• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan karakteristik lahan dengan produktivitas duku (Lansium domesticum corr) di Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan karakteristik lahan dengan produktivitas duku (Lansium domesticum corr) di Provinsi Jambi"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN

PRODUKTIVITAS DUKU (

Lansium domesticum

Corr)

DI PROVINSI JAMBI

HENDRI PURNAMA

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium Domesticum Corr) di Provinsi Jambi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011 Hendri Purnama NRP A151070051

ABSTRACT

(3)

Duku is one of horticultural crops and tropical fruits that has high commercial value. Actually, the trees that produce fruits have various age between 30 to 75 years. Some farmers reluctant to conduct replanting due to very long harvesting time, (15 years above). Government of Jambi Province intends to maintain and develop the duku through the crop improvements and extensification. For that purpose it needs to understand crop requirement related to land characteristic. The aims of this research are to identifiy land characteristics that associated to duku productivity, describe the optimum land characteristics to support maximum duku productivity, and to investigate the significance influent of land characteristics on optimum duku productivity. The study was conducted by field survey exploration approach, done March to December 2009. This study used primary and secondary data. Secondary data included climate and duku distribution in Jambi Province. Primary data was collected through field surveys, including biophysical properties and crop productivity. Data analysis used line boundary method analysis and discriminant analysis. Biophysical properties and productivity were plotted on scatter diagram and the distribution of points form a model of the boundary line. The model was selected with the highest determinant coefficient (R2). The model of the biophysical properties and production relationship could determine land characteristics that associated with optimum productivity. The optimum productivity was associated with soil texture of sandy clay, sandy clay loam, loam, and clay loam, soil depth about > 56 cm, soil pH between 4,5 to 6,4, C organic content of > 0.60 %, CEC was about > 16,00 cmol / kg, base saturation was about > 5 %, available P was about > 3 ppm, exchangeable K content of > 0.50 cmol/kg, and Al saturation was about < 53%. The discriminant analysis show that duku productivity was significantly influenced by soil pH, CEC, sand content and exchangeable Ca.

(4)

RINGKASAN

HENDRI PURNAMA, Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium Domesticum Corr) di Provinsi Jambi dibawah bimbingan ATANG SUTANDI, WIDIATMAKA dan KOMARSA GANDASASMITA.

Duku termasuk salah satu tanaman hortikultura dan primadona buah tropis serta mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Saat ini, lahan yang ada semakin terdesak oleh pembangunan pemukiman. Selain itu, kurangnya pengetahuan petani dan juga masa berbuah duku yang memerlukan waktu yang lama setelah tanam menyebabkan petani kurang tertarik untuk menanam duku dibandingkan untuk penggunaan lain. Hal ini akan menyebabkan lama kelamaan tanaman duku akan habis. Disisi lain pemerintah daerah Provinsi Jambi telah menetapkan tanaman duku merupakan salah satu tanaman khas Jambi, dan pemerintah pusat pada tahun 2000 telah menetapkan salah satu duku Jambi yaitu Duku Kumpeh sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No: 101/KPTS.TP.240/3/2000 tanggal 7 Maret 2000, sehingga sangat perlu bagi pemerintah daerah kabupaten dan Propinsi Jambi dalam menjaga keberlanjutan budidaya duku dimasa mendatang dengan menjaga lahan yang ada supaya tidak beralih fungsi serta melakukan pengembangan dan perluasan lahan untuk pertanaman duku. Untuk ini maka diperlukan suatu kajian untuk mendapatkan karakteristik lahan yang tepat untuk pertanaman duku di Propinsi Jambi sebelum dikembangkan dalam wilayah pertanaman yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik lahan terhadap hasil tanaman duku, mengetahui karakteristik lahan yang optimum untuk mendukung produksi duku yang maksimal, dan mengetahui karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap hasil tanaman duku.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Desember 2009, dilakukan dengan pendekatan metode survey lapang. Penelitian ini dilaksanakan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada perbedaan ketinggian (topografi), tanah dan iklim serta heterogenitas keragaman lahan.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data iklim dan sebaran duku di Propinsi Jambi. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey lapangan, meliputi data-data sifat biofisik lahan dan produktifitas tanaman.

(5)

sebuah atau beberapa grafik. Sebaran titik-titik observasi ini akan patuh terhadap suatu model garis batas terluar (boundary line) dari distribusi titik-titik tersebut. Pola garis batas terluar yang dipilih adalah yang logis dan mempunyai koefisien determinan (R2) tertinggi. Dalam model ini, tingkat produksi akan meningkat jika sebuah faktor pembatas dikurangi (dilakukan perbaikan sifat lahan). Selanjutnya dilakukan pengelompokan nilai produksi yang kemudian dihubungkan dengan persamaan yang diperoleh dari boundary line sehingga dapat ditetapkan kelas untuk produktivitas tinggi, sedang dan rendah pada tiap-tiap karakteristik lahan. Pengelompokan kelas produktivitas tanaman dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas 1 (produktivitas tinggi), kelas 2 (produktivitas sedang) dan kelas 3 (produktivitas rendah).

Pola hubungan antara karakteristik lahan dengan produktivitas tanaman duku beragam dan bersifat spesifik, tergantung dari karakteristik lahannya. Produktivitas optimum pada tanaman duku dijumpai pada tanah dengan tekstur liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung, dan lempung berliat, kedalaman tanah > 56 cm, pH antara 4,5 – 6,4, C organik > 0,60 %, KTK >16,00 cmol/kg, KB > 5 %, P > 3 ppm, K > 0,50 cmol/kg, dan kejenuhan Al < 53 %. Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa karakteristik lahan yang memberikan kontribusi paling tinggi terhadap produktivitas tanaman duku adalah pH, KTK, Ca-dd dan kandungan fraksi pasir.

(6)

(C) Hak cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB

(7)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN

PRODUKTIVITAS DUKU (

Lansium domesticum

Corr)

DI PROVINSI JAMBI

HENDRI PURNAMA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium domesticum Corr) di Provinsi Jambi.

Nama : Hendri Purnama

NRP : A151070051

Disetujui Komisi Pembimbing

Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D Ketua

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Anggota

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Ir. Atang Sutandi, M.Si, Ph.D

Dekan Sekolah Pascasarjana

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan izin dan petunjuk-Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “Hubungan Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Duku (Lansium domesticum Corr) di Provinsi Jambi” dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Ir. Atang Sutandi, MSi, Ph.D sebagai ketua komisi pembimbing, yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materil dan terus mendorong penulis untuk menyelesaikan studi, Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasamita, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini, serta kepada Bapak Dr. Ir. Darmawan, MSc selaku penguji luar komisi. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Syarifuddin (Alm) dan Ibunda Syamsinar yang telah mendidik dan menanamkan kemandirian kepada penulis untuk terus berusaha dan belajar dan tidak bosan-bosannya memberikan doa dan restu serta kasih sayangnya, saudara-saudaraku tersayang (bang Mansas, kak Iwan, bang Pison, yuk Desi, yuk Yanti, Ira, Ita, Dian) atas motivasi selama ini. Terimakasih kepada Pak Muclish, Dedy, dan terutama kepada H. Oyon atas bantuan dan semua fasilitas yang diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan angkatan 2007 dan 2008 (TNH, ATT, PWL dan DAS) buat kebersamaan yang telah terbina selama ini. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Spesial untuk Istriku tercinta Tetty Syawalina, dan bidadari-bidadariku yang cantik-cantik Icha, Syifa dan Zhaza, atas doa, pengertian, kesabaran, dan pengorbanan yang diberikan selama ini, terutama karena telah melewatkan sebagian hari-harinya tanpa kehadiran penulis selama penulis menyelesaikan studi.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi, pada tanggal 20 Februari 1975, merupakan putra keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Ayah Syarifuddin (Alm) dan Ibu Syamsinar.

Pendidikan Sarjana Pertanian Program Studi Ilmu Tanah diselesaikan di Fakultas Pertanian Universitas Jambi pada Tahun 1999. Tahun 2007, penulis melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR ISI

Keterbatasan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Karakteristik Tanaman Duku ... 5

Pertumbuhan Tanaman Duku ... 6

Evaluasi Lahan ... 8

Kualitas dan Karakteristik Lahan ... 9

Karakteristik Lahan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Duku ... 10

Metode Peneraan Umur Tanaman ... 12

Metode Garis Batas (Boundary Line method) ... 13

BAHAN DAN METODE ... 17

Hubungan Antara Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Tanaman Duku ……… 22 Pendugaan Selang Produktivitas ……….. 22

GAMBARAN UMUM DAERAH SURVEY ……….. 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 40

Karakteristik Sifat-Sifat Biofisik Lahan yang Terkait dengan Pertumbuhan dan Produktivitas Duku ………... 40

Peneraan Produksi Berdasarkan Umur Tanaman ……….……… 43

Hubungan Antara Umur Tanaman dengan Produktivitas Tanaman .……… 44

(13)

Pengelompokan Kelas Produktivitas Tanaman dan Hubungannya dengan

Karakteristik Lahan ………..………. 47

Hubungan Produksi dengan Daerah Perakaran ... 48

Hubungan Produksi dengan Retensi Hara ... 52

Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara ... 54

Hubungan Produksi dengan Toksisitas ... 55

Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Air dan Elevasi ... 56

Karakteristik Lahan Yang Berpengaruh ……… 56

KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Analisis Laboratorium Sifat Tanah di Daerah Penelitian ... 21 2 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Muaro

Jambi Tahun 1999 –2008 ………... 33 3 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten

Batanghari Tahun 1999 –2008 ……… 34 4 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Tanjung

Jabung Timur Tahun 1999 –2008 ……….. 35 5 Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Kondisi Daerah Perakaran

untuk Tanaman Duku …..……….. ... 51 6 Kriteria Kelas Produktivitas Berdasarkan Retensi Hara untuk

Tanaman Duku ………..… 54

7 Hasil Analisis Fungsi Diskriminan Kanonik ……….… 57 8 Koofisien Fungsi Kanonik Diskriminan yang Terstandarisasi .………….. 58 9 Hasil Prediksi Ketepatan Pengelompokan kelas Produktivitas pada

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi data dengan menggunakan boundary line ………. ... 14

2 Diagram Skematik Respon Tanaman terhadap Sejumlah Faktor Pembatas ……… 14

3 Sebaran Lokasi Titik Pengamatan Penelitian ………. 19

4 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian ... 24

5 Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi ………. 25

6 Sebaran Hujan di Kabupaten Muaro Jambi ... 32

7 Sebaran Hujan di Kabupaten Batanghari ... 33

8 Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ... 35

9 Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat ... 36

10 Sebaran Hujan di Kabupaten Bungo ... 37

11 Sebaran Hujan di Kabupaten Tebo ... 37

12 Sebaran Hujan di Kabupaten Merangin ... 38

13 Sebaran Hujan di Kabupaten Sarolangun ... 39

14 Grafik hubungan antara Umur Tanaman terhadap Produksi Aktual ….... . 45

15 Produktivitas tanaman duku sebelum dan setelah dilakukan peneraan ….. 47

16 Hubungan Produksi dengan kedalaman tanah, fraksi pasir dan fraksi liat. 51

17 Hubungan Produksi dengan pH tanah, C-organik, KTK tanah dan kejenuhan basa ... 52

18 Hubungan Produksi dengan Ketersediaan Hara ... 55

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Karakteristik Lingkungan pada Titik-Titik Pengamatan ... 65 2 Parameter Pertumbuhan Duku ... 69 3 Nilai C organik, P, Ca, Mg, K, Na, KTK, KB, pH dan Kejenuhan Al di

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Duku termasuk salah satu tanaman hortikultura dan primadona buah tropis serta mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi. Bahkan tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara Asia Tenggara pasaran buah duku cukup baik. Duku merupakan buah penting di Indonesia dan memiliki pasar yang jelas mulai dari pasar tradisional hingga supermarket modern. Hal ini menunjukkan komoditas duku sudah dikonsumsi secara merata dan memiliki daya saing dibandingkan komoditas buah lain. Buah duku banyak digemari karena rasanya manis dan aromanya tidak menyengat serta cukup baik dikonsumsi karena kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Dalam setiap 100 gram buah duku masak, kurang lebih 64 % dapat dimakan dengan komposisi zat gizi berupa kalori 70 kal, protein 1,0 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 13 g, mineral 0,7 g, kalsium 18 mg, fosfor 9 mg dan zat besi 0,9 mg. Untuk kandungan kalori, mineral dan zat besi duku setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan buah apel atau jeruk manis. Kandungan lain yang bermanfaat adalah dietary fiber atau serat. Salah satu zat yang bermanfaat untuk memperlancar sistem pencernaan, mencegah kanker kolon dan membersihkan tubuh dari radikal bebas penyebab kanker (Deptan 2000).

Di Provinsi Jambi, duku merupakan salah satu komoditi buah-buahan yang menjadi sumber pendapatan petani. Duku Jambi memiliki keunggulan komparatif, yaitu penampilan lebih baik, dengan warna kulit yang mulus dan rasa lebih manis dibandingkan dengan daerah lain, sehingga memiliki potensi untuk ekspor. Total produksi duku Provinsi Jambi mencapai 21.531 ton (terbesar di Sumatra) lebih tinggi dari Sumatra Selatan (19.963 ton) dan Sumatra Barat (14.892 ton) (Dirjen Hortikultura Deptan 2007). Namun, dari segi perawatan, pengelolaan dan budidaya tanaman, duku di Provinsi Jambi sebagian besar kurang mendapatkan perawatan yang seimbang dimana sebagian besar tidak pernah mendapatkan pemupukan.

(18)

yaitu dari segi pembibitan, pemeliharaan tanaman, pemupukan dan pengelolaan hama dan penyakit tanaman. Selain itu, areal buah-buahan dan sentra produksinya tersebar dengan areal pengelolaan yang sempit sehingga produksinya sulit memenuhi permintaan pasar.

Berdasarkan data statistik Provinsi Jambi tahun 2007, sebaran produksi duku di Provinsi Jambi terdapat hampir di setiap kabupaten dengan populasi tanaman terbanyak yaitu di daerah Kabupaten Muaro Jambi dengan produksi 12.738 ton diikuti Kabupaten Batanghari (3.154 ton), Kabupaten Bungo (2.471 ton) dan Merangin (1.275 ton). Tanaman duku yang berproduksi sekarang kebanyakan merupakan kebun campuran dan sebagian besar telah berumur lebih 50 tahun dan bahkan ada yang berumur lebih dari 100 tahun yang merupakan warisan dari orang tua atau kakek mereka.

Berdasarkan rencana kerja Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian Provinsi Jambi termasuk salah satu daerah untuk pengembangan lokasi tanaman buah-buahan hortikultura khususnya tanaman duku, dimana Provinsi Jambi sendiri telah memiliki varietas unggul nasional untuk tanaman duku ini yaitu Duku Kumpeh. Pada tahun 2000 Duku Kumpeh telah ditetapkan sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No: 101/KPTS.TP.240/3/2000 tanggal 7 Maret 2000 (BPSB Provinsi Jambi, 2002).

Hasil penelitian Minsyah et al. (2000) dan Hernita dan Asni (2006) menunjukkan bahwa pemeliharaan tanaman duku hanya dilakukan dengan membersihkan daun-daun duku yang berada di sekitar pertanaman menjelang duku berbuah dan sebagian besar tidak dipupuk, hal ini menjadi suatu kendala bagi pemerintah daerah kabupaten dan Provinsi Jambi dalam menjaga keberlanjutan dari budidaya duku dimasa mendatang.

(19)

beralih fungsi serta melakukan pengembangan lahan untuk pertanaman duku. Untuk ini maka diperlukan suatu kajian untuk mendapatkan karakteristik lahan dan kualitas lahan yang tepat untuk pertanaman duku di Provinsi Jambi sebelum dikembangkan dalam wilayah pertanaman yang lebih luas mengingat selain faktor tanaman, faktor lingkungan (iklim) dan tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil suatu tanaman.

Perumusan Masalah

Perkembangan luas areal tanaman duku sekarang ini menunjukkan kecenderungan semakin menurun. Hal ini disebabkan antara lain kurangnya peremajaan dan pembukaan lahan baru untuk pengusahaan tanaman tersebut (Suparwoto et al. 2005). Apabila tidak ditangani dengan baik maka dikhawatirkan tanaman duku akan semakin mengalami kemunduran dan mengancam populasi tanaman itu sendiri karena tidak terpelihara dengan baik juga semakin terdesak oleh pembangunan pemukiman penduduk (Minsyah et al. 2000).

Untuk itu perlu suatu perencanaan areal pengembangan duku dengan mempertimbangkan kualitas dan karakteristik lahan duku dengan tetap memperhatikan keberlanjutan usahatani duku ini. Dengan diketahuinya kualitas dan karakteristik lahan yang sesuai untuk duku di Provinsi Jambi diharapkan akan membantu dalam pengembangan tanaman duku sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas duku di masa mendatang dengan tetap memperhatikan masalah sosial, ekonomi dan masyarakat.

Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: - Bagaimana hubungan dan pengaruh dari karakteristik lahan terhadap hasil

tanaman duku di Provinsi Jambi?

- Karakteristik lahan yang bagaimana dibutuhkan untuk menghasilkan produktivitas duku yang optimum di Provinsi Jambi?

(20)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang telah ada maka ditetapkan tujuan dari penelitian ini yaitu:

- Mengetahui hubungan karakteristik lahan dengan hasil tanaman duku. - Mengetahui karakteristik lahan yang memungkinkan untuk produksi duku. - Mengetahui karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap hasil

tanaman duku.

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan akan diketahui karakteristik lahan yang spesifik untuk duku di Jambi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan masukan bagi pemerintah provinsi dan daerah dan stake holder lainnya dalam pengembangan dan keberlanjutan budidaya duku sebagai salah satu komoditas buah horikultura unggulan daerah di Provinsi Jambi.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah:

1. Data iklim yang diperoleh sangat terbatas karena variasi iklim antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya di Provinsi Jambi sangat kecil dimana kisaran bulan basah berada antara 4 – 6 bulan, bulan kering 1 – 3 bulan dan curah hujan berkisar antara 2497,48 – 2740,55 mm/tahun.

2. Elevasi yang diperoleh juga sangat terbatas karena sebaran kebun duku hanya berkisar dari ketinggian 10 m sampai 157 m dpl demikian juga kemiringan lahan berkisar dari 0 – 8 %.

3. Tipe penggunaan lahan untuk seluruh daerah penelitian hanya satu tipe penggunaan lahan saja yaitu kebun duku campuran dengan jarak tanam yang tidak beraturan, tindakan pengelolaan sangat minim sekali dimana tanaman umumnya tidak dipelihara dan dipupuk.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanaman Duku

Duku merupakan tanaman tropika yang termasuk famili Meliaceae. Tanaman ini berasal dari semenanjung Malaya dan India. Sumber lain menyatakan duku berasal dari Asia Tenggara bagian barat, dari semenanjung Thailand di sebelah barat sampai Kalimantan di sebelah timur, bahkan ada yang menyatakan duku merupakan tanaman asli Indonesia (Winarno et al. 1990; Verheij dan Coronel 1997)

Duku termasuk tanaman tahunan (parennial crop) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Tanamannya berbentuk pohon, rindang, berukuran sedang. Pohon duku berbatang kuat dan besar, dengan penampang 30-40 cm, dapat mencapai tinggi 15-20 meter .

Batang bercabang, kulit batang tipis berwarna coklat kehijauan atau keabuan dan agak sukar dilepas dari kayunya. Batang menghasilkan cairan seperti susu, sepanjang kulit batang terdapat celah-celah dangkal yang memanjang. Mahkota tanaman terbuka, teratur dan atau tidak teratur, berbentuk bulat (Deptan, 2000).

Daun tanaman duku berselang-seling bersirip ganjil dengan 5-7 anak daun. Panjang rakhis 30-50 cm, dengan pangkal yang membesar. Helaian daun bertangkai berbentuk elips, bulat panjang atau lonjong. Pangkal daun sempit, agak meruncing dan agak miring (tidak simetris). Warna helaian daun sisi atas hijau tua dan mengkilat sedangkan sisi bawah daun tidak mengkilat berwarna hijau muda. Kedua permukaan daun licin. Panjang helaian daun 12-15 cm dan lebar daun 7-12,5 cm. Panjang tangkai daun 0,8-1,2 cm dan membesar pada pangkalnya (Verheij dan Coronel, 1997).

(22)

Duku memiliki bentuk buah bulat sampai lonjong berbulu pendek. Panjang buah antara 2-4 cm dengan bekas style yang jelas. Kulit buah berwarna kuning muda keabu-abuan, tipis dan mengandung cairan seperti susu. Buah beruang lima, mempunyai dua biji yang rasanya pahit, masing-masing biji mempunyai dua embrio, terbungkus transparan, berdaging dan melekat erat pada biji.

Tanaman duku dapat tumbuh pada daerah dengan kisaran ketinggian 0-650 meter di atas permukaan laut, di daerah beriklim lembab dengan curah hujan 1500-2500 mm pertahun dan merata sepanjang tahun dengan suhu optimum 24-27oC. Tanaman duku ini tidak tahan terhadap sinar matahari yang terik, karena dalam keadaan terbuka dan terik daunnya mudah terbakar dan tumbuhnya lambat. Tanah yang kaya humus dan drainasenya baik (tanah lempung berpasir) dengan pH 6-7 sesuai untuk pertumbuhan tanaman duku (Deptan, 2000).

Pertumbuhan Tanaman Duku

(23)

seringkali sangat sedikit, karena banyak buah kecil yang rontok, seperti diperlihatkan oleh penelitian-penelitian di Filipina dan Malaysia. Pengamatan fenologi di beberapa daerah sentra duku seperti Jambi, Palembang dan Jawa Barat menunjukkan bahwa pembungaan jelek sekali pada pohon yang tumbuhnya cukup subur, dan pada cabang-cabang yang terkena sinar matahari. Pohon-pohon yang subur itu menghasilkan daun tiga kali lipat daripada pohon-pohon pada kelompok lain, yang kehilangan kesempatan berbunga karena jeleknya retensi buah.

Pohon duku tumbuh baik terutama pada tanah yang drainasenya baik, juga retensi airnya, misalnya di pinggir sungai. Duku tidak menyenangi tanah pantai berpasir dan tanah alkalis. Tanah yang bertekstur sedang yang kaya akan bahan organik dan sedikit asam itulah yang disenangi (Verheij dan Coronel, 1997).

Pohan duku umumnya ditanam di pekarangan pada daerah-daerah tertentu, atau sebagai tanaman tumpang sari dengan durian, manggis, atau pohon lain (di Thailand dan Indonesia). Jarak tanam yang dianjurkan sangat bervariasi, jarak tanam ini ditentukan dengan memperhatikan adanya pohon-pohon pendampingnya, dianjurkan 7x8m, 8x8m, 8x9m, 9x9m, 9x10m atau 10x10m dalam lubang berukukuran 60x60x50 atau 80x80x70 cm (Deptan, 2000 ; Sunarjono, 2005 ; Widyastuti dan Paimin, 1993 ; Verheij dan Coronel, 1997 ).

(24)

Evaluasi Lahan

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai arti ekonomi dan peluang pasar yang baik (Djaenudin et al. 2003)

Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman perlu diidentifikasi melalui kegiatan evaluasi lahan. Evaluasi lahan sangat diperlukan untuk perencanaan penggunaan lahan yang produktif dan lestari. Potensi dan kendala penggunaan lahan dapat diidentifikasi sejak awal sehingga pengelolaan lahan dapat dilakukan lebih baik dan terarah sesuai dengan komoditas yang akan dikembangkan (FAO, 1976).

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi atau kelas kesesuaian suatu lahan untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Penilaian kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang diterapkan dengan karakteristik atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan (FAO, 1976). Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan dan lingkungannya, juga dapat menimbulkan masalah kemiskinan dan masalah-masalah sosial dan ekonomi lainnya. Di dalam kegiatan Evaluasi Lahan, sering dijumpai perbedaan dalam hasil penilaian kesesuaian lahan tersebut. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1) perbedaan terhadap faktor-faktor yang dinilai yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, (2) perbedaan pengharkatan dalam penilaian karakteristik lahan, (3) perbedaan dalam sistem yang digunakan dan (4) perbedaan dalam metode pengambilan keputusan, antara lain dengan metode penghambat maksimum atau parametrik (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

(25)

Kualitas dan Karakteristik Lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat atau atribut yang kompleks dari suatu lahan. Masing-masing kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan/kualitas lahan yang dapat berperan positif (sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan) atau negatif (keberadaannya akan merugikan terhadap penggunaan tertentu), sehingga bisa merupakan faktor penghambat/pembatas (Sitorus, 2004).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah. Kualitas lahan ini dapat dipengaruhi oleh satu atau beberapa karakteristik lahan misalnya ketersediaan hara dapat ditentukan berdasar ketersediaan P dan K-dapat ditukar, dan sebagainya.

Karakteristik lahan adalah atribut atau keadaan unsur -unsur lahan yang dapat diukur/diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya (Arsyad, 2007).

Karakteristik lahan (land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan

yang dapat diukur atau ditaksir besarnya, seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap ketersediaan air, mudah tidaknya tanah diolah, kepekaan erosi, dan lain-lain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena kecuali dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, juga karena adanya interaksi dari beberapa karakteristik lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

(26)

Pemilihan kualitas dan karakteristik lahan yang dibutuhkan untuk evaluasi kesesuaian lahan sangat ditentukan oleh tujuan evaluasi, relevansi, ketersediaan data dan kualitas data yang dihasilkan dari penelitian. FAO (1983) secara umum telah menginventarisasi sejumlah 25 kualitas lahan beserta karakteristik lahannya. Sedangkan dalam referensi kriteria kesesuaian lahan yang lain seperti pada Djaenudin et al. (2003), baru sebagian kualitas lahan saja dari yang dikemukakan pada FAO (1983). Namun demikian untuk keperluan evaluasi lahan yang lebih spesifik lokasinya perlu dipilih kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan data di suatu wilayah. Dalam Djaenudin et al. (2003) telah disusun kriteria kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian berdasarkan kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan kondisi lahan di Indonesia.

Karakteristik Lahan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Duku

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman duku yaitu: iklim, tanah dan topografi. Ketiganya merupakan faktor penting , masing-masing saling berkaitan dalam mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologi tanaman duku (Widyastuti dan Kristiawati, 2000).

Menurut Widyastuti dan Paimin (1993), tanaman duku yang ditanam pada lokasi yang tidak cocok dengan lingkungan hidupnya akan mengalami perubahan morfologi dan fisiologis. Hal ini akan berpengaruh pada mutu buah yang dihasilkannya. Dapat dipastikan, orang yang menanam tanaman duku pada tanah yang kondisinya tidak cocok akan mengalami kerugian, berupa biaya, waktu maupun tenaga yang dikeluarkan. Pada dasarnya tanaman duku tumbuh baik di daerah-daerah yang bercurah hujan sebagai berikut:

- Daerah yang memiliki 12 bulan basah dengan permukaan air tanah antara 50 – 200 cm.

- Daerah yang memiliki 9 bulan basah dan 2 bulan kering atau 7 – 8 bulan basah dan 4 bulan kering dengan permukaan air tanah antara 50

(27)

- Daerah yang memiliki 7 bulan basah dan 4 bulan kering atau 5- 6 bulan basah dan 6 bulan kering dengan permukaan air tanah antara 50

– 100 cm.

Tanaman duku menghendaki tanah yang gembur dan berdrainase baik, namun mampu menahan air, tanaman duku tidak suka dengan tanah yang becek dan tergenang air. Duku dapat tumbuh dan berbuah baik pada berbagai jenis tanah, antara lain Aluvial, Latosol dan Podsolik. Pada tanah Latosol, produksi duku lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi duku pada tanah Podsolik, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan pada jenis tanah Aluvial (BPPT, 2009).

Faktor bahan induk merupakan faktor pembentuk tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap sifat dan ciri tanah yang terbentuk serta potensinya untuk pertanian (Buol et al. 1980). Keanekaragaman bahan induk tanah memberikan keanekaragaman sifat dan jenis tanah yang terbentuk. Sifat induk dari bahan volkanik dan batuan sedimen dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan cadangan mineralnya. Secara umum, batuan volkanik mengandung banyak feldspar dan sedikit kuarsa, sedangkan batuan sedimen tersusun dari banyak mineral kuarsa keruh dan sangat sedikit feldspar. Pengaruh bahan induk tanah terhadap sifat-sifat tanah lebih terlihat jelas pada tanah-tanah di daerah kering atau tanah-tanah muda, sedangkan pada tanah lebih basah atau tanah-tanah tua, hubungan bahan induk dengan sifat-sifat tanahnya menjadi kurang jelas (Hardjowigeno, 1993).

Tingkat perkembangan tanah digambarkan oleh diferensiasi horison, tingkat pelapukan batuan induk dan muatan koloid tanah serta umur pembentukan tanah. Pada tingkat perkembangan tanah lanjut, pelapukan bahan induk mencapai tingkat akhir, dicirikan oleh differensiasi horison yang jelas, solum yang dalam, kandungan liat tinggi, cadangan mineral sangat rendah dan hanya mineral resisten yang tertinggal, KTK liat sangat rendah, kandungan besi dan aluminium bebas meningkat tinggi, susunan mineral liat didominasi oleh kaolinit, goethit, disertai dengan meningkatnya muatan tergantung pH.

(28)

lanjut memiliki daya dukung yang lebih rendah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Sys (1978) melaporkan pengaruh tingkat pelapukan bahan induk tanah terhadap penurunan kualitas lahan yang mengakibatkan terjadinya penurunan produksi pada beberapa tanaman di daerah tropika.

Menurut Ritung et al. (2007) topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Tanaman duku dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-650 meter di atas permukaan laut (Deptan 2000).

Metode Peneraan Umur Tanaman

Pertumbuhan dan produktivitas tanaman dipengaruhi umur tanaman dan kegiatan budidaya. Setiap tanaman secara genetik mempunyai usia optimum untuk berproduksi secara maksimal. Produktivitas akan meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman sampai usia optimum tertentu, selanjutnya produksi menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Untuk melakukan peneraan, maka terlebih dahulu dicari persamaan korelasi antara umur tanaman dan faktor jarak tanam dengan berbagai parameter pertumbuhan dan produktifitas tanaman yang telah diukur (parameter aktual). Persamaan korelasi yang diperoleh kemudian menjadi dasar di dalam melakukan peneraan (Hikmat, 2010)

(29)

setiap komponen produksi apakah itu biomasa atau kandungan bahan aktif, maka terlebih dahulu ditera dengan umur agar produksi sampel yang satu dengan lainnya dapat diperbandingkan. Dengan demikian pengaruh umur harus dihilangkan yaitu dengan menera produksi terhadap umur dengan persamaan sebagai berikut :

Yt = Yi + (Y – Y^) Dimana Yt = produksi teraan

Yi = produksi aktual dari pengamatan Y = rataan umum dan

Y^= produksi dugaan tergantung umur; yaitu produksi sebagai fungsi dari umur, Y^= f(u)

Metode Garis Batas (Boundary line Method)

Metode Boundary Line merupakan salah satu metode untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Boundary line methods adalah metode garis batas, dimana garis membungkus diagram sebar hubungan antara produksi dan kadar hara. Garis tersebut membatasi data aktual, sehingga sangat kecil peluangnya akan ditemukannya data yang terletak di luar garis pembungkus tersebut. Garis batas ini terdapat di bagian atas sebelah kiri dan kanan sebaran data serta mengerucut keatas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi semakin kecil selang kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin tinggi kadar hara, produksi semakin tinggi sampai tingkat tertentu, kemudian produksi turun kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth, et al. 1986)

(30)

Gambar 1. Ilustrasi data dengan menggunakan boundary line (dikutip dari Walworth et al. 1986)

Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang optimal yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada kelompok produksi rendah. Keadaan ini diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Skematik Respon Tanaman terhadap Sejumlah Faktor Pembatas (Dikutip dari Sumner dan Farina, 1986).

(31)

maka produksi bertambah tinggi.

Metode ini menggunakan pendekatan survey untuk penetapan norm yang didasarkan pada respons tanaman terhadap faktor-faktor lingkungannya. Jika suatu set data telah dikumpulkan, data-data produksi dapat diplot terhadap status hara atau faktor-faktor lingkungan dalam sebuah atau beberapa grafik. Sebaran atau distribusi titik-titik observasi tersebut akan patuh terhadap suatu model. Dalam model ini, ketika sebuah faktor pembatas dikurangi (misalnya dengan pemupukan, pengapuran, dan lain-lain), produksi akan meningkat. Hal ini mirip dengan berlakunya hukum minimum J.V. Liebig. Dengan demikian garis paling atas akan merepresentasikan batas, pada kondisi mana produksi aktual dibatasi oleh variable yang di plot pada absis. Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi - faktor yang di plot pada absis. Sebaliknya, garis paling bawah merepresentasikan respons produksi pada kondisi yang paling tidak optimal. Data di atas kurva paling atas dalam model ini tidak dapat diperoleh hanya dengan menggunakan faktor tunggal eksperimen karena tingkat optimal dari variabel lain akan senantiasa berubah melalui interaksi secara dinamis. Dengan demikian pendekatan survey merupakan pendekatan yang paling memungkinkan untuk menetapkan norm pada metode ini (Sutandi, 1996).

Menurut Walworth et al. (1987); Jones et al. (1991); Rathfon dan Burger (1991) dan Sutandi (1996), sekat produksi digunakan untuk membagi sub populasi produksi tinggi dan rendah, ditetapkan dengan:

(1) Produksi yang lebih baik yang biasa dicapai petani atau

(2) Kelompok produksi tinggi adalah 10 % dari populasi pengamatan yang mempunyai produksi tertinggi atau

(3) Tingkat produksi yang diharapkan dengan pertimbangan ekonomi atau (4) Tingkat produksi yang dikombinasikan dengan tingkat kualitas

yang diinginkan.

(32)
(33)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di beberapa lokasi daerah sebaran duku di Propinsi Jambi, di 8 (delapan) kabupaten yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat berdasarkan perbedaan ketinggian (topografi), tanah dan iklim serta heterogenitas keragaman lahan. Penelitian ini dilaksanakan selama lebih kurang 12 bulan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) peta dan data sekunder (Peta Administrasi Provinsi Jambi, peta topografi Provinsi Jambi, Peta Tanah, data iklim dan bahan-bahan literatur dan kepustakaan lain yang menunjang), (2) bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) peralatan lapang (abney level, altimeter, pisau, bor tanah, meteran, kompas dan alat-alat pendukung survey di lapangan), (2) alat-alat untuk keperluan analisis laboratorium.

Seluruh data hasil pengamatan lapang, baik data parameter biofisik lahan maupun parameter pertumbuhan dan produksi tanaman dicatat dalam formulir pengamatan lapang. Software Microsoft Excel dan Microsoft Word digunakan untuk penulisan dan pengolahan data-data primer dan sekunder. Sedangkan analisa stastistik menggunakan perangkat lunak SPSS versi 16,0.

Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

Pendekatan

Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan pendekatan survey. Analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk

(34)

melihat hubungan antara karakteristik lahan dengan tingkat produktivitas tanaman duku dan analisis diskriminan untuk melihat faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap produktifitas tanaman.

Penentuan tingkat produktivitas untuk tanaman duku melalui pendekatan boundary line. Persamaan boundary line dibangun berdasarkan analisis regresi sederhana (simple regression) dengan menggunakan data titik-titik terluar dari sebaran data-data yang diperoleh melalui survey, metodologi ini dilakukan dengan mengadopsi metoda DRIS (Diagnostic Recommended Integrated System) (Walworth et al. 1986), yang disesuaikan untuk mencari karakteristik lahan mana yang menjadi pembatas dan paling menentukan produktifitas tanaman,

Tahap pertama untuk melakukan evaluasi menggunakan metoda DRIS ini adalah pembuatan sebuah nilai standar atau norm. Norm ini ditetapkan berdasarkan potensi produksi paling tinggi berdasarkan hasil survey. Dalam metode ini, seluruh data-data hubungan antara nilai karakteristik lahan dengan produksinya diplotkan dalam sebuah grafik. Sebaran atau distribusi titik-titik observasi tersebut akan dibatasi oleh suatu garis batas (boundary line) sebagai suatu model persamaan yang dibangun dari titik-titik terluar. Jika sebuah faktor pembatas dikurangi, misalkan dengan melakukan perbaikan sifat lahan, maka produksi akan meningkat. Hal ini mirip dengan berlakunya hukum minimum dari J.V. Liebig. Garis paling atas merepresentasikan batas kondisi dimana produksi aktual dibatasi oleh variabel yang diplotkan pada absis. Puncak (peak) observasi menunjukkan nilai optimal bagi kombinasi produksi - faktor yang diplotkan pada absis. Sebaliknya, garis paling bawah merepresentasikan respons produksi pada kondisi yang paling tidak optimal.

Pengumpulan Data Pengumpulan Data Sekunder

(35)

dan keragaman lahan (ketinggian tempat, iklim, topografi dan jenis tanah).

Selanjutnya dibuat peta rencana survey berdasarkan peta hasil overlay ini yang merupakan panduan bagi peneliti dalam menentukan banyaknya sampel di lapangan.

Data sekunder lainnya yang dikumpulkan adalah data iklim (suhu rata-rata tahunan, curah hujan bulanan, bulan basah, bulan kering). Data-data iklim yang terkait dengan lokasi pengamatan diperoleh dari stasiun pengamat iklim yang terdekat

dengan lokasi-lokasi penelitian.

Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey lapang. Satuan lokasi pengambilan contoh lapang ini adalah lokasi pertanaman duku yang masing-masing mewakili ketinggian tempat, iklim, topografi dan jenis tanah (Gambar 3).

Gambar 3. Sebaran Lokasi Titik Pengamatan Penelitian

(36)

sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan melakukan pemboran 0 - 60 cm di setiap pohon sampel dimana setiap satu sampel tanah merupakan hasil komposit dari titik pengeboran pada setiap sampel pohon. Aspek fisik lahan yang dikumpulkan mencakup kemiringan lereng, ketinggian tempat, sifat fisik dan kimia tanah. Adapun data-data yang dikumpulkan di lapangan yaitu antara lain:

- Kemiringan lereng (persen) setiap lokasi pengamatan diukur dengan menggunakan abney level.

- Ketinggian tempat dari permukaan laut diukur berdasarkan peta topografi dan dilapangan diukur menggunakan altimeter.

- Data fisik lahan yang berhubungan dengan kualitas dan karakteristik lahan yang diamati meliputi : Media perakaran (tekstur, drainase, kedalaman efektif), ketersediaan hara (kadar P2O5, kadar K2O), retensi hara (pH,

Kapasitas Tukar Kation, Kadar C-organik), ketinggian muka air tanah, erosi, frekuensi genangan dan bahaya banjir.

- Pengamatan tubuh tanah dan faktor fisik lingkungannya meliputi lereng, vegetasi, pengelolaan dan penggunaan lahan, keadaan batuan di permukaan (singkapan batuan).

- Pengumpulan data dan informasi tanaman diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara dengan petani. Data umur dan produksi tanaman yang diambil mewakili keragaman umur dan produksi yang ada di lapangan dan mewakili variabilitas sifat fisik lahan. Data produksi dan umur tanaman ini diperoleh melalui hasil wawancara dengan petani berdasarkan hasil panen tahun terakhir yang mereka peroleh. Data produksi yang diambil adalah produksi per pohon.

- Dari titik lokasi pengamatan, diambil contoh tanah terganggu secara komposit kedalaman 0 - 60 cm di bawah permukaan tanah. Contoh-contoh tanah

tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis beberapa sifat

(37)

Tabel 1. Analisis Laboratorium Sifat Tanah di Daerah Penelitian.

Pengambilan contoh parameter produktifitas mengikuti pengamatan parameter

sifat biofisik lahan. Parameter produktivitas yang diambil adalah jumlah produksi per

pohon (kg). Data produksi ini diperoleh melalui wawancara dengan petani pemilik

kebun dan pedagang pengumpul berdasarkan hasil panen yang mereka peroleh pada

tahun terakhir. Selain itu juga dilakukan pengambilan data untuk umur tanaman duku

(tahun)

Analisis Data

Data-data yang terkumpul dianalisis untuk mengetahui hubungan antara sifat

biofisik lahan dan lingkungan dengan produktifitas tanaman duku, serta untuk

penentuan kelas produktivitas tanaman duku dalam kaitannya dengan karakteristik

lahan. Agar data parameter produktifitas duku setiap tanaman dapat diperbandingkan

satu sama lain, maka data-data tersebut terlebih dahulu ditera berdasarkan umur

tanaman.

Sebagaimana jenis tanaman tahunan umumnya, selain merupakan respon dari

sifat-sifat biofisik lahan, pertumbuhan dan produktifitas duku juga dipengaruhi

umur tanaman dan kegiatan budidaya. Setiap tanaman secara genetik mempunyai

usia optimum untuk berproduksi secara maksimal. Produktivitas duku meningkat

dengan semakin bertambahnya umur tanaman sampai usia optimum tertentu,

selanjutnya produksi menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman.

(38)

pemupukan, hama penyakit, jarak tanam yang diterapkan oleh petani serta faktor

perawatan tanaman maupun keadaan iklim dan lingkungan. Selain terhadap

produkvitasnya, faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap parameter sifat

vegetatif tanaman. Oleh karena itu, data produksi perlu ditera sehingga data

yang diperoleh benar-benar merupakan refleksi dari sifat-sifat biofisik lahan dan

lingkungannya. Dengan demikian data yang diperoleh dari setiap

tanaman dapat diperbandingkan satu sama lainnya. Dalam penelitian ini

faktor-faktor yang dijadikan sebagai bahan untuk menera produksi tanaman maupun

parameter-parameter pertumbuhan tanaman adalah umur tanaman.

Metode peneraan produksi tanaman yang akan digunakan adalah sebagai

berikut: Ŷ = f(t,)

dimana: Ŷ = produksi dugaan berdasarkan umur

t = umur (tahun)

Y teraan = Ῡ + (Yi -Ŷ),

di mana: Y teraan = produksi teraan

Ῡ = rataan umum

Yi = produksi aktual

Ŷ = produksi dugaan berdasarkan umur

Hubungan Antara Karakteristik Lahan dengan Produktivitas Tanaman Duku

Kegiatan utama analisis data ini adalah melihat hubungan antara karakteristik lahan terkait dengan tingkat produktivitas tanaman. kegiatan ini bertujuan untuk melihat keterkaitan secara statistik hubungan antara karakteristik lahan dengan produktivitas tanaman duku di wilayah penelitian. Jenis analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear, dan analisis diskriminan untuk melihat kontribusi masing-masing variabel terhadap produksi dan mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi tanaman. Pendugaan Selang Produktivitas

Penarikan batas dilakukan berdasarkan dengan Boundary Line Method yang dasar pemikirannya telah disajikan pada paragraf terdahulu.

(39)

di lapang. Dengan demikian, sangat kecil peluang akan ditemukannya data di luar garis tersebut.

b. Garis tersebut berupa satu atau dua garis persamaan regresi sederhana (simple regression) yang dibangun dari titik-titik terluar dari sebaran data hubungan antara karakteristik lahan dan produksi tanaman.

c. Garis batas ini berkaitan dengan peningkatan atau penurunan produksi, sesuai dengan karakter lahan yang sedang dinilai.

d. Penetapan batasan untuk selang kelas menggunakan pendekatan produktivitas tanaman. Batasan kelas yang digunakan mengacu dan mengadopsi pada metoda DRIS dimana menurut Jones et al. (1991), untuk menormalisasi sebaran kurva, komponen produktivitas dibagi menjadi produktivitas tinggi dan rendah. Untuk produktivitas tinggi ditetapkan paling sedikit 10 % dari keseluruhan populasi sehingga produktivitas tinggi terdistribusi secara normal. Dalam penelitian ini diperoleh batas produktivitas tinggi yaitu > 450 kg/pohon, yang dalam hal ini mewakili lebih kurang 15 % dari keseluruhan populasi produksi yang sudah ditera. Sedangkan batas nilai produktivitas rendah pada penelitian ini mengacu pada nilai produksi pada ambang batas ekonomis pengusahaan (break even point – BEP) yang dihitung berdasarkan data rata-rata selama 35 tahun, yang mengacu pada hasil penelitian Antony (2010) pada tanaman duku di kabupaten Muaro Jambi dimana batas terendah diperoleh pada nilai 263,02 kg/pohon.

BEP dihitung dengan rumus:

BEP = Modal rata-rata per pohon (Rp)/harga duku per kg (Rp)

e. Batas kriteria penilaian kelas produktivitas ditetapkan berdasarkan proyeksi perpotongan antara garis batas dengan sekat produksi yang telah ditentukan.

Selanjutnya uji validitas akan dilakukan terhadap kelas produktivitas yang

dihasilkan melalui uji analisis diskriminan sehingga diketahui seberapa valid/sesuai

pengelompokan yang telah dilakukan.

(40)

Data Primer

Peta administrasi, peta tanah, peta topografi, peta geologi, data iklim, Statistik Pertanian

Kecamatan dll

Survey lapang

Analisis kimia/tekstur

Basis Data

Analisis Regresi Analisis Diskriminan

Korelasi Karakteristik Lahan dan Produktivitas Duku

Kontribusi tiap-tiap Variabel Terhadap Produksi

Kelas Produktivitas Tanaman Duku dan Hubungannya Dengan Karakteristik Lahan

Validasi

Persiapan Penelitian

Wawancara petani/pedagang

Data umur, produksi tanaman

Gambar 4. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

Data Sekunder

Lokasi penelitian

(41)

GAMBARAN UMUM DAERAH SURVEY

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Pengambilan data-data primer dilakukan melalui survey lapangan pada tahun 2009 yang dilakukan pada wilayah administrasi Provinsi Jambi. Survey dilakukan pada 8 (delapan) kabupaten yang ada di Provinsi Jambi. Posisi dan orientasi masing-masing wilayah penelitian disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Penelitian di Wilayah Propinsi Jambi

Pemerintah Provinsi Jambi

(42)

TANAH

Berdasarkan laporan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jambi (2010), sebagian besar wilayah Provinsi Jambi didominasi oleh ordo tanah Ultisol. beberapa ordo tanah yang dijumpai dalam wilayah penelitian ini antara lain adalah Ultisol, Inceptisol, Entisol dan Oxisol. Deskripsi ordo-ordo tanah tersebut diuraikan secara singkat di bawah ini.

Ultisols

Ultisols adalah tanah yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horizon diaknostik (horizon penciri perkembangan) argilik (pelindian liat ke lapisan bawah) dan kejenuhan basa <40%. Penyebarannya dijumpai pada fisiografi dataran tektonik agak datar hingga bergelombang. Tanah umumnya berdrainase baik dengan rezim kelembaban tanah Udik. Pada tingkat Great Group tanah di wilayah penelitian termasuk ke dalam Hapludults, Kandiudults, dan Plinthudults (Podsolik).

Hapludults – penyebarannya terdapat di daerah dataran tektonik agak datar hingga

bergelombang. Kedalaman tanah sedang sampai dalam, reaksi tanah masam, dan drainase

baik. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Hapludults atau disebut juga

tanah Podsolik Haplik.

Kandiudults – penyebarannya meliputi daerah dataran tektonik berombak hingga

bergelombang. Sifat yang membedakan dengan Hapludults adalah bahwa tanah ini

mempunyai daya sangga hara yang lebih rendah, dan umumnya lebih tua. Pada tingkat sub

group diklasifikasikan sebagai Typic Kandiudults atau disebut juga tanah Podsolik Kandik.

Plinthudults – penyebarannya meliputi bagian rendah dari dataran tektonik. Sifat yang

membedakan dengan kedua tanah tersebut adalah bahwa tanah ini mempunyai lapisan

plintit di lapisan bawah, yaitu hasil proses reduksi oksidasi tanah yang mengandung kadar

besi tinggi. Pada tingkat sub group diklasifikasikan sebagai Typic Plinthudults atau disebut

juga tanah Podsolik Plintik.

Inceptisols

(43)

air) yang ditunjukkan oleh warna tanah kelabu dengan atau tanpa karatan yang menunjukkan adanya proses basah dan kering secara bergantian. Tanah ini diklasifikasikan pada tingkat sub ordo sebagai Aquepts. Pada tingkat grup diklasifikasikan sebagai Endoaquepts (Gleisol). Pada lahan kering, berkembang bahan sedimen (batuliat). Tanah umumnya berdrainase baik dengan rejim kelembaban tanah udik. Pada kategori grup, tanah ini dibedakan menjadi Dystrudepts dan Eutrudepts (Kambisol).

Endoaquepts – dicirikan oleh kondisi basah dengan tipe penjenuhan endosaturation yaitu tanah jenuh air mulai dari lapisan bawah (dari dalam) di sebagian besar penampang tanah. Penyebarannya dijumpai di jalur aliran sungai dan bagian rawa belakang sungai. Pada tingkat subgrup tanah yang lebih basah termasuk dalam Typic Endoaquepts atau disebut tanah Gleisol Distrik, sedangkan tanah yang bagian atasnya kadang-kadang mengalami kekeringan sesaat termasuk dalam Aeric Endoaquepts atau disebut juga tanah Gleisol Aerik. Tanah yang penciri utamannya berlapis-lapis termasuk Fluvaquentis Endoaquepts atau disebut tanah Gleisol Fluvik. Sedangkan tanah yang penciri utamannya lapisan atas mengandung bahan organik tinggi, gelap disebut Humic Endoaquepts atau disebut juga Gleisol Humik.

Dystrudpets – Penyebarannya berada pada daerah dataran tektonik datar hingga bergelombang. Tanah ini dicirikan oleh rejim kelembaban tanah udik, dengan kejenuhan basa kurang dari 60%. Pada tingkat subgrup tanah ini diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudepts atau disebut tanah Kambisol Distrik.

Eutrudpets – Penyebarannya berada pada daerah dataran tektonik agak datar. Bedanya dengan Dystrudepts, bahwa tanah ini mempunyai kejenuhan basa lebih dari 60%. Pada tingkat subgrup tanah ini diklasifikasikan sebagai Fluventic Eutrudepts atau disebut tanah Kambisol Fluvik.

Entisol

Entisol merupakan tanah-tanah yang masih muda yang ditandai dengan

belum terdapatnya perkembangan struktur tanahnya. Penampang profilnya umumnya

mempunyai susunan horison AC atau AR dan bersolum tipis. Pada grup volkan,

tanah ini berkembang dari bahan tuf intermedier serta lava intermedier dan basis.

(44)

sedangkan pada perbukitan tektonik tanah berkembang dari bahan batugamping dan

sedimen kasar masam.

Dalam tingkat grup, Entisol yang dijumpai tergolong dalam Usthorthent dan

Ustipsamment. Rejim kelembaban tanahnya tergolong ustik. Usthorthent tidak

mempunyai sifat penciri yang khusus, sedangkan Ustipsamment dicirikan dengan

tekstur yang kasar (pasir berlempung atau lebih kasar). Tanah-tanah ini menyebar

dari daerah datar sampai bergunung, dan berasosiasi dengan ordo-ordo tanah

lainnya.

Oxisols

Oxisol adalah tanah-tanah yang sudah mengalami pelapukan sangat lanjut, sehingga sifat-sifat kimia tanah buruk atau sangat buruk, atau tingkat kesuburan tanahnya rendah. Oxisol sangat umum dijumpai pada permukaan geomorfologik yang agak datar dan secara geologi cukup tua di daerah tropik atau sub tropik atau pada bahan sedimen yang diturunkan daripadanya, walaupun mereka juga terbentuk dari bahan yang dapat melapuk dengan cepat. Profil mereka cukup berbeda karena tidak adanya horizon yang nyata. Horison permukaan normalnya agak gelap daripada horizon bawah, akan tetapi tansisinya bersifat gradual (Rachim, 2007). Soil Survey Staff (1999) menyatakan bahwa Oxisol terdiri terutama dari kuarsa, kaolinit, oksida dan bahan organik. Kedua struktur dan rasa oxisol adalah kabur. Dalam pengamatan pertama tanah tampak seperti tidak punya struktur, dan terasa seperti bertekstur berlempung. Sementara Oxisol yang lain bertekstur berlempung atau bahkan lebih kasar, dan banyak yang berkelas ukuran butir halus dan sangat halus, tapi liat teragregasi membentuk struktur granular halus dan sangat halus dengan tingkat perkembangan kuat.

Order Oxisol dibagi kedalam lima sub order yang didasarkan atas pembeda regim kelembaban tanah sepanjang tahun yaitu Aquox, Torrox, Ustox, Perox dan Udox. Aquox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban aquik, Torrox adalah terbentuk dibawah regim kelembaban aridik, Ustox adalah terbentuk dibawah regim kelembaban ustik, Perox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban perudik dan Udox adalah Oxisol yang terbentuk dibawah regim kelembaban udik. (Rachim, 2007).

(45)

Kabupaten Muaro Jambi

Kabupaten Muaro Jambi secara geografis terletak pada koordinat 1o15’ – 2o

01’ Lintang Selatan dan 103o 15’ –

104o 30’ Bujur Timur. Kabupaten Muaro Jambi memiliki luas 5.246 km2 atau 10,29 % dari luas wilayah Propinsi Jambi. Resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 sebagai pemekaran dari Kabupaten Batanghari. Saat ini Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 150 desa/kelurahan (Badan Pusat statistik Provinsi Jambi 2010).

Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut : - Sebelah utara dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Sebelah timur dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Sebelah selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan - Sebelah barat dengan Kabupaten Batanghari Kabupaten Batanghari

Kabupaten Batanghari terletak diantara 1015’ Lintang Selatan dan 202’ Lintang Selatan, dan antara 102030’ Bujur Timur dan 104030’ Bujur Timur.

Luas Wilayah Kabupaten Batanghari adalah 5.804 kilometer persegi (km2) atau 11,57% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Batang Hari terdiri dari 8 kecamatan, dan 113 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

- Utara : Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muaro Jambi. - Timur : Kabupaten Muaro jambi

- Selatan : Provinsi Sumatra Selatan, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro Jambi

- Barat : Kabupaten Tebo.

Daerah ini beriklim tropis, dengan tingkat elevasi sebagian besar terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian 11 – 100 meter di atas permukaan laut (sebesar 92,67 %). Sedangkan 7,33% lainnya berada pada ketinggian 101 – 500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini juga dilalui dua sungai besar yaitu sungai BatangHari dan sungai Tembesi (Badan Pusat Statistik, 2010).

(46)

Kabupaten Tanjung Jabung Timur terletak diantara 0°53' dan 1°41' Lintang Selatan dan antara 103°23' dan 104°31' Bujur Timur.

Luas Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah 5.445 kilometer persegi (km2) atau 10,86% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Timur terdiri dari 9 kecamatan, dan 93 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

- Utara : Laut Cina Selatan. - Timur : Laut Cina Selatan.

- Selatan : Kabupaten Muaro Jambi, Sumatera Selatan. - Barat : Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Muaro Jambi. (Badan Pusat Statistik, 2010).

Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Kabupaten Tanjung Jabung Barat terletak diantara 0o53’ – 01o41’ Lintang Selatan dan antara 103o23’ - 104o21’ Bujur Timur.

Luas Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat adalah 4.649,85kilometer persegi (km2) atau 9,27% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tanjung Jabung Barat terdiri dari 13 kecamatan dan 70 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

- Utara : Provinsi Riau.

- Timur : Selat Berhala dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. - Selatan : Kabupaten Batanghari

- Barat : Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tebo (Badan Pusat Statistik, 2010).

Kabupaten Bungo

Kabupaten Bungo terletak diantara 103o23’ - 104o21’ Lintang Selatan dan antara 01o08’ – 01o55’ Bujur Timur.

Luas Wilayah Kabupaten Bungo adalah 4.659 kilometer persegi (km2) atau 9,29% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Bungo terdiri dari 17 kecamatan dan 144 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

(47)

- Selatan : Kabupaten Merangin - Barat : Provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, 2010).

Kabupaten Tebo

Kabupaten Tebo terletak diantara 0o52’32” - 1o54’50” Lintang Selatan dan antara 101o48’57”– 102o48’17” Bujur Timur.

Luas Wilayah Kabupaten Tebo adalah 6.461 kilometer persegi (km2) atau 12,88% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Tebo terdiri dari 12 kecamatan dan 105 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

- Utara : Kabupaten Indragiri Hulu (Provinsi Riau).

- Timur : Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kab.Batanghari - Selatan : Kabupaten Sarolangundan Kabupaten Merangin - Barat : Kabupaten Bungo dan Provinsi Sumatera Barat (Badan Pusat Statistik, 2010).

Kabupaten Merangin

Kabupaten Merangin terletak diantara 101°30’11” – 102°50’00” Bujur Timur dan 1°28’23” –1°52’00” Lintang Selatan.

Luas Wilayah Kabupaten Merangin adalah 7.679 kilometer persegi (km2) atau 15,31% dari luas wilayah Propinsi Jambi.Kabupaten Merangin terdiri dari 24 kecamatan dan 213 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

- Utara : Kabupaten Bungo. - Timur : Kabupaten Sarolangun.

- Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu). - Barat : Kabupaten Kerinci.

(Badan Pusat Statistik, 2010). Kabupaten Sarolangun

(48)

Luas Wilayah Kabupaten Sarolangun adalah 6.174 kilometer persegi (km2) atau 12,33% dari luas wilayah Propinsi Jambi. Kabupaten Sarolangun terdiri dari 10 kecamatan dan 131 Desa/Kelurahan. Batas-batas Wilayah kabupaten adalah sebagai berikut :

- Utara : Kabupaten Batanghari.

- Timur : Kabupaten Musirawas (Provinsi SumateraSelatan). - Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu). - Barat : Kabupaten Merangin.

(Badan Pusat Statistik, 2010). IKLIM

Kabupaten Muaro Jambi

Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Muaro Jambi. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun 1999 – 2008. Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim B2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.411 mm/tahun dan jumlah hari hujan rata-rata 14 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Muaro Jambi disajikan pada Gambar 6. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel 2.

Gambar 6. Sebaran Hujan di Kabupaten Muaro Jambi

Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Muaro Jambi berkisar antara 137,9 di bulan Juni sampai 265,7 mm di bulan April. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada

216,7

(49)

musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan April. Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,0 – 27,2 oC. Kelembaban relatif rata-rata bulanan berkisar antara 83,2 – 87,6 % (Tabel 2).

Beberapa data iklim telah dikumpulkan untuk mengetahui kondisi curah hujan dan dan iklim di wilayah studi Kabupaten Batanghari. Data iklim diperoleh merupakan pencatatan dari tahun 1999 – 2008. Iklim di sebagian besar wilayah Kabupaten Batanghari berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman merupakan tipe iklim C2 dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.487,73 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 13,93 hari. Sebaran hujan rata-rata di Kabupaten Batanghari disajikan pada Gambar 7. Dan data iklim lainnya disajikan pada Tabel 3.

Gambar 7. Sebaran Hujan di Kabupaten Batanghari 217,0

(50)

Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Batanghari berkisar antara 145,1 mm di bulan September sampai 283,1 mm di bulan November. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan September dan puncak musim hujan terjadi pada bulan November.

Suhu udara rata-rata berkisar dari 26,0 – 27,0 oC. Kelembaban relatif rata-rata bulanan berkisar antara 84,4 – 87,1 % (Tabel 3).

Tabel 3. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Batanghari Tahun 1999 – 2008

No Bulan Suhu (C) Kelembaban (%)

1 Januari 26,0 87,1

2 Februari 26,2 85,4

3 Maret 26,6 86,0

4 April 26,6 86,5

5 Mei 27,0 84,8

6 Juni 26,7 84,0

7 Juli 26,5 85,3

8 Agustus 26,4 84,7

9 September 26,4 84,4

10 Oktober 26,5 85,7

11 November 26,3 86,6

12 Desember 26,4 86,6

Maksimum 27,0 87,1

Kabupaten Tanjung Jabung Timur

(51)

Gambar 8. Sebaran Hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur berkisar antara 119,8 mm di bulan Juni sampai 274,5 mm di bulan Maret. Secara umum terlihat tidak adanya perbedaan yang berarti antara curah hujan pada musim kemarau maupun di musim hujan. Namun dapat dianggap puncak musim kemarau terjadi pada bulan Juni dan puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret.

Suhu udara rata-rata 25,90 C – 27,40 C, kelembaban udara 78% - 81% pada

bulan Januari-Desember dan 73% pada bulan September (Tabel 4).

Tabel 4. Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Udara pada Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 1999 – 2008

Gambar

GAMBARAN UMUM DAERAH SURVEY ……………………………….. 25
Gambar 1. Ilustrasi data dengan menggunakan boundary line (dikutip dari
Gambar 3. Sebaran Lokasi Titik Pengamatan Penelitian
Tabel 1. Analisis Laboratorium Sifat Tanah di Daerah Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Sebelum Penerapan Pembelajaran Kontekstual di SMA Negeri 1 Sungguminasa kelas X.1

Dari Gambar 13. menunjukkan menunjukkan bahwa K-Truss mempunyai rasio kekuatan dan berat jembatan yang paling kecil jika dibandingan dengan rangka Baltimore, Howe,

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tegangan von mises maksimum pada skenario 1 lebih besar dari skenario 2 untuk tinjauan pelat contact namun untuk tinjauan

Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat menempuh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul “DISKON

Pertumbuhan dan persebaran pasar modern (pusat perbelanjaan) apabila tidak dikendalikan atau diatur penataanya dikuatirkan dapat mematikan peranan pasar tradisional

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, se- cara keseluruhan dapat diketahui bahwa dari empat belas sekolah, hanya satu sekolah yang memenuhi standar sarana dan prasarana

Dalam perkembangan sistem yang ada, sistem dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Pada sistem terbuka merupakan sistem yang

Sebagai dari tujuan tariqat tersebut telah jelas bahwa pada pokoknya adalah menjalankan syariat pada rel yang lurus dengan tertib dan teratur sesuai dengan