• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan di Provinsi Jawa Timur"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan ekonomi telah menjadi permasalahan yang umum terjadi di suatu negara, baik di negara berkembang maupun negara maju. Kesenjangan ekonomi yang terjadi di negara maju timbul karena dianutnya sistem ekonomi kapitalis pada negara tersebut. Sistem tersebut justru menyebabkan kesenjangan semakin melebar, bahkan menimbulkan krisis seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa.

(2)

2   

Pembangunan ekonomi merupakan cara bagi suatu negara untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan ekonomi dilakukan secara berkesinambungan dan terencana untuk dapat menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Program pembangunan ekonomi sebaiknya dilakukan di seluruh penjuru negara agar lebih merata. Pembangunan ekonomi bukan hanya dikerjakan di wilayah pusat pemerintahan saja, tetapi juga di daerah-daerah lain agar manfaatnya dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Program yang sebaiknya dijalankan oleh suatu negara adalah dengan cara memacu sektor industri terutama yang berbasis padat karya, sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dan akan mengurangi pengangguran. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) juga dapat dijadikan program untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Negara yang telah sukses mengembangkan program ini adalah India dengan koperasi susunya.

Pemerintah juga harus memperhatikan infrastruktur yang ada di wilayahnya. Infrastruktur yang memadai dapat menarik pemodal untuk menginvestasikan dananya di wilayah tersebut. Infrastruktur juga salah satu modal yang dimiliki suatu daerah dalam meningkatkan produktivitasnya. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pembangunan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan.

(3)

program penciptaan lapangan kerja, Malaysia memiliki angka kemiskinan yang tergolong rendah di kalangan negara-negara berkembang, yaitu sekitar 15 persen.

Program yang dilakukan oleh Cina pada tahun 1975 untuk meningkatkan perekonomiannya dikenal dengan istilah “Program Empat Modernisasi”. Program ini bertujuan untuk melipatgandakan produksi pertanian secara cepat, mengembangkan industri, memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperkuat pertahanan nasional. Pada tahun 1980, disahkan rencana pembangunan yang mencakup pengembangan reformasi pertanian (pemberian hak sewa tanah dalam jangka panjang dan pemberian ijin kepada para petani untuk melakukan spesialisasi dalam bercocok tanam serta terlibat aktif dalam berbagai kegiatan nonpertanian), hak swamanajemen, pengenalan persaingan pasar yang lebih besar, keringanan pajak bagi perusahaan swasta, dan pemberian aneka fasilitas kemudahan bagi pengusaha Cina untuk menjalin hubungan langsung dengan mitra-mitranya atau semua pengusaha di mancanegara. Reformasi ini membuahkan keberhasilan yang besar. Tingkat pendapatan nasional, output pertanian dan industri meningkat 10 persen per tahun selama periode 1980-1990. Pendapatan riil petani meningkat dua kali lipat, penghasilan para pekerja di perkotaan naik setengahnya. Cina juga berhasil dalam swasembada pangan. Sektor industri di pedesaan berkembang pesat dan mampu menyerap surplus tenaga kerja (Todaro, 2003).

(4)

4   

oleh Uppal dan Handoko pada tahun 1986, dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia lebih tinggi daripada di negara maju. Selain itu, indeks ketimpangan cenderung meningkat, hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan antar wilayah di Indonesia belum mencapai puncaknya. Peningkatan ketimpangan antar wilayah membawa implikasi negatif dan mendorong timbulnya kecemburuan sosial daerah terbelakang terhadap daerah maju yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan politik apabila tidak segera diatasi (Sjafrizal, 2008).

Provinsi Jawa Timur menjadi penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali. Lokasi Jawa Timur yang strategis menjadikan provinsi ini sebagai pintu gerbang perdagangan antara Kawasan Tengah, Kawasan Timur dan Kawasan Barat Indonesia. Sehingga Jawa Timur memiliki peluang yang besar dalam pembangunan ekonomi.Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diduga dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi. Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat kedua setelah DKI Jakarta yang memiliki laju pertumbuhan paling tinggi.

Tabel 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2004-2010 (dalam persen)

Daerah Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

DKI Jakarta 5,65 6,01 5,95 6,44 6,23 5,02 6,51

Jawa Barat 4,77 5,60 6,02 6,48 6,21 4,19 6,09

Banten 5,63 5,88 5,57 6,04 22,53 4,69 5,94

Jawa Tengah 5,13 5,35 5,33 5,59 5,61 5,14 5,84

DI Yogyakarta 5,12 4,73 3,70 4,31 5,03 4,43 4,87

Jawa Timur 5,83 5,87 5,80 6,11 6,16 5,01 6,68

Nasional 5,05 5,60 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

(5)

kemajuan. Meskipun perekonomian di Jawa Timur menunjukkan kemajuan, tetapi berdasarkan hasil pendapatan daerah, namun kemajuan ekonominya tidak diimbangi dengan adanya pemerataan antar kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan bahwa Provinsi Jawa Timur tidak terbebas dari masalah ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota.

Kesenjangan ekonomi antar wilayah masih banyak terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat memberikan dampak negatif, misalnya adanya urbanisasi dari desa ke kota.Menurut Todaro (2003), migrasi dapat memperburuk ketidakseimbangan struktural antara desa dan kota secara langsung. Dalam sisi penawaran, migrasi internal secara berlebihan akan meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui batasan pertumbuhan penduduk. Kehadiran para pendatang cenderung melipatgandakan tingkat penawaran tenaga kerja di perkotaan, sementara persediaan tenaga yang sangat bernilai di pedesaan semakin berkurang.

(6)

6   

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan ketimpangan ekonomi di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1970-an.Perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki setiap daerah di Indonesia menjadi salah satu penyebab ketimpangan yang terjadi di negara ini.Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, perbedaan pengelolaan ekonomi wilayah, kondisi demografis juga menjadi penyebab lain dari ketimpangan ekonomi antar wilayah. Masalah ketimpangan ekonomi antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur pernah menjadi isu politik bahkan menimbulkan gerakan separatisme. Adanya perbedaan pembangunan antara Indonesia bagian barat dengan timur menimbulkan kecemburuan dari masyarakat di Indonesia bagian timur. Pembangunan lebih diutamakan di daerah Indonesia bagian barat, termasuk Pulau Jawa. Sehingga masyarakat di kawasan Indonesia timur melakukan tindakan separatisme dengan membentuk suatu perkumpulan seperti Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kesenjangan sosial-ekonomi bukan hanya terjadi diantara Pulau Jawa dengan Luar Jawa. Permasalahan ini juga muncul di dalam Pulau Jawa, khususnya Provinsi Jawa Timur.

(7)

peningkatan ini tidak dengan sendirinya mengurangi ketimpangan ekonomi. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah pada masa Orde Baru dalam mengatasi ketimpangan ekonomi adalah dengan membuat kebijakan mengenai Otonomi Daerah, kemudian dibentuklah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada Undang-undang ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Meskipun telah dibentuk UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, namun pada kenyataannya yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia, ketergantungan Pemerintah Daerah masih relatif tinggi terhadap Pemerintah Pusat.

(8)

8   

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa masih ada jarak yang cukup jauh antara PDRB per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari nilai PDRB per kapita tertinggi pada tahun 2010 diduduki oleh Kota Kediri dengan nilai sebesar 88,65 juta rupiah. Sedangkan PDRB per kapita terendah hanya sebesar 2,66 juta rupiah, sangat jauh dari rata-rata provinsi yang sebesar 9,49 juta rupiah. Hal ini menunjukkan masih belum meratanya distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 1.2 PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 (juta Rupiah)

No. Kode Kabupaten/Kota Nilai 1. 71 Kota Kediri 88,65 31. 3 Kab. Trenggalek 4,42 32. 11 Kab. Bondowoso 4,40 Rata-rata Provinsi Jawa Timur 9,49 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011

(9)

1. Bagaimana kecenderungan ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur?

2. Apabila ketimpangan ekonomi antar wilayah semakin melebar atau telah berkurang namun masih cukup tinggi, berapa banyak daerah yang termasuk daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah yang tertinggal?

4. Bagaimana implikasi kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi trend dan tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Jawa Timur.

2. Mengidentifikasi daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

di daerah-daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan.

4. Merumuskan implikasi kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal.

1.4 Manfaat Penelitian

(10)

10   

merumuskan dan menentukan kebijakan yang tepat, sehingga dapat mengatasi kesenjangan ekonomi di masa yang akan datang. Penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi masyarakat yang akan melakukan penelitian sejenis sebagai bahan acuan untuk pengembangan pembangunan ekonomi khususnya di Provinsi Jawa Timur dan wilayah lain secara umum.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(11)

2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah

Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan muncul karena adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Sehingga kemampuan suatu daerah dalam proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu, pada setiap daerah terdapat wilayah maju dan wilayah terbelakang. Ketimpangan juga memberikan implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah yang akan mempengaruhi formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah (Sjafrizal, 2008).

Beberapa faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi menurut Sjafrizal (2008) adalah:

a. Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam

(12)

12   

dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumberdaya alam lebih rendah. Sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat.

b. Perbedaan Kondisi Demografis

Kondisi demografis yang dimaksud adalah perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi. Apabila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Migrasi yang kurang lancar dapat menyebabkan kelebihan tenaga kerja pada suatu daerah. Akibatnya daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

d. Perbedaan Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

(13)

akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

e. Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah

Investasi merupakan salah satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. daerah yang mendapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat.

Upaya untuk menanggulangi ketimpangan ditentukan oleh faktor-faktor penyebab ketimpangan yang telah diuraikan sebelumnya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketimpangan yaitu (a) penyebaran pembangunan prasarana perhubungan; (b) mendorong transmigrasi dan migrasi spontan; (c) pengembangan pusat pertumbuhan; dan (d) pelaksanaan otonomi daerah.

Menurut Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi uang dihasilkan oleh beberapa orang saja akan menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan yang semakin parah. Kemiskinan dan ketimpangan akan menimbulkan pengaruh negatif yang dapat merugikan masyarakat. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi, masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pendidikan bagi anak mereka ataupun mengembangkan bisnis.

(14)

14   

akses ke perbankan. Kesenjangan pembangunan antar daerah yang terjadi selama ini terutama disebabkan oleh: (a) distorsi perdagangan antar daerah, (b) distorsi pengelolaan sumber daya alam dan (c) distorsi sistem perkotaan-perdesaan. Distorsi sistem perkotaan-perdesaan menggambarkan tidak berfungsinya hierarki sistem kota, sehingga menimbulkan over-concentration pertumbuhan pada kota-kota tertentu, terutama kota-kota-kota-kota besar dan metropolitan di Pulau Jawa. Di sisi lain, pertumbuhan kota-kota lain dan perdesaan relatif lebih tertinggal. Padahal idealnya, sebagai suatu sistem perkotaan-perdesaan, terdapat keterkaitan dan interaksi yang positif baik antar tipologi kota maupun antara perkotaan dengan perdesaan. Dalam perspektif tersebut, perkotaan perdesaan merupakan satu kontinum (Daryanto, 2003).

Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang pertama kali dikemukakan adalah Indeks Williamson pada tahun 1966. Indeks ini digunakan oleh Jeffrey G. Williamson untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

(15)

selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut, juga ditentukan oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Tarigan, 2004).

Boediono (1985) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, jadi persentase pertambahan output harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Ada ahli ekonomi yang membuat definsi lebih ketat yaitu pertumbuhan harus bersumber dari proses interen perekonomian tersebut, ketentuan yang terakhir ini sangat penting di perhatikan dalam ekonomi wilayah karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi petumbuhan itu tercipta karena banyaknya bantuan/suntikan dana dari pemerintah pusat dan pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana dihentikan. Dalam kondisi seperti ini sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh. Wajar apabila suatu wilayah terbelakang mendapat suntikan dana dalam proporsi yang lebih besar di bandingkan wilayah lain. Akan tetapi setelah suatu jangka waktu tertentu, wilayah tersebut harus tetap bisa tumbuh walaupun tidak memperoleh alokasi yang berlebihan.

(16)

16   

sepanjang waktu. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, tingkat tabungan perekonomian menunjukkan ukuran persediaan modal dan tingkat produksinya. Semakin tinggi tingkat tabungan, semakin tinggi pula persediaan modal dan semakin tinggi output.

k c

Investasi = sf(k) Output = f(k)

Depresiasi = δk y

i

Sumber: Mankiw, 2004

Gambar 2.1 Hubungan Output, Konsumsi, dan Investasi dalam Pertumbuhan Ekonomi

Terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal, yaitu investasi (i) dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, hal ini menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi mengacu pada penggunaan modal, sehingga menyebabkan persediaan modal berkurang. Setiap nilai k, jumlah output ditentukan oleh fungsi produksi f(k), dan alokasi output itu di antara konsumsi (c) dan tabungan ditentukan oleh tingkat tabungan s.

(17)

perubahan harga yang melekat pada angka-angka agregat ekonomi menurut harga berlaku, sehingga terbentuk angka agregat ekonomi menurut harga konstan.

Pola pertumbuhan ekonomi dapat dianalisis menggunakan Klassen Typology. Klassen Typology membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Terdapat empat karakteristik pola pertumbuhan ekonomi dalam tipologi ini, yaitu daerah maju dan pertumbuhan cepat, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Kemampuan suatu daerah dalam memajukan wilayahnya pasti dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi perlu diteliti agar dapat menentukan kebijakan yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Apabila pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dapat dipacu, maka diharapkan hal ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

2.3.1 Sumber Daya Manusia

(18)

18   

positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Tenaga kerja merupakan modal utama bagi suatu daerah untuk berproduksi.

Kualitas sumber daya manusia juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Apabila kualitas sumber daya manusia di suatu daerah baik, maka diharapkan perekonomiannya juga akan lebih baik. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas pendidikan, kesehatan, atau indikator-indikator lainnya. Tingkat pendidikan yang baik akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk, sehingga akan meningkatkan produktivitas dan kreativitas, serta menentukan kemampuan dalam menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi.

Kualitas pendidikan yang tinggi tidak akan berarti jika tingkat kesehatan masyarakat relatif rendah. Tingkat kesehatan yang rendah akan memberikan dampak pada produktivitas yang tidak maksimal. Sehingga kualitas kesehatan harus dijaga dengan cara memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Sehingga produktivitas tenaga kerja semakin baik dan mampu meningkatkan produksi yang berarti akan meningkatkan perekonomian.

2.3.2 Infrastruktur

(19)

yang teririgasi. Kondisi jalan yang baik dapat memperlancar mobilitas barang dan jasa. Fasilitas irigasi dapat memperbaiki kualitas lahan pertanian, sehingga produktivitasnya akan meningkat. Ketersediaan air bersih merupakan penunjang bagi masyarakat untuk dapat hidup sehat. Selain itu air bersih juga menjadi penunjang proses produksi suatu komoditi (Todaro, 2003).

2.3.3 Anggaran Pembangunan

Anggaran pembangunan merupakan dana yang dialokasikan untuk pembangunan bagi suatu daerah. Pada penelitian yang dilakukan Prahara (2010), anggaran pembangunan menjadi salah satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Anggaran tersebut menjadi salah satu alat yang berperan penting dalam peningkatan pembangunan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan daerah. Masyarakat yang sejahtera merupakan salah satu indikator bahwa daerah tersebut telah berkembang dan mengalami kemajuan perekonomian. 2.3.4 Tabungan

(20)

20   

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ketimpangan regional untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Prasasti (2006) dengan menggunakan formulasi Williamson. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kesenjangan ekonomi antar provinsi di Indonesia selama periode 1993-2003 semakin merata, sebagaimana terlihat pada Indeks Williamson yang semakin menurun. Nilai ketimpangan distribusi PDRB per kapita pada tahun 1993 sebesar 1,5247. Nilai ketimpangan hingga pada tahun 1996 terus mengalami peningkatan menjadi 1,6794. Namun nilai ketimpangan pada tahun 1997 menjadi 1,6778 dan terus mengalami penurunan. Sehingga pada tahun 2003 nilai ketimpangan ini menjadi 0,8974. Hasil perhitungan konvergensi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa PDRB per kapita di daerah miskin tumbuh lebih cepat daripada daerah kaya dan telah terjadi penurunan kesenjangan. Besarnya laju konvergensi adalah 4,5 persen per tahun selama periode 1993-2003.

(21)

lebih baik dan kualitas sumberdaya manusia yang meningkat juga. Perubahan sistem pemerintahan sentralistik menjadi desentralistis juga turut memberikan pengaruh terhadap adanya penurunan kesenjangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan pada masing-masing wilayah untuk dapat mengembangkan potensi sehingga daerahnya semakin maju dan pembagian pendapatn lebih merata. Hasil analisis konvergensi kabupaten/kota di Pulau Jawa selama periode 1993-2004 menunjukkan tidak ada konvergensi, dengan kata lain terjadi divergensi. Nilai koefisien regresi lebih besar dari nol, maka tingkat pendapatan antar kabupaten/kota di Pulau Jawa tidak merata. Hasil pengujian faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB adalah: untuk periode 1993-1994 faktor yang signifikan yaitu tingkat pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB periode 1997-1998 adalah pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan pendidikan. Pada periode 2003-2004 yang signifikan berpengaruh adalah jumlah penduduk. Untuk periode tahun 1993-2004 yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB antar kabupaten/kota di Pulau Jawa adalah tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.

(22)

22   

sangat kecil dan tidak signifikan di dalam model pertumbuhan ekonomi regional. Pertumbuhan tenaga kerja mempunyai kontribusi negatif, dan kontribusi pertumbuhan kualitas SDM kontribusinya positif. Hasil pengujian secara statistik menggunakan uji t dan uji F untuk mengetahui ada tidaknya disparitas regional di Indonesia memberikan hasil bahwa tidak terdapat disparitas pertumbuhan pendapatan per kapita antara Jawa dengan luar Jawa.

Permasalahan ketimpangan di Provinsi Jawa Timur pernah diteliti oleh Kristiyanti (2007). Dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranannya dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur”, Kristiyanti mengatakan bahwa ketimpangan pendapatan di Propinsi Jawa Timur termasuk dalam kategori ketimpangan sangat tinggi karena nilai indeks ketimpangan lebih besar dari 1 (satu). Penelitian ini difokuskan pada sektor basis di Provinsi Jawa Timur. Alat analisa yang digunakan yaitu Location Quotient(LQ)untuk mengetahui sektor basis ekonomi di Provinsi Jawa Timur dan Indeks Williamson untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan daerah.

(23)

dari 1 (satu) dan berarti bahwa sektor-sektor tersebut berperan dalam kegiatan ekspor daerah.

Sektor basis yang memiliki peranan besar dalam mengurangi tingkat pendapatan terbesar di Jawa Timur adalah sektor pertanian dengan rata-rata sebesar 19 persen. Sektor basis lainnya seperti sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor pengangkutan dan komunikasi hanya berperan kecil dalam mengurangi tingkat ketimpangan rata-rata di bawah 3 persen. Namun sektor industri dan pengolahan, dan sektor perdagangan justru memberikan dampak yang negatif terhadap ketimpangan dan menyebabkan kenaikan tingkat ketimpangan rata-rata selama perode pengamatan sebesar 45 persen.

(24)

24   

pada tahun 2002 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah maju dan pertumbuhan cepat sebanyak 18,18 persen dari jumlah total kabupaten/kota. Sedangkan kondisi terburuk terjadi pada tahun 2007 dengan kabupaten/kota yang termasuk daerah kurang berkembang sebanyak 63,64 persen dari jumlah total kabupaten/kota di Jawa Barat. Sedangkan model data panel digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dapat mendorong untuk membantu peningkatan PDRB terutama bagi daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. Hasil analisis menggunakan data panel menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif secara signifikan terhadap PDRB, sedangkan pangsa sektor pertanian dan pangsa sektor industri berpengaruh negatif secara signifikan terhadap PDRB. Indeks pendidikan dan indeks kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB.

2.5 Kerangka Pemikiran

(25)

mengembangkan potensi yang dimiliki oleh daerahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan pendapatan.

Tujuan pembangunan ekonomi dapat dicapai melalui suatu perencanaan yang baik dan terkendali. Perencanaan yang dibuat harus sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh setiap daerah. Potensi yang ada diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi yang besar dalam penerimaan dan pengeluaran pemerintah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini berupaya menjawab beberapa tujuan yaitu mengukur tingkat kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Indeks Williamson. Besarnya nilai ketimpangan ekonomi setiap tahun selama periode penelitian dapat diketahui, kemudian diplot ke dalam sebuah grafik agar terlihat trend ketimpangan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur.

Analisis pola pertumbuhan ekonomi dilakukan menggunakan Klassen Typology. Klassen Typology dianalisis menggunakan data PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi dari masing-masing daerah di Provinsi Jawa Timur. Sehingga diperoleh hasil wilayah-wilayah yang mengalami kemajuan atau kemunduranpada tahun 2010.

(26)

26   

menentukan kebijakan yang sesuai agar terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya mampu mengurangi ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Analisis Ketimpangan Ekon (Indeks Williamson)

omi

• Daerah maju dan pertumbuhan cepat • Daerah berkembang cepat

• Daerah maju tetapi tertekan • Daerah relatif tertinggal

Rekomendasi Kebijakan Pemerintah

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB Daerah Tertinggal Klasifikasi Pertumbuhan

Ekonomi Daerah (Klassen Typology

Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Ketidakseimbangan Pertumbuhan

(27)

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten dan kota yang dianalisis berjumlah 38, terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota. Data yang diperlukan meliputi: (1) jumlah penduduk, (2) PDRB, (3) jumlah pekerja, (4) luas pertanian teririgasi, (5) panjang jalan, (6) anggaran pembangunan daerah, (7) produksi air yang disalurkan, (8) tabungan, (9) rasio murid terhadap guru, (10) rasio dokter setiap puskesmas. Sumber data tersebut diperoleh dari: (1) BPS Pusat, (2) BPS Provinsi Jawa Timur, dan (3) literatur lain yang mendukung. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2010

dan software Eviews 6.

3.2 Metode Analisis

Metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesenjangan ekonomi antar wilayah, analisis trend ketimpangan, dan analisis pola pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan metode deskriptif. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB. 3.2.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah

(28)

28   

∑ .

CVW =

Dimana:

CVW : Indeks Williamson

fi : Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa)

f : Jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur (jiwa) Yi :PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rp juta)

Y : PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur (Rp juta)

Apabila nilai ketimpangan kurang dari 0,35 maka di daerah tersebut terdapat ketimpangan namun rendah. Jika nilai ketimpangan di atas 0,5 maka ketimpangan yang ada di daerah tersebut termasuk tinggi. Kriteria yang digunakan untuk menentukan taraf ketimpangan adalah:

CVW < 0,35 : Kesenjangan taraf rendah

0,35 < CVW< 0,5 : Kesenjangan taraf sedang

CVW > 0,5 : Kesenjangan taraf tinggi

Trend ketimpangan diamati dari perkembangan nilai indeks ketimpangan ekonomi antar wilayah yang diperoleh dari hasil perhitungan Indeks Williamson yang digambarkan dalam sebuah grafik. Kemudian dianalisis secara deskriptif bagaimana trend ketimpangan dalam grafik tersebut dapat terjadi.

(29)

dengan teori yang menyebutkan bahwa nilai indeks Williamson yaitu antara 0 hingga 1. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis nilai indeks Williamson yang kedua, tanpa Kota Kediri dan Kota Surabaya, karena nilai yang dihasilkan sesuai dengan teori. Nilai PDRB per kapita di Kota Kediri dan Kota Surabaya yang sangat jauh dari rata-rata merupakan penyebab dari nilai indeks Williamson yang melebihi 1. Sehingga penelitian ini tidak memasukkan Kota Kediri dan Kota Surabaya ke dalam perhitungan nilai indeks Williamson yang dianalisis.

3.2.2 Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Klasifikasi pertumbuhan ekonomi daerah dianalisis menggunakan Klassen

Typology (Tipologi Klassen). Tipologi Klassen membagi daerah berdasarkan dua

indikator utama, yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Melalui analisis ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu:

1. Daerah maju dan pertumbuhan cepat, adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan provinsi.

2. Daerah berkembang cepat, adalah daerah yang memiliki tingkatpertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi pendapatan per kapitanya lebih rendahdibandingkan provinsi.

(30)

30   

4. Daerah relatif tertinggal, adalah daerah yang memiliki tingkatpertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah dibandingkan provinsi.

Tabel 3.1 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen PDRB per Kapita

Laju Pertumbuhan

Pendapatan per Kapita di Atas Rata-rata Provinsi

Pendapatan per Kapita di Bawah Rata-rata Provinsi Laju Pertumbuhan di atas

Rata-rata Provinsi

Tertekan Daerah Relatif Tertinggal Sumber: Sjafrizal, 2008

3.2.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur maka menggunakan analisis panel data. Faktor-faktor yang dianalisis adalah kualitas pendidikan, kesehatan, jumlah pekerja, panjang jalan, produksi air yang disalurkan, luas pertanian teririgasi, tabungan, dan anggaran pembangunan.

LPDRBit = α + β1 PDKit + β2KESit + β3 LNTKit + β4 LNJLNit + β5 LNAIRit

LNDIK : Logaritma natural rasio murid terhadap guru (orang)

(31)

LNTK : Logaritma natural jumlah pekerja (jiwa) LNJLN : Logaritma natural panjang jalan (km) LNAIR : Logaritma natural produksi air bersih (m3) LNPTN : Logaritma natural luas pertanian teririgasi (Ha) LNTAB : Logaritma natural tabungan (Rupiah)

LNPEM : Logaritma natural anggaran pembangunan (Rupiah)

e : Error

Berdasarkan hasil analisis data panel akan didapat besarnya nilai t-statistik, F-statistik, dan R2. Nilai t-statistik menunjukkan apakah variabel bebas berpengaruh signifikan secara nyata terhadap variabel terikat. Sedangkan F-statistik menunjukkan apakah variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan secara nyata terhadap variabel terikat. Nilai R2 digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Menurut Baltagi (1995), keunggulan penggunaan metode panel data dibandingkan time series dan cross-section adalah:

1. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam tiap individu.

2. Dengan data panel, data lebih informatif dan bervariasi, sehingga mengurangi kolinearitas antar variabel dan meningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom), serta lebih efisien.

(32)

32   

4. Data panel mampu mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross-section. 5. Data panel membantu menganalisis perilaku yang lebih kompleks. 6. Data panel mampu meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi

individu karena unit data yang banyak.

Dalam analisis model data panel terdapat tiga macam pendekatan yaitu

Pooled Least Square (PLS), Model Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Model

Efek Acak (Random Effect Model). Ketiga pendekatan pada model data panel akan dijelaskan berikut ini:

1. Pooled Least Square (PLS)

Dalam pendekatan ini terdapat regressor (K) dalam (xit), kecuali

konstanta. Jika efek individual (αi) konstan sepanjang waktu (t) dan

spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai αi sama untuk setiap unitnya, maka OLS

akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk α dan β. PLS merupakan pendekatan yang sederhana, namun hasilnya tidak memadai karena setiap pengamatan diperlakukan seperti pengamatan yang berdiri sendiri.

2. Fixed Effect Model (FEM)

Asumsi intersep dan slope yang konsisten pada model data panel umumnya sulit terpenuhi. Variabel dummy berguna dalam mengatasi masalah tersebut, sehingga perbedaan nilai parameter pada

(33)

memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan istilah fixed effect

model (FEM) atau Least Square Dummy Variable (LSDV).

3. Random Effect Model (REM)

Keputusan untuk memasukkan variabel dummy dalam FEM dapat mengurangi besarnya derajat kebebasan, sehingga efisiensi dari parameter yang diestimasi akan berkurang. Model data panel yang di dalamnya melibatkan korelasi antar error term akibat berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan model efek acak (random effect model).

Untuk menentukan model yang layak digunakan maka model diuji menggunakan uji Hausman. Uji Hausman adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan FEM atau REM. Uji Hausman dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : REM

H1 : FEM

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan Statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

m = (β - b)(M0 - M1)-1(β - b) ~X2 (K)

Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed

effect modeldan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model.

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari X2-Tabel, atau nilai Hausman Test

(34)

34   

).

ij2

terhadap H0. Sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, demikian pula

sebaliknya.

3.3 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik 3.3.1 Multikolinearitas

Multikolinearitas berarti terdapatnya hubungan linier yang sempurna diantara beberapa variabel yang menjelaskan model regresi. Indikasi multikolinearitas tercermin dari nilai t dan F-statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut dicurigai adanya multikolinearitas. Tanda-tanda penyebab multikolinearitas yaitu :

• R2 tinggi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak

ada yang nyata.

• Korelasi sederhana antara variabel individu tinggi (Rij tinggi

• R2< R

Nilai koefisien korelasi tidak boleh melebihi rule of thumb 0,8 karena diduga mengandung multikolinearitas, namun hal ini dapat diabaikan dengan uji

Klen yaitu apabila nilai R2 lebih besar daripada koefisien korelasi variabel eksogen.

3.3.2 Autokorelasi

(35)

semestinya sehingga menyebabkan R2 menjadi lebih tinggi. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Correlation LM

atau dengan melihat nilai Durbin-Watson.

Hipotesis pada uji Breusch-Godfrey Correlation LM adalah sebagai berikut : H0 : β = 0, tidak ada autokorelasi

H1 : β≠ 0, ada autokorelasi

Cara menguji autokorelasi dengan Durbin-Watson (DW) yaitu dengan melihat nilainya. Apabila nilainya mendekati 2, maka menunjukkan tidak ada autokorelasi.

3.3.3 Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model BLUE adalah semua variasi dari faktor pengganggu adalah sama. Jika pada model dijumpai hetersokedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, apabila regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan tetap terjadi

misleading (Gujarati, 2003).

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada pengolahan data panel yang menggunakan metode General Least Square (Cross Section Weights) yaitu dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum

Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted

Statistics lebih kecil dari Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas.

(36)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR

4. 1 Kondisi Geografis

Provinsi Jawa Timur membentang antara 111°0’ BT - 114°4’ BT dan 7° 12’ LS - 8°48’ LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, dan daerah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Letak Jawa Timur yang strategis memberikan keuntungan bagi daerah ini karena menjadi penghubung antara wilayah Indonesia bagian barat dengan bagian tengah.

Topografi di Provinsi Jawa Timur beragam, ada yang berupa pegunungan, perbukitan, dan kepulauan. Oleh karena itu, wilayah ini memiliki sumber daya pertanian, kelautan, kehutanan, dan pertambangan yang potensial. Iklim di daerah Jawa Timur termasuk dalam tropis lembab dengan curah hujan rata-rata 2.100 mm setiap tahun. Suhu udara di daerah ini berkisar antara 18°-35° Celcius.

Struktur geologi di Provinsi Jawa Timur didominasi oleh batuan sedimen Alluvium. Batuan hasil gunung berapi juga tersebar di bagian tengah wilayah Jawa Timur sehingga daerah ini relatif subur. Beragam jenis batuan yang tersebar di Jawa Timur menyebabkan besarnya ketersediaan bahan tambang di wilayah ini.

4.2 Wilayah Administratif dan Kependudukan

(37)

terbagi menjadi 29 kabupaten, meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep, serta 9 kota, yaitu Surabaya, Madiun, Kediri, Blitar, Malang, Batu, Pasuruan, Probolinggo dan Mojokerto.

(38)

38   

Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sampang, Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Sidoarjo.

Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur pada tahun 1998 dari hasil proyeksi penduduk oleh BPS Jawa Timur adalah sebanyak 33.447.470 jiwa. Kota Surabaya menjadi daerah yang mempunyai jumlah penduduk paling besar, yaitu 2.373.082 jiwa. Sedangkan daerah dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kota Mojokerto dengan 107.123 jiwa. Jumlah penduduk dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2005, jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur mencapai 37.070.731 jiwa. Dari data sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur sebanyak 37.476.757 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki berdasarkan data tersebut sebesar 49,37 persen dan penduduk perempuan sebesar 50,63 persen.

(39)

kabupaten/kota lainnya memiliki laju pertumbuhan penduduk di bawah 1 persen, dan yang paling rendah lajunya adalah Kabupaten Lamongan dengan laju minus 0,02 persen.

4.3 Kondisi Sosial

Kondisi sosial di Jawa Timur berkaitan dengan kualitas pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat di daerah ini. Jawa Timur merupakan provinsi dengan jumlah perguruan tinggi negeri terbanyak di Indonesia. Kota Surabaya memiliki lima perguruan tinggi negeri, yaitu Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Surabaya dan IAIN Sunan Ampel. Sedangkan di Malang terdapat empat perguruan tinggi negeri. Selain itu masih banyak lagi perguruan tinggi negeri yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Provinsi Jawa Timur diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di wilayah ini.

Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Timur pada tahun 1999 adalah 61,8 menduduki peringkat ke 22. Nilai IPM Jawa Timur dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2006, nilai IPM Jawa Timur sebesar 69,18 menduduki peringkat 20. Sedangkan pada tahun 2010, nilai IPM sebesar 71,62 berada di peringkat 18 dari 33 provinsi.

(40)

40   

oleh Dinas Kesehatan bagi masyarakat di Provinsi Jawa Timur. Pemantauan kesehatan pada anak balita dan anak pra sekolah dilakukan melalui deteksi dini tumbuh kembang. Pemeriksaan tumbuh kembang di Jawa Timur pada tahun 2010 telah dilakukan pada 2.321.542 anak balita dan pra sekolah. Sedangkan pelayanan kesehatan untuk anak usia sekolah difokuskan pada Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Kualitas kesehatan didukung juga oleh keberadaan sarana kesehatan. Terdapat 10 jenis sarana kesehatan yang ada di Provinsi Jawa Timur, yaitu Rumah Sakit sebanyak 309 unit, Puskesmas sebanyak 950 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 2.273 unit, Puskesmas Keliling sebanyak 1.063, Pondok Kesehatan Desa sebanyak 1.608 unit, Desa Siaga sebanyak 8.501 unit, Posyandu sebanyak 45.603 unit, Pondok Bersalin Desa sebanyak 4.580 unit, Rumah Bersalin sebanyak 236 unit, dan Balai Pengobatan Klinik 804 unit. Selain itu, kualitas kesehatan untuk masyarakat juga didukung oleh banyaknya tenaga kesehatan di Jawa Timur yang mencapai 64.400 orang.

4.4 Kondisi Perekonomian

(41)

Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur saat ini relatif stabil. Berdasarkan Gambar 4.1 laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004-2006 cenderung konstan. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada tahun 2009, terjadi penurunan laju pertumbuhan ekonomi, namun hal ini dapat diatasi, karena pada tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur kembali meningkat.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Laju

 

PDRB

 

(persen)

Tahun

Gambar 4.1 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (persen)

(42)

42   

sebesar 10,11 persen. Sedangkan daerah yang memiliki laju pertumbuhan paling rendah adalah Kabupaten Sampang dengan laju sebesar 1,53 persen.

Pada tahun 2010, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur mencapai 6,68 persen. Laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang tertinggi saat itu sebesar 10,97 persen terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi yang paling rendah sebesar 5,40 persen di Kabupaten Sampang.

Kondisi perekonomian daerah juga dapat dilihat dari PDRB tiap sektor. Sektor yang memberikan kontribusi besar dalam PDRB Jawa Timur pada tahun 1998 adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restauran. Sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 32.069.409,12 juta rupiah. Selain sektor Perdagangan, Hotel, dan Restauran, sektor Industri Pengolahan, sektor Jasa-jasa, dan sektor Pertanian turut berperan besar dalam pembentukan PDRB Jawa Timur. Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi sekitar 17,25 persen terhadap PDRB, sektor Jasa-jasa berkontribusi sebesar 13,59 persen bagi PDRB, dan sektor Pertanian memiliki kontribusi sebesar 11,24 persen bagi PDRB Jawa Timur. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi paling kecil adalah sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 0,57 persen. Kontribusi yang kecil ini terjadi karena pada masa itu, sektor Pertambangan dan Penggalian belum terlalu dieksploitasi karena masih minimnya teknologi yang dimiliki.

(43)

Sehingga sektor perdagangan terus berkembang pesat dan memberikan dampak yang besar bagi pembentukan PDRB. Peranan sektor ini pada tahun 1998 hingga 2002 menunjukkan peningkatan mencapai 42 persen. Namun pada tahun 2003, peranannya menurun menjadi 27 persen. Sebaliknya, sektor Industri Pengolahan justru menunjukkan peningkatan kontribusi terhadap PDRB yaitu sebesar 28 persen. Tiga sektor dengan kontribusi paling tinggi dalam pembentukan PDRB tahun 2010 adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restauran dengan kontribusi sebesar 31 persen, sektor Industri Pengolahan berkontribusi sebesar 25 persen, dan sektor Pertanian dengan kontribusi sekitar 15 persen.

Tabel 4.1 Peranan Sektor-sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pertanian 17,43 16,71 16,24 15,81 15,65 14,99

Pertambangan dan Penggalian 1,96 2,02 2,11 2,17 2,21 2,26 Industri Pengolahan 27,55 27,27 26,92 26,52 25,96 25,38 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,72 1,33 1,43 1,39 1,36 1,36

Konstruksi 3,47 3,49 3,34 3,24 3,21 3,21

Perdagangan, Hotel, dan Restauran 29,07 28,55 29,17 29,75 29,91 31,03 Pengangkutan dan Komunikasi 5,66 6,31 6,41 6,60 7,10 7,32 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,94 5,19 5,30 5,40 5,42 5,45

Jasa-jasa 8,17 9,10 9,07 9,10 9,17 8,97

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2011

(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dihitung menggunakan data PDRB Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun juga mempengaruhi PDRB per kapita yang diperoleh dari pembagian antara PDRB Provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2001-2010 (diolah)

Ga upaten/Kota di Provinsi

Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diamati melalui indeks ketimpangan antar wilayah yang dihitung dengan teori Williamson (Lampiran 5). Nilai tersebut kemudian digambarkan dalam sebuah grafik. Grafik pada Gambar 5.1 yang berfluktuasi menunjukkan adanya perbedaan ketimpangan pendapatan yang berbeda setiap tahun. Trend ketimpangan pada

0.48 0.5 0.52 0.54 0.56 0.58 0.6

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Nilai

 

CVW

Tahun

(45)

ndeks Williamson yang kecil menggambarkan tingkat kesenjangan renda

5.2 lasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur

diana

gambar cenderung menurun meskipun terjadi peningkatan pada tahun 2002. Namun mulai tahun 2004 hingga 2009 trend ketimpangan cenderung terlihat stabil pada nilai 0,54. Hasil akhir analisis trend ketimpangan berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan mengalami penurunan sebesar 0,015 pada akhir periode analisis yaitu tahun 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan, meskipun masih termasuk dalam karakteristik ketimpangan dengan taraf tinggi.

Nilai I

h ataupemerataan yang baik, dan sebaliknya nilai Indeks Williamson yang besar maka tingkat kesenjangan semakin tinggi. Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai lebih dari 0,5 yang berarti ketimpangan ekonomi di daerah tersebut tinggi. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada tahun 2003 sebesar 0,59. Namun nilai Indeks Williamson dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Hal ini menandakan adanya peningkatan pemerataan antar wilayah di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan nilai Indeks Williamson yang terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,52. Meskipun masih dalam taraf kesenjangan yang tinggi, tetapi Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengurangi ketimpangan yang terjadi di daerahnya.

K

(46)

46   

Tahun 2010 Menurut Tipologi Klassen

PDRB per Kapita Provinsi Jawa Timur dan membandingkan laju pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data pada lampiran 6, Provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat klasifikasi Tipologi Klassen sebagai berikut:

(47)

Berdasarkan Tabel 5.2, terdapat enam daerah yang m asi daerah maju dan pertumbuhan cepat. Lima daerah yang termasuk ke dalam daerah maju dan pertumbuhan cepat merupakan wilayah perkotaan dan satu wilayah

enunjukkan bahwa daerah perkotaan bertumbuh lebih cepat dan m

ilan daerah. Sisanya berada pada kategori daerah maju tapi tertekan, yaitu sebesar 5,26 pe

Fokus utama yang dianalisis pada penelitian ini adalah melihat seberapa besar pengaruh kualitas pendidikan, kesehatan, jumlah pekerja, panjang jalan, produksi air yang disalurkan, luas pertanian teririgasi, tabungan, dan anggaran latif tertinggal di Provinsi Jawa Timur yang diperoleh dari hasil analisis Tipologi Klassen. Faktor-faktor yang mempengaruhi

asuk dalam klasifik

kabupaten. Hal ini m

aju daripada daerah kabupaten. Sedangkan pada daerah relatif tertinggal didominasi oleh daerah kabupaten. Terdapat 21 wilayah yang masuk ke dalam daerah relatif tertinggal, 20 wilayah merupakan daerah kabupaten dan satu daerah perkotaan, yaitu Kota Pasuruan.

Daerah relatif tertinggal memiliki persentase sebesar 55,26 persen. Sedangkan daerah maju dan pertumbuhan cepat memiliki persentase sebesar 15,80 persen. Kabupaten/kota yang termasuk dalam daerah berkembang cepat ada 23,68 persen atau sebanyak semb

rsen. Dari perbandingan persentasi pada masing-masing kategori wilayah, terlihat bahwa jumlah daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur masih sangat banyak, sedangkan hanya beberapa daerah saja yang maju. Hal ini membuktikan bahwa ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur masih tinggi.

5.3 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRBDaerah Tertinggal di Provinsi Jawa Timur

(48)

48   

laju P

itian. Heterogenitas unit cross sectionyang ditun

DRB pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur dianalisis agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Sehingga daerah-daerah relatif tertinggal dapat memacu pertumbuhan ekonominya dengan membuat kebijakan yang sesuai dan pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Kabupaten/kota yang termasuk dalam daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur diestimasi menggunakan metode data panel. Keunggulan dari metode data panel adalah model ini memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melihat heterogenitas tiap unit cross section dari contoh penel

jukkan oleh perbedaan antar kabupaten/kota dapat diperoleh dengan pendekatan fixed effect ataupun pendekatan random effect. Uji Chow tidak digunakan dalam penelitian ini karena apabila menggunakan pendekatan pooled least square, heterogenitas tiap unit cross section tidak dapat diestimasi. Dasar statistika untuk memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan fixed effect atau random effect menggunakan Uji Hausman. Nilai probabilitas Uji Hausman sebesar 0,0000, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Artinya tolak H0, maka

model yang digunakan adalah model fixed effect. Tabel 5.2 Hasil Uji Hausman

Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

32.934585 8 0,0001

(49)

R-squ efisien deter hasil estimasi se 0,466575 yang menunjukkan PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur dapat dijela

Daerah Relatif Tertinggal menggunakan Fixed Effect Model Variabel Koefisien Std. Error t-Statistik Prob. ared (R²) atau ko minasi pada besar

skan oleh variabel-variabel bebas dalam model sebesar 46,66 persen. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen), nilai probabilitas F-statistic yaitu 0,000000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat dan dapat dinyatakan pula bahwa hasil estimasi tersebut mendukung keabsahan model. Uji signifikansi individu (uji t) menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen yang dibandingkan dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi, menunjukkan bahwa empat variabel penjelas signifikan mempengaruhi variabel terikat. Satu variabel penjelas lainnya signifikan pada taraf nyata 10 persen dan terdapat tiga variabel yang tidak signifikan dari delapan variabel bebas yang digunakan.

Tabel 5.3 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB di

LNAIR

Kriteria Statistik Nilai

R

(50)

50   

Men t Guj ), u pe l y k harus

memenuhi asumsi regresi klasik, model harus terbebas dari asalah dalam itu heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas, diberikan perlakuan

bandingkan Sum Square Resid pada Weig

kan.

si sebagai berikut:

uru arati (2003 ntuk mem roleh mode ang bai masalah-m regresi ya

Generalized Least Square (GLS) dan mem

hted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Karena model fixed effect yang digunakan telah diberi perlakuan GLS dengan Cross-section weights maka asumsi adanya heteroskedastisitas dapat dihilangkan.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik dan nilai probabilitas F-statistik. Dari hasil regresi, empat variabel bebas signifikan pada taraf nyata 5 persen dan satu variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen, sedangkan nilai probabilitas F-statistik signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga asumsi adanya multikolinearitas dapat diabai

Untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi, maka dideteksi dengan melihat nilai Durbin-Watson statistik. Nilai Durbin-Watson sebelum diberi bobot dibandingkan dengan nilai sesudah diberi bobot. Apabila nilai Durbin-Watson setelah diberi bobot lebih besar, maka asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan.

(51)

LPDR

ggal di Provinsi Jawa Timur antara lain : kualitas endidikan (LNDIK), kesehatan (LNKES), jumlah pekerja (LNTK), anggaran pembangunan (LNPEM), dan tabungan (LNTAB). Sedangkan interpretasi dari hasil estimasi adalah sebagai berikut:

Tabel 5.4 Notasi Variabel Bebas dan Deskripsi pada Model Estimasi Laju Bit = 0,1465 LNAIRit – 0,3802 LNDIKit + 0,3003 LNJLNit – 0,4170

LNKESit + 0,0836 LNPEMit – 0,1142 LNPTNit - 0,0286

LNTABit + 1,3649 LNTKit - 17,9878 + [CX=F] + eit

Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi laju PDRB daerah relatif tertin

p

PDRB di Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur No. Notasi

Variabel Deskripsi

1. LNDIK Setiap peningkatan rasio murid terhadap guru sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,3802 satuan (ceteris paribus).

sebesar 1 satuan

Setiap peningkatan rasio jumlah penduduk terhadap dokter maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,4170 satuan (ceteris paribus).

(ceteris paribus).

3. LNTK Setiap peningkatan jumlah pekerja sebesar 1 orang maka laju PDRB akan meningkat sebesar 1,3649 satuan

4.

Setiap peningkatan anggaran pembangunan sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan meningkat sebesar 0,0836 satuan (ceteris paribus).

Setiap peningkatan tabungan sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,3802 satuan (ceteris paribus).

Produksi air bersih tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.

Panjang jalan tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.

(52)

52   

5.4 Implikasi Kebijakan untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Re tin

1. Sumber Daya

Su a

be bu ga

embangunan ekonomi. Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dapat empengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah

an jumlah pekerja akan mampu meningkatkan produ

2006 2007 2008 2009 2010 latif Ter ggal di Provinsi Jawa Timur

Manusia

mber day manusia merupakan modal bagi pertumbuhan ekonomi karena rhu ngan den n faktor produksi. Pekerja merupakan salah satu modal dalam p

m

pekerja memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkat

ktivitas, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dipacu. Agar jumlah pekerja dapat meningkat, maka perlu meningkatkan lapangan kerja. Pemerintah daerah sebaiknya memperhatikan sektor apa saja yang memiliki potensi. Sehingga sektor-sektor yang berpotensi tersebut dapat dikembangkan dengan baik agar memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerahnya.

Tabel 5.5 Peranan Sekotor-sektor Perekonomian Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur

Lapangan Usaha Tahun

Pertanian

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (diolah)

Sekto nggulan di Provinsi Jawa Timur adalah sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pertanian, dan sektor industri

. Namun pada daer if ter , pe ma

pengembangan pada sektor pertanian perlu dilakukan oleh pemerintah agar dapat r-sektor yang menjadi u

(53)

aing daer if ter . Selain itu, peranan dari industri perlu ditingkatkan, indu il b padat karya sehingga membutuhkan jumlah pekerja yang lebih banyak. Kebijakan yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah yaitu mengembangkan lapangan pekerjaan di sektor pertanian dengan basis padat karya agar dapat mempekerjakan orang lebih banyak.

Peningkatan jumlah pekerja dinilai mampu meningkatkan laju PDRB bagi daerah relatif tertinggal, namun peningkatan ini juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia berhubungan dengan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. Agar kualitas sumber daya manusia membaik dan memiliki potensi dalam memajukan perekonomian daerahnya maka kualitas pendidikan dan kesehatan harus ditingkatkan.

Jumlah guru di daerah tertinggal harus ditingkatkan, sehingga rasio murid terhadap guru akan berkurang dan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Agar jumlah guru di daerah tertinggal dapat meningkat, maka pemerintah daerah dapat memberikan insentif bagi guru-guru yang berkenan mengajar di daerah tersebut. Misalnya memberikan rumah dinas, kendaraan dan fasilitas-fasilitas lainnya agar banyak guru yang mau mengajar di daerah tertinggal.

Berdasarkan Departemen Pendidikan Nasional, rasio murid terhadap guru di Indonesia yaitu sebesar 1:14, sedangkan rasio murid terhadap guru di daerah relatif tertinggal Provinsi Jawa Timur yaitu 1:16. Oleh karena itu perlu dilakukan penambahan jumlah guru agar rasionya berkurang. Pemerataan jumlah guru juga meningkatkan daya s ah relat tinggal

(54)

54   

didikan di daerah tertinggal dapat merata.

erajinan agar masyarakat memi

eningkatan jumlah dokte

perlu dilakukan, agar guru-guru tidak terpusat di wilayah perkotaan saja, tetapi juga di daerah pedalaman yang sulit dijangkau. Hal ini perlu dilakukan agar kualitas pen

Kebijakan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu memberikan beasiswa kepada murid-murid berprestasi untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun dengan syarat apabila telah lulus, mereka akan mengabdi di daerah asalnya sebagai guru. Dengan begini jumlah guru di daerah tertinggal dapat mengalami peningkatan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pemerintah sebaiknya memberikan fasilitas yang memadai, misalnya dengan mengadakan program pelatihan k

liki kemampuan khusus dan memiliki daya saing tinggi.

Kualitas kesehatan juga turut mempengaruhi potensi sumber daya manusia, apabila kesehatan pekerja memburuk, maka dapat mengurangi produktivitas. Sehingga peningkatan pelayanan kesehatan perlu dilakukan agar proses produksi tidak terganggu dan berjalan lancar. Kualitas kesehatan diukur menggunakan rasio jumlah penduduk terhadap dokter. Rasio jumlah penduduk terhadap dokter di Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 1:12458, sedangkan rasio ini di daerah tertinggal mencapai 1:15000. Oleh karena itu, perlu dilakukan p

r di daerah tertinggal.

(55)

aik, maka hal ini akan memberikan pengaruh positif terhad

silitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat enunjang produktivitas di daerah tersebut. Oleh karen

PDRB. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan tabungan berarti mengurangi penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan bagi masyarakat. Apabila kualitas kesehatan b

ap produktivitas masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal.

2. Anggaran Pembangunan

Anggaran pembangunan berguna untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan memberikan peranan penting dalam sektor perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Daerah dengan pembangunan yang maju dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya, karena fa

telah tersedia sehingga dapat m

a itu, pemerintah daerah sebaiknya meningkatkan anggaran pembangunan untuk mengembangkan daerahnya. Pemasukan untuk anggaran pembangunan dapat ditingkatkan melalui penggalian potensi-potensi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Anggaran ini dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur ataupun kualitas pendidikan dan kesehatan di daerah tertinggal agar pertumbuhan ekonomi di daerah ini dapat melaju dengan cepat dan tinggi.

3. Tabungan

(56)

56   

an menurun dan laju nomi juga menurun.

Dalam penelitian ini, infrastruktur diukur melal

rdagangan antar wilayah akan baik dan migrasi tenaga kerja akan berjalan lancar. Sehingga keleb

ada pertu

konsumsi, apabila konsumsi berkurang maka hasil kegiatan produksi tidak memberikan keuntungan sebesar dahulu. Sehingga PDRB ak

pertumbuhan eko

Pemerintah sebaiknya berinvestasi dalam bentuk selain tabungan, misalnya investasi pada sektor-sektor yang memiliki potensi yang besar terhadap perekonomian seperti pertanian. Pemerintah dapat memberikan modalnya untuk mengembangkan agribisnis dari hulu ke hilir agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal.

4. Infrastruktur

Infrastruktur merupakan penunjang utama terselenggaranya proses usaha, pembangunan, proyek, dan lain-lain.

ui panjang jalan, produksi air yang disalurkan, dan luas pertanian teririgasi. Ketiga variabel tersebut belum mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju PDRB pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur.

Jalan merupakan penunjang bagi proses mobilisasi barang dan jasa. Apabila mobilitas barang dan jasa lancar, maka kegiatan pe

berkembang dengan

ihan produksi di suatu wilayah dapat disalurkan ke wilayah lain agar memperoleh keuntungan. Migrasi tenaga kerja yang berjalan lancar dapat mengurangi efek negatif dari kelebihan penawaran tenaga kerja, sehingga kelebihan tenaga kerja di suatu daerah dapat disalurkan ke daerah lain yang membutuhkan. Namun pada penelitian ini, panjang jalan tidak berpengaruh p

(57)

oses produksi suatu komoditi. Sehin

mungkin terjadi karena jumlah lahan pertanian teririgasi hanya sekita

tertinggal mencapai 30 persen. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki jalan-jalan di daerah tertinggal dan menambah jumlahnya agar dapat meningkatkan perekonomian di daerah tersebut.

Penyediaan air bersih merupakan salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses produksi di suatu daerah. Air bersih juga digunakan dalam kegiatan produksi. Penyediaan air bersih dapat meningkatkan produktivitas, sehingga air bersih ikut memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun pada penelitian ini produksi air bersih tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Hal ini mungkin terjadi karena produksi air yang disalurkan lebih banyak digunakan untuk konsumsi masyarakat saja, bukan untuk penunjang pr

gga produksi air tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal.

Pertanian teririgasi merupakan salah satu infrastruktur yang turut menunjang perekonomian di suatu daerah. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur pada sektor pertanian mampu memberikan pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Namun pada penelitian ini lahan pertanian teririgasi tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Hal ini

(58)

58   

bukan sawah. Sehingga lahan pertanian teririgasi tidak mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah relatif tertinggal.

Pemerintah daerah sebaiknya mengalokasikan anggaran pembangunan untuk mengembangkan atau memperbaiki infrastruktur di daerah tertinggal. Agar infrastruktur yang ada dapat efektif memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Selain itu, bantuan dana dari pemerintah pusat juga diperlukan agar daerah tertinggal dapat meningkatkan kualitas infrastruktur di daerah tersebut.

(59)

6.1 Kesimpulan

1. Tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur selama periode analisis tahun 2001-2010 berada pada kesenjangan taraf tinggi, yaitu lebih dari 0,50. Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota berfluktuatif dan nilainya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk dapat mengatasi ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

2. Berdasarkan Tipologi Klassen tahun 2010, pola pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa masih banyak daerah yang masuk dalam daerah relatif tertinggal, dengan persentase lebih dari 50 persen. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal perlu dipacu agar dapat mengejar daerah maju, sehingga ketimpangan ekonomi dapat berkurang.

3. Berdasarkan hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi laju PDRB daerah relatif tertinggal, kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, jumlah pekerja, anggaran pembangunan dan tabungan mampu mempengaruhi laju PDRB di daerah tertinggal.

(60)

60   

agar kualitas kesehatan dapat meningkat dengan cara memberikan tunjangan maupun rumah dinas bagi dokter yang bersedia mengabdi di daerah tersebut, dan mengembangkan sektor-sektor yang memiliki peranan besar terhadap pertumbuhan ekonomi agar dapat meningkatkan lapangan pekerjaan di daerah relatif tertinggal. Pemerintah juga perlu meningkatkan anggaran pembangunan di daerah relatif tertinggal untuk pembiayaan perbaikan dan pengembangan infrastruktur maupun kualitas pendidikan dan kesehatan, serta sektor-sektor lain yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

6.2 Saran

1. Pemerintah daerah sebaiknya mengembangkan sektor pertanian yang memiliki peranan paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengembangan agribisnis sebaiknya dilakukan agar lapangan pekerjaan di daerah tertinggal dapat meningkat dan hal ini juga dapat meningkatkan daya saing yang dimiliki daerah tersebut. Selain itu, sebaiknya pemerintah daerah meningkatkan anggaran pembangunan untuk mengembangkan infrastruktur dan meningkatkan kualitas pendidikan maupun kesehatan, agar pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dapat dipacu lebih cepat.

(61)

OLEH

SOULMA ARUM MARDIANA H14080055

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1 Peranan Sektor-sektor Perekonomian Provinsi Jawa Timur Atas
grafik. Grafik pada Gambar 5.1 yang berfluktuasi menunjukkan adanya perbedaan
Tabel 5.1 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) faktor-faktor penyebab alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pertambangan adalah: (a) kondisi lahan dan faktor pertanian

Biasanya atribut merupakan teks string yang bernilai tunggal, bilangan atau daftar suatu nilai ( enumerated values ). Tetapi, pada suatu saat juga perlu menetapkan

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Lima bulan September Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Bina Marga

Titik impas ( break event point - BEP ) adalah suatu titik dimana jumlah pendapatan sama dengan jumlah biaya, dengan kata lain laba sama dengan nol, margin of Safety adalah

Berdasarkan keadaan dilapangan melalui hasil pembagian kuisioner dan wawancara secara terbuka, peneliti menyimpulkan bahwa pada dasarnya mahasiswi yang memilih

Berdasarkan tabel 1.2 hasil dari penyataan atau jawaban, yang penulis sebar melalui pra kuesioner kepada 30 responden konsumen Unionwell, mendapatkan nilai tertinggi

Secara umum, baik berdasarkan hasil dari angket maupun wawancara yang dilakukan, minat mahasiswa terhadap bidang otomotif mempengaruhi ketertarikan mahasiswa konsentrasi

Berdasarkan fakta-fakta yang didapatkan dari percobaan tersebut, Rutherford mengusulkan model atom yang dikenal dengan Model Atom Rutherford yang menyatakan bahwa Atom terdiri