• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fractionation of Bangle Essential Oil (Zingiber purpureum) as Aromatherapy for Antiobesity

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fractionation of Bangle Essential Oil (Zingiber purpureum) as Aromatherapy for Antiobesity"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

FRAKSIONASI SENYAWA AKTIF MINYAK ATSIRI

BANGLE (

Zingiber purpureum

) SEBAGAI PELANGSING

AROMATERAPI

RATNA WULANDARI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

RATNA WULANDARI. Fraksionasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Bangle

(

Zingiber purpureum

) sebagai Pelangsing Aromaterapi. Dibimbing oleh

IRMANIDA BATUBARA dan EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

Bangle merupakan salah satu tumbuhan aromatik yang mengandung

minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan mendapatkan minyak atsiri rimpang bangle

dan fraksi yang terkandung di dalamnya yang berpotensi sebagai pelangsing

aromaterapi.

Kandungan minyak atsiri rimpang bangle hasil isolasi dengan

metode distilasi air adalah 0.38-0.91% (v/b) berdasarkan bobot basah. Potensi

senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 untuk

pelangsing aromaterapi diuji secara

in vivo

menggunakan hewan uji tikus putih

jantan galur

Sprague-dawley.

Inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4

menunjukkan respons peningkatan bobot badan tikus yang lebih rendah

dibandingkan tikus kelompok kontrol positif (pakan kolesterol). Dari ketiga

kelompok tikus hasil inhalasi tersebut, tikus kelompok inhalasi fraksi 4

merupakan kelompok dengan respons peningkatan bobot badan terendah, yaitu

37.34% (b/b). Berdasarkan hasil analisis senyawa terpenoid dengan kromatografi

gas-spektrometri massa (GC-MS), komponen terbesar yang terkandung dalam

minyak atsiri kasar bangle dan fraksi 4 adalah terpinen-4-ol, maka senyawa

tersebut berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

ABSTRACT

RATNA WULANDARI. Fractionation of Bangle Essential Oil (

Zingiber

purpureum

) as Aromatherapy for Antiobesity. Supervised by IRMANIDA

BATUBARA and EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

(3)

FRAKSIONASI SENYAWA AKTIF MINYAK ATSIRI

BANGLE (

Zingiber purpureum

) SEBAGAI PELANGSING

AROMATERAPI

RATNA WULANDARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Disetujui

Pembimbing I

Dr. Irmanida Batubara, S.Si., M.Si.

NIP 19750807 200501 2 001

Pembimbing II

Drs. Edy Djauhari Purwakusumah, MS.

NIP 19631219 199003 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.

NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus :

Judul : Fraksionasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Bangle (

Zingiber

purpureum

) sebagai Pelangsing Aromaterapi

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

Fraksionasi Senyawa Minyak Atsiri Bangle (

Zingiber purpureum

) sebagai

Pelangsing Aromaterapi. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada

junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya hingga akhir

zaman. Penelitian ini bertujuan mendapatkan minyak atsiri rimpang bangle dan

fraksi yang terkandung di dalamnya yang berpotensi sebagai pelangsing

aromaterapi. Penelitian dilaksanakan sejak Januari sampai Juni 2011 di

Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Pusat Studi Biofarmaka, Herbarium Bogoriense, Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Bogor, dan Pusat Laboratorium Forensik, Mabes POLRI.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Irmanida Batubara,

S.Si., M.Si dan Drs. Edy Djauhari Purwakusumah, MS selaku pembimbing yang

senantiasa memberikan arahan, dorongan semangat, dan doa kepada penulis

selama melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik, Ibu Endang, drh. Aulia Andi, MS, dan

para pegawai di Pusat Studi Biofarmaka atas bantuan serta masukan selama

penelitian berlangsung.Terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada

seluruh keluarga terutama ayah dan ibu, Randi, Siti, Cindy, Astari, Rona, Pertiwi,

Antonio, serta semua pihak atas segala doa, kasih sayang, motivasi, serta

dukungan yang telah kalian berikan.

Atas segala khilaf dan kekurangan, semoga dapat dibukakan pintu maaf

yang sebesar-besarnya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak juga perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 16 November 1989 dari pasangan

Sukidi dan Supriyatin. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada

tahun 2007 penulis berhasil menyelesaikan studi di SMA Negeri 2 Bekasi dan

pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di

Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

METODE ... 2

Bahan dan Alat ... 2

Lingkup Kerja ... 2

HASIL ... 4

Kadar Air dan Isolasi Minyak Atsiri Bangle ... 4

Penentuan Eluen Terbaik ... 4

Fraksionasi Minyak Atsiri Bangle ... 5

Analisis Senyawa dengan GC-MS ... 6

Hasil Uji

In Vivo

... 6

Analisis Organ Hati dan Deposit Lemak ... 7

PEMBAHASAN ... 7

Kadar Air dan Isolasi Minyak Atsiri Bangle ... 7

Penentuan Eluen Terbaik ... 8

Fraksionasi Minyak Atsiri Bangle ... 8

Analisis Senyawa dengan GC-MS ... 9

Hasil Uji

In Vivo

... 10

Analisis Organ Hati dan Deposit Lemak ... 12

SIMPULAN DAN SARAN ... 13

Simpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Hasil Fraksionasi Minyak Atsiri Bangle... 5

2

Konsentrasi Senyawa Terpenoid dalam Minyak Atsri ... 6

3

Respons Tikus Hasil Uji

In Vivo

... 7

4

Nisbah Bobot Hati dan Deposit Lemak Hasil Uji

In Vivo

... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Rimpang Bangle ... 1

2

Minyak Atsiri Bangle ... 4

3

Kromatogram KLT Minyak Atsiri Bangle ... 4

4

Rangkaian Alat Inhalator ... 6

5 Perbandingan Deposit Lemak dan Hati Tikus ... 7

6

Senyawa Dominan yang Terkandung dalam Minyak Atsiri Bangle. ... 9

7

Spektrum Massa Senyawa Terpinen-4-ol. ... 10

8

Reaksi Pembentukan Dopamin dari L-tirosin. ... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Diagram Alir Penelitian ... 17

2

Komposisi Pakan yang Diberikan pada Hewan Uji ... 18

3

Pengelompokan dan Perlakuan secara

In Vivo

Terhadap Hewan Uji ... 19

4

Penentuan Kadar Air Rimpang Bangle ... 20

(9)

PENDAHULUAN

Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh, selain sebagai cadangan makanan dan pelarut vitamin A, D, E, dan K, lemak juga berfungsi untuk memelihara jaringan saraf dalam tubuh. Akan tetapi, kadar lemak berlebihan akan memberikan efek yang serius berupa kerusakan pembuluh koroner. Salah satu indikator kegemukan adalah tingginya kadar lemak dalam tubuh. Kegemukan atau obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial sebagai akibat dari energi yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak dari pada energi yang dikeluarkan (Raharjo et al. 2005). Obesitas dapat menjadi masalah kesehatan karena dapat mengganggu penampilan dan menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, seperti diabetes, jantung koroner, tekanan darah tinggi, penyempitan pembuluh darah, peningkatan risiko kanker, dan hiperkolesterolemia (Giannessi et al. 2008).

Penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat diperlukan agar penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh obesitas tersebut dapat dihindari. Penggunaan obat pelangsing umumnya banyak dipilih untuk menangani dan mencegah terjadinya obesitas. Bahan obat yang diperkenankan sebagai pelangsing adalah obat-obat yang berfungsi mengurangi nafsu makan, merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas tertentu (Birari & Bhutani 2007). Bahan alam yang banyak digunakan untuk jamu pelangsing tubuh, antara lain daun jati belanda, bangle, kemuning, lempuyang, kunyit, temu ireng, dan kencur. Penggunaan obat pelangsing tersebut biasanya dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil atau kapsul serta dapat juga dijadikan sebagai minuman jamu tradisional. Jenis obat pelangsing lain yang saat ini sedang dikembangkan cara pembuatannya adalah obat pelangsing aromaterapi dari tumbuhan herbal yang diklasifikasikan sebagai tumbuhan aromatik.

Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan yang berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan yang memiliki komponen atsiri dengan karakteristik tertentu. Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi saat dihirup. Nagai (2008) melaporkan pengaruh minyak esensial terhadap saraf otonom menggunakan tikus di bawah anesthesis uretan. Aroma dari minyak esensial jeruk dapat menstimulasi saraf simpatis,

mengendalikan jaringan adiposa putih dan coklat, kelenjar adrenal dan ginjal, dan menghambat saraf parasimpatis, serta mengendalikan perut. Mekanisme tersebut menstimulasi saraf simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan. Jaringan adipose coklat (BAT) mengatur panas tubuh melalui mekanisme termogenesis (Brees et al. 2008). Keharuman ditunjukkan untuk mengubah indeks fisiologis, seperti suhu tubuh, tekanan darah, dan glukosa darah melalui kontrol aktivitas saraf otonom. Penelitian tentang potensi aromaterapi sebagai pelangsing pernah dilakukan sebelumnya oleh Anggraeni (2010) yang menyatakan bahwa

senyawa -elemenon yang terkandung dalam

minyak atsiri temulawak dapat menurunkan bobot deposit lemak tikus putih Sprague-Dawley.

Bangle (Zingiber purpureum) merupakan salah satu tumbuhan aromatik asli Indonesia (Gambar 1). Bangle memiliki beberapa khasiat di antaranya sebagai obat lemah jantung, sakit kepala, rematik, pencahar, penurun panas, peluruh kentut, peluruh dahak, penyembuh sakit perut, cacingan, sakit kuning, ramuan jamu wanita setelah melahirkan, mengatasi kegemukan (Wijayakusuma et al. 1997), serta sebagai antioksidan dan antiradang (Masuda & Jitoe 1994).

Gambar 1 Rimpang bangle (koleksi pribadi)

(10)

33 bulan. Perbedaan umur rimpang mempengaruhi jumlah kandungan minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. Minyak atsiri bangle biasa dimanfaatkan sebagai antiinflamasi dan antimikroba (Giwanon et al.

2000). Kajian mengenai potensi bangle sebagai pelangsing, terutama sebagai pelangsing aromaterapi belum diamati secara luas. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian tentang potensi bangle sebagai pelangsing aromaterapi perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan mendapatkan minyak atsiri rimpang bangle dan fraksi yang terkandung di dalamnya yang berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang bangle, tikus putih jantan galur

Sprague-dawley sebagai hewan uji yang diperoleh dari Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, pakan tikus standar, pakan kolesterol, akuades, n -heksana, metanol, etanol, aseton, kloroform, dietil eter, etil asetat, silika gel, dan pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck.

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, oven, tanur listrik, neraca analitik, pembakar bunsen, distilator stahl, corong pisah, bejana kromatografi, kolom, pipa kapiler, instrumen GC-MS (Shimadzu-QP-5050A), dan kandang hewan uji berukuran 20x20x30 cm3 yang dilengkapi tabung inhalator yang berisi minyak atsiri dan akuades.

Lingkup Kerja

Metode penelitian yang akan dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang meliputi preparasi sampel, penentuan kadar air, isolasi minyak atsiri bangle dengan distilasi air, penentuan eluen terbaik dengan KLT, fraksionasi minyak atsiri dengan eluen terbaik menggunakan kromatografi kolom, pemantauan analisis fraksi menggunakan KLT hingga diperoleh fraksi dengan jumlah noda paling banyak dan noda paling sedikit. Selanjutnya, analisis senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kasar, fraksi dengan jumlah noda paling banyak, dan noda paling sedikit dengan GC-MS. Kemudian inhalasi minyak atsiri, fraksi dengan jumlah noda paling banyak, dan noda paling sedikit

selama 5 minggu terhadap hewan uji yang telah melewati masa adaptasi selama 2 minggu. Pada minggu ke-7, hati dan lemak hewan uji dikeluarkan dari tubuhnya untuk diamati warna hatinya, ditentukan bobot hati dan bobot deposit lemaknya.

Preparasi Sampel (Muchtaridi et al. 2003)

Rimpang bangle dicuci dan dibersihkan, kemudian dikeringudarakan. Selama dikeringudarakan, rimpang bangle tersebut harus terhindar dari sinar matahari agar minyak atsiri yang terkandung di dalamnya tidak menguap. Setelah itu, rimpang bangle tersebut diiris halus dengan ketebalan 5-7 mm.

Penentuan Kadar Air (AOAC 1984)

Cawan porselin dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 60 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, kemudian ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 105 °C. Setelah itu, cawan didinginkan dalam eksikator sekitar 30 menit kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (triplo).

Kadar air (%) =

100%

A

B

A

Keterangan:

A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g) B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Isolasi Minyak Atsiri Bangle dengan Distilasi Air (Muchtaridi et al. 2003)

Sebanyak 15 kg rimpang bangle yang telah diiris halus dimasukkan ke dalam distilator

stahl. Sebanyak 500 g irisan tersebut dimasukkan ke dalam labu bulat berukuran 2 L lalu ditambahkan akuades dengan perbandingan sampel dan akuades adalah 1:2 (b:v). Setelah itu, dilakukan proses distilasi air selama 6 jam dengan suhu yang berkisar 100-105 °C. Distilat yang diperoleh kemudian didiamkan selama 24 jam dan minyak yang terdapat dalam distilat dipisahkan menggunakan corong pisah. Lalu minyak dimasukkan ke dalam botol dan disimpan di dalam refrigerator untuk dianalisis pada tahap selanjutnya.

Pemilihan Eluen Terbaik

(11)

sebanyak 25 kali totolan. Setelah kering, langsung dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Pada tahap pertama, proses elusi minyak atsiri bangle pada pelat KLT tersebut dilakukan dengan menggunakan enam jenis pelarut, antara lain n-heksana, aseton, metanol, kloroform, dietil eter, dan etil asetat. Noda yang dihasilkan dari proses elusi masing-masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan noda terbanyak dan terpisah dipilih sebagai eluen terbaik. Jika lebih dari satu jenis eluen terbaik, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan perbandingan 9:1 sampai 1:9 sehingga diperoleh campuran eluen terbaik untuk menghasilkan noda terbanyak dan terpisah pada pelat KLT.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 1994)

Fraksionasi dilakukan dengan pengemasan kolom sebanyak 60 g untuk pemisahan 4 mL minyak dengan diameter 2 cm dan tinggi kolom 60 cm. Saat pengemasan kolom, jumlah silika gel adalah 15-20 kali jumlah ekstrak dan perbandingan tinggi adsorban dan diameter kolom adalah 8:1. minyak atsiri kasar bangle dilarutkan dalam eluen terbaik, kemudian komponennya dipisahkan dengan kromatografi kolom sistem elusi step gradient (peningkatan kepolaran) menggunakan eluen campuran n-heksana:etil asetat. Eluat ditampung setiap 3 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Noda pemisahan dideteksi di bawah lampu UV 254 nm dan 366 nm. Eluat yang memiliki faktor retensi (Rf) dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi. Fraksi yang memiliki noda terbanyak dan noda paling sedikit bersama dengan minyak atsiri kasar digunakan untuk analisis selanjutnya.

Penentuan Senyawa yang Terdapat pada Distilat Kasar dan Fraksi Terpilih dari Minyak Atsiri Bangle dengan GC-MS

Distilat kasar, fraksi dengan jumlah noda terbanyak, dan noda paling sedikit dari minyak atsiri bangle yang diperoleh diinjeksikan ke dalam injektor GC-MS (Shimadzu-QP-5050A) dengan kolom kapiler HP-5MS (0.25 mmx60 mx0.25 mu (ketebalan kolom)) dengan gas pembawa helium dan laju alir 45.0 mL/menit. Suhu kolom diawali dengan suhu 100 °C dengan laju kenaikan suhu 7 °C/menit hingga 150 °C, dan laju

kenaikan suhu 5 °C/ min hingga 250°C. Suhu detektor 250 °C, suhu injektor 250 °C, injeksi split. Kondisi MS: energi ionisasi 70 eV dan kisaran berat molekut 50-550 m/z. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan puncak spektrum massa yang terdapat dalam

library index MS Wiley Library. Komposisi persentase dihitung dari luas puncak kromatogram ion total hasil analisis dengan GC.

Tahap Adaptasi Tikus Putih Jantan Galur Sprague-dawley sebagai Hewan Uji (Anggraeni 2010)

Tikus putih jantan galur Sprague-dawley

yang digunakan sebanyak 50 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok, masing-masing berisi 10 ekor tikus. Setiap kelompok tikus dibagi lagi menjadi 2 kelompok sehingga masing-masing kandang berisi 5 ekor tikus yang ditempatkan dalam kandang individual berukuran 20x20x30 cm3. Kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungan tikus tersebut perlu pengadaptasian selama 2 minggu (m0-m2). Pakan dan minum diberikan secara ad libitum. Tikus kelompok 1 diberi pakan standar dengan dosis 20 g/per ekor tikus/hari dan diberi minum akuades sebanyak 20 mL/ekor tikus/hari, kelompok tikus ini dijadikan kontrol negatif. Tikus kelompok 2, 3, 4, dan 5 diberi pakan kolesterol tinggi sebanyak 20 g/ekor tikus/hari dan diberi minum akuades sebanyak 20 mL/ekor tikus/hari. Jadi total pakan yang diberikan per ekor tikus selama 1 minggu adalah 140 g/ekor tikus/minggu dan minum sebanyak 140 mL/ekor tikus/minggu. Selama masa adaptasi, semua kelompok tikus tersebut tidak diberi perlakuan inhalasi. Komposisi pakan standar dan pakan kolesterol tinggi untuk tikus disajikan pada Lampiran 2.

Inhalasi Distilat Kasar, Fraksi dengan Jumlah Noda Paling Banyak, dan Noda Paling Sedikit dari Minyak Atsiri Bangle terhadap Hewan Uji (Anggraeni 2010)

Uji inhalasi distilat kasar, fraksi dengan jumlah noda paling banyak, dan noda paling sedikit dari minyak atsiri bangle secara in vivo

(12)

20 g/ekor tikus/hari dan diberi minum akuades sebanyak 20 mL/ekor tikus/hari selama 5 minggu tanpa inhalasi. Tikus kelompok 3, 4, dan 5 diberi pakan kolesterol tinggi sebanyak 20 g/ekor tikus/hari dan diberi minum akuades sebanyak 20 mL/ekor tikus/hari dan diberi inhalasi minyak yang berbeda selama 5 minggu. Total pakan yang diberikan per ekor tikus selama 1 minggu sebanyak 140 g/ekor tikus/minggu dan minum sebanyak 140 mL/ekor tikus/minggu. Kelompok 3 diinhalasi minyak atsiri kasar bangle, kelompok 4 diinhalasi fraksi dengan jumlah noda paling banyak dan kelompok 5 diinhalasi fraksi dengan jumlah noda paling sedikit. Bobot badan masing-masing tikus dari semua kelompok ditimbang setiap 1 minggu sekali. Sisa bobot pakan yang dikonsumsi ditimbang setiap hari. Bobot feses dan urin ditimbang setiap dua kali dalam 1 minggu (Lampiran 3).

Penentuan Bobot Deposit Lemak, Bobot Hati dan Analisis Organ Hati Hewan Uji (Wresdiyati et al. 2006)

Pada minggu ke-7 setelah masa perlakuan, masing-masing tikus dari setiap kelompok perlakuan, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5 dikeluarkan lemaknya dan hatinya. Keadaan lemak tersebut diamati, ditimbang bobotnya, dan ditentukan nisbahnya terhadap bobot badan masing-masing tikus. Bobot hati ditimbang serta warna hati tikus pada masing-masing kelompok tersebut diamati. Warna hati merah segar menunjukkan bahwa hati tikus tersebut sehat sedangkan warna hati pucat menunjukkan bahwa hati tikus tersebut rusak.

Uji Statistik

Data bobot pakan yang dikonsumsi, bobot feses dan urin yang dihasilkan, bobot badan, bobot deposit lemak, serta bobot hati hewan uji yang diperoleh dianalisis dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dan ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf kepercayaan

95% (α = 0.05) dilanjutkan dengan Duncan’s

multiple range test menggunakan SPSS 16.

HASIL

Kadar Air dan Isolasi Minyak Atsiri Bangle

Kadar air rimpang bangle segar yang diperoleh pada penelitian ini adalah 21.62% (b/b) berdasarkan bobot basah (Lampiran 4). Penentuan kadar air berguna sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen minyak

atsiri rimpang bangle yang didapat dari proses isolasi. Berdasarkan hasil isolasi minyak atsiri dengan metode distilasi air, didapat rendemen minyak atsiri rimpang bangle sebesar 0.38-0.91% (v/b) berdasarkan bobot segar rimpang bangle (Lampiran 4). Warna minyak atsiri bangle adalah tidak berwarna jernih seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Minyak atsiri bangle

Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis

Eluen terbaik adalah eluen yang menghasilkan jumlah noda terbanyak dan terpisah (Skoog et al. 2004). Berdasarkan hasil penentuan eluen terbaik menggunakan kromatografi lapis tipis dengan silika G60F254 sebagai fase diam dan enam jenis pelarut sebagai fase gerak, didapat dua jenis eluen terbaik yaitu n-heksana dan etil asetat (Gambar 3 (i)).

(i) (ii) (iii)

(13)

Noda yang dihasilkan oleh eluen campuran n-heksana:etil asetat (9:1) tidak cukup terpisah, maka ditambahkan pelarut kloroform sehingga perbandingannya berubah menjadi 75:8.3:16.7 (n-heksana:etil asetat: kloroform). Jumlah noda yang dihasilkan lebih sedikit yaitu 5 noda, tetapi jarak antar noda lebih terpisah (Gambar 3 (iii)). Hasil analisis KLT ini kemudian dijadikan dasar untuk penentuan fraksi-fraksi hasil fraksionasi minyak atsiri bangle menggunakan teknik kromatografi kolom.

Fraksionasi Minyak Atsiri Bangle

Minyak atsiri kasar bangle dielusi dengan eluen terbaik yang diperoleh pada penentuan eluen terbaik untuk dipisahkan komponen-komponennya dengan kromatografi kolom menggunakan sistem elusi step gradient

(peningkatan kepolaran). Eluen yang digunakan berupa n-heksana murni, campuran

n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 9:1-1:9, dan etil asetat murni. Total fraksi yang didapat sebanyak 23 fraksi seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Dari sebanyak 4 mL minyak atsiri kasar yang dielusi dengan kromatografi kolom, didapat fraksi 1 dengan rendemen terbanyak sebesar 50.20% (v/v) dan noda paling sedikit (1 noda) serta fraksi 4 dengan jumlah noda sebanyak 4 noda dan rendemen 6.61% (v/v). Fraksi-fraksi tersebut bersama distilat kasar minyak atsiri bangle kemudian dipilih untuk analisis lebih lanjut dengan GC-MS untuk diidentifikasi komponen senyawa kimianya dan diuji aktivitasnya secara in vivo. Fraksi 1 dan fraksi 4 dipilih karena jumlah rendemen yang dihasilkan cukup banyak dibandingkan fraksi lainnya, selain itu juga dikarenakan kedua fraksi tersebut memiliki aroma yang sangat khas dibandingkan fraksi lainnya.

Tabel 1 Hasil fraksionasi minyak atsiri bangle dengan teknik elusi gradien kromatografi kolom

H = n-heksana; H:EA = n-heksana:etil asetat; EA = etil asetat

Jenis eluen Fraksi

ke- Rf

Jumlah noda

Volume (mL)

Rendemen (%)

H 1 0.88 1 2.0079 50.20

H:EA (9:1) 2 0.93 1 0.0152 0.38

3 0.67; 0.81; 0.89 3 0.0179 0.45

4 0.48; 0.66; 0.72; 0.82 4 0.2643 6.61

5 0.51; 0.70 2 0.3649 9.12

6 0.48; 0.64 2 0.1499 3.75

7 0.43; 0.60 2 0.3463 8.66

8 0.20; 0.25; 0.38; 0.40; 0.46; 0.56 6 0.2743 6.86 9 0.26; 0.30; 0.36; 0.44; 0.49; 0.57 6 0.0487 1.22

10 0.51 1 0.0152 0.38

11 0.25; 0.31; 0.38; 0.46; 0.59 5 0.0119 0.30 12 0.15; 0.28; 0.43; 0.56 4 0.0012 0.03 13 0.01; 0.06; 0.11; 0.14 4 0.0098 0.25

14 0.01; 0.05 2 0.0053 0.13

H:EA (8:2) 15 0.30 1 0.0080 0.20

H:EA (7:3) 16 0.06; 0.15; 0.21; 0.32 4 0.0316 0.79

H:EA (6:4) 17 0.04; 0.06 2 0.0158 0.40

H:EA (5:5) 18 0.01; 0.04 2 0.0224 0.56

H:EA (4:6) 19 0.01 1 0.0431 1.08

H:EA (3:7) 20 0.01 1 0.0231 0.58

H:EA (2:8) 21 0.01 1 0.0231 0.58

H:EA (1:9) 22 0.01; 0.06 2 0.0243 0.61

(14)

Analisis Senyawa yang Terkandung dalam Minyak Atsiri Bangle, Fraksi 1, dan

Fraksi 4 dengan GC-MS

Identifikasi kandungan senyawa-senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri bangle. minyak fraksi 1, dan minyak fraksi 4 dilakukan menggunakan instrumen GC-MS. Hasil analisis ditunjukkan dalam bentuk kromatogram ion total (TIC) seperti yang terlihat pada Lampiran 5. Setiap puncak yang muncul dalam kromatogram ion total diidentifikasi dengan cara membandingkan spektrum massa yang diperoleh dengan spektrum massa yang terdapat pada library

indeks MS Wiley Library (Tabel 2).

Hasil Uji In Vivo Minyak Atsiri Bangle, Fraksi 1, dan Fraksi 4

Uji in vivo dilakukan dengan cara inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 menggunakan alat inhalator (Gambar 4). Proses inhalasi dilakukan selama 5 minggu dengan dosis minyak yang diinhalasi sebesar 1% (v/v) seperti yang dilakukan oleh (Anggraeni 2010).

Gambar 4 Rangkaian alat inhalator

Beberapa parameter yang dilihat sebagai respons hewan uji terhadap inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4, antara lain peningkatan bobot badan, bobot pakan yang dikonsumsi, dan bobot feses dan urin yang dihasilkan. Data rerata persen peningkatan bobot badan per ekor tikus per minggu, jumlah pakan yang dikonsumsi per ekor tikus per hari, dan bobot feses dan urin per ekor tikus per minggu dikumpulkan selama 5 minggu dan diolah menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dilanjutkan dengan analisis One Way ANOVA dan uji

Duncan (p<0.05). Data tersebut disajikan pada Tabel 3.

(15)

Tabel 3 Respons bobot badan, konsumsi pakan, dan bobot feses dan urin per ekor tikus hasil uji

in vivo per minggu

Kelompok

Rerata peningkatan bobot badan per ekor

tikus *(m7-m2) (%)

Rerata konsumsi pakan per ekor tikus

per minggu (g)

Rerata bobot feses+ urin per ekor tikus

per minggu (g) Standar 43.75±8.40ab 137.13±0.99a 97.35±1.06a Kolesterol 49.98±8.96b 136.22±0.28a 92.23±0.19a Kolesterol+atsiri kasar 48.05±6.79b 134.28±0.79a 90.07±1.79a Kolesterol+fraksi 1 43.72±7.04b 137.73±1.93a 92.58±1.25a Kolesterol+fraksi 4 37.34±9.90a 133.35±4.85a 94.52±5.64a

Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)

*m2=bobot badan minggu ke-2 (g) ; m7= bobot badan minggu ke-7(g)

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa hanya respons peningkatan bobot badan hewan uji yang menunjukkan hasil perbedaan yang signifikan. Respons peningkatan bobot badan terendah ditunjukkan oleh kelompok tikus hasil inhalasi fraksi 4 yaitu 42.57% (Gambar 6 (i)), sedangkan rerata bobot pakan yang dikonsumsi serta bobot feses dan urin yang dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tiap kelompok tikus (Gambar 6 (ii) dan (iii)) .

Analisis Organ Hati dan Deposit Lemak

Pengamatan terhadap bobot deposit lemak serta hati hewan uji dilakukan pada minggu ke-7 masa perlakuan uji in vivo. Organ hati dan deposit lemak yang terdapat pada semua tikus diambil untuk kemudian diamati bobot dan warnanya pada tiap-tiap kelompok tikus. Nisbah bobot hati serta deporit lemak hewan uji terhadap bobot badan per ekor tikus disajikan pada Tabel 4.

Berikut adalah gambar penampang organ hati dan deposit lemak masing-masing kelompok tikus (Gambar 5).

1 2 3 4 5 (i)

1 2 3 4 5 (ii)

Gambar 5 Perbandingan deposit lemak (i) dan hati tikus (ii)

*kelompok standar (1). kolesterol (2). kolesterol+minyak atsiri kasar (3). kolesterol+fraksi 1 (4). kolesterol+fraksi 4 (5).

Tabel 4 Nisbah bobot hati dan deposit lemak per bobot badan tikus hasil uji in vivo

Kelompok Nisbah bobot hati/bobot badan/ekor tikus

Nisbah deposit lemak/bobot badan/ekor tikus

Standar 0.0347±0.0041a 0.0146±0.0056a

Kolesterol 0.0362±0.0031a 0.0189±0.0055a Kolesterol+ atsiri kasar 0.0352±0.0048a 0.0169±0.0046a Kolesterol+ fraksi 1 0.0338±0.0068a 0.0195±0.0086a Kolesterol+ fraksi 4 0.0348±0.0059a 0.0160±0.0066a

Angka yang diikuti oleh hurufa tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P<0.05) (Duncan’s multiple range test)

PEMBAHASAN

Kadar Air dan Isolasi Minyak Atsiri Bangle

Kadar air rimpang bangle segar yang diperoleh sebesar 21.62% (b/b) berdasarkan bobot segar rimpang bangle (Lampiran 4). Penentuan kadar air berguna sebagai faktor koreksi dalam perhitungan rendemen serta

mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya (Harjadi 1990).

(16)

penyulingan dengan air merupakan metode paling sederhana jika dibandingkan dua metode penyulingan lainnya. Uap yang dihasilkan dari perebusan air dan bahan dialirkan melalui pipa menuju kondensor yang mengandung air dingin sehingga terjadi pengembunan (kondensasi). Selanjutnya minyak dan air ditampung dalam wadah. Pemisahan air dan minyak dilakukan berdasarkan perbedaan bobot jenis (Agusta 2000).

Perbandingan antara jumlah rimpang bangle dan pelarut akuades yang digunakan saat proses distilasi adalah 1:2 (b:v). Proses distilasi dilakukan pada suhu 100-105 °C karena titik didih air berada pada kisaran suhu tersebut. Rendemen hasil minyak atsiri bangle yang dihasilkan sebesar 0.38-0.91% (v/b) berdasarkan bobot rimpang bangle segar (Lampiran 4). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan sebelumnya oleh Bhuiyan et al. (2008) yang menyatakan bahwa kandungan minyak atsiri rimpang bangle sebesar 0.95% berdasarkan bobot basah.

Rendemen minyak atsiri bangle yang dihasilkan relatif rendah akibat proses hidrolisis, juga karena komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna sehingga komponen minyak yang dihasilkan tidak lengkap. Hal lain yang juga berpengaruh terhadap rendemen minyak yang dihasilkan adalah umur panen, waktu panen, serta ukuran perajangan rimpang. Ukuran bahan yang terlalu kecil dapat menghasilkan rendemen yang lebih sedikit karena menguapnya atsiri saat terjadi pemecahan ukuran (Ketaren 1985).

Penentuan Eluen Terbaik dengan Kromatografi Lapis Tipis

Penentuan eluen terbaik dilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan enam jenis pelarut yang umum digunakan untuk pemisahan senyawa dalam minyak atsiri, yaitu n-heksana, aseton, kloroform, metanol, dietil eter, dan etil asetat (Harborne 1987). Noda yang dihasilkan dari proses elusi masing-masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen terbaik adalah eluen yang menghasilkan jumlah noda terbanyak dan terpisah (Skoog et al. 2004). Ada dua jenis eluen tunggal yang menghasilkan noda terbanyak yaitu n-heksana dan etil asetat yang masing-masing

menghasilkan tiga dan dua noda yang terpisah (Gambar 3(i)).

Menurut Houghton dan Raman (1998). jika lebih dari satu eluen menghasilkan noda terbanyak dan terpisah, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan beberapa perbandingan sehingga diperoleh campuran eluen terbaik. Eluen campuran n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 9:1 dipilih sebagai campuran terbaik karena menghasilkan 9 noda (Gambar 3 (ii)). Akan tetapi, noda yang dihasilkan kurang terpisah maka ditambahkan pelarut kloroform pada campuran tersebut sehingga perbandingannya berubah menjadi 75:8.3:16.7 (n-heksana: kloroform:etil asetat). Tujuannya adalah agar noda yang dihasilkan lebih terpisah. Kloroform dipilih karena memiliki kekuatan pelarut dan nilai kepolaran (4.806) di antara n -heksana (1.890) dan etil asetat (6.020).

Pelarut n-heksana, etil asetat, dan kloroform merupakan eluen yang tergolong umum digunakan sebagai awal pemisahan minyak atsiri. Harborne (1987) menyatakan bahwa eluen yang umum digunakan dalam pemisahan minyak atsiri adalah campuran n-heksana: kloroform (3:2). klorofom:metanol (99:1) atau dietil eter:kloroform:etil asetat (2:2:1). Pada penelitian sebelumnya, etil asetat dan campuran n-heksana dan kloroform digunakan untuk memisahkan komponen minyak atsiri temulawak (Anggraeni 2010), campuran n-heksana dan klorofrom juga digunakan untuk memisahkan komponen minyak atsiri kencur (Assaat 2011).

Fraksionasi Minyak Atsiri Bangle

Minyak atsiri kasar bangle dielusi dengan eluen terbaik yang diperoleh pada penentuan eluen terbaik untuk dipisahkan komponen-komponennya dengan kromatografi kolom menggunakan sistem elusi step gradient

(17)

dihasilkan oleh fraksi 8 dan 9, sedangkan jumlah noda paling sedikit yaitu satu noda dihasilkan oleh banyak fraksi, antara lain fraksi 1, 2, 10, 14, 15, 19, 20, 21, dan 23. Fraksi dengan jumlah noda paling sedikit (1 noda) yang dipilih untuk analisis lebih lanjut adalah fraksi 1 karena memiliki rendemen tertinggi yaitu sebesar 50.20% (v/v) dibandingkan fraksi yang menghasilkan satu noda lainnya. Berbeda halnya dengan fraksi 1, fraksi dengan jumlah noda terbanyak yang dipilih untuk analisis lebih lanjut bukan fraksi 8 atau 9, melainkan fraksi 4 dengan jumlah noda hanya empat noda. Hal tersebut dikarenakan fraksi 4 menghasilkan rendemen yang cukup tinggi sebesar 6.61% (v/v). Selain itu, kedua fraksi juga memiliki aroma yang khas dibandingkan fraksi lainnya.

Analisis Senyawa yang Terkandung dalam Minyak Atsiri Bangle, Fraksi 1, dan

Fraksi 4 dengan GC-MS

Pada minyak atsiri terkandung senyawa utama yaitu terpenoid. Terpena minyak atsiri terbagi menjadi dua golongan, yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 yang memiliki perbedaaan kepolaran dan titik didih. Ada juga senyawa yang merupakan turunan oksigen dari monoterpena yang tergolong jenis monoterpena alkohol. Kisaran titik didih monoterpena sekitar 150-180 °C, sedangkan seskuiterpena bertitik didih 240-280 °C. Senyawa monoterpena alkohol memiliki titik didih di antara kedua jenis terpena tersebut (Ketaren 1985). Dengan demikian, senyawa yang memiliki titik didih rendah akan lebih mudah menguap dan memiliki waktu retensi (TR) yang lebih cepat dibandingkan senyawa

yang memiliki titik didih tinggi. Senyawa α

-tujena, α-pinena, sabinena, α-terpinena, -terpinena, -mirsena, -pinena, α-fellandrena, m-simena, limonena, -terpinena, α -terpinolena, trans-osimena, o-simena, -fellandrena, δ-3-karena, -terpinena, trisiklena tergolong jenis senyawa monoterpena. Terpinen-4-ol, α-terpineol, askaridol, 1,8-sineol tergolong jenis monoterpena alkohol.

-bisabolena, -seskuifellandrena, 2-metoksinaftaazarina, dan (E)-1- (3,4dimetoksifenil)butadiena (DMPBD) tergolong jenis seskuiterpena.

Kromatogram terbentuk berdasarkan jumlah total ion yang terbentuk dari masing-masing komponen kimia tersebut (Lampiran 5). Apabila suatu komponen berada dalam persentase tinggi dalam campuran yang

dianalisis, maka jumlah ion yang terbentuk dari molekul komponen tersebut akan tinggi juga sehingga puncak yang tampil pada kromatogram memiliki luas puncak yang besar. Sebaliknya, jika suatu komponen kimia dalam campuran tersebut terdapat dalam persentase kecil, maka puncak yang tampil pada kromatogramnya akan kecil (Agusta 2000).

Berdasarkan hasil analisis GC-MS yang tertera pada Tabel 2, minyak atsiri kasar bangle dan minyak fraksi 1 mengandung ketiga jenis senyawa terpenoid (monoterpena, monoterpena alkohol, seskuiterpena), sedangkan minyak fraksi 4 hanya mengandung senyawa monoterpena dan monoterpena alkohol. Sampel minyak atsiri kasar bangle diketahui mengandung lima jenis senyawa dengan konsentrasi terbesar yaitu terpinen-4-ol, sabinena, (E)-1-(3,4-dimetoksifenil) butadiena (DMPBD), -terpinena, dan α-terpinena. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Wanauppathamkul (2003) yang menyatakan bahwa minyak atsiri bangle mengandung sabinena (25-45%), -tepinena (5-10%), α-tepinena (2-5%), terpinena 4-ol (25-45%), dan (E)-1-(3,4-dimetoksifenil) butadiena (DMPBD) (1-10%). Sukatta et al. (2009) juga menyebutkan bahwa komponen minyak atsiri bangle terdiri dari sabinena (36.71-53.50%), γ-terpinena (5.27-7.25%), terpinen-4-ol (21.85-29.96%), dan DMPBD (0.95-16.16%). Senyawa utama yang terkandung dalam minyak fraksi 1 adalah sabinen (dominan), -terpinena, dan o-simena, dan untuk minyak fraksi 4 senyawa yang mendominasi adalah terpinen-4-ol. Berikut adalah struktur senyawa dominan yang terkandung dalam minyak atsiri bangle (Gambar 6).

Sabinena -Terpinena o-Simena

Terpinen-4-ol (E)-1-(3,4-dimetoksifenil) butadiena (DMPBD)

(18)

Spektrum massa hasil analisis spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia. Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi (m/z). Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat digunakan untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia. Berikut adalah gambaran spektrum massa senyawa terpinen-4-ol (Gambar 7).

Gambar 7

Spektrum massa senyawa terpinen-4-ol.

Hasil Uji In Vivo Minyak Atsiri Bangle, Fraksi 1, dan Fraksi 4 Terhadap Bobot

Badan, Bobot Pakan, dan Bobot Feses+Urin

Uji in vivo dilakukan terhadap tikus putih jantan galur Sprague-dawley, kepala kecil dan ekor lebih panjang dari badannya yang berusia dua bulan selama tujuh minggu. Bobot badan tikus putih jantan pada awal sebelum perlakuan berkisar antara 140-187 g. Sebanyak lima puluh ekor tikus dibagi ke dalam lima kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok sebanyak sepuluh ekor. Pembagian kelompok tersebut didasarkan pada jenis perlakuan yang berbeda, di antaranya kelompok 1 (pakan standar), 2 (pakan kolesterol), 3 (pakan kolesterol dan inhalasi minyak atsiri kasar), 4 (pakan

kolesterol dan inhalasi minyak fraksi 1), dan 5 (pakan kolesterol dan inhalasi minyak fraksi 4) (Lampiran 3).

Masa adaptasi hewan uji dilakukan selama dua minggu, di mana pada satu minggu pertama semua hewan uji diberi pakan standar, sedangkan satu minggu berikutnya diberi pakan standar untuk kelompok 1 dan pakan kolesterol untuk kelompok 2, 3, 4, dan 5 yang bertujuan untuk adaptasi terhadap kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungannya. Jumlah pakan yang diberikan per ekor tikus pada setiap kandang sebanyak 20 g/ekor/hari dan minum sebanyak 20 mL/ekor/hari secara

ad libitum. Menurut Malole dan Pramono (1989), konsumsi pakan tikus secara normal rata-rata 10 g per 100 g bobot badan dan minum 10-12 mL per 100 g bobot badan.

Perlakuan inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 dilakukan pada minggu ketiga hingga minggu ketujuh terhadap tikus kelompok 3 (minyak atsiri kasar), kelompok 4 (minyak fraksi 1), dan kelompok 5 (minyak fraksi 4) yang masing-masing konsentrasinya dibuat sebesar 1%. Dosis tersebut didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anggraeni (2010) yang menggunakan 1 mL minyak atsiri temulawak dalam 100 mL aquades untuk uji in vivo minyak atsiri temulawak sebagai pelangsing aromaterapi. Tabung inhalator yang berisi minyak tersebut diganti setiap dua kali dalam seminggu untuk menjaga agar aromanya tidak hilang.

Hasil inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 menunjukkan bahwa ketiga kelompok tikus tersebut memiliki nilai persentase rerata peningkatan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan kelompok pakan kolesterol (kontrol positif). Berdasarkan data pada Tabel 3, kelompok pakan kolesterol memiliki nilai persentase rerata peningkatan bobot badan tertinggi yaitu 49.98% (b/b) per ekor tikus, sedangkan rerata persentase peningkatan bobot badan kelompok pakan kolesterol yang diberi inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 masing-masing sebesar 48.05%, 43.72%, dan 37.34% per ekor tikus. Kelompok pakan standar memiliki nilai persentase rerata peningkatan bobot badan sebesar 43.75% per ekor tikus. Nilai persentase rerata peningkatan bobot badan kelompok yang diberi inhalasi fraksi 4 merupakan nilai yang terendah dan paling berbeda signifikan dibandingkan ketiga kelompok inhalasi lainnya. Kelompok inhalasi minyak atsiri kasar dan fraksi 1 masih memiliki nilai persentase rerata peningkatan 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 0 1 0 0 1 1 0 1 2 0 1 3 0 1 4 0 1 5 0 1 6 0 1 7 0

0 2 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0 0 1 6 0 0 0 0 0 1 8 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 2 4 0 0 0 0 0 2 6 0 0 0 0 0 2 8 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0

S c a n 1 1 7 0 ( 1 0 . 0 1 7 m i n ) : S A M P E L 4 . D 7 1

9 3 1 1 1

4 3 1 5 4

1 3 6 5 5

8 1

1 2 1

6 3 1 0 3

1 4 5 1 6 8 Intensitas

(19)

bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok pakan standar (kontrol negatif), sedangkan kelompok inhalasi fraksi 4 memiliki nilai yang lebih rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut, inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 berpotensi menurunkan persentase peningkatan bobot badan hewan uji, akan tetapi inhalasi fraksi 4 memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menurunkan persentase peningkatan bobot badan hewan uji.

Besarnya persentase peningkatan bobot badan dipengaruhi oleh jumlah bobot pakan yang dikonsumsi serta jumlah feses dan urin yang dihasilkan. Tingkat konsumsi pakan merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan, apabila makanan tersebut diberikan secara ad libitum maka tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh faktor dari hewan itu sendiri, makanan yang diberikan, dan lingkungan disekitarnya (Parakkasi 1999), Berdasarkan data pada Tabel 3, tikus kelompok hasil inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 memiliki jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda signifikan dengan tikus kelompok pakan standar (kontrol negatif) dan tikus kelompok pakan kolesterol (kontrol positif). Akan tetapi, persentase peningkatan bobot badan tikus kelompok kolesterol lebih besar dibandingkan kelompok lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan proses kecernaan makanan yang dapat dicerna dan diabsorbsi untuk proses metabolisme dalam tubuh tikus. Metabolisme merupakan semua reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh yang memerlukan dan melepaskan energi sehingga terjadi keseimbangan antara pembentukan (anabolisme) dan penguraian (katabolisme) (Tortora dan Anagnostakos 1990). Perbedaan banyaknya jumlah makanan yang diubah menjadi energi atau disimpan sebagai cadangan lemak mempengaruhi peningkatan bobot badan hewan uji.

Berdasarkan data pada Tabel 3, jumlah feses dan urin yang dihasilkan antara tiap kelompok pakan standar, pakan kolesterol, dan inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 menunjukkan nilai yang tidak berbeda signifikan. Bobot feses dan urin yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi feses dan urin yang terdiri dari zat padat dan air yang berasal dari pakan dan minuman yang dikonsumsi serta hasil dari proses metabolisme glukosa yang menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Perbedaan kecil jumlah

feses dan urin yang dihasilkan antara tiap kelompok tikus menunjukkan bahwa besar/kesilnya jumlah feses yang dihasilkan tidak cukup berpengaruh dalam peningkatan bobot badan.

Peningkatan bobot badan pada tikus kelompok pakan kolesterol disebabkan oleh konsumsi pakan dengan kolesterol tinggi menghasilkan jumlah energi yang lebih besar dibandingkan pakan normal. Menurut Winarno (1995), satu gram lemak menghasilkan energi sebesar 9.3 kkal yang nilainya dua kali lebih besar dibandingkan energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein pada berat yang sama. Menurut Linder (2006), banyaknya energi yang dikonsumsi dapat menyebabkan peningkatan bobot badan dan kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk lemak. Pakan dengan kandungan lemak tinggi menghasilkan jumlah energi yang lebih besar dari yang dibutuhkan oleh tubuh untuk beraktivitas. Kelebihan energi tersebut disimpan dalam bentuk jaringan lemak, baik lemak perifer maupun lemak pembungkus organ.

Tikus kelompok pakan kolesterol tanpa inhalasi minyak atsiri lebih banyak menyimpan energi sebagai cadangan lemak, sedangkan tikus kelompok pakan kolesterol yang diinhalasi dengan minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 lebih banyak menggunakan energinya untuk beraktivitas maupun dikeluarkan melalui termogenesis. Berdasarkan penjelasan di atas, senyawa monoterpena dan seskuiterpena yang terkandung dalam minyak fraksi 4, minyak atsiri kasar, dan minyak fraksi 1 berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi. Berdasarkan hasil analisis GC-MS pada Tabel 2, minyak atsiri kasar dan minyak fraksi 4 memiliki komponen utama senyawa terpinen-4-ol dan pada minyak fraksi 1 terkandung senyawa dominan berupa sabinena. Sabinena memiliki potensi sebagai pelangsing aromaterapi yang lebih rendah dibandingkan terpinen-4-ol. Utami (2011) menyatakan bahwa di dalam minyak atsiri sirih merah terdapat senyawa terpenoid berupa sabinena dan terpinen-4-ol. Senyawa terpinen-4-ol dalam minyak atsiri sirih merah berpengaruh terhadap kenaikan bobot badan tikus, sedangkan sabinena yang terkandung dalam minyak atsiri sirih merah dapat menurunkan bobot badan dengan cara menekan nafsu makan.

(20)

Tirosinase dekarboksilase L-DOPA

aktivitas tirosinase. Sebagian besar jenis senyawa monoterpena yang terkandung dalam minyak atsiri bangle mirip dengan senyawa monoterpena yang terkandung dalam minyak sirih merah dan hijau hasil penelitian Batubara

et al. (2011), seperti sabinena, -mirsena, α -tujena, -pinena, α-terpinena dan -terpinena, dan senyawa terpinen-4-ol (Utami 2011). Karena sebagian besar komponen senyawa minyak atsiri bangle mirip dengan yang terkandung dalam minyak atsiri sirih merah dan hijau, maka diduga mekanisme minyak atsiri bangle sebagai pelangsing aromaterapi mirip dengan mekanisme aromaterapi minyak atsiri sirih merah

Komponen monoterpena dan sesquiterpena memiliki aktivitas untuk meningkatkan aktivitas monofenolase dan difenolase tirosinase (Batubara et al. 2011). Pada jalur biosintesis dopamin, hidroksilase tirosin mengkatalisis konversi dari L-tirosin menuju L-3,4-dihidroksifenilalanin (L-DOPA) (monofenolase) dan L-dopa kemudian dikonversi menjadi dopamin oleh L-DOPA dekarboksilase (difenolase) (Lee et al. 2008) (Gambar 8). Dopamin merupakan neurotransmitter pada sistem syaraf pusat yang menjadi target yang berperan dalam penurunan berat badan dengan cara menekan nafsu makan, meningkatkan rasa kenyang dan termogenesis. Rasa kenyang dapat diatur melalui reseptor dopamin di hipotalamus, sedangkan pengeluaran energi dapat ditingkatkan secara langsung oleh termogenesis dan lipolisis atau melalui stimulasi sistem saraf simpatik (Brees et al. 2008). Menurut Nagai (2008), aroma khas minyak atsiri merangsang saraf simpatis, mengendalikan jaringan adiposa putih dan coklat, kelenjar adrenal dan ginjal, dan menghambat saraf parasimpatis, serta mengendalikan perut.

L-tirosin L-3.4-dihidroksifenilalanin dopamin (L-DOPA)

(monofenolase) (difenolase)

Gambar 8 Reaksi pembentukan dopamin dari L-tirosin.

Perlakuan inhalasi minyak atsiri kasar bangle, fraksi 1, dan fraksi 4 memberikan efek yang cenderung mengakibatkan penurunan aktivitas tikus. Menurut Muchtaridi et al.

(2003), senyawa terpinen-4-ol yang terkandung dalam minyak biji pala dapat menurunkan aktivitas lokomotor mencit.

Senyawa-senyawa berbau harum atau fragrance dari minyak atsiri suatu bahan tumbuhan telah terbukti pula dapat mempengaruhi aktivitas lokomotor (Buchbauer 1991), Aktivitas lokomotor merupakan aktivitas gerak sebagai akibat adanya perubahan aktivitas listrik yang disebabkan oleh perubahan permeabelitas membran pascasinaptik dan oleh adanya pelepasan transmitter oleh neuron prasinaptik pada sistems yaraf pusat (Gilman 1991). Hal tersebut mengakibatkan tikus hasil inhalasi minyak atsiri, fraksi 1, dan fraksi 4 cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur dibandingkan beraktivitas.

Analisis Hati dan Deposit Lemak

Perlakuan inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 tidak hanya berpengaruh terhadap bobot badan, tetapi juga terhadap bobot deposit lemak serta organ hati hewan uji. Pengamatan terhadap bobot deposit lemak serta hati hewan uji per ekor tikus dilakukan pada minggu ke-7 masa perlakuan uji in vivo.

Organ hati dan deposit lemak yang terdapat pada semua tikus diambil untuk kemudian diamati bobot dan warnanya pada tiap-tiap kelompok tikus. Berdasarkan data yang tertera pada Tabel 4, terlihat bahwa kelompok tikus hasil inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1 dan fraksi 4 memiliki rerata nisbah bobot hati per bobot badan dan rerata nisbah bobot deposit lemak per bobot badan yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus pakan kolesterol. Meskipun nilainya tidak berbeda signifikan, tikus kelompok hasil inhalsi fraksi 4 memiliki nilai rerata nisbah deposit lemak per bobot badan yang lebih rendah di antara kelompok inhalasi lainnya yaitu 0.0160, dan tikus kelompok inhalasi fraksi 2 memiliki rerata nisbah bobot hati per bobot badan yang paling rendah yaitu 0.0338.

(21)

akibat cadangan lemak yang disimpan dalam hati terlalu tinggi.

Berdasarkan gambar penampang organ hati pada Gambar 6, dapat diamati bahwa warna hati kelompok pakan standar memiliki warna merah gelap yang menunjukkan bahwa hati tersebut sehat. Sedangkan untuk tikus kelompok pakan kolesterol memiliki warna hati yang lebih pucat serta terdapat banyak bercak lemak yang menempel pada organ hati. Menurut Wresdiyati et al. (2006), hati penderita obesitas memiliki warna lebih pucat dibandingkan pada keadaan sehat. Hal ini disebabkan oleh pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari lemak

visceral (lemak yang menempel pada organ di dalam tubuh) yang membesar. Dengan demikian, sirkulasi asam lemak pada hati menjadi tidak normal, terdapat banyak bercak lemak, dan warnanya menjadi lebih pucat. Warna hati tikus kelompok hasil inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 menyerupai warna hati kelompok tikus kelompok pakan standar. Perbedaanya adalah terdapat sedikit bercak lemak yag menempel pada organ hati. Bobot hati dan deposit lemak yang rendah, serta warna hati yang gelap menandakan bahwa senyawa monoterpena (dominan sabinena), monoterpena alkohol (dominan terpinen-4-ol), dan seskuiterpena berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Isolasi minyak atsiri dari rimpang bangle dengan metode distilasi air menghasilkan rendemen 0.34-0.80% (b/b) berdasarkan bobot basah. Analisis GC-MS menyebutkan bahwa minyak atsiri bangle mengandung senyawa dominan sabinena (monoterpena), terpinen-4-ol (monoterpena alkohterpinen-4-ol), dan DMPBD (seskuiterpena). Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa senyawa terpinen-4-ol dalam minyak bangle berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi tanpa menyebabkan kerusakan hati hewan uji.

Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan senyawa terpinen-4-ol murni dengan konsentrasi yang optimum. Perlu dilakukan uji konsentrasi minyak atsiri yang terkandung dalam udara di sekitar ruang inhalasi untuk mengetahui dosis optimum aromaterapi yang berpotensi sebagai

pelangsing. Penggunaan minyak atsiri kasar sebagai pelangsing aromaterapi membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dari pada fraksi 4 dikarenakan kandungan senyawa terpinen-4-ol dalam minyak atsiri kasar bangle lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB press. Anggraeni A. 2010. Fraksionasi senyawa

minyak atsiri Temulawak sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Assaat LD. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri kencur (Kaemferia galanga L.) sebagai pelangsing [disertasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Methods of Analysis. Ed ke-14. Arlington: Association of Official Analytical Chemist.

Batubara I, Rahminiwati M, Darusman LK, Mitsunaga T. 2011. Tyrosinase Activity of Piper betle and Piper crocatum Essential Oil. Proceeding of International Conference on Basic Science. Malang : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya. hal 50-53.

Bhuiyan NI, Chowdhury JU, Begum J. 2008. Volatile constituents of essentialoils isolated from leaf and rhizome of Zingiber cassumunar Roxb. Bangladesh: J Pharmacol 3:69-73.

Birari RB, Bhutani KK. 2007. Pancreatic lipase inhibitors from natural sources: unexplored potential. Drug Discovery Today 12: 379-389.

Brees Dj, Elwell MR, Tingley FD, Sands SB, Jakowski AB, Shen AC, Cai JH, Finkelstein MB. 2008. Pharmacological effects of nicotinic therapies for smoking cessation. Toxicoligic Pathology 36:568-575.

(22)

Darusman LK, Rohaeti E, Sulistiyani. 2001. Kajian senyawa golongan flavonoid asal tanaman bangle (Zingiber cassumunar

Roxb) sebagai senyawa peluruh lemak melalui aktivitas lipase. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor.

Giannessi J, Alviar B, Agusta A. 2008. Variously substituted derivatives of guanidine. and their use as medicines with anti-diabetes and/or anti-obesity activity.

United States Patents No. 7368605. [terhubung berkala]. www.uspto.gov. [20 Desember 2009].

Gilman, AG, Rall TW, Nies AS, Taylor. 1991. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 8th ed. New York: McGraw-Hill.

Giwanon RS, Thubthimthed U, Rerk-am T, Sunthorntanasart. 2000. Antimicrobial activity of terpinen-4-ol and sabinene. Thailand J Pharm Sci.:24 S: 27.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Ed ke-2. Bandung: ITB. Harvey D. 2000. Modern Analytical

Chemistry. New York: McGraw-Hill. Harjadi W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.

Jakarta: Gramedia.

Hernani RW, Wijanarko, Hayani E. 1990. Identifikasi komponen dari bangle secara khromatografi lapis tipis. Bulettin Littro.

Balittro V (2):111-114.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory handbook for the Fractionation of Natural Ekstract. London: Chapman & Hall. Ketaren S. 1985. Pengantar Teknologi

Minyak Atsiri. Jakarta:Balai Pustaka. hal 102-112.

Lee JJ, Jin CM, Kim YK, Ryu SY, Lim SC, Lee MK. 2008. Effects of Anonaine on Dopamine Biosynthesis and L-DOPA Induced Cytotoxicity in PC12 Cells.

Molecules 13: 475-487.

Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme:Dengan Pemakaian Secara Klinis. Parakkasi A, Penterjemah; Linder MC, editor. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Nutritional Biochemistry and Metabolism.

Malole MBM, Pramono SU. 1989. Curcuma xanthorriza Roxb. Zeitschrift for phytoterapic 12:35-45.

Masuda T, Jitoe A. 1994. Antioxidative and antiinflammatory compounds from tropical gingers: Isolation, structure determination, and activities of cassumunins A, B, and C, new complex curcuminoids from Zingiber cassumunar. J Agric Food Chem 41:1850-1856.

Muchtaridi, Apriyantono A, Subarnas A, Budijanto S. 2003. Analysis of volatile active compounds of essential oils of some aromatical plants possessing inhibitory properties on mice locomotor activity.

Proceeding in International Symposium on Biomedicine. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka, IPB. 18-19 September 2003. Nagai K. 2008. A possible role of the

therapy changing activities of autonomic nervous system. The 11th Meeting of Japanese Society of Aromatherapy. Tokyo. J Japanese

Society of Aromatherapy 7(2); 22.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan

Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI

Press.

Rahardjo S, Ngatijan, Pramono S. 2005. Influence of etanol extract of jati belanda leaves (Guazuma ulmifolia Lamk.) on lipase enzym activity of Rattus norvegicus

serum. Inovasi Vol.4: XVII: 48-54 Rouessac F, Rouessac A. 1994. Chemical

Analysis Modren Instrumentation Methods and Techniques 2nd. USA: John Wiley & Sons. Ltd.

Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004.

Principle of Instrumental Analysis. Ed. 5th.

Philadelphia: Hartcaurt Brace.hal 715-730. Sukatta U, Rugthaworn P, Punjee P, Chidchenchey S, Keeratinijakal V. 2009. Chemical composition and physical properties of oil from play (Zingiber purpureum Roxb.) obtained by hydro distilation and hexane extraction. J Kasetsart (Nat. Sci.) 43 : 212 – 217. Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1990.

Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-6. New York: Harper & Row Publishers.

(23)

Wanauppathamkul S. 2003. Plaitanoids. 1 ed. The Innovation Development Fund. National Science and Technology Development Agency, Ministry of Science and Technology. Bangkok. 40 pp.

Wijayakusuma HMH, Dalimartha S,Wirian AS. 1997. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Kartini.

Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia. hlm 81-82.

(24)

.

(25)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Fraksi 2

1. KLT dengan berbagai eluen tunggal

2. Kromatografi kolom dengan eluen terbaik

Penentuan kadar air

Rimpang bangle

Distilasi uap

Identifikasi

senyawa

(GC-MS)

Fraksi 23

Fraksi ....

Fraksi 1

Minyak atsiri bangle

Fraksi 1 (1 noda) dan Fraksi 4 (4 noda)

Uji

in vivo

(Lampiran 3)

Pantauan

dengan

KLT

(26)

Lampiran 2 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji

Komposisi pakan standar PT Indofeed

Komposisi

Kadar (%)

Protein

18

Lemak

4

Serat

4

Abu

11

Metabolisme energi

2000 kkal

Pakan kolesterol tinggi

Komposisi

Kadar (%)

Kolesterol kuning telur

12.5

Minyak kelapa Barco

5

(27)

Lampiran 3 Pengelompokan dan perlakuan secara in vivo terhadap hewan uji

(tikus putih galur

Sprague-dawley

)

Keterangan:

- Masa adaptasi: kelompok 1 (kontrol negatif) diberi pakan standar tikus (20

g/ekor/hari) dan diberi minum akuades (20 mL/ekor/hari); kelompok 2, 3, 4, dan 5

diberi pakan kolesterol tinggi (20 g/ekor/hari) dan diberi minum akuades (20

mL/ekor/hari).

- Masa perlakuan: pemberian pakan dan akuades pada kelompok 1 dan 2 sama

dengan masa adaptasi dan tidak diberi perlakuan sampel; kelompok 3, 4, 5 diberi

pakan kolesterol tinggi seperti masa adaptasi dan diberi perlakuan sampel. yaitu

sampel x = minyak atsiri kasar bangle, y = fraksi 1, dan z = fraksi 4.

Masa adaptasi selama 2 minggu

Kelompok 1 2 3 4 5 Pakan standar kolesterol kolesterol kolesterol kolesterol

tinggi tinggi tinggi tinggi

Masa perlakuan selama 5 minggu

Kelompok 1 2 3 4 5 Pakan standar kolesterol kolesterol kolesterol kolesterol

tinggi tinggi tinggi tinggi + sampel - - x y z

Hewan uji (50 ekor)

Pembagian kelompok

Tahap analisis

1 (n=10)

2 (n=10)

3 (n=10)

4 (n=10)

5 (n=10)

Bobot pakan ditimbang tiap hari, obot badan,

bobot feses dan urin ditimbang tiap minggu

Minggu ke-7

Analisis warna hati, penentuan bobot deposit lemak dan persentase lemak

(28)

Lampiran 4 Penentuan kadar air rimpang bangle

Kadar air

Ulangan

Bobot cawan

kosong (g)

Bobot sampel (g)

Bobot sampel

kering (g)

Bobot air

(g)

% Kadar

Air

1

1.9461

3.0160

2.3600

0.6560

21.75

2

1.9342

3.0297

2.3705

0.6592

21.76

3

1.9444

3.0870

2.4275

0.6595

21.36

Rerata

21.62

Bobot air = bobot sampel (g) - bobot sampel kering (g)

= 3.0160 g

2.3600 g

= 0.6560 g

(29)

5. 00 10. 00 15. 00 20. 00 25. 00 30. 00 T I C: SAM PEL2. D

5. 87 6. 01 6. 48

6. 53 6. 58 7. 02

7. 12 7 7. 2. 205 7. 63

7. 79 8. 13

8. 32 8. 74

9. 05 9. 90

10. 05

10. 34 13. 27 16. 95 17. 24

1 17. 78. 039 18. 63

19. 60

22. 37 23. 47

2. 00 4. 00 6. 00 8. 00 10. 00 12. 00 14. 00 16. 00 18. 00 20. 00 22. 00 24. 00 26. 00 28. 00 TI C: SAM PE L4. D

3. 94 4. 00

4. 06 4. 09

7. 36 10. 01

1 122. 0. 236 13. 32

Intensitas

Intensitas

5. 00 10. 00 15. 00 20. 00 25. 00 30. 00

TI C: S AM PEL3. D

3. 94 3. 99

4. 05 4. 08

4. 19 5. 90

6. 04 6. 52

6. 57 6. 62

6. 90 7. 06

7. 18

7. 24 7. 29 7. 68

8. 17

8. 7 91 . 84 1 112. 6 1. 0722. 69

17. 25

Waktu retensi (menit) Waktu retensi (menit)

Waktu retensi (menit)

Lampiran 5

Kromatogram total ion minyak atsiri kasar (i), fraksi 1 (ii), dan

fraksi 4 (iii) dengan GC-MS

(i)

2.6E+07

2.1E+07

1.6E+07

1.1E+07

6E+06

1E+06

2.6E+07

2.1E+07

1.6E+07

1.1E+07

6E+06

1E+06

2.4E+07

2.1E+07

1.6E+07

1.1E+07

6E+06

1E+06

(ii) Intensitas

(30)

ABSTRAK

RATNA WULANDARI. Fraksionasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Bangle

(

Zingiber purpureum

) sebagai Pelangsing Aromaterapi. Dibimbing oleh

IRMANIDA BATUBARA dan EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

Bangle merupakan salah satu tumbuhan aromatik yang mengandung

minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan mendapatkan minyak atsiri rimpang bangle

dan fraksi yang terkandung di dalamnya yang berpotensi sebagai pelangsing

aromaterapi.

Kandungan minyak atsiri rimpang bangle hasil isolasi dengan

metode distilasi air adalah 0.38-0.91% (v/b) berdasarkan bobot basah. Potensi

senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4 untuk

pelangsing aromaterapi diuji secara

in vivo

menggunakan hewan uji tikus putih

jantan galur

Sprague-dawley.

Inhalasi minyak atsiri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4

menunjukkan respons peningkatan bobot badan tikus yang lebih rendah

dibandingkan tikus kelompok kontrol positif (pakan kolesterol). Dari ketiga

kelompok tikus hasil inhalasi tersebut, tikus kelompok inhalasi fraksi 4

merupakan kelompok dengan respons peningkatan bobot badan terendah, yaitu

37.34% (b/b). Berdasarkan hasil analisis senyawa terpenoid dengan kromatografi

gas-spektrometri massa (GC-MS), komponen terbesar yang terkandung dalam

minyak atsiri kasar bangle dan fraksi 4 adalah terpinen-4-ol, maka senyawa

tersebut berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

ABSTRACT

RATNA WULANDARI. Fractionation of Bangle Essential Oil (

Zingiber

purpureum

) as Aromatherapy for Antiobesity. Supervised by IRMANIDA

BATUBARA and EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

(31)

PENDAHULUAN

Lemak sangat dibutuhkan oleh tubuh, selain sebagai cadangan makanan dan pelarut vitamin A, D, E, dan K, lemak juga berfungsi untuk memelihara jaringan saraf dalam tubuh. Akan tetapi, kadar lemak berlebihan akan memberikan efek yang serius berupa kerusakan pembuluh koroner. Salah satu indikator kegemukan adalah tingginya kadar lemak dalam tubuh. Kegemukan atau obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial sebagai akibat dari energi yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak dari pada energi yang dikeluarkan (Raharjo et al. 2005). Obesitas dapat menjadi masalah kesehatan karena dapat mengganggu penampilan dan menyebabkan beberapa penyakit degeneratif, seperti diabetes, jantung koroner, tekanan darah tinggi, penyempitan pembuluh darah, peningkatan risiko kanker, dan hiperkolesterolemia (Giannessi et al. 2008).

Penanganan atau pencegahan terjadinya obesitas sangat diperlukan agar penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh obesitas tersebut dapat dihindari. Penggunaan obat pelangsing umumnya banyak dipilih untuk menangani dan mencegah terjadinya obesitas. Bahan obat yang diperkenankan sebagai pelangsing adalah obat-obat yang berfungsi mengurangi nafsu makan, merangsang pembakaran lemak, dan menghambat penyerapan lemak dalam batas tertentu (Birari & Bhutani 2007). Bahan alam yang banyak digunakan untuk jamu pelangsing tubuh, antara lain daun jati belanda, bangle, kemuning, lempuyang, kunyit, temu ireng, dan kencur. Penggunaan obat pelangsing tersebut biasanya dikonsumsi secara oral dalam bentuk pil atau kapsul serta dapat juga dijadikan sebagai minuman jamu tradisional. Jenis obat pelangsing lain yang saat ini sedang dikembangkan cara pembuatannya adalah obat pelangsing aromaterapi dari tumbuhan herbal yang diklasifikasikan sebagai tumbuhan aromatik.

Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan yang berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi adalah minyak atsiri. Minyak atsiri merupakan zat yang memberikan aroma pada tumbuhan yang memiliki komponen atsiri dengan karakteristik tertentu. Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi saat dihirup. Nagai (2008) melaporkan pengaruh minyak esensial terhadap saraf otonom menggunakan tikus di bawah anesthesis uretan. Aroma dari minyak esensial jeruk dapat menstimulasi saraf simpatis,

mengendalikan jaringan adiposa putih dan coklat, kelenjar adrenal dan ginjal, dan menghambat saraf parasimpatis, serta mengendalikan perut. Mekanisme tersebut menstimulasi saraf simpatik pada brown adipose tissue (BAT) dan diduga menurunkan nafsu makan dan mengurangi bobot badan. Jaringan adipose coklat (BAT) mengatur panas tubuh melalui mekanisme termogenesis (Brees et al. 2008). Keharuman ditunjukkan untuk mengubah indeks fisiologis, seperti suhu tubuh, tekanan darah, dan glukosa darah melalui kontrol aktivitas saraf otonom. Penelitian tentang potensi aromaterapi sebagai pela

Gambar

Gambar 1  Rimpang bangle (koleksi pribadi)
Gambar 2 Minyak atsiri bangle
Tabel 1  Hasil fraksionasi minyak atsiri bangle dengan teknik elusi gradien kromatografi kolom
Tabel 2  Konsentrasi senyawa terpenoid dalam minyak atsri kasar, fraksi 1, dan fraksi 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip pembelajaran komunikasi matematis dengan metode complete sentence adalah; (1) metode pembelajaran mudah dan sederhana dimana siswa belajar melengkapi

Keberhasilan penerapan pemanfaatan media audio Gelaria di TK Laboratori Pedagogia Yogyakarta ditinjau dari empat tahapan evaluasi program model Kirkpatrick menunjukkan bahwa: (1)

Program 6.9 di atas merupakan contoh penggunaan fungsi implode() untuk menggabungkan semua isi array menjadi satu string. Fungsi implode merupakan kebalikan dari

Hubungan Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia pra Sekolah Yang Sedang Dirawat di Ruang anak Rumah Sakit Islam

Selain itu, program Moringa Community Trade juga berupaya untuk memenuhi prinsip Fair Trade poin kedua, yaitu Transparency and Accountability, yaitu terwujudnya hubungan yang

Remission, as referred to in Paragraph (1), shall be granted to Prisoners and Criminals if they meet the requirements of performing acts that assist the activities

Konsep geografi yang berkaitan dengan fenomena itu adalah konsep…. Fenomena alam dalam bentuk angin puting beliung yang terjadi di wilayah Indonesia ada kaitannya dengan

Dalam literature review yang dipublikasikan oleh University of Northern Iowa (2008) terungkap bahwa riset telah membuktikan bahwa motivasi menjadi faktor penting