• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman morfologi dan genetik serta derajat kompetisi beberapa aksesi gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. terhadap tanaman padi sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman morfologi dan genetik serta derajat kompetisi beberapa aksesi gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. terhadap tanaman padi sawah"

Copied!
364
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK

SERTA DERAJAT KOMPETISI BEBERAPA AKSESI

GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv.

TERHADAP TANAMAN PADI SAWAH

DWI GUNTORO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul:

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK

SERTA DERAJAT KOMPETISI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. TERHADAP TANAMAN PADI SAWAH

adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, bukan hasil jiplakan atau tiruan serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

DWI GUNTORO. Morphological and Genetic Diversity and Degree of Competition of Several Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. Accessions to Rice.

(Supervised by M. AHMAD CHOZIN, EDI SANTOSA, SOEKISMAN

TJITROSEMITO, and ABDUL HARRIS BURHAN).

Weed disturbance is an important issue in rice production in Indonesia.

Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. is the most dominant weed in rice leading to loss of production. The research aims to analyze the morphology and genetic diversity of weeds accession E. crus-galli from West Java and degree of competition of E. crus-galli to rice.

Research was carried out by using several steps, i.e : (1) Preliminary experiments on growth and production of rice with E. crus-galli weed population levels originating from three locations, (2) Morphological and genetic evaluation, (3) Identification of potential weed allelophaty E. crus-galli accession, (4) Study effect of E. crus-galli accession on the growth and rice production (greenhouse experiments), (5) Effects of accession and population rate of E. crus-galli on the growth and rice production (field trial), (6) Estimation of degree competition of E. crus-galli by the replacement series method, (7) Study of physiology competition between rice with weeds.

Results showed that E. crus-galli accession from West Java exhibited morphological and genetic diversity. Accession from different geographical locations showed differences in morphology. The diversity of morphology is presumably due to the phenotypic plasticity and adaptation ability of E. crus-galli

accessions. Cluster analysis based on SSR molecular markers produced four sub-groups with similarity coefficient of 0.86, with most of the group clustered in geographic zones of western West Java and northen. This genetic diversity might be caused by the movement of genetic material through harvest or through irrigation, isolation distance, and the possibility of mutation.

E. crus-galli accessions had the potential allelophaty based on inhibit of radicle and plumula growth of rice. Based on the potential allelophaty, the accessions clustered to six groups at 0.72 similarity coefficient. Each accession of

E. crus-galli showed a potential difference in reducing the growth and yield of rice plants. This ability is probablt related to morphological characteristics and allelophatyic potential. Accession K6 from Karawang showed the highest ability to suppress the growth and production of rice plants.

E. crus-galli weed had a higher degree of competition to rice plants when the weed population was higher than the population of rice plants. Based on the value of aggressiveness, E. crus-galli competed stronger than rice when the population of rice plants and weeds is equal or weed population was higher than that of rice population. Each rice variety had a different response to population levels of E. crus-galli. The competition between rice plants with a E. crus-galli

inhibited the physiological process of rice plant.

(4)

RINGKASAN

DWI GUNTORO. Keragaman Morfologi dan Genetik serta Derajat Kompetisi Beberapa Aksesi Gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. terhadap Tanaman Padi Sawah. (Dibimbing oleh M. AHMAD CHOZIN, EDI SANTOSA, SOEKISMAN TJITROSEMITO, dan ABDUL HARRIS BURHAN).

Salah satu masalah penting dalam upaya peningkatan produksi padi di Indonesia adalah menurunkan gangguan gulma selama pertumbuhan.

Echinochloa crus-galli (L.) Beauv. merupakan gulma dominan pada tanaman padi sawah yang menyebabkan kehilangan hasil produksi. Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi antara gulma dan tanaman padi terhadap sumberdaya yang tersedia.

Penelitian bertujuan untuk : (1) menganalisis keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat, (2) Mengidentifikasi potensi alelopati aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat, (3) Mempelajari pengaruh aksesi dan tingkat populasi E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah, (4) Mengkaji derajat kompetisi gulma E. crus-galli dengan metode

replacement series, dan (5) Mempelajari fisiologi kompetisi antara padi dengan gulma E. crus-galli.

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain : (1) Percobaan pendahuluan tentang Pertumbuhan dan Produksi Padi pada berbagai Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli yang Berasal dari Tiga Lokasi, (2) Keragaman Morfologi dan Genetik Aksesi E. crus-galli asal Jawa Barat, (3) Identifikasi Potensi Alelopati Aksesi Gulma E. crus-galli Asal Jawa Barat, (4) Kajian Pengaruh Aksesi Gulma E. crus-galli terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Percobaan Rumah Kaca), (5) Kajian Pengaruh Aksesi dan Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi (Percobaan Lapangan), (6) Pendugaan Derajat Kompetisi Gulma E. crus-galli dengan Metode

Replacement Series, (7) Kajian Fisiologi Kompetisi antara Padi dengan Gulma. Hasil penelitian menunjukkan adanya keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat. Aksesi dari lokasi geografis yang berbeda menunjukkan perbedaan morfologi. Keragaman morfologi aksesi selain disebabkan oleh genetik juga disebabkan oleh perbedaan lingkungan tumbuh. Keragaman morfologi pada lingkungan tumbuh yang berbeda disebabkan adanya perbedaan plastisitas fenotipik dan kemampuan adaptasi aksesi gulma E. crus-galli. Praktek budidaya tanaman padi yang intensif seperti di wilayah Karawang dan tekanan lingkungan tumbuh juga mempengaruhi keragaman morfologi aksesi gulma E. crus-galli.

Analisis cluster berdasarkan karakter morfologi dari habitat asal menghasilkan 5 grup pada koefisien kemiripan sebesar 0.78, sedangkan berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca (250 m dpl) membentuk 5 grup pada koefisien kemiripan 0.64 dengan anggota grup aksesi yang berbeda.

(5)

Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati berdasarkan penghambatan plumula dan radikula kecambah padi. Senyawa alelopati potensial yang teridentifikasi di dalam ekstrak akar aksesi E. crus-galli

diantaranya adalah golongan senyawa phenolic, pthalic acid, decanoid acid,

propanoid, quinon, dan sterol.

Berdasarkan potensi alelopatinya, analisis cluster menghasilkan enam kelompok aksesi pada koefisien kemiripan 0.72 yaitu aksesi dengan inhibition rate plumula rendah dan inhibition rate radikula rendah, inhibition rate plumula tinggi dan inhibition rate radikula sedang, inhibition rate plumula rendah dan

inhibition rate radikula sedang, inhibition rate plumula sedang dan inhibition rate

radikula rendah, inhibition rate plumula tinggi dan inhibition rate radikula rendah, dan inhibition rate plumula tinggi dan inhibition rate radikula tinggi.

Setiap aksesi gulma E. crus-galli menunjukkan perbedaan potensi dalam menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Kemampuan tersebut terkait dengan sifat morfologi dan potensi alelopati. Aksesi K6 asal Karawang menunjukkan kemampuan tertinggi dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Kemampuan ini terkait dengan karakter morfologi aksesi K6 yaitu panjang daun panjang, lebar daun sempit, sudut daun kecil, dan umur berbunga lambat, serta memiliki IR plumula tinggi dan IR radikula sedang.

Gulma E. crus-galli memiliki derajat kompetisi yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi ketika populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi yang ditunjukkan dengan penguasaan sarana tumbuh lebih besar. Berdasarkan nilai agresivitas, gulma E. crus-galli lebih kuat berkompetisi dibandingkan tanaman padi ketika populasi padi dan gulma seimbang ataupun populasi gulma lebih tinggi daripada populasi tanaman padi. Derajat kompetisi gulma ditentukan oleh tingkat populasi gulma E. crus-galli di lapangan. Semakin tinggi populasi gulma E. crus-galli, maka pertumbuhan dan produksi tanaman padi semakin menurun. Produksi padi per hektar menurun sebesar 15.33% pada populasi 4 gulma E. crus-galli/m2 hingga 61.50% pada populasi 12 gulma E. crus-galli/m2

Setiap varietas padi memiliki respon yang berbeda terhadap tingkat populasi gulma E. crus-galli. Varietas Fatmawati menunjukkan varietas yang lebih kompetitif dibandingkan dengan varietas Ciherang. Kompetisi antara tanaman padi dengan gulma E. crus-galli menghambat proses fisiologi tanaman padi yang ditunjukkan dengan penurunan peubah proses fisiologi seperti Indeks Luas Daun (ILD), Net Assimilation Ratio (NAR), Relative Growth Rate (RGR),

Crop Growth Rate (CGR), dan peningkatan Leaf Area Ratio (LAR). .

(6)
(7)

©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip, sebagian atau seluruhnya dari karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)
(9)

SERTA DERAJAT KOMPETISI BEBERAPA AKSESI

GULMA

Echinochloa crus-galli

(L.) Beauv.

TERHADAP TANAMAN PADI SAWAH

DWI GUNTORO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Judul Disertasi : Keragaman Morfologi dan Genetik serta Derajat Kompetisi

Beberapa Aksesi Gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv.

terhadap Tanaman Padi Sawah

Nama : Dwi Guntoro

NIM : A361050091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir M. Ahmad Chozin, MAgr.

Dr. Edi Santosa, SP., MSi

Anggota Anggota

Dr. Soekisman Tjitrosemito

Anggota

Dr. Ir. Abdul Harris Burhan, MSc

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(11)

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan petunjuk-Nya sehingga disertasi yang berjudul “Keragaman Morfologi dan Genetik serta Derajat Kompetisi Beberapa Aksesi Gulma Echinochloa crus-galli

terhadap Tanaman Padi Sawah” dapat diselesaikan.

Penghargaan dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ketua komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. M. Ahmad Chozin, MAgr yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penelitian

dan penulisan disertasi. Ungkapan penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada anggota komisi pembimbing : Dr. Soekisman Tjitrosemito, Dr. Ir. Abdul Harris Burhan, MSc, dan Dr. Edi Santosa, SP, MSi yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyelesaian disertasi.

Penghargaan dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu sehingga disertasi dapat diselesaikan :

1. Kementerian Pendidikan Nasional cq. Direktorat Pendidkan Tinggi atas beasiswa BPPS yang penulis terima pada tahun 2005-2008.

2. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura atas pemberian izin untuk melanjutkan studi program Doktor.

3. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS, Dr. Ir. Trikoesoeaningtyas, MSc, dan Dr. Ir. Maya Melati selaku Pimpinan Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana IPB atas masukan dan saran yang diberikan.

4. Dr. Ir. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo dan Dr. Ir. Ahmad Junaedi, Msi selaku penguji pada ujian prakualifikasi doktor atas masukan dan saran yang diberikan.

5. Dr. Ir. Sugiyanta, MSi dan Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup atas masukan-masukan yang diberikan.

(12)

7. Seluruh Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura atas

kerjasama, bantuan, dukungan selama penyelesaian studi.

8. Rosalia Frauke, SP., Ikhsan Suhud, SP., Lidya Sofianty, SP., Dwi Arie Novianti, SP., Verdha Sahrilla Sandhi, SP., Sudianto Samosir, SP, dan Rusmato, SP atas semua bantuan dan kerjasamanya.

9. Tim Laboratorium Ekotoksikologi, Limbah & Agen Hayati, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (Dita Nurul Latifah, Anif Lailatusifa, Ekasari, Yeni Fitria, dkk.) atas dukungan dan kerjasamanya selamanya penyelesaian disertasi.

10. Teknisi dan laboran (Mbak Lasih dkk.) atas bantuan yang diberikan selama penelitian berlangsung.

11. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang yang tulus, kesabaran, pengertian dan doa yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

(13)

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 29 Agustus 1970 sebagai anak keempat dari pasangan Kartono (alm) dan Casmini (alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun 1995. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan program Magister Sains di Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana IPB. Pada tahun 2005

penulis berkesempatan melanjutkan studi ke program Doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama dengan beasiswa BPPS dari Departemen Pendidikan Nasional pada tahun (2005-2008).

Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Agronomi dan

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani dan Morfologi Echinochloa cruss-galli ... 5

Ekologi Gulma E. crus-galli ... 8

Fisiologi E. crus-galli ... 10

Marka Molekuler Simple Sequence Repeat (SSR) ... 16

PERCOBAAN PENDAHULUAN TENTANG PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PADA BERBAGAI TINGKAT POPULASI GULMA Echinochloa cruss-galli YANG BERASAL DARI TIGA LOKASI ... 19

Pendahuluan ... 19

Bahan dan Metode ... 20

Hasil dan Pembahasan ... 21

Pertumbuhan Tanaman Padi ... 21

Komponen Produksi Padi ... 26

Produksi Gabah ... 27

Kesimpulan ... 28

KERAGAMAN MORFOLOGI DAN GENETIK AKSESI GULMA Echinochloa cruss-galli ASAL JAWA BARAT ... 29

Pendahuluan ... 29

Metode Penelitian ... 30

Hasil dan Pembahasan ... 34

Karakteristik Lingkungan Habitat Asal Aksesi E. crus-galli ... 34

Keragaman Morfologi Aksesi Gulma E. crus-galli di Habitat Asal ... 35

Keragaman Morfologi Aksesi Gulma E. crus-galli di Rumah Kaca ... 38

Keragaman Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli ... 42

Pembahasan... 43

Kesimpulan ... 46

IDENTIFIKASI POTENSI ALELOPATI BEBERAPA AKSESI GULMA Echinochloa cruss-galli ASAL JAWA BARAT…. ... 47

Pendahuluan ... 47

(15)

Hasil dan Pembahasan ... 49

Potensi Alelopati Aksesi Gulma E. crus-galli ... 49

Hubungan antara Potensi Alelopati dengan Keragaman Genetik Aksesi Gulma E. crus-galli ………. 50

Kandungan Senyawa Alelopati Aksesi E. crus-galli ………... 52

Pembahasan ………... 53

Kesimpulan ... 54

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa cruss-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (PERCOBAAN RUMAH KACA) ... 55

Pendahuluan ... 55

Bahan dan Metode ... 56

Hasil dan Pembahasan ... 57

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ... 57

Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi ... 61

Pembahasan ... 62

Kesimpulan ... 64

PENGARUH AKSESI DAN TINGKAT POPULASI Echinochloa cruss-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (PERCOBAAN LAPANGAN) ... 65

Pendahuluan ... 65

Bahan dan Metode ... 66

Hasil dan Pembahasan ... 67

Pertumbuhan Vegetatif Tanamaman Padi ... 67

Komponen Hasil Tanaman Padi ... 75

Hasil Produks i Tanaman Padi ... 78

Pembahasan... 79

Kesimpulan dan Saran ... 81

PENDUGAAN DERAJAT KOMPETISI GULMA E. crus-galli MELALUI METODE REPLACEMENT SERIES ... 83

Pendahuluan ... 83

Bahan dan Metode ... 84

Hasil dan Pembahasan ... 85

Kompetisi di Atas Permukaan Tanah ... 85

Kompetisi di Bawah Permukaan Tanah ... 88

Pengaruh Kompetisi terhadap Produksi Biomass Total ... 92

Pengaruh Kompetisi terhadap Komponen Hasil dan Hasil Produksi ... 93

Penguasaan Sarana Tumbuh ... 94

Koefisien Pendesakan ... 98

Nilai Agresivitas (A) ... 98

Pembahasan ... 99

(16)

iii

KAJIAN FISIOLOGI KOMPETISI ANTARA PADI DENGAN GULMA

Echinochloa crus-galli ... 103

Pendahuluan ... 103

Bahan dan Metode ... 104

Hasil dan Pembahasan ... 106

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi ... 106

Fisiologi Kompetisi antara Tanaman Padi dengan Gulma E. crus-galli ... 112

Pertumbuhan Generatif Tanaman Padi ... 115

Komponen Produksi Tanaman Padi ... 115

Hasil Produksi Tanaman Padi ... 117

Mutu Hasil Panen ... 119

Indeks Panen ... 119

Pembahasan... 120

Kesimpulan ... 123

PEMBAHASAN UMUM ... 125

Keragaman Morfologi dan Genetik serta Implikasinya dalam Manajemen Gulma ... 125

Potensi Alelopati Gulma E. crus-galli ... 128

Keragaman Aksesi Gulma dalam Penekanan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi ... 129

Respon Tanaman Padi terhadap Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli ... 131

Fisiologi Kompetisi Padi-Gulma ... 132

KESIMPULAN DAN SARAN ... 135

Kesimpulan ... 135

Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 138

(17)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengaruh aksesi gulma terhadap tinggi tanaman padi ... 21

Teks

2. Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah anakan tanaman padi ... 22 3. Jumlah daun tanaman padi pada perlakuan populasi E. crus-galli ... 23 4. Bobot kering tajuk dan akar padi pada perlakuan populasi E.

crus-galli ... 24 5. Panjang, lebar, luas daun bendera padi pada perlakuan populasi E.

crus-galli ... 25 6. Jumlah anakan produktif, panjang malai dan kepadatan malai padi

pada perlakuan aksesi dan populasi E. crus-galli ... 26 7. Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap bobot gabah dan

persentase kehampaan ... 28 8. Deskripsi asal-usul 16 aksesi gulma E. crus-galli di Jawa Barat ... 31 9. Primer Simple Sequence Repeat (SSR) dan sekuen nukleotidanya

yang digunakan dalam analisis genetic aksesi E. crus-galli ... 32 10. Karakteristik lingkungan dari habitat asal aksesi gulma E. crus-galli

dan lokasi penanaman gulma E. crus-galli ... 34 11. Karakter morfologi aksesi gulma E. crus-galli di habitat asal dari

berbagai lokasi di Jawa Barat ... 35 12. Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di habitat asal ... 36 13. Nilai komponen utama berdasarkan karakter morfologi pada habitat

asal aksesi gulma E. crus-galli ... 37 14. Karakter vegetatif aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat di

rumah kaca (Bogor, 250 m dpl) ... 38 15. Karakter generatif aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat di

rumah kaca (Bogor, 250 m dpl) ... 39 16. Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di rumah kaca ... 41 17. Nilai komponen utama berdasarkan karakter morfologi di rumah

kaca ... 41 18. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap penghambatan

(18)

v

20. Kandungan senyawa dalam ekstrak akar beberapa aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat ... 52 21. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan vegetatif

tanaman padi ... 58 22. Pertumbuhan vegetatif gulma E. crus-galli ... 58 23. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan

produktif, panjang malai, dan kepadatan malai padi ... 61 24. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap panjang dan lebar daun

bendera tanaman padi ... 62 25. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap bobot gabah total,

bobot gabah isi, bobot gabah hampa, dan bobot 100 butir ... 62 26. Jumlah anakan tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi

gulma E. crus-galli ... 69 27. Jumlah daun tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi

gulma E. crus-galli ... 69 28. Bobot kering akar tanaman padi pada interaksi aksesi dan populasi

gulma E. crus-galli ... 70 29. Bobot kering akar E. crus-galli pada pertanaman padi hibrida ... 71 30. Bobot kering tajuk tanaman padi pada interaksi aksesi dan populasi

gulma E. crus-galli ... 71 31. Bobot kering tajuk E. crus-galli pada tanaman padi hibrida ... 72 32. Panjang akar tanaman padi pada perlakuan aksesi dan populasi

gulma E. crus-galli ... 72 33. Indeks luas daun tanaman padi dan gulma E. crus-galli saat 8 MST

dari berbagai perlakuan ... 73 34. Laju tumbuh relatif tanaman padi dan gulma E. crus-galli dari umur

4 MST sampai dengan 8 MST ... 74 35. Kandungan hara tajuk tanaman padi ... 75 36. Kandungan hara tajuk gulma E. crus-galli ... 75 37. Jumlah anakan produktif dan panjang malai tanaman padi pada

perlakuan aksesi dan populasi E. crus-galli ... 76 38. Pengaruh interaksi antara aksesi dengan populasi gulma E. crus-galli

terhadap kepadatan malai tanaman padi ... 76 39. Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah gabah

per malai dan persentase kehampaan ... 77 40. Gabah kering panen dan gabah kering giling tanaman padi pada

perlakuan populasi E. crus-galli... 78 41. Pengaruh interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli

(19)

42. Pengaruh populasi tanaman terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan padi dan gulma E. crus-galli pada 9 MST ... 86 43. Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap jumlah daun, panjang

daun, dan lebar daun padi dan gulma E. crus-galli pada 9 MST ... 87 44. Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap komponen hasil

tanaman padi ... 93 45. Pengaruh populasi tanaman per pot terhadap komponen hasil gulma

E. crus-galli ... 94 46. Pengaruh kepadatan populasi terhadap bobot gabah total, bobot

gabah isi, bobot gabah hampa, dan persentase gabah hampa ... 94 47. Hasil dugaan produksi biji tanaman padi pada pertanaman

monokultur ... 95 48. Hasil dugaan produksi biji gulma E. crus-galli pada pertanaman

monokultur ... 96 49. Penguasaan sarana tumbuh tanaman padi pada pertanaman

tumpangsari dengan gulma E. crus-galli ... 96 50. Nilai koefisien pendesakan (KP) pada pertanaman tumpangsari padi

dengan gulma E. crus-galli ... 98 51. Nilai agresivitas tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada

pertanaman tumpangsari ... 99 52. Pengaruh varietas dan populasi gulma

53. Kandungan hara daun beberapa varietas tanaman padi pada populasi gulma E.crus-galli yang berbeda

E.crus-galli/m² terhadap ILD tanaman padi pada 8 MST ... 108

54. Efisiensi serapan hara pada beberapa varietas tanaman padi dan populasi gulma E. crus-galli

... 112

55. LAR, NAR, RGR, dan CGR beberapa varietas padi pada beberapa populasi gulma E.crus-galli

... 113

56. Waktu heading tanaman padi pada perlakuan varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli ... 115

... 114

57. Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli

terhadap panjang malai, jumlah biji per malai ... 116 58. Bobot 1 000 butir gabah pada beberapa varietas tanaman padi dan

pada berbagai populasi gulma E.crus-galli

59. Pengaruh tingkat populasi gulma E. crus-galli terhadap indeks panen pada beberapa varietas tanaman padi ... 120

(20)

vii

Lampiran

1. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Karawang (K, 37 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 148

2. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Subang (S, 29 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 149

3. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cikampek (C, 40 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 150

4. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Indramayu (I, 16 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 151

5. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cianjur (Ta, 250 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 152

6. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Sukabumi (Tc, 750 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 153

7. Kandungan senyawa kimia ekstrak akar gulma E. crus-galli aksesi gulma asal Cianjur (Td, 1000 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 154

8. Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli

aksesi gulma asal Pangalengan (Te, 1250 m dpl) berdasarkan analisis GCMS ... 155

9. Kandungan senyawa kimia dalam ekstrak akar gulma E. crus-galli

(21)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Bagan alir tahapan penelitian ... 4

Teks

2. Echinochloa cruss-galli (L.) Beauv ... 6 3. Hubungan kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai

lokasi di Jawa Barat berdasarkan karakter morfologi di habitat asal .. 36 4. Pengelompokan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan analisis

komponen utama ... 37 5. Dendogram kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli berdasarkan

karakter morfologi di rumah kaca ... 40 6. Diagram pencar (komponen I-II) aksesi gulma E. crus-galli

berdasarkan karakter vegetative di rumah kaca ... 42 7. Dendogram kekerabatan genetik aksesi gulma E. crus-galli

berdasarkan marka molekuler Simple Sequence Repeat (SSR) ... 43 8. Dendogram kekerabatan aksesi gulma E. crus-galli dari berbagai

habitat padi sawah di Jawa Barat berdasarkan potensi alelopati... 51 9. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap tinggi tanaman padi .... 57 10. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap jumlah anakan

tanaman padi ... 59 11. Pengaruh aksesi gulma E. crus-galli terhadap panjang akar tanaman

padi ... 60 12. Bobot tajuk tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma E. crus-galli

... 60 13. Bobot kering akar tanaman padi pada perlakuan aksesi gulma E.

crus-galli ... 61 14. Perlakuan populasi gulma E. crus-galli per m² pada pertanaman padi 66 15. Tinggi tanaman padi pada 6 MST pada perlakuan aksesi dan tingkat

populasi gulma E. crus-galli ... 68 16. Hubungan antara populasi gulma E. crus-galli dengan produksi

gabah ... 79 17. Skema penanaman padi dan gulma E. crus-galli di pot pada

percobaan replacement series ... 84 18. Bobot kering biomasa tajuk tanaman padi dan gulma E. crus-galli

(22)

ix

19. Panjang akar tanaman padi dan gulma E. crus-galli pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran ... 88 20. Bobot kering biomass akar padi dan gulma E. crus-galli pada

pertanaman monokultur dan pertanaman campuran ... 89 21. Serapan hara N tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur

dan pertanaman campuran ... 90 22. Serapan hara P tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur

dan pertanaman campuran ... 90 23. Serapan hara K tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur

dan pertanaman campuran ... 91 24. Serapan hara Ca tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur

dan pertanaman campuran ... 91 25. Serapan hara Mg tajuk padi dan gulma pada pertanaman monokultur

dan pertanaman campuran ... 92 26. Bobot kering biomass total tanaman padi dan gulma E. crus-galli

pada pertanaman monokultur dan pertanaman campuran ... 93 27. Penguasaan sarana tumbuh tanaman padi dan E. crus-galli ... 97 28. Hubungan antara produksi tanaman padi dan gulma E. crus-galli

pada pertanaman monokultur dan tumpangsari ... 97 29. Perlakuan populasi gulma E.crus-galli per m² ... 105 30. Perkembangan tinggi tanaman beberapa varietas padi pada perlakuan

populasi gulma E.crus-galli ... 106 31. Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli

terhadap jumlah anakan ... 107 32. Pengaruh interaksi varietas padi dan populasi gulma E.crus-galli

terhadap jumlah daun tanaman padi ... 108 33. Bobot kering tajuk beberapa varietas tanaman padi ... 109 34. Pengaruh populasi gulma E.crus-galli terhadap bobot kering tajuk

tanaman padi ... 109 35. Perkembangan bobot kering akar beberapa varietas tanaman padi ... 110 36. Perkembangan bobot kering akar tanaman padi pada beberapa

populasi gulma E.crus-galli ... 110 37. Bobot kering total (tajuk dan akar) pada perlakuan varietas dan

populasi gulma E.crus-galli ... 111 38. Panjang akar beberapa varietas tanaman padi pada perlakuan

populasi gulma E.crus-galli ... 111 39. Pengaruh populasi gulma E.crus-galli terhadap jumlah anakan

(23)

40. Hubungan tingkat populasi gulma dan produksi gabah kering giling pada beberapa varietas padi ... 118 41. Dugaan hasil produksi gabah/hektar dari berbagai populasi gulma

E.crus-galli/m² ... 118 42. Persentase kehampaan pada beberapa varietas padi pada berbagai

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa) merupakan komoditas yang strategis di Indonesia karena beras merupakan sumber makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Kebutuhan beras di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2011 mencapai 241 juta jiwa dan kebutuhan beras mencapai 34 juta ton per tahun (BPS, 2011). Produksi padi pada tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM II) diperkirakan mencapai 68.06 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 38.2 juta ton beras. Kebutuhan beras pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 48.5 juta ton atau setara dengan 70 juta ton GKG.

Untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut diperlukan usaha peningkatan produksi dan produktivitas padi di Indonesia. Peningkatan produksi beras tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 disebabkan oleh peningkatan luas areal (0.11%) dan peningkatan produktivitas (1.24%) (BPS 2011). Pada tahun-tahun mendatang, upaya peningkatan produksi beras akan menghadapi banyak kendala

diantaranya perubahan fungsi lahan sawah menjadi lahan non pertanian yang mencapai 187 720 hektar/tahun (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air 2005), degradasi kesuburan lahan yang saat ini mencapai 4 juta hektar dari degradasi berat (50%) hingga degradasi rendah (0.8%) (Badan Litbang Pertanian 2011),

serta adanya serangan organisme pengganggu tanaman.

Salah satu organisme pengganggu tanaman yang dapat menurunkan produksi dan produktivitas tanaman padi adalah gulma. Kehilangan hasil akibat gulma di seluruh dunia diperkirakan mencapai 10-15% (Smith 1968; Smith 1983; Zoschke 1990; Baltazar dan De Datta 1992), bahkan kehilangan hasil dapat mencapai 86% jika tanpa dilakukan pengendalian gulma (Kropff 1993).

(25)

produksi padi akibat gulma E. crus-galli dapat mencapai 46-59% (Sultana 2000;

Chin 2001), 57-95% (Ahn dan Chung 2000), bahkan hingga 97% (Islam dan Karim 2003).

Penurunan produksi tanaman padi oleh gulma E. crus-galli dapat terjadi karena kompetisi, alelopati, dan menjadi inang hama penyakit tanaman padi

(alelomediasi). Kompetisi gulma E. crus-galli menyebabkan penurunan hasil produksi akibat penurunan jumlah anakan, jumlah malai, dan jumlah gabah per malai (Tindall et al. 2005). Gulma E. crus-galli berpotensi mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Putnam 1986). Eksudat akar E. crus-galli yang berupa senyawa p-Hidroxymandelic menunjukkan efek alelopati dan menekan pertumbuhan tajuk dan pemanjangan akar tanaman padi (Yamamoto et al. 1999; Xuan et al. 2006). Gulma E. crus-galli dapat menjadi inang perantara bagi Leptocorisa oratorius, Acrocylindricum oryzae,

Corticium sasakii, dan Rhynchosporium oryzae (Tjitrosemito 1994). Selain menurunkan kuantitas hasil, keberadaan gulma E. crus-galli juga menyebabkan penurunan kualitas dalam produksi benih akibat tercampurnya benih padi dengan biji-biji E. crus-galli.

Gulma E. crus-galli sulit dikendalikan karena kemiripan morfologi dengan tanaman padi. Gulma ini menjadi lebih bermasalah pada budidaya tanaman padi ketika cara tanam padi berubah dari cara tanam pindah (transplanting) menjadi cara tebar benih langung (direct planting). Keberadaan gulma E. crus-galli pada pertanaman padi sawah dapat menurunkan pendapatan petani padi akibat

peningkatan biaya pengendalian gulma.

Usaha peningkatan produksi yang dilakukan oleh pemerintah harus diimbangi dengan upaya penyelamatan kehilangan hasil akibat organisme pengganggu tanaman. E. crus-galli memiliki daya adaptasi yang luas pada

(26)

3

tentang karakter dan perilaku gulma tersebut dapat menjadi dasar bagi

pengembangan teknik pengendalian di lapangan sehingga dapat mendukung usaha peningkatan produksi padi nasional.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman morfologi dan genetik aksesi gulma E. crus-galli serta menganalisis tingkat kompetisinya terhadap tanaman padi sawah. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menganalisis keragaman morfologi dan genetik aksesi E. crus-galli asal Jawa Barat

2. Mengidentifikasi potensi alelopati aksesi E. crus-galli asal Jawa Barat 3. Mempelajari pengaruh aksesi dan tingkat populasi E. crus-galli terhadap

pertumbuhan dan produksi padi sawah

4. Menduga derajat kompetisi gulma E. crus-galli melalui pendekatan

replacement series

5. Mempelajari fisiologi kompetisi antara padi dengan gulma E. crus-galli.

Hipotesis

1. Aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki keragaman karakter morfologi dan genetik. Keragaman morfologi yang terjadi di lapangan disebabkan oleh keragaman genetik dan oleh kemampuan plastisitas fenotipik.

2. Tiap aksesi gulma E. crus-galli asal Jawa Barat memiliki potensi alelopati yang berbeda dan memiliki perbedaan kemampuan dalam menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah.

3. Gulma E. crus-galli memiliki daya kompetisi yang lebih kuat dibandingkan

dengan tanaman padi sawah dalam memperebutkan sumberdaya.

4. Perbedaan populasi dan asal aksesi gulma E. crus-galli menyebabkan perbedaan respon pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah.

(27)

Untuk menguji hipotesis yang dirumuskan maka dilakukan rangkaian

penelitian dengan tahapan seperti disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Bagan alir tahapan penelitian Studi Keragaman Morfologi dan Genetik Aksesi Gulma

E. crus-galli Asal Jawa Barat

Pendugaan Derajat Kompetisi Gulma E. crus-galli

dengan Metode Replacement Series

Uji Potensi Allelopati Aksesi Gulma E. crus-galli

Percobaan Pendahuluan tentang Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Tingkat Populasi Gulma E. crus-galli

yang Berasal dari Tiga Sentra Produksi Padi

Studi Pengaruh Aksesi dan Tingkat Populasi E. crus-galli terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

A. Percobaan Rumah Kaca B. Percobaan Lapangan

Studi Fisiologi Kompetisi Gulma E. crus-galli pada Beberapa Varietas Padi Sawah

Diperoleh informasi keragaman morfologi, genetik, dan derajat kompetisi aksesi gulma E. crus-galli

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Botanidan Morfologi Echinochloa crus-galli

Botani

Gulma E. crus-galli merupakan gulma semusim kelas Monocotyledon, subkelas Commelinidae, ordo Cyperales, suku Poaceae/Graminae, dan marga Echinochloa. Spesies E. crus-galli meliputi 3 subspesies, yaitu E. crus-galli var.

crus-galli, E. crus-galli var. particola dan E. crus-galli var. formosensis (Kim 1994). E. crus-galli adalah tumbuhan hexaploid (2n=6x=54). Gulma E. crus-galli

memiliki distribusi geografis yang luas dan keragaman dari morfologi dan ekologi yang diduga terkait dengan sifat allohexaploid dari spesies ini (Yabuno 1983).

E. crus-galli diperkirakan berasal dari India, tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan serta Australia (Holm et al. 1977). Beberapa nama umum untuk rumput ini antara lain barnyard grass, japanese millet, cockspur, dan watergrass. Di Indonesia E. crus-galli

dikenal dengan nama gagajahan, jajagoan, jawan, jawan pari, suket ngawan (Jawa) (Moenandir 1993; Galinato et al. 1999).

Morfologi

Rumput E. crus-galli sangat mirip dengan tanaman padi pada saat masih muda. E. crus-galli memiliki penampilan tegak, memiliki tinggi sekitar 20-150 cm (Soerjani et al. 1987), bahkan bisa mencapai 200 cm (Galinato et al. 1999).

E. crus-galli memiliki daun yang tegak atau rebah pada dasarnya.

(29)

Daerah pangkal daun dapat digunakan untuk membedakan daun E. crus-galli dan

daun padi. Pangkal daun E. crus-galli tidak memiliki ligula dan aurikel, sedangkan pangkal daun padi memiliki ligula yang bermembran dan aurikel yang berbulu (Itoh 1991).

Gambar 2. Echinochloa crus-galli (L.) Beauv (Soerjani et al. 1987)

(30)

7

Batang berbentuk silindris dengan pith yang menyerupai spons putih di

bagian dalamnya. Di lahan sawah, anakan pertama dari E. crus-galli muncul 10 hari setelah perkecambahan, dan biasanya sekitar 15 anakan yang terbentuk (Galinato et al. 1999). E. crus-galli memiliki jenis akar serabut dan tebal. Akar

E. crus-galli dihasilkan pada setiap ruasnya (Soerjani et al. 1987).

Bunga berupa malai yang berada di ujung dengan 5-40 bunga majemuk bulir yang mempunyai tipe raceme, dengan cabang-cabang pendek yang menaik. Bunga majemuk terdiri atas banyak spikelet yang berbelok pada satu sisi, berbentuk tegak pada awalnya tetapi selanjutnya sering membengkok ke bawah. Panjang malai bisa mencapai 5-21 cm. Malai kaku dengan permukaan yang agak kasar. Bulir terbawah merupakan bulir yang paling panjang, sekitar 1.75-8 cm, sedangkan bulir yang paling atas sangat pendek. Setiap bulir terdapat susunan spikelet yang berselang-seling di setiap sisinya (Soerjani et al. 1987).

Spikelet tersusun soliter pada bulir paling atas dan susunannya bisa mencapai 2-4 spikelet dan pada bulir bagian bawah susunan spikelet bisa mencapai 4-10 spikelet (Soerjani et al. 1987). Spikelet tebal dan padat, sedikit berbentuk elips dengan panjang 3.2-3.5 mm. Spikelet biasanya sedikit berambut dan terkadang terdapat rambut yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat mencapai 13 mm. Spikelet berwarna kehijauan dan sedikit berwarna ungu (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991).

Stamen pada E. crus-galli berjumlah 3 dengan anther berwarna kuning. Jumlah putik ada 2 dengan stigma berbulu, berwarna ungu, menonjol keluar di

bawah ujung spikelet. Buah E. crus-galli disebut caryopsis, berbentuk lonjong dengan panjang 1.5-2 mm, berbentuk ovoid sampai obovoid (Galinato et al. 1999). Lemma dari floret yang pertama memiliki permukaan yang datar atau sedikit cembung atau tumpul. Glume bagian bawah memiliki panjang sekitar

1.5-2.5 mm, berbentuk ovate, memendek dan memiliki ujung yang memendek secara bertahap. Glume bagian atas memiliki panjang yang sama dengan spikelet, berbentuk ovate-oblong, runcing, memiliki rambut yang tebal dan kaku sepanjang 0.5-3 mm serta berambut pendek (Galinato et al. 1999).

(31)

(Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). E. crus-galli mampu menghasilkan lebih

dari 1 000 kg benih/ha (Galinato et al. 1999).

Perbanyakan dan Penyebaran

Gulma E. crus-galli berperan sebagai gulma pada 36 jenis tanaman

budidaya di 61 negara. Jenis rumput ini memperbanyak diri secara generatif melalui biji yang seringkali tercampur dengan benih padi (Galinato et al. 1999). Gulma ini bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. E. crus-galli melakukan penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin. Biji E. crus-galli dapat menyebar melalui saluran irigasi, hewan, burung, pengangkutan biji padi dan mesin pertanian atau peralatan pertanian lainnya (Itoh 1991).

Perkembangan yang sangat cepat dan agresif dari E. crus-galli terkait dengan pertumbuhannya yang sangat cepat, produksi benih yang tinggi, dormansi benih dan daya adaptasi yang tinggi di bawah kondisi lahan pertanian yang berbeda (Bahrendt dan Hanf 1979). E. crus-galli adalah spesies yang sangat bervariasi, memiliki banyak bentuk dan variasi dengan waktu berbunga dan menghasilkan biji yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain.

Ekologi Gulma E. crus-galli

Lingkungan Tumbuh

E. crus-galli merupakan gulma yang beradaptasi pada daerah berair, dan

tumbuh baik pada kelembaban tanah 80 % dari water capasity (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). Pertumbuhan E. crus-galli sangat baik pada jenis tanah berpasir dan berlempung terutama apabila kandungan nitrogennya tinggi (Kropff dan Van Laar 1993).

(32)

9

Menurut Soerjani et al. (1987) benih E. crus-galli tidak dapat berkecambah

pada kedalaman air lebih dari 12 cm, sedangkan menurut Kropff dan Van Laar (1993) kedalaman air maksimum bagi perkecambahan benih E. crus-galli adalah 15 cm. Benih yang terendam pada kedalaman lebih dari 15 cm tidak dapat berkecambah.

Benih E. crus-galli dapat hidup terus dalam waktu yang lama. Benih yang

terdapat di dalam tanah dapat hidup terus sampai 1 tahun. Benih yang disimpan di tempat penyimpanan dalam kondisi kering dapat hidup terus sampai 7 tahun. Kelembaban optimum untuk perkecambahan benih E. crus-galli tergantung dari karakteristik tanah, tetapi umumnya pada 70-90% kapasitas lapang. Benih E. crus-galli

yang berada dekat dengan permukaan tanah akan berkecambah baik pada hari yang panas (Galinato et al. 1999).

E. crus-galli dapat tumbuh pada daerah dataran rendah sampai sedang. Gulma ini tumbuh baik pada tempat dengan penyinaran penuh sepanjang tepi perairan (Soerjani et al. 1987). E. crus-galli membutuhkan waktu 42-64 hari untuk melengkapi siklus hidupnya. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam tetapi sebagian lagi mengalami dormansi yang bisa mencapai selama 4-48 bulan. Fotoperiodisme mempengaruhi jumlah benih yang dorman dan intensitas dari dormansi tersebut (Zimdahl et al. 2004).

Pembungaan dipengaruhi oleh panjang hari. Pada hari pendek pembungaan lebih cepat terjadi. Jumlah malai dan anakan lebih besar pada hari pendek, tetapi ukurannya kecil. Pada hari panjang (16 jam), gulma ini menghasilkan malai dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah benih yang lebih banyak. E. crus-galli yang

tumbuh pada daerah dengan penyinaran penuh memiliki bobot kering empat kali lebih besar serta jumlah malai dan anakan dua kali lebih banyak daripada E. crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan naungan 50% (Galinato et al. 1999).

Suhu lingkungan optimum untuk perkecambahan biji adalah 32-37°C. Tingkat

perkecambahan akan menurun drastis pada suhu lingkungan di bawah 10°C atau di atas 40°C dan berhenti berkecambah pada suhu 5o

Distribusi geografis dari E. crus-galli yaitu dari 50 °LU sampai 40 °LS (Holm

(33)

di atas 50 °LU, seperti di Edmonton (53° 33’ LU), Saskatoon (52° 07’ LU) dan Prince

Albert (53° 12’ LU) (Maun dan Barret 1986).

Plastisitas Fenotipik

Spesies tumbuhan dapat menyebar pada kondisi lingkungan secara luas, namun

kemampuan penyebaran setiap genotip terbatas. Kemampuan spesies menyebar secara luas ditandai oleh kemampuan plastisitas fenotipik dan tingkat variasi genetik yang tinggi (Santamaria et al. 2003). Plastisitas fenotipik adalah kemampuan suatu organisme untuk mengubah morfologi atau fisiologinya setelah terpapar atau berada pada kondisi lingkungan yang berbeda atau ekspresi fenotipik yang tergantung pada lingkungan (Schlichting 1986; Thompson 1991; Sultan 2000; deWitt & Scheiner 2004). Plastisitas fenotipik memainkan peranan yang penting dalam distribusi ekologi suatu organisme (Sultan 2003). Plastisitas fenotipik membiarkan organisme untuk menerima kondisi lingkungan yang berbeda dengan mengubah fenotipiknya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga menjadi adaptif (Plante & Hendry 2011). Sumber perbedaan lingkungan tumbuh seperti iklim, cahaya, dan ketinggian tempat dapat menyebabkan adanya plastisitas fenotipik (Santamaria 2003; Sultan 2003). Kemampuan plastisitas fenotipik gulma E. crus-galli telah dilaporkan oleh banyak peneliti. Menurut Yamasue (2003) gulma E. crus-galli memiliki plastisitas fenotipik yang luas pada karakter tinggi tanaman yang tergantung dari tanaman tetangganya dan membentuk daun dan malai yang lebih tinggi daripada kanopi tanaman padi.

E. crus-galli dapat memiliki kemampuan “mimikri” yaitu menyerupai tanaman padi pada tahapan pertumbuhan tertentu dalam siklus hidupnya. Sifat ini muncul melalui seleksi alami akibat tindakan penyiangan pada sistem pertanian yang intensif (Barret 1983; Baki et al. 2003). Kemampuan mimikri membantu gulma E. crus-galli

untuk menghindar dari penyiangan manual (Yamasue 2003).

Fisiologi E. crus-galli

(34)

11

tanaman/tumbuhan C3 (Ampong-Nyarko dan De Datta 1991). Gulma dengan

siklus C4 mempunyai kapasitas tinggi dalam berproduksi dan berkompetisi serta mempunyai kebutuhan air yang lebih rendah. Pada kondisi ketersediaan air yang rendah, gulma ini secara umum mampu bersaing terhadap tanaman padi (Baki dan Azmi 2003).

Alelopati Gulma E. crus-galli

Tumbuh-tumbuhan juga dapat bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada tumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi biokimiawi antara gulma dan pertanamanan antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan

sel-sel akar dan lain sebagainya. Beberapa species gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya (root exudates atau lechates) atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut alelopati dan zat kimianya disebut alelopat.

(35)

Selama perkecambahan dan awal pertumbuhan, E. crus-galli menekan

pertumbuhan beberapa tanaman pertanian termasuk padi dan E. crus-galli itu sendiri. Eksudat akar dari E. crus-galli muda menunjukkan efek alelopati dan menekan pemanjangan akar padi. Senyawa p-Hidroxymandelic acid merupakan

allelochemical yang dikeluarkan dari akar E. crus-galli muda yang dapat menekan

kuat pertumbuhan tajuk dan pemanjangan akar padi (Yamamoto et al. 1999). Eksudat akar E. crus-galli menekan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi, lettuce dan monochoria. Komponen yang berpotensi terlibat dalam aktivitas phytotoxic E. crus-galli telah teridentifikasi antara lain phenolic, long-chain fatty acids, loctones, diethyl phthalate, acenaphthene, phthalic acids, benzoic acid dan

decane. Penghambat pertumbuhan terbesar ditunjukkan oleh lactones, diikuti oleh

phenolic dan phthalic acid. Phytotoxins yang dikeluarkan akar E. crus-galli

memperlihatkan hambatan terhadap pertumbuhan tanaman indikator berdaun lebar, tetapi kurang efektif pada tanaman padi dan E. crus-galli itu sendiri (Xuan

et al. 2006).

Produksi senyawa alelopati sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya : 1) kualitas, intensitas dan lamanya masa penyinaran cahaya dapat mempengaruhi produksi. Senyawa alelopati lebih banyak dihasilkan pada kondisi cahaya ultraviolet dan periode penyinaran yang panjang; 2) jumlah senyawa alelopati akan lebih banyak dihasilkan pada keadaan dengan kondisi yang kekurangan hara; 3) senyawa alelopati lebih banyak dihasilkan dalam keadaan yang mengalami gangguan kekeringan; 4) senyawa alelopati lebih

banyak dihasilkan dalam keadaan dengan suhu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu normal bagi pertumbuhannya; 5) penggunaan hormon seperti 2,4-D atau hidrasid maleat dapat meningkatkan senyawa alelopati (Rice 1974).

Kompetisi Padi dengan Gulma E. crus-galli

(36)

13

pertumbuhan gulma akan terhambat. Sebaliknya, apabila tanaman kurang vigor

dan tidak dapat menguasai sarana tumbuh, maka gulma akan tumbuh dengan subur. Kompetisi tanaman dengan gulma tergantung pada beberapa faktor antara lain lingkungan, pertumbuhan tanaman, kepadatan tanaman, fase pertumbuhan tanaman, jenis gulma dan kepadatan gulma, fase pertumbuhan gulma, dan teknik

budidaya yang dilakukan (De Datta 1981).

Gulma E. crus-galli merupakan kompetitor yang sangat kuat terhadap tanaman padi sehingga menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Chin 2003). Pertumbuhan tinggi tanaman padi menurun akibat kompetisi dengan gulma E. crus-galli (Perera et al. 1992; Sultana 2000). Trung et al. (1995) melaporkan bahwa pada pertanaman padi pindah tanam, kepadatan gulma E. crus-galli 5-10 gulma per m2 menyebabkan kehilangan hasil 7-13% dan kepadatan 15-35 gulma per m2 menyebabkan kehilangan hasil sebesar 23-27%. Islam et al. (2003) juga melaporkan bahwa ketika tanaman padi berkompetisi dengan 8 gulma

E. crus-galli per pot, tinggi tanaman padi menurun hingga 42.9%, indeks luas daun (ILD) menurun sekitar 92%, jumlah anakan per tanaman menurun sekitar 72.7%, jumlah malai per rumpun menurun hingga 88.5%, dan jumlah gabah per malai menurun hingga 63.8%.

Peubah-peubah Kompetisi

Terdapat dua jenis kompetisi yang biasa terjadi di alam yaitu kompetisi

intra spesifik dan interspesifik. Kompetisi intraspesifik adalah interaksi negatif

yang terjadi pada tumbuhan dengan jenis yang sama. Kompetisi interspesifik

adalah interaksi negatif yang terjadi pada tumbuhan yang berbeda jenis atau disebut kompetisi antar jenis tumbuhan (Sastroutomo 1990). Menurut Eussen dan Zulfadli (1981) kompetisi total merupakan gabungan dari kompetisi dan pengaruh

alelopati. Beberapa peubah kompetisi antara lain total hasil relatif (THR), koefisien pendesakan, penguasaan sarana tumbuh (PST), dan agresivitas.

Total Hasil Relatif (THR) merupakan salah satu model untuk

(37)

percobaan replacement series atau seri penggantian yaitu pengaturan populasi

relatif agar campurannya tetap satu (satu). Pengaturan populasi dimulai dengan menyusun suatu seri kerapatan monokultur tumbuhan pertama dengan populasi relatif satu, kemudian berangsur-angsur diganti sampai menjadi monokultur tumbuhan kedua dengan populasi relatif satu. Nilai THR dirumuskan :

THR = tII cII tI cI Y Y Y Y + Keterangan : YcI Y

= bobot kering tumbuhan 1 pada pertanaman campuran

tI Y

= bobot kering tumbuhan 1 pada pertanaman tunggal

cII Y

= bobot kering tumbuhan 2 pada pertanaman campuran

tII = bobot kering tumbuhan 2 pada pertanaman tunggal

Kelebihan pendekatan ini adalah bahwa terjadi kompetisi atau tidak dapat diketahui dari nilai THR yang diperoleh. Nilai THR < 1 menunjukkan pengaruh yang saling merugikan atau interaksi negatif diantara kedua tumbuhan atau menunjukkan adanya kejadian kompetisi. Nilai THR = 1 menunjukkan tidak ada kompetisi atau menunjukkan adanya pemakaian sarana tumbuh secara bersama-sama. Nilai THR = 1 dapat pula menunjukkan kejadian kompetisi jika salah satu

tumbuhan lebih dominan menguasai sarana tumbuh yang ada. Nilai THR >1 menunjukkan kejadian penambahan sarana tumbuh yang tidak terukur, penggunaan sarana tumbuh yang berbeda dari masing-masing tumbuhan, kejadian simbiosis mutualisme atau interaksi positif diantara kedua tumbuhan, dan ketiadaan kompetisi.

Relative Crowding Coefficient (Koefisien Pendesakan). Koefisien Pendesakan (KP) dapat menunjukkan kemampuan kompetisi suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain (De Wit, 1960) yang dirumuskan sebagai berikut :

ij

c

=
(38)

15

Keterangan :

Cij Y

= koefisien pendesakan tumbuhan i terhadap tumbuhan j

i Y

(campuran) = hasil tumbuhan i pada pertanaman campuran

i Z

(monokultur) = hasil tumbuhan i pada pertanaman monokultur

i Z

= rasio densitas tumbuhan i pada pertanaman campuran

j = rasio densitas tumbuhan j pada pertanaman campuran

Nilai KP yang lebih besar menunjukkan kemampuan kompetisi suatu tanaman terhadap tanaman lain. Persamaan di atas berlaku pula sebaliknya, yaitu koefisien pendesakan tumbuhan II terhadap tumbuhan I. Perbandingan koefisien pendesakan antara kedua tumbuhan dapat menunjukkan tumbuhan yang lebih kompetitif. Nilai koefisien pendesakan lebih tinggi menunjukkan derajat kompetisi lebih besar.

Penguasaan Sarana Tumbuh (PST). Kompetisi antara gulma dan

tanaman terjadi karena faktor tumbuh yang terbatas. Faktor yang dikompetisikan berupa air, hara, CO2, cahaya, dan ruang tumbuh, namun sulit bagi kita untuk menjelaskan faktor mana yang berperan dalam peristiwa kompetisi tersebut. Studi kompetisi dari salah satu faktor penunjang pertumbuhan (unsur kompetisi) secara terpisah sangat sulit dilakukan karena banyaknya faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan. De Wit (1960) memperkenalkan konsep penguasaan sarana tumbuh yang mencakup semua faktor yang mempengaruhi kompetisi dan merumuskan pertumbuhan tanaman dalam persamaan berikut :

Keterangan :

Y = hasil nyata

d = densitas tumbuhan Ymax

b = penguasaan sarana/faktor tumbuh (space occupation) atau kemampuan memanfaatkan sarana tumbuh

(39)

Persamaan garis tersebut masih bersifat hiperbolik. Resiprokal dari

persamaan tersebut akan memberikan persamaan linear sebagai berikut :

=

Angka Penguasaan Sarana Tumbuh ditetapkan dengan rumus :

PST = (Y/Ymax) x 100%

PST menyatakan besarnya penguasaan sarana tumbuh dan dinyatakan dalam (%). Nilai PST yang lebih besar menunjukkan dominasi suatu tumbuhan terhadap tumbuhan lain.

Agresivitas merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur

peningkatan hasil relatif dari suatu spesies dalam sistem tumpangsari yang dikembangkan oleh McGilchrist dan disimbolkan dengan A (Whiley 1979). Konsep ini didasarkan atas percobaan rangkaian substitusi dan untuk suatu

kombinasi substitusi. Nilai agresivitas dirumuskan sebagai berikut :

Nilai agresivitas sama dengan nol berarti semua spesies dalam pertanaman campuran mempunyai daya kompetisi yang sama besarnya. Pada sisi lain, nilai agresivitas mempunyai angka yang sama, tetapi spesies yang dominan memiliki nilai positif sedangkan spesies yang didominasi memiliki nilai negatif.

Marka Molekuler Simple Sequence Repeat (SSR)

Penanda morfologi telah digunakan untuk mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang, penentuan jarak genetik dan hubungan kekerabatan antar plasma nutfah/klon/kultivar (Vuylsteke et al. 1988; Ortiz et al. 1993; Swennen

(40)

17

aksesi berdasarkan karakteristik molekulernya (DNA) (Jarret dan Gawel 1995).

Penanda molekuler didasarkan pada polimorfisme yang dideteksi pada tingkat makromolekul dalam sel. Pengertian ini akhir-akhir ini banyak digunakan untuk mendiskripsikan hanya pada DNA. Penanda DNA ini dapat tidak terbatas dalam jumlah dan dapat memberikan kegunaan yang besar untuk beragam tujuan yang

relevan terhadap perbaikan tanaman.

Penanda DNA yang memiliki tingkat akurasi cukup tinggi salah satunya adalah simple sequen repeat (SSR) atau short tandem repeat (STR) atau mikrosatelit. SSR memiliki keunggulan mudah dan murah (pada tahapan setelah ditemukan primer spesifiknya), keberadaannya melimpah dan tersebar di seluruh genom tanaman, dan dengan sampel dalam jumlah sedikit, mencukupi untuk amplifikasi dengan PCR (Ribaut et al 2002). Salah satu teknik yang memanfaatkan mikrosatelit adalah Sequence-tagged microsatellite sites (STMSs) atau Sequence-tagged sites (STS). Keuntungan STMSs adalah menggunakan sepasang primer yang sudah didisain khusus untuk tiap spesies (Sulyo 1997), sehingga menyebabkan penanda ini bersifat ko-dominan (Hiu LB 1998; Sulyo 1997). Penanda STMS memungkinkan mendapat derajat polimorfisme dan variasi yang tinggi karena sekuen DNA mikrosatelit mengandung urutan basa berulang-ulang secara bergandengan dengan panjang berbeda-beda pada genom. Bentuk berulang yang umum adalah dinukleotida sederhana. Frekuensinya yang tinggi dalam genom lebih mudah dideteksi dibandingkan mikrosatelit dengan ulangan tri- dan tetranukleotida (Hiu Liu 1998). Mikrosatelit tri- dan

tetranukleotida lebih sedikit dalam genom dan tingkat keragamannya lebih rendah dari dinukleotida (Scotti et al. 2002). Variasi terjadi dalam ukuran panjang mikrosatelit pada lokus-lokus individu yang spesifik, sehingga penanda ini polialelik dan ko-dominan secara alami, yang menjadikan penanda ini mempunyai

manfaat lebih banyak (Puspendra et al. 2002) dan memiliki tingkat reprodusibilitas tinggi dibandingkan penanda RAPD dan RFLP (McGregor et al. 2000; Powell et al. 1996).

(41)

heterosigositas yang diharapkan) dan spesifik lokus, sehingga menjadi penanda

(42)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PADA BERBAGAI TINGKAT POPULASI GULMA

Echinochloa crus-galli

YANG BERASAL DARI TIGA LOKASI

ABSTRAK

E. crus-galli merupakan gulma utama pada pertanaman padi sawah yang dapat menurunkan hasil panen. Tujuan penelitian adalah mempelajari pengaruh aksesi dan populasi gulma E. crus-galli terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Bogor mulai bulan Mei 2006 hingga September 2006. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan. Aksesi gulma

E. crus-galli sebagai petak utama terdiri atas aksesi Karawang, Cikampek, dan Sukabumi. Populasi gulma E. crus-galli sebagai anak petak terdiri atas lima taraf yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 gulma E. crus-galli/pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, dan kepadatan malai. Daya kompetisi gulma E. crus-galli aksesi Cikampek lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Karawang. Populasi E. crus-galli berpengaruh terhadap terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Populasi 4 gulma E. crus-galli/pot menurunkan berat kering gabah total sebesar 48.0% dan berat kering gabah isi sebesar 46.2%. Interaksi antara aksesi dan populasi gulma E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

(43)

GROWTH AND PRODUCTION OF RICE PLANT ON SOME

POPULATION DENSITY OF

Echinochloa crus-galli

WEED

FROM THREE LOCATIONS

ABSTRACT

Echinochloa crus-galli is a major weed in paddy field that reduces rice yield. The objective of the research was to study the effect of E. crus-galli accession and population on rice growth and production. The research was conducted in a green house using split plot design with three replications. The main plot consisted of three E. crus-galli accession i.e. Karawang, Cikampek, and Sukabumi accession.

E. crus-galli population as sub plot consisted of 0, 1, 2, 3, and 4 E. crus-galli per pot. The results showed that accession of E. crus-galli affected plant height, number of tiller, and panicle density. The competitiveness against rice of E.

crus-galli accession Cikampek was higher than that of Sukabumi dan Karawang

accession. Population E. crus-galli affected rice growth and production. Population of 4 E. crus-galli/pot decreased spikelets weigth about 48.0% and filled spikelets weigth about 46.2%. Interaction of accession and population of E. crus-galli did not affected rice growth and production.

(44)

21

Pendahuluan

Kebutuhan beras semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Pada tahun 2030 nanti, kebutuhan beras Indonesia diperkirakan mencapai 41.7 juta ton (BPS 2008). Upaya peningkatan produksi beras pada masa yang akan datang dihadapkan pada berbagai kendala seperti alih fungsi

lahan pertanian ke non pertanian, degradasi kesuburan lahan, dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).

Salah satu OPT yang dapat menurunkan produksi tanaman padi adalah gulma. Penurunan produksi yang diakibatkan oleh gulma pada beberapa situasi secara ekonomis lebih penting daripada penurunan produksi yang disebabkan oleh insekta, cendawan, atau organisme pengganggu lainnya (Savary et al. 1997; 2000). Selain penurunan produksi, adanya gulma di pertanaman padi sawah juga menyebabkan biaya pengendalian yang besar sehingga menurunkan pendapatan petani (Tungate et.al. 2007).

Salah satu spesies gulma dominan pada lahan sawah adalah Echinochloa crus-galli (Ali dan Sankaran, 1984). Kehadiran gulma E. crus-galli di pertanaman padi sawah dapat menurunkan produksi tanaman padi hingga 50-59% (Sultana 2000; Chin 2001), 57-95% (Ahn dan Chung 2000), dan bahkan dapat menurunkan produksi gabah hingga 97% (Islam dan Karim 2003). Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya kompetisi antara gulma dan tanaman padi terhadap sumberdaya yang tersedia (Zimdahl 2004). Gulma ini juga dapat menjadi tumbuhan inang bagi Leptocorisa oratorius, Acrocylindricum oryzae,

Corticium sasakii, dan Rhynchosporium oryzae (Tjitrosemito 1994).

Gulma E. crus-galli memiliki daya adaptasi yang luas pada kondisi lingkungan yang beragam (Galinato et al. 1999). Karena kemampuan adaptasi yang luas, maka gulma E. crus-galli dari tiap aksesi diduga memiliki daya

kompetisi yang berbeda pula. Perubahan praktek agronomis pada berbagai lokasi dari waktu ke waktu seperti penggunaan herbisida baru, inovasi cara pengolahan tanah, penggunaan kultivar baru dapat mempengaruhi distribusi gulma dan kemampuan kompetisi gulma terhadap tanaman budidaya (Froud-Williams et al. 1984; Clement et al. 1996). Perbedaan karakter daya kompetisi dari aksesi gulma

(45)

Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh aksesi gulma E. crus-galli pada beberapa tingkat populasi terhadap pertumbuhan dan produksi

tanaman padi sawah.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan dalam pot di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor, pada bulan Mei 2006 sampai dengan September 2006. Bahan yang digunakan antara lain benih padi varietas IR-64, pupuk urea, SP-36, dan KCl, dan biji E. crus-galli. Peralatan yang digunakan antara lain pot berukuran 30 cm - 40 cm (diameter - tinggi), tray, neraca, oven, dan leaf area meter.

Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Percobaan terdiri atas dua faktor, yaitu aksesi E. crus-galli sebagai petak utama yang terdiri atas tiga aksesi (aksesi Karawang, Cikampek, dan Sukabumi) dan populasi E. crus-galli sebagai anak petak yang terdiri atas lima taraf, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 bibit gulma E. crus-galli

per pot. Satuan percobaan terdiri atas 3 pot sehingga total terdapat 135 pot percobaan.

Media tanam yang digunakan adalah tanah latosol dramaga yang berasal dari lahan sawah kebun percobaan IPB Sawah Baru. Sebelum digunakan sebagai media, tanah dikeringanginkan terlebih dahulu, kemudian dihaluskan dan diayak. Tiap pot diisi media tanah sebanyak 10 kg/pot. Media tanah dalam pot selanjutnya dilumpurkan dan digenangi dengan air hinga ketinggian 5 cm dari

permukaan media. Benih padi varietas IR-64 dan biji E. crus-galli disemai sebelum penanaman di pot dengan menggunakan bak semai. Bibit padi dipindahtanam ke dalam pot pada saat berumur 21 hari setelah semai (HSS). Bibit padi ditanam tepat di tengah-tengah pot. Bibit gulma E. crus-galli yang

berumur 14 HSS ditanam pada jarak 7 cm dari tanaman padi dengan jumlah bibit sesuai dengan perlakuan.

(46)

23

pada 4 minggu setelah tanam (MST), dan 1/3 dosis pada 8 MST. Penyiraman

dilakukan 2 hari sekali sampai ketinggian genangan sekitar 5 cm. Penyiangan gulma selain E. crus-galli dilakukan secara manual. Pengendalian penyakit tungro dilakukan dengan cara membuang bagian tanaman yang terserang. Panen padi dan gulma E. crus-galli dilakukan bersamaan pada 13 MST.

Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot biomassa tajuk dan akar, panjang dan lebar daun bendera, luas daun bendera, kadar nitrogen daun bendera, jumlah anakan produktif, panjang malai, kepadatan malai, dan produksi gabah. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan Tanaman Padi

[image:46.595.110.510.498.568.2]

Aksesi gulma E. crus-galli berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi pada saat 7 MST (Tabel 1). Tinggi tanaman padi yang ditanam dengan gulma E. crus-galli aksesi Sukabumi lebih pendek dibandingkan dengan yang ditanam dengan gulma aksesi lainnya.

Tabel 1. Pengaruh aksesi gulma terhadap tinggi tanaman padi

Aksesi Tinggi Tanaman Padi (cm)

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

Karawang 39.8 54.6 67.0 80.9 89.4 92.4a 95.1

Cikampek 38.7 53.0 66.4 80.2 87.6 91.4a 93.7

Sukabumi 40.2 52.5 67.7 80.4 86.6 89.4b 92.0

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Populasi dan interaksi antara aksesi dengan populasi E. crus-galli tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi. Hasil berbeda dilaporkan oleh Islam et al. (2003) bahwa keberadaan gulma E. crus-galli mulai populasi 2 per pot menurunkan tinggi tanaman padi. Perera et al. (1992), Sultana (2000) dan Purba (2007) juga melaporkan adanya penurunan tinggi tanaman padi akibat kompetisi

(47)

Aksesi E. crus-galli berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman padi

pada 2 MST; populasi E. crus-galli berpengaruh pada 2 MST dan 5-8 MST; sedangkan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan tanaman padi (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh aksesi dan populasi E. crus-galli terhadap jumlah anakan tanaman padi

Perlakuan Jumlah Anakan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Aksesi

Karawang 2.2ab 3.9 6.5 9.4 12.0 13.9 14.2

Cikampek 2.1b 3.3 6.0 8.0 9.8 11.0 11.7

Sukabumi 2.6a 4.8 7.8 11.1 13.5 14.8 14.5

Populasi E. crus-galli/pot

0 2.2b 4.0 6.2 8.9b 12.3b 15.0ab 17.3a

1 2.6a 4.5 7.8 11.4a 14.7a 17.1a 16.9a

2 2.3ab 3.9 7.1 9.6ab 11.7bc 12.6bc 12.2b

3 2.3ab 4.0 6.6 9.2b 10.8bc 11.7c 11.5b

4 2.1b 3.6 6.2 8.3b 9.4c 9.8c 9.6b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Aksesi Cikampek pada 2 MST menyebabkan jumlah anakan padi lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Sukabumi dan Karawang, namun pada pengamatan 3-8 MST tidak menunjukkan perbedaan. Populasi 2 gulma E.

crus-galli/pot pada pengamatan 8 MST nyata menurunkan jumlah anakan padi

dibandingkan terhadap kontrol. Populasi 4 gulma/pot menyebabkan jumlah anakan padi menurun hingga 53.8% dibandingkan terhadap kontrol. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Sutrisno dan Turanto (1981) bahwa tanaman padi yang ditanam dengan E. crus-galli pada saat tanam menunjukkan jumlah anakan total yang lebih rendah dibandingkan dengan padi yang ditanam tanpa

E. crus-galli.

Jumlah daun tanaman padi dipengaruhi oleh populasi E. crus-galli, namun tidak dipengaruhi oleh aksesi E. crus-galli maupun interaksi antara aksesidengan populasi E. cru

Gambar

Tabel 1.  Pengaruh aksesi gulma terhadap tinggi tanaman padi
Tabel 8.  Deskripsi asal-usul 16 aksesi gulma E. crus-galli di Jawa Barat
Tabel 11. Karakter morfologi aksesi gulma E. crus-galli di habitat asal dari berbagai lokasi di Jawa Barat
Tabel 12.  Nilai eigenvalue berdasarkan karakter morfologi di habitat asal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan jarak tanam dengan perlakuan ratoon terhadap semua parameter pertumbuhan dan hasil dari sorgum

Sedangkan aspek pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja (Adipradana, 2008). Tidak hanya stres kerja dan beban kerja saja

Kelompok hutan Sakti (RTK 29) secara administratif terletak di desa Sakti, kec. Nusa Penida, Klungkung, sedangkan menurut pembagian wilayah administrasi kepemangkuan

Penyusunan Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan produksi (KPHP) KPH Bali Barat

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, terbukti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model pembelajaran Thinks Pair Share ( TPS ) dan Talking Stick

High Availability Server Storage menjadikan suatu pelayanan bagi masyarakat agar data yang sudah tersimpan pada data base tidak hilang secara cepat saat

Untuk mempercepat adopsi varietas unggul kacang hijau, diperlukan beberapa langkah antara lain: (1) varietas yang akan diintroduksikan selain memiliki keunggulan hasil atau

Semua pekerjaan instalasi sistem perpipaan air bersih tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan gambar dan spesifikasi teknisnya, serta memenuhi semua persyaratan