• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan, pencirian, dan uji daya adsorpsi arang aktif dari kayu meranti merah (Shorea Sp.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan, pencirian, dan uji daya adsorpsi arang aktif dari kayu meranti merah (Shorea Sp.)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ARDILES ACHMAD. Pembuatan, Pencirian, dan Uji Daya Adsorpsi Arang Aktif

dari Kayu Meranti Merah (

Shorea sp.

). Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH dan

GUSTAN PARI.

Kayu meranti merah (

Shorea sp.

) banyak digunakan sebagai bahan baku

furnitur dan bahan bangunan sehingga menghasilkan banyak limbah kayu. Dalam

penelitian ini, limbah kayu tersebut dimanfaatkan untuk membuat arang aktif

sehingga memiliki nilai guna. Arang aktif yang dihasilkan diuji sebagai adsorben

pada pengolahan limbah logam kromium dan mangan dari industri. Pengaktifan

arang dilakukan dengan 3 faktor, yaitu bahan kimia pengaktif,

steam

uap air, dan

waktu aktivasi. Sebagai indikator kualitas arang aktif digunakan Standar Nasional

Indonesia (SNI 06-3730-1995). Dilakukan juga penentuan luas permukaan

spesifik dan pola struktur arang aktif. Arang aktif komersial digunakan sebagai

pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif terbaik berdasarkan

daya jerap iodin dan baku mutu SNI

adalah arang yang diaktivasi menggunakan

steam

uap air selama 90 menit tanpa bahan kimia pengaktif (HCl 5%). Arang aktif

terbaik mampu menurunkan logam kromium dan mangan berturut-turut sampai

58.11 dan 5.85%. Mekanisme adsorpsi mengikuti isoterm Freundlich, dan dosis

yang diperoleh dari persamaan isoterm tersebut dapat menurunkan konsentrasi

kromium sampai 99.99% dari limbah industri.

ARDILES ACHMAD. Production, Characterization, and Adsorption Capability

of Activated Carbon from Wood of Red Meranti (

Shorea sp.

). Supervised by

KOMAR SUTRIAH and GUSTAN PARI.

(3)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

(4)

Judul : Pembuatan, Pencirian, dan Uji Daya Adsorpsi Arang Aktif dari Kayu

Meranti Merah (

Shorea sp.

)

Nama : Ardiles Achmad

NIM

: G44086014

Disetujui

Pembimbing I

!"

#$ %"&

NIP 19630705 199103 1 004

Pembimbing II

'

# $"( " %

%

NIP 19620802 198603 1 003

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

'

#(

)*+"

","*%

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya

ilmiah ini berjudul Pembuatan, Pencirian, dan Uji Daya Adsorpsi Arang Aktif

dari Kayu Meranti Merah (

Shorea sp.

) yang dilaksanakan pada bulan Oktober

2010 sampai dengan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Kimia Terpadu

Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Komar Sutriah, MS

dan

Bapak Prof(R). Dr. Gustan Pari, MSi selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih

dihaturkan kepada kedua orang tua, atas segala doa dan perhatiannya. Ungkapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Kimia Terpadu

Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor, Bapak Mahpudin, Bapak

Dadang, dan Bapak Dikdik atas bantuannya. Penulis haturkan terima kasih kepada

Bapak M. Inoki beserta staf Laboratorium Dinas Kesehatan Kota Bogor dan

rekan-rekan mahasiswa Program Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia

IPB. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

(6)

-Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 Maret 1985 dari ayah Ahmad

Didik dan ibu Masitoh. Penulis adalah putra pertama dari 3 bersaudara. Tahun

2003 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama lulus

seleksi masuk Akademi Kimia Analisis (AKA) Bogor dan menyelesaikannya

pada tahun 2006. Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Program

S1 Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mendapatkan penghargaan

sebagai salah satu Mahasiswa Berprestasi Akademi Kimia Analisis tahun

akademik 2004/2005. Penulis juga pernah aktif sebagai Ketua Lembaga Dakwah

Kampus Keluarga Muslim AKA periode tahun 2005/2006 dan Ketua Forum

Silaturrahim Alumni DKM Al-Ghufron SMAN 3 Bogor pada periode tahun yang

sama. Penulis juga pernah mengikuti Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah

Kampus Nasional XIII di Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan

Timur pada tahun 2005. Bulan April–Juni 2006 penulis melaksanakan Praktik

Lapangan di Dinas Penelitian dan Laboratorium Pertamina, Pulo Gadung, Jakarta

Timur dengan judul Adsorpsi Warna Bahan Pengotor Lilin Menggunakan

Beberapa Jenis Lempung.

Penulis pernah bekerja di beberapa perusahaan, yaitu di PT. Bintang

Toedjoe, PT. Metito Indonesia, dan PT. MAKIN Group. Penulis juga pernah

mengikuti pelatihan Pengantar Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001);

Pengantar Manajemen Mutu (ISO 9001:2001);

Awareness, Interpretation and

Documentation

ISO 9001:2000;

Fundamentals of Liquid Chromatograph (LC-01)

(7)

"."!"(

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Meranti Merah ...

1

Arang ... 1

Arang Aktif ... 1

Adsorpsi ... 2

Isoterm Adsorpsi ... 2

Luas Permukaan Spesifik ... 3

Pencirian Pola Struktur ... 3

METODE

Bahan dan Alat ... 4

Lingkup Kerja ... 4

Pembuatan Arang ... 4

Pembuatan Arang Aktif ... 4

Uji Kualitas Arang Aktif ... 4

Pencirian Arang Aktif ... 6

Uji Aplikasi ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Arang ... 7

Arang Aktif ... 7

Uji Kualitas Arang Aktif ... 7

Pencirian Arang Aktif ... 10

Uji Aplikasi ... 14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 14

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 17

(8)

"."!"(

1

Derajat kristalinitas (

X

), sudut difraksi (θ), jarak antarlapisan (

d

), tinggi

(

L

c

), lebar (

L

a

), serta jumlah (

N

) lapisan aromatik pada arang meranti

merah (AMM), arang aktif meranti merah (AAMM) terbaik, dan arang

aktif komersial (AAK) ... 12

2

Rerata konsentrasi logam Cr yang teradsorpsi AAMM dan AAK ... 12

3

Rerata konsentrasi logam Mn yang teradsorpsi AAMM dan AAK ... 12

4

Rerata kadar Cr dan Mn dalam limbah pada uji aplikasi AAMM terbaik . 14

5

Rerata kadar Cr dan Mn dalam simulasi limbah campuran pada uji

aplikasi AAMM terbaik ... 14

6

Rerata kadar logam Cr dalam limbah pada uji aplikasi AAMM terbaik

berdasarkan persamaan isoterm Freundlich ... 14

"."!"(

1

Skema tinggi lapisan (

L

c

), jarak antarlapisan (

d

), dan lebar lapisan (

L

a

)

struktur kristalit arang aktif ... 3

2

Rendemen arang aktif meranti merah ... 8

3

Kadar air arang aktif meranti merah ... 8

4

Kadar zat terbang arang aktif meranti merah ... 8

5

Kadar abu arang aktif meranti merah ... 9

6

Kadar karbon terikat arang aktif meranti merah ... 9

7

Daya jerap iodin arang aktif meranti merah ... 9

8

Daya jerap benzena arang aktif meranti merah ... 10

9

Daya jerap biru metilena arang aktif meranti merah ... 10

10

Konsentrasi optimum berdasarkan daya jerap iodin ... 11

11

Waktu optimum berdasarkan daya jerap iodin ... 11

12

Luas permukaan spesifik (LPS) arang aktif meranti merah dengan

metode biru metilena (BM) dan iodin ... 11

13

Difraktogram AMM, AAK, dan AAMM terbaik ... 12

14

Isoterm Freundlich adsorpsi Cr oleh AAMM terbaik ... 13

15

Isoterm Langmuir adsorpsi Cr oleh AAMM terbaik ... 13

16

Isoterm Freundlich adsorpsi larutan iodin oleh AAMM terbaik ... 13

17

Isoterm Langmuir adsorpsi larutan iodin oleh AAMM terbaik ... 13

(9)

"."!"(

1

Data ekspor arang aktif tahun 2003–2007 ... 18

2

Baku mutu arang aktif teknis menurut SNI 06-3730-95 ... 18

3

Penggunaan arang aktif dalam industri ... 19

4

Diagram alir penelitian ... 20

5

Tungku pengarangan dan aktivasi ... 21

6

Rendemen arang kayu meranti merah ... 21

7

Tanur untuk membuat arang aktif yang terbuat dari baja nirkarat yang

dilengkapi dengan termokopel ... 22

8

Rekapitulasi dan perhitungan data kualitas arang aktif meranti merah ... 23

9

Bobot dan waktu optimum ... 27

10

Luas permukaan spesifik (LPS) ... 28

11

Analisis difraksi sinar-X (XRD) ... 30

12

Analisis ragam untuk uji daya adsorpsi terhadap logam Cr dan Mn ... 30

13

Isoterm Freundlich dan Langmuir untuk adsorpsi logam Cr dan larutan

iodin oleh AAMM terbaik ... 31

14

Penentuan bobot (dosis) AAMM terbaik untuk uji aplikasi terhadap

limbah Cr ... 32

(10)

Arang aktif merupakan material yang

dapat mengadsorpsi senyawa-senyawa

tertentu yang ingin dikeluarkan dari suatu sistem. Arang aktif banyak digunakan sebagai bahan pengadsorpsi polutan berkadar rendah, misalnya dalam pemurnian air, industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi. (Redjeki et al. 2006). Kebutuhan dunia industri di luar negeri terhadap arang aktif terus meningkat. Dari data Departemen Kehutanan (2008), volume ekspor arang aktif tahun 2003–2007 mengalami peningkatan (Lampiran 1).

Arang aktif dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang mengandung karbon, di antaranya kayu (Othmer 2004). Jenis kayu yang pernah dibuat arang aktif antara lain

Pinus merkusii, Paraserianthes falcataria,

dan Acacia magnium, sedangkan jenis kayu

meranti merah (Shorea sp.) belum banyak digunakan. Kayu meranti merah banyak digunakan sebagai kusen bahan bangunan dan dalam pembuatannya banyak menghasilkan limbah kayu. Untuk memanfaatkan limbah kayu tersebut, dicoba untuk membuat arang aktif dan diuji daya adsorpsinya. Sebagai pembanding, digunakan arang aktif komersial yang ada di pasaran. Arang aktif komersial biasanya terbuat dari tempurung kelapa yang mempunyai struktur makropori lebih sedikit dibandingkan dengan arang aktif dari bahan kayu (Pari 2004).

Penelitian ini merupakan lanjutan dan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Redjeki et al. (2006). Pada penelitian tersebut, arang aktif dibuat menggunakan asam fosfat sebagai bahan pengaktif dan dipanaskan pada suhu 900 °C tanpa variasi perlakuan. Diperoleh arang aktif yang memiliki daya adsorpsi cukup baik dengan daya jerap iodin mencapai 908.3 mg/g. Namun, kadar airnya tinggi, yaitu 20.77%, dan tidak memenuhi persyaratan Standar

Nasional Indonesia (SNI 1995), yaitu

maksimum 15% untuk arang aktif berbentuk serbuk.

Tujuan penelitian ini ialah membuat, menguji kualitas, dan membandingkan daya adsorpsi arang aktif dari kayu meranti merah dengan arang aktif komersial yang diaktivasi secara kimia dan fisika. Standar yang digunakan dalam uji kualitas arang aktif ialah SNI nomor 06-3730-1995 (Lampiran 2) untuk parameter kadar air, zat terbang, abu, dan karbon terikat, serta daya jerap iodin, biru metilena, dan benzena. Selain itu, penelitian

ini bertujuan menentukan perlakuan terbaik yang memberikan daya jerap paling optimum berdasarkan waktu steam uap air dan bahan kimia yang digunakan pada proses aktivasi, mencirikan pola struktur dan isoterm adsorpsi, serta menguji aplikasi arang aktif terhadap polutan dalam limbah industri.

"/# ) "($% ) "&

Kayu meranti merah memiliki nama botanis Shorea sp. dan termasuk dalam famili

Dipterocarpaceae. Kayu ini beragam

warnanya mulai dari hampir putih, cokelat pucat, merah, cokelat muda, atau cokelat tua. Teksturnya agak kasar sampai kasar dan merata dengan arah serat kadang-kadang hampir lurus atau bergelombang. Permukaan kayu licin atau agak licin dan kebanyakan agak mengilap.

Kayu meranti merah pada umumnya mudah diolah. Kayunya mudah digergaji dan diampelas dengan baik sehingga banyak

digunakan sebagai bahan bangunan

perumahan seperti kaso, pintu, dan jendela serta balok. Selain itu, dapat digunakan sebagai kayu perkapalan (perahu, kapal kecil, dan bagian-bagian kapal), peti mati, peti pengepak, dan alat musik (pipa organ).

Daerah penyebarannya ada di seluruh

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku (Heyne 1987).

"(0

Menurut Djatmiko et al. (1985), arang adalah bahan padat berpori hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar pori-porinya masih tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lain. Komponen arang terdiri atas karbon terikat, abu, air, nitrogen, dan sulfur. Arang kayu merupakan residu hasil penguraian atau pemecahan kayu karena panas, sebagian besar komponen kimianya adalah karbon.

"(0 1$%'

(11)

digambarkan oleh luas permukaan spesifik

(luas permukaan/gram). Umumnya luas

permukaan spesifik arang aktif berkisar antara 500 dan 1500 m2/g.

Arang aktif dapat dibedakan dengan arang dari sifat permukaannya. Permukaan arang masih ditutupi deposit hidrokarbon yang menghalangi keaktifannya. Pada arang aktif, permukaannya telah bebas dari deposit hidrokarbon sehingga mampu melakukan adsorpsi pada pori-porinya yang telah terbuka (Syarief 1997).

Pembuatan arang aktif dapat dilakukan melalui tahapan penghilangan air (dehidrasi), perubahan bahan organik menjadi unsur karbon (mengusir unsur non-karbon), dan dekomposisi ter sehingga pori-pori arang

menjadi besar. Pertama-tama, bahan

dipanaskan sampai suhu 170 oC untuk

mengeluarkan CO2, CO, dan uap asam asetat.

Pada suhu 275 oC terjadi dekomposisi bahan dan terbentuk hasil samping seperti ter, metanol, dan fenol. Hampir 80% unsur karbon

diperoleh pada suhu 400–600 oC. Selama

proses pirolisis ini, bahan sumber karbon

mengalami fragmentasi yang akhirnya

membentuk struktur heksagonal yang

termostabil (Pari 2004).

Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan pembersih dan penjerap, juga sebagai bahan pengemban katalis. Pada

industri karet ban, arang aktif yang

mempunyai sifat radikal dan serbuk sangat

halus, digunakan sebagai bahan aditif

kopolimer (Lampiran 3).

* 2 %

Menurut Atkins (1999), adsorpsi

merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada permukaan/antarmuka. Partikel yang terakumulasi dan terjerap oleh permukaan

disebut adsorbat dan material tempat

terjadinya adsorpsi disebut adsorben.

Proses adsorpsi terdiri atas 2 tipe, yaitu adsorpsi kimia dan fisika. Pada adsorpsi kimia, molekul menempel pada permukaan melalui pembentukan ikatan kimia. Ciri-cirinya adalah terjadi pada suhu tinggi, interaksinya kuat, terbentuk ikatan kimia (umumnya kovalen) antara permukaan adsorben dan adsorbat, entalpinya tinggi (∆H 400 kJ/mol), adsorpsi terjadi hanya pada satu lapisan (monolayer), dan energi aktivasinya tinggi. Sementara adsorpsi fisika adalah penempelan adsorbat

pada permukaan melalui interaksi

antarmolekul yang lemah. Ciri-cirinya, terjadi

pada suhu rendah, jenis interaksinya ialah reaksi antarmolekul (gaya van der Waals), entalpi rendah (∆H<20 kJ/mol), adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan (multilayer), dan energi aktivasi lemah (Hasanah 2006).

Faktor-faktor yang memengaruhi proses adsorpsi antara lain sifat fisik dan kimia adsorben seperti luas permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia. Semakin kecil

ukuran partikel, semakin besar luas

permukaan padatan per satuan volume tertentu, sehingga semakin banyak zat yang teradsorpsi. Faktor lainnya ialah sifat fisis dan kimia

adsorbat, seperti ukuran molekul dan

komposisi kimia, serta konsentrasi adsorbat dalam fase cairan (Atkins 1999).

Menurut Suryani (2009), proses adsorpsi

berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu

makrotranspor, mikrotranspor, dan sorpsi. Makrotranspor adalah difusi adsorbat melalui

air menuju antarmuka cair-padat.

Mikrotranspor ialah difusi adsorbat melalui sistem makropori dan sub-mikropori. Sorpsi merupakan istilah untuk menjelaskan kontak

adsorbat dengan adsorben. Istilah ini

digunakan karena sulitnya membedakan proses yang berlangsung, apakah fisisorpsi atau kemisorpsi.

$) ! * 2 %

Hubungan kesetimbangan antara potensial kimia adsorbat dalam gas atau cairan dan potensial kimia adsorbat di permukaan adsorben pada suhu tetap disebut isoterm adsorpsi. Kesetimbangan tercapai jika laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya (Koumanova dan Antova 2002).

Tipe isoterm adsorpsi yang umum dikenal ada 3 macam, yaitu isoterm Freundlich, Langmuir, dan Brunauer-Emmet-Teller (BET). Isoterm Freundlich dan Langmuir digunakan untuk gas atau larutan dengan konsentrasi rendah. Isoterm BET merupakan modifikasi isoterm Langmuir pada tekanan tinggi (Alberty dan Silbey 1992).

$) ! )#(*.%3&

Isoterm Freundlich mengasumsikan

(12)

(

)

(

)

cn x c cn x n

x 1 1

1

− + = −

Menurut Jason (2004), model isoterm ini menganggap proses adsorpsi terjadi pada semua tapak permukaan adsorben. Isoterm Freundlich tidak dapat memperkirakan adanya tapak-tapak pada permukaan yang mampu mencegah adsorpsi. Ketika kesetimbangan tercapai, hanya beberapa tapak aktif yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut.

Persamaan Freundlich dituliskan sebagai berikut: n kC m x 1 =

Persamaan dalam bentuk logaritma

C n k m x log 1 log

log = +

Keterangan:

x/m = jumlah adsorbat terjerap per satuan bobot adsorben (µg/g adsorben)

C = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)

k, n = tetapan empiris $) ! "(0!#%

Isoterm Langmuir didasarkan pada asumsi

bahwa sejumlah tertentu tapak sentuh

adsorben terdapat pada permukaan dan memiliki energi yang sama serta adsorpsi bersifat dapat balik (Atkins 1999). Menurut Sekar dan Triono (2005), isoterm Langmuir mengasumsikan tapak-tapak adsorpsi yang

homogen di permukaan dan adsorpsi

membentuk lapisan tunggal (monolayer).

Persamaan Langmuir dituliskan sebagai

berikut: C C m x β αβ + = 1

Tetapan α, β dapat ditentukan dari kurva hubungan terhadap C dengan persamaan

C m x C α αβ 1 1 + =

$) ! #("#) !!)$ )..)

Teori BET menjelaskan fisisorpsi molekul gas ke permukaan padatan. Isoterm BET merupakan metode umum untuk menentukan luas permukaan adsorben dari data adsorpsi, dengan persamaan

Tetapan n dan c dapat diperoleh dari kemiringan garis dan perpotongan sumbu y

kurva hubungan

(

x

)

n x

1 terhadap x.

#" ) !#1""( 2) %'%1

Luas permukaan spesifik (LPS) adalah luas permukaan yang dapat menyerap gas secara merata pada satu lapisan per satuan massa. LPS menggambarkan permukaan aktif yang dapat kontak dengan reaktan sehingga berfungsi sebagai jembatan pada proses reaksi. Semakin besar LPS adsorben, diharapkan aktivitasnya semakin baik.

Luas permukaan spesifik merupakan salah satu ciri fisik penting dalam proses adsorpsi, selain tapak aktif pada permukaan, karena akan memengaruhi jumlah adsorbat yang

dapat teradsorpsi. Selain menggunakan

metode aliran gas, LPS juga dapat ditentukan dengan metode adsorpsi biru metilena (BM) dan iodin. Banyaknya molekul BM dan iodin yang dapat diadsorpsi sebanding dengan luas permukaan adsorben (Widihati et al. 2010).

)(3% %"( ." $ #1$#

Pola difraksi sinar-X (XRD) menunjukkan bahwa arang aktif berbentuk grafit, amorf,

tersusun dari atom-atom karbon yang

berikatan secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar (Gambar 1). Susunan kisi-kisi heksagonal ini tampak seperti pelat-pelat datar yang saling bertumpuk dengan sela-sela di antaranya.

Gambar 1 Skema tinggi lapisan (Lc), jarak

antarlapisan (d), dan lebar lapisan (La) struktur kristalit arang aktif

(13)

Setiap kristalit arang aktif biasanya tersusun dari 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan sekitar 20–30 atom karbon heksagonal pada tiap lapisan (Suryani 2009). Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui derajat kristalinitas, tinggi (Lc), lebar (La), jarak (d),

dan jumlah (N) lapisan heksagonal (aromatik) dengan cara menginterpretasi pola difraksi dari hamburan sinar-X pada contoh.

"&"( *"( ."$

Bahan baku arang aktif ialah kayu meranti merah (Shorea sp.) dari perusahaan kayu di wilayah Jalan Sholeh Iskandar, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Arang aktif komersial bermerek Brataco yang terbuat dari tempurung kelapa dijadikan pembanding. Larutan standar logam mangan (Mn) bivalen dan kromium (Cr) heksavalen 1000 ppm buatan Merck digunakan untuk pembuatan isoterm adsorpsi. Limbah logam Mn dan Cr dari laboratorium research and development

(R&D) industri sawit digunakan untuk uji aplikasi.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain retort, tanur pembakar, oven, desikator, saringan halus (100 mesh), cawan porselen, neraca analitik, pengaduk magnetik, spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) jenis Spectroquant NOVA 60 MERCK dan difraktometer sinar-X (XRD) tipe 7000 Shimadzu, serta alat-alat kaca lainnya.

%(01#2 ) +"

Penelitian dilakukan dalam 4 tahapan (Lampiran 4). Tahap pertama ialah pembuatan arang aktif dari kayu meranti merah yang meliputi pengarangan serta aktivasi secara kimia. Tahap kedua adalah uji kualitas arang aktif yang meliputi analisis kadar air, abu, karbon terikat, dan zat terbang serta rendemen, daya jerap benzena, BM, dan iodin. Tahap ketiga ialah pencirian lanjutan yang meliputi LPS, pola struktur, isoterm adsorpsi, dan uji efektivitas adsorpsi terhadap larutan standar Mn dan Cr dengan variasi konsentrasi. Sebagai pembanding digunakan arang aktif komersial, dan semua perlakuan dilakukan 2 kali ulangan. Tahap keempat adalah uji aplikasi arang aktif kayu meranti merah dalam menurunkan kandungan logam pada limbah laboratorium R&D industri sawit. Kandungan logam diuji sebelum dan sesudah adsorpsi.

)!4#"$"( "(0

Kayu meranti merah dipotong-potong dengan panjang maksimum 15 cm, lalu ditimbang sebanyak ±2.500 kg. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tabung sampel dengan disusun sedemikian rupa dan ditutup rapat. Tabung sampel tersebut dimasukkan ke dalam tungku pengarangan listrik atau retort

(Lampiran 5) kemudian dipanaskan pada suhu 400 oC selama ±5 jam. Setelah selesai, tungku pengarangan dimatikan dan dibiarkan sampai dingin (±20 jam). Arang dikeluarkan dari tungku, ditimbang bobotnya, dan rendemen proses pengarangan dihitung.

)!4#"$"( "(0 1$%'

Arang kayu meranti merah dimasukkan ke dalam tungku aktivasi (Lampiran 5) sebanyak ±100 g potongan kecil dan direndam dalam larutan pengaktif HCl 5% selama 24 jam. Selanjutnya alat disiapkan pada suhu 800 oC dengan menaikkan suhu secara bertahap sampai tercapai suhu konstan; tekanan dibuat konstan pada 0.05 bar. Dilakukan juga pengaliran uap H2O panas (steam) dengan

waktu yang berbeda, yaitu 0 menit (tanpa

steam), 60 menit, dan 90 menit. Setelah proses

aktivasi selesai, alat dibiarkan sampai dingin (24 jam) dan arang aktif yang dihasilkan dikeluarkan dari dalam tungku. Kemudian arang aktif dihaluskan dan disaring dengan ukuran 100 mesh.

+% #".%$" "(0 1$%'

)(*)!)( 565

Arang aktif yang terbentuk dihitung lalu dibandingkan dengan bobot contoh mula-mula. Rendemen dihitung dengan rumus

100% ) 1 ( ) 1 ( Rendemen × − − = d a c b Keterangan:

a = bobot contoh mula-mula (g)

b = bobot arang aktif yang dihasilkan (g)

c = kadar air arang aktif (%)

d = kadar air arang (%) "*" % 557

(14)

Pengeringan dan penimbangan diulangi setiap jam sampai diperoleh bobot konstan. Analisis

dilakukan duplo. Kadar air dihitung

berdasarkan persamaan

(

)

% 100 air

Kadar = − ×

a b a

Keterangan:

a = bobot contoh awal (g)

b = bobot contoh akhir (g) "*" 8"$ ) 4"(0 557

Sebanyak ±1.00 g contoh ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan kemudian dipanaskan dalam tanur listrik pada suhu 950 oC selama 10 menit, didinginkan dalam deksikator, dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin. Analisis dilakukan duplo. Kadar zat terbang dihitung berdasarkan persamaan

(

)

% 100 terbang

zat

Kadar

=

− ×

a b a

"*" 4# 557

Sebanyak ±1.00 g contoh ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot

keringnya. Cawan yang berisi contoh

ditempatkan dalam tanur listrik pada suhu 700

o

C selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan diulangi setiap jam sampai diperoleh bobot konstan. Analisis dilakukan duplo. Kadar abu dihitung berdasarkan persamaan 100% (g) abu bobot abu

Kadar = ×

a

"*" " 4 ( ) %1"$ 557

Karbon dalam arang aktif adalah hasil dari proses pengarangan/pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zat terbang (zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang). Definisi ini hanya berupa pendekatan (SNI 1995).

Kadar karbon terikat = 100% - (u + z) Keterangan:

u = kadar abu (%)

z = kadar zat terbang (%)

"/" ) "2 *%( 557

Contoh arang aktif yang telah dikeringkan dalam oven selama 1 jam ditimbang sebanyak ±0.25 g kemudian ditempatkan dalam Erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 25 mL larutan iodin 0.1 N, lalu Erlenmeyer segera ditutup dan dikocok selama 15 menit.

Suspensi selanjutnya disaring, filtratnya

dipipet sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer dan langsung dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N sampai warna kuning muda. Setelah ditambahkan beberapa tetes amilum 1%, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Penentuan daya jerap iodin adalah dengan perhitungan sebagai berikut:

(

)

(g) contoh bobot 5 2 693 12

10 . .

D C B i Q × × × − =

Keterangan:

Qi = daya jerap iodin (mg/g)

B = volume larutan Na-tiosulfat (mL)

C = normalitas Na-tiosulfat (N)

D = normalitas iodin (N)

12.693 = jumlah iodin yang sesuai dengan 1 mL larutan Na2S2O3 0.1 N

"/" ) "2 )(9)(" 565

Sebanyak ±1.00 g arang aktif ditimbang ke dalam cawan petri yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhi uap benzena pada suhu 19–20 oC selama 24 jam

agar kesetimbangan adsorpsi tercapai.

Selanjutnya arang aktif ditimbang kembali, namun sebelum ditimbang cawan dibiarkan 5 menit di udara terbuka untuk menghilangkan uap benzena yang menempel pada cawan.

(

)

% m h

m

100 benzena jerap

Daya = − ×

Keterangan:

m = bobot arang aktif sebelum mengadsorpsi

h = bobot arang aktif sesudah mengadsorpsi "/" ) "2 % # )$%.)(" 557

(15)

( )

(

E

)

V

. × − × = 100 100 12 0 g BM Jumlah Keterangan:

V = volume yang diinginkan (mL)

E = kadar air BM (%)

Biru metilena ditimbang sebanyak hasil perhitungan, lalu dilarutkan dalam larutan

dapar (campuran KH2PO4 dengan

Na2HPO4·12H2O 4:6) sebanyak volume yang

diinginkan (A). Kemudian dipipet 10 mL larutan A ke dalam labu ukur 500 mL, diencerkan dengan air suling hingga tanda tera, dan dihomogenkan (B). Sebanyak 5 mL larutan B dipipet ke dalam labu ukur 500 mL dan diencerkan kembali dengan air suling

sampai tanda tera setelah sebelumnya

ditambah dahulu larutan dapar (C).

) ."1#"( ($ & Sebanyak 0.01– 0.10 g contoh arang aktif yang sudah dikeringkan dititar dengan larutan BM 1200 ppm sambil sesekali dikocok kuat. Penitaran berakhir bila warna larutan di atas contoh sama dengan warna larutan BM pembanding (C). Jumlah

larutan BM yang dijerap dihitung

menggunakan persamaan

W V m

X = × 1

Keterangan:

Xm = daya jerap BM (mL/g)

V = volume larutan BM hasil penitaran (mL)

W = bobot contoh (g)

)(3% %"( "(0 1$%'

)()($#"( 4 $ *"( -"1$# 2$%!#! ! *%'%1" % # /"(% 5 *"( 557

Arang aktif terbaik dari beberapa

perlakuan pembuatan ditimbang dengan variasi bobot 0.15, 0.30, 0.60, dan 1.20% (b/v) kemudian dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan iodin 0.1 N. Erlenmeyer segera ditutup dan dikocok selama 15 menit, lalu disaring. Selanjutnya filtrat dipipet sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer dan langsung dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N sampai warna kuning muda. Beberapa tetes amilum 1% ditambahkan dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang.

Bobot tetap arang aktif terbaik

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi

25 mL larutan iodin 0.1 N, kemudian dikocok dengan variasi waktu 3.75, 7.50, 15.00, dan 30.00 menit. Setelah itu, contoh disaring dan ditentukan daya jerap iodinnya sebagaimana saat penentuan bobot optimum. Bobot dan waktu optimum adsorpsi ditentukan dari daya jerap iodin maksimum dari arang aktif terbaik. )()($#"( #" ) !#1""( 2) %'%1

)$ *) % # )$%.)(" #$&%" 55:

Luas permukaan spesifik (LPS) arang aktif dihitung berdasarkan banyaknya BM yang dijerap oleh arang aktif.

BM BM m /g) 2 (m LPS M A N

X × × ×ρ

=

Keterangan:

Xm = daya jerap BM (mL/g)

N = bilangan Avogadro (6.023 × 1023/mol)

A = luas penampang BM (1.969 × 10-21 m2)

ρBM = massa jenis BM (1 g/mL)

MBM= bobot molekul BM (319.86 g/mol)

)()($#"( #" ) !#1""( 2) %'%1 )$ *) * 2 % *%( 5;6

Arang aktif terbaik sejumlah bobot optimum dimasukkan ke dalam 25 mL larutan iodin dengan variasi konsentrasi 1500, 2000, 2500, 3500, 6000, dan 8500 mg/L, kemudian dikocok pada suhu kamar selama waktu optimum. Setelah itu, contoh disaring dan konsentrasi akhir iodin diukur. Selanjutnya dibuat kurva isoterm BET dan ditentukan persamaan garis linearnya. LPS ditentukan menggunakan persamaan

LPS (m2/g) = (Qm/BE) × N × A

Keterangan:

Qm = kapasitas adsorpsi monolayer (mg/g)

A = luas penampang iodin (0.40 × 10-18 m2) BE = bobot ekuivalen iodin (126.904 g/mol)

)(3% %"( ." $ #1$# "(0 1$%' " % <

Untuk mempelajari proses pembentukan

pola strukturnya, arang aktif terbaik

(16)

+% "/" * 2 % *"( $) ! * 2 % ! *%'%1" % )*+)1% ;

Uji daya adsorpsi mengukur efektivitas adsorpsi arang aktif kayu meranti merah terhadap larutan standar mangan dengan variasi konsentrasi mulai dari 2.50, 3.75, 5.00, dan 6.25 mg/L dan larutan standar kromium dengan variasi konsentrasi 30.00, 45.00, 60.00, dan 75.00 mg/L. Sebagai pembanding digunakan arang aktif komersial. Semua perlakuan dilakukan 2 kali ulangan.

Arang aktif terbaik sebanyak bobot optimum ditambahkan dalam 25 mL larutan standar mangan dan kromium kemudian dikocok selama waktu optimum dan disaring. Konsentrasi larutan standar sebelum dan sesudah perlakuan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis jenis Spectroquant NOVA 60 MERCK. Tetapan adsorpsi dihitung dengan model isoterm Freundlich dan Langmuir. Kedua model ini kemudian dibandingkan dengan model isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir menggunakan larutan iodin yang diperoleh dari data penentuan LPS.

+% 2.%1" %

! *%'%1" % )*+)1% ;

Arang aktif terbaik selanjutnya diuji

untuk menurunkan kandungan logam

kromium dan mangan yang ada pada limbah laboratorium R&D industri sawit. Perlakuan terhadap limbah sama dengan perlakuan menggunakan larutan standar. Uji aplikasi pertama menggunakan limbah Cr dan Mn

yang terpisah. Pada pengujian kedua

dilakukan simulasi menggunakan campuran limbah Cr dan Mn tersebut dengan nisbah acak. Uji aplikasi ketiga dilakukan terhadap limbah Cr yang telah diketahui konsentrasinya menggunakan arang aktif terbaik yang bobotnya (dosis) ditentukan dari persamaan isoterm adsorpsinya.

"(0

Hartoyo dan Pari (1993) mengemukakan bahwa pada prinsipnya pembuatan arang ada 2 cara, yaitu sistem retort dan kiln. Pada penelitian ini digunakan sistem retort (tungku pengarangan listrik) yang merupakan cara baru untuk pengarangan, karena pemanasan dapat ditambah pada dinding yang terbuat dari pelat besi di samping dari bahan baku itu

sendiri dengan sumber panas pembakaran biomassa atau tenaga listrik. Dengan cara demikian, proses karbonisasi berjalan dengan sangat cepat dan merata sehingga diperoleh rendemen lebih tinggi dan seragam, yaitu berkisar 25–30%. Rerata rendemen arang yang diperoleh dari proses karbonisasi yang dilakukan ialah 33.2% (Lampiran 6).

"(0 1$%'

Proses pembuatan arang aktif dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara kimia dan cara oksidasi gas. Kualitas arang aktif yang dihasilkan sangat bergantung pada bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, dan cara

pengaktifannya. Menurut Maniatis dan

Nurmala (1988), kualitas arang aktif sebagai adsorben bergantung pada jenis kayu dan waktu aktivasi. Semakin lama waktu aktivasi, daya jerapnya semakin besar, dan jenis kayu yang memiliki bobot jenis lebih besar menghasilkan daya jerap yang lebih kecil.

Proses pengaktifan arang pada penelitian ini menggunakan tungku aktivasi (Lampiran 7) yang terbuat dari baja nirkarat dengan ukuran panjang 1.0 m dan diameter 5.0 cm, dililit dengan elemen (kawat nikelin) sebagai pemanas dan dilengkapi 2 buah termokopel untuk mengatur suhu aktivasi. Tungku dirangkaikan dengan ketel yang juga terbuat dari baja nirkarat sebagai penghasil uap pengaktif dan dengan pendingin yang terbuat dari kaca (Pari 2004).

+% #".%$" "(0 1$%'

)(*)!)(

Rendemen arang aktif yang dihasilkan dari proses karbonisasi dan aktivasi berkisar dari 24.4 sampai 71.7% (Lampiran 8). Rendemen tertinggi ialah arang yang diaktivasi dengan HCl 5% tanpa steam uap air, sedangkan yang terkecil adalah arang yang diaktivasi dengan HCl 5% dengan steam uap air selama 90 menit.

Gambar 2 menunjukkan bahwa

penggunaan bahan pengaktif dan steam uap air serta lamanya steam pada proses aktivasi berpengaruh terhadap rendemen arang aktif. Pada umumnya penggunaan bahan pengaktif menurunkan rendemen. Hal tersebut karena dalam proses pengarangan, bahan pengaktif akan membersihkan permukaan karbon dari

ter dan hidrokarbon yang mengurangi

(17)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

A B C D E F

Perlakuan R e n d e m e n ( % ) 0 5 10 15 20 25 30 35

Ar AAK A B C D E F Perlakuan K a d a r Z at T e rb an g ( % )

Gambar 2 Rendemen arang aktif meranti merah.

Perlakuan:

A = Dengan HCl 5%, tanpa steam uap air B = Dengan HCl 5%, steam uap air 60 menit C = Dengan HCl 5%, steam uap air 90 menit D = Tanpa HCl 5%, tanpa steam uap air E = Tanpa HCl 5%, steam uap air 60 menit F = Tanpa HCl 5%, steam uap air 90 menit

Memperlama steam uap air cenderung

menurunkan rendemen. Semakin lama waktu

steam uap air, kemungkinan terjadinya reaksi

antara arang dan zat pengoksidasi/pengaktif membentuk CO, CO2, dan H2 juga semakin

meningkat. Karena itu, arang aktif yang terbentuk berkurang (Suryani 2009).

"*" %

Kadar air arang aktif yang diperoleh berkisar dari 3.24 sampai 9.34%. Nilai ini memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu kurang dari 15% (Lampiran 8). Kadar tertinggi dimiliki arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan tanpa aktivasi HCl 5%. Kadar air terendah terdapat pada arang kayu meranti merah (Gambar 3).

Gambar 3 Kadar air arang aktif meranti merah.

Perlakuan:

Ar = Arang kayu meranti merah (tanpa aktivasi)

AAK = Arang aktif komersial

Gambar 3 menunjukkan bahwa aktivasi

menggunakan steam uap air dapat

meningkatkan kadar air arang aktif, karena

sifatnya yang higroskopis. Selain itu,

tingginya kadar air arang aktif disebabkan pelembutan serpihan arang aktif dilakukan di udara terbuka sehingga molekul-molekul uap air di udara mungkin terperangkap oleh pori-pori arang aktif (Hartoyo 1974), selain itu dipengaruhi juga oleh proses pendinginan arang aktif (Pari 2004).

"*" 8"$ ) 4"(0

Penetapan kadar zat terbang bertujuan mengetahui jumlah zat atau senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi, tetapi menguap pada suhu 950 °C.

Kadar zat terbang yang tinggi akan

mengurangi daya jerap arang aktif (Suryani

2009). Tingginya kadar zat terbang

disebabkan oleh tingginya kerapatan kayu sehingga pada waktu karbonisasi lebih banyak gas seperti CO, CO2, hidrokarbon, H2, dan

CH4 yang terkeluarkan (Redjeki et al. 2006).

Kadar zat terbang yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar dari 5.54 sampai 33.2% (Gambar 4). Hampir semua nilai tersebut telah memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu kurang dari 25% (Lampiran 8).

Gambar 4 Kadar zat terbang arang aktif meranti merah.

Kadar zat terbang tertinggi terdapat pada arang kayu meranti merah. Kadar terendah terdapat pada arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C tanpa steam uap air dan tanpa aktivasi HCl 5%. Rendahnya kadar zat terbang arang aktif dibandingkan dengan arang kayu meranti merah disebabkan oleh perbedaan suhu karbonisasi dan suhu aktivasi.

"*" 4#

Penetapan kadar abu bertujuan

menentukan kandungan oksida logam dalam arang aktif. Menurut Sastrodimedjo (1978), abu merupakan komponen anorganik yang terdiri atas kalsium, kalium, magnesium, besi, mangan, karbonat, silikat, oksalat, dan fosfat serta logam-logam lain dalam jumlah kecil. 0 2 4 6 8 10

(18)

0 20 40 60 80 100

Ar AAK A B C D E F

Perlakuan K a d a r C t e ri k a t (% ) 0 2 4 6 8 10 12

Ar AAK A B C D E F

Perlakuan K ad ar A b u ( % )

Kadar abu yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar dari 2.93 sampai 10.2% (Gambar 5). Kadar terendah terdapat pada pada arang kayu meranti merah. Kadar tertinggi terdapat pada arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan aktivasi HCl 5%. Hampir semua nilai tersebut telah memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu kurang dari 10% (Lampiran 8), kecuali kadar abu arang aktif perlakuan C (tertinggi).

Gambar 5 Kadar abu arang aktif meranti merah.

Menurut Pari (2004), tingginya kadar abu arang aktif adalah karena proses oksidasi. Semakin lama proses aktivasi, rendemen arang aktif semakin rendah, sedangkan kandungan bahan anorganik tetap atau makin bertambah akibat terbentuknya oksida logam hasil interaksi HCl dengan tungku aktivasi. Besarnya kadar abu dapat memengaruhi daya jerap arang aktif terhadap gas maupun larutan, karena kandungan mineral dalam abu seperti kalsium, kalium, magnesium, dan natrium akan menyebar dalam kisi-kisi arang aktif.

"*" " 4 ( ) %1"$

Penetapan kadar karbon terikat bertujuan mengetahui kandungan karbon setelah proses karbonisasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat dalam penelitian ini berkisar dari 63.9 sampai 90.8% (Gambar 6).

Gambar 6 Kadar karbon terikat arang aktif meranti merah.

Kadar terendah terdapat pada arang kayu meranti merah. Kadar tertinggi terdapat pada

arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C tanpa steam uap air dan dengan aktivasi HCl 5%. Hampir semua nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu lebih dari 65% (Lampiran 8), kecuali arang kayu meranti merah (terendah).

Besarnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu dan kadar zat terbang (Pari 2004) karena kadar karbon terikat merupakan hasil pengurangan dari kedua faktor tersebut. Kadar karbon terikat arang aktif sangat dipengaruhi oleh jenis bahan baku, karena kadar abu dan kadar zat terbang arang aktif untuk setiap bahan baku berbeda-beda (Hartoyo 1974). Semakin tinggi kadar abu dan atau zat terbang, semakin rendah kadar karbon terikat.

"/" ) "2 *%(

Daya jerap terhadap larutan akan

menentukan kualitas arang aktif sebagai pengadsorpsi. Daya jerap iodin yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar dari 100.897 sampai 1175.022 mg/g (Gambar 7). Daya jerap tertinggi terdapat pada arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan aktivasi HCl 5%. Kadar terendah ada pada arang kayu meranti merah.

Gambar 7 Daya jerap iodin arang aktif meranti merah.

Hanya arang aktif dengan perlakuan B, C, E, dan F memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu lebih dari 750 mg/g (Lampiran 8). Peningkatan waktu aktivasi dan penggunaan bahan kimia pengaktif ditunjukkan dapat meningkatkan daya jerap iodin.

Kemampuan arang aktif menjerap larutan iodin dipakai sebagai parameter kualitas arang

aktif bagi tujuan penggunaan. Ada

kecenderungan bahwa semakin besar daya jerapnya, semakin baik kualitas arang aktif

tersebut karena menunjukkan jumlah

mikropori yang terbentuk, yaitu pori yang hanya dapat dimasuki oleh molekul dengan diameter lebih kecil dari 10 Å. Sebaliknya,

K ad ar a b u ( % ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Ar AAK A B C D E F

(19)

0 10 20 30 40 50 60

Ar AAK A B C D E F

Perlakuan D a y a S e ra p B e n z e n a (% ) 0 50 100 150 200 250 300

Ar AAK A B C D E F

Perlakuan D a y a S er ap B ir u M e ti le n a (m l/ g )

daya jerap yang rendah disebabkan oleh adanya kotoran yang menyumbat pori-pori arang aktif dan menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan kurang baik untuk digunakan secara komersial (Prawirakusumo dan Utomo 1970).

"/" ) "2 )(9)("

Daya jerap benzena menggambarkan secara umum kemampuan arang aktif untuk menjerap gas. Daya jerap benzena tertinggi (49.7%) ditunjukkan oleh arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan aktivasi HCl 5%. Daya jerap terendah (5.69%) dimiliki arang kayu meranti merah (Gambar 8 dan Lampiran 8). Sementara untuk arang aktif kualitas serbuk, tidak ada syarat kualitas yang ditetapkan oleh SNI (1995).

Gambar 8 Daya jerap benzena arang aktif meranti merah.

Bahan baku yang berbeda memberikan karakteristik distribusi ukuran partikel yang berbeda. Perbedaan distribusi ukuran partikel menyebabkan perbedaan daya jerap arang aktif terhadap gas. Kenaikan waktu aktivasi dapat menyebabkan peningkatan daya jerap

karbon aktif terhadap uap benzena

(Prawirakusumo dan Utomo 1970). Menurut Pari (1996), nilai daya jerap benzena menunjukkan kemampuan arang aktif untuk menjerap senyawa yang bersifat non-polar. Artinya, pori-pori pada permukaan arang aktif sedikit mengandung senyawa non-karbon sehingga gas atau uap yang dapat dijerap menjadi lebih banyak. Sebaliknya, rendahnya daya jerap benzena diduga disebabkan oleh masih adanya senyawa yang bersifat polar seperti fenol, aldehida, dan asam karboksilat dari hasil karbonisasi yang tidak sempurna pada permukaan arang aktif.

"/" ) "2 % # )$%.)("

Daya jerap arang aktif terhadap larutan BM akan menentukan kualitas arang aktif, selain daya jerap terhadap iodin. Daya jerap BM tertinggi (272 mL/g) dimiliki arang aktif

yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan

steam uap air selama 90 menit dan aktivasi

HCl 5%. Kadar terendah (15.5 mL/g) ada pada arang kayu meranti merah (Gambar 9).

Sama halnya dengan daya jerap iodin, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya arang aktif dengan perlakuan B, C, E, dan F yang telah memenuhi persyaratan SNI (1995), yaitu lebih dari 120 mL/g (Lampiran 8). Hal ini juga menunjukkan bahwa peningkatan waktu aktivasi dan penggunaan bahan kimia pengaktif dapat meningkatkan daya jerap BM.

Gambar 9 Daya jerap biru metilena arang aktif meranti merah.

Besarnya daya jerap BM ada hubungannya dengan pola struktur mikropori yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya diameter pori arang aktif tersebut. Menurut Pari (2004), besarnya daya jerap BM menggambarkan banyaknya molekul berukuran 15–25 Å yang terjerap oleh arang aktif.

)(3% %"( "(0 1$%'

Berdasarkan hasil pencirian arang aktif dengan parameter daya jerap terhadap iodin dan kesesuaian dengan persyaratan baku mutu arang aktif serbuk berdasarkan SNI (1995), arang aktif terbaik ialah yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan tanpa aktivasi HCl 5%. Arang aktif ini diuji lebih lanjut untuk digunakan sebagai pengadsorpsi logam kromium dan mangan dalam limbah.

)()($#"( 4 $ *"( -"1$# 2$%!#!

Uji pendahuluan untuk menentukan bobot dan waktu optimum dilakukan menggunakan larutan iodin 0.1 N seperti pada penentuan daya jerap iodin. Menurut Pari (2004), daya

jerap iodin mengindikasikan banyaknya

molekul dengan diameter kurang dari 10 Å yang dapat dijerap oleh arang aktif. Diameter ini sesuai dengan ukuran atom Cr dan Mn.

Konsentrasi campuran larutan iodin dan arang aktif terbaik ditentukan berdasarkan

(20)

960,00 980,00 1000,00 1020,00 1040,00 1060,00 1080,00 1100,00 1120,00 1140,00 1160,00

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 (%) Bobot Arang Aktif

Q (m g /g ) 1000,00 1005,00 1010,00 1015,00 1020,00 1025,00 1030,00 1035,00 1040,00 1045,00

0,50 2,50 4,50 6,50 8,50 10,50 12,50 14,50 16,50 Waktu (menit) Q ( m g /g )

kapasitas adsorpsi iodin optimum pada rentang waktu 15 menit untuk setiap variasi konsentrasi, yakni 0.31% (b/v) (Gambar 10). Kurva menurun setelah tercapai titik optimum.

Penurunan daya jerap ini disebabkan

aglomerasi arang aktif membentuk partikel yang lebih besar sehingga memperkecil LPS.

Gambar 10 Konsentrasi optimum berdasarkan daya jerap iodin.

Waktu kontak optimum pada proses adsorpsi larutan iodin diperoleh 7.50 menit (Lampiran 9), yang ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi iodin optimum selama rentang waktu tertentu. Secara umum, Gambar 11 menunjukkan proses adsorpsi yang meningkat pada selang waktu 3–7.5 menit, dan setelah itu, cenderung hampir stabil.

Gambar 11 Waktu optimum berdasarkan daya jerap iodin.

#" ) !#1""( 2) %'%1

Penentuan LPS dilakukan dengan 2 metode, adsorpsi BM dan adsorpsi iodin (isoterm BET). Penggunaan kedua metode ini bertujuan membandingkan LPS arang aktif berdasarkan perbedaan ukuran diameter pori yang terbentuk.

LPS arang aktif dengan cara adsorpsi BM berkisar dari 57.5 sampai 1008.6 m2/g, sementara cara adsorpsi iodin dari 107.4

sampai 1250.4 m2/g (Lampiran 10). LPS

tertinggi (berdasarkan kedua metode) ada pada arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan aktivasi HCl 5%. Sementara LPS terendah terdapat pada arang kayu meranti merah. Nilai LPS dengan cara adsorpsi iodin lebih besar

daripada cara BM karena ukuran molekul iodin (<10 Å) jauh lebih kecil daripada BM (15–25 Å), sehingga lebih banyak molekul iodin dapat terjerap.

Gambar 12 menunjukkan bahwa

penambahan waktu aktivasi dan penggunaan bahan pengaktif cenderung memperbesar LPS. Pernyataan ini diperkuat oleh Pari (2004) bahwa dengan semakin lamanya proses aktivasi, pori yang terbentuk semakin banyak sehingga LPS meningkat.

Gambar 12 LPS arang aktif dengan metode

biru metilena (BM) dan iodin

.

)(3% %"( ." $ #1$# "(0 1$%' Analisis XRD bertujuan mengetahui perubahan struktur kristalit arang aktif sebagai akibat proses aktivasi. Digunakan arang aktif meranti merah (AAMM) terbaik. Sebagai pembanding digunakan arang meranti merah (AMM) dan arang aktif komersial (AAK).

Menurut Pari (2004), pembentukan

kristalit arang aktif cenderung menimbulkan penataan ulang atom karbon ke arah vertikal dan memperpanjang jarak antaratom karbon. Akibatnya tinggi lapisan aromatik (Lc)

bertambah, sedangkan lebarnya (La)

menyempit, dan jumlah (N) lapisan kristalit aromatik meningkat. Perubahan tersebut

diakibatkan oleh terjadinya pergeseran

kristalit, yang semula keteraturannya tinggi (kristalin) menjadi tidak beraturan (amorf).

Puncak profil difraksi sinar-X merupakan refleksi berbagai bidang kristalin yang merupakan karakteristik dari suatu bahan. Bentuk difraktogram juga dipengaruhi oleh alat dan bentuk sampel (Sugondo dan Futichah 2007).

Proses aktivasi AMM telah meningkatkan

X, Lc, dan N, sementara d relatif tetap (Tabel 1

dan Lampiran 11). Gambar 13 menunjukkan adanya penurunan intensitas pada daerah sudut θ 24–25° dan 43° setelah aktivasi, sebagaimana yang dilakukan oleh Pari (2004). Sementara Tabel 1 menunjukkan peningkatan kristalinitas AMM setelah diaktivasi.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Ar AAK A B C D E F

(21)

)(%

( )($ " % 22! /"(0 ) "* 2 % "(0 = <7 ; 67

AAMM 17.15 25.85 34.00 45.05

AAK 13.30 19.88 26.61 33.26

AMM AAMM AAK

X (%) 31.76 33.74 35.21

θ1 (deg) 24.3 24.2 26.3

d1 (nm) 0.3653 0.3672 0.3385

θ2 (deg) - 43.2 42.9

d2 (nm) - 0.2092 0.2104

Lc(nm) 7.0293 29.7266 3.2491

N 19.2424 80.9547 9.5984

La (nm) - 21.7107 9.4392

Tabel 1 Derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antarlapisan (d), tinggi (Lc), lebar (La), serta

jumlah (N) lapisan aromatik pada arang meranti merah (AMM),

arang aktif meranti merah

(AAMM) terbaik, dan arang aktif komersial (AAK)

Gambar 13 Difraktogram AMM , AAK , dan AAMM terbaik .

Peningkatan derajat kristalinitas ini diduga disebabkan adanya komponen AMM yang keteraturannya meningkat (kristalin) akibat proses aktivasi. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya intensitas difraksi pada sudut θ 29° dan pada rentang sudut θ 39–49°. Hal ini dapat diakibatkan oleh terjadinya fenomena interkalasi, yaitu proses penyisipan spesies kimia secara reversibel ke dalam antarlapisan dari suatu struktur yang mudah mengembang tanpa merusak strukturnya (Suarya dan Simpen 2009). Spesies kimia tersebut diduga dari jenis logam karena kadar abu yang diperoleh cukup besar. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa Lc, La, dan N AAMM

lebih besar daripada AAK sehingga celah di antara kristalit lebih lebar dan pori yang terbentuk lebih besar.

+% "/" * 2 %

Arang aktif terbaik diuji daya adsorpsinya pada logam Cr dan Mn dengan variasi

konsentrasi, sebagaimana penelitian

sebelumnya oleh Redjeki et al. (2006). Rerata

konsentrasi logam Cr dan Mn yang

teradsorpsi pada AAMM dan AAK dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2 Rerata konsentrasi logam Cr yang teradsorpsi AAMM dan AAK

Tabel 3 Rerata konsentrasi logam Mn yang teradsorpsi AAMM dan AAK

Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa daya adsorpsi AAMM relatif lebih tinggi dari pada AAK. Rerata konsentrasi logam Cr dan Mn yang teradsorpsi oleh AAMM 30.51 dan 4.33 mg/L, sementara dengan menggunakan AAK hanya teradsorpsi sebesar 23.26 dan 3.97 mg/L.

Berdasarkan hasil analisis ragam

(Lampiran 11) pada taraf nyata 5%, jenis arang memberikan hasil yang berbeda nyata karena Fhitung lebih besar daripada Ftabel. Hal

ini berarti bahwa AAMM dan AAK mempunyai daya adsorpsi yang berbeda nyata.

Perbedaan bahan baku, pengarangan

(karbonisasi), dan jenis aktivasi dapat menjadi penyebabnya (Hartoyo 1974).

Kualitas arang aktif yang berasal dari tempurung kelapa akan berbeda dengan yang berasal dari kayu karena kandungan masing-masing bahan tidak sama. Arang aktif tempurung kelapa jumlah makroporinya sedikit, sedangkan arang aktif kayu jumlah makroporinya banyak. Karena itu, daya adsorpsi AAMM lebih tinggi dibandingkan dengan AAK yang terbuat dari tempurung kelapa.

Kedua logam yang diuji adsorpsi juga memberikan hasil yang berbeda nyata (taraf nyata 5%) (Lampiran 12). Rerata konsentrasi

logam Cr yang teradsorpsi (dengan

menggunakan AAMM maupun dengan AAK) lebih besar dibandingkan dengan rerata konsentrasi logam Mn.

Menurut Redjeki et al. (2006), logam Mn hanya melepaskan 2 elektron sehingga jarak Sudut difraksi

(derajat)

)(%

( )($ " % ( 22! /"(0 ) "* 2 %

"(0 7 = 67 7 ; 7

AAMM 2.48 3.71 4.95 6.19

(22)

antara inti dan kulit terluar cukup jauh, akibatnya jejari ionnya juga besar. Sementara logam Cr melepaskan 6 elektron sehingga jarak antara inti dan kulit terluar cukup dekat,

akibatnya jejari ionnya kecil. Dengan

demikian, ion-ion logam Mn, karena ukuran jejari ion yang lebih besar, akan lebih sulit menempel pada permukaan arang aktif dibandingkan dengan ion-ion logam Cr. Hal ini disebabkan ukuran pori-pori arang aktif lebih besar daripada ukuran jejari ion Cr.

$) ! * 2 %

Penentuan isoterm adsorpsi pada

penelitian ini menggunakan data adsorpsi AAMM terbaik pada uji daya adsorpsi terhadap logam Cr, karena memberikan daya jerap yang lebih besar daripada terhadap logam Mn. Data konsentrasi kesetimbangan, konsentrasi logam Cr yang terjerap, dan bobot arang aktif yang ditimbang, digunakan dalam pembuatan kurva regresi linear untuk isoterm Freundlich dan Langmuir (Lampiran 13).

Linearitas sebesar 99.93% diperoleh untuk isoterm Freundlich (Gambar 14), jauh lebih baik daripada 3.00% untuk isoterm Langmuir (Gambar 15). Hasil ini menunjukkan bahwa adsorpsi logam Cr oleh AAMM terbaik mengikuti tipe isoterm Freundlich, karena linearitasnya >90% (Suryani 2009). Isoterm Freundlich mengindikasikan adsorpsi terjadi secara fisisorpsi banyak lapisan (multilayer).

Gambar 14 Isoterm Freundlich adsorpsi Cr oleh AAMM terbaik.

Gambar 15 Isoterm Langmuir adsorpsi Cr oleh AAMM terbaik.

Pendekatan Freundlich mengasumsikan adsorbat membentuk banyak lapisan dan permukaannya heterogen, artinya afinitas setiap ikatan untuk molekul adsorbat tidak sama. Selain itu, terdapat interaksi lateral antarmolekul adsorbat, dan molekul adsorbat bergerak pada permukaan (terdistribusi). (Koumanova dan Antova 2002).

Hasil berbeda diperoleh pada isoterm

adsorpsi menggunakan larutan iodin.

Linearitas isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir tidak jauh berbeda, berturut-turut sebesar 93.85 dan 99.56% (Gambar 16 dan 17; Lampiran 14). Karena itu, adsorpsi iodin oleh AAMM terbaik mungkin mengikuti kedua isoterm tersebut, walaupun cenderung ke tipe Langmuir, karena linearitas lebih mendekati 100%. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis adsorbat akan menghasilkan tipe isoterm yang berbeda pula.

Gambar 16 Isoterm Freundlich adsorpsi larutan iodin oleh AAMM terbaik.

Gambar 17 Isoterm Langmuir adsorpsi larutan iodin oleh AAMM terbaik.

+% 2.%1" %

Arang aktif meranti merah terbaik

diaplikasikan untuk menjerap logam Cr dan Mn pada limbah laboratorium R&D industri sawit. Konsentrasi logam yang terkandung pada limbah tersebut diukur sebelum dan sesudah adsorpsi.

(23)

) ."1#"(

( )($ " % 0"! *"."! %!4"& !0>

(

Sebelum adsorpsi 1432.50 20.84

Sesudah adsorpsi 600.00 19.62

Selisih 832.50 1.22

) ."1#"(

( )($ " % 0"! *"."! %!4"& !0>

(

Sebelum adsorpsi 180.00 0.73

Sesudah adsorpsi 4.00 0.62

Selisih 176.00 0.11

adsorpsi menurun sampai 58.11%, sedangkan logam Mn turun 5.85%. Kandungan logam Cr dan Mn ini masih melewati baku mutu air buangan limbah industri sesuai SK Gubernur Jawa Barat No. 16 Tahun 1999 yang

mensyaratkan kandungan logam Cr

heksavalen tidak melebihi 0.5 mg/L dan logam Mn bivalen tidak melebihi 5 mg/L. Tabel 4 Rerata kadar Cr dan Mn dalam

limbah pada uji aplikasi AAMM terbaik

Uji aplikasi berikutnya ialah simulasi daya adsorpsi AAMM terbaik terhadap limbah campuran Cr dan Mn (Tabel 5). Limbah yang digunakan merupakan campuran dari limbah Cr dan Mn pada pengujian sebelumnya dengan nisbah acak.

Tabel 5 Rerata kadar Cr dan Mn dalam simulasi limbah campuran pada uji aplikasi AAMM terbaik

Penurunan konsentrasi logam Cr pada limbah campuran setelah proses adsorpsi mencapai 97.77%, sedangkan logam Mn hanya 15.07%. Hasil kedua pengujian di atas membuktikan bahwa AAMM terbaik lebih optimum menjerap logam Cr ketimbang logam Mn.

Dalam pengujian selanjutnya, persamaan isoterm Freundlich digunakan untuk menentu-kan bobot (dosis) AAMM terbaik untuk mengadsorpsi limbah Cr yang telah diketahui konsentrasinya (Lampiran 15).

Tabel 6 menunjukkan penurunan

konsentrasi logam Cr yang signifikan

(99.99%) setelah dilakukan adsorpsi. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan bobot (dosis) arang aktif berdasarkan persamaan isotermnya merupakan salah satu cara terbaik untuk memperoleh daya jerap yang optimum.

Konsentrasi akhir logam Cr pada limbah telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan pada SK Gubernur Jawa Barat No. 16 Tahun 1999. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa arang aktif meranti merah cukup baik digunakan untuk menurunkan kadar logam Cr dalam limbah industri.

Tabel 6 Rerata kadar logam Cr dalam limbah pada uji aplikasi AAMM terbaik

berdasarkan persamaan isoterm

Freundlich

%!2#."(

Kayu meranti merah dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku pembuatan arang aktif. Kualitas dan daya adsorpsi arang aktif yang dihasilkan dari aktivasi pada suhu 800 °C dengan steam uap air selama 90 menit dan tanpa aktivasi HCl 5% telah memenuhi persyaratan arang aktif teknis dalam SNI nomor 06-3730-1995.

Peningkatan waktu aktivasi dan

penggunaan bahan pengaktif memperbesar luas permukaan spesifik yang berkaitan dengan terbentuknya semakin banyak pori dengan semakin lamanya proses aktivasi. Secara umum, aktivasi arang kayu meranti merah terbaik mengubah pola struktur kristalit menjadi lebih amorf dibandingkan dengan kondisi awalnya.

Tipe isoterm arang aktif meranti merah adalah isoterm Freundlich. Arang aktif

meranti merah terbaik lebih optimum

menjerap logam Cr daripada logam Mn. Dosis yang diperoleh dari persamaan isoterm dapat menurunkan konsentrasi Cr sampai 99.99%.

" "(

Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan ialah identifikasi gugus fungsi dan topografi permukaan arang aktif meranti merah serta pengamatan terhadap faktor-faktor lain yang memengaruhi adsorpsi, seperti suhu dan pH. Sebaiknya arang aktif meranti merah ini juga ) ."1#"( ( )($ " % *"."!

%!4"& !0>

Sebelum adsorpsi 1432.500

Sesudah adsorpsi 0.013

(24)

diuji lebih lanjut daya adsorpsinya untuk aplikasi lain, seperti menghilangkan warna, bau, dan rasa tidak enak pada industri makanan dan minuman, atau mengadsorpsi gas polutan.

Alberty RA, Silbey RJ. 1992. Physical

Chemistry. Ed ke-1. New York: J Wiley.

[ASTM] American Society for Testing and Materials. 1979. Standard Test Method for Benzene, Chloroform, and Iodine Sorption

of Activated Carbon. Philadelphia: ASTM.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid II. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Rohadyan T, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008.

Ekspor dan Impor Komoditi Kehutanan.

Jakarta: Pusat Rencana dan Statistik Kehutanan, Dephut.

Djatmiko et al. 1985. Pengolahan Arang dan

Kegunaannya. Bogor: Agroindustri Pr-IPB.

Hartoyo. 1974. Arang Aktif: Pembuatan dan

Kegunaan. Jakarta: Dephut.

Hartoyo, Pari G. 1993. Peningkatan rendemen dan daya serap arang aktif dengan cara kimia dosis rendah dan gasifikasi. J Lit

Hasil Hutan 11:205-208.

Hasanah U. 2006. Proses produksi konsentrat karotenoid dan minyak sawit kasar dengan metode kromatografi kolom adsorpsi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna

Indonesia III. Jakarta: Badan Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan.

Terjemahan dari: Nuttige Planten van

Nederlandsch-Indie.

[JIS] Japan Industrial Standard. 1967. JIS K

1474: Testing Method for Powdered

Activated Carbon. Tokyo: Japanese

Standard Association.

Jason PP. 2004. Activated carbon and some aplication for the remediation of soil and groundwater pollution. http://www.cee.vt. edu/program_areas [16 Jun 2011].

Koumanova B, Antova PP. 2002 Adsorption of p-chlorophenol from aqueous solution on bentonite and perlite. J Hazard Mater

90:229-234.

Maniatis K, Nurmala H. 1988. Production of Activated Carbon from Coconut Shell Acacia and Mangrove Wood Project ATA-251. Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan. Muthia F. 1998. Pembuatan arang aktif dari

sabut kelapa sawit sebagai bahan penjernih air [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Othmer K. 1964. Encyclopedia of Chemical

Technology Vol 14. New York: J Wiley.

Pari G. 1996. Pembuatan arang aktif dari serbuk gergajian sengon dengan cara kimia. Bul Lit Hasil Hutan 14:308-320. Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari

serbuk gergaji kayu sebagai adsorben emisi formaldehida kayu lapis [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

PDII LIPI. 1998. Arang Aktif dari Tempurung

Kelapa. Jakarta: PDII LIPI.

Prawirakusumo S, Utomo T. 1970.

Pembuatan Karbon Aktif Hasil Penelitian

Lembaga Kimia Nasional. Bandung:

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Redjeki S, Taufiq A, Nurdiani. 2006. Uji daya

adsorpsi arang aktif kayu meranti merah

(Shorea sp.) terhadap logam mangan dan

kromium. Warta AKAB No. 17. Bogor:

Akademi Kimia Analisis.

Sastrodimedjo RS, Simarmata SR. 1978.

Limbah Eksploitasi pada Beberapa

Perusahaan Hutan di Indonesia. Laporan

Penelitian Hasil Hutan. No. 120.

Sekar H, Triono LB. 2005. Clay treating

untuk adsorpsi warna wax [skripsi].

Surabaya: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh November.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI

06-3730-1995: Arang Aktif Teknis.

Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional. Suarya P, Simpen IN. 2009. Interkalasi

(25)

montmorillonit teraktivasi asam dan

pemanfaatannya untuk meningkatkan

kualitas minyak daun cengkeh. J Kim

3:41-46.

Sudrajat R. 1985. Pengaruh beberapa faktor pengolahan terhadap sifat arang aktif. J Lit

Hasil Hutan 2:1-4.

Sugondo, Futichah. 2007. Pengaruh deformasi pada karakteristik kristalit dan kekuatan luluh zircaloy-4. J Tek Bhn Nukl 3:1-48. Suryani AM. 2009. Pemanfaatan tongkol

jagung untuk pembuatan arang aktif sebagai adsorben pemurnian minyak goreng bekas [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Syarief N. 1997. Pembuatan dan Uji Kualitas

Arang Aktif sebagai Adsorben Emisi Gas

Formaldehida Kayu Lapis. Bogor:

Puslitbang Hasil Hutan.

Widihati IAG, Ratnayani O, Angelina Y. 2010.

Karakterisasi keasaman dan luas

permukaan tempurung kelapa hijau (Cocos

nucifera) dan pemanfaatannya sebagai

biosorben ion Cd2+.J Kim 4:7-14.

(26)
(27)

Lampiran 1 Data ekspor arang aktif tahun 2003–2007

? .#!) 1 2 "(0 1$%'

110 124

171

155

210

0 50 100 150 200 250

2003 2004 2005 2006 2007

tahun

v

o

lu

m

e

(

ju

ta

k

g

)

(Sumber: Departemen Kehutanan 2008)

Lampiran 2 Baku mutu arang aktif teknis menurut SNI 06-3730-95

Uraian

Syarat Kualitas

Butiran

Serbuk

Kadar zat terbang (%)

maks 15

maks 25

Kadar air (%)

maks 4.4

maks 15

Kadar abu (%)

maks 2.5

maks 10

Bagian tak mengarang

tidak nyata

tidak nyata

Daya jerap terhadap iodin (mg/g)

min 750

min 750

Karbon aktif murni (%)

min 80

min 65

Daya jerap terhadap benzena (%)

min 25

-

Daya jerap terhadap biru metilena (mL/g)

min 60

min 120

Bobot jenis curah (g/mL)

0.45 – 0.55

0.3 – 0.35

Lolos ukuran mesh 325 (%)

-

min 90

Jarak mesh (%)

90

-

Kekerasan (%)

80

-

(28)

"1 #*> #+#"(

)!"1"%"(

($#1

"

1. Pemurnian gas

Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau

busuk, dan asap

2. Pengolahan LNG

Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan

mentah dan reaksi gas

3. Katalisis

penjerapan

Katalisis penjerapan dan pengangkut vinil klorida

dan vinil asetat

4. Lain-lain

Menghilangkan bau pada kamar pendingin

($#1 8"$

"%

1. Industri obat dan

makanan

Menyaring dan menghilangkan warna, bau, dan

rasa yang tidak enak pada makanan

2. Minuman ringan

dan minuman

keras

Menghilangkan warna dan bau

3. Kimia

perminyakan

Penyulingan bahan mentah, zat perantara

4. Pembersih air

Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat

pencemar dalam air, sebagai alat pelindung

5. Pembersih air

buangan

Mengatur dan membersihkan air buangan dari

pencemar, warna bau, dan logam berat

6. Penambakan

udang dan benur

Pemurnian, penghilangan bau dan warna

7. Pelarut yang

digunakan

kembali

Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol,

etil asetat, dan lain

Gambar

Gambar 1  Skema tinggi lapisan (Lc), jarak antarlapisan (d), dan lebar lapisan (La) struktur kristalit arang aktif (Pari 2004)
Gambar 4  Kadar zat terbang arang aktif
Gambar 7  Daya jerap iodin arang aktif
Gambar 9  Daya jerap biru metilena arang
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Berdasarkan hasil perbandingan antara model regresi Poisson, GWPR, dan Mixed GWPR maka dapat disimpulkan bahwa model Mixed Geographically Weighted Poisson Regression

Dalam proses pembelajaran pecahan, perlu diperhatikan dan dipikirkan kata yang tepat sehingga tidak menimbulkan makna yang berbeda antara yang dimaknai oleh guru dengan

Pada perhitungan volume ini dapat berbagai macam rumus yang digunakan tergantung item pengecoran yang ditinjau. Pada proyek gedung Fakultas Syariah UINSA ini pekerjaan

[r]

Berdasarkan tanda nonverbal yang terdapat pada scene 4, 6, dan 7, menurut kode simbolik gerakan saling berpegangan tangan dan memegang bahu serta memanggul merupakan makna

Jadi dengan adanya media komunikasi visual yang tepat akan digunakan sebagai alat untuk pelestarian tradisi Ngerebeg, sehingga diharapkan nantinya dapat memberitahukan

Hasil Penelitian: Rata- rata asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan serat pada anak sekolah usia 7-12 tahun di Kepulauan Nusa Tenggara masih kurang dari kebutuhan