DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
...
ixDAFTAR GAMBAR
...
...
xiDAFTAR LAMPIRAN
...
...
...
...
xiiI. PENDAHULUAN
...
1.1. Latar Belakang...
...
...
...
1.2. Perurnusan Masalah...
...
...
1.3. Tujuan Penelitian...
S 1.4. Kegunaan Penelitian... ...
...
1011. TINJAUAN PUSTAKA
...
112.1. Kredit Pertanian
...
...
112.2. Periodisasi Kredit Pertanian
...
...
142.3. Penelitian Terdahulu
...
...
...
...
..
19111. KERANGKA PEMIKIRAN
...
273.1. Kerangka Teoritis
...
... ...
...
. . . .
273.1.1. Model Ekonomi Rumahtangga Hieshleifer
...
273.1.2. Kredit, Produksi dan Pendapatan
...
363.1.3. Model Pengembalian Kredit Usahatani
...
443.1.3.1. Model Logit
...
...
...
44IV
.
METODOLOGI PENELITIAN...
...
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...
...
4.2. Metode Pengumpulan Data...
...
4.3. Metode Pengambilan Sampel...
4.4. Metode Analisis...
4.4.1. Perumusan Model Permintaan Kredit Usahatani
...
4.4.1.
1. Persamaan Perrnintaan Pupuk...
4.4.1.2. Persamaan Permintaan Tenaga Kerja...
4.4.1.3. Persarnaan Biaya Usahatani...
4.4.1.4. Persamaan Nilai Produksi Usahatani...
4.4.1.5. Persamaan Permintaan Kredit Usahatani...
4.4.1.6. Persamaan Pendapatan Usahatani
...
....
4.4.1.7. Pendapatan Rumahtangga sebelum Pajak 4.4.1.8. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan
...
4.4.1.9. Persamaan Konsumsi...
4.4.1.10. Persamaan Tabungan
...
4.4.2. Identifikasi dan Pendugaan Model
...
4.4.3. Perumusan Model Pengembalian Kredit Usahatani..
4.5. Definisi dan Satuan Pengukuran...
V
.
KREDIT USAHATANI DI KABUPATEN SOLOK...
68 5.1. Gambaran KUT Pola Umum dan KUT Pola Khusus...
685.1.3: Plafon. Persyaratan dan Tatacara Memperoleh
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL
...
ixDAFTAR GAMBAR
...
...
xiDAFTAR LAMPIRAN
...
...
...
...
xiiI. PENDAHULUAN
...
1.1. Latar Belakang...
...
...
...
1.2. Perurnusan Masalah...
...
...
1.3. Tujuan Penelitian...
S 1.4. Kegunaan Penelitian... ...
...
1011. TINJAUAN PUSTAKA
...
112.1. Kredit Pertanian
...
...
112.2. Periodisasi Kredit Pertanian
...
...
142.3. Penelitian Terdahulu
...
...
...
...
..
19111. KERANGKA PEMIKIRAN
...
273.1. Kerangka Teoritis
...
... ...
...
. . . .
273.1.1. Model Ekonomi Rumahtangga Hieshleifer
...
273.1.2. Kredit, Produksi dan Pendapatan
...
363.1.3. Model Pengembalian Kredit Usahatani
...
443.1.3.1. Model Logit
...
...
...
44IV
.
METODOLOGI PENELITIAN...
...
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian...
...
4.2. Metode Pengumpulan Data...
...
4.3. Metode Pengambilan Sampel...
4.4. Metode Analisis...
4.4.1. Perumusan Model Permintaan Kredit Usahatani
...
4.4.1.
1. Persamaan Perrnintaan Pupuk...
4.4.1.2. Persamaan Permintaan Tenaga Kerja...
4.4.1.3. Persarnaan Biaya Usahatani...
4.4.1.4. Persamaan Nilai Produksi Usahatani...
4.4.1.5. Persamaan Permintaan Kredit Usahatani...
4.4.1.6. Persamaan Pendapatan Usahatani
...
....
4.4.1.7. Pendapatan Rumahtangga sebelum Pajak 4.4.1.8. Pendapatan yang Siap Dibelanjakan
...
4.4.1.9. Persamaan Konsumsi...
4.4.1.10. Persamaan Tabungan
...
4.4.2. Identifikasi dan Pendugaan Model
...
4.4.3. Perumusan Model Pengembalian Kredit Usahatani..
4.5. Definisi dan Satuan Pengukuran...
V
.
KREDIT USAHATANI DI KABUPATEN SOLOK...
68 5.1. Gambaran KUT Pola Umum dan KUT Pola Khusus...
685.1.3: Plafon. Persyaratan dan Tatacara Memperoleh
5.1.3. Tatacara Pengembalian Kredit untuk KUT Pola
Khusus
...
745.1.6. Tatacara Pengajuan dan Realisasi KUT Pola Umum
..
755.1.5. Tatacara Pengembalian Kredit untuk KUT Pola
Umum
...
765.1.6. Penyaluran dan Pengembalian KUT di Kabupaten
Solok
...
77VI
.
HASIL DAN PEMBAHASAN...
6.1. Kelembagaan Skim Kredit Usahatani...
6.1.1. Di Tingkat Petani
...
...
6.1.2. Di Tingkat KUD
6.1.3. Di Tingkat PPL
...
6.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani
...
6.2.1. Tingkat Pendidikan
...
6.2.2. Jumlah Anggota Keluarga
...
...
6.2.3. Pengalaman Usahatani
6.2.4. Frekuensi Kontak Petani dengan PPL
...
6.2.5. Luas Lahan
...
6.3. Hasg Pendugaan Model Permintaan Kredit Usahatani
...
...
6.3.1. Permintaan Pupuk
6.3.2. Permintaan Tenaga Kerja
...
6.3.3. Biaya Usahatani
...
6.3.4. Nilai Produksi Usahataani
...
...
6.3.5. Permintaan Kredit Usahatani
6.3.6. Konsumsi
...
6.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit
VII
.
KESIMPULAN DAN SARAN...
115 7.1. Kesimpulan...
115 7.2. Saran...
116DAETAR PUSTAKA
...
117 LAMPIRAN...
122DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1
1. Keragaan Kredit Usahatani Komoditi Padi di Propinsi Sumatera Barat (Kondisi Maret Tahun 1999)
...
72. Perbedaan Pokok-Pokok ketentuan Kredit Usahatani Pola
Umum dan Kredit Usahatani Pola Khusus
...
69I
I
3. Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Kredit Usahatani
...
71.
Keragaan Kredit Usahatani Komoditi Padi di Kabupaten Solok(Kondisi Maret Tahun 1999)
...
80...
5 Perkembangan Jumlah Koperasi Penyalur Kredit Usahatani 81
6. Penyebaran Petani Contoh Menurut Tingkat Pendidikan di
Kecamatan X Koto Singkarak dan Bukit Sundi Tahun 1999
...
91.
Penyebaran Petani Contoh Menurut Golongan Jumlah AnggotaKeluarga di Kecamatan X Koto Singkarak dan Bukit Sundi
Tahun 1999
...
938. Penyebaran Petani Contoh Menurut Pengalaman Berusahatani
di Kecamatan X Koto Singkarak dan Bukit Sundi Tahun 1999
...
949. Penyebaran Petani Contoh Menurut Jumlah Pertemuan Petani dengan PPL di Kecamatan X Koto Singkarak dan Bukit Sundi
Tahun 1999
...
9510. Penyebaran Petani Contoh Menurut Luas Lahan di Kecamatan X
Koto Singkarak dan Bukit Sundi Tahun 1999
...
9611. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan Pupuk
...
97I
12. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Permintaan TenagaKerja
...
.
.
... .
.
...
10013. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Biaya Usahatani
...
10214
.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Niai ProduksiDAFI'AR
GAMBAR
1. Hubungan Antara Konsumsi dan Pendapatan
...
28...
2. Hubungan Antara Konsumsi, Produksi dart Pendapatan 30 3. Hubungan Antara Kendala Waktu Bekeja dan Tingkat Upah
....
324. Pengaruh Harga per Satuan Input terhadap Pengpmannya
terhadap Produk Total
...
41 5. Hubungan Penggunaan Input..
X dengan Nilai ProdukMarjmal
...
43 6. Faktor-Faktor Karakteristik Petani yang MempengaruhiDAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Gambar Penyaluran dan Pengembalian Kredit Usahatani
...
1222. Data Yang Digunakan Untuk Pendugaan Model Permintaan
Kredit Usahatani
...
1233. Program Pendugaan Model Perrnintaan Kredit Usahatani dengan
Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan Menggunakan
Program SAS Versi 6.12
...
1324. Hasil Pengolahan Model Pennintaan Kredit Usahatani dengan
Metode 2SE dan Prosedur SYSLIN dengan Menggunakan
Program
SAS
Versi 6.12...
133 5. Data Yang Digunakan Untuk Pendugaan Model PengembalianKredit Usahatani
...
1396. Hasil Pengolahan Model Pengembalian Kredit Usahatani dengan
Menggunakan Program SAS Versi 6.12
...
142I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian masih merupakan sektor penting dalarn perekonomian di
Indonesia. Hal ini dapat ditunjukkan oleh banyaknya penduduk atau tenaga
kerja yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau pada koduk
Domestik Bruto Nasional yang berasal dari pertanian. Walaupun selama
tahun 1971 sampai dengan tahun 1994 pangsa sektor pertanian terhadap
produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan,
namun jumlah absolut yang beke rja di sektor pertanian terus meningkat. Sejalan dengan pentingnya peranan sektor pertanian dalam
perekonomian Indonesia, sektor pertanian di Sumatera Barat juga m i h
mempunyai peranan cukup besar. Seperlima dari perekonomian Sumatera
Barat di dominasi oleh Sektor pertanian,
M
ini juga dapat dilihat darisumbangannya terhadap Produk Domestik Regional Bruto mencapai 20,19
persen pada tahun 1997. Subsektor tanaman pangan, temtama padi,
mernberikan kontribusi terbesar terhadap nilai tambah sektor pertanian
(Sumatera Barat dalam Angka, 1997).
Daerah sentra produksi tanaman pangan pada umumnya dicirikan
Dernikian pula di Sumatera ~arat.' Hail penelitian Sumaryanto (1992) di
empat propinsi sentra penghasil beras (Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera
Barat dan Sulawesi Selatan) menunjukkan bahwa 35 sampai 55 persen petani
masih membutuhkan bantuan permodalan untuk kegiatan usahanya.
Mereka ini terutama berasal dari rumahtangga yang mempunyai garaph
h a n g dari 0,5 hektar yang proporsinya mencapai 60 persen dari total
nunahtangga di wilayah tersebut.
Suatu altematif yang biasanya dilakukan oleh petani berlahan sempit
adalah dengan melakukan kegiatan diluar usahatani. Kegiatan yang
dilakukan pada umumnya produktivitasnya rendah. Namun demikian, tidak
selamanya kegiatan tersebut dapat dilakukan petani baik karena faktor
petani sendiri maupun akibat kesempatan ke rja yang terbatas. Pada golongan
petani ini cukup banyak yang hanya dapat mengandakan pada uang
pinjaman untuk keperluan konsumsi maupun kegiatan produksi seperti
biaya untuk pengolahan tanah dan pengadaan sarana produksi Mubyarto
(1987) dalam Irawan (1989). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
rumahtangga petani di pedesaan menghadapi persoalan yang kompleks
dalam hubungannya sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi
dan konsumsi, dan seringkali nunahtangga petani dihadapkan pada masalah
Modal yang disediakan oleh pihak lain adalah kredit. Peranan kredit
dalam pembangunan ekonomi terutama di pedesaan bukan saja sebagai
pelancar pembangunan, tetapi juga merupakan unsur pemacu adopsi
teknologi (Mosher, 1978), yang pada akhirnya diharapkan mampu
meningkatkan produksi, nilai tambah dan pendapatan petani.
qojohadikusumo (1989) menyatakan bahwa kredit sudah merupakan
keharusan demi penghidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia
(petani). Proporsi pinjaman uang terhadap seluruh pendapatan uang rata-
rata mencapai 29,40 persen. Ronodiwirjo (1969) dan Baker (1968) dalam
Kuntjoro (1983) menyatakan bahwa kredit mempunyai peranan penting
dalam upaya pembentukkan modal. Sementara itu Taylor et a1 (1986)
mengatakan apabila dana disediakan untuk memudahkan pembelian input
produksi, maka produktivitas dan pendapatan dari petani tradisional akan
meningkat.
Pemerintah telah lama menyediakan kebutuhan modal untuk petani
dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Penyediaan
kredit di sektor pertanian tanaman pangan telah dilakukan sejak masa Pra
Bimas (1945
-
1964) kemudian Bimas Nasional dan Gotong Royong (1965-
1970) ddanjutkan oleh Bimas yang disempurnakan (1970
-
1983). Walaupunmaupun kredit Binas menunjukkan penurunan dibandingkan dengan
realisasi tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan swat Menko Ekuin tahun
1985 kredit Bimas clihentikan dan bagi petani yang masih membutuhkan
pembiayaan usahataninya disediakan meialui Koperasi Unit Desa (KUD)
dan kredit ini dikenal dengan Kredit Usahatani (KUT). Pada tahun 1985
masa KUT dimulai dan disempurnakan menjadi
KUT
pola khusus padatahun 1995. Tujuan utama pemerintah menyediakan kredit adalah untuk
mencapai swasembada pangan terutama beras mehlui program intensifikasi
(institut Pertanian Bogor, 1998). Sejak diperkenalkan KUT pola khusus,
kredit ini langsung diadopsi oleh petani D e m i k h pula di Sumatera
Barat. Skim
KUT
pola khusus sudah langsung diadopsi petani padam u s h tanarn 1995. Sanim (1998) menyatakan bahwa petani yang menerima
KUT pola khusus telah berhasil meningkatkan pendapatan bersih petani
hingga 44,89 persen.
Keragaan
KUT
untuk
komoditi padi di Propinsi Sumatera Barat dapatdilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa persentase penyaluran
terhadap plafon yang dibuka (Co) rata-rata hampir mencapai 100 persen
kecuali pada penyaluran KUT pola
umum
untuk
m u s htanarn
1995/1996sebesar 70 persen. Sementara itu plafon yang disediakan pada m u s h
maupun KUT pola u m u m dibandingkan dengan plafon tahun sebelumnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh adanya tunggakan kredit. Kemudian pada
m u s h tanam 1998/1999 plafon KUT mengalami peningkatan yang sangat
besar. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang melakukan
terobosan dalam skim kredit dengan merubah mekanisrne yang
menempatkan
Bank
Rakyat Indonesia (BRI) sebagai penyalur kredit(chanelling) dan bukan lagi sebagai pemutus kredit (executing). Fungsi
pemutus kredit sejak m u s h tanarn 1998/1999 berada di tangan Kantor
Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil tingkat kabupaten.
Perubahan mekanisrne penyaluran kredit ini telah mendorong terjadinya
peningkatan penyaluran kredit. Peningkatan penyaluran kredit yang begitu
besar dikhawatirkan akan berdampak pada tingkat pengembalian yang tidak
terlalu besar, yang nanti juga akan berpengaruh terhadap penyaluran kredit
berikutnya mengingat keterbatasan petani membiayai usahataninya dan
masih memerlukan modal dari luar dirinya maka kinerja penyaluran dan tunggakan perlu mendapat perhatian.
1.2 Perurnusan Masalah
Didalam perkembangannya KUT merupakan paket kredit lanjutan
yang menjadi pengganti kredit Bimas. Skim KUT itu sendiri dimulai sejak
khusus pada tahun 1995. Tujuannya adalah untuk meningkatkan akses
petani. KLJT adalah kredit modal kerja yang diusahakan oleh pemerintah
untuk memenuhi kebutuhan petm dan menunjang terhadap sumber
pemodalan dan juga diterapkan untuk membiayai program intensifikasi
komoditi holtikultura. Perubahan
-
perubahan skim kredit ini juga sejalandengan perubahan lembaga penyaluran, cara penyaluran dan pengembalian
serta perubahan tingkat bunga. Keragaan KUT baik pada pola umum
maupun pola khusus di Sumatra Barat dapat dilihat dalam Tabel 1. Dari
Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa pengambilan kredit oleh rumahtangga
petani tahun 1995
-
1999 rata-rata mencapai 95 persen dari plafon yangdibuka oleh bank untuk KUT pola khusus dan 92 persen untuk KUT pola
umua
Sementara itu, keberhasilan penyaluran dan pengernbalian KUT juga
ditentukan oleh seberapa jauh rumahtangga petani merasakan manfaat
KUT
dan pada kenyataanya rumahtangga sebagai suatu unit analisis mempunyai
peran sebagai penyedia tenaga kerja, produsen d m konsumen sekaligus,
sehingga keputusan untuk mengambil KUT oleh rumahtangga petani akan
mempengaruhi proses produksi dan pendapatan yang akhirnya juga
mempengaruhi konsumsi rumahtangga petani. Oleh karena itu faktor-faktor
apa yang mempengaruhi perilaku rumahtangga petani dalam mengambil
Tabel 1. Keragaan Kredit Usahatani Komoditi Padi di Propinsi Sumatera Barat (Kondisi Maret Tahun1999)
Pada Tabel 1. terlihat bahwa masalah yang timbul dalam
pengembalian KUT adalah besarnya tunggakan dengan kecenderungan yang
semakin tinggi selama periode tahun 1995
-
1999 baik pada KUT pola khusus maupun KUT pola umum, namun kecenderungan tersebut lebih rendah padaKUT pola umum. Pengambilan KUT yang dilakukan oleh rumahtangga
petani tidak terlepas dari pada bagaimana peran dari lernbaga-lembaga yang
terlibat dalam pelaksanaan KUT dan cara penyalurannya.
Dalam ha1 cara penyaluran masalah yang diperkirakan timbul adalah
adanya kemungkman tejadinya penyimpangan dalam pemanfaatan kredit
oleh petani seperti
untuk
kebutuhan konsumsi. Hal ini dimungkhkan karenaKUT yang disalurkan kepada petani dapat berupa uang tunai maupun
natura. Akibatnya, petani tidak dapat mengembalikan kredit sebagaimana
mestinya. Selain Dari pada itu pembinaan terhadap petani yang diirjkan
oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran KUT juga dapat
mempengaruhi keberhasilan pengembalian KUT oleh petani Oleh karena itu
faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembalian KUT oleh petani perlu
diketahui. 1:
Demikian pula dengan lembaga-lembaga yang terlibat dalam
pelaksanaan KUT turut berperan terhadap keberhasilan penyaluran dan
pengernbalian KUT. Di Sumatera Barat lembaga yang terlibat dalam
Pengusaha Kecil tingkat kabupaten, aparat pemerintahan daerah (Bupati,
Camat, Kepala Desa), Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), KUD dan
kelompok tani. Kemampuan t e e dan manajemen lembaga-lembaga
ini
merupakan faktor penentu kelancaran pelaksanaan KUT. Sernakin rendah
frekuensi pembinaan yang djlakukan terhadap petani melalui kelompok
tani, baik/buruknya kualitas KUD peserta KUT dan kuat/lemahnya
mekanisme kontol dalam penyaluran dan pengembalian
akan
menentukankeberhasilan pengembalian
KUT.
Oleh karena itu perlu dikaji bagaimanakahkerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran dan pengembalian
KUT di Sumatera Barat khususnya di Kabupaten Solok.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan p e m u s a n rnasalah yang telah dikemukakan, tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kinerja lembaga yang terlibat dalam penyaluran dan
pengembalian kredit usahatani
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku permintaan
kredit usahatani.
7 Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit
1.4 Keganaan Penelitian
11. TINJAUAN PUSTAKA
21. Kredit Pertanian
Kontribusi esensial dari sektor pertanian terhadap sektor lainnya
dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah: (a) peningkatan
produksi pangan dan produk pertanian lain bagi konsumsi domestik dan
ekspor; (b) penyedia tambahan tenaga kerja bagi sektor non pertanian; (c)
arus keluar bersih dari modal investasi kesektor lainnya; dan (d) peningkatan
permintaan konsumen yang berada di sektor pertanian terhadap barang dan
jasa yang dihasilkan sektor lainnya. Sementara itu tantangan pembangunan
pertanian di Indonesia pada masa mendatang tidak sernakin berkurang
intensitasnya, tetapi justru diduga akan rnakin meningkat. Perubahan
orientasi produksi ke orientasi pendapatan dan kesejahteraan petani
menuntut perubahan-perubahan yang cukup mendasar (Taryoto, 1992).
Perkreditan pertanian diharapkan berperan nyata bagi pencapaian tujuan-
tujuan pembangunan pertanian di Indonesia. Kredit perbankan yang berasal
dari dana pemerintah masih merupakan sumber pembiayaan utarna bagi
pembangunan pertanian.
Selarna kurun waktu antara tahun 1981 hingga 1995 kinerja
penyaluran kredit perbankan ke dalam enam sektor utama (pertanian,
mengalami kenaikan kecuali pada sektor pertambangan (Syukur ef al, 1999).
Rata-rata kenaikan penyaluran tersebut berkisar antara 52 persen sampai
dengan 108 persen pertahun. Kenaikan penyaluran kredit pada sektor
pertanian adalah yang paling kecil. Bila dilihat dari sifat usaha di sektor
pertanian yang umumnya beresiko tinggi merupakan hambatan bagi investor
untuk mengalokasikan dananya pada sektor pertanian. Oleh karena itu
alokasi kredit pada sektor ini menunjdckan kinerja yang paling rendah.
Kenaikan pada penyaluran kredit di sektor pertanian yang rnasih diatas 50
persen pertahun, adalah akibat dari adanya prioritas yang tinggi pada kredit pangan dan subsektor pertanian lainnya. Kemudahan pemberian kredit di
sektor pertanian masih diberikan melalui dana Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI). Dengan adanya Paket Januari 1990 pemerintah telah
mengurangi secara bertahap KLBI. KLBI hanya diberikan terbatas untuk
mendukung pelestarian swasembada pangan dan pengembangan koperasi.
Tujuan kredit pertanian, khususnya kredit program adalah
untuk
melindungi golongan ekonomi lemah. Kredit program mempunyai tujuan
ganda, yaitu selain untuk meningkatkan produksi melalui introduksi
teknologi dalam rangka swasembada pangan juga ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan (Azhari,
bahwa kredit program dapat mengatasi hambatan teknologi dan mempunyai
dampak terhadap upaya pembentukan modal (capifal formation) clan
pendapatan.
Pertanian itu sendiri pada dasarnya memerlukan empat unsur pokok
yang harus selalu ada yang dikenal dengan faktor-faktor produksi yaitu
tanah, tenaga ke rja, modal dan pengelolaan manajemen (Mubyarto, 1989).
Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah,
tenaga ke rja menghasilkan barang baru. Berdasarkan hak milik, modal dapat
berasal dari milik p r i i d i (equity capital) dan milik pihak lain (non equity
capital) (Kadarsan, 1995). Modal yang berasal dari pihak lain diantaranya
adalah kredit.
Kredit adalah kesanggupan individu untuk memperoleh barang, jasa
atau uang saat hi, dengan perjanjian akan membayar kembali di kemudian
haxi. Tidak semua orang mempunyai kesanggupan untuk memperoleh
kredit. Petani tidak mempunyai cukup asset berharga yang dapat dijadikan
jaminan bagi pengembalian kreditnya. Dilain pihak, mereka sangat
memerlukan kredit untuk mendanai usahanya. Namun tidak sedildt pula
terpaksa menggunakan kredit usahanya untuk keperluan konsumsi
rumahtangga (Fajardo, 1992 Mayrowani, 1998). Kondisi ini akan
berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit dan kemampuan
2.2. Periodisasi Kredit Pertanian
Upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian terutama
padi sudah dimulai semenjak sebelum Perang Dunia I1 sampai sekarang.
Periodisasi perkreditan di sektor pangan dapat dibagi menjadi empat
periode berdasarkan pada kebijaksanaan baru yang mengubah sistem
perkreditan yang berlaku, yaitu periode Pra Birnas, Bimas Nasional dan
Gotong Royong, Birnas Nasional yang disempurnakan dan Periode Kredit
Usahatani (Soentoro et al, 1992).
Pada periode Pra Bimas sudah dirancang rencana tiga tahun produksi
beras untuk berswasembada beras (SSB) pada tahun 1959. Petani
dikelompokkan dalam kelompok kecil (dalam luasan 10 Ha) yang dinamakan
Organisasi Pelaksa Swasembada Beras (OP-SSB). Kredit diberikan oleh lT.
Padi Sentra dalarn bentuk natura, misalnya obat-obatan, pupuk, bibit, alat-
alat pertanian dan biaya hidup selama musim paceklik (cost of living). Bunga
kredit sebesar 36 persen untuk jangka waktu 6 bulan. Pengembalian
pinjaman dilakukan sekaligus berupa padi pada musim panen, dan
tunggakan kredit dikenakan denda 0,5 persen perbulan.
Berdasarkan penelitian Ronodiwirjo (1969) di Karawang. yang
merupakan salah satu kasus kredit yang disalurkan padi sentra,
menunjukkan bahwa dengan prosedur penyaluran kredit yang mudah
ternyata menirnbulkan kemacetan dalam pengembalian kredit. Kemudahan
dari penyaluran kredit dari padi sentra dimaksudkan untuk menghilangkan
seperti ini, petani tidak menghargai dan bertanggung jawab penuh terhadap
kredit yang diterimanya, sehingga pengembalian kredit tidak lancar, selain
itu membuka kemungkinan terjadinya penyelewengan oleh petugas
termasuk pamong praja.
Dari pengalaman padi sentra dalam menangani upaya peningkatan
produksi, muncul gagasan baru untuk memperbaiki kesalahan dari program
intensifikasi yang dijalankan. Upaya perbaikan menyangkut pada sistem
penyuluhan untuk menggerakkan petani secara massal, lembaga dan
organisasi untuk menunjang program intens-i, penentuan prioritas
wilayah intensifikasi, sistem perkreditan yang sesuai dengan petani dan
pernasaran hasil pertanian untuk rnenentukan sistem penyaluran yang dapat
diterapkan pada program intensifikasi pertanian. Institut Pertanian Bogor
(IPB) berke rjasama dengan Lembaga Koordinasi Pengabdian Pada
Masyarakat Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan
melakukan actiun reseach dalam bentuk pilot proyek panca usaha lengkap di
tiga desa Kabupaten Karawang pada m u s h tanarn (MT) 1963/1964
(Soentoro et al, 1992). Berdasarkan hasil tujuan pilot proyek panca usaha
lengkap yang cukup baik, sistem penyuluhan baru diterapkan pada MT
1964/1965 yang diberi nama Demontrasi Massal (Demas) dart mulai MT
1965/1966 diubah menjadi Birnbingan Massal (Bimas) Nasional. Tujuan
pertanian, terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk mewujudkan tercapainya masyarakat adil dan
makmur. Pada program Bimas, kegiatan penyuluhan, penyaluran sarana
produksi dan penyaluran kredit dilakukan oleh lembaga sendiri.
Untuk membantu petani agar dapat menerapkan teknologi yang
dianjurkan telah disediakan kredit oleh Bank Negara Indonesia Unit I1 (BNI)
yang penyalurannya ke petani ditangani oleh koperasi produksi pertanian
(Koperta). Kredit diberikan dengan bunga yang rendah. Kredit Bimas
diberikan dalam bentuk bibit, pupuk, obat-obatan dan uang garapan
termasuk cost of living.
Dalam pelaksanaannya kredit Bimas juga banyak mehghadapi
hambatan-hambatan, sehingga perbaikan-perbaikan sering dilakukan untuk
penyempurnaan program Bimas, mulai dari masa kredit Bimas Nasional dan
Gotong Royong (1965
-
1970) sampai dengan masa Bimas Nasional yangdisempurnakan (1970
-
1984) penyempurnaan program Bimas ditempuhdengan mengembangkan pendekatan konsep wilayah unit desa.
.
.
Walaupun dengan Bimas telah dicapai swasembada pangan tetapirealisasi areal maupun kredit Birnas sampai dengan
MT
1984/1985menunjdckan penurunan dibandingkan dengan realisasi tahun-tahun
sebelumnya (Erlinda, 1993). Berdasarkan surat Menko Ekuin No. S01. 1985
petani yang masih membutuhkan pembiayaan usahataninya disediakan
lewat KUD. Kredit ini dikenal dengan KUT. KUT merupakan kelanjutan
dari program Bimas yang bertujuan meningkatkan produksi padi/palawija
dart pendapatan petani, juga untuk membantu KUD agar dapat mengembangkan usahanya. Kelahiran KUT diawali dengan kebijaksanaan
deregulasi yang bertujuan untuk memblokir dana dalam negeri dan upaya
mengurangi likuiditas petani.
Penyempurnaan KUT dilaksanakan pata tahun 1990. P e n g m
KUT yang semula diberikan untuk membiayai intensifikasi pa&/ palawija
diperluas sehingga dapat digunakan pula untuk membiayai komoditi
hortikultura
Surat Menko Ekuin No. S18/M.EKUIN/1990, tanggal 26 Januari,
menyebutkan, pola kredit usahatani yang disempumakan adalah KUT yang
diberikan oleh BRI atau bank lainnya melalui KUD pada petani Besarnya
KUT yang diberikan didasarkan atas kebutuhan nyata dari petani, sedangkan
paket kredit perhektarnya hanya merupakan pedoman saja. Hal ini
dimaksudkan agar petani dapat bebas menentukan kebutuhan akan kredit
sesuai dengan kernampuannya untuk membayar kembali.
Suku
bunga KUT pada petani dinaikkan menjadi 16 persen setahunKUD yang akan diterima dikaitkan dengan realisasi pembayaran bunga dan
pelunasan pokok KUT oleh petani. KUD tidak diperkenankan untuk
memberikan fee yang diterimanya kepada pihak diluar KUD. Suku bunga
KUT naik dari 12 persen menjadi 16 persen setahun. N m y a suku bunga
KUT disesuaikan dengan suku bunga pasar yang berlaku. Fee KUD juga
dinaikan dari 4 persen menjadi 6 persen setahun. Diharapkan dengan
naiknya fee KUD ini maka peranan KUD dalam penyaluran KUT dapat lebih
ditingkatkan.
Perubahan sistem kredit dari pola Bimas menjadi KUT melibatkan
berbagai perubahan seperti lembaga penyalur, cara penyaluran dan
perubahan tingkat bunga (Mayrowani, 1998). Dalam pola Bimas, penyaluran
kredit terkait erat dengan tujuan pencapaian sasaran areal intensifikasi,
sedangkan dalam
KUT
lebih diarahkan pada tujuan ekonomi dari usahatani.Pada bulan April 1995 untuk meningkatkan asesibilitas petani
terhadap sumber permodalan telah dikeluarkan KLTT pola khusus untuk
mendampingi ketentuan KUT pola umurn yang merupakan penyempurnaan
~ *
dari
KUT
sebelumnya. Yang menonjol dari skim yang baru ini adalah ha1prosedur pengajuan kredit oleh petani, yang dalam KUT pola umum
Skim KUT pola khusus ini dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan kepada semua kelompok tani yang memenuhi persyaratan
untuk menerima KUT melalui KUD, walaupun KUD tersebut tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Surat,Keputusan Direksi
bank Indonesia No. 28/4/KEP/DIR/ tanggal 17 April 1995 tentang KUT.
Pada skim kredit ini ditetapkan pula suku bunga KUT 14 persen setahun
termasuk didalamnyafee untuk KUD dan PPL serta kelompok tani.
2.3. Penetilian Terdahulu
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keputusan petani untuk
mengambil kredit dan besarnya tunggakan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Pani (1966) Rachmina (1994), faktor-faktor yang
mempengaruhi perrnintaan kredit adalah suku bunga, pengeluaran modal
untuk kegiatan usahatani, pengeluaran rumahtangga untuk barang tertentu
yang dianggap akan berpengaruh terhadap pengambilan kredit, dan nilai
aset penting yang dimiliki oleh petani. Data yang digunakan oleh Pani
adalah data cross sechon dengan satuan wilayah sebagai unit analisis.
Penelitian yang mengkaitkan perilaku menabung dan mengambil
kredit dengan kegiatan rumahtangga, umumnya menggunakan pendekatan
pennintaan kredit dengan menggunakan pendekatan teori kegunaan
dilakukan oleh Iqbal (1986). Iqbal memilih variabel dalam modelnya
berdasarkan pertimbangan bahwa: (1) tingkat upah dianggap tepat mewakili
perkembangan pasar tenaga kerja, (2) pengeluaran- untuk research
menggambarkan perubahan teknologi, (3) keadaan keluarga digambarkan
oleh karakteristik kepala keluarga (pendidikan dan umur) serta ukuran
keluarga, dan (4) luas lahan dan proporsi lahan irigasi dianggap mewakili
kondisi sumber daya yang dikuasai (endowment). Hasil pendugaan
menunjukkan tingkat bunga sangat berpengaruh terhadap jumlah pinjaman
dan besarnya berbeda pada perbedaan skala usahatani.
Selanjutnya Nakajima (1969) dan Singh et a1 (1986) mengatakan bahwa
model ekonorni rumahtangga adalah mengasumsikan ekono~ni rumahtangga
memaksimumkan fungsi kegunaannya. Di Indonesia penelitian-penelitian
yang didasari oleh model ekonomi rumahtangga usahatani relatif belum
banyak dilakukan, walaupun dernikian di masa mendatang aplikasi model
tersebut diperkirakan akan banyak dilakukan, khususnya penelitian-
penelitian di pedesaan (Suminartika, 1997).
Serupa dengan model ekonomi nunahtangga adalah model
Hiershleifer (1958), yaitu suatu ekonomi rumahtangga yang tergolong
subsistern dianggap berusaha untuk memaksimumkan manfaat dari kegiatan
pe-taan Hiershleifer juga merupakan model permintam turunan. Model
Hiersleifer digunakan dalam penelitian Tambunan et a1 (1992) dan Binari
(1993).
Binari (1993) menggunakan model Hiersleifer u n u menggambarkan
posisi kredit dan tabungan dalam suatu proses kegiatan pasar perkreditan,
dengan model ekonometrik fungsi pennintaan terhadap kredit dan fungsi
menabung dapat dihuunkan.
Kumar (1978) 5 m Rachrnina (1994) menggunakan fungsi
keuntungan (pro$f function) untuk menduga permintaan terhadap kredit
pada pertanian marjinal. Dengan menggunakan bentuk fungsi Cobb
Douglas, diturunkan fungsi pennintaan terhadap kredit yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu harga input variabel (tennasuk suku bunga),
skala usaha/luas lahan, tenaga kerja keluarga, harga output dan besar
keuntungan sebelumnya. Kendala utama penerapan model fungsi
keuntungan adalah terletak pada kompleksitas model itu sendiri
(Sumaryanto, 1992). Hal ini disebabkan oleh: (a) pasar kredit di
pendesaan/pertanian yang rumit, interdependensi antar faktor-faktor yang
bekerja sangat kompleks sehingga peubah endogenous yang hams
dimasukkan dalam model cukup besar; (b) kompleksitas model dari pelaku
petani dalarn berproduksi, konsumsi dan penawaran tenaga
a
Sumaryanto (1992), juga menerapkan model tersebut terpaksamembuat banyak penyederhanaan. Meskipun kesimpulan yang diperoleh
cukup tajam, tetapi rekomendasi yang dapat ditarik dari kesimpulan
tersebut menjadi kurang strategis. Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan
bahwa fungsi keuntungan h a n g tepat digunakan untuk menduga
permintaan terhadap kredit.
Pendekatan yang lebih sederhana adalah menggunakan model ad hoc,
karena lebih managable dan kesimpulan yang diperoleh lebih terarah pada
fokus pennasalahan asal pemilihan peubah endogenous cukup akurat.
Pendekatan ad hoc ini digunakan dalam penelitian Sumaryanto (1992) dan
Mayrowani (1998) yang menggunakan model logit dalam meneliti faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam meminjam kredit. Model
regresi berganda juga digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap besarnya kredit dart tingkat tunggakan kredit.
Hasil penelitian Sumaryanto (1992) menunjukkan bahwa peubah- peubah yang secara nyata mempengaruhi keputusan petani dalam
mengambil KUT adalah luas pemilikan sawah, pengalaman petani menjadi
anggota kelompok tani, partisipasi petani dalarn program intensifikasi dan
resiko kegagalan usahatani baik yang disebabkan oleh karena banjir atau
k e k e ~ g a n . Sementara itu, Mayrowani (1998) menunjukkan bahwa
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan petani
untuk mengambil kredit. Selanjutnya dijelaskan, kondisi sumberdaya
terbatas dan besarnya pendapatan di sektor non pertanian akan mengurangi
keputusan petani untuk mengambil kredit usaha pertanian. Sedangkan
besarnya pengambilan kredit ditentukan oleh frekuensi petani dengan
petugas kredit. Adanya pengaruh positif dari variabel frekuensi kontak
menunjukkan bahwa program kredit tersebut sangat berkaitan erat dengan
kualitas hubungan antara petani petani dengan petugas kredit seperti PPL,
ketua kelompok dan pengurus KUD. Untuk meningkatkan kinerja
pemanfaatan kredit, mekanisme hubungan antara petani dan petugas perlu
dikembangkan. Sementara itu pengembalian kredit oleh petani juga
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang ada pada diri petani
kelornpok tani maupun faktor-faktor yang berada d i luar diri petani/ kelompok tani (Syukur et al, 1999).
Hasil penelitian Alrnasdi (1980) menunjukkan bahwa faktor sikap
petani merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengembalian
kredit usahatani kemudian &ti dengan pendapatan dan penyuluhan.
Sehubungan dengan tingkat p e n g e m b h kredit ini, penelitian
Waluyo dan Djauhari (1992) patut disirnak hasil kajian yang menunjukkan
bahwa tunggakan kredit tidak semuanya menjadi beban petani. Sekitar 23
ketiga d m sisanya adalah tunggakan yang ada ditangan petani. Petani
anggota
KUD
yang mempunyai tunggakan lebih dari 20 persen tidakdiperkenankan untuk mengajukan KUT. Hal ini telah mengakibatkan petani
yang mempunyai nilai baik dalam pengembalian kredit dirugikan. Dalarn
kaitan ini pemerintah telah memperloggar bahwa petani anggota
KUD
yangmempunyai tunggakan KUT lebih besar dari 50 persen baru tidak
diperkenankan untuk mengajukan kredit.
Kuntjoro (1983) mengklafisikasikan faktor-faktor karakteristik
petani kedalam empat kelompok yaitu: (1) faktor-faktor dari pribadi
petmi, (2) faktor-faktor penunjang, (3) faktor ekonomi, dan (4) kondisi finansial petani yang diduga berpengaruh terhadap pembayaran kembali
pinjaman yang diterima oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang berperanan positif nyata yang mendorong petani
bertanggung jawab dalam membayar kembali kredit Bimas padi diantaranya
adalah lamanya petani mengikuti program Bimas, tagihan langsung yang
dilakukan oleh petugas Bimas, dan nisbah penerimaan total produksi padi
Bimas dengan jumlah pinjaman kredit Bimas padi yang diterima.
Sementara itu faktor-faktor yang berperanan negatif atau yang
menimbulkan kecenderungan petani tidak bertanggung jawab membayar
kembali pinjaman adalah tingginya pengeluaran konsumsi keluarga setahun,
yang semakin meningkat. Kuntjoro (1983) menggunakan model analisis
fungsi diskriminan dalam penelitiannya.
Sanim
(1998) yang melakukan kajian pada empat propinsi penyalurKUT pola khusus, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Sulawesi
Selatan, menunjukkan bahwa faktor-faktor positif yang mempengaruhi
pengembalian KUT pola khusus adalah kelas kelompok
tani,
pengalamanp&ni sebagai penerima KUT, keterlibatan petani dalam penyusunan
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok
(RDKK),
jumlah tabungan dikelompok
tani
d m frekuensi pembinaan oleh PPL. Artinya, apabila semakintinggi kelas kelompok tani, semakin lama pengalaman petani sebagai
penerima
KUT,
semakin sering petani terlibat pada proses penyusunanRDKK dan semakin sering frekuensi pembinaan oleh PPL akan menyebabkan
peluang pengembalian kredit oleh petani semakin besar.
Untuk rnelihat faktor-faktor yang mempengaruhi peluang
pengembalian Sanim (1998) melakukan analisis dengan menggunakan model
peluang linier dengan peubah dependen biner (model with binary variable).
Model peluang linier mengandung beberapa kelemahan, diantaranya dugaan
Dari
had-hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kredit memangsangat diperlukan
untuk
memajukan usahatani Kredit sangat berperansebagai pelancar pembangunan di pedesaan, murpemacu adopsi teknologi
dan upaya pembentukan modal yang dapat meningkatkan produktivitas dan
pendapatan petani.
Namun masalah kebutuhan kredit oleh petani
untuk
memajukan usaha tani tidak terletak pada ada tidaknya atau perlu tidaknya kreditmelainkan masih sangat terbatasnya kesempatan petani
untuk
maju ataukurangnya aspirasi petani (Wharton d- Ronodiwbjo, 1969).
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan kesempatan petani
untuk
meminjam dan memanfaatkan kredit tersebut erat kaitannya dengan peluang
dan keputusan petani
untuk
menggunakan kredit, demikian pula denganpengembaliannya.
Model ekonomi rumahtangga Hiersleifer digunakan dalam penelitian
ini
untuk
menganalisis perilaku permintaan kredit usahatani olehrumahtangga dan model logit digunakan dalarn penelitian ini
untuk
menganalisis faktor-faktor yang mernpengaruhi peluang petani dalam
pengernbalian kredit yang dilakukan oleh petani dengan pendekatan
terhadap faktor-faktor karakterktik petani yang mendasari perilaku petani
111. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Teoritis
3.1.1. Model Ekonomi Rumahtangga Hiersleifer
Ekonomi rurnahtangga pedesaan pada umumnya bergantung pada
usaha pertanian, sedangkan usaha non pertanian dan peke rjaan buruh pada
umumnya dimaksudkan sebagai usaha tambahan. Produksi dan pendapatan
petani umumnya sering dijadikan keberhasilan dalam pengelolaan usahatani. Dalam mengelola dan mengembangkan usahataninya petani memerlukan
biaya, sementara itu modal yang dimiliki oleh keluarga tani di pedesaan terbatas. Keterbatasan dana ini dapat diatasi dengan tersedianya kredit yang
disediakan di pedesaan dengan adanya lembaga keuangan baik formal
maupun non formal.
Nakajima (1969) menyatakan bahwa setiap ekonomi rumahtangga
petani mempunyai fungsi kegunaannya sendiri dan bertindak rasional yaitu
memaksimumkan fungsi kegunaannya.
Hiershleifer (1965) mengemukakan bahwa tiap individu bemaha
untuk memaksimumkan utility berdasarkan opportunity set yang dimilikinya,
yaitu endowment, financial opportunities dan productive opportunities yang
Endowment
Yi =
(yo],
yli ) merupakan titik dasm analisis investasisebagai redistribusi kesempatan konsumsi sepanjang waktu. Investasi adalah pengorbanan pada masa sekarang untuk mendapatkan manfaat/keuntungan dimasa yang akan datang. Elemen endowment
yo
dapatdiinterprestasikan sebagai current income dan y l sebagai fiture income, dan
vo merupakan jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa mengabaikan ~emungkinan konsumsi masa mendatang. Lebih lanjut Hiershleifer (1958)
mendefinisikan invesatsi sebagai :
10 = yo - co, dari persamaan ini nilai invenstasi
[image:54.576.143.426.314.603.2]dimungkinkan negatif.
Keterangan Gambar :
Sumbu horizontal menunjukkan konsumsi sekarang Sumbu vertikal menunjukkan konsumsi akan datang
Endowment
Pendapatan sekarang Pendapatan akan datang Garis anggaran
Kurva indiferens Anggaran sekarang Anggaran akan datang
Financial opportunities untuk investasi memungkinkan transformasi
endowment dalam berbagai kombinasi (Co,Ci), hanya melalui perdagangan
dengan individu lain, dimana motivasi perdagangan adalah perbandingan
antara pendapatan sekarang dan yang akan datang. Tingkat pertukaran
antara unit konsumsi sekarang (berapa nilai uang sekarang) dan konsumsi
mendatang (berapa nilai uang yang akan datang) akan terjadi dipasar.
Tingkat pertukaran ini dinyatakan sebagai :
(dCl)/(dCo) =
-
(l+r); dimana r = tingkat bunga.Dalam Gambar 1 financial opportunities bagi investor ditunjukkan oleh
"garis anggaran" MM' yang melalui
Y.
sepanjang garis pasar ini W = Co+
Ci/
(1+ r) sama dengan yo + yi/(l + r ), jadi garis pasar ini adalah kendalaanggaran atau kekayaan. Individu mencapai optimum pada titik M*, dan
pada tingkat bunga r dia berinvestasi (meminjamkan) sejumlah (yo
-
mo). Jika opportunity set juga memasukan productive oppmtunities maka kegiataninvestor individu mencapai optimum pada X* (Gambar 2) melalui prosedur
2 tahap.
Gambar 2. Hubungan antara konsumsi, produksi dan pendapatan
Keterangan Gambar :
PP' = Kurva K e m u n g h Produksi NN' = Garis anggaran
I = Kurva Indiferens
Pertama, individu investor bergerak dari endowment Y sepanjang lokus
productive opportunity (Kurva Kemungkinan Produksi) BP' ke kondisi optimum produksi pf. produksi optimum diciriian oleh pencapaian garis
pasar yang mungkin tertinggi yaitu tingkat kekayaan paling tinggi. Investor
yang produkiif kemudian dapat membiayai dengan meminjam jika membutuhhn, untuk mencapai utility optimum di X*. Pada Gambar 2
,
[image:56.576.154.395.133.326.2]Pendekatan secara matematis yang digunakan oleh Hiershleifer (1958)
yang menyatakan bahwa suatu rumahtangga akan memaksimumkan utilitas
dari kegiatan produksi, kegiatan konsumsi dan kegiatan santai (leisure) dapat
dituliskan sebagai berikut:
U = p (Xi, XC, Lj, F1)
...
Keterangan:U = Kepuasan (utility)
Xi = Input faktor i
Xc = Barang dan jasa konsumsi
Lj = Waktu santai (leisure)
:1 = Faktor lain
Apabila rumahtangga hendak meningkatkan kepuasan dari ketiga
jenis kegiatan, yaitu dari U ke U* maka rumahtangga tersebut akan
dihadapkan pada berbagai kendala. Seringkali rumahtangga dihadapkan
pada kendala likuiditas. Setelah mempertimbangkan akibat kegagalan dan
ketidakpastian (risk and uncertainties), maka rumahtangga dapat menilai
kelayakan mengambil pinjaman atau kredit dari luar kemudian
memutuskan, sehingga hubungan (3.1) dapat disajikan sebagai berikut:
u*
- - p* (Xi, XC, Lj, K, F1)...
(3.2)Keterangan:
K = Besarnya kredit yang diperlukan untuk diambii.
Hubungan U* tidak berubah dengan rnasuknya faktor K.
Kendala yang dihadapi untuk memaksimumkan U* adalah sebagai
1). Kendala Prodnksi
...
Q
= g(X. Lw)Keterangan:
Q
= Output barang atau jasaXi = Input faktor
Lw = Jam kerja yang dicurahkan.
Dalam ha1 ini setiap input dibayar sesuai dengan produktivitasnya serta biaya alternatif masing-masing input. Kendala produksi bagi petani yang menggunakan lcredit adalah sebagai berikut:
Q
-
- g(X, Lw, K)...
(3.4)2). Kendala Waktu untuk Bekerja
Keterangan:
L = Waktu yang tersedia
Hubungan antara kendala waktu
untuk
bekerja dan tingkat upahdapat dijelaskan oleh kurva sebagai berikut :
Diasumsikan garis vertikal untuk mengukur pendapatan dan garis
horisontal untuk mengukur waktu (waktu yang tersedia), maksimum
ketersediaan waktu baik untuk santai atau bekerja adalah OZ jam sehari.
Dengan asumsi ini individu dapat menggunakan waktu OZ jam untuk santai,
tetapi dia tidak mendapatkan pendapatan atau dia dapat memilih untuk
beke rja OZ jam dan mendapatkan maksimum pendapatan uang sebesar OM,
atau dia dapat menggunakan dari OA jam untuk santai dan menysakan (AZ)
jam untuk bekerja, dalam ha1 ini dia kan mempunyai pendapatan sebesar
OMI. Garis MZ adalah merupakan kurva income
-
leisure(Koutsoyiannis,l979) yang menunjukan berapa banyaknya waktu santai
yang harus dikorbankan jika dia memperoleh pendapatan tertentu.
Kemiringan kurva income - leisure sama dengan tingkat upah pasar
0.
3). Kendala Anggaran (L
-
Lj) W + I, =X
... Keterangan:(L
-
Lj) = Waktu beke rjaW = Tingkat upah
In = Pendapatan yang diperoleh dari kegiatan produksi (3.4)
Persamaan (3.6) berlaku apabila tingkat upah yang diterima sudah
Kendala produksi, anggaran dan waktu untuk bekerja akan
menghasilkan kendala anggaran secara menyeluruh (full income constraint)
yaitu :
...
W.Lw+In = X C (3.7)
Karena In diperoleh dari kegiatan produksi (3.4) maka akan dapat diperoleh
pendapatan secara menyeluruh (full income constraint) yaitu :
Lw.W + g(Xi, Lw, K) - - xc
...
(3.8)Atau dapat ditulis dalam bentuk :
Xc-Lw.W-g(Xi,Lw,K) = O
...
(3.9)Untuk menurunkan fungsi atau model empirik permintaan kredit dapat
diperoleh melalui metode La
-
grange. Fungsi permintaan Xi, Lw clan Kdapat diturunkan dengan memaksimumkan fungsi La grange tersebut
sebagai berikut :
Maks p = U* (Xi, Xc, Lw, K, F1) + S (Xc -(Lw.w)
-
g (Xi, Lw, K)dp/dXi = Ui-S.gi=Oatau S=Ui/gi
...
(3.10) dp/dLw = Uw-
6.w-
Gw = 0 atau S = Uw/(w-gw)...
(3.11) dp/dk = Uk-S.gk=OatauS=Uk/gk...
(3.12)...
dp/dS = Xc-Lw.w-g (Xi,Lw,K)=O (3.13)
Optimum penggunaan sumberdaya dapat dilihat dari produk marjinal
tenaga kerja (Lw), faktor produksi (Xi) dan kredit (K) sama dengan masing- masing harganya, yaitu W, Pi dan r dari persamaan (3.14), (3.15), (3.16), (3.17) dapat d i t u n d a n fungsi permintaan terhadap faktor produksi (Xi),
tenaga kerja (Lw) dan Kredit (K) sebagai berikut
K -
-
f(r, Pi, w, Xc, F1)...
(3.16) Keterangan:Pi = Harga input faktor
W = Tingkat upah
R = Tingkat bunga pinjaman
F1 = Faktor lain
Kegiatan produksi, leha-leha dan konsumsi erat kaitannya dengan
pendapatan yang diterirna oleh rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh
dari berbagai sumber me~ptIkaII total pendapatan yang diterima oleh rumah
tangga. Total Pendapatan setelah dikurangi biaya produksi adalah
merupakan pendapatan bersih, dapat disajikan dalam persamaan matematis
sebagai berikut :
Y - - TR
-
TC...
(3.17)Pendapatan setelah dikurangi pajak (Tx) merupakan pendapatan
yang siap dikonsumsi, dalam bentuk persamaan perilaku dapat ditulis :
C
-
-
ao + a1 (Yd)...
(3.18)Dari fungsi diatas terlihat bahwa fungsi konsumsi adalah hubungan
antara tingkat konsumsi dengan tingkat pendapatan yang siap dibelanjakan
dan faktor-faktor lain (Fl).
Apabila diasumsikan bahwa pendapatan yang siap dibelanjakan (Yd)
tidak habis dikonsumsi, maka akan terdapat sisa pendapatan yang siap
untuk ditabung (S), sehingga diperoleh persamaan identitas tabungan
sebagai berikut:
S = Yd-C
...
...
(3.20)Bentuk tabungan yang tradisional masih merupakan tabungan
penduduk sebagian pedesaan di Indonesia (Binari, 1993), tabungan di
pedesaan biasanya berbentuk temak atau barang.
3.1.2 Kredit, Produksi dan Pendapatan
Berdasarkan hak milk modal dapat berasal dari rnilik pribadi dan
milik orang lain atau pinjaman kredit. Pengertian kredit sebagai sumber
modal
untuk
kegiatan usahatani mencerminkan bahwa secara tidak langsungkredit terpaut dalam kegiatan produksi, yaitu kredit berperan dalam
pengadaan faktor-faktor produksi. Mengingat modal yang dimiliki oleh
petani terbatas, maka alternatif pemenuhan modal akan dipenuhi dari
Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan
teknis antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dalam
suatu proses produksi. Input produksi terdiri dari input variabel dan input
tetap. Secara matematis, fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan:
Q
= Jumlah output yang dihasilkanXi = input variabel
Zi = Input tetap
jika petani mempunyai bentuk fungsi produksi Q = (XI, X2) dan harga
persatuan produk yang dihasilkan adalah P, maka total penerimaan sebesar :
Keterangan:
Q
= Jumlah output yang dihasilkanXI, XZ = input variabel
Sedangkan biaya total yang dikeluarkan sebesar
Dimana HI dan H2 adalah harga persatuan input dari XI dan XZ, dan B adalah
biaya tetap.
Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya
totalnya, secara matematis dapat dituliskan :
dalam memaksimumkan keuntungan (it), berdasarkan Frst order condition,
yaitu turunan partial dari keuntungan ( x ) masing-masing terhadap input Xi
d m Xz, diperoleh :
Maka PFIHI :
...
Maka : P F z = H z
...
aY
HIq=-=PM,, =-
ax,
4
Produk marjinal input XI (PMxl)
Produk 9 . i n a l input Xz (PMxz)
Secara u m u m maka dapat dinyatakan bahwa dalam keadaan
se-g diperoleh PFl= HI, dirnana P adalah harga per satuan output,
FI adalah produk majinal penggunaan input XI dan keuntungan
tercapai atau pada tingkat penggunaan input optimal bilamana
untuk masing-masing input yang digunakan diperoleh : harga
wr
satuanmasing-masing i n ~ u t sama denmn nilai moduk mariinal masing-masinz
penerimaan petani dengan bertambahnya penggunaan input sebanyak satu
satuan.
Apabila tersedianya input produksi diperoleh dengan pinjaman, maka
harga persatuan input tersebut menjadi HI (1 +
A),
dimana h bagian ongkosper satuan pinjaman. Penggunaan sumber produksi yang optimal dengan
nilai yang semakin besar, maka produk total dan penerimaan bersih
usahatani akan menjadi lebih rendah. Implikasi dari keadaan keseirnbangan
ini pada alokasi penggunaan sumber produksi pertanian akan berpengaruh
pada produk total dan nilai produk marjinal dari input XI. Pada Gambar 4, apabila tidak ada kendala finansial, pengetahuan dan resiko maka petani
dapat menggunakan input XI sebanyak XO1 dengan harapan akan mencapai
tingkat produk total YO. Adanya kendala finansial, pengetahuan dan resiko
dapat menggeser kedudukan penggunaan input XI dan output Y. Misallcan
ada kendala finansial, dengan pengetahuan dan resiko tetap, maka
penggunaan input XI bergeser menjadi XI' dan produk total sebesar Y'. Pergeseran tersebut disebabkan adanya tambahan biaya untuk memperoleh
input XI yaitu sebagai biaya kredit efektif yang dikeluarkan sebagai ongkos
perninjaman clan pembayaran tingkat bunga sebesar h. Maka harga per
satuan input menjadi Hi (1 +
a).
Semakin besar biaya kredit tersebutsemakin kecil penggunaan input XI, dan akan berakiit pada rendahnya
Adanya program kredit produksi dengan ongkos-ongkos kredit yang
relatif ringan, prosedur pengambilan mudah dan tingkat bunga yang
rendah, dapat meningkatkan penggunaan input XI menjadi XI" dengan harga
HI (1
+
r) dan produk total menjadi Y". Dari uraian di atas menunjukkanbahwa peranan program kredit Bimas dengan biaya yang "murah" dapat menaikkan penggunaan optimal dari input produksi dan peningkatan
produk total. Besarnya nilai r menunjukkan ongkos-ongkos pinjaman. Meskipun jumlah penggunaan input XI" masih lebih kecil atau di bawah optimal dengan harga pasar yang berlaku sebanyak X ~ I .
Implikasi biaya memperoleh pinjaman terhadap harga input seringkali
tidak diperhitungkan oleh pengambil keputusan kebijakan harga input
dengan subsidi, sehingga diasumsikan kebijakan harga input adalah sama
dengan harga pasar. Dengan demikian besar kemungkinannya bahwa petani
sesungguhnya tidak menggunakan input secara optimal, jika biaya
memperoleh pinjaman ternyata bervariasi. Jadi penetapan harga input dan
Produk total Y I
Selanjutnya Gambar 5, menunjukkan hubungan pengaruh adanya
kredit input produksi yang digunakan dengan Nilai Produk Marjinal (NPM).
Pada Gambar 5, menunjukkan pada titik A, B, dan C masing-masing nilai
produk marjinal penggunaan input XI pada penggunaan optimal input XI
sebesar X'i, XI dan A01 dengan harga persatuan berturut-turut H I (1
+
a), HI(1
+
r) dan HI dari input XI.Disini petani dengan adanya tambahan modal dapat menggunakan
input secara optimal yang menguntungkan. Perubahan input Xi dari X'I ke
X"1 masih dan relatif lebih rendah dari pada kredit perorangan. menguntungkan dan memberikan kenaikan produksi total. Seperti telah
dikemukakan bahwa usaha pertanian mengandung resiko dan
ketidakpastian hasil (uncertainty). Pada Gambar 5 sebagai contoh, karena
terbatasnya sumber kredit resmi, petani hanya bersedia menggunakan input
XI sebanyak
XI,
meskipun tambahan likuiditas mungkin dapat diusahakanpetani. Akan tetapi karena petani lebih menekankan pada cadangan untuk
jaminan kalau ada kegagalan maka tidak seluruh pinjaman dipakai untuk
menambah penggunaan input. Jika h merupakan tambahan biaya pinjaman
dan cadangan likuiditas maka harga persatuan
Xi
adalah HI (1+
1). Jikatersedia kredit resmi untuk produksi maka petani mungkin bersedia
menambah biaya input tersebut yang digunakan sebesar X", yang lebih
menguntungkan, dengan harga per satuan input XI menjadi lebih rendah,
Harga Input
[image:69.576.82.482.77.485.2]Input XI
Harga input ataupun output sedemikian rupa sehingga nisbah harga
input dart output semakin keciL Kebijakan harga untuk memperkecil nisbah
harga input dan output Dengan uraian di atas implikasinya adalah bahwa
petani akan menaikkan penggunaan input atau menaikkan produksi total
apabila kebijaksanaan dapat dilakukan dengan menaikkan harga output atau
memberikan subsidi terhadap harga input.
Berdasarkan uraian teoritis diatas maka keterkaitan antar peubah
dalam model Permintaan Kredit oleh rumahtangga petani padi dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.
3.1.3. Model Pengembalian Kredit Usahatani 3.1.3.1. Model Logit
Model logit atau model logistic regression merupakan model regresi
linier yang variabel dependennya bersifat kualitatif yang mencerrninkan
pilihan di antara dua alternatif pilihan ya atau ti& (Intriligator, 1978). Dua
keuntungan dari logistic regression adalah analisisnya praktis dan
penafsirannya hampir sama dengan prosedur dari regresi berganda
(Freeman, 1987). Perbedaannya dengan regresi berganda adalah terhadap
perhitungannya dan residual anakisnya.
Dalam situasi variabel dependennya bersifat kualitatif maka urutan
dihitung dari satu atau dua kemungkinan pilihan misalnya keputusan untuk
melunasi pembayaran kredit atau belum melunasi pembayaran kredit
sebagai frekuensi relatif yang dihasilkan sebagai proporsi dari sampel yang
memutuskan untuk mengambil kredit sebagai respon individual.
Diasumsikan ada n ulangan sampel dan tiap sampel frekuensi relatifnya
positif dan kurang dari satu, misal pi adalah frekuensi relatif untuk ke i
sampel, maka.
0
< pi < I, i = 1,2,3,...
n...
(3.29) jika frekuensi relatif dipengaruhi oleh variabelXI, XZ,
...
Xk, salah satupendekatan untuk mengestimasi hubungan tersebut adalah model linier.
...
I
'
=PI,
Xi
+ P2X2
+
...+ P kXk
+U
=XP
+U
(3.30)
Model linier digunakan untuk mengestimasi koefisien
P
=(Pi, Pa...
Pk) darinilai pengamatan Pi dan Xi. Dengan pendekatan ini ada kemungkinan nilai
pi yang diduga menjadi negatif atau lebih besar dari satu. Hal ini dapat mengganggu interpretasi dari frekuensi relatif, oleh karena itu altematif
spesifikasi digunakan, salah satu altematif spesifikasi adalah logit dari
Untuk estimasi 0 dan nilai dugaan X, dugaan P menjadi :
,
- - - 1 dimana Z = X 0 dengan peluang selalu O<p<lI+ez
~vlenurut Pindyck dan Rubenfield (1981), penggunaan model logit
didasarkan pada fungsi kumulatif logistik.
Keterangan:
Pi = peluang seorang individu akan memilih suatu pilihan tertentu
Xi = peubah penjelas yang sudah diketahui nilainya
e = bilangannatural
h = intersept
p
= nilai parameter yang didugaModel logit ini mirip dengan bentuk fungsi kurnulatif normal probit, tetapi
logit lebih sering digunakan untuk menggantikan model probit karena lebih
mudah digunakan. Untuk menduga persamaan tersebut di atas, maka kedua
(1
-
p i ) e-" = le'" (1 - pi
)
dan karena-
e-'
maka dengan mengalikan bilangan natural pada kedua sisi persamaan
akan diperoleh :
...
Log e-' = log = Pi (3.42)
(1-Pi)
Pi merupakan peluang pengembalian kredit oleh petani. Apabila persamaan
diduga langsung akan muncul beberapa kesulitan. Bila Pi sama dengan no1
atau 1, maka nilai (Pi/l-Pi) akan sama dengan no1 atau tak terdefinisikan,
yang selanjutnya nilai logaritmanya tidak terdefinisikan.
Oleh karena itu pendugaan dengan OLS adalah kurang tepat (Pindyck
dan Rubenfeld, 1981). Dalam penelitian nilai Pi tidak diketahui, yang berarti
menyatakan peubah boneka atau bersifat kualitatif yang mencerminkan
pilihan di antara dua alternatif pilihan, dirnana:
Yi = 1, berarti petani sudah melunasi kredit
Yi = 0, berarti petani belum melunasi kredit
Bentuk fungsi model logit dapat dijelaskan secara lebih ringkas sebagai
berikut :
Ln (PI 1-P) = a + p X + p
...
(3.45) P adalah nilai peluang dari variabel tak bebas yang nilainya bersifatbinner yaitu
0
dan 1. Nilai P didapat dari :Y = Rob @=I) = l/l
+
e - C + p x + ')...
(3.46)Nilai harapan @/X) dinyatakan dalam peluang didapat dari :
E(Y/X)=h(X) = eg(x)/
1
+ e g ( x )...
(3.47)Ukuran yang sering digunakan untuk melihat hubungan antara
peubah