• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan proses dan peningkatan skala ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan proses dan peningkatan skala ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologis"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN PROSES DAN PENINGKATAN SKALA

EKSTRAKSI KITIN DARI KULIT UDANG

SECARA BIOLOGIS

JUNIANTO

.

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul

PERANCANGAN PROSES DAN PENINGKATAN SKALA

EKSTRAKSI KITIN DARI KULIT UDANG

SECARA BIOLOGIS

Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya

Bogor, September 2008

(3)

ABSTRACT

JUNIANTO. F361040011. Process Design and Scale Up of The Biological Extraction of Chitin from Shrimp Shells. Supervised by DJUMALI MANGUNWIDJADJA, SUPRIHATIN, MULYORINI RAHAYUNINGSIH, and BUDIASIH WAHYUNTARI.

Biologically chitin extraction was conducted by microbial process for deproteinization and demineralization. Lactobacillus acidophilus FNCC 116 was used for demineralization and Bacillus licheniformis F11.1 for deproteinization. The aim of the experiment was to design the biological extraction process of chitin from shrimp shells and to obtain the best scaling up criteria for the biological chitin extraction. The result of design of the biologically chitin extraction process from shrimp shells was as follow : The Shrimp shells was ground into pieces of 5 – 10 mm and followed by demineralization that was conducted by subsequent batch fermentation. The fermentation was done for 36 hours and 100 % medium was substituted at 24th hour. The best fermentation condition was 50 rpm agitation, at room temperature (30 ± 1oC), 10 % (v/v) inoculums (1 x 109 Cfu/ml cell density) and medium fermentation consisted of 0.5 g/L yeast extract and 60 g/L glucose. The demineralized shrimp shells was washed by running water. The final step was deproteinization of demineralized shrimp shells by batch fermentation and it was conducted for 96 hours. The best fermentation condition was 275 rpm agitation, 2.3 vvm aeration, pH adjusted in range of 7.8 – 8.2 and temperature of 55oC. The medium fermentation consisted of 5 g/L yeast extract; 5 g/L KH2PO4; 1 g/L CaCl2; 5 g/L NaCl and 0.5 g/L

MgSO4. By this design of the biologically chitin extraction process, 95.69 % ash

and 92.42 % protein could be removed. The ash, protein, and chitin content of chitin product was 0.84 % (db), 1.46 % (db), and 97.26 % (db) respetively whereas its viscosity was 15000 cps. The best criteria for scaling up for the biologically chitin extraction was the constant power given per unit volume for the demineralization as well as the deproteinization process.

(4)

RINGKASAN

JUNIANTO. F361040011. Perancangan Proses dan Peningkatan Skala Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang Secara Biologis. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJADJA, SUPRIHATIN, MULYORINI RAHAYUNINGSIH, dan BUDIASIH WAHYUNTARI.

Ekstraksi kitin dari kulit udang dapat dilakukan secara kimiawi maupun biologis. Ekstraksi kitin secara kimiawi dapat menyebabkan hidrolisis polimer sehingga kitin yang dihasilkan viskositasnya rendah. Selain itu, ekstraksi secara kimiawi menghasilkan limbah yang memberi beban pencemaran lingkungan cukup besar. Ekstraksi kitin secara biologis tidak menyebabkan hidrolisis polimer sehingga viskositas kitinnya tinggi. Ekstraksi kitin secara biologis ramah lingkungan dan juga menghasilkan produk samping berupa protein dan kalsium yang mempunyai nilai tambah.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan rancangan proses biologi untuk ekstraksi kitin dari kulit udang vannamei (Penaeus vannamei) menggunakan bakteri B. licheniformis F11.1 dan L. acidophillus FNCC 116. Selain itu bertujuan untuk mendapatkan kriteria terbaik dalam peningkatan skala ekstraksi kitin.

Tahapan ekstraksi kitin dari kulit udang dilakukan melalui demineralisasi dan deproteinasi. Demineralisasi dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan mineral dalam bentuk abu sedangkan deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein dari kulit udang. Bakteri Lactobacillus acidophillus FNCC 116 dan Bacillus licheniformis F11.1 digunakan untuk ekstraksi kitin secara biologis dari kulit udang. Kedua bakteri ini merupakan spesies baru yang digunakan untuk ekstraksi kitin. Setiap jenis bakteri memerlukan kondisi pertumbuhan yang spesifik, sehingga diperlukan perancangan proses biologis untuk ekstraksi kitin agar diperoleh tingkat penghilangan mineral dan protein maksimal dari kulit udang. Selain itu, pemilihan kriteria yang sesuai untuk peningkatan skala proses sangat diperlukan dalam rangka mendapatkan hasil yang tetap optimal.

(5)

pada proses demineralisasi dan B. licheniformis F11.1 pada deproteinasi adalah sebagai berikut: Pengecilan ukuran kulit udang dilakukan pada 0,5 – 1 cm. Selanjutnya didemineralisasi melalui proses fermentasi batch berturut-turut (subsequent batch), dengan penggantian 100 % medium yang dilakukan pada jam ke 24 jam. Fermentasi dilakukan pada suhu 30 ± 1oC selama 36 jam. Selama proses fermentasi dilakukan agitasi pada laju 50 rpm. Medium fermentasi terdiri atas 0,5 g/L ekstrak khamir dan 60 g/L glukosa. Jumlah inokulum bakteri sebanyak 10 % (v/v) dengan tingkat kepadatan 1 x 109 Cfu/ml. Kulit udang hasil demineralisasi dicuci bersih kemudian dideproteinasi. Deproteinasi dilakukan melalui proses fermentasi sistem batch selama 96 jam. Suhu dan pH fermentasi dipertahankan pada 55 oC dan kisaran 7,8 – 8,2, sedangkan aerasi dan agitasi masing-masing ditetapkan pada 2,3 vvm dan 275 rpm. Komposisi medium fermentasi terdiri dari ekstrak khamir 5 g/L; KH2PO4 5 g/L; CaCl2 1 g/L; NaCl 5

g/L dan MgSO4 0,5 g/L. pH awal medium diatur pada 7,3. Jumlah inokulum

bakteri sebanyak 20 % (v/v) dengan tingkat kepadatan 1 x 109 Cfu/ml.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

(7)

PERANCANGAN PROSES DAN PENINGKATAN SKALA

EKSTRAKSI KITIN DARI KULIT UDANG

SECARA BIOLOGIS

JUNIANTO

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Disertasi : Perancangan Proses dan Peningkatan Skala Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang Secara Biologis

Nama Mahasiswa : Junianto

NRP : F361040011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Dr.-Ing.Ir. Suprihatin Ketua Anggota

Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MS. Dr. Ir. Budiasih Wahyuntari, MSc. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(9)

PRAKATA

Segala puji hanya bagi Allah SWT, Dialah pemilik segala ilmu dan atas kuasa-Nya disertasi dengan judul “Perancangan Proses dan Peningkatan Skala Ekstraksi Kitin Secara Biologis dari Kulit Udang” dapat diselesaikan. Sholawat dan Salam, semoga Alloh SWT limpahkan kepada Rasulallah Muhammad SAW dan ummatnya; Amien.

Ucapan terima kasih, rasa hormat dan penghargaan yang tinggi pada kesempatan yang tepat ini, penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjadja, DEA selaku ketua komisi

pembimbing; Dr.-Ing.Ir. Suprihatin; Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MS; dan Dr. Ir. Budiasih Wahyuntari, MSc masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, keluangan waktu dan dorongan moral yang tulus sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Ir. Sukardi, MM di Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB yang banyak memberikan masukan pada saat bertindak sebagai dewan penguji di ujian tertutup. Dr. Siswa Setyahadi, Kepala Bidang Biokatalis-Teknologi BioIndustri BPPT dan Prof (riset) Dr.Ir. Rosmawati Peranginangin, MS., Peneliti Utama Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan atas masukan yang disampaikan pada saat menjadi penguji ujian terbuka

3. Dr. Ir. Koenandar, M.Eng selaku Direktur Pusat Teknologi BioIndustri; Dr. Ir. Siswa Setyahadi selaku Kepala Bidang Biokatalis; dan Ir. Trismilah, MS selaku Kepala Laboratorium BioIndustri – BPPT; atas segala biaya dan penggunaan fasilitas laboratorium yang diberikannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

4. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, MS;

(10)

staf pengajar yang telah memberi ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menimba ilmu pengetahuan di IPB.

5. Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA; Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. H. Bachrulhayat Koswara, MS; Ketua Program Studi Perikanan Dr. Ir. H. Eddy Afrianto, MS dan Ketua Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan Ir. H. Evi Liviawaty, MP atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S3.

6. Tim Manajemen BPPS-Dikti atas bantuan dana pendidikan program doktor yang diberikan kepada penulis.

7. Staf peneliti laboratorium Bioindustri – BPPT antara lain Dr. Dadang, Deden

R Waltam, SSi; Drs. Djamil, MS; Ir. Djoni Prasetyo, MS; dan kelompok penelitian kitin antara lain Herwanto, SP; Siti Rahma , SP; M. Fajar, SPi; Iman Firmansyah, SPi, Rita Rahmawati, ST; Anugrah Luki Haryanto, SSi; Mufti., atas segala bantuan kekompakan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

8. Ayanda H. Ali Syukur, Ibunda H. Siti Rokayyah, dan Ibunda Mertua Siti Haniah, atas segala doa, kasih sayang dan pengorbanannya yang tiada tara. 9. Istriku Lilis Kusmayati, SPt dan anak-anakku Amir Mujahiduddien, Hadiati

Rabbani, Sayyid Irsyadul Ibad, Roja Fathlur Rahman, Hasyidah Hanifati Dieni, Najim Kharil Abidin dan Mufakir Falih Bayyinal Haq, atas segala doa, pengorbanan, pengertian, dan dorongan semangat. Begitu pula ucapan terima kasih kepada adik-adikku Drs. Junaidi dan istri, Junairi, SPd dan Istri, Junaiman dan Istri, Junarsih dan Suami, Junarni, Dipl.SPi dan Suami serta Jumadi, SPd; atas segala doa dan dorongan semangatnya.

10.Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti

(11)

Semoga Allah SWT memberikan pahala kepada mereka semua atas segala yang diberikannya. Akhirnya, semoga disertasi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

Bogor, September 2008

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Madura Kabupaten Sampang, Propinsi Jawa Timur, tanggal 17 Agustus 1967. Anak pertama dari 8 bersaudara dari pasangan Bapak H. Ali Syukur dan Ibu H. Siti Rokayyah. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas Negeri I di Sampang tahun 1986, penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran melalui program Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Selama studi di Fakultas Pertanian, penulis mendapatkan tunjangan ikatan dinas selama 1 tahun dari Dikti. Penulis menyelesaikan program sarjana S1 pada bulan Januari 1991 dan setelah itu bekerja di PT. Ultra Jaya Milk Industri selama 1 tahun sebagai Management Traineer.

Pada bulan April 1992, penulis diangkat sebagai calon pengawai negeri sipil dan ditempatkan sebagai staf pengajar Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran yang sekarang menjadi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Setahun kemudian yaitu 1993 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil sampai sekarang. Pada tahun 1994, penulis melanjutkan studi ke program magister Teknologi Pascapanen Universitas Padjadjaran atas dana BPPS dan selesai tahun 1997. Setelah itu, pada tahun 2004 penulis melajutkan studi ke program doktor Teknologi Industri Pertanian IPB juga dengan dana BPPS. Selama menjadi staf pengajar, penulis disamping mengajar juga telah melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, menulis di media cetak dan penerbitan buku. Akhirnya penulis sekarang menjadi lektor kepala dengan pangkat IVB.

Penulis menikah dengan Lilis Kusmayati, SPt tanggal 30 Juni 1993 di Garut. Alhamdulillah, penulis sampai saat ini masih dikarunia 7 orang anak yaitu Amir Mujahiduddien, Hadiati Rabbani, Sayyid Irsyadul Ibad, Roja Fathlur Rahman, Hasyidah Hanifati Dieni, Najim Kharil Abidin, dan Mufakir Falih Bayyinal Haq.

(13)
(14)

Penguji Sidang Tertutup: Dr. Ir. Sukardi, MM.

Dosen Fakultas Teknologi Pertanian IPB

Penguji Sidang Terbuka: 1. Dr.Ir. Siswa Setyahadi

Kepala Bidang Biokatalis Teknologi Bioindustri BPPT 2. Prof (R) Dr.Ir. Rosmawati Peranginangin, MS.

(15)

DAFTAR ISI

1.3 Ruang Lingkup Penelitian ...

1.4 Manfaat Penelitian ...

2.6 Optimasi dengan Response Surface Methodology ...

2.7 Perancangan Proses ...

(16)

III

IV

V

METODE PENELITIAN ... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ...

3.3 Metode Penelitian ...

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Perancangan Proses Biologis Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang ....

4.1.1 Penentuan Kecepatan Agitasi pada Proses Demineralisasi Kulit Udang ...

4.1.2 Penentuan Kecepatan Agitasi dan Tingkat Aerasi pada Proses Deproteinasi Kulit udang ...

4.1.3 Penentuan Jalur Tahapan Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang Secara Biologi ...

4.1.4 Penentuan Sistem Fermentasi pada Proses Demineralisasi Kulit

Udang ...

4.1.5 Optimasi Kecepatan Agitasi dan Tingkat Aerasi pada Proses Deproteinasi Kulit Udang Hasil Demineralisasi ...

4.1.6 Penentuan Sistem Fermentasi Proses Deproteinasi Kulit Udang

Hasil Demineralisasi ...

4.1.7 Hasil Rancangan Proses Ekstraksi Kitin dari Kulit Udang Secara Biologis ...

4.2 Penentuan Kriteria untuk Peningkatan Skala Ekstraksi Kitin Secara Biologi dari Kulit Udang ...

(17)

DAFTAR TABEL

Produksi dan ekspor udang Indonesia 2003 – 2007 ...

Mutu kitin niaga dari berbagai produk ...

Kombinasi perlakuan dengan rancangan komposit pusat ...

Analisis proksimat kulit udang vannamei ...

Tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai kondisi proses untuk pendugaan ordo pertama ...

Tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai kondisi proses untuk pendugaan ordo kedua ...

Kriteria Mutu Kitin ...

Karakteristik bioreaktor ...

Kondisi proses pada bioreaktor 13 liter dari berbagai kriteria penigkatan skala ...

Parameter geometrik bioreaktor 2 liter yang digunakan pada proses ekstraksi kitin dari kulit udang ...

Karakteristik rancang bangun dan kondisi proses pada berbagai skala bioreaktor untuk ekstraksi kitin ...

(18)

DAFTAR GAMBAR

Struktur kimia kitin, kitosan dan selulosa ...

Penerapan kitin dan turunannya di industri ...

Reaksi kimia pemutusan ikatan peptida dengan katalis enzim ...

Skematis deproteinasi kulit udang secara biologi ...

Skema proses biologi demineralisasi kulit udang dalam fermentasi asam laktat ...

Persamaan reaksi antara asam laktat dan kalsium karbonat ...

Skematik tahapan penelitian ...

Perubahan kandungan glukosa, nilai pH dan kandungan asam laktat

serta pertumbuhan bakteri L. acidophilus FNCC 116 dalam

medium fermentasi selama proses demineralisasi kulit udang pada berbagai perlakuan kecepatan agitasi...

Kandungan abu kulit udang dan tingkat penurunannya selama proses demineralisasi pada berbagai perlakuan kecepatan agitasi ...

Pertumbuhan bakteri B. licheniformis F11.1 dan aktivitas enzim proteolitik dalam medium fermentasi pada berbagai kombinasi tingkat aerasi dan kecepatan agitasi selama proses deproteinasi kulit udang ...

Kandungan protein kulit udang dan tingkat penurunannya selama fermentasi pada berbagai kombinasi tingkat aerasi dan kecepatan agitasi ...

Perubahan kandungan abu dan protein kulit udang serta pertumbuhan bakteri L acidhophillus FNCC 116, glukosa dan asam laktat dalam medium fermentasi proses demineralisasi kulit udang .

Pertumbuhan bakteri B licheniformis F11.1, aktivitas enzim protease dalam medium fermentasi dan kandungan abu serta protein kulit udang hasil demineralisasi selama proses deproteinasi

(19)

14

Pertumbuhan bakteri B licheniformis F11.1, aktivitas enzim protease dalam medium fermentasi dan kandungan abu serta protein kulit udang selama proses deproteinasi ...

Perubahan kandungan abu dan protein kulit udang serta pertumbuhan bakteri L acidhophillus FNCC 116, glukosa dan asam laktat dalam medium fermentasi proses demineralisasi kulit udang hasil deproteinasi ...

Karakteristik kulit udang dan hasil ekstraksi kitin melalui dua jalur proses yang berbeda ...

Pertumbuhan bakteri L. acidophillus FNCC 116 dan perubahan kandungan glukosa dalam medium berbagai sistem fermentasi proses demineralisasi kulit udang ...

Perubahan kandungan asam laktat dan pH dalam medium berbagai sistem fermentasi proses demineralisasi kulit udang ...

Penurunan kandungan abu kulit udang selama proses fermentasi dari berbagai sistem fermentasi ...

Optimasi dan kontur respon tingkat hidrolisis protein terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi ...

Tingkat hidrolisis dan kandungan protein kulit udang hasil demineralisasi pada proses deproteinasi kondisi optimum (2,3 vvm : 275 rpm) ...

Pertumbuhan bakteri B.licheniformis F11.1 dan aktivitas enzim protease dalam berbagai medium sistem fermentasi proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi ...

Pola penurunan kandungan protein kulit udang hasil demineralisasi pada proses deproteinasi dalam berbagai sistem fermentasi ...

Diagram blok ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologis ...

Diagram alir proses ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologis .

Pertumbuhan bakteri L acidophillus FNCC 116 dan perubahan kandungan glukosa, pH serta kandungan asam laktat dalam medium fermentasi pada bioreaktor 2 lt dan 13 lt ...

(20)

28

29

Pertumbuhan bakteri B.licheniformis F11.1 dan aktivitas enzim dalam medium fermentasi pada berbagai kriteria peningkatan skala

Pola penurunan kandungan protein selama proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi dalam medium fermentasi pada berbagai kriteria peningkatan skala ...

121

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Pengukuran kandungan abu (AOAC 1984) ...

Pengukuran aktivitas enzim protease (azokasein) ………

Pengukuran pH (pH meter) ...

Pengukuran total asam dengan HPLC ...

Pengukuran kandungan glukosa (metode DNS, AOAC 1984) ...

Pengukuran viskositas ...

Pengukuran kandungan kitin melalui nitrogen total ...

Teknis Penentuan Nilai kLa (Metode dinamik, Scragg 1991) ...

Metode penghitungan jumlah bakteri (TPC) ...

Kurva standar jumlah bakteri Bacillus licheniformis F11.1 versus optical density (OD) ...

Kurva standar jumlah bakteri Lactobacillus acidhophilus FNCC 116 versus optical density (OD) ...

Hasil penghitungan jumlah bakteri dalam medium fermentasi proses demineralisasi kulit udang pada berbagai perlakuan kecepatan agitasi (Cfu/ml) ...

Hasil pengukuran pH dalam medium fermentasi proses demineralisasi kulit udang pada berbagai perlakuan kecepatan agitasi ...

Hasil pengukuran kandungan glukosa dalam medium fermentasi proses demineralisasi kulit udang dalam berbagai perlakuan kecepatan agitasi (%; b/v) ...

(22)

17 penurunannya selama proses demineralisasi pada berbagai perlakuan kecepatan agitasi serta analisis statistik ...

Hasil penghitungan jumlah bakteri dalam medium fermentasi proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan tingkat aerasi (Cfu/ml) ...

Hasil pengukuran aktivitas enzim protease dalam medium fermentasi proses deproteinasi kulit udang pada berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan tingkat aerasi (Unit/ml) ...

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan tingkat aerasi serta analisis statistik ...

Hasil pengukuran kandungan glukosa, asam laktat, abu, protein, dan jumlah bakteri pada proses demineralisasi kulit udang ...

Hasil pengukuran kandungan abu, protein, aktivitas enzim dan jumlah bakteri pada proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi ...

Hasil pengukuran kandungan abu, protein, aktivitas enzim dan jumlah bakteri pada proses deproteinasi kulit udang ...

Hasil pengukuran kandungan abu, protein, glukosa, asam laktat dan jumlah bakteri pada proses demineralisasi kulit udang hasil deproteinasi ...

Hasil penghitungan jumlah bakteri dalam medium fermentasi pada proses demineralisasi kulit udang pada berbagai perlakuan sistem fermentasi (Cfu/ml) ...

Hasil pengukuran kandungan asam laktat dan pH dalam medium fermentasi pada proses demineralisasi kulit udang pada berbagai sistem fermentasi ...

Hasil pengukuran glukosa dan kandungan abu pada proses demineralisasi kulit udang pada berbagai sistem fermentasi ...

Analisis Statistik terhadap tingkat penurunan kandungan abu pada perancangan fermentasi (B) Fermentasi Subsequent Batch bertahap dengan pengantian media dan inokulum baru pada jam ke 24 ...

(23)

29

Matriks orde pertama respon tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi ...

Hasil analisis ragam tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi pada percobaan titik faktorial dan pusat ...

Analisis varian ordo pertama proses optimasi pengaruh tingkat aerasi dan kecepatan agitasi terhadap tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi ...

Hasil analisis nilai estimasi, standar deviasi dan nilai t respon tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi ...

Hasil uji penyimpangan model pengaruh tingkat aerasi dan kecepatan agitasi terhadap hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi ...

Hasil percobaan tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi ...

Hasil analisis ragam tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi pada titik faktorial, pusat dan bintang ...

Hasil analisis nilai estimasi, standar deviasi dan nilai t respon tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi terhadap tingkat aerasi dan kecepatan agitasi agitasi pada titik faktorial, pusat dan bintang ...

Hasil uji penyimpangan model pengaruh tingkat aerasi dan kecepatan agitasi terhadap hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi ...

Analisis kanonik pengaruh tingkat aerasi dan kecepatan agitasi terhadap tingkat hidrolisis protein kulit udang hasil demineralisasi ..

Hasil pengukuran reologi cairan kultivasi pada konsisi optimal (2,3 vvm ; 275 rpm) proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi dalam bioreaktor 2 liter ...

Penentuan nilai kLa pada medium fermentasi kondisi optimal (2,3

vvm : 275 rpm) proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi dalam bioreaktor 2 liter. ...

(24)

41

Hasil penghitungan jumlah bakteri dalam medium fermentasi proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai perlakuan sistem fermentasi (Cfu/ml) ...

Hasil pengukuran aktivitas enzim dalam medium fermentasi proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai perlakuan sistem fermentasi (U/ml) ...

Hasil pengukuran kandungan protein kulit udang hasil

demineralisasi selama proses deproteinasi pada berbagai perlakuan sistem fermentasi (%, bk) ...

Analisis Statistik terhadap tingkat penurunan kandungan protein kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai perlakuan sistem fermentasi proses deproteinasi ...

Data geometris bioreaktor 2 dan 13 liter ...

Kriteria kesaamaan fisik bioreaktor 2 dan 13 liter ...

Penghitungan kecepatan agitasi pada bioreaktor 13 liter berdasarkan patokan peningkatan skala tenaga per unit volume tetap dari biorektor 2 liter ...

Hasil penghitungan jumlah bakteri dalam medium fermentasi proses demineralisasi kulit udang segar pada biorektor ukuran 13 liter (Cfu/ml)...

Hasil pengukuran kandungan asam laktat, glukosa, dan nilai pH dalam medium fermentasi serta kandungan abu kulit udang pada proses demineralisasi dalam biorektor ukuran 13 liter ...

Penghitungan nilai kecepatan agitasi dan aerasi pada biorektor 13 liter berdasarkan optimasi pada biorektor 2 liter pada berbagai kriteria peningkatan skala ...

Grafik hubungan antara bilangan Reynolds dengan bilangan tenaga (Wang et al. 1978) ...

Grafik hubungan antara perbandingan tenaga pengadukan pada sistem beraerasi dan tanpa earasi (Pg/P) dengan bilangan aerasi (Na) pada berbagai tipe impeler (Aiba et al. 1973) ...

Hasil penghitungan jumlah bakteri dalam medium fermentasi proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai perlakuan kriteria peningkatan skala (Cfu/ml) ...

(25)

54

55

56

57

58

Hasil pengukuran aktivitas enzim dalam medium fermentasi proses deproteinasi kulit udang hasil demineralisasi dalam berbagai perlakuan kriteria peningkatan skala (Unit/ml) ...

Hasil pengukuran kandungan protein kulit udang pada proses deproteinasi dalam berbagai perlakuan kriteria peningkatan skala (%, bk) ...

Analisis statistik terhadap tingkat penurunan kandungan protein kulit udang hasil demineralisasi pada berbagai kriteria peningkatan skala ...

Penghitungan rancang bangun dan kondisi proses ekstraksi kitin secara biologi dari kulit udang dalam berbagai kapasitas biorektor ..

Hasil pengukuran analisis proksimat kulit udang dan kitin hasil ekstraksi ...

205

206

207

208

(26)

SINGKATAN

AOAC = Association of Official Analytical Chimestry

b/b = Berat per Berat

bk = Berat kering

BPPT = Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BSA = Bovine Serum Albumin

b/v = Berat per volume

Cfu = Coloni form unit

DCL = Dichloroisocoumarin

DD = Derajat Deasetilasi

DFP = Diisopropil Fluorophosfat

Di = diameter pengaduk

Dml = demineralisasi

DNS = Dinetrosolisilat

DOT = Dissolved oxygen tension

Dpr = Deproteinasi

Dpt = Diameter putaran (impeler)

Dt = Diameter bioreaktor

EDTA = Ethylene diamine tetraacetic acid

F/V = Tingkat aerasi

g/L = Gram per liter

HL = Tinggi cairan fermentasi

Hb = Tinggi baji pertama dari dasar tangki

HPLC = High performance liquid chromatography

Ht = Tinggi bioreaktor

Kag = kecepatan agitasi

kLa = koefisien transfer oksigen

L = Liter

LB = Luria Broth

LTB = Laboratorium Teknologi Bioindustri

MRS = Man Rogosa Sharpe

N = kecepatan agitasi

Ni = jumlah pengaduk

OD = Optical density

PMSF = Phenymethylsulfonylfluoride

Pg/v = tenaga per unit volume

PUSPIPTEK = Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Rpm = Round per menit (putaran per menit)

(27)

TPC = Total plate count

U/ml = Unit per ml

V = Tingkat kecepatan ujung impeller

Vk = Volume kerja bioreaktor

Vvm = Volume udara per volume cairan per menit

(28)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang merupakan komoditi perikanan Indonesia terbesar yang dieskpor,

setelah itu diikuti oleh ikan tuna. Realisasi ekspor perikanan pada tahun 2007

sebesar Rp 23 trilyun, 50 % dari udang dan 15 % dari ikan tuna. Volume ekspor

udang pada tahun 2007 adalah 160.797 ton dan 90 % dalam bentuk beku tanpa

kulit dan atau tanpa kepala (Pusat Data Statistik dan Informasi, Departemen

Kelautan dan Perikanan 2008; http://www.dkp.go.id).

Salah satu limbah yang dihasilkan dari industri pembekuan udang tersebut

adalah kulit udang. Menurut Dhewanto dan Kresnowati (2002) proporsi berat

kulit udang terhadap berat udang keseluruhannya adalah 45 %. Berdasarkan

proporsi tersebut, diperkirakan jumlah limbah kulit udang yang tersedia pada

tahun 2007 mencapai 100.188,9 ton.

Selama ini, pemanfaatan limbah kulit di Indonesia sebagian besar digunakan

untuk pakan ternak, campuran untuk pembuatan kerupuk udang, dan terasi

(Dhewanto dan Kresnowati 2002). Pengolahan limbah kulit udang menjadi

produk seperti pakan ternak, terasi maupun kerupuk mempunyai nilai tambah

yang relatif kecil.

Untuk meningkatkan nilai tambah kulit udang, diekstraksi menjadi kitin

sangat penting dilakukan, karena kitin mempunyai harga jual yang tinggi. Harga

kitin saat ini berkisar antara Rp 50.000,-/kg (untuk bahan penanganan limbah cair)

sampai Rp 1.000.000,-/kg (untuk bahan biomedik)

(29)

Kitin yang terdapat dalam kulit udang berkisar antara 20 sampai 60 % (berat

kering ), tergantung jenisnya (Muzzarelli 2000). Berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan, kulit udang vannamei (Penaeus vannamei) mengandung kitin

sekitar 58 % (bk). Udang vannamei (P.vannamei) merupakan jenis udang yang

diekspor terbesar dalam bentuk beku tanpa kulit, yaitu hampir 75 % dari volume

ekspor udang beku (Pusat Data Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan

Perikanan 2008; http://www.dkp.go.id).

Menurut Mangunwidjaja dan Harahap (2001), penanganan dan pengolahan

limbah udang melalui industri kitin menjadi sorotan, karena senyawa yang hampir

sama dengan selulosa ini ternyata menunjukkan keandalan di berbagai bidang dan

mempunyai prospek sebagai komoditi perdagangan. Kitin dan turunannya dapat

dimanfaatkan untuk kesehatan, industri tekstil, penanganan air limbah, farmasi,

biomedikal, kosmetik, teknologi pangan, fotografi dan lain-lain.

Saat ini produsen kitin dunia dikuasai oleh Jepang dan Amerika Serikat.

Sebenarnya, Indonesia mempunyai peluang untuk mengambil bagian dari pasar

kitin dunia karena memiliki sumber bahan baku kitin yang relatif lebih besar jika

dibandingkan dengan Jepang atau Amerika Serikat.

Ekstraksi kitin dari kulit udang di dunia industri dilakukan secara kimiawi

melalui tahapan deproteinasi yang menggunakan basa kuat dan demineralisasi

yang menggunakan asam kuat. Tahapan deproteinasi dimaksudkan untuk

menurunkan kandungan protein sedangkan demineralisasi dimaksudkan untuk

(30)

Menurut Yang et al. (2000), ekstraksi kitin secara kimiawi tersebut dapat

menyebabkan hidrolisis polimer terhadap kitin yang dihasilkan, sehingga

viskositasnya rendah dan mempengaruhi penggunaan kitin selanjutnya. Toan et

al. (2006), menyatakan bahwa ekstraksi secara kimia diperlukan penanganan

terhadap limbah cair yang dihasilkan yaitu harus dinetralisasi dan didetoksifikasi

agar tidak merusak lingkungan. Biaya penanganan limbah cair dari industri kitin

tersebut cukup besar yaitu dapat mencapai 40 % dari total biaya produksi. Selain

itu, ekstraksi kitin secara kimiawi berlangsung pada suhu yang relatif tinggi (

>100 oC) sehingga diperlukan energi yang cukup besar.

Alternatif lain untuk ekstraksi kitin dapat dilakukan dengan metode

biologis. Proses ekstraksi kitin secara biologis adalah memanfaatkan aktivitas

atau kemampuan mikroba baik dalam tahapan demineralisasi maupun

deproteinasinya. Proses demineralisasi dilakukan dengan memanfaatkan

fermentasi asam laktat sedangkan proses deproteinasi menggunakan kemampuan

mikroba proteolitik (Bustos dan Healy 1994)

Kitin hasil ekstraksi secara biologis mempunyai nilai viskositas yang lebih

tinggi daripada kitin yang diektraksi secara kimiawi (Beaney et al. 2005).

Keunggulan lain dari proses ekstraksi kitin secara biologis adalah dihasilkan

produk samping yang potensial. Produk samping tersebut antara lain protein dan

pigmen karotenoid sebagai suplemen pakan untuk ikan dan binatang lainnya, serta

kalsium laktat yang merupakan komponen mineral penting untuk makanan

suplemen (Healy et al. 2003). Limbah cairnya tidak perlu adanya penanganan

(31)

Beberapa penelitian ekstraksi kitin secara biologis telah dilakukan yaitu

Ekstraksi kitin dari limbah kulit udang windu (Penaeus monodon) melalui

fermentasi asam laktat menggunakan gabungan bakteri Streptococcus faecium,

Lactobacillus plantarum dan Pediococcus acidilactici (Hall dan Silva 1992).

Ekstraksi kitin dari kulit udang Duplin Bay (Nephrops norvegicus) menggunakan

gabungan bakteri Lactobacillus salvarius, Enteroccus facium dan Pediococcus

acidilactici (Beaney et al. 2005). Deproteinasi limbah kulit udang menggunakan

bakteri Pseudomonas aeruginosa K-187 (Wang dan Chio 1998), Pseudomonas

maltophilia LC-102 (Shimahara et al. 1984) dan Bacillus subtilis (Yang et al.

2000).

Semua hasil penelitian ekstraksi kitin secara biologis tersebut diperoleh

tingkat penghilangan kandungan abu dan protein dari kulit udang berkisar antara

30 – 85 %, yang masih rendah jika dibandingkan dengan metode kimia yang dapat

mencapai lebih dari 95 %. Menurut Healy et al. (2003), tingkat penghilangan

kandungan abu dan protein dari kulit dalam ekstraksi kitin adalah penting.

Semakin besar tingkat penghilangan kandungan abu dan protein dari kulit udang

akan dihasilkan kitin yang memiliki kandungan abu dan protein kecil. Makin

kecil kandungan abu dan protein kitin, harga jual kitin makin tinggi. Oleh karena

itu penggunaan mikroba baru yang lebih potensial untuk ekstraksi kitin perlu terus

dilakukan.

Beberapa bakteri yang potensial digunakan untuk ekstraksi kitin adalah

Bacillus licheniformis F11.1 dan Lactobacillus acidophilus FNCC 116. Bacillus

(32)

tidak memproduksi enzim kitinase, sehingga dapat digunakan dalam proses

deproteinasi pada tahapan ekstraksi kitin. B. licheniformis F11.1 adalah bakteri

derivat dari B. licheniformis F11 yang berhasil diisolasi dari limbah kulit udang.

Isolasi terhadap B. licheniformis F11 dilakukan atas kerjasama antara

Laboratorium Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

dengan Universitas Hamburg, Jerman dalam rangka mendapatkan strains baru

penghasil enzim protease.

L. acidophilus FNCC 116 adalah bakteri asam laktat yang bersifat

homofermentatif. Artinya, dalam proses fermentasi hanya asam laktat saja yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut dari biokonversi glukosa, sehingga diharapkan

lebih efektif untuk menurunkan kandungan abu kulit udang dalam proses

demineralisasi pada tahapan ekstraksi kitin.

Berdasarkan penelusuran paten dan jurnal ilmiah, bakteri B. licheniformis

F11.1 dan L. acidophilus FNCC 116 belum pernah digunakan untuk ekstraksi

kitin dari kulit udang. Menurut Jung et al. (2005), penggunaan bakteri dengan

jenis dan strains yang berbeda untuk ekstraksi kitin diperlukan kondisi optimum

yang berbeda pula. Dengan demikian diperlukan perancangan proses biologis

untuk ekstraksi kitin dari kulit dengan menggunakan kedua bakteri tersebut agar

diperoleh tingkat penghilangan mineral dan protein yang maksimal. Dalam

kegiatan perancangan ini, hasil dari setiap tahapan yang dilakukan merupakan

pilihan yang paling baik dari beberapa pilihan yang dicanangkan.

Selain itu, penggunaan kedua bakteri tersebut untuk ekstraksi kitin dari kulit

(33)

optimal pertumbuhan 55oC, sehingga mikroba yang bersifat mesophilik yang

umumnya tumbuh di lingkungan suhu ruang tidak dapat mengkontaminasi proses

deproteinasi. Begitu pula dengan proses demineralisasi yang menggunakan L.

acidhophillus FNCC 116 yang bersifat acidophilik yaitu tumbuh optimal pada

lingkungan pH asam, sehingga mikroba non acidophilik yang banyak terdapat di

lingkungan suhu ruang tidak dapat mengkontaminasi. Keuntungan kondisi

ekstraksi kitin yang tidak perlu steril ini adalah dapat menghemat energi dan

waktu proses.

Agar ekstraksi kitin secara biologis ini dapat diterapkan dalam skala

komersial perlu dilakukan peningkatan skala. Peningkatan skala dalam bioproses

dilakukan dalam tiga tahapan yaitu skala laboratorium, pilot plant, dan industri.

Pada peningkatan skala bioproses ini harus diusahakan kondisi optimum tetap

terjaga. Masalah utama yang dijumpai pada peningkatan skala bioproses adalah

berubahnya faktor-faktor lingkungan fisik, seperti perpindahan massa,

kemampuan pencampuran, penyebaran tenaga dan laju geser. Oleh karena itu

harus dipilih kriteria peningkatan skala yang sesuai agar diperoleh hasil kitin yang

tetap optimal.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendapatkan rancangan proses biologis untuk

ekstraksi kitin dari kulit udang vannamei (P. vannamei) menggunakan bakteri B.

licheniformis F11.1 dan L. acidophilus FNCC 116, sehingga tingkat penghilangan

(34)

kriteria terbaik pada proses biologis ekstraksi kitin untuk peningkatan skala

proses.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

A. Perancangan proses ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologis:

- Penentuan jalur tahapan proses ekstraksi kitin yang paling baik secara

biologis.

- Penentuan sistem fermentasi yang paling baik pada ekstraksi kitin dari kulit

udang secara biologis.

B. Penentuan kriteria peningkatan skala yang paling baik untuk proses ekstraksi

kitin dari kulit udang secara biologis.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai rancangan

proses dan kriteria peningkatan skala untuk ekstraksi kitin dari kulit udang secara

biologis. Informasi yang diperoleh tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai

dasar untuk pengembangan ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologi ke arah

(35)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Udang

Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat

ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton

dengan nilai Rp 11,5 trilyun. Nilai ekspor udang ini adalah 50 % dari nilai ekspor

komoditi perikanan Indonesia pada tahun 2007 yaitu sebesar 23 trilyun (Pusat

Data Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan 2008

http://www.dkp.go.id)

Ekspor udang tahun 2003 sampai 2007 terus meningkat sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel 1. Udang yang diekspor hampir 90 % nya adalah bentuk

beku tanpa kulit dan kepala. Jenis udang yang diekspor adalah udang vannamei

dan windu, untuk tiga tahun terakhir hampir 75 % adalah udang vannamei (Pusat

Data Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan 2008

http://www.dkp.go.id)

Tabel 1 Produksi dan ekspor udang Indonesia 2003 – 2007

Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton)

2003

2004

2005

2006

2007

191.723

226.553

295.000

281.901

318.565

92.027

124.604

153.906

159.329

160.797

(36)

Salah satu limbah yang dihasilkan dari industri pembekuan udang tanpa

kulit dan kepala adalah kulit udang. Proporsi kulit udang dapat mencapai 45 %

dari berat udang keseluruhan (Dhewanto dan Kresnowati 2002). Berdasarkan

asumsi tersebut, ketersediaan kulit udang di Indonesia tiap tahunnya relatif besar.

Menurut Rao et al. (2000), kulit udang mengadung beberapa komponen

yaitu protein, pigmen, lemak, kitin dan mineral yang berupa kalsium karbonat.

Semua komponen ini dapat diisolasi atau diekstraksi sehingga mempunyai nilai

jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit udang. Tiga komponen yang

keberadaannya cukup besar dalam kulit udang adalah kitin, mineral dan protein.

Kandungan kitin pada kulit udang merah (Solenocera melantho) adalah

23,3 % (bk) (Chang dan Tsai 1997). Kandungan kitin pada udang Crangon

crangon adalah 17,8 % (bk) (Synowiecki dan Al-Khateeb 2000). Menurut

Muzzarelli (2000), kandungan kitin dalam kulit udang berkisar antara 20 – 60 %

(bk), tergantung jenisnya.

2.2 Kitin

Kitin merupakan senyawa biopolimer berantai panjang dan tidak bercabang.

Tiap rantai polimer pada umumnya terdiri dari 2000 hingga 5000 unit monomer

N-asetil-D-Glukosamin (2-acetamido-2-deoksi-D-Glukosa) yang terpaut melalui

ikatan β (1-4) glukosa. Unit monomer kitin mempunyai rumus molekul

C8H12NO5 dengan kadar C, H, N dan O berturut-turut 47%, 6%, 7% dan 40%

(37)

Struktur kitin dan kitosan serupa dengan selulosa, yaitu antara monomernya

terangkai dengan ikatan glukosida pada posisi β (1-4). Perbedaan dengan selulosa

adalah gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon nomor dua,

digantikan oleh gugus asetamina (-NHCOCH3) pada kitin sehingga kitin menjadi

sebuah polimer berunit N-Asetil glukosamin sedangkan pada kitosan digantikan

oleh gugus amin (NH2) (Tsugita 1990). Struktur kimia kitin, kitosan dan selulosa

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia kitin, kitosan dan selulosa (Tsugita 1990)

Pengamatan dengan sinar X terhadap struktur kitin menunjukkan adanya

gugus amino yang tidak terasetilasi pada setiap 6 sampai 7 gugus asetil

glukosamida. Ditinjau dari segi fisik, struktur kitin tersusun atas unit-unit

berbentuk ortorombik, setiap sel dibangun oleh 8 residu asetil glukosamin, dan Kitin

Kitosan

(38)

mempunyai ukuran 94Ǻ x 10,5 Ǻ x 9,3 Ǻ. Berdasarkan struktur tersebut kitin

dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu α kitin (rantai antipararel), β kitin (rantai

pararel) dan γ-kitin (rantai campuran) (Tsugita 1990).

Menurut Stephen (1995), kitin merupakan makromolekul berbentuk padatan

amorfatau kristal dengan panas spesifik 0,373 kal/g/oC, berwarna putih, dan dapat

terurai secara hayati (biodegradable), terutama oleh bakteri penghasil enzim

lisozim dan kitinase. Kitin bersifat tidak larut dalam air, asam anorganik encer,

asam organik, alkali pekat dan pelarut organik tetapi larut dalam asam pekat

seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat dan asam formiat anhidrous. Menurut

Austin (1988), kitin yang larut dalam asam pekat dapat terdegradasi menjadi

monomernya dan memutuskan gugus asetil.

Mutu niaga berbagai produk kitin berdasarkan spesifikasi kandungan air,

abu, dan proteinnya terdapat pada Tabel 2. Menurut Bustos dan Healey (1994),

harga kitin ditentukan oleh kandungan abu dan proteinnya. Semakin kecil

kandungan abu dan proteinnya harga kitin semakin tinggi.

(39)

Menurut Knorr (1984), sifat kitin yang penting untuk aplikasinya adalah

kemampuannya mengikat air dan minyak karena terdapat gugus hidrofobik dan

hidrofilik. Struktur polar kitin terdispersi membentuk misel, dan ekor

hidrokarbonnya tersembunyi di sebelah dalam membentuk fase hidrofobik,

sedangkan fase hidrofilik ada di sebelah luar. Jumlah air dan minyak yang dapat

diikat kitin masing-masing sebesar 385 % dan 315 %.

Kitin karena bersifat mengikat air dan minyak, sehingga dapat digunakan

sebagai surfaktan atau pengemulsi pada makanan, dan kosmetik. Selain itu kitin

dan turunannya dapat digunakan sebagai penstabil, pengental, kelengkapan ion

exchanger, membran pada kromatografi dan dialisis (Knorr 1984), untuk proses

penyembuhan luka bakar, pengobatan dermatitis, pengobatan infeksi jamur,

sebagai benang bedah dan sebagai bahan lensa kontak yang lunak dan bersih

(Alamsyah 2004). Hubungan antara penerapan dan nilai tambah kitin dan

turunannya dalam berbagai industri terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2 Penerapan kitin dan turunannya di industri (Morrisey 2003). Nilai tambah tinggi dan volume pemakaian sedikit

- Biomedik dan Pharmaceutical

- Teknologi kimia

- Kosmetik

- Teknologi pangan

- Penjernih air

- Pertanian

- Tekstil

- Teknologi kertas

(40)

Kitin dengan proses deasetilasi (pengurangan gugus asetil) diturunkan

menjadi kitosan. Kitosan ini mempunyai sifat yang larut dalam asam-asam

organik encer dan tidak larut dalam air (Alamsyah 2004). Proses deasetilasi kitin

menjadi kitosan selama ini dilakukan secara termokimia menggunakan alkali kuat

pada suhu tinggi, perlakuan secara enzimatik belum memberikan hasil yang

memuaskan yaitu memperoleh derajat deasetilasi (DD) yang sangat rendah

(Emmawati 2005).

Penelitian yang dilakukan Tsigos dan Bouriotis (1995) pada kristal kitin dari

kulit udang yang dideasetilasi secara enzimatis mendapatkan kitosan dengan nilai

DD 54 %. Menurut Bartnicki-Gracia (1989), sulitnya dihasilkan kitosan dengan

DD tinggi diduga karena kitin secara alami berbentuk kristalin yang mengandung

rantai-rantai polimer kitin berkerapatan sangat tinggi, yang satu sama lain terikat

dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat, sehingga menghalangi enzim

berpenetrasi mencapai subtrat spesifiknya.

2.3 Ekstraksi Kitin

Ekstraksi kitin dilakukan melalui dua tahapan proses yaitu penghilangan

protein (deproteinasi) dan penghilangan kalsium karbonat (demineralisasi) dari

kulit udang (Muzzarelli 2000). Kedua tahapan proses dalam ekstraksi kitin

tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun biologi (Alamsyah 2004).

Ekstraksi kitin secara kimia dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia

seperti asam klorida, atau asam laktat pada proses demineralisasinya. Sedangkan

(41)

(Bastaman 1989). Ekstraksi kitin secara biologi dilakukan melalui proses

fermentasi asam laktat pada tahapan demineralisasi sedangkan pada tahapan

deproteinasi menggunakan enzim protease baik yang ditambahkan langsung atau

enzim yang dihasilkan oleh bakteri selama proses kultivasi (Lee dan Tan 2002).

2.3.1 Proses Deproteinasi

Kulit udang selain mengandung kitin juga mengandung protein. Untuk

mendapatkan kitin dari kulit udang, maka protein tersebut harus dihilangkan atau

dideproteinasi. Protein yang terdapat pada kulit udang dapat berikatan secara fisik

dan kovalen. Protein yang terikat secara fisik dalam kulit udang dapat

dihilangkan dengan perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran, dan pencucian

dengan air. Adapun protein yang terikat secara kovalen dapat dihilangkan dengan

perlakuan kimia yaitu pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan

biologi (Lee dan Tan 2002).

Jumlah protein yang terikat secara kovalen dengan kitin setiap jenis

crustacea tidak sama. Protein yang terikat secara kovalen dalam kulit udang

sekitar 16 %. Perbedaan jumlah protein yang terikat secara kovalen akan

mempengaruhi mudah tidaknya proses deproteinasi (Austin 1988).

Deproteinasi secara kimia dari kulit udang dengan menggunakan larutan

natrium hidroksida atau larutan basa lainnya dapat menyebabkan kerusakan pada

asam amino protein yang direcovery. Kerusakan yang terjadi adalah pelepasan

amonia pada pemecahan group amida asparagin dan glutamin menjadi asam

(42)

threonin mengalami kerusakan sekitar 5 – 10 %, adapun sistin/sistein, asam

aspartat, asam glutamat, lisin, arginin, tirosin dan prolin terdegradasi sebagian

(Davidex et al. 1990).

Deproteinasi secara biologi dilakukan dengan menggunakan enzim protease.

Enzim protease adalah enzim yang mampu menghidrolisis ikatan peptida dalam

protein. Enzim protease tersebut dapat diperoleh baik dari jaringan tanaman,

hewan maupun hasil metabolik mikroba (Lee dan Tan 2002).

Pada proses hidrolisis ikatan peptida terdapat tiga perubahan. Perubahan

pertama yaitu struktur molekul polipeptida membentuk struktur hidrofobik yang

terbuka terhadap lingkungan berair. Perubahan kedua terjadi kenaikan jumlah

gugus terionisasi (NH4+, COO-) sehingga produk lebih bersifat hidrofilik.

Perubahan ketiga adalah penurunan ukuran molekul rantai polipeptida sehingga

sifat antigenisitas menurun tajam (Mahmoud 1994).

Menurut Stauffer (1989), salah satu enzim protease atau proteolitik ada

yang memiliki aktivitas endo-peptidolitik yaitu memutuskan ikatan peptida di

dalam rantai polipeptida protein. Proses pemutusan ikatan peptida dengan katalis

enzim terdapat pada Gambar 3 sedangkan secara skematis deproteinasi kulit

udang dengan enzim protease dapat dilihat pada Gambar 4.

Protein yang tersusun dari 20 jenis asam amino dapat memiliki 380 ikatan

peptida. Ikatan peptida inilah yang akan menjadi sasaran aksi enzim. Enzim

tertentu hanya memutuskan ikatan tertentu yang secara fisik cocok dengan enzim.

Proses hidrolisis protein secara enzimatis memerlukan kondisi yang sesuai

(43)

Faktor-faktor yang perlu dikondisikan dalam proses hidrolisis adalah temperatur,

jumlah dan jenis enzim yang digunakan, pH, dan waktu.

Enzim

CHR’- CO-NH-CHR” + H2O

–CHR’-COOH + NH2-CHR”

Gambar 3 Reaksi kimia pemutusan ikatan peptida dengan katalis enzim (Mahmoud 1994)

Beberapa penelitian deproteinasi kulit udang secara biologi telah banyak

dilakukan, baik yang menggunakan enzim yang ditambahkan langsung maupun

enzim hasil metabolik sekunder dari proses kultivasi mikroba (Yang et al. 2000).

Bustos dan Healy (1994) telah membandingkan penggunaan enzim langsung

dengan enzim hasil metabolik kultivasi mikroba pada proses deproteinasi kulit

udang. Hasilnya menunjukkan tingkat hidrolisis protein kulit udang

menggunakan enzim hasil kultivasi mikroba (82 %) lebih baik dibandingkan

menggunakan enzim yang ditambahkan langsung (64 %). Menurut Gagne dan

Simpson (1993) rasio enzim papain terhadap kulit udang yang dibutuhkan untuk

memperoleh hasil maksimum pada proses deproteinasi adalah sangat tinggi yaitu

1 : 10 (b/b).

Buston dan Healey (1994) menyatakan penggunaan enzim langsung untuk

proses deproteinasi pada tahapan ekstraksi kitin dari kulit udang diperlukan dua

tahapan proses. Tahapan pertama dilakukan proses isolasi dan pemurnian

terhadap enzim proteolitik dari jaringan hewan dan tanaman atau hasil metabolik

sekunder mikroba. Tahapan kedua adalah enzim yang telah diisolasi dan

dimurnikan tersebut digunakan untuk proses hidrolisis protein terhadap kulit

(44)

proteolitik hanya dilakukan satu tahapan saja yaitu tidak diperlukan proses isolasi

dan permurnian enzim. Enzim hasil metabolik mikroba langsung menghidrolis

protein kulit udang yang terdapat dalam kultivasi tersebut.

Deproteinasi kulit udang melalui kultivasi mikroba telah banyak

dilakukan. Bustos and Healy (1994) melaporkan penggunaan campuran mikroba

B. subtilis, S. faecium, P. pentasaseus, dan A.oryzae dan mampu mendeproteinasi

81,7 % dari kulit udang yang telah didemineralisasi secara kimia. Yang et al.

(2000), menggunakan B. subtilis dan mampu mendeproteinasi 78 % dari kulit

udang segar.

Gambar 4 Skematis deproteinasi kulit udang secara biologi (Lee dan Tan 2000)

B. licheniformis mempunyai potensi untuk digunakan pada proses

deproteinasi kulit udang (Waldeck et al. 2006). B. licheniformis merupakan

bakteri gram positif, berbentuk batang dengan panjang antara 1,5 µm sampai 3

µm dan lebar antara 0,6 µm sampai 0,8 µm. Spora bakteri ini berbentuk batang

silindris atau elips dan terdapat pada sentral atau parasentral. Suhu maksimum

pertumbuhannya adalah 50 – 55 oC dan suhu minimumnya 15 oC (Mao et al.

1992).

B. licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan

protease dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis protease yang dihasilkan adalah Protein terasosiasi dalam kulit udang protein terlarut

hidrolisis enzim protease

(45)

enzim ekstraselular yang tergolong proteinase serin. Enzim ini bekerja sebagai

endopeptidase yaitu memutuskan ikatan peptida yang berada dalam rantai protein

sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida (Fleming et al. 1995).

Sifat dari enzim protease serin adalah aktivitasnya dapat dihambat kuat oleh

senyawa diisopropil-fluorofosfat (DFP), 3,4-dichloroisocoumarin (3,4-DCL),

L-3-carboxytrans-2,3-epoxypropyl-leucylamido (4-guanidine), butane,

phenymethylsulfonylfluoride (PMSF), dan tosyl-L-lysine chlorometyl ketone

(TLCK). Selain itu, protease serin tahan terhadap EDTA (Ethylene diamine

tetraacetic acid) dan adanya ion Ca++ dapat menstabilkan enzim ini pada suhu

tinggi (Rao et al. 1998).

2.3.2 Proses Demineralisasi

Kulit udang mengandung mineral 30 – 50 % (berat kering), komposisi yang

utama adalah kalsium karbonat. Komponen mineral ini dapat dilarutkan dengan

penambahan asam seperti asam klorida, asam sulfat atau asam laktat (Bastaman

1989).

Menurut Lee dan Tan (2002), proses demineralisasi dapat dilakukan secara

kimia dan biologi. Demineralisasi secara kimia digunakan senyawa kimia seperti

asam klorida atau asam laktat. Demineralisasi secara biologi yaitu melarutkan

mineral yang terdapat dalam kulit udang melalui proses fermentasi asam laktat.

Proses demineralisasi secara biologi ini melibatkan dua proses utama yang

bersamaan dalam satu sistem. Proses pertama adalah pembentukan asam laktat.

(46)

karbonat dalam kulit udang membentuk kalsium laktat (Lee dan Tan 2002).

Proses biologi yang terjadi selama demineralisasi kulit udang dalam fermentasi

asam laktat ditunjukkan pada Gambar 5, sedangkan reaksi antara asam laktat dan

kalsium karbonat terdapat pada Gambar 6.

Menurut Healey et al. (2003), demineralisasi melalui fermentasi asam laktat

hampir sama dengan secara kimia yang menggunakan asam laktat. Akan tetapi

demineralisasi menggunakan asam laktat langsung diperlukan dua tahapan proses.

Proses pertama adalah pembentukan dan pemisahan asam laktat. Proses kedua

adalah reaksi antara asam laktat dengan kalsium karbonat dalam kulit udang

membentuk kalsium laktat.

Gambar 5 Skema proses biologi demineralisasi kulit udang dalam fermentasi asam laktat (Lee dan Tan 2000)

Fermentasi asam laktat merupakan proses perubahan bahan penghasil asam

laktat seperti glukosa, sukrosa, maltosa dan laktosa menjadi asam laktat oleh

enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat termasuk

dalam golongan bakteri gram positif, tidak berspora, berbentuk batang atau bulat,

tidak berespirasi, dan suhu optimum pertumbuhan antara 20 – 40 oC. Sifat-sifat Glukosa

L. acidophilus FNCC 116

Asam laktat + kalsium karbonat dalam kulit udang

terbentuk produk akhir

Kalsium laktat + CO2 + air

(47)

khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada kadar gula, alkohol, dan

garam yang tinggi, tumbuh pada pH 3,8 sampai 8,0. Adapun bakteri yang

tergolong dalam bakteri asam laktat adalah Aerococcus, Corinobacterium,

Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan

Vagacoccus (Frazier dan Westhoff 1988).

Bakteri-bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat dapat dibagi

menjadi dua kelompok yaitu bakteri homofermentatif dan heterofermentatif.

Bakteri heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat, juga karbondioksida

dan etanol. Adapun bakteri homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat

(Litchfield 1996).

Gambar 6 Persamaan reaksi antara asam laktat dan kalsium karbonat (Lee dan Tan 2000)

Seluruh anggota genus Pediococcus, dan Streptococcus merupakan bakteri

homofermentatif, sedangkan seluruh genus Leuconostoc merupakan bakteri

heterofermentatif. Genus bakteri Lactobacillus ada yang termasuk dalam bakteri

homofermentatif dan heterofermentatif (Sharpe 1981).

Beberapa penelitian proses demineralisasi kulit udang melalui fermentasi

asam laktat antara lain dilaporkan oleh Rao dan Stevens (2006), Beaney et al.

(2005), dan Jung et al. (2005). Bakteri asam laktat yang digunakan Rao dan

Stevens (2006) adalah L. plantarum, sedangkan Beaney et al. (2005)

CaCO3 + 2CH3CHOHCOOH (CH3CHOHCOO)2Ca + H2CO3

H2CO3 H2O + CO2

(48)

menggunakan gabungan bakteri L. salvarius, Enterococcus facium dan P.

acidilactici. Adapun Jung et al. (2005) menggunakan bakteri L. paracasei.

Menurut Rao dan Stevens (2006), pemilihan jenis bakteri untuk proses

demineralisasi pada tahapan ekstraksi kitin dari kulit crustacea didasarkan atas

kemampuannya membiokonversi gula menjadi asam laktat. Menurut Dash

(2002), salah satu bakteri asam laktat yang efisien membiokonversi gula menjadi

asam laktat adalah L. acidophilus. Bakteri ini bersifat homofermentatif, mampu

membiokonversi gula menjadi asam laktat lebih dari 85 %.

L. acidophilus secara spesifik ditemukan dan tumbuh di dalam susu skim,

termasuk golongan organisme gram positif dan non-motil. Bentuknya batang

bulat 0,6 – 0,9 µm dan panjang 1,5 – 6,0 µm serta ada dalam bentuk tunggal atau

berpasangan. Suhu pertumbuhan optimumnya adalah 37 oC dan tidak dapat

tumbuh pada temperatur di bawah 22 oC atau di atas 45 oC (Dash 2002).

L. acidophilus mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam media

asam dan juga dalam ragi, amigdalin, selobiosa, dan salicin. L. acidophillus dapat

juga melakukan proses fermentasi pada rafinosa, trihalosa dan dekstrin.

Sedangkan xylosa, arabinosa, rhamnosa, gliserol, manitol, sorbitol, dulsitol, dan

inositol tidak dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat ini. Selain itu,

Lactobacillus merupakan organisme probiotik yang memiliki banyak kemampuan

penting, salah satu diantaranya dapat bertahan dalam koloni sel karena

menghasilkan bacteriocins yang bekerja berlawanan terhadap pertumbuhan

(49)

2.4 Sistem Fermentasi

Proses deproteinasi maupun demineralisasi dalam ekstraksi kitin dari kulit

udang secara biologi dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan mikroba

dalam suatu proses kultivasi. Kultivasi mikroba dilakukan bersama-sama dengan

kulit udang dalam suatu sistem fermentasi (Lee dan Tan 2000).

Untuk proses deproteinasi, kultivasi mikroba dimaksudkan untuk

memproduksi enzim protease yang selanjutnya enzim ini menghidrolisis protein

yang terikat secara kovalen dalam kulit udang (Healey et al. 2003). Adapun pada

proses demineralisasi, kultivasi mikroba dimaksudkan untuk memproduksi asam

laktat. Asam laktat yang terbentuk secara bersamaan akan bereaksi dengan

kalsium karbonat, komponen mineral yang terdapat dalam kulit udang (Rao et al.

2000).

Keberhasilan ekstraksi kitin secara biologi pada tahapan deproteinasi

dipengaruhi oleh kemampuan enzim untuk menghidrolis protein. Kemampuan

atau aktivitas enzim ini salah satunya dipengaruhi oleh jumlah enzim yang

dihasilkan dalam suatu kultivasi. Semakin banyak jumlah enzim yang dihasilkan

maka aktivitas enzim semakin tinggi pula, sehingga semakin banyak protein pada

kulit udang yang dihidrolisis (Bustos dan Healy 1994).

Keberhasilan ekstraksi kitin secara biologi pada tahapan demineralisasi

dipengaruhi oleh jumlah asam laktat. Semakin banyak jumlah asam laktat yang

dihasilkan maka semakin banyak kalsium karbonat pada kulit udang yang dapat

(50)

Menurut Stanbury dan Whitaker (1984), enzim dan asam laktat merupakan

produk metabolik mikroba yang dikultivasi dalam suatu sistem fermentasi. Enzim

merupakan produk metabolit sekunder sedangkan asam laktat termasuk metabolik

primer. Metabolit sekunder bakteri akan diproduksi maksimal pada saat bakteri

tersebut telah memasuki fase eksponensial sedangkan metabolit primer diproduksi

sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan bakteri.

Strategi untuk memproduksi secara maksimal baik terhadap produk

metabolik primer maupun sekunder pada fermentasi medium cair telah banyak

dilaporkan. Fleming et al. (1995), menggunakan fermentasi batch untuk

mengoptimalkan sintesis enzim ektraseluler dari B. licheniformis DN286 dan B.

subtilis 168. Cromwick et al. (1996) menggunakan fermentasi fed batch untuk

memproduksi asam glutamat melalui kultivasi B licheniformis ATCC 9945.

Sedangkan Wee et al. (2006) menggunakan fermentasi batch untuk

mengoptimalkan produksi asam laktat melalui kultivasi Lactobacillus sp. RKY2.

2.5 Aerasi dan Agitasi

2.5.1 Aerasi

Perberian aerasi selalu dilakukan untuk sistem kultivasi cair mikroba yang

bersifat aerobik. Aerasi tersebut dimaksudkan untuk menyediakan oksigen dalam

medium fermentasi. Tingkat aerasi yang diberikan tergantung kepada jenis

bakteri yang digunakan (Cromwick et al. 1995).

Mikroba aerobik seperti B. licheniformis sangat memerlukan tingkat

(51)

licheniformis DSM 1969 dalam bioreaktor volume 3,5 L untuk memproduksi

protease dilakukan aerasi sampai 2 vvm dan pemberian aerasi kurang dari 1 vvm

menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak optimal (Calik et al. 2000). Sementara

itu (Cromwick et al. 1995) melaporkan bahwa pembentukan asam glutamat oleh

B. licheniformis ATCC 9945A sangat dipengaruhi tingkat aerasi yang diberikan.

Tingkat aeasi 2 vvm menghasilkan asam glutamat yang lebih banyak dibadingkan

dengan pemberian aerasi 0,5 vvm; 1,0 vvm dan 1,5 vvm.

Menurut Calik et al. (2000), metabolisme bakteri akan terganggu jika

konsentrasi oksigen terlarut berada dibawah tingkat kritisnya. Selanjutnya,

peningkatan kelarutan oksigen dalam medium kultivasi akan meningkatkan laju

konsumsi oksigen spesifik oleh bakteri sampai nilai tertentu, setelah itu

peningkatan oksigen terlarut tidak berpengaruh terhadap laju konsumsi oksigen

spesifik. Dengan demikian ketersedian oksigen terlarut harus dipertahankan lebih

besar dari tingkat kritisnya.

2.5.2 Agitasi

Agitasi mempunyai peranan sangat penting pada sistem cair kultivasi

mikroba baik yang bersifat aerobik (Calik et al. 1998) maupun mikroaerofilik

seperti fermentasi asam laktat (Luis et al. 2003). Menurut Benz (2008), tingkat

agitasi yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga

berakibat terhadap jumlah metabolik yang dihasilkan.

Menurut Calik et al. (1998), kultivasi mikroba B. licheniformis DSM 1969

(52)

dari 250 rpm. Karena B. licheniformis DSM 1969 adalah mikroba yang bersifat

aerobik yaitu sangat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya.

Sementara itu, Luis et al. (2003) melaporkan tingkat agitasi yang diberikan

untuk produksi asam laktat optimal melalui fermentasi asam laktat menggunakan

L. delbrueckii NRRL B 445 hanya 200 rpm. Dijelaskan bahwa pemberian agitasi

yang terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak optimal sehingga

terjadi penurunan terhadap produksi asam laktat.

Pemberian agitasi juga dilakukan pada proses ekstraksi kitin secara biologi

(Bustos dan Healey 1994). Tingkat agitasi yang diberikan tergantung pada jenis

mikroba yang digunakan (Benz 2008). Jung et al. (2005) melalui kofermentasi L.

paracasei subsp dan S. marcescens FS-3 untuk ekstraksi kitin dari cangkang

kepiting, agitasi yang diberikan adalah 180 rpm. Selanjutnya (Rao dan Stevens

2005), melaporkan tingkat agitasi yang diberikan untuk ekstraksi kitin dari kulit

udang adalah 50 rpm. Bakteri yang digunakan adalah L. plantarum 541, bakteri

ini bersifat mikroaerofilik yaitu memerlukan oksigen dalam jumlah terbatas.

2.9 Optimasi dengan Response Surface Methodology

Penggunaan metode Response Surface Methodology (RSM) untuk optimasi

dalam proses-proses kimia, bioproses dan pengembangan pengolahan pangan

telah banyak dilaporkan (Mangunwijadja dan Harahap 2001; Santoso dkk 2002;

dan Luis et al. 2003). Optimasi adalah suatu pendekatan normatif untuk

Gambar

Tabel 1  Produksi dan ekspor udang Indonesia 2003 – 2007
Gambar 1  Struktur kimia kitin, kitosan dan selulosa (Tsugita 1990)
Gambar 7  Skematik tahapan penelitian
Tabel 3  Kombinasi perlakuan dengan rancangan komposit pusat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Annak idején már Barta Gábor is feltételezte, hogy a királyi tanácsban döntés születhetett a haditervről: szerinte Beriszló Péter bán Szlavónia felől (erre utal a

Az ekkor már Csanád várában állomásozó, Csáki Miklós püspök és Bátori István veze tt e bandériumok és a környékbeli urak csapatai rátámadtak a Balogh deák veze tt

Menejemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktekan aspek-aspek  Menejemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktekan

Try Out Ujian Akhir Nasional ini dibuat dengan tujuan agar memudahkan guru-guru SMA Islam PB Soedirman dalam memberikan latihan soal tanpa harus memeriksanya secara manual,

Scilab merupakan salah satu software yang bersifat open source, atau dengan kata lain Scilab merupakan salah satu software yang dapat digunakan oleh siapa saja tanpa

3.1.2 Simpan dokumen dalam bentuk kertas di lemari dokumen 3.1.3 Kelompokkan setiap dokumen berdasarkan kegiatannya 3.1.4 Untuk dokumen dalam waktu 5 tahun. 3.2

Dalam web ini terdapat fasilitas dan informasi seperti berita dimana tempat audisi diadakan, galeri artis, form pendaftaran, dan polling yang bias diakses oleh masyarakat umum

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan penelitian dengan judul “Analisis Sistem Perhitungan Rancang Bangun Property Perumahan Berbasis Web” adalah sistem ini dapat