• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Pengaruh Jumlah Sudu Dan Tip Speed Ratio Terhadap Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Menggunakan Profil Sudu Naca 0018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Simulasi Pengaruh Jumlah Sudu Dan Tip Speed Ratio Terhadap Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Menggunakan Profil Sudu Naca 0018"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SUDU DAN TIP SPEED RATIO TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H

MENGGUNAKAN PROFIL SUDU NACA 0018

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

WAHYU HAMDANI NIM. 090401060

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SUDU DAN TIP SPEED RATIO TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H

MENGGUNAKAN PROFIL SUDU NACA 0018

WAHYU HAMDANI NIM. 090401060

Diketahui/ Disahkan: Disetujui:

Ketua Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing Fakultas Teknik – USU

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP.196412241992111001 NIP.197206102000121001

(3)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SUDU DAN TIP SPEED RATIO TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H

MENGGUNAKAN PROFIL SUDU NACA 0018

WAHYU HAMDANI NIM. 090401060

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil Seminar Tugas Skripsi Periode ke-681 pada Tanggal 26 Februari 2014

Disetujui Oleh : Pembimbing

(4)

SIMULASI PENGARUH JUMLAH SUDU DAN TIP SPEED RATIO TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H

MENGGUNAKAN PROFIL SUDU NACA 0018

WAHYU HAMDANI NIM. 090401060

Telah diperiksa dan disetujui dari hasil Seminar Tugas Skripsi Periode ke-681 pada Tanggal 26 Februari 2014

Disetujui Oleh :

Dosen Pembanding I Dosen Pembanding II

Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc

(5)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 2112/TS/2013

FAKULTAS TEKNIK – USU DITERIMA :

MEDAN PARAF :

TUGAS SARJANA

N A M A : WAHYU HAMDANI

N I M : 090401074

MATA PELAJARAN : COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)

SPESIFIKASI : LAKUKAN SIMULASI TERHADAP TURBIN

ANGIN TIPE DARRIEUS-H DENGAN MELAKUKAN VARIASI JUMLAH SUDU DAN TIP SPEED RATIO MENGGUNAKAN PROFIL SUDU NACA 0018. SIMULASI INI BERTUJUAN UNTUK MENGETAHUI JUMLAH SUDU YANG PALING OPTIMAL DALAM MENGEKSTRAK ENERGI ANGIN.

DIBERIKAN TANGGAL : 19 JULI 2013

SELESAI TANGGAL : 03 FEBRUARI 2014

MEDAN, 19 JULI 2013 KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 196412241992111001 NIP.197206102000121001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini dengan sebaik mungkin.

Tugas sarjana ini berjudul “SIMULASI PENGARUH JUMLAH SUDU DAN TIP SPEED RATIO TERHADAP PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H MENGGUNAKAN PROFIL SUDU NACA 0018”. Tugas sarjana ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata-1 (S1) di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Proses penyusunan tugas sarjana yang dilakukan penulis dapat terlaksana berkat doa dan dukungan dari semua pihak. Untuk itulah, dengan setulus hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ibunda Supiani dan Ayahanda Sutinto Poniman yang memberikan bantuan dan dorongan dalam bentuk apapun dan tidak pernah putus memberikan dukungan, doa, serta kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis.

2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita ,ST,MT selaku dosen pembimbing saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan ilmu kepada penulis.

3. Bapak Dr.Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin yang telah membimbing, membantu dan mengajari saya selama kuliah serta dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Saudara kandung penulis Vernianti dan Winda Sabrina yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

6. Rekan-rekan satu tim, Indro, Rijal, Rohim atas kerjasama dan saling bertukar ide dalam menyelesaikan alat kami.

(7)

memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis.

8. Khusus untuk anak magang Laboratorium Teknologi Mekanik, terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan selama pembuatan turbin angin di Laboratorium.

9. Teman-teman satu rumah kontrakan yang turut memberikan dukungan moral dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga tugas sarjana ini dapat memberikan manfaat dan ilmu bagi saya khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 23 Januari 2014 Penulis,

(8)

ABSTRAK

Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Turbin angin sumbu vertikal tipe Darrieus-H merupakan pengembangan dari turbin angin Darrieus. Penelitian yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya secara eksperimen menunjukkan hasil berupa efisiensi yang dihasilkan dari turbin angin Darrieus-H ini sangat kecil. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya pabrikasi yang cukup mahal. Banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi turbin angin ini yaitu pengaturan sudut pitch, diameter rotor turbin, tinggi sudu, panjang chord sudu dan massa komponen turbin itu sendiri. Biaya pabrikasi yang mahal tidak efisien untuk meneliti keseluruhan variabel tersebut maka perlu dilakukan simulasi dengan menggunakan komputer. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi jumlah sudu dan tip speed ratio terhadap performansi turbin angin dengan mensimulasikannya dengan menggunakan software CFD. Turbin angin yang disimulasi berupa rotor 2D dengan diameter 1,50 m pada daerah rotating region. Airfoil yang dipakai adalah NACA 0018. Variasi jumlah sudu yang digunakan adalah 3, 4, 5, dan 6 buah. Variasi tip speed ratio yang digunakan yaitu 1.65, 1.7, 1,75 dan 1.8. Hasil simulasi menunjukkan efisiensi untuk jumlahsudu 5 buah dan tip speed ratio 1.8 memiliki efisiensi tertinggi yaitu 58.941 %. Perbedaan yang terjadi antara hasil eksperimen dan simulasi dikarenakan adanya kerugian yang terjadi pada saat pengujian.

(9)

ABSTRACT

The wind turbine is a machine with rotating blades that convert the kinetic energy of wind into mechanical energy. Vertical axis wind turbine Darrieus - type H is the development of a Darrieus wind turbine. The research that has been done by previous researchers experimentally demonstrated the efficiency of the generated results in the form of the Darrieus-H wind turbine is very small. This value is not comparable to manufacturing costs are quite expensive. Many factors affect the efficiency of the wind turbine is pitch angle setting, the turbine rotor diameter, blade height, blade chord length and mass components of the turbine itself. Expensive manufacturing costs which are not efficient to examine the overall variables should be conducted using a computer simulation. The purpose of this study was to determine the effect of variations in blade number and tip speed ratio of the wind turbine performance by simulating it using CFD software. A simulated wind turbine rotor with a diameter of 1.50 m 2D regions rotating in the region. Airfoil used is NACA 0018. Variations in the number of blades used are 3, 4, 5, and 6 pieces. Variation of tip speed ratios used are 1.65, 1.7, 1.75, and 1.8. Simulation results show the efficiency of the blade to the number 5, and tip speed ratio of 1.8 has the highest efficiency of 58 941%. Differences that occur between the experimental and simulation results due to losses at the time of testing.

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SIMBOL ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan umum ... 3

1.3.2 Tujuan khusus ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Angin ... 6

2.2 Potensi Angin di Indonesia ... 7

2.3 Teori Momentum Elementer Betz ... 8

2.4 Turbin Angin ... 11

2.4.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal. ... 12

2.4.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal ... 13

2.5 Aerodinamika pada Sudu Turbin Angin ... 15

2.5.1 Bentuk Sudu ... 17

(11)

2.5.3 Letak Sudu Terhadap Arah Angin ... 21

2.6 Computational Fluid Dynamic (CFD) ... 23

2.7 CFD dan Airfoil ... 24

2.8 Persamaan Umum Untuk Aliran Fluida ... 25

2.8.1 Konservasi Massa ... 26

2.5.2 Persamaan Momentum ... 28

2.5.3 Persamaan-Persamaan Energi ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 33

3.2 Identifikasi Masalah ... 33

3.3 Variabel Penelitian ... 33

3.3.1 Variabel Terikat ... 33

3.3.2 Variabel Bebas ... 33

3.4 Urutan Proses Analisa ... 34

3.5 Diagram Alir Penelitian ... 35

3.6 Peralatan Pengujian ... 36

3.7 Setup Pengujian ... 36

3.7.1 Pengujian airfoil secara 2D... 36

3.7.1.1 Pemodelan geometri dengan Gambit... 37

3.7.1.2 Simulasi airfoil di Fluent ... 42

3.7.2 Pengujian turbin angin ... 45

3.7.2.1 Pemodelan geometri dengan solidwork... 45

3.7.2.2 Simulasi turbin angin di Fluent ... 48

3.8 Diagram Alir Prosedur Simulasi ... 51

(12)

4.1.1 Data hasil simulasi airfoil ... 52

4.1.2 Analisa hasil simulasi airfoil ... 53

4.1.3 Validasi terhadap hasil eksperimen ... 56

4.2 Simulasi Turbin Angin ... 58

4.2.1 Data hasil simulasi turbin angin ... 58

4.2.2 Analisa hasil simulasi turbin angin ... 70

4.2 Perbandingan dengan Eksperimental ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel data kecepatan angin di Sumatera Utara untuk daerah Belawan dan Serdang Bedagai ... 80

Lampiran 2. Profil aliran dan potensi kecepatan angin di Indonesia ... 82

Lampiran 3. Data kecepatan angin rata rata tahunan pada beberapa daerah di indonesia diukur pada ketinggian 50 m ... 83

Lampiran 4. Koordinat airfoil NACA 0018 ... 84

Lampiran 5. Sifat- sifat udara pada tekanan atmosfer antara 250 hingga 1000 K ... 85

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data hasil simulasi airfoil ... 53

Tabel 4.2 Data kecepatan angin sepanjang sisi outlet dengan jumlah sudu 3 buah TSR 1,8 ... 60

Tabel 4.3 Data kecepatan angin pada daerah putar turbin dengan jumlah sudu 3 TSR 1,65 ... 61

Tabel 4.4 Data kecepatan angin rata-rata yang keluar dari turbin dengan variasi jumlah sudu TSR 1,65... 63

Tabel 4.5 Data perhitungan putaran turbin dari nilai tip speed ratio . 66 Tabel 4.6 Data kecepatan angin melalui sisi outlet dengan variasi tip speed ratio pada jumlah sudu 3 buah ... 68

Tabel 4.7 Data hasil simulasi turbin angin ... 69

Tabel 4.8 Data perhitungan nilai Cp ... 72

Tabel 4.9 Data perhitungan efisiensi turbin angin ... 73

Tabel 4.10 Data pengujian eksperimen 3 sudu sebelum dikenakan beban dan sesudah dikenakan beban aerator ... 75

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema terjadinya angin pasat ... 7

Gambar 2.2 Aliran angin di Indonesia ... 8

Gambar 2.3 Kondisi aliran udara pada proses pengambilan energi mekanik menurut teori momentum elementer ... 8

Gambar 2.4 Turbin angin berdasarkan jumlah sudunya (a) satu sudu, (b) dua sudu,(c) tiga sudu, dan (d) banyak sudu... 12

Gambar 2.5 Turbin angin berdasarkan datangnya arah angin ... 13

Gambar 2.6 Beberapa tipe turbin angin sumbu vertikal ... 14

Gambar 2.7 Perbandingan antara gaya drag pada benda yang berpenampang besar dengan benda lain yang penampangnya lebih aerodinamis. ... 15

Gambar 2.8 Gambar aliran fluida yang melewati penampang airfoil .. 16

Gambar 2.9 Geometri Airfoil NACA ... 17

Gambar 2.10 Kecepatan sudu lebih cepat pada ujungnya daripada di dasar sudu... 21

Gambar 2.11 Gaya aerodinamis pada penampang sudu... 22

Gambar 2.12 Terowongan angin yang dibuat wright bersaudara tahun 1901-1902 di Dayton, Ohio ... 24

Gambar 2. 13 Metode yang sering digunakan dalam menganalisa aerodinamis ... 25

Gambar 2.14 Element fluida ... 25

Gambar 2.15 Aliran massa masuk dan keluar elemen fluida ... 27

Gambar 2.16 Komponen viscous stress ... 29

Gambar 2.17 Tegangan pada komponen-komponen pada arah X ... 29

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 35

Gambar 3.2 Geometri airfoil NACA 0018... 36

Gambar 3.3 Koordinat asli NACA 0018 sebelum diubah ... 37

Gambar 3.4 Koordinat airfoil yang sudah diubah di Ms. Excell ... 38

(15)

Gambar 3.6 Geometri airfoil dan lingkungannya ... 39

Gambar 3.7 Tampilan mesh yang telah dibuat ... 40

Gambar 3.8 Kondisi batas ... 42

Gambar 3.9 Menentukan model viskos ... 43

Gambar 3.10 Menentukan jenis material ... 43

Gambar 3.11 Menentukan nilai pada Velocity Inlet ... 44

Gambar 3.12 Penentuan jenis solution controls ... 44

Gambar 3.13 Proses iterasi ... 45

Gambar 3.14 Geometri daerah putar turbin ... 46

Gambar 3.15 Geometri lingkungan ... 46

Gambar 3.16 Pembuatan mesh pada geometri turbin angin ... 47

Gambar 3.17 Penentuan kondisi batas ... 47

Gambar 3.18 Menentukan model viskos yang digunakan ... 48

Gambar 3.19 Menentukan nilai kecepatan rotasi turbin ... 49

Gambar 3.20 Menentukan waktu proses itersi ... 50

Gambar 3.21 Proses iterasi ... 50

Gambar 3.22 Diagram alir prosedur simulasi ... 51

Gambar 4.1 Grafik sudut serang (α) vs koefisien gaya angkat (Cl) ... 53

Gambar 4.2 Grafik sudut serang (α) vs gaya hambat (Cd) ... 54

Gambar 4.3 Grafik sudut serang (α) vs perbandingan Cl/Cd... 55

Gambar 4.4 Kontur kecepatan pada sudut serang 00 ... 55

Gambar 4.5 Kontur kecepatan pada sudut serang 70 ... 56

Gambar 4.6 Grafik sudut serang (α) vs koefisien gaya angkat (Cl) eksperimen ... 57

Gambar 4.7 Grafik perbandingan antara hasil simulasi dengan hasil Eksperimen ... 57

Gambar 4.8 Kontur kecepatan pada jumlah sudu 3 dengan TSR 1,8 ... 58

Gambar 4.9 Kontur kecepatan pada jumlah sudu 5 dengan TSR 1,8 ... 59

Gambar 4.10 Grafik kecepatan angin pada sisi outlet ... 60

(16)

Gambar 4.12 Grafik hubungan kecepatan angin terhadap variasi

jumlah sudu ... 64 Gambar 4.13 Kontur kecepatan angin pada jumlah sudu 3 buah

(a) TSR 1,65 dan (b) TSR 1,8... 67 Gambar 4.14 Grafik hubungan kecepatan angin dengan TSR ... 69 Gambar 4.15 Grafik tip speed ratio vs dengan koefisien daya untuk

semua jumlah sudu ... 72 Gambar 4.16 Grafik nilai TSR vs efisiensi turbin untuk semua

(17)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL ARTI SATUAN

NACA National Advisory Committee Of Aeronautics -

TASH Turbin angin sumbu horizontal -

TASV Turbin angin sumbu vertikal -

A Luas sapuan rotor m2

c Panjang chord sudu m

CL Koefisien lift -

CD Koefisien drag -

CP Koefisien daya -

Dturbin Diameter turbin m

�� Energi kinetik angin Joule

� Gaya N

� Massa udara kg

�̇ Laju aliran massa udara kg/s

n Putaran turbin rpm

N Gaya normal N

B

Jumlah sudu

-

�� Daya turbin Watt

p momentum kg.m

R Jari jari turbin m

Re Bilangan Reynold -

t tebal airfoil m

� Kecepatan angin m/s

νave Kecepatan angin rata-rata m/s

α Sudut serang o

� Massa jenis udara kg/m3

(18)

ABSTRAK

Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Turbin angin sumbu vertikal tipe Darrieus-H merupakan pengembangan dari turbin angin Darrieus. Penelitian yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya secara eksperimen menunjukkan hasil berupa efisiensi yang dihasilkan dari turbin angin Darrieus-H ini sangat kecil. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya pabrikasi yang cukup mahal. Banyak faktor yang mempengaruhi efisiensi turbin angin ini yaitu pengaturan sudut pitch, diameter rotor turbin, tinggi sudu, panjang chord sudu dan massa komponen turbin itu sendiri. Biaya pabrikasi yang mahal tidak efisien untuk meneliti keseluruhan variabel tersebut maka perlu dilakukan simulasi dengan menggunakan komputer. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi jumlah sudu dan tip speed ratio terhadap performansi turbin angin dengan mensimulasikannya dengan menggunakan software CFD. Turbin angin yang disimulasi berupa rotor 2D dengan diameter 1,50 m pada daerah rotating region. Airfoil yang dipakai adalah NACA 0018. Variasi jumlah sudu yang digunakan adalah 3, 4, 5, dan 6 buah. Variasi tip speed ratio yang digunakan yaitu 1.65, 1.7, 1,75 dan 1.8. Hasil simulasi menunjukkan efisiensi untuk jumlahsudu 5 buah dan tip speed ratio 1.8 memiliki efisiensi tertinggi yaitu 58.941 %. Perbedaan yang terjadi antara hasil eksperimen dan simulasi dikarenakan adanya kerugian yang terjadi pada saat pengujian.

(19)

ABSTRACT

The wind turbine is a machine with rotating blades that convert the kinetic energy of wind into mechanical energy. Vertical axis wind turbine Darrieus - type H is the development of a Darrieus wind turbine. The research that has been done by previous researchers experimentally demonstrated the efficiency of the generated results in the form of the Darrieus-H wind turbine is very small. This value is not comparable to manufacturing costs are quite expensive. Many factors affect the efficiency of the wind turbine is pitch angle setting, the turbine rotor diameter, blade height, blade chord length and mass components of the turbine itself. Expensive manufacturing costs which are not efficient to examine the overall variables should be conducted using a computer simulation. The purpose of this study was to determine the effect of variations in blade number and tip speed ratio of the wind turbine performance by simulating it using CFD software. A simulated wind turbine rotor with a diameter of 1.50 m 2D regions rotating in the region. Airfoil used is NACA 0018. Variations in the number of blades used are 3, 4, 5, and 6 pieces. Variation of tip speed ratios used are 1.65, 1.7, 1.75, and 1.8. Simulation results show the efficiency of the blade to the number 5, and tip speed ratio of 1.8 has the highest efficiency of 58 941%. Differences that occur between the experimental and simulation results due to losses at the time of testing.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi angin merupakan energi stokastik. Kadang angin berhembus, kadang tidak. Kita tidak yakin berapa banyak energi yang ada pada waktu - waktu tertentu tetapi hal itu dapat diramalkan dengan suatu kemungkinan tertentu. Pemanfaatan sumber energi angin di Indonesia masih langka, hal tersebut dimungkinkan karena pengaruh teknologi atau pengetahuan yang belum populer, arah angin yang tidak tetap dan dipandang kurang ekonomis. Angin dipandang sebagai proses alam yang kurang memberikan nilai ekonomis bagi kegiatan masyarakat, namun jika hal ini dimanfaatkan secara optimal dapat memberikan pengaruh yang besar untuk mengurangi krisis energi yang sedang terjadi sekarang ini. Daerah- daerah pesisir di Indonesia memiliki kapasitas angin yang cukup besar dan memungkinkan untuk dikembangkan pembangkit listrik tenaga angin yang sifatnya terbarukan, berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam sebuah informasi yang di dapat dari berita okezone.com tanggal 17 Oktober 2013 bahwa kebutuhan energi listrik di Sumatera Utara mencapai 1650 MW setiap hari, sedangkan PT PLN (Persero) hanya mampu menyuplai 1500 MW setiap hari, sehingga Sumatera Utara defisit energi listrik setiap hari ditambah lagi kebutuhan listrik di Sumatera Utara bertambah 7% - 10% setiap tahun. Dengan daya yang tidak sesuai dengan kebutuhan listrik, maka sering terjadi pemadaman listrik yang dapat menghambat setiap kegiatan produktivitas masyrakat.

(21)

Salah satu manfaat yang bisa diperoleh dari mekanisme turbin angin adalah untuk menggerakkan aerator. Aerator merupakan alat yang digunakan pada tambak-tambak untuk menghasilkan lebih banyak oksigen yang terlarut di dalam air.

Sistem aerasi bertujuan untuk membuat oksigen dapat terlarut dengan baik di dalam air melalui beberapa cara tertentu, sehingga membuat organisme yang hidup di dalamnya dapat tumbuh lebih sehat dan mengalami pertumbuhan yang cepat. Ikan dan udang yang berada pada air dengan kandungan oksigen yang tinggi akan lebih sehat, segar, cepat besar sehingga akan meningkatkan hasil panen dengan menekan angka kematian yang mungkin terjadi. Sistem aerasi dengan menggunakan kincir (paddlewheel aerator) dan propeller aspirator pumps merupakan sistem aerasi yang paling banyak digunakan di dunia sekarang ini (Boyd, 1997).

Turbin angin yang digunakan untuk simulasi adalah jenis turbin angin sumbu vertikal. Turbin angin vertikal mempunyai beberapa keunggulan yaitu kecepatan sudu dan daya keluaran bisa diatur, bentuk sudu dapat dioptimalkan secara aerodinamis dan efisiensinya dapat ditingkatkan ketika gaya aerodinamisnya maksimal (Erich Hau, 2006).

Pada zaman dahulu sebelum perangkat komputer berkembang, beberapa peneliti di seluruh dunia merancang berbagai bentuk sudu turbin angin untuk diuji dan dianalisa dengan bantuan terowongan angin (wind tunnel). Cara pengujian ini membutuhkan biaya yang cukup mahal. Dengan bantuan perangkat lunak CFD, para peneliti dapat menganalisa bentuk sudu lebih baik dan murah dengan hasil yang hampir sama bila dengan menggunakan terowongan angin (wind tunnel).

Atas pertimbangan inilah, penulis akan melakukan simulasi bentuk sudu dan pengaruh jumlah sudu turbin angin sumbu vertikal agar turbin angin yang akan dibuat nantinya dapat berfungsi secara optimal.

1.2 Perumusan Masalah

(22)

tentu bervariasi terhadap penggunaan jumlah sudu dan profil sudu yang akan digunakan serta kecepatan angin yang akan melalui turbin angin ini. Untuk itu penulis merumuskan permasalahan yang timbul, diantaranya:

1. Penentuan sudut serang untuk mengetahui karakeristik airfoil yang akan digunakan sebagai rotor turbin angin.

2. Pengaruh jumlah sudu terhadap daya yang dihasilkan turbin angin.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi turbin angin yang akan digunakan untuk menggerakkan aerator di tambak udang. Pada penelitian ini hanya fokus pada pengaruh jumlah sudu turbin terhadap unjuk kerja turbin angin sebagai penggerak aerator secara simulasi dengan bantuan software Computational Fluid Dynamics (CFD) sehingga didapatkan jumlah sudu yang optimal terhadap turbin angin.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian tentang turbin angin Darrieus-H ini memiliki tujuan khusus yang terdiri atas beberapa, yaitu;

1. Melakukan simulasi terhadap airfoil NACA 0018 dengan bantuan software Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk mengetahui kecepatan, tekanan, gaya angkat, gaya hambat serta kontur aliran udara yang melalui airfoil.

2. Melakukan simulasi desain 2D turbin angin untuk mengetahui kecepatan udara serta melihat kontur aliran udara yang melalui peralatan turbin angin.

(23)

1.4 Batasan Masalah

Dengan melihat begitu banyaknya faktor yang terdapat dalam perancangan turbin angin ini, penulis membuat batasan masalah agar tujuan dan target penelitian dapat dicapai sesuai perncanaan. Batasan masalah penelitian ini adalah :

1. Airfoil yang akan dianalisa adalah tipe NACA 0018 untuk mendapatkan koefisien lift dan koefisien drag dimana analisa dilakukan secara 2D dengan variasi sudut serang 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12.

2. Pemodelan secara 2D peralatan turbin angin untuk mengetahui pengaruh jumlah sudu terhadap performa turbin angin ini dengan variasi jumlah sudu 3, 4, 5 dan 6.

3. Simulasi dilakukan secara numerik dengan bantuan software Computational Fluid Dynamic. Untuk model dilakukan dengan bantuan preprocessor Gambit dan Solidwork dan analisa fluidanya dengan menggunakan Fluent.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab. Adapun rincian dari penulisan ini disajikan sebagai berikut :

- Bab I Pendahuluan

Bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.

- Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan.

- Bab III Metode penelitian

(24)

- Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisikan hasil simulasi berupa koefisien lift, koefisien drag dari airfoil yang dianalisis lalu membandingkannya dengan hasil pengujian secara eksperimental.

- Bab V Kesimpulan dan Saran

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Angin

Angin adalah sumber energi yang tersedia cukup berlimpah di alam. Pemanfaatannya telah dimulai sejak tahun 5000 SM untuk menggerakkan baling-baling perahu di Sungai Nil. Tahun 200 SM, Cina telah memanfaatkan energi angin untuk pompa air, dan di Timur Tengah telah dimanfaatkan untuk menggiling biji-bijian. Pada abad ke-20, energi angin telah banyak dimanfaatkan untuk pengolahan makanan, pompa air, dan pembangkit listrik.

Energi angin merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga mempunyai pengaruh pada keadaan sekitarnya. Menurut mediumnya dikenal banyak jenis energi. Diantaranya, energi gelombang, energi arus laut, energi kosmos, energi yang terkandung dalam senyawa atom, dan energi-energi lainnya. Salah satu dari energi tersebut adalah energi angin yang jumlahnya tak terbatas dan banyak digunakan untuk meringankan kerja manusia. Angin memberikan energi gerak sehingga mampu menggerakkan kincir angin, perahu layar, dan bisa dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik berupa turbin angin. Keberadaan energi angin ini terdapat dilapisan atmosfer bumi yang banyak mengandung partikel udara dan gas. Lapisan troposfer merupakan lapisan atmosfer terendah bumi dan dilapisan ini semua peristiwa cuaca termasuk angin terjadi.

(26)

Gambar 2.1 Skema terjadinya angin pasat (Sumber: Asan Damanik, 2011)

Gambar 2.1 melukiskan terjadinya angin pasat secara skematik. Dimana angin berjalan dari daerah katulitiwa naik ke atas menuju kutub, dari kutub angin turun ke bawah menuju daerah katulistiwa dan seterusnya. Jadi pada prinsipnya angin terjadi karena adanya perbedaan suhu udara di beberapa tempat dipermukaan bumi.

2.2 Potensi Angin di Indonesia

Berdasarkan data kecepatan angin di berbagai wilayah Indonesia, sumberdaya energi angin di Indonesia berkisar antara 2.5 – 5.5 m/detik pada ketinggian 24 meter di atas permukaan tanah. Dengan kecepatan tersebut sumberdaya angin di Indonesia termasuk dalam kategori kecepatan angin kelas rendah hingga menengah. Secara keseluruhan, potensi energi angin Indonesia mencapai 9.290 MW.

(27)

Gambar 2.2 Aliran angin di Indonesia (Sumber : http://www.bmkg.go.id)

2.3 Teori Momentum Elementer Bet’z

Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Albert Betz. Teori ini menjelaskan bahwa dengan menerapkan hukum fisika dasar, energi mekanik yang dapat diekstrak dari aliran udara yang melewati suatu penampang, dibatasi oleh energi yang terkandung pada aliran udara tersebut. Penelitian lebih lanjut ekstraksi daya yang optimal didapatkan dengan rasio tertentu antara kecepatan aliran udara yang berada didepan mesin konversi energi dan kecepatan aliran di belakang mesin tersebut (Eric Hau, 2006)

Gambar 2.3 Kondisi aliran udara pada proses pengambilan energi mekanik menurut teori momentum elementer

(28)

Besarnya energi kinetik dari massa udara m yang bergerak dengan kecepatan U dapat dituliskan sebagai berikut :

� = 1 2 ��

2 (Nm) ……….…………..(2.1)

Banyaknya udara yang mengalir tiap satuan waktu pada luas penampang tertentu jika angin yang bergerak dengan kecepatan v, dituliskan sebgaai berikut :

�̇ =�� (�3/�) ……….……….………..……..(2.2) Dengan menghubungkan persamaan � = �

� dan �̇= �

� , persamaan (2.2) diatas

dapat dituliskan sebagai berikut ::

�̇ = �.�.� (kg/s) ...………….……….…….……..(2.3) Jika persamaan (2.3) disubstitusikan ke persamaan (2.1) , ini akan menjadi persamaan daya yang diberikan angin tiap satu luasan tertentu dan �= �

� maka

persamaan baru menjadi, � = 1

2 �.�

3. () ………...………..….(2.4)

Besarnya energi mekanik yang dapat diambil oleh mesin ini dari aliran udara sama dengan besarnya perbedaan daya dari aliran udara sebelum melewati mesin dan setelah melewati mesin. Persamaan ini dituliskan sebagai berikut :

� = 1

Dimana v1 merupakan kecepatan udara sebelum memasuki mesin dan v2 kecepatan udara setelah melewati mesin. Dengan menggunakan hukum kontinuitas,

�1 = �2

�.�1.�1 = �.�2.�2 ……….………...……….(2.6)

Persamaan (2.6) ini disubstitusikan ke persamaan (2.5), maka didapatkan persamaan (2.7) sebagai berikut :

(29)

Dari persamaan (2.8) terlihat bahwa daya yang akan diterima oleh suatu mesin konverter ini akan maksimum ketika nilai v2 = 0. Hal ini mustahil terjadi karena jika memang udara di belakang mesin ini bernilai nol, maka kecepatan angin sebelum memasuki mesin juga harus bernilai nol juga. Jika ini terjadi, tentu saja tidak akan ada energi yang bisa diambil oleh mesin tersebut. Untuk itulah dibutuhkan persamaan lain untuk mewakili pengkoversian energi di mesin ini.

Selain dengan menggunakan hukum kelestarian momentum, gaya yang mengenai sudu kincir dapat dituliskan dengan persamaan berikut :

� = �̇ (�1− �2) (N)………...………..……….(2.9)

Besarnya daya yang dibutuhkan untuk mendorong massa udara dengan kecepatan v’ dengan menggunakan hukum aksi-reaksi, adalah :

� =�.� = �̇. (�1− �2) .� (W)…….………..(2.10)

Dengan menggunakan hukum kelestarian energi, persamaan (2.8) dan (2.10), menjadi :

1

2.�̇.(�1 2− �

22) = �̇.(�1− �1).� (W)………….……….(2.11)

Maka kecepatan udara yang melewati konverter adalah sebagai berikut :

=

�1+ �2

2 (m/s) ………..……….……….….(2.12)

Massa udara yang mengalir menjadi : �̇ = �.�.� = 1

2 �.�. (�1+ �2) (kg/s) ……….…..…….(2.13)

Daya mekanikal yang dihasilkan oleh converter dapar dituliskan: � = 1

4 .�.�(�1 2− �

22)(�1+ �2) (W) ………….………..….(2.14)

(30)

dimiliki angin sebelum memasuki peralatan turbin angin . Daya angin yang tersedia sebelum memasuki turbin angin ditulisan sebagai berikut :

�� =

1 2 .�.�1

3.

Nilai perbandingan antara daya mekanikal yang dapat diekstrak turbin angin dibandingkan daya yang tersedia oleh angin bebas disebut sebagai koefisien daya , �� yang dituliskan sebagai berikut ini

=

=

1 4 .�.�(�1

2−�

22)(�1+ �2) 1

2 .�.�1

3.

………(2.15)

�� = = 21.�1− ��2

1�

2

� �1 +�2

�1�

………..(2.16)

Bila dihitung berdasarkan persamaan diatas, nilai cp dapat ditentukan dari rasio antara kecepatan angin setelah melewati turbin dengan kecepatan angin sebelum melewati turbin angin.

2.4 Turbin Angin

Turbin angin merupakan mesin dengan sudu berputar yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Di negara-negara maju, sudah banyak pemanfaatan turbin angin sebagai pembangkit listrik. Di negara-negara berkembang, penggunaan turbin angin berada dalam skala riset. Hal ini dikarekanakan teknologi yang berada di negara tersebut masih butuh pengembangan lebih lanjut untuk memperoleh turbin angin yang bagus. Oleh karena itu, untuk riset turbin angin akan dicari sebuah desain dan bahan beserta analisanya untuk membuat turbin angin lebih baik dari sebelumnya.

Berdasarkan arah sumbu geraknya, turbin angin terbagi menjadi 2, Yaitu : 1. Turbin angin sumbu horizontal

(31)

2.4.1 Turbin Angin Sumbu Horisontal

Turbin angin sumbu horisontal merupakan turbin angin yang bekerja pada sumbu yang sejajar dengan permukaan bumi. Turbin angin jenis ini merupakan turbin yang paling banyak dipakai di dunia sebagai pembangkit tenaga listrik.

Turbin angin sumbu horizontal dibedakan atas jumlah sudunya, terdiri atas: 1. Turbin angin satu sudu (single blade)

2. Turbin angin dua sudu (double blade) 3. Turbin angin tiga sudu (three blade) 4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)

a. b.

b. d.

Gambar 2.4 Turbin angin berdasarkan jumlah sudunya (a) satu sudu, (b) dua sudu, (c) tiga sudu, dan (d) banyak sudu

(Sumber : http://www.google.com)

Turbin angin sumbu horizontal dibedakan juga terhadap datangnya arah angin terhadap sudu turbin, yaitu:

(32)

2. Downwind, apabila turbin angin dihadapkan membelakangi arah angin.

Gambar 2.5 Turbin angin berdasarkan datangnya arah angin (Sumber : Eric Hau, 2006)

Adapun beberapa keuntungan yang dimiliki oleh turbin angin sumbu horizontal adalah sebagai berikut:

1. Untuk turbin angin besar yang digunakan untuk membangkitkan listrik, kecepatan rotor dan daya yang dihasilkan dapat diatur sesuai tujuan perancangan. Ini berguna untuk melindungi turbin angin ini jika terjadi angin besar.

2. Bentuk rotor dapat dioptimalisasi secara aerodinamis dan ini terbukti dapat menaikkan efisiensi dari turbin angin ini.

3. Teknologi pengembangan rancangan propeler sudah mapan dan telah berkembang.

2.4.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal

Turbin angin sumbu vertikal merupakan turbin angin yang sumbu rotasinya tegak lurus terhadap permukaan bumi.

(33)

Gambar 2.6 Beberapa tipe turbin angin sumbu vertikal (Sumber : http://www.google.com)

Beberapa keunggulan dari kincir angin sumbu vertical adalah sebagai berikut : 1. Desainnya kecil sehingga memiliki guncangan kecil pada menaranya 2. Tidak memerlukan mekanisme penyesuaian sudu terhadap datangnya arah

angin

3. Letak generator dan sudu yang tidak terlalu tinggi di tanah sehingga mudah dalam perawatan

4. Tidak memerlukan konstruksi menara yang tinggi jika dibandingkan dengan turbin angin horizontal.

5. Tingkat kebisingan yang rendah

Diantara keunggulan dari kincir angin sumbu vertikal ini, terdapat beberapa kelemahan diantaranya:

1 Efisiensi turbin ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kincir angin sumbu horisontal

(34)

2.5 Aerodinamika pada Sudu Turbin Angin

Turbin angin merupakan peralatan mekanis yang dapat berputar akibat pergerakan angin. Turbin angin menggunakan sudu-sudu sehingga menghasilkan gaya dorongan yang membuat Turbin angin dapat berputar. Dua faktor penting mengapa turbin angin dapat berputar yaitu mengikuti prinsip hukum III Newton dan Efek Bernoulli.

Prinsip hukum III Newton menghasilkan gaya drag pada sudu turbin. Gaya drag adalah gaya yang membuat kecepatan sudu menjadi lebih lambat dari yang seharusnya. Gaya drag sering disebut hambatan udara. Gaya drag muncul karena bentuk sudu yang tidak aerodinamis sehingga menghambat aliran udara yang mengenainya. Efek Bernoulli menghasilkan gaya lift. Gaya lift sering disebut sebagai gaya angkat. Gaya lift muncul akibat adanya perbedaan kecepatan udara yang mengalir melalui kedua bagian sudu yang berlawanan. Pada pesawat terbang, gaya lift ini memampukan pesawat untuk naik ataupun turun.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu turbin angin adalah bentuk dari penampang sudu turbin angin. Bentuk sudu ini mempengaruhi gaya drag dan gaya lift. Ilustrasi antara gaya drag dan gaya lift ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 2.7 Perbandingan antara gaya drag pada benda yang berpenampang besar dengan benda lain yang penampangnya lebih aerodinamis.

Kecepatan angin

Benda

Gaya Drag lebih besar

Kecepatan angin

Benda

(35)

Gambar 2.8 Gambar aliran fluida yang melewati penampang airfoil

2.5.1 Bentuk Sudu

Bentuk airfoil dari sudu membantu untuk menghasilkan gaya lift dengan mengambil keuntungan dari efek Bernoulli. Salah satu lembaga yang telah banyak meneliti bentuk dari airfoil adalah National advisory committee for aeronautics (NACA) yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Lembaga ini bertanggungjawab atas penelitian tentang bentuk airfoil selama tahun 1940 an. Lembaga ini telah menerbitkan dokumen tentang airfoil yang dimulai dari seri 4 digit, 5 digit, seri 6, seri 7, seri 8, dan seri 16. Selain dari NACA, ada juga standard bentuk airfoil yang dibuat beberapa negara lain selain Amerika Serikat, yaitu Swedia dan Jerman. Sebagai contoh dari jenis airfoil tersebut adalah LS, SERI dan FFA.

Beberapa varian dari bentuk airfoil NACA didapatkan dengan menggunakan persamaan analitik yang menggambarkan chamber (curvature) dari garis tengah (meanline) dari penampang airfoil serta distribusi ketebalan sepanjang panjang airfoil. Ketebalan yang beragam ini dijumpai pada sudu yang akan dirancang untuk turbin angin sumbu horizontal. Penulis akan merancang turbin angin sumbu vertikal, maka data yang akan diambil hanya penampang 2D dan panjang dari atas ke bawah memiliki ketebalan yang seragam.

Secara umum, ada banyak kesamaan antara airfoil yang sangat baik dengan yang lainnya. Dua variabel yang mempengaruhi bentuk airfoilnya adalah kemiringan garis tengah airfoil (the slope of the airfoil mean camber line) dan distribusi ketebalan diatas dan dibawah garis tersebut (the thickness distribution above and

Sudu

V1

V2

P2

P1 Untuk dapat naik,

V1 > V2

P1 < P2

(36)

below this line). Kedua variabel ini menjadi inti dari semua pengembangan bentuk seri NACA yang lainnya. Pada airfoil terdapat bagian-bagian seperti berikut :

a) Leading Edge adalah bagian yang paling depan dari sebuah airfoil. b) Trailing Edge adalah bagian yang paling belakang dari sebuah airfoil. c) Chamber line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan

atas dan permukaan bawah dari airfoil mean chamber line.

d) Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan trailing edge.

e) Chord (c) adalah jarak antara leading edge dengan trailling edge.

f) Maksimum chamber adalah jarak maksimum antara mean chamber line dan chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk persentase chord.

g) Maksimum thickness adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegak lurus terhadap chord line.

Gambar 2.9 Geometri Airfoil NACA (Sumber : http://www.google.com)

Airfoil yang saat ini umum digunakan sangat dipengaruhi oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh NACA ini. Dan berikut ini adalah klasifikasi jenis-jenis airfoil NACA :

(37)

Sekitar tahun 1932, NACA melakukan pengujian beberapa bentuk airfoil yang dikenal dengan NACA seri 4 digit. Distribusi kelengkungan dan ketebalan NACA seri empat ini diberikan berdasarkan suatu persamaan. Distribusi ini tidak dipilih berdasarkan teori, tetapi diformulasikan berdasarkan pendekatan bentuk sayap yang efektif yang digunakan saat itu, seperti yang dikenal adalah airfoil Clark Y. Pada airfoil NACA seri empat, digit pertama menyatakan persen maksimum chamber terhadap chord. Digit kedua menyatakan persepuluh posisi maksimum chamber pada chord dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contoh : airfoil NACA 2412 memiliki maksimum chamber 0.02 terletak pada 0.4c dari leading edge dan memiliki ketebalan maksimum 12% chord atau 0.12c.

b. NACA Seri 5 Digit

Pengembangan airfoil NACA 5 digit dilakukan sekitar tahun 1935 dengan menggunakan distribusi ketebalan yang sama dengan seri empat digit. Garis kelengkungan rata-rata (mean chamber line) seri ini berbeda dibanding seri empat digit. Perubahan ini dilakukan dalam rangka menggeser maksimum chamber kedepan sehingga dapat meningkatkan CL maksimum. Jika dibandingkan ketebalan (thickness) dan chamber, seri ini memiliki nilai CL maksimum 0.1 hingga 0.2 lebih tinggi dibanding seri empat digit. Sistem penomoran seri lima digit ini berbeda dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit pertama dikalikan 3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan nilai desain koefisien lift. Setengah dari dua digit berikutnya merupakan persen posisi maksimum chamber terhadap chord. Dua digit terakhir merupakan persen ketebalan/thickness terhadap chord. Contohnya, airfoil 23012 memiliki CL desain 0.3, posisi maksimum chamber pada 15% chord dari leading edge dan ketebalan atau thickness sebesar 12% chord.

c. NACA Seri-1 (Seri 16)

(38)

kemudian dikenal sebagai airfoil seri-16. Chamber line airfoil ini didesain untuk menghasilkan perbedaan tekanan sepanjang chord yang seragam.

Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan lima angka. Misalnya NACA 16-212. Digit pertama menunjukkan seri 1. Digit kedua menunjukkan persepuluh posisi tekanan minimum terhadap chord. Angka dibelakang tanda hubung : angka pertama merupakan persepuluh desain CL dan dua angka terakhir menunjukkan persen maksimum thickness terhadap chord. Jadi NACA 16-212 artinya airfoil seri 1 dengan lokasi tekanan minimum di 0.6 chord dari leading edge, dengan desain CL 0.2 dan thickness maksimum 0.12.

d. NACA Seri 6

Airfoil NACA seri 6 didesain untuk mendapatkan kombinasi drag, kompresibilitas, dan performa CL maksimum yang sesuai keinginan. Beberapa persayaratan ini saling kontradiktif satu dan lainnya, sehingga tujuan utama desain airfoil ini adalah mendapatkan drag sekecil mungkin.

Geometri seri 6 ini diturunkan dengan menggunakan metode teoritik yang telah dikembangkan dengan menggunkan matematika lanjut guna mendapatkan bentuk geometri yang dapat menghasilkan distribusi tekanan sesuai keinginan. Tujuan pendekatan desain ini adalah memperoleh kombinasi thickness dan chamber yang dapat memaksimalkan daerah alirah laminer. Dengan demikian maka drag pada daerah CL rendah dapat dikurangi.

(39)

e. NACA Seri 7

Seri 7 merupakan usaha lebih lanjut untuk memaksimalkan daerah aliran laminer diatas suatu airfoil dengan perbedaan lokasi tekanan minimum dipermukaan atas dan bawah. Contohnya adalah NACA 747A315. Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam persepuluh (yaitu 0.4c) dan angka 7 pada digit ketiga menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan bawah airfoil dalam persepuluh (0.7c). A, sebuah huruf pada digit keempat, menunjukkan suatu format distribusi ketebalan dan mean line yang standardisasinya dari NACA seri awal. Angka 3 pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam persepuluh (yaitu 0.3) dan dua angka terakhir menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap chord, yairu 15% atau 0.15.

f. NACA Seri 8

Airfiol NACA seri 8 didesain untuk penerbangan dengan kecepatan supercritical. Seperti halnya seri sebelumnya, seri ini didesain dengan tujuan memaksimalkan daerah aliran laminer di permukaan atas permukaan bawah secara independen. Sistem penamaannya sama dengan seri 7, hanya saja digit pertamanya adalah 8 yang menunjukkan serinya. Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil NACA seri 8 dengan lokasi tekanan minimum di permukaan atas ada pada 0.3c, lokasi tekanan minimum di permukaan bawah ada pada 0.5c, memiliki CL desain 2 dan ketebalan atau thickness maksimum 0.16c.

2.5.2 Tip Speed Ratio

(40)

Gambar 2.10 Kecepatan sudu lebih cepat pada ujungnya daripada di dasar sudu

Besarnya tip speed ratio dapat ditentukan dengan rumus berikut ini.

λ = � .�

λ

=

� .� .�

60.� …...……….(2.17) dimana :

λ =�������������(m/s) � =�������������� ( ���/�) D = diameter turbin (m)

v = kecepatan angin (m/s) n = putaran turbin (rpm)

2.5.3 Letak Sudu Terhadap Arah Angin

(41)

Gambar 2.11 Gaya aerodinamis pada penampang sudu (Sumber : Anderson, 2001)

Sudut serang (angle of attack) ini mengakibatkan aliran fluida yang melalu airfoil akan bergerak ke bawah dan ke atas dari bagian sudu tersebut. Akibat jarak lintasan yang dilalui udara dibagian bawah sudu lebih pendek, mengakibatkan kecepatan tempuh udara untuk mencapai ujung sudu lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pada bagian atas sudu. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan tekanan pada kedua sisi dan menimbulkan gaya lift.

Besarnya gaya angkat dan gaya drag sama dengan persamaan berikut ini �� = ��.12.� .�2. ( �.�) .� ...(2.18)

�� = ��.12.� .�2. ( �.�) .� ...(2.19)

dimana Cl adalah koefisien lift, Cd adalah koefisien gaya drag, ρ adalah massa jenis udara, w adalah kecepatan angin relative, R adalah panjang sudu (jari jari kincir) c adalah panjang chord sudu dan B adalah jumlah sudu.

(42)

Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan cabang dari mekanika fluida yang menggunakan merode numerik dan algoritma untuk memecahkan dan menganalisis masalah yang melibatkan aliran fluida. Komputer digunakan untuk melakukan perhitungan yang diperlukan untuk mensimulasikan interaksi antara cairan-cairan dan gas-gas terhdadap permukaan yang didefinisikan sebagai kondisi batas. Beberapa aplikasi dibidang industri dan non industri yang berhubungan dengan CFD adalah aerodinamis pesawat dan kendaraan, motor bakar dan turbin gas, meteorologi hingga biomedical engineering.

Kode-kode CFD tersusun pada algoritma numerik untuk menyelesaikan masalah aliran fluida. Karenanya semua kode-kode mengandung tiga elemen: (i) pre-processor, (ii) solver, (iii) post processor. Dimana penjabaran dari setiap fungsi elemen-elemen ini dijabarkan sebagai berikut :

1. Pre-processor

Merupakan kumpulan data-data yang diketahui dari masalah aliran fluida ke program CFD. Aktivitas pemakai pada tahap pre processing seperti mendifinisakn geometri yang dipakai (computational domain), menentukan grid (mesh), memilih fenomena fisik dan kimia yang dibutuhkan untuk dimodelkan serta sifat fluida. Solusi dari sebuah masalah aliran fluida (kecepatan, tekanan, temperatur, dsb) didefiniskan pada node didalam setiap sel sehingga disebut volume elemnt method. Akurasi solusi CFD ditentukan jumlah sel pada grid. Secara umum, semakin banyak jumlah sell semakin baik akurasi penyelesaiannya.

2. Solver

Finite element method merupakan formulasi diferensial terbatas yang stabil pada penyelesaian berbagai masalah CFD, empat dari lima kode CFD komersial antara lain : PHOENICS, FLUENT, FLOW3D dan STAR-CD.

3. Post processor

(43)

2. 7 CFD dan Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang umum digunakan dalam bidang penerbangan. Airfoil bekerja berdasarkan prinsip Bernoulli yang berkaitan antara kecepatan dan tekanan. Sejarah mencatat proses penemuan pesawat terbang oleh Wright bersaudara tidak terlepas oleh penelitian tentang airfoil. Penggunaan mesin pesawat sebagai penggerak utamanya belum mampu untuk membuat pesawat untuk bisa terbang. beragam bentuk airfoil telah diuji oleh mereka sampai akhirnya didapatkan bentuk airfoil yang maksimal.

Pengujian yang dilakukan oleh mereka dilakukan dengan bantuan terowongan angin hasil buatan mereka sendiri dengan mesin penggerak yang berbahan bakar bensin. berikut ini ditampilkan foto terowongan angin yang dibuat oleh kedua orang tersebut yang memiliki dimensi panjang 6 kaki dengan luas penampang 16 inchi2.

Gambar 2.12 Terowongan angin yang dibuat wright bersaudara tahun 1901-1902 di Dayton, Ohio

(Sumber : Anderson, 2001)

CFD memungkinkan untuk digunakan oleh peneliti sebagai pengganti terowongan angin dengan cara memodelkan bentuk sesuai aslinya dan dilakukan analisa secara numerik. penggunaan super komputer dengan spesifikasi tinggi mampu mengerjakan pemodelan hampir sesuai dengan bentuk aslinya dengan ukuran yang relatif besar.

(44)

atau juga mengkombinasikan antar metode tersebut untuk menganalisa masalah tentang aerodinamis. Gambaran antar metode tersebut digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.13 Metode yang sering digunakan dalam menganalisa aerodinamis

(Sumber : Anderson, 2001)

2. 8 Persamaan Umum Untuk Aliran Fluida

Governing equation untuk aliran fluida menggambarkan persamaan matematika dari hukum konservasi fisika yaitu :

a. Konservasi massa

b. laju perubahan momentum sama dengan total gaya pada partikel fluida c. laju perubahan energi sama dengan total laju penambahan panas dan

laju kinerja yang dilakukan partikel fluida

S

W

N

E T

B

x

δ

y

δ

z δ

x y

z

(x,y,z)

Gambar 2.14 Element fluida

Di keenam permukaan di sebut sebagai N,S,E,W,T,B yang mana merupakan symbol dari North (utara), South (selatan), East (timur), West (barat). Arah positif sepanjang sumbu co-ordinat juga digunakan. Pusat dari elemen terletak pada posisi (x,y,z). sebuah perhitungan sistematik dilakukan berupa perubahan massa, momentum, dan energi dari elemen fluida seiring dengan aliran fluida melewati

eksperimen teori

(45)

boundaries akan membuat pergerakan pada bagian dalam elemen, yang mengacu pada persamaan airan fluida.

Semua sifat fluida merupakan fungsi dari jarak dan waktu sehingga kita dapat

menulisnya ρ(x,y,z,t), p(x,y,z,t), T(x,y,z,t) dan u (x,y,z,t) untuk vector densitas, tekanan, temperatur dan kecepatan. Properties pada salah satu permukaan dapat dinyatakan sebagai persamaan Taylor. Missal tekanan pada permukaan E dan W ,

yang mana keduanya berjarak 1/2δx dari pusat elemen, dapat dinyatkaan sebagai :

x

2.8.1 Konservasi Massa

Langkah pertama dalam derivasi persamaan konservasi massa adalah menulis keseimbangan massa pada elemen fluida

Laju peningkatan masa dalam elemen fluida = jumlah laju aliran massa kedalam elemen fluida

Laju peningkatan massa kedalam elemen fluida adalah :

z

Selanjutnya dapat ditentukan jumlah aliran massa pada elemen terhadap kecepatan dan densitas. Pada gambar 2.14 dapat dilihat laju aliran massa kedalam elemen fluida yang melewati batas dinyatakan sebagai

(46)

x

Gambar 2.15 Aliran massa masuk dan keluar elemen fluida

Laju peningkatan massa didalam elemen (pers 2.20) disamanakan dengan jumlah aliran massa kedalam elemen yang melewati permukaan (pers 2.21). Semua kondisi menghasilkan keseimbangan massa yang diatur pada left hand side dari

tanda keseimbangan dan dibagi oleh elemen volume δxδyδz. Ini menghasilkan

persamaan Atau dalam bentuk vektor dituliskan :

0

Untuk persamaan (2.23) untuk kondisi transien, tiga dimensi konservasi massa atau pesamaan kontinitas pada suatu titik dalam sebuah fluida mampu mampat (incompresible). Kondisi kedua dideskripsikan sebagai jumlah aliran massa yang keluar dari elemen melewati batas dan disebut kondisi konvektif.

Untuk aliran tidak mampu mampat (incompressible) (contoh sebuah cairan)

densitas ρ bernilai konstan dan persamaan (2.23) menjadi

0

.

u

=

div

………..(2.24)

Atau dalam notasi yang lebih panjang

(47)

2.8.2 Persamaan Momentum

Hukum Newton kedua mengatakan laju perubahan momentum sebuah partikel fluida sama dengan total penjumlahan gaya pada partikel.

Laju peningkatan momentum partikel fluida = total gaya pada partikel fluida

Laju peningkatan momentum pada x-, y- dan z- per unit volum sebuah partikel fluida dinyatakan sebagai:

Dt Disini dibedakan dua jenis gaya yang bekerja pada partikel fluida:

a. gaya permukaan yang meliputi : gaya tekanan, gaya kekenatalan

b. gaya bodi yang meliputi : gaya gravitasi, gaya centrifugal, gaya Coriolis, gaya elektromagnetik.

Tegangan pada elemen fluida dinyatakan dalam tekanan dan sembilan viscous stress (tegangan kekentalan) yang komponennya telihat pada Gambar 2.16. Tekanan, tegangan normal, dinyatakan dalam p. viscous stresses dinyatakan

dalam τ. Umumnya notasi akhir τij digunakan untuk mengindikasikan arah dari

viscous stress. Akhiran i dan j pada τij mengindikasikan bahwa tegangan bergerak

kearah j pada permukaan normal i.

x

(48)

Jika dipertimbangkan gaya pada komponen x akibat tekanan p dan tegangan

komponen τxx , τyx , τzx yang dapat dilihat pada gambar 2.17. Gaya yang sejajar dengan arah sebuah sumbu co-ordinat mempunyai tanda positif dan yang gaya berlawanan arah memperoleh tanda negative. Total gaya pada arah x adalah penjumlahan dari gaya di komponen-komponen elemen fluida.

x

Gambar 2.17 Tegangan pada komponen-komponen pada arah X

Pada permukaan yang berpasangan (E,W) kita peroleh

z

Total gaya pada arah x pada permukaan yang berpasangan (N,S) adalah:

z Dan total gaya pada arah x pada permukaan T dan B adalah

z

Total gaya per unit volume pada fluida disebabkan tegangan-tegangan permukaan

(49)

z tanpa mempertimbangkan body force pada detail perhitungan effek secara keseluruhan dapat dimasukkan dengan menyatakan sebuah sumber (source) SMx dari momentum x per unit volume per unit waktu.

Persamaan momentum pada komponen x diperoleh dengan mengatur laju perubahan pada momentum x pada partkel fluida yang jumlahnya sama dengan total gaya pada arah x di elemen akibat dari tegangan permukaan ditambah dengan laju peningkatan pada momentum akibat sumber (source):

Mx Maka persamaan momentum untuk komponen y dan z dapat dituliskan:

My

Tanda pada tekanan menandakan tekanan bekerja berlawanan dengan norma viscous stress, dikarenakan pada umumnya tanda umum yang digunakan untuk beban tarik adalah positif tegangan normal seingga pada tekanan yang mana bekerja sebagai tekanan beban normal maka memiliki tanda negatif.

2.8.3 Persamaan-Persamaan Energi

Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang mana menyebutkan bahwa laju perubahan energi sebuha partikel fluida sama dengan laju pertambahan panas ke partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang dilakukan pada partikel.

(50)

Seperti sebelumnya dimana untuk menurunkan sebuah persamaan dari laju pertambahan energi dari sebuah partikel fluida per unit volume dinyatakan sebagai:

Walaupun persamaan (2.30) merupakan persamaan energi yang sangat layak, tapi source dapat dirubah menjadi energi kinetik untuk memperoleh sebuah persamaan untuk energi dalam i atau temperaut T. bagian dari persamaan energi dapat dijadikan acuan terhadap energi kinetik dapat diperoleh dengan mengalikan persamaan x momentum dengan komponen kecepatan u, persamaan y momentum dengan v dan persamaan momentum z dengan w dan menambahkan hasilnya bersamaan. Hal ini menghasilkan persamaan konservasi untuk energi kinetik:

M

Dengan melakukan subtraksi antara persamaan (2.30) dan (2.31) dan mendefiniskan sebuah sumber baru sebagai Si = SE – u.SM menghasilkan persamaan energi dalam:

(51)

Dalam kondisi special sebuah fluida inkompresibel memiliki nilai i = cT, dimana c adalah panas spesifik, dan div u =0. Ini mengakibatkan pengulangan kembali persamaan (2.32) menjadi persamaan temperatur

i

Untuk aliran kompresibel persamaan (2.30) sering diatur ulang untuk memberikan sebuah persamaan enthalpy. Panas spesifik h dan total enthalpy spesifik ho sebuah fluida didefiniskan sebagai :

h = I + p/ρ dan ho = h + ½ (u2 + v2 + w2 )

mengkombinasikan dua definisi ini menjadi satu untuk energi spesifik E diperoleh:

ho = I + p/ρ + ½ (u2

+ v2 + w2 ) = E + p/ρ ………..(2.34)

dengan mensubstitusikan persamaan-persamaan di atas dan beberapa pengaturan ulang dihasilkan persamaan (total) entalphy:

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Pengujian secara CFD dilakukan di Laboratorium Teknik Pendingin, Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara dari Desember 2013 sampai Januari 2014.

3.2Identifikasi Masalah

Penelitian ini memiliki fokus perhatian diantaranya :

- Metode simulasi airfoil yang dilakukan apakah sudah benar dengan membandingkan data yang telah dilakukan secara teori melalui rumus empiris .

- Membandingkan hasil simulasi turbin angin dengan beberapa variasi yaitu jumlah sudu, dan tip speed ratio terhadap hasil eksperimen.

3.3Variabel Penelitian

Pada penelitian ini ditentukan dua buah variabel penelitian, yakni variable terikat dan variable bebas.

3.3.1 Variabel Terikat

Untuk menyederhanakan permasalahan dalam aliran fluida, maka dalam penelitian ini di tetapkan variabel terikat yakni:

1. Sudut serang airfoil 2. Jumlah airfoil 3. Tip speed ratio

3.3.2 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini merupakan pengaruh yang diakibatkan oleh adanya variabel terikat dan ditetapkan dalam dua hal yakni:

(53)

3. Energi yang dapat diekstrak

3.4 Urutan Proses Analisa

Untuk melakukan perhitungan performansi turbin angin ini maka dibuat urutan proses agar dalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik yang meliputi:

1. Pengumpulan Data Awal

Data yang dikumpulkan merupakan gambaran umum berupa latar belakang dan ide yang berhubungan dengan turbin angin. permasalahan dan pemecahan masalah yang telah dilakukan para peneliti yang berhasil dikumpulkan dipelajari untuk menentukan langkah langkah yang dapat dilakukan. berdasarkan hal tersebut, penulis menetapkan latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini.

2. Studi Literatur

Penulis melakukan studi literatur berupa pengumpulan bahan dari buku buku, jurnal ilmiah, dan hasil penelitian peneliti sebelumnya. selain itu, penulis juga mengumpulkan bahan dari internet untuk mempelajari teknis mengerjakan simulasi.

3. Simulasi dengan CFD

Simulasi secara CFD dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu menginput data ke komputer, melakukan pemodelan geometri, melakukan meshing, dan akhirnya mensimulasikan. software yang digunakan pada masing masing tahapan yaitu notepad, Ms. Excel, Gambit, Solidwork dan Fluent. 4. Pembahasan Hasil

Pembahasan hasil dilakukan dengan menlihat hasil yang didapat setelah dilakukan simulasi berupa kontur kecepatan, tekanan, koefisien gaya lift dan koefisien gaya drag. Hasil yang didapat lalu ditampilkan berupa grafik dengan membandingkan data secara teoritis dan data eksperimental.

5. Penarikan kesimpulan

(54)

Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian.

3.5 Diagram Alir Penelitian

Secara garis besar, pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan berurutan dan sistematis seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Ya

Tidak

MULAI

Identifikasi masalah dan menetapkan tujuan penelitian

STUDI AWAL : Studi literatur

PENGUMPULAN DATA

- Data airfoil

PENGOLAHAN DATA : Komputasi data

ANALISA DATA

KESIMPULAN

(55)

3.6Peralatan Pengujian

Peralatan pengujian yang dipakai adalah seperangkat komputer yang telah terinstal software yang berkaitan dengan spesifikasi komputer sebagai berikut :

- Processor : Intel Core i3

- Ram : 2 GB

- Software : Gambit 2.4.6, Solidwork 2010, dan Fluent 6.3.26

- VGA : Intel HD Graphics

- Operating system : Win7 32 bit

3.7Setup Pengujian

3.7.1 Pengujian airfoil secara 2D

Airfoil yang dipakai untuk simulasi ini adalah airfoil NACA tipe 0018 yang diunduh dari situs milik Lembaga Pendidikan Aerospace Illinois. Penampang dari airfoil ini ditunjukkan oleh gambar berikut :

(56)

Langkah-langkah dalam melakukan simulasi dibagi kedalam dua tahap yaitu pemodelan geometri di software Gambit dan yang kedua melakukan simulasi CFD di Fluent .

3.7.1.1 Pemodelan geometri dengan Gambit

1. Input koordinat geometri airfoil

Koordinat geometri yang telah diunduh dari situs resmi milik Lembaga Pendidikan Aerospace Illinois berupa file notepad yang tersusun atas 2 kolom. Kolom ini mewakili sumbu x dan sumbu y. untuk dapat diinput ke software Gambit, diperlukan koordinat untuk sumbu z. langkah yang dilakukan adalah meng copy file yang ada di notepad ke Ms. Excell. Proses pengubahan file ini ditunjukkan oleh gambar berikut.

(57)

Gambar 3.4 Koordinat airfoil yang sudah diubah di Ms. Excell

Pada gambar diatas terlihat file asli yang belum memiliki koordinat dalam arah sumbu z. Pada gambar yang bawah setelah dilakukan pengubahan dengan tambahan koordinat dalam arah sumbu z. Setelah penambahan sumbu z, langkah selanjutnya adalah menambahkan angka yang ditunjukkan oleh garis hijau. Garis hijau menunjukkan titik koordinat keseluruhan setelah dibagi dua. Angka 2 yang ditunjukkan oleh garis hijau merupakan jumlah garis pada airfoil yang terdiri atas garis atas dan garis bawah. Kedua garis ini diperlukan untuk mendapatkan nilai koefisien lift dan koefisien drag yang terdapat pada bagian atas dan bagian bawah airfoil.

Setelah selesai di Ms. Excel, langkah selanjutnya adalah meng copy nya kembali kedalam file notepad untuk selanjutnya disimpan dengan format .dat. File ini lah yang akan dibuka di software Gambit.

2. Pembentukan geometri airfoil

(58)

Langkah berikutnya adalah menggambar lingkungan tempat dimana airfoil itni diletakkan. Tahapan langkah-langkah ini ditampilkan sebagai berikut.

Gambar 3.5 Langkah menginput koordinat airfoil ke Gambit

Gambar 3.6 Geometri airfoil dan lingkungannya

(59)

variable kecepatan angin yang rendah, sehingga lingkungan yang dibuat tidak terlalu besar. Hal ini memiliki tujuan agar daya komputasi yang diperlukan lebih kecil. Daya komputasi ini berhubungan terhadap lamanya waktu iterasi. Semakin besar lingkungannya maka diperlukan daya komputasi yang besar dan waktu iterasi yang lebih lama.

3. Pembuatan mesh

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan setelah membuat geometri adalah melakukan pembagian objek menjadi bagian bagian kecil atau meshing. Ukuran mesh yang terdapat pada suatu objek akan mempengaruhi ketelitian hasil perhitungan CFD. Semakin kecil ukuran mesh pada suatu objek, maka hasil yang didapatkan akan semakin teliti, tetapi membutuhkan daya komputasi dan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan objek yang memiliki ukuran mesh yang lebih besar. Konsep pembuatan mesh yang dilakukan dimulai dari mesh garis lalu mesh bidang.

Hasil meshing yang dilakukan ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 3.7 Tampilan mesh yang telah dibuat

(60)

berbeda diperlukan pemilihan mesh yang berbeda agar hasil simulasi teliti. Hal ini berhubungan dengan kualitas mesh itu sendiri. Ukuran dari kualitas mesh yang dibuat adalah berdasarkan sudut kemiringan dari tiap tiap mesh yang dinamakan Equiangle Skew. Equiangle Skew (sudut kesamaan) merupakan sudut pada elemen mesh bidang atau volume yang paling ideal. Untuk menjaga kualitas mesh hal yang harus diperhatikan adalah memperkecil EquiAngle Skew tidak melebihi 0,9, dan nilai kualitas mesh pada airfoil yang telah dibuat adalah sebesar 0.8879 sehingga sudah cukup baik kualitasnya.

4. Penentuan kondisi batas

Setelah selesai melakukan meshing pada bentuk geometri, hal selanjutnya adalah menetapkan kondisi batas (boundary condition). Boundary condition diperlukan sebagai parameter yang akan dikenali Fluent untuk menyelesaikan suatu kasus CFD.

Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah velocity inlet, pressure outlet, wall, dan Symmetry. Sebenarnya, ada parameter lain dalam menyelesaikan kasus ini, yaitu dengan menggunakan pressure far field. Pressure far field digunakan untuk kasus yang berhubungan dengan kecepatan angin yang cukup tinggi (bilangan Mach > 0,3). Pressure far field berlaku untuk aliran fluida yang compressible dan material yang dipakai (dalam hal ini fluida) adalah gas ideal. Penelitian ini menggunakan kecepatan angin yang cukup rendah, yaitu 5 m/s (Bilangan Mach < 0,3) dan dapat dianggap alirannya adalah incompressible. Parameter pressure far field hanya bisa digunakan untuk fluida yang compressible sedangkan parameter velocity inlet dapat digunakan untuk fluida yang incompressible. Agar hasil yang didapatkan lebih baik, maka pemilihan velocity inlet dilakukan.

(61)

Gambar 3.8 Kondisi batas Penjelasan tentang kondisi batas :

- Velocity inlet : digunakan untuk mendefinisikan kecepatan aliran dan besaran skalar lainnya pada sisi masuk aliran. - Wall : kondisi batas ini digunakan sebagai dinding untuk

aliran fluida dalam saluran. Kondisi batas ini digunakan juga sebagai pembatas antara daerah fluida.

- Pressure outlet : kondisi batas ini dipakai pada sisi keluar fluida dan data tekanan pada sisi keluar diketahui atau minimal dapat diperkirakan mendekati sebenarnya.

- Symmetri : kondisi batas ini digunakan untuk mengurangi daya komputasi yang dibutuhkan pada suatu kasus.

Setelah kondisi batas ditetapkan di Gambit, langkah akhir yang dilakukan di Gambit adalah meng eksport mesh menjadi file dengan format .msh. File ini yang selanjutnya akan dibuka di Fluent.

3.7.1.1 Simulasi airfoil di Fluent

File mesh yang telah dihasilkan di Gambit lalu dibuka di Fluent. Setelah terbuka, hal pertama yang dilakukan adalah proses pengecekan kondisi mesh Wall

Velocity inlet

(62)

apakah sudah benar atau terdapat error. Jika muncul pesan error, maka hal yang harus dilakukan adalah melakukan meshing ulang di software Gambit.

Langkah berikutnya adalah menentukan jenis model viskos dan persamaan dasar yang dapat dipilih sesuai dengan kasus yang akan dianalisis pada simulasi. Untuk kasus ini, dipilih metode Spalart-Allmaras karena model ini didesain secara khusus untuk aplikasi dunia penerbangan (aerospace) dan telah menunjukkan hasil yang baik.

Gambar 3.9 Menentukan model viskos

Setelah model persamaan dasar sudah dipilih, langkah berikutnya adalah pemilihan jenis material. Material yang dipilih adalah udara dan dipilih nilai sesuai nilai default yang ada di Fluent.

(63)

Langkah berikutnya adalah menentukan nilai-nilai kondisi batas. Untuk jenis kondisi batas keluar, simmetri, dan wall, dipakai nilai default yang ada di Fluent. Jenis kondisi batas yang divariasikan adalah jenis velocity inlet yaitu kecepatan pada sisi masuk. Variasi ini berdasarkan nilai sudut serang yang akan dianalisa. Meskipun besarnya nilai sudut serang berubah-ubah, namun geometri meshing yang digunakan sama. Hal yang dilakukan adalah mengubah ubah nilai kecepatan pada sumbu x dan pada sumbu y berdasarkan sudut serangnya. Tampilan dari penentuan jenis kondisi batas untuk velocity inlet ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 3.11 Menentukan nilai pada Velocity Inlet

Langkah berikutnya setelah penentuan nilai kondisi batas adalah menentukan solution controls. opsi yang dipilih adalah SIMPLEC. Opsi ini dipilih karena dapat mempercepat konvergensi untuk kasus aliran yang sederhana, misalnya aliran turbulen dengan bentuk geometri yang tidak terlalu kompleks.

Gambar

Gambar 2.4 Turbin angin berdasarkan jumlah sudunya (a) satu sudu, (b) dua sudu,         (c) tiga sudu, dan (d) banyak sudu (Sumber : http://www.google.com)
Gambar 2.6 Beberapa tipe turbin angin sumbu vertikal (Sumber : http://www.google.com)
Gambar 2.7 Perbandingan antara gaya drag pada benda yang berpenampang besar
Gambar 2.8 Gambar aliran fluida yang melewati  penampang airfoil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini di ketahui bahwa sudut pitch berpengaruh pada daya dan efisiensi yang dihasilkan turbin angin, pada penelitian turbin angin sumbu

Turbin angin sumbu vertikal jenis savonius mampu menerima angin dari segala arah dan memiliki torsi awal yang besar pada kecepatan angin rendah (Kamal,

Daya maksimal yang dihasilkan turbin angin vertical axis dengan jumlah tiga blade adalah 0,049 Watt pada beban 300 gram dengan sudut pitch 15 o.. Efisiensi maksimal yang

Efisiensi maksimum yang mampu dihasilkan turbin terjadi pada kecapatan angin rendah yaitu pada kecepatan angin 3,87 m/s pada sudut 90° dengan efisiensi sebesar

Hal ini diduga akibat arah angin diubah oleh deflector sehingga sudut serang ( α ) yang dibentuk dari vektor kecepatan absolute ( U ) dengan garis chord bilah

Payam Sabaeifard dkk [12] melakukan eksperimen dan simulasi dengan CFD untuk menentukan konfigurasi yang optimum pada turbin angin sumbu vertikal tipe-H Darrieus

Performansi dari suatu turbin angin dipengaruhi oleh kecepatan angin, dimensi turbin, jumlah sudu turbin, konfigurasi sudu turbin, serta profil sudu turbin yang

namun, turbin angin vertikal memiliki keunggulan yaitu Turbin angin sumbu vertikal tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah, tidak seperti turbin