berikut (Gambar 1):5,16-19
• Oklusi normal yaitu hubungan gigi-geligi dimana tonjol mesiobukal molar
pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar pertama permanen
mandibula dan gigi tersusun dalam garis oklusi.
• Maloklusi Klas I yaitu relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada pada
bukal groove molar pertama permanen mandibula. Terdapat relasi lengkung
rotasi dan protrusi.
• Maloklusi Klas II yaitu relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada lebih mesial dari
bukal groove gigi molar pertama permanen mandibula.
• Maloklusi Klas III yaitu relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal cusp molar pertama permanen maksila berada lebih distal dari bukal
groove gigi molar pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite
(gigitan silang anterior).
Gambar 1. Klasifikasi oklusi menurut Angle5
2.2Sefalometri
Radiografi sefalometri diperkenalkan oleh Hofrath dan Broadbent serta telah
digunakan dalam bidang ortodonti sejak tahun 1934. Radiografi sefalometri berperan
penting sebagai sarana penunjang dalam bidang ortodonti digunakan dalam: 14,17,20-22
1. Diagnosis awal yaitu untuk mengkonfirmasi kelainan skeletal dan/atau jaringan
lunak.
2. Penyusunan rencana perawatan.
3. Penilaian hasil perawatan.
Alat radiografi sefalometri terdiri dari sebuah mesin yang memproduksi sinar-x
yang ditempatkan pada jarak tertentu dari sebuah alat yang memegang film sinar-x dan
tempat untuk memposisikan kepala pasien (Gambar 2). Radiografi sefalometri dibagi
menjadi dua berdasarkan penentuan skeletal wajah, yaitu sefalometri frontal dan lateral.
14,22,23
Gambar 2. Alat radiografi sefalometri22,23
2.2.1 Sefalometri Frontal
Sefalometri frontal disebut juga gambaran posteroanterior (PA). Gambaran
sefalometri frontal memungkinkan untuk menganalisis asimetri wajah dan untuk
perbandingan sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan pada kasus bedah
orthognatik yang melibatkan mandibula (Gambar 3).22,23
\
Sefalometri lateral merupakan analisis yang paling sering digunakan dalam
kedokteran gigi. Melalui sefalometri lateral, titik-titik anatomis skeletal, jaringan lunak
dan dental dapat menggambarkan garis, dataran dan sudut yang dapat digunakan untuk
melakukan pengukuran dan mengklasifikasikan ciri morfologi kraniofasial pasien
(Gambar 4).14,23,24
Gambar 4. Sefalogram lateral8
2.3Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Wajah dengan
Sefalogram Lateral
Analisis jaringan keras dan jaringan lunak wajah dapat dilakukan pada
sefalogram lateral. Titik-titik anatomis yang digunakan dalam analisis jaringan keras
(Gambar 5):17,20,22
a. Sella (S) : titik di tengah-tengah fossa pituitary (sella turcica).
b. Nasion (N) : titik perpotongan sutura frontonasalis.
c. Orbitale (Or) : titik paling rendah pada tepi bawah tulang orbita.
d. Sub-spina (A) : titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion.
e. Supra-mental (B) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion.
h. Menton (Me) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu.
i. Articulare (Ar) : titik perpotongan antara tepi bawah dari basis kranium dan
permukaan posterior kondilus mandibula.
j. Gonion (Go) : titik bagi yang dibentuk oleh garis dari sudut yang dibentuk oleh
dataran mandibula dan ramus mandibula.
k. Porion (Po) : titik paling superior dari porus akusticus eksterna.
l. Pterygomaxillary Fissure (PTM) : bayangan radiolusen yang menyerupai tetes
air mata, bagian anterior dari bayangan tersebut adalah permukaan posterior dari
tuber maksilaris.
m. Spina Nasalis Posterior (PNS) : titik paling posterior dari palatum durum.
Gambar 5. Titik-titik anatomis jaringan keras14
Titik-titik anatomis yang digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 6):14,20
a. Glabella (G’) : titik paling anterior dari dahi pada daratan midsagital.
b. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung.
c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.
f. Superior labial sulcus (SLS) : titik tercekung di antara Sn dan Ls.
g. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermilion bibir atas.
h. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermilion bibir bawah.
i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah.
j. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung di antara Li dan Pog’.
k. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu.
l. Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.
Gambar 6. Titik-titik anatomis jaringan lunak8
Dataran dalam analisis sefalometri terdiri dari tiga titik anatomis, tetapi beberapa di
antaranya terdiri dari dua titik. Dataran sefalometri yang sering digunakan antara lain
(Gambar 7):20,22
b. Dataran sella-nasion (S-N) : dibentuk dari garis yang melewati sella dan nasion.
c. Dataran fasial (N-Pog) : dibentuk dari garis yang melewati nasion dan pogonion.
d. Dataran mandibular (Go-Me) : dibentuk dari titik menton dan sebuah titik yang
tegak lurus dengan bagian posterior bawah mandibula.
e. Dataran ramus : tegak lurus dengan permukaan inferior, posterior ramus dan
melewati articulare.
Gambar 7. Dataran dalam analisis sefalometri20
2.3.1 Analisis Jaringan Keras
Analisis jaringan keras yang ideal telah ditetapkan oleh ahli-ahli ortodonti,
beberapa diantaranya yaitu analisis yang dikemukakan oleh Downs, Ricketts, dan
Holdaway.5,16 Melalui analisis jaringan keras, dapat diketahui tipe muka / fasial jaringan keras, hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium.25
2.3.1.1Analisis Downs
Downs menyatakan bahwa bentuk wajah yang ideal tercipta dari oklusi yang
nasion-A, sudut ini bernilai positif yaitu maksila berada di anterior mandibula. Dan
sebaliknya, sudut ini bernilai negatif yaitu bila mandibula berada di anterior maksila.
Nilai interval dari sudut N-A-Pog ini adalah -8,5° sampai +10°, dengan nilai ideal 0°
jika kedua garis berimpit (Gambar 8).8,16
Gambar 8. Analisis jaringan keras menurut Downs8
2.3.1.2Analisis Ricketts
Analisis Ricketts mempergunakan garis estetis (garis E) yang dibentuk dari jarak
titik A terhadap dataran fasial (N-Pog) dalam milimeter. Nilai interval jarak titk A
terhadap dataran fasial (N-Pog) adalah 2 ± 2 mm. Jika nilainya positif dan lebih besar
dari 2 mm, maka diperoleh profil cembung dan jika bernilai negatif, maka diperoleh
Gambar 9. Analisis jaringan keras menurut Ricketts8
2.3.1.3Analisis Holdaway
Konveksitas skeletal menurut Holdaway diperoleh dari titik A ke garis
nasion-pogonion skeletal (N-Pog). Analisis ini sangat berguna dalam penentuan konveksitas
wajah skeletal dalam hubungannya dengan konveksitas jaringan lunak (sudut H).
Konveksitas skeletal wajah ideal jika jarak antara titik A ke garis N-Pog -2 mm sampai
+2 mm.8,10
2.3.2 Analisis Jaringan Lunak
Analisis jaringan lunak yang ideal telah ditetapkan oleh ahli-ahli ortodonti,
meliputi Steiner, Ricketts, Holdaway, Merrifield, dan lain-lain yang memberikan norma
untuk nilai ideal yang sangat bermanfaat dalam perawatan ortodonsia. Untuk analisis
profil jaringan lunak Steiner mempergunakan garis S, Ricketts garis estetis (garis E),
Garis S merupakan garis yang ditarik dari titik Pog’ ke pertengahan kurva S
(Pronasale (Pr) ke titik subnasale (Sn)). Menurut Steiner, idealnya titik Ls dan Li
menyinggung garis S. Jika bibir berada di belakang garis S, maka dinyatakan profil
wajah datar. Sedangkan jika berada di anterior garis S, profil wajahnya cembung
(Gambar 10).10,13,14,27
Gambar 10. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (garis S)27
2.3.2.2Analisis Ricketts
Garis estetis (garis E) diperoleh dari garis yang ditarik dari titik dagu kulit
(Pog’) ke puncak hidung (Pr). Pada keadaan normal, titik Ls terletak 2-4 mm di
belakang garis E dan titik Li 1-2 mm di belakang garis E. Apabila letak titik Ls lebih
dari 4 mm di belakang garis E, maka profil wajah tampak cekung sebaliknya jika titik
Ls terletak di depan garis E maka profil wajah tampak cembung. Namun demikian,
menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung pada umur dan jenis
Gambar 11. Analisis jaringan lunak wajah menurut Ricketts (garis E)27
2.3.2.3 Analisis Holdaway
Untuk analisis profil jaringan lunak, Holdaway mempergunakan garis H (garis
harmoni). Garis H ini diperoleh dari menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke
Labrale superior (Ls). Analisis profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda
dengan Ricketts yang mana Holdaway tidak menggunakan puncak hidung sebagai titik
penentuan analisisnya. Holdaway melakukan 11 analisis pengukuran untuk memperoleh
profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari jarak puncak hidung
(Pr), kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak bibir
bawah ke garis H, tebal bibir atas, kurvatura bibir atas, besar sudut fasial, tebal dagu,
strain bibir atas, besar sudut H dan kecembungan skeletal.4,10,12
Gambar 12. Analisis jaringan lunak menurut Holdaway10
2.3.2.3Analisis Merrifield
Analisis estetis wajah menurut Merrifield menggunakan sudut Z yang dibentuk
oleh perpotongan antara dataran horizontal Frankfurt dan garis profil wajah. Garis profil
wajah dibentuk oleh garis yang ditarik dari tangensial jaringan lunak dagu (Pog’) dan
titik paling depan dari bibir atas atau bibir bawah. Umumnya, bibir atas akan
bersinggungan dengan garis profil ini, dimana posisi bibir atas dan bibir bawah
seharusnya sejajar atau bibir bawah berada di belakang garis profil ini (Gambar 13).
Gambar 13. Analisis jaringan lunak wajah menurut Merrifield10
2.4Ras Deutro Melayu
Sebagian besar penduduk Indonesia termasuk ras Paleomongoloid atau ras Melayu.
Pada tahun 2000 s.m., ras Proto Melayu atau Melayu tua yang pertama datang ke
Indonesia kemudian pada tahun 1500 s.m. ras Deutro Melayu atau Melayu muda datang
ke Indonesia. Kedatangan ras Deutro Melayu yang telah mempunyai peralatan lebih
maju menyebabkan ras Proto Melayu terdesak ke pedalaman. Kelompok Deutro Melayu
terdiri dari suku Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Melayu, Minang Kabau, Betawi, Sunda,
Jawa, Madura, Bali, Makasar, Bugis dan Manado. Kelompok Proto Melayu yaitu suku
Batak di Sumatra Utara, Dayak di Kalimantan Barat dan Toraja di Sulawesi Barat pada
awalnya yang menempati pesisir pantai.12,28 Berdasarkan data demografi di kota Medan,
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oklusi normal adalah hubungan gigi-geligi dimana tonjol mesiobukal molar
pertama permanen maksila berada pada groove bukal molar pertama permanen
mandibula dan apabila gigi-geligi dikontakkan kondilus berada dalam fosa glenoidea.
Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi di dalam lengkung teratur dengan baik.
Perubahan terhadap oklusi normal seperti yang terjadi pada kondisi kehilangan gigi, dan
migrasi gigi akan menyebabkan maloklusi.1-5
Oklusi normal merupakan tujuan dari perawatan ortodonti secara umum yang
dapat dinilai dari model studi dan radiografi sefalometri. Keharmonisan dan
keseimbangan wajah juga dapat terjadi jika oklusi normal telah terjadi yang dapat
dianalisis dengan radiografi sefalometri. Radiografi sefalometri diperkenalkan oleh
Hofrath di Jerman dan Broadbent di Amerika dan telah digunakan dalam bidang
ortodonti sejak tahun 1934. Radiografi sefalometri banyak digunakan dalam penelitian
maupun sebagai penunjang diagnosis dan rencana perawatan untuk mempelajari
maloklusi atau disproporsi skeletal serta mengevaluasi keberhasilan perawatan. Melalui
sefalometri, dapat dianalisis jaringan lunak maupun keras yang tidak dapat dianalisis
dari gambaran klinis maupun model studi. Keberhasilan suatu perawatan ortodonti
sering dikaitkan dengan perubahan wajah pasien, termasuk profil jaringan lunak.
Diagnosis dan rencana perawatan yang hanya didasarkan pada analisis skeletal dan
dental akan menjadi kurang akurat karena adanya variasi jaringan lunak yang menutupi
wajah setiap individu.5-7
Radiografi sefalometri dibagi menjadi dua berdasarkan penentuan skeletal wajah
yaitu radiografi sefalometri frontal dan radiografi sefalometri lateral. Radiografi
jaringan lunak dan jaringan keras wajah juga dapat dilakukan melalui sefalogram
lateral.5
Jaringan lunak wajah berperan penting dalam penilaian estetika wajah. Analisis
profil jaringan lunak dapat dilakukan dengan beberapa metode, di antaranya yaitu
menurut Steiner, Ricketts, Holdaway, Merrifield dan lain-lain. Oklusi dan estetis wajah
merupakan dua hal yang saling berhubungan dan kedua hal tersebut harus dicapai
bersamaan sebagai tujuan akhir dari perawatan ortodonti. Analisis profil jaringan lunak
dengan sefalometri lateral menurut analisis Merrifield yaitu menggunakan sudut Z yaitu
sudut yang dibentuk oleh garis yang ditarik dari persinggungan jaringan lunak dagu
(Pog’) dan titik paling depan dari bibir atas dan bibir bawah dengan dataran horizontal
Frankfurt dengan nilai normal 80° ± 9°.8-10
Penelitian Tayyem, dkk. pada sekelompok penduduk di Arab dengan
menggunakan analisis Merrifield menunjukkan bahwa sudut Z sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan nilai normal menurut Merrifield dan sudut Z pada laki-laki lebih
kecil daripada perempuan, dimana sudut Z pada laki-laki adalah 74,08° ± 8,99° dan
pada perempuan adalah 78° ± 7,89°.11 Penelitian Rostina di Medan menunjukkan
bahwa rerata nilai konveksitas jaringan lunak menurut Holdaway (sudut H) pada ras
Deutro Melayu berbeda signifikan dengan yang telah ditetapkan Holdaway pada ras
Kaukasoid, yaitu 7° - 15°, dimana sudut H pada ras Deutro Melayu adalah 16,55°,
sedangkan penelitian Sijabat di Medan menunjukkan bahwa sudut H pada ras Batak
adalah 18,09°.8,12 Penelitian dengan analisis menurut Ricketts oleh Nurbayati di Medan
menunjukkan bahwa nilai Ls : E line adalah (-0,5667 ± 4,02092) mm dan Li : E line
adalah (1,1500 ± 3,89551) mm, sedangkan penelitian Arigato di Medan menunjukkan
bahwa Ls : E line adalah (0,93 ± 2,664) mm dan Li : E line adalah (0,60 ± 3,622)
mm.13,14
Penelitian ini menggunakan analisis menurut Merrifield karena Merrifield
menggunakan bibir dan pogonion kulit sebagai panduan garis profil wajah, dimana
posisi bibir sangat erat kaitannya dengan inklinasi gigi dan posisi jaringan keras di
bawahnya. Pada saat ini belum diketahui rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield
memiliki oklusi normal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi normal
mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.
2. Berapakah rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi normal
mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu pada laki-laki dan perempuan.
3. Apakah ada perbedaan rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield pada
oklusi normal mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu antara laki-laki dan perempuan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi
normal mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.
2. Untuk mengetahui rerata nilai estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi
normal mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu pada laki-laki dan perempuan.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan rerata nilai estetis wajah menurut
Merrifield pada oklusi normal mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu antara laki-laki
dan perempuan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk mendapat rerata nilai normal estetis wajah menurut Merrifield pada ras
Deutro Melayu.
2. Sebagai informasi tambahan khususnya analisis wajah dalam bidang
3. Sebagai penunjang dalam diagnosis dan penyusunan rencana perawatan
Rose Diana
Gambaran Estetis Wajah Menurut Merrifield pada Oklusi Normal Mahasiswa
FKG USU Ras Deutro Melayu
xi + 35 halaman
Oklusi normal merupakan tujuan umum dari perawatan ortodonti. Oklusi dapat
mempengaruhi profil jaringan lunak wajah yang dapat dianalisis menurut beberapa
parameter, salah satunya yaitu analisis Merrifield (sudut Z). Salah satu alat penunjang
yang dapat digunakan untuk menganalisis profil jaringan lunak wajah adalah dengan
radiografi sefalometri lateral. Setiap populasi/ras memiliki bentuk profil yang berbeda,
sehingga terdapat nilai normal yang berbeda pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan rerata gambaran estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi normal
mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu dan untuk melihat apakah ada perbedaan nilai
antara perempuan dan laki-laki.
Penelitian deskriptif analitik ini dilakukan dengan menggunakan 40 sefalogram
yang terdiri dari 22 perempuan dan 18 laki-laki dari mahasiswa FKG USU yang
memenuhi kriteria inklusi. Masing-masing sefalogram kemudian diukur besar sudut Z
dan dilakukan uji t-independen untuk melihat perbedaan antara perempuan dan
perempuan adalah 76° ± 6,45° dan mahasiswa laki-laki yaitu 72,07° ± 7,72°. Hasil uji
analitik (t-independen) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna
pada sudut Z antara perempuan dan laki-laki. Nilai ini sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan nilai sudut Z pada ras Kaukasoid pada penelitian Merrifield, sehingga dapat
disimpulkan bahwa setiap ras memiliki ukuran normal yang berbeda dimana profil ras
Deutro Melayu sedikit lebih cembung dibandingkan dengan ras Kaukasoid.
RAS DEUTRO MELAYU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
ROSE DIANA
NIM: 100600048
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 25 November 2013
Pembimbing: Tanda tangan
1. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) ……….
NIP: 19580828 198803 1 002
2. Aditya Rachmawati, drg. ……….
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
Pada tanggal 25 November 2013
TIM PENGUJI
KETUA : Muslim Yusuf, drg., Sp Ort (K)
ANGGOTA : 1. Aditya Rachmawati, drg
2. Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua
orangtua tercinta Andreas dan Nini berkat doa, kasih sayang serta dukungan moril dan
materil yang terus menerus kepada penulis dan kepada Bapak Kentjana Salim selaku
wali penulis yang selalu memberikan dukungan dan saran kepada penulis.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan,
saran, bantuan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku ketua Departemen Ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) dan Aditya Rachmawati, drg selaku dosen
pembimbing skripsi di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak menyediakan waktu, pikiran, motivasi dan saran
untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort dan Siti Bahirrah, drg., Sp.Ort selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan waktu dan masukan kepada penulis.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
terutama staf dan pegawai di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Hendrik, Michael Andreas Tasman, Cristine, Natalia Karina, Yuli Karina, Jocelyn dan
Ervi Gani atas dukungan, bantuan dan semangat yang diberi.
7. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia FKG USU
yang telah saling membantu dan memberikasn semangat.
8. Seluruh teman-teman seangkatan stambuk 2010, senior dan junior yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu, masyarakat,
dan Fakultas kedokteran Gigi khususnya Departemen Ortodonti.
Medan, 21 November 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ... Oklusi ... 5
2.2.2 Sefalometri Lateral ... 8
2.3 Analisis Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Wajah dengan Sefalogram Lateral ... 8
3.5 Variabel Penelitian ... 22
3.5.1 Variabel Bebas ... 22
3.5.2 Variabel Tergantung... 22
3.5.3 Variabel Terkendali ... 22
3.6 Definisi Operasional Penelitian... 22
3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 23
3.8 Prosedur Penelitian... 24
3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 26
3.9.1 Pengolahan Data... 26
3.9.2 Analisis Data ... 26
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 27
BAB 5 PEMBAHASAN ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 32
6.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Rerata gambaran estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi
normal mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu………. 27
2 Rerata gambaran estetis wajah menurut Merrifield pada oklusi normal mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 ... Klasifikasi oklusi menurut Angle ... 6
2 ... Alat radiografi sefalometri ... 7
3 ... Sefalogram frontal ... 7
4 ... Sefalogram lateral ... 8
anatomis jaringan lunak ... 10
7 ... Dataran dalam analisis sefalometri ... 11
8 ... Analisis jaringan keras menurut Downs... 12
9 ... Analisis jaringan keras menurut Ricketts ... 13
10 ... Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (garis S) ... 14
11 ... Analisis jaringan lunak wajah menurut Ricketss (garis E) ... 15
12 ... Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway ... 16
13 ... Analisis jaringan lunak wajah menurut Merrifield ... 17
14 Alat dan bahan yang
digunakan (a) pensil dan penghapus,
(b) busur dan penggaris, (c) sefalogram lateral, (d) kertas
asetat ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1 ... Jadwal Kegiatan
2 Hasil Uji Intraoperator
3 Hasil Pengukuran Gambaran Estetis Wajah Menurut Merrifield pada Oklusi
Normal Mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu
4 Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Gambaran Estetis Wajah Menurut
Merrifield pada Oklusi Normal Mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu
5 Hasil Uji Normalitas Data
6 Hasil Uji t-independen