RESPON PETERNAK SAP1 PERAH TERHADAP
SUMBER INFORMASI TEKNOLOGI
PETERNAKAN
(Kasus di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan dan
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh:
MURTIYENI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
MURTIYENI. Respon Petemak Sapi Perah terhadap Sunlber Infonnasi Teknologi Petemakan. (Kasus di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan dan Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh SYAHRUN HAMDANI
NASUTION, SUTISNA RIYANTO dan HADIYANTO.
Respon peternak sapi perah terhadap suinber informasi pada saluran interpersonal mendapatkan respon pada tingkatan paling tinggi, kemudian diikuti media cetak dan media elektronik.
Responden KUNAK mempunyai pendidikan, kekosmopolitan, keterdedahan dan kepribadian lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden Non KUNAK, tetapi pengalaman responden KUNAK lebih rendall dibandingkan dengan responden Non KUNAK. Responden KUNAK rata-rata nie~npunyai skala usatla lebih besar dibandingkan rata-rata skala usaha responden Non KUNAK, tetapi responden Non KUNAK ~nempunyai rata-rata produksi lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi di KUNAK. Begitu pula pada status usal~a. bagi sebagian besar responden Non KUNAK usaha sapi perah sebagai usaha pokok sedangkan di KUNAK usaha sapi perah unlun~ya hanya sebagai cabang usaha. 1-aktor kebutuhan infomlasi sapta usaha teknologi sapi perah di dua lokasi peneltian tidak menunjukkan adanya
perbedaan, baik responden KUNAK maupun Kon KUNAK mempunyai tingkat
kebutuhan perlu. Faktor ketersediaan su~nber infomlasi terdapat adanya perbedaan
yang nyata, yaitu sumber infonllasi saluran interl~ersonal (tetangga dan teman) dan pada media cetak (buku )
Di lokasi KUNAK, se~nakin tinggi tingkat pendidikan responden dan tingkat
produksi temak, semakin rendah respon responden pada saluran interpersonal. Tetapi se~nakin tinggi tingkat pengalaman dan status usaha sapi perah, se~nakin tinggi tingkat respon responden pada saluran interpersonal. Semakin tinggi tingkat
kebutuhan infonllasi, semakin rendah respon responden pada media cetak. Di
lokasi Non KUNAK, se~nakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin tinggi respon responden pada saluran interpersonal, tetapi sernakin tinggi status usaha sapi
perah, se~nakin rendah respon responden pada saluran yang sanla. Semakin tinggi
tingkat produksi temak, se~nakin rendah respon responden pada media cetak, begitu
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul
RESPON PETERNAK SAP1 PERAH TERHADAP SUMBER
INFORMASI TEKNOLOGI PETERNAKAN
Adalal~ benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pemah dipublikasikan.
Semua sumber data infonnasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksakan kebenarannya.
Bogor, Agustus 2002 c?/
RESPON PETERNAK SAP1 PERAH TERHADAP
SUMBER INFORMASI TEKNOLOGI
PETERNAKAN
(Kasus di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan dan
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh:
MURTIYENI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Komuniftasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Sumber
Informasi Teknologi Peternakan. (Kasus di
Kecamatan Cibungbulang, Pamijaban dan
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
: Murtiyeni q9530
Menyetujui
1. Komisi Pembimbing
Dr. Svahrun Hamdani Nasution Ketua
Ir. Sutisna Riyanto. MS
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. ICetua Program Studi Komunik ram Pascasarjana
Pembangunan Pertanian dan Pe
#-s]
;.;.$j
/r
Dr. 1 Aida Vitayala S Hubeis yafrida Manuwoto, M. SC.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilaliirkan di kota Tulung Agung, pada tanggal 4 Mei 1957 dari ayah
Lamidihardjo dan ibu Suyati. Penulis merupakan putri pertanla dari enam
bersaudara.
Tahun 1976 penulis lulus dari Sekolah Petelnakan Menengah Atas (SnalcMA)
Malang. Tahun 1978 bekerja di perusahaan ayam PANIN IMIAH, Pandaan,
Surabaya. Pada tahun 1979 menjadi tenaga honorer di Pusat Penelitian
Pengembangan Petemakan (P4) yang sekarang menjadi Balai Penelitian Telnak
(Balitnak) Ciawi, Bogor. Tahun 1982 diangkat nlenjadi Pegawai Negeri Sipil pada
Balai Penelitian Temak, sebagai teknisi.
Pada tahun 1986 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Diplollla
fi
diKornunikasi Pertalian dan Pembangunan Pedesaan, Institut Pe~faniann Bogor dan
tatliat pada taliun 1988. Mendapat kesempatan tugas belajar Post Graduate Diploma
di Development Studies, Social Science, Massey University, New Zealand dan
tamat pada tahun 1994. Sejak bulan Septcnlber 1999 penulis me~idapat lcese~iipatai
untok rnengikuti program Pascasarjana (S2) Progranl Studi Ko~iiunikasi
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirot Allah SWT, yang telah ~nemberikau
raclunat dan hidayalaya, sellingga penulis dapat ~nenyelesaikan tesis ini. Judul yang
dibahas dalam penelitian ini adalah "Respon Peternak Sapi Perah Terhadap Suniber
Inhrmasi Tekilologi Petenlakan".
Tesis ini dapat terselesaikan atas bailtuan dari berbagai pihak. Olell karena itu
dalanl kese~npatan ini penulis sa~npaikan kepada Bapak Dr. Syahrun Ha~ndani
Nasution, Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS dan Bapak Ir. Hadiyanto, MS yang telall
banyak ~neluangkan waktu, sumbangan pe~nikiran dan penuh kesabaran dalam
membimbing dan mengarahkan penulis guna penyelesaian tesis ini.
Penulis sa~npaikan pula terirna kasih kepada Pi~npinail Balai Penelitian
Temak dan Pimpinan Proyek ARMP yaug telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Pasca Sajana Institut Pertauian Bogor.
Kepada Ibu dan Ayah serta adik-adik yang senantiasa memberi doa dan juga
teman-teman di Balitnak khususnya Sdr. Edi Sofia11 yang telah banyak membantu
penulis dalam proses perkuliahan dan penyelesaian penyusunan tesis, serta teman-
teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkall teri~na
kasih.
Harapan penulis, semoga Karya Ilmiah ini bennanfaat bagi para pembaca.
Bogor, 2002
DAFTAR IS1
IHalaman
DAFTAR TABEL
...
xDAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN
...
1 [image:165.595.91.505.96.768.2]TINJAUAN PUSTAKA
...
8Gambaran Unlurn Petemakan Sapi Perah di Indonesia ... S
Teknologi Peternaban
...
12Surnber Inforn~asi Teknologi Petcrnakan 13
...
Respon Peternak Terhadap Sumber Infonnasi Teknologi Petemakan 16
. .
Faktor I n d ~ v ~ d u Petemak
...
19 Faktor Usaha Temak ... 30 Kebutuhan Infollllasi...
33Ketersediaan Suillber Infom~asi
...
36KERANGKA PEMIICIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
...
38. .
Kerailgka Penl~klran ... 38
. .
Hipotesis Penel~t~an
...
40METODOLOGI PENELITIAN
...
41. .
Waktu dan Lokasi Penel~tran
...
41...
Populasi dan Sainpel 41
. .
Desain Penel~tiail
...
42 Definisi Operasional darl Pengukuran...
43Pengumpulan Data
...
46...
Reliabilitas (Keterandalan Alat Ukur) 47
. .
Analisis Data ... 4S
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
Diskripsi Unlum Lokasi Penelitian
...
51Ulnum
...
51Usaha Petenlakan Sapi Perah
...
55...
Deskripsi Faktor-faktor Respon Petemak terhadap Suinber Infornlasi 61
. .
Faktor Individu
...
61Faktor Usaha Ternak
...
69Kebutuhan Informasi Teknologi Sapta Usaha Sapi Perah
...
73Ketersediaan Suinber Informasi
...
81Respon Responden Terhadap Sumber Infonnasi
...
87Hubungan antara Faktor Responden Sapi Perah dengan Respoil Responden pada Suinber Infonnasi Teknologi Peternakan ... '30
Hubungan Faktor Individu dengan Respon Responden pada
Suinber Infoi-inasi ... 92
Hubungan Faktor Usaha Responden dengall Respon Responden
pada Sumber Infonnasi ... 97
Hubungan Kebutuban Infonnasi dengan Respon Responden pada
Suinber Inforlnasi
...
101Hubungan ICetersediaan Infonnasi dengan Respon Responden
...
pada Suinber Infonnasi 102
KESIMPULAN DAN SARAN ... 103
Saran
...
105DAFTAR PUSTAKA
...
107DAFTAR TABEL
1. Perkemballgall Populasi Sapi Perah 1996-2000 ... 9 Populasi dan Junilah Sampel pada Masing-masing Lokasi
...
42Batas Wilayali Penelitian
Keadaali Demografi Desa Penelitian.
...
Relcapitulasi Data Populasi dali Produltsi seria K\valitas Susu Sapi
Perah di Lokasi Penelitian Taliun 2000.
.
7Distribusi Petemak Menurut Faktor Individu 2
Distribusi Responden Menurut Pemilikan Media lnforniasi ... 6 s
Distribusi Peteniak Menurut Faktor Usaha ... 69
Rataan Skor Kebutuhan Infonliasi Sapta Usaha Tcknologi Sapi
Perali ... 74
10. Ternpat dan Jarak Silmber Illfonllasi yany P c r ~ ~ a h Diku~ijungi
11. Rataan Skor Persepsi Responden Terliadap Kctcrscdiaan Infor~ilasi
pada Su~nber Informasi
...
S 112. Rataan Skor Respon Responden pada Sumbes Infonnasi ... 87
13. Nilai Koefisien Korelasi Speanlian antar Bcsbayai Faktor Responden Sapi Perah dengan Respon Responden pada Sumber
DAFTAR GAMBAR
1. Alur Kerangka Berfikir Respon Petemak Sapi Perah Terhadap
DAPTAR LAMI'IRAN
Peta Kawasan Usaha Peternaka11 Sapi Perah ( KUNAK)
...
1 14...
Peta Kabupaten Bogor 1 15
Peta Letak Lokasi KUNAK
...
I 16Tabel Persentase Respollden Terhadap I<ebutuhal~ Infoinllasi
Teknologi Sapta Usaha Sapi Perah ... 1 17
Tabel 10 a. Persentase Persepsi Responden Terhadap Ketersediaan
Sumber Infonnasi yang Mellyampaikail Pesan Sapta Usaha
Teknologi Sapi Perah
...
1 1 STabel l l a . Distribusi Respon Responden tcrhadap Saluran
Interpersonal
...
1 19Tabel 11 b. Distribusi Respon Responden (erhada11 inforn~asi Sapla
...
Usaha Sapi perah pada Media Radio 1 I9
Tabel 11 c. Distribusi Respoil Respondell terliadap Infom~asi Sapta
Usaha Sapi perah pada Media Televisi
...
I 19Tabel 11 d. Distribusi Respon Responden terhadal~ Informasi Sapta
...
Usaha Sapi perah pada Surat Kabar 120
Tabel 11 'e. Distribusi Respoil Respolldeil terhadap Infonnasi Sapta ...
Usaha Sapi perah pada Majalah 120
Tabel 11 f. distribusi Respon Responden terhadap Iilforiuasi Sapta
...
Usaha Sapi perah pada Buku 120
Tabel 11 g. distribusi Respoil Respondell terhadap Infonnasi Sapta
...
Usaha Sapi perah pada Booklet 121
Tabel 11 h. distribusi Respoil Responden terhadap Infom~asi Sapta
...
Usaha Sapi perah pada Leaflet 121
Tabel 12 a. Persentase Respon Respoildeil terhadap S~iinber ...
I~~for~nasi Tekilologi Sapi Perah 122
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutullan akan produk susu sebagai suplemen gizi masyarakat di Indonesia
semakin meningkat, tetapi kebutuhan tersebut belu~n mampu terpenuhi ole11 produk
dalam negeri. Majalah Lacto Media (2001) melaporkan bahwa kebutuhan lconsu~nsi
susu di Indonesia pada tal~un 2000 nlencapai 1,2 juta metrik ton, sedangkan produk
dala~u negeri baru berhasil mencapai sekitar 400-600 metrik ton. Hal ini berarti
bal~wa setiap tahunnya masih terdapat kekurangan sebesar 600 - 800 metrik ton
yang dipenuhi dengan mengimpor dari negara lain. Berdasarkan data statistik,
impor produk susu dari tallun 1995-1998 bertumt-turut mencapai 60,39%, 54%, 54%
dan 46% dari junllah kcbutuhan (Anonim, 1999).
Menurut Siregar (1990) tingginya impor produk susu disebabkan oleh (1)
populasi sapi perah yang relatif masih sedikit, sementara permintaan susu n~eninglcat
terns sehubungan dengall perturnbullan penduduk dan pertumbuhan dibidang
ekonomi, (2) produktivitas sapi perah masih rendah, karena pemeliharaannya belum
dilakukan secara terarah dan berkesinambungan. pemberian ransum secara kualitas
d m kuru~titas belum memenui syarat dan pencegallan penyakit beluin tertangani dengall
baik, (3) tingkat pengetahuan beternak sapi perah pada umuinnya masih rendah.
Disamping ha1 tersebut peten~ak sapi perah di Indonesia sebagian besar adalah
petenlak kecil atau peternak rakyat yang jumlall petneliharaanllya rata-rata dibawah
10 ekor dan cara pemeliharaannya inasill tradisional. Cara pemeliharaan yang
FH hanya dapat menghasilkan rata-rata 8,92 liter per hari atau
+
- 2542 liter per laktasi dengan panjang laktasi rata-rata 9,5 bulan (Siregar, 1990). Keadaan seperti itu masihdapat diperbaiki dengan peningkatan sistem dan teknologi.
Dalaln pengelolaan usaha petemakan rakyat, terbatasnya kemampuan sumber
daya n~anusia, sering menjadi kendala. Menurut Baharsyah (1994) untuk
meningkatkan kualitas sulnber daya inanusia pertanian, fokus utama perlu diarahkan
pada dua hal. Pertama, peningkatan kualitas penguasaan iltnu pengetahuan dan
teknologi. Kedua, penguasaan kualitas keteranlpilan yang disertai dengan pembinaan
semangat, disiplin dan profesional kerja. Peningkatan kualitas haruslah melalui
peningkatan efektifitas pendidikan latihan dan penyuluhan pertanian serta
penyediaan sumber informasi yang relevan.
Petemak sebagai kunci keberhasilan usahanya harus inalnpu menyerap
informasi yang ada. Informasi merupakan faktor yang penting dalam pengkayaan
pengetahuan petemak. Dalam era globalisasi, infonnasi teknologi peternakan dapat
digali dari berbagai sumber seperti media massa dan komunikasi interpersonal.
Schramm (1984) mengemukakan bahwa, media massa dapat berperan dalam
menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, dapat mengajarkan ~nelek huruf
serta keterampilan lainnya yang memang dibutuhkan masyarakat dan dapat menjadi
penyalur suara masyarakat agar mereka turut ambil bagian dalam pembangunan
Sumber informasi merupakan salah satu stimulus yang akan mendapatkan
respon tertentu dari khalayak. Respon adalah reaksi atau tanggapan terhadap masalah
atau berita yang diterima, atau reaksi tingkah laku yang merupakan altibat dari adanya
komunikasi, setiap komunikan akan mernberikan respon yang berbeda. Respon yang
berbeda tersebut dinlungkinkan karena adailya perbedaan karakteristik dan kkel~utuha~~
komunikan terhadap infomiasi.
Bogor merupakan daerah di mana banyak terdapat lembaga-lembaga
penelitian petemakan, rnisalnya Balai Peneliyian Veteriner (Balitvet), Balai
Penelitian Temak (Balitnak), Balai Infornlasi Penyuluhan Pertanian (BIPP),
Lembaga Illnu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan juga telnpat beradanya perguruan
tinggi pertanian terkenal lnstitut Pertanian Bogor (IPB). Berbagai macam teknologi
sapi perali yang bersifat aplikatif (dapat dikeqakali peternak) teldl dite~nukal ole11
instansi-instansi tersebut namun hasilnya diduga belum dapat dimanfaatkan petemak
secara inaksiinal. Di lain pihak petemak kecil membutulikan teknologi untuk
peningkatan produktivitas. Teknologi tersebut adalah sapta usaha tl:ltnologi
peternaltan yang meliputi: bibit, pakan, reproduksi, kandang, kesehatan hewan,
pengolahan hasil dan pemasaran (Sudardjat, 1999). Pemanfaatan tekiioloj~i yailg
belum maksimal tersebut menunjukkan, bahwa liasil-l~asil penelitian belu~n
dikon~unikasikan ke pengguna dengan tepat.
Usaha petemakan sapi perall di wilayall B o ~ o r nlasih melnpunyai peluang dan
prospek besar untuk dikembangkan. Hal tersebut dapat diraih dan diwrtjudkan secara
nyata bila suinber daya mailusia yang terlibat dalam industri petemakan men1ang
bekerja secara profesional serta didukung ole11 penguasaan teknologi tepat guna dan
handal. Disamping lingkungannya yang cocok untuk budidaya sapi perah, di Bogor
juga terdapat industri pengolahan susu yaitu PT Indomilk. Hal lain, Bogor sebagai
peilyailgga kota Jaltarta, produk susu dari daerali tersebut sangat inudah dipi~sarltan.
Kesadaran terhadap petemak Bogor ini juga dapat dilihat dengan dikembangkallnya
kawasan usaha petemakan (KUNAK) sapi perah di Kecamatan Cibungbulang dan
Kecamatan Pamijahan, di samping tumbuhnya petemak-petemak sapi perah rakyat
yang berada di berbagai wilayah Kabupaten Bogor.
Sumber-sumber informasi yang memuat pesan sapta usaha teknologi pelemakan
sapi perah belum banyak diketahui untuk dinlanfaatkan ole11 petemak sebagai
komunikan, padahal su~nber i~lfomlasi sailgat penting guna meningkatkan
pengetahuannya yang pada akhirnya diharapkan mempunyai dampak pada
peningkatan usahanya. Untuk itu penelitian ini penting dilakukan guna n~enggali
sumber informasi apa yang mendapatkan respon segera ole11 petemak sapi perah.
Perurnusan Masalah
Teknologi peternakan inempakan salah satu kebutuhan spesifik yang diperlukan
ole11 petemak untuk peningkatan produktivitas usaha temak. Berbagai sulnber
informasi yang dapat digunakan untuk penyebarluasan informasi teknologi tersebut
adalah media lnassa (media elektronik dan media cetak) dan saluran interpersonal.
Setiap sumber infonnasi mempunyai karakteristik yang berbeda, anlara lain
kelebihan dan kekurangannya. Kelebil~an sunlber infonnasi yang satu tidak tlijumpai
pada sumber informasi yang lain delnikian pula kekurangannya. Media elektroilik
seperti televisi diakui yang paling menarik, karena dapat menampilkat1 audio dan
visual serta gerak sekaligus. Sementara radio dan tape recorder hailya dapat
transitory, artinya pesan yang disan~paikan hanya selintas dan tidak bisa diulang-
dalarn kesempatan lain, khususnya bagi perlerima pesan (Sastraatmadja, 1986).
Berbeda dengan media elelctronik, media cetak mernpunyai daya tarik
tersendiri seperti bisa dimanfaatkan kapan saja, bisa dibawa kernana mana, tidak
mudah rusak, dapat disimpan dan lain-lain. Media cetak terdiri atas berbagai jellis
yakni inajalah, koran, brosur, leaflet dan seterusnya, yang masing-masing jenis
tersebut meinpunyai ukuran dan desairl yang berbeda.
Begitu pula dengall su~nber infonnasi salurai~ interpersonal, dimana petemak
dapat berinteraksi dengan sumber informasi dan langsung memberi resporl. Dengan
adanya keterbatasan maupun keunggulan dari masing rnasirlg suinber inronnasi,
respon petemak terl~adap berbagai suinber infom~asi kemungkillan berbeda.
Disa~nping variasi karakteristik media tersebut, petemak juga mernpunyai ciri-
ciri yang berbeda, baik dilihat dari faktor individu (ir~ten~al) peternalc maupun usaha
(elirten~ul) petemak. Hal irli akan mempengaruhi petemak dalarn merespoll berbagai
sulnber info~masi.
Ketersediaan sumber informasi teknologi petemaka11 aka11 mendapatkai~
respon yang baik dari petemak sapi perah apabila dapat memenuhi kebutuhan
teknologi yang diperlukan. Ketersediaan sumber infonnasi yang menyampaikan
pesail sapta usaha teknologi peteinakan tersebut diulcur berdasarkan persepsi
petemak.
Berdasarkan dari uraian permasalal~an tersebut, maka masalah penelitiall ini
1. Bagairnana respon petemak sapi perah terhadap sumber informasi teknologi
peternakan yang tersedia ?
2. Apakah terdapat perbedaan antara faktor-Paktor petemak sapi perali dan
respon responden pada sumber informasi di dua lokasi penelitian ?
3. Faktor-faktor apa saja yang berl~ubungan dengan respon petemak sapi perah
terhadap sumber informasi teknologi peternakan ?
Tujuan Penelitian
Berla~idaskan pada ~ilasalah penelitian yang ~elali disampaikan, nlaka tujuan
~ltama penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan respon responden sapi pcrali terhadap suniber infom~asi
teknologi petemakan yang tersedia.
2. Membandingkan faktor-faktor petemak si~pi perah dan respon responden
pada surnber ir~formasi di dua lokasi pencli~ian.
3. Mengetahui faktor-faktor yalig berhubungan dengall respon responden sapi
perah terhadap sumber infonnasi teknologi peternakan.
Kegunaen Penelitinn
Hasil penelitian ini diliarapkan dapat berguna dan bennanfaat bagi berbagai
pihak yang terlcait yaitu:
1. Memberi info~masi tambahatl bagi para pembuat kebijalcan, lembaga atau
praktisi khususnya yang berada di lingkungan Kabupaten Bogor untuk dapat
menggunakan media yang tepat dalaln mengkomunikasikan teltnologi bagi
Ithalayaknya.
2. Untuk menyan~paikan pengalaman ilmial~ agar menjadikan bahan infonnasi
dan referensi bagi ilmuwall atau peneliti lain yang mengembangkan pellelitian
yang sejenis.
3. Menalnbah pengkayaan studi koll~unikasi khususnya dalain bidang
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Peternakan Sapi Perah di Indonesia
Sejarah perkembangan sapi perah di Indolicsia dimulai pada akhir abad 17
yaitu pada zalnall kolonial Belanda. Ketika itu Belanda mendatangkan beberapa jenis
sapi perah yang dominan adalah Friesian Holsteitl (FH) dengan tujuan untuk
pelnenuhan kebutuhan susu segar bagi oratig-orang Eropa. Setelah Belanda
~neninggalkan Indonesia maka usaha petemakan sapi perah tersebut diteruskati oleh
masyarakat sebagai usaha keluarga. Pada abad 10 Indonesia mengimpor beberapa
sapi perah guna menlperbaiki genetik (kcturuna~i) guna peningkatan produktivitas
sapi perah yang ada. Pada tahun 1957, sapi pcrah Red Danish diimpor dari
Denmark, tetapi jenis tersebut tidak berkembang deligall baik. Selalijutnya
pemerintali juga mengimpor sapi FH dari beberapa negara yaitu, tahun 1962 dari
Denmark, tahun 1964 dari Belanda, tahun 1979 dari Australia dan New Zealand dan
tahun 1988 dari Amerika Serikat dan New Zealand (Siregar, 1990). Dengan
demikian, sapi perah jenis FH saat i ~ i i mendo~iiinasi populasi ten~ak perali di
Indonesia. Ciri-ciri sapi perah FH, melnpunyai wanla hitam belalig putih, kepala
berbentuk panjang, lebar dan lums, tanduk relatif pendek dan melengkung kearah
depan. Teniperame~l jinak dan tenang, tetapi sapi jantall lebih galak.
Usaha peten~akan sapi perah di I~ldonesia dapat dikatakan cukup unik, dari
total populasi 98.985 ekor tahun 1998, sebagian besar dipelihara peternak rakyat
berskala kecil. Hal ini sangat berbeda dengan petemaka~l sapi perali di negara maju
sebanyak 97,6% berada di pulau Jawa yang tersebar di beberapa daerah, Jawa Timur
38,7%, Jawa Tengah termasuk Daerah Istimewa Jogyakarta 32,9%, Jawa Barat dan
DKI 26% (Anonim, 1999). Di Jawa Timur peternak sapi perah terkonsentrasi di
daerah Nongkojajar, Pujon, Batu dan Pasuman. Di Jawa Tengah terpusat di beberapa
tempat seperti Boyolali, Ungaran, Salatiga dan Solo, sedangkan di Jawa Barat
petemak sapi perah terkonsentrasi di daerah Pangalengan, Lembang, Kabupaten
Bandung, Sukaburni dan Bogor.
Nunvyndo (2001) mengatakan bahwa kendaan pertumbuhan populasi sapi
perall selama lima tahun terakhir dapat dikatakati tidak berubah, dan ha1 ini dapat
dilillat pada Tabel I .
Tabel 1. Perkembangan Popt~lasi Sapi Perah 1996-2000
I
TahunI
BetinaI
DaraI
PcdetI
TotalI
TotalMenurutnya pe~lingkatan populasi yang lambat disebabkan oleh adanya
pemasalahatl mendasar yang dihadapi oleh peternak sapi perah terutama
infrast~uktur yang tidak memadai.
Domiuasi petemak yang metnelihara skala kecil sangat besar pengaruhnya.
Pada tahun 1993 tercatat sebanyak 18.000 peternak rakyat. Berdasarkan hasil
penelitian Musofie dan Wahyono (1992) yang dilakulca~l di Grati, Jawa Timur, 1996
1997 1998 1999 2000
Sumber: Nunvyndo. 2001 dewasa 134.244 148.901 142.928 145.332 141.626 43.221 45.053 47.526 48.381 48.41 1 betitla 63.168 37.06 1
orang. Angka tersebut masih rendall bila dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi
susu negara maju. Ole11 karena itu permintam aka11 susu di Indonesia sebesar 843,7
metrik ton (1998), sedangkan total produksi dalani negeri hanya sebesar 44,49 metrik
ton. Sebagian besar dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan impor (Anonim,
1999). Menurut Sitepu (1996) pennintaan produk susu akan nieningkat lebih tillggi
tergantung faktor-faktor (I) social ekonomi masyarakat, (2) prefercnsi masyarakat,
(3) populasi penduduk dan (4) substitusi.
Apabila perekonomian nasional dalarn waktu dekat membaik dapat dipastikail
akan terjadi lonjakan iinpor yang sangat besar bila kemampuan di dalam ncgcri tidak
segera dibenalii. Nilai rupiah yang reildah terhadap mata uang US S mcnycbabkan
harga susu impor menjadi sangat nlahal. Saat ini harga susu impor lcbih dari US $
2000,OO per metrik ton yang berarti bahwa harga susu lokal lebill rerltl;tlt dari srtsu
inipor. Harga susu dunia yang cukup tinggi ini lnungkin akan bcl.t;iIian, karena
negara-negara maju telah mengurangi subsidinya dan berupaya unruk incmperoleh
susu llanya terbatas kebutuhan dalain llegeri inasing-masing, schinggn terjadi
penurunan suplai susu dunia (Anonim, 2000).
Melihat perkeinbai1gan produksi susu dunia tersebut, inaka Indonesia
lllemiliki peluang besar untuk lneningkatkan produksi susu lokal guna memenuhi
kebutuhan nasional. Oleli karena itu keadaan i ~ l i sebenamya dapat dipandang sebagai
peluang besar dan prospek yang baik dalam menge~llbangkan industri petemalcall sapi
perali di Indonesia. Pel-hatian khusus perlu diberikan kepada peteillalc rakyat yallg
nlerupakan bagiail terbesar dari petenlalc sapi perah. Peilyediaaii infoiu~asi teknologi
yailg disampaikml inelalui berbagai media memerlukan adanya strategi pe~lyainpaiall
pesan yang dikeinas dengan baik, yaitu perlu adanya penggunaan su~nber infonnasi
yang sesuai agar mendapatkan respon baik dari petemak.
Teknologi adalah perangkat lunak (sofiware) dan perangkat keras (Izurdwure)
yailg inerupakan hasil laeatifitas para cendekiawan guila menggali sumber a l a ~ n dail
sekaligus mengontrol lingkungan untuk keperluan manusia. Perangkat lunak terdiri
dari cara-cara dan keal~lian, perangkat keras terdiri dari obyek fisik, seperti peralatan.
Kemajuan teknologi dapat berlandaskan pada keli~ajuan peneliti dan pada aplikasi
hasil penelitian. Teknologi secara terus menerus diteliti dan dikembangkan untuk
diaplikasikan di lapangan. Apapun bentuk teknologi yang dilcembangkan, adalah
unsur-unsur input yang dirubah kedalam output yang nilainya akan lebih besar atau
lebih ben~?anfaat.
Teknologi petemakan mempunyai peran sangat penting dalain memacu
pembangunan petemakan, terutanla untuk meningkatkan efisiensi, produktifitas dan
daya saing petemak. Tantangan efisiensi aka11 terkait dengall upaya peningkatan
populasi atau peningkatan jumlah ternawusaha tani @r17z size). Sedangkan
peniilgkatan produktifias terkait dengan upaya penerapan teknologi sapta usaha yang
meliputi: bibit, pakan, kandang, kesehatan hewan, reproduksi, pengolahall dan
pemasaran (Sudardjat, 1999). Unsur-unsur teknologi satu dengan yang lain tidak
dapat dipisahkan karena diantara unsur-unsur tersebut saling terltait dan saling
melengkapi. Apabila salah satu teknologi tersebut terabaikan, maka produksi yang
Dengan demikian jelas bahwa teknologi sapta usaha peternakan harus dikuasai secara
komprehensif oleh petemak dan diaplikasikan pada usahanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap masyarakat terhadap teknologi
menurut Soekanto (1987) yaitu: (1) sistem nilai yang dianut, (2) perar~gkat kaidah
masyarakat, (3) pola interaksi yang berlaku, (4) taraf pendidikan fonnal atau
informal, ( 5 ) tradisi yang dipelihara secara turun temurun, (6) sikap lerblrka terhadap
hal-ha1 baru dan (7) adanya panutan yang tak mampu menyelarasi konsenratisme.
Dalam penelitian adopsi yang dilakukan Fligel et al. (1977) f:~klor-faktor
yang mempengamhi petani dalarn mengadopsi teknologi adalah: (1) keuntungan
relatif, (2) kesesuaian teknologi tersebut dengall norma dan lingkungan fisik yang
ada, (3) daya banding hasil bila menggunakan teknologi baru, (4) kepercayaan bagi
keberhasilan teknologi tersebut, dan (5) kondisi ekonomi yang ada. Berdasarkan
uraian tersebut t m p a k bahwa teknologi yang mernpunyai kesesuaian dengan
kebutuhan peternak akan direspo~l dengan baik ole11 petemak.
Sumber Infol.n~asi Tekr~ologi Peternalcan
Sulnber itlfolnlasi teknologi pete~~lakan adalah suillber inforn~asi yang
menyampaikan pesan tentang teknologi peternakan. Teknologi peternakan yang
b e ~ u p a perangkat lunak yaitu cara-cara atau metode pembuatan atau operasional suatu
teh~ologi dapat disebarluaskan melalui berbagai media. Wardhani (1994)
berpendapat, media massa yang lnenyampaikan pesan atau infonnasi laziln dijadikan
massa merupakan alat penyampian pesan dari sumber kepada sasararl dalam jumlah
besar, yang dapat menembus batasan waktu dan ruang.
Schramm yang dikutip Sophia (1988) mengemukakan bahwa media massa
meinpui~yai fungsi dapat (1) melaporkan dan meilginformasikan secara efektif, (2)
memperluas cakrawala, (3) memfokuskan suatu perhatian, (4) meuumbuhkan aspirasi
dan (5) menciptakan iklim untuk pembangunan. Media rnassa lneliputi media
elektronik dan media cetak, y m g mana media tersebut menyampaikail iinfomlasi
berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauai~ alat indera kita.
Media cetak dapat dikatakan sebagai sumber berita, sumber bacaan, sumber
ballail pembicaraan dan diskusi serta sebagai alat pengembangan daya intelektual,
mendidik cara berfikir yang lebih kreatif dan menggur~akail logika dalam pemecahall
masalal~, pengen~ba~~gan bahan uutuk melakukan ti11daltail tertei~tu (Isbandi, 1981).
Media cetak dalam bentuk yang lebih spesifik seperti surat kabar lnempunyai fungsi
unlunl sebagai sumber informasi dan sebagai hiburan (Devito, 1997). Surat kabar
sering dimanfaatkan untuk menyampaikm iilfonllasi kepada petani petemak baik
berupa berita, artikel, feature dan sebagait~ya dalarn rangka mernudahkan mereka
memahami segala sesuatu telltang infomlasi yang mereka butuhkan.
Tidak dipungkiri bahwa kemajuail teknologi inedia massa elektronik
mei1yumbangkan manfaat yang besar terhadap pel~gembangan wawasan masyarakat.
Televisi dail radio digunakan sebagai sarana hiburan, infomlasi atau pendidikan oleh
lnasyarakat dalaln suatu jangkauan yang luas, karena lnerniliki kernampual~ daya
ternbus dall daya langsung. Sebagaimana dillyataka11 Schramm dalanz Jabi (1993)
radio dar~ televisi telah digunakan orang di berbagai negara ul~tuk (1) infonnasi
per~didikan nasional, (2) mensuplai peligajarall di sekolah, (3) memperluas jangkauan
pendidikan formal ke segmen-segmen nlasyaraltat yang tllemiliki kesempatail
terbatas, (4) ~nemperluas jangkauaii pendidikan nonformal ke segala seglnen
masyarakat yang membutuhkannya.
Radio dapat menjangkau semua lapisan masyarakat sekalipun mereka tidak
dapat membaca dan lnenulis (Bogue, 1979). Televisi memiliki daya tarik dimana
pesan visual yang disampaikan dilengkapi dengan audio sehingga nienampillcatl
keadaan yang mendekati sebenamya. Oleh karena itu Jahi (1993) berpendapat bahwa
televisi berhasil memikat lebih banyak khalayak dari media massa lainnya.
Wardhani (1994) berpendapat bahwa partisipan dan peserta yang menciptakatl
informasi dapat dikatakan sebagai sumber infonnasi. Beberapa hasil penelitian
nienunjukkan bahwa masyarakat pedesaan masih banyak menggunakan individu
sebagai su~nber infomiasi. Gunardi (1988) menyebutkan, informasi ii~engenai
program-program pemerintah seperti Pelita, Binlas, Keluarga Berencana diperoleh
masyarakat dari tokoh-tokoh desa seperti kepala desa, guru, ulama dan elit desa.
Disa~nping itu (Mardikanto, 1993) menyebutkan, kontak personal de~igan penyuluh
dapat mendorong petani untuk mengadopsi inovasi. Kontak dengan sesalna petalli
jug* mempengaruhi tingkat adopsi teltnologi baru dengall mencontoh pola
berusahatani petani lain yang berhasil. Hasil petlelitian Wardl~ani (1994)
menunjukkan, teman merupakan sumber infonnasi yang paling sering digunaka~l
petemak dalam berkomunikasi tentang ayaln buras.
Sebagaimana diurailta~l diatas, suniber infolmasi teknologi pete~~lakan dapat
berasal dari media lnassa dan individulseseorang yang ~llelnpullyai wawasan atau
keahlian dalam bidang teknologi petemaka11 yang dapat lnemberi penjelasan yang
dibutuhkan komunikan. Media massa sebagai sunlber informasi petemalc adalah
media elektronik dan media cetak yang menyampaikan pesan teknologi petemakan.
Respon Peternak t e r l ~ a d a p Sumber Informasi Teltnologi Peternakan
Dalan komunikasi, respon rnempunyai arti yang sangat penting karena ha1
ini menentukan berlanjut~lya komunikasi atau berhentinya ko~nunikasi yang
disampaikan oleh komunikator. Selain itu respon memberi makna yang sangat
penting untuk membuat komunikasi menjadi interaktif.
Menurut McGuire (Rakhmat, 1999) dalam teori stimulus memandru~g
manusia sebagai makllluk yang lapar stimuli yang senantiasa me~lcari pengalaman-
pengalaman baru, manusia' selalu berusaha me~nperoleh hal-ha1 yang nlemperkaya
pemikirannya. Hasrat ingin tal~u, kebutuhal untuk ~nendapatlcal rangsangan en~osio~lal
d m kei~lginm nltulgkin dari kebosanan merupakal kebutuhan dasar mauusia. Dalam lial
ini manusia me~lggunakan media untuk menanball pengalanan b m .
Menurut Berlo (1960) respon adalah suatu reaksi organisme individu terhadap
suatu stimulus, atau tingkah laku yang ditirnbulkan oleh rangsangan atau stimulus.
Yang dimaksud stimulus adalah segala sesuatu yang dapat diteri~na ole11 seseorang
melalui salah satu inderanya. Masih menurut Berlo (1960) ada dua kategori respon,
yaitu respoil yang nampak (overt respott) respot1 yang dapat diamati, dan respot1 yalg
tidak nampak (covert respoiz) respon yang terjadi di dalam organisme yang bersifat
pribadi sehingga tidak dapat diamati. Namun demikian dua kategori tersebut tidak
pernlanen, suatu respon yang hari ini bersifat covert mu~lglcin inenjadi overt setelah
kita dapat lnengembangkan alat pengamatan atau deteksi yang lebih baik. Dengan
kata lain overt respoiz yaitu tanggapan yang dapat diarnati karetla tercemlin dari reaksi
atau tindakan atau aktivitast~ya. Sedangkan covert respoa adalah tanggapan yang
tidak dapat diamati karena ada di sanubari komunikan, dan ha1 ini sulit untuk diamati.
Sebagai~nana diuraikan Thomas dalam Sulas~nono (1994) stimulus yang sama
mungkin n~enghasilkan respon yang berlainan dari orang-orang atau kelompok dalam
~uasyarakat yang berbeda karena terjadiuya perbedam definisi situasi yang bersifat
subyeklif. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Raldmat (1999) yang
menyatakan walaupun peristiwa sarna, orang akan menanggapinya berbeda-beda sesuai
dengan keadaan dirinya. Masih menurut Rakhn~at (1999) bahwa secara psikologis
setiap orang mempersepsi stin~ulus sesuai dengan karakteristik personalnya.
Bagailnana respon peternak terhadap sumber illfonllasi teknologi petemaltan?
Sunlber infom~asi teknologi petemakan dapat dipandatlg sebagai stilllulus yang
mempunyai pesan khusus. Menurut Lionberger dan Gwin (1982) orang nlerespon
pesan-pesan !d~usus yaitu (1) mengabaikan, seseorang dapat mengabaikan pesan
apabila yang dikomunikasikan tidak cukup pe~ltillg untuk diperlimbangkan, (2)
menerima, bila isi pesan cukup penting aka1 ~menjadi pen~bicaraan yang menarik
dengat1 sebayanya, tetapi apabila tidak akan ditinggalkan, (3) ~nencari lebih dalan
inforrnasi untuk lnendapatkan infonnasi lebih detail, dan (4) melakukan apa yang
disarankan.
Menun~t Jahi (1993) apabila partisipasi dalanl suatu situasi komunikasi satu
sama lain terpisah ole11 suatu jarak, respon bisa segera dan juga bisa memerlukan
waktu. Respon segera di~naksudkan adalali umpan balik la~lgsutlg yang bisa terjadi
pada komunikasi tatap muka. respon melnerlukali waktu adalah umpall balik yang
tidak langsung, seperti pada komunikasi massa.
Jahi (1993) juga menyatakan, dilihat dari dimensi valensi, ulllpan balik
mungkin saja bersifat teknis atau evaluatif. Secara teknis umpan balik yang positif
menggalakkan partisipasi lainnya dalarn satu situasi yang terdiri atas dua partisipasi
untuk melanjutkan apapun yang dikerjakan. Umpan balik negatif menghentikan
apapur~ yang telah dikejakan oleh partisipan. Secara evaluatif ulllpan balik positif
meneguhkan apapun yang dilakukan oleh partisipan laimlya, sedangkan umpan balik
negatif menentang apapun yang dilakukan oleh partisipan itu. Sebagai contoh, respon
dari hadirin terlladap seseorang pembicara (pejabat pemerintall) tentang kredit temak
perall dapat merubah banyak tingkah laku pembicara. Jika ia menerilna tepukan
tangan atau anggukan persetujuan, maka respon itu akan mendorong untuk
meneruskan tipe atau bentuk komunikasi yang sedang berjalm. Sebaliknya kalau
pembicara menerima respon yang negatif seperti tidak ada perhatian, tidak senang,
membuat gaduh, me~lgerutkan dahi dan sebagainya, maka dia aka11 mengubah atau
~nemperbaiki komu~likasinya kalau memang perasaannya peka, agar lebih sesuai
dengan harapan dari pendengar atau kl~alayak.
Robbills dan John (1986) mengungkapkan, sebagai penerilna infomlasi dapat
bersifat aktif atau pasif. Bersifat aktif dia selalu mencari infonnasi lebill lnendalam
apa yang telah diterimanya. Dijelaskan ole11 Tubbs dan Moss (1996) bahwa kl~alayak
yang sangat aktif mencari apa yang ia inginkal, lebih banyak lneliolak daripada
menerirna isi komunikasi, berinteraksi baik dengan anggota-mggota kelompok yrulg di
ikutinya lnaupun dengan isi media yang diterimanya, d a l sering menguji isi media lnassa
ymg diterimanya, dengan jalan mendiskusikannya dengan orang lain ataupun
membandingkan dengan isi media lainnya. Khalayak pasif yakni khalayak yang tidak
punya inisiatif untuk n~encari sumber infornlasi, bisa juga walaupun ada sulnber
informasi yang menarik dia tidak aka11 bergerak hatinya untuk berbuat sesuatu karena
informasi yang diterimanya bukan karena keinginannya tetapi karena keterpaksaan
harus menerima informasi.
Dalam komunikasi interpersonal, ltotnunikan sebagai penerima pesan dapat
merespon secara langsung. Menurut Kotler (1988) efektifitas komunikasi tatap muka
(personal conznzur~icatiot~) didapatkan dari berbagai peluang individu untuk
ntenyampaikan pesan dan memperoleh umpan balik secara personal.
Dan informasi tersebut diperolel~ bahwa respon seseorang terhadap sulnber
informasi mempunyai berbagai pengertian yaitu respon pasif dan aktif; respon positif
dan negatif; respon segera dan tertunda; respon mengabaikan, menerima, lnencari
lebih dalam informasi dan melakukan apa yang disarankan. Berpedoman pada
pendapat para pakar sebagaimana diuraikan, dapat disimpulkan bahwa respon
petemak terhadap sunlber informasi adalah (1) tidak melakukan apa-apa, (2)
menerima sebagai pengetahuan, (3) segera menerapkan, (4) rnenerapkan kemudian,
(5) mencaritahu lebih lanjut dan (6) menyampaikan pada orang lain.
Paktor Ir~dividu Peternak
Setiap insan diciptakan berbeda dan dibekali bakat yang berbeda pula.
Menurut teori perkembangan, luanusia adalah merupakan hasil interaksi yang
faktor-faktor lingkungan (dari luar) merupakan faktor yang penting (Salkind, 1985).
Edwarde (Rakhmat, 1999) juga nlenyatakan bahwa karakteristik manusia terbentuk
oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor sosiopsikologis. Faktor biologis
n~encakup genetik, sistem syaraf da11 sistem hormonal. Sedangkan faktor
sosiopsikologis terdiri dari koniponen-komponen afe!aif(faktor eniosional), kognitif
(intelektual) dan komponen koi~atifyakni yang berhubungan dengan kebiasaan.
Untuk melihat respon petemak terhadap su~nber infonnasi, faktor individu
merupakan salah satu faktor yang penting. Faktor individu dibangun dari unsur-unsur
karakteristik denlogratis, belra~dorlperilaku, psikografis dan geografis.
Demografis merupakan salah satu variabel yang sering digunakan untuk
melihat kemampuan berkon~unikasi seseorang dan juga kemampuan untuk memilih
media. Hasil penelitian Wardhani (1994) ~llenunjukkan bahwa karakteristik
de~nografis berhubungan dengall sumber-sumber infonnasi tentang ayam buras. Faktor
de~nografis yang diteliti meliputi umur, pendidikan, skala usaha dan pengalanlan.
Behavior atau perilaku dalam ilmu Psikologi merupakan hasil interaksi antara
person (diri orang itu) yaitu faktor yang tin~bul dari dalam diri individu dengan
er~viro~zment (lingkungan) psikologisnya yaitu faktor-faktor berpengaruh yang datang
dari l u x individu (Lewin dalarn Rakhmat, 1999). Selanjutnya berdasarkan
McDaugall (Rakhmat, 1999) faktor personal di jabarkan dala~n instink, yang
menentukan perilaku manusia. Berlo menyatakan (1960) bahwa perilaku komunikasi
seseorang aka1 menjadi kebiasan perilakunya. .ladi perilaku seseorang terbentuk
karena adanya stimulus yang sering meni~npanya dan respon terhadap stimulus
tersebut bisa secara verbal maupun nonverbal.
Manusia sebagai makluk yang berakal dan aktif akan selalu berusaha untuk
mencari kebutuhan yang sesuai dengan dirinya, sebagaimana dinyatakan Sigmund
Freud dalanz Gerungan (1990) jiwa nlanusia bukan inempakan sesuatu yang abstrak,
konsisten dall statis, melainkan sesuatu yang dinanris didalam ruangan dan waktn,
dan menyatakan diri sebagai keselumhan jiwa raga yang berkegiatan. Kebutuhan
seseorang akan infomlasi mampu menggerakkannya untuk secara aktif melakukan
pencarian sumber inforn~asi.
Rogers (1971) dalam karyanya "Co~rr~rrrrrrtccrtio~i of I~i~ro~~arion" menyebutltan
bahwa variable-variabel dalam co~ri~iii~r~rcc~oo,~ behcr~,lor adalah (1) partisipasi sosial, (2)
hubungan dengan sistem sosial, (3) kekosn~opolitan, (4) kontak dengan age11 pembaharu,
(5) keterbukaanflceterdedahan terhadap media massa, (6) konlunikasi interpersonal, (7)
lebih aktif mencari infomasi, (8) pengetahuan tentang infom~asi, (9) keterbukaail
kepeinimpinan dan (10) memiliki hubungan yang tinggi antar system.
Psikografis tem~asuk dalanl intrapsikis ulnuin dan ha1 ini penting t ~ n t t ~ k
diketahui gutla melihat karakteristik individu. Beberapa variable yang berhubuilgan
dengan ha1 tersebut antara lain adalah gaya hidup dan kepribadian. Kotler (1997)
menyatakan bahwa kepribadian kelihatan lebih abadi, mungkin karakteristik yallg
dibawa sepanjang hidupnya, sedailgkan gaya hidup kelihatannya terjadi hanya
sementara, sesuatu yang dapat berubah dari tahun ke tahun berikutnya. Rakhmat
(1999) menyatakan, kaum detenninislne lingkungan sering meilyatakan keadaan alam
mempengaruhi gaya hidup dan perilaku seseorailg, ~nisalnya seperti efek suhu pada
tindakan kekerasan, perilaku interpersonal dan suasana enlosional. Variabel geografi
Berdasarkan uraian tersebut maka faktor individu: ulnur pendidikan,
pengalaman, kekosmopolitan, keterdedalian pada media niassa, kepribadian,
pemililtan media dan jarak tempat dibahas lebi11 lal~jut.
Umur
Umur merupakan suatu indikator ulilum tentang kapan suatu perubahan harus
terjadi. Umur juga dipakai sebagai indeks perkembangan komponen yang penting
dalaat perkembangan manusia. Perbedam umur antar kelonipok dapat n~enunjukkan
faktor kedewasaan (Salkind, 1985). Menurut Devito (1997) pembaca utama surat
kabar adalah rnereka yang lebih tua dan terdidik. Hanya sekitar 50% dari orang yang
berusia antara 21 dan 35 tahun lnembaca surat kabar tertentu. Walaupun demikian
Lionberger (1960) melaporkan bahwa semakin tua petani biasanya seniakin lambat
lnetigadopsi inovasi, dan cenderu~ig hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah
biasa diterapkan ole11 warga masyarakat setempat.
Hasil penelitian Da~nayati (1992) ~nenunjukkan bahwa umur berpengaruli
terhadap seleksi pesan dan media komunikasi massa. Masyarakat yang berumur
kurang dari 40 tahun menlpunyai daya terima yang besar terliadap beragam pesan
media, sedangkan yang berumur diatas 40 taliun sebagian besar cenderung bersifat
kolot atau sebagian lebih bersifat demokratis. Masyarakat yarig berumur lebih dari 40
tahun lebih menyukai materi agama dan pertanian ~nelalui media wayang dan radio.
Namun demikian berdasarkan hasil penelitian Wardhani (1994) bahwa u ~ u u r
sun~ber infonnasi. Demikian pula hasil penelitial~ Pumaningsih (1999) u ~ n u r petani
tidak berhubungan nyata dengan pemanfaatan sunlber informasi.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses belajar sebagai suatu cara yang dapat ~ n e ~ n b a w a
kearah perubahan. Pendidikan juga mempakan tingkat intelegensia yang berhubungan
dengan daya pikir. Semakin tinggi pendidilcan seseorang malca akan snnakin luas
ilmu pengetahuannya, sehingga nleni~nbulkan cara berfikir yang lebih bailc. Churdlui
rlcilrrri~ Soekartawi (1988) nlenerangkan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar
yang diperkirakan aka11 ~nenananlkan pengertian sikap yang menguntunglcan menuju
penggunaan praktek pertaniart yang lebih modem.
Gonzales yang dikutip Jahi (1993) merangkum pendapat beberapa ilmuwan
bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang ~nenentukan dalarn mendapatkan
pengetahuan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi umu~nnya
lebih menyadari kebutuhan akan informasi sehingga menggunakan lebih banyak jenis
su~nber infonnasi dan lebih terbuka terlladap media inassa.
Menurut Rakhmat (1999) diduga orang yang berpendidikatl rendah jarang
nlenlbaca surat kabar, tetapi sering menonton televisi. Eksekutif d a t ~ kaunl bisnis
nle~lyenangi mbik niaga dalatn swat kabar atau majalah. Seseorang dari kelas menengah
(nziddle class) cenderung menyukai acara pendidikan, berita dan infonnasi. Seseorat~g
yatlg n~ernpunyai tingkat pendidikan lebih tinggi un~unlnya lebih ~nenyadari
kebutuhan akan informasi sehingga rne~lggu~lakan lebih banyak jenis sumber
Hasil penelitian Halim (1992) yang mengamati perilaku responden KUD di
Cipanas, menginformasikan bahwa mereka yang berpendidikan relatif lebih tinggi
menyediakan waktunya untuk membaca berbagai berita dan informasi. Demikian
pula hasil penelitian Wardhani (1994) bahwa tingkat pendidikan baik formal lnaupun
non formal berhubungan nyata dengan pemanhtan sulnber info~ll~asi. Tetapi hasil
penelitian Purnaningsih (1999) menyataltan, bahwa tingkat pendidikan tidak
berhubungan nyata dengan pemanfaatan sumber infonnasi.
Pendidikan baik formal maupun no11 fo17ual sering kali mempengaruhi cara
pandang atau cara berfikir individu, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
individu dalam menangkap sumber-sumber infonnasi. Manfaat dari pengembangan
individu adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian dan kompetensi dan
untuk memperbaiki perilaku dari masing-masing pekerjaannya. Jadi pendidikan
ulnumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikir peternak dalarn merespon
informasi pada berbagai sumber.
Pengafaman
Pengalarnan merupakan salah satu jalan kepemilikan pengelahuan yang
dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Secara psikologis
seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan tempera~uen di tentukan ole11
pengalaman indera. Pikiran dan perasaan, bukan penyebab perilaku tetapi di sebabkan
oleh perilaku masa lalu (Rakhmat, 1999). Seseorang yang bekeja dalam bidang
tertentu dalarn waktu yang relatif lama aka11 seinakin banyak lnenlperoleh pengalaman
(me~nbaca), maka pengetahuan yang diperoleh aka11 senlakin tinggi dan ha1 ini akan
menillgkatkan kepekaannya dalam menyerap sumber-sumber informasi yailg
dibutuhkan.
Walker (1973) berpendapat bahwa pengalainan adalah llasil akumulasi dari
proses alarni seseorang yang seterusnya me~i~pengarulii respon yang diteriinailya
guna inemutuskan sesuatu yang baru. Stufon (197s) mcngatakan, kecenderungan
seseorang untuk berbuat tergantung dari l~engalarnannya, karena pengalaman itu
rne~lentukail niinat dan kebutuhan yang dirasakan. Dcngan begitu peilgalaman
seseoraiig dapat n~en~bantu orang lain untuk menyambil keputusan sesuai dengan
kebutuhan dalam menerima sun~ber-sumber infom1asi.
Hasil penelitian Wardhani (1994) menunjukkan bahwa pengalanlan betemalc
ayam buras tidak berhubungan nyata dengan pengyunaan sumber infol~nasi. Hal ini
lcarena pengalaman beternak relatif sama, jadi tidak dapat dibedakan dalaiii
ineinanfaatkan sumber inforniasi. Deillilcian pula hasil penelitirui Pur~ianingsih
(1999) bahwa pengalaman berusahatani tidak berhubungan nyata deligan
pelnailfaatan su~nber iiifonnasi
Kekosmopolitan
Kekoslnopolitan adalah keterbukaan seseorang pada iiifoililasi n~elalui
kunjuilgan ke kotaldesa lainnya untuk iiiendapatkan berbagai su~nber infolmasi.
Rogers (1971) mengemukakan, bahwa orang yang sifat kekosnlopolitan tinggi
biasanya iuencari informasi dari surnber di luar lingkunganllya. Sebalikllya orang
tinggi pada tetangganya atau teman-teman dalam lingkungan yang sanla yang
diandalkan sebagai sumber informasi. Dengan begitu seseorang yang mempunyai
pergaulan luas dan mempunyai kecepatan pencarian infornlasi yang diperlukan
berarti seseorang tersebut mempunyai kekosmopolitan yang tinggi.
ICeterdedahan pada media massa
Keterdedahan adalah mendengarkan, melihat, membaca atau secara lebih
u~nuln mengalami dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media
(Shore, 1980). Tingkat keterdedallan media massa adalah frekwensi keterjangkauan
pesan melalui media massa, sejauh mana seseorang dapat akses terlladap informasi.
Media massa sebagai sumber informasi mempunyai peran yang sangat penting
karena kenlampuannya yang efektif, seperti mainpu ~ne~nperluas cakrawala,
nlenlusatkan perl~atian, menumbuhkan aspirasi, merubah sikap dan sebagai pendidik
(Schramm, 1965). Namun demikian tak kalah pentingnya faktor keterdedahan
khalayak perlu diperhatikan, karena menurut Rogers (1966) keterdedahan pada
media-media massa itu mempunyai korelasi yang tinggi, sehingga bisa dibuat suatu
indeks keterdedallan pada media massa. Indikator keterdedahan pada media nlassa
paling tidak dikotomikan ke dalanl (1) sedikitnya pernah terdedah (misalnya kebiasaan
menlbaca surat kabar sekali seminggu) dan (2) tidak terdedah (Rogers, 1966).
Mulyani (1991) ~nelaporkan bahwa keterdedahan petani pada media
kolnunikasi berllubungan dengan tingkat penerapan teknologi. Dengall deinikian
keterdedahan terhadap media massa melnpunyai indikasi yang positif terhadap respon
Kepribadian
Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang
n~enyebabkan tanggapan yang relatif konsistcn dari bertalian lama terhadap
lingkungannya. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berlainan yang
mempengaruhi perilakunya, "kita melakukan apa yang kita lakukan karena sesuai
dengall jenis kepribadian kita" (Kotler, 1997). Sedangkan menurut Gardon Allport
r l a l a i ~ ~ (Robbins, 1998) kepribadian adalah "organisasi dinamis pada niasing-masing
psikofisik yang menentukan penyesuaian scbagai total jumlah dan cara-cara diniana
seseorang individu bereaksi dan berinteraksi tfengan oniag lain".
Salali satu kerangka kepribadian yang paling luas digunakan disebut
Indikator Tipe Mj~ers-B~.iggs (MBTI-Mj~er T ~ p c I~~rlicrlror) dalani lial i ~ i i terdapat
lima model besar MBTI. Kelilna besar tersebut atlalah (1) Ekstraversi, yaitu suatu
din~ensi kepribadian yang n~enggambarkan seseorang yang senang bergaul, banyak
bicara dan tegas. (2) Malnpu bersepakat, yaitu suatu diniensi kepribadian yang
nietiggalnbarkan seseorang yang baik liati, kooperatif, dan mempercayai. (3)
Mendengarkan kata hati, yaitu suatu ditnensi kepribadian yang bertanggung jawab,
dapat diandalkan, tekun dan berorientasi prestasi. (4) Kernantapan emosional adalah
suatu dimensi kepribadian yang niencirikan seseorang yalig tenang, bergairah,
terjalilin (positif) lawall tegang, gelisah, murung dan tak kokoh (negatif). (5)
Kepribadian terhadap pengalaman yaitu suatu dimensi kepribadian yang iniajinatif,
benar-benar sensitf dali intelektual.
Dari linla faktor dimensi tersebut terdapat enan1 belas ciri, yang ditemulta~~
sebagai sulilber perilaku yang ulnulnliya tetap (steadj~) dan konstan yang
meinungkinkan peramalan perilaku seseorang dalalll situasi-situasi khusus dengall
menimbang karalcteristik untuk relevansi situasional.