• Tidak ada hasil yang ditemukan

Structure, Function and Dynamic of Pekarangan Agrobiodiversity In the Upper Stream of Kalibekasi Watershed, Bogor District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Structure, Function and Dynamic of Pekarangan Agrobiodiversity In the Upper Stream of Kalibekasi Watershed, Bogor District"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR, FUNGSI DAN DINAMIKA

KEANEKARAGAMAN HAYATI PERTANIAN

PADA PEKARANGAN DI HULU DAS KALIBEKASI,

KABUPATEN BOGOR

NAHDA KANARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Struktur, Fungsi dan Dinamika Keanekaragaman Hayati Pertanian pada Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2012

(4)
(5)

NAHDA KANARA. Structure, Function and Dynamic of Pekarangan Agrobiodiversity In the Upper Stream of Kalibekasi Watershed, Bogor District. Under supervision of HADI SUSILO ARIFIN, NURHAYATI H.S. ARIFIN, and SYARTINILIA

Indonesian typical home garden, “pekarangan”, has several ecological potentials

of agrobiodiversity. Nevertheless, pekarangan management in Indonesia is facing several problems, such as decreasing plot size, decreasing plant species for production function, but increasing number of ornamental plants for aesthetic function. The objectives of this research are to propose recommendations on agrobiodiversity conservation in pekarangan by analyze the structure, function and spatial dynamic of pekarangan agrobiodiversity in the upper stream of Kalibekasi watershed. This research was conducted in Cimandala, Landeuh and Leuwijambe hamlets which represented the upper part, the middle part and the lower part of the upper stream of Kalibekasi Watershed, respectively, and Sentul City as the urbanized area for comparison. There are 48 samples of pekarangan were observed and analyzed. It was found that pekarangan in the rural area of the upper stream of Kalibekasi watershed have larger space in front yard and one of side yard, but smaller in back yard with multilayer plants. The main function of pekarangan in rural area is a media for production, but in urban area are for micro-climatic amelioration and aesthetic function. The numbers of Margalef index and Shannon-Wiener index show that the upper part has the highest plant diversity. While, the values of Sørensen coefficient indicate that the middle part is the transition place of species similarity of the upper and the lower part. The proposed recommendation is to hold and maintain pekarangan with high diversity of plants and livestocks, which householders get benefit from the product.

(6)
(7)

NAHDA KANARA. Struktur, Fungsi dan Dinamika Keanekaragaman Hayati Pertanian pada Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN, NURHAYATI H.S. ARIFIN, and SYARTINILIA

Pekarangan adalah typical home garden di Indonesia yang memiliki beberapa manfaat ekologi yang potensial sebagai sistem keragaman hayati pertanian. Namun, manajemen pekarangan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, yaitu penurunan ukuran plot pekarangan, menurunnya spesies tanaman produksi namun meningkatnya tanaman hias untuk fungsi estetika. Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun rekomendasi pola pekarangan untuk konservasi keragaman hayati di hulu DAS Kalibekasi, berdasarkan: 1) analisis struktur pekarangan di hulu DAS Kalibekasi; 2) analisis fungsi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi; 3) analisis dinamika keragaman hayati pekarangan atas-tengah-bawah di hulu DAS Kalibekasi.

Penelitian ini dilaksanakan di kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe, , yang merepresentasikan daerah atas, tengah dan bawah dari daerah perdesaan hulu DAS Kalibekasi serta perumahan Sentul City sebagai daerah pembanding kota. Keempat lokasi ini berada di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Data didapatkan dari total 48 sampel pekarangan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. Analisis yang dilakukan adalah: 1) analisis struktur pekarangan meliputi luas pekarangan; tata ruang pekarangan; jenis tanaman dengan menggunakan Summed Dominance Ratio (Kehlenbeck, 2007) dan menginventarisasi ternak; letak tanaman, kandang dan kolam; dan strata tanaman berdasarkan lima kelas ketinggian tanaman (<1 m; 1-2 m; 2-5 m; 5-10 m; dan >10 m;) (Arifin, 1998); 2) analisis fungsi pekarangan meliputi fungsi ruang pekarangan; fungsi tanaman berdasarkan delapan fungsi tanaman, yaitu penghasil pati; buah; sayuran; bumbu; obat; industri; hias; dan penghasil manfaat lainnya (Arifin, 1998); dan fungsi jasa lingkungan; serta 3) analisis keanekaragaman hayati pekarangan meliputi dinamika berdasarkan zona DAS (atas-tengah-bawah) serta dinamika berdasarkan tingkat urbanisasi dengan membandingkan nilai indeks kekayaan dan keragaman spesies tanaman (Margalef

dan Shanon-Wiener index) dan indeks similaritas (Sorensen index) spesies

tanaman. Rekomendasi konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan disusun dengan metode SWOT melalui penentuan faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta faktor eksternal peluang (opportunity) dan acaman

(threat) berdasarkan hasil pengamatan dan analisis struktur, fungsi dan dinamika.

(8)

spesies tanaman yang sama antara daerah atas dan daerah bawah.

Orientasi rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah untuk mempertahankan dan merawat (hold and maintain) keanekaragaman hayati pertanian pada pekarangan yang ada di hulu DAS Kalibekasi dengan strategi utama mempertahankan tanaman lokal yang memiliki 8 fungsi (penghasil pati, buah, sayuran, bumbu, obat, industri, hias, dan penghasil manfaat lainnya) pada berbagai strata tinggi tanaman. Denah pekarangan yang direkomendasikan adalah pekarangan yang memiliki tanaman lokal yang memiliki semua fungsi tersebut dengan struktur tanaman multilayer namun tetap memperhatikan fungsi sosial pekarangan masyarakat di desa dengan adanya ruang kosong dan memperhatikan prinsip estetika

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

PADA PEKARANGAN DI HULU DAS KALIBEKASI,

KABUPATEN BOGOR

NAHDA KANARA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama : Nahda Kanara

NRP : A451090051

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Ketua

Dr. Ir. Nurhayati H. S. Arifin, M.Sc. Dr. Syartinilia, SP., M.Si.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr.

(14)
(15)

Penelitian yang berjudul Struktur Pekarangan Struktur, Fungsi Dan Dinamika Keanekaragaman Hayati Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi, Kabupaten Bogor ini berlatar belakang pentingnya pekarangan sebagai salah satu unit pembentuk lanskap perkampungan dan perdesaan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pembahasan dititikberatkan pada masalah biodiversitas yang berhubungan erat dengan struktur dan fungsi pekarangan tersebut. Selain itu, pada penelitian ini diharapkan ditemukan pola pekarangan di setiap kampung yang mewakili atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi.

Penelitian yang akan dilaksanakan ini merupakan bagian dari Hibah Kompetensi (HIKOM) 2008-2010 yang berjudul Manajemen Lanskap Perdesaan Bagi Kelestarian dan Kesejahteraan Lingkungan (Kasus Village dan Eco-City pada Kajian Ekologi Lanskap) di bawah koordinasi Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS. Hibah tersebut berasal dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DP2M) Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI).

Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin,

MS., Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc. dan Dr. Syartinilia, SP., MSi. sebagai pembimbing dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. dalam penyelesaian usulan

penelitian ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ayahanda Kautsar Azhari Noer, ibunda Afni Rasyid, adik Taqi Kanara dan Zafira Kanara atas doa dan semangat yang diberikan. Ucapan terimakasih juga saya haturkan kepada teman seperjuangan Mbak Aan, Titou dan Pak Wahyu yang telah mengizinkan untuk mencitasi hasil penelitiannya serta kepada Kak Devy, Kak Lina, Bang Jonni, Bang Han, Bu Sulis, Putri, Syita, Guntur, Irfan, Prinsa, Cindy, Sofyan dan semua rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberi manfaat khususnya bagi masyarakat hulu DAS Kalibekasi dan semua pembaca pada umumnya. Besar harapan penulis untuk penelitian tentang pekarangan di Indonesia dapat terus dikembangkan.

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 Februari 1985 dari Ayah Kautsar Azhari Noer dan ibu Afni Rasyid. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar dan menengah pertama penulis selesaikan di MI. dan MTs. Pembangunan IAIN Jakarta. Setelah lulus dari SMUN 6 Jakarta pada tahun 2003, penulis melanjutkan studi ke Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis memilih Program Studi Agronomi di bawah Fak. Pertanian UGM dan lulus tahun 2008. Tahun 2009, penulis melanjutkan ke Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Arsitektur Lanskap.

Selama penulis menjadi mahasiswa di Pascasarjana IPB, penulis berkesempatan mendapatkan beasiswa dari Japan-East Asia Network of Exchange

of Students and Youths (JENESYS/JASSO) untuk mengikuti Special Audit

Student Program di International Development and Corporation (IDEC),

Hiroshima University. Program ini merupakan pogram pertukaran mahasiswa

kerjasama University to University (U to U) antara IPB (PIC: Prof. Hadi Susilo Arifin) dan Hiroshima University (PIC: Prof. Nobukazu Nakagoshi) selama satu semester masa perkuliahan (Oktober 2010 – Maret 2011). Laporan yang penulis

presentasikan pada akhir program tersebut berjudul “Structures, Functions and Biodiversity Dynamics of Pekarangan (Homestead Plot) In the Upper-Stream of

Kalibekasi Watershed, Bogor District” merupakan tahap awal dari hasil analisis

penelitian ini. Sebagian dari penelitian ini juga penulis presentasikan pada ISSAAS (International Society for Southeast Asian Agriculture Sciences)

International Symposium and Congress – Indonesia Chapter di Bogor, 9

November 2011 dengan judul “Study of Pekarangan Agro-biodiversity In the

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Peneitian ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Struktur Pekarangan ... 5

2.2. Fungsi Pekarangan ... 7

2.3 Dinamika dan Keanekaragaman Hayati Pekarangan ... 9

2.4. Sosial Budaya dan Kearifan Lokal di Pekarangan ... 10

III. METODOLOGI 3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13

3.2.Bahan dan Alat... 14

3.3.Jenis dan Sumber Data ... 14

3.4.Metode Penentuan Sampel Pekarangan ... 14

3.5.Metode Pengumpulan Data ... 15

3.5.1 Observasi Elemen Pekarangan ... 15

3.5.2 Wawancara ... 16

3.5.3 Studi Pustaka ... 17

3.6.Metode Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data ... 17

3.6.1 Analisis Struktur Pekarangan ... 17

3.6.2 Analisis Fungsi Pekarangan ... 19

3.6.3 Analisis Dinamika Keanekaragaman Hayati ... 19

3.7 Penyusunan Rekomendasi ... 21

3.7.1 Metode SWOT ... 21

3.7.2 Peyusunan Rekomendasi Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi ... 22

3.8 Tahapan Penelitian ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisis Situasional Hulu DAS Kalibekasi ... 27

4.1.1 Letak Geografis dan Administratif ... 27

4.1.2 Iklim, Tanah dan Topografi ... 28

4.1.3 Penutupan Lahan... 32

4.1.4 Hidrologi dan Sumber Air Pekarangan ... 33

(20)

4.1.6 Sosial dan Kependudukan ... 35

4.2.Struktur Pekarangan ... 37

4.2.1 Ukuran Pekarangan dan Orientasi Rumah ... 37

4.2.2 Tata Ruang Pekarangan ... 39

4.2.3 Komposisi dan Pengelolaan Tanaman ... 44

4.2.4 Strata Tanaman ... 49

4.2.5 Jenis dan Komposisi Ternak ... 52

4.2.6 Kandang dan Kolam Ikan ... 53

4.3.Fungsi Pekarangan ... 53

4.3.1 Fungsi Ruang Pekarangan ... 53

4.3.2 Fungsi Tanamandi Pekarangan ... 56

4.3.3 Fungsi Jasa Lingkungan Pekarangan ... 58

4.4.Dinamika Pekarangan ... 59

4.4.1 Dinamika Pekarangan Daerah Atas, Tengah dan Bawah Hulu DAS Kalibekas ... 59

4.4.2 Dinamika Pekarangan Berdasarkan Level Urbanisasi ... 61

4.5.Rekomendasi Pola Pekarangan untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati Pertanian di Hulu DAS Kalibekasi ... 64

4.5.1 Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 64

4.5.2 Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal serta Penentuan Orientasi Strategi ... 69

4.5.3 Penyusunan dan Penentuan Peringkat Strategi Alternatif ... 75

4.5.4 Penyusunan Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi ... 78

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1.Simpulan ... 87

5.2.Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

GLOSARIUM ... 95

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan sumber data penelitian ... 15

2. Standar indeks keragaman spesies ... 20

3. Tingkat kepentingan dan bobot ... 21

4. Formulir pembobotan faktor internal dan eksternal ... 22

5. Matrik strategi SWOT ... 23

6. Data suhu, kelembaban dan curah hujan di lokasi penelitian ... 29

7. Sumber air pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 33

8. Data keluarga dan pekarangan ... 37

9. Ukuran pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 38

10. Orientasi rumah di hulu DAS Kalibekasi ... 39

11. Keberadaan elemen pekarangan berdasarkan zonasi ruang di di pedesaan hulu DAS Kalibekasi ... 41

12. Dominasi tanaman pekarangan di hulu DAS Kalibekasi ... 46

13. Daftar ternak di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi .. 52

14. Persentase fungsi ruang pekarangan menurut pemilik/penghuni rumah di hulu DAS Kalibekasi ... 54

15. Sebaran spesies tanaman pekarangan berdasarkan fungsi utamanya di hulu DAS Kalibeksi ... 56

16. Kelimpahan spesies tanaman di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi ... 54

17. Tanaman lokal di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi 59 18. Indeks kekayaan spesies (Margalef index) dan keragaman spesies (Shanon-Wiener index) tanaman di daerah atas, tengah dan bawah hulu DAS Kalibekasi ... 60

19. Indeks kekayaan spesies (Margalef index) dan keragaman spesies (Shanon-Wiener index) tanaman di daerah perkotaan dan perdesaan hulu DAS Kalibekasi ... 64

20. Tingkat kepentingan faktor strategis internal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 70

21. Tingkat kepentingan faktor strategis eksternal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 71

(22)

23. Pembobotan faktor internal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 72 24. Skoring faktor strategis internal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 72

25. Skoring faktor strategis eksternal di pekarangan hulu DAS Kalibekasi . 73 26. Matrik strategi SWOT untuk konservasi keanekaragaman hayati di

pekarangan ... 74

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ... 4 2. Pembagian ruang (zonasi) di pekarangan ... 5 3. Letak tanaman di pekarangan ... 7 4. Fungsi-fungsi utama pekarangan dan contoh hasil produk keluarannya 8 5. Lokasi penelitian (sumber: ALOS AVNIR-2 17 Juli 2009, dengan

pengolahan) ... 13

6. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE ... 23 7. Alur penelitian ... 26 8. Peta elevasi hulu DAS Kalibekasi ... 28

9. Bioclimatic chart di lokasi penelitian ... 29

10. Peta jenis tanah di hulu DAS Kalibekasi ... 31 11. Peta sebaran topografi di hulu DAS Kalibekasi ... 28 12. Peta sebaran tutupan lahan di hulu DAS Kalibekasi ... 32 13. Pola plot pekarangan di daerah perdesaan di hulu DAS Kalibekasi ... 40 14. Elemen yang dijumpai di pekarangan, jemuran (kiri), bahan bangunan

(tengah) dan pembakaran sampah (kanan) ... 42 15. Empat pola plot pekarangan di daerah perkotaan ... 43 16. Grafik kelimpahan spesies tanaman di hulu DAS Kalibekasi ... 45 17. Spesies tanaman yang paling dominan di pekarangan (dari kiri ke

kanan: pisang, mangga, rambutan, jambu biji, dan jambu air) ... 47 18. Hubungan luas pekarangan (log m²) dan jumlah spesies tanaman

di hulu DAS Kalibekasi ... 47 19. Struktur tanaman di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 50 20. Kandang ayam (kiri), kandang kambing (tengah), kolam ikan (kanan)

di pekarangan hulu DAS Kalibekasi ... 53

21. Tanaman pekarangan di hulu DAS Kalibekasi yang memiliki lebih dari satu fungsi, kelapa (kiri), nangka(tengah) dan sereh (bawah) ... 56

22. Rata-rata cadangan karbon di pekarangan pada berbagai lokasi

pengamatan di Hulu DAS Kali Bekasi ... 58 23. Tanaman hias yang memiliki fungsi utama bukan sebagai tanaman hias:

(24)

24. Hubungan luas pekarangan (log m²) dan jumlah spesies dengan tanaman hias (kiri) dan tanpa tanaman hias (kanan) di hulu DAS Kalibekasi ... 63 25. Struktur vegetasi di daerah perdesaan dan perkotaan hulu DAS

Kalibekasi ... 63 26. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE untuk keragaman hayati di

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(26)

1.1. Latar Belakang

Pekarangan merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik dan penghuninya dengan tumbuhan dan tanaman serta dengan hewan-hewan yang diternaknya (Arifin, 2010). Pekarangan mengadopsi sistem agrosilvopastoral yang terdiri atas tanaman herbaceous, tanaman kayu dan hewan ternak (Fernandez and Nair, 1986). Pekarangan yang juga sebagai salah satu bentuk agroforestri (Kumar and Nair, 2004) yang memberikan banyak manfaat dan potensi untuk rumah tangga dan lingkungan. Pekarangan dapat berkontribusi dalam ketahanan dan sumber pangan (Magcale-Macandog et al., 2010), sebagai sumber pendapatan (Michon and Mary, 1994), memberikan nilai estetika, memberikan kenyamanan dan

menunjukkan status keluarga (Abdoellah, 1991). Pekarangan adalah salah satu bentuk ruang terbuka hijau dengan siklus nutrisi mandiri, penyimpanan karbon, serta berkontribusi dalam jejaring hijau untuk habitat satwa liar. Pekarangan merupakan lambang keberlanjutan (Kumar and Nair, 2004).

Pengelolaan pekarangan dewasa ini bukan tanpa masalah. Luas total pekarangan di Kabupaten Bogor memang meningkat dari tahun ke tahun namun ukuran tapak per pekarangan semakin menyempit seiring dengan makin kecilnya rata-rata luasan tanah untuk rumah (BPS, 2009). Fakta selanjutnya adalah pemanfaatan pekarangan untuk produksi dan sebagai sumber ekonomi semakin berkurang tapi pemanfaatan untuk estetika semakin meningkat seiring dengan adanya efek urbanisasi, yaitu perubahan sistem wilayah perdesaan menjadi perkotaan (Arifin, 1998; Kehlenbeck et al., 2007).

(27)

pemukiman modern yang memiliki wajah lanskap pekarangan yang berbeda dengan pekarangan permukiman di perdesaan.

Di daerah hulu DAS ini terdapat beberapa perkampungan penduduk. Dari berbagai penelitan mengenai pekarangan di Indonesia, pekarangan di perkampungan memiliki keanekaragaman hayati serta pola tipikal tertentu terkait dengan budaya dan kearifan lokal di masyarakat. Kumar and Nair (2004) juga mencatat bahwa agama dan kepercayaan, kebiasaan dan tabu yang dipegang oleh masyarakat di suatu komunitas mempengaruhi keanekaragaman/komposisi pekarangan. Oleh karena itu, penelitian mengenai struktur keanekaragaman hayati di pekarangan hulu DAS Kalibekasi patut dilakukan.

1.2. Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pekarangan di hulu DAS Kalibekasi. Fokus penelitian adalah pekarangan di Kampung Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe sebagai representasi daerah atas, tengah dan bawah serta Sentul City sebagai pembanding kota.

Penelitian struktur dan fungsi pekarangan ini menitikberatkan pada aspek keanekaragaman hayati yaitu vegetasi dan ternak yang ada di pekarangan yaitu ruang terbuka di sekitar rumah dengan batas yang yang ditentukan oleh pemilik rumah. Dinamika yang dibahas pada penelitian ini adalah dinamika

keanekaragaman hayati pertanian, terutanama tanaman dan ternak, berdasarkan level ketinggian (daerah atas, tengah dan bawah) serta berdasarkan level urbanisasi (daerah perkotaan dan perdesaan). Pembahasan setiap parameter penelitian pekarangan ini berada pada level kampung dan terkait dengan isu sosial komunitas yang terekspresi di pekarangan.

(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyusun rekomendasi pekarangan untuk

konservasi keragaman hayati di hulu DAS Kalibekasi, berdasarkan: 1. analisis struktur pekarangan di hulu DAS Kalibekasi

2. analisis fungsi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi

3. analisis dinamika keragaman hayati pekarangan atas-tengah-bawah hulu DAS Kalibekasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan rekomendasi tentang strukur lanskap pekarangan perdesaan untuk melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati berkelanjutan

1.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka pikir penelitian ini diawali oleh keberadaan pekarangan di hulu DAS Kalibekasi terancam oleh beberapa permasalahan, yaitu luas pekarangan yang semakin menyempit dan pemanfaatan pekarangan untuk produksi semakin berkurang sementara untuk estetika meningkat. Padahal, pekarangan memiliki beberapa potensi terkait dengan ketahanan pangan keluarga, ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian tentang struktur, fungsi dan dinamikanya

(29)

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian

PERMASALAHAN

- Luas pekarangan menyempit - Pemanfaatan pekarangan untuk produksi berkurang

- Pemanfaatan pekarangan untuk estetika meningkat

POTENSI

- Ketahanan pangan

- Sumber pendapatan keluarga - Sebagai green network dan jasa lingkungan lainnya

STUDI PEKARANGAN

STRUKTUR FUNGSI

KEANEKARAGAMAN HAYATI PERTANIAN

HULU DAS KALIBEKASI

REKOMENDASI PEKARANGAN UNTUK KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI PERTANIAN

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Pekarangan

Pekarangan adalah kumpulan tanaman musiman dan tahunan serta hewan (termasuk ternak, serangga dan hewan liar) di atas lahan yang mengelilingi rumah (Christanty et al, 1986, Kumar and Nair, 2004). Pekarangan muncul baik di wilayah berpenduduk padat atau tidak dan selalu merupakan sebidang lahan yang berada di sekitar rumah dan memiliki batas-batas yang jelas (Galluzi et al., 2010). Batas fisik pekarangan seperti tembok, pagar besi, pagar tanaman, gundukan tanah, parit, patok, tonggak batu, atau tanaman di ujung-ujung lahan dicirikan pada berbagai pekarangan tergantung pada adat, kebiasaan, sosial budaya masyarakat, status ekonomi, letak pekarangan di desa/kota dan lain-lain (Arifin et al., 1997).

Arifin et al. (2009) membagi pekarangan menjadi 3 ukuran, yaitu pekarangan kecil (<120 m2), pekarangan sedang (120-400 m2), pekarangan besar (400-1000 m2), dan pekarangan sangat besar (>1000 m2). Selanjutnya, pembagian zonasi pekarangan adalah halaman depan (buruan), halaman samping (pipir) dan halaman belakang (kebon) (Gambar 2).

(31)

Halaman depan biasanya digunakan sebagai lumbung, untuk menanam tanaman hias, pohon buah, tempat bermain anak, bangku taman dan tempat

menjemur hasil pertanian. Halaman samping lebih digunakan untuk tempat menjemur pakaian, pohon penghasil kayu bakar, bedeng tanaman pangan, tanaman obat, kolam ikan, sumur dan kamar mandi. Halaman belakang digunakan sebagai tempat bedeng tanaman sayuran, tanaman bambu, kandang ternak dan tanaman industri (Arifin et al., 2009).

Sebagai perbandingan dengan struktur pekarangan Sunda, bagian depan pekarangan Betawi yang sering disebut serambi depan. Pada serambi ini seringkali terdapat tanaman hias untuk menyambut tamu atau orang luar. Tanaman yang terdapat di bagian depan cenderung memiliki batang tanaman yang pendek seperti kacapiring, kembang sepatu, kenanga, lidah buaya, dan lain-lain. Untuk menciptakan privacy, pada bagian depan rumah tradisional Betawi dibuat langkan, yaitu pagar yang disebut jaro, terbuat dari bahan bambu atau kayu, sehingga pandangan dari luar rumah tidak menembus ke dalam rumah (Rambe, 2006).

Chrystanty et al. (1986) menjabarkan struktur tanaman di pekarangan dengan mengklasifikasikannya berdasarkan tinggi tanaman dalam lima level, yaitu di bawah 1 m, di antara 1 m sampai 2 m, di antara 2 m sampai 5 m, di antara 5 m sampai 10 m, dan di atas 10 m. Struktur vertikal ini memberikan efek yang sama dengan hutan alami. Namun, sebaran vegetasi di pekarangan berbeda dengan sebaran vegetasi di hutan alami. Pada artikel yang sama, peneliti ini juga menyebutkan bahwa pemilik rumah mempertimbangkan letak tanaman pada pekarangan berdasarkan ketersediaan cahaya dan air, kesuburan media, pertimbangan estetika, pertimbangan praktis serta keamanan dan proteksi tanaman (Gambar 3).

Komposisi spesies yang ada di pekarangan satu dan pekarangan lainnya dapat berbeda namun, secara umum, pekarangan-pekarangan tersebut dapat

(32)

(sumber: Iskandar, 1980 cit. Christanty et al, 1986)

Gambar 3. Letak tanaman di pekarangan

2.2. Fungsi Pekarangan

Mengikuti maupun mendahului strukturnya, pekarangan memiliki manfaat yang dikelola melalui pendekatan terpadu. Pemanfaatan tersebut diharapkan akan menjamin ketersediaan lahan pangan yang beraneka ragam secara terus menerus guna pemenuhan gizi keluarga. Fungsi pekarangan adalah menghasilkan: 1) bahan makanan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalannya; 2) sayur dan buah-buahan3) unggas, ternak kecil dan ikan; 4) rempah, bumbu dan wangi-wangian; 5)

bahan kerajinan tangaan; dan 6) uang tunai (Deptan, 2002).

Sebagai perbandingan, Arifin et al. (2009) menyebutkan bahwa manfaat

(33)

pokok, stimulan, kayu dan pakan ternak) dan komersial. Fungsi jasa dikelompokkan sebagai jasa sosia-budaya (pemberian, kurban, kebanggan,

kesenangan, estetika, pekerjaan dan pergaulan) dan jasa lingkungan (habitat liar, pengendali hama dan penyakit, siklus nutrisi, menjaga mikroklimat dan kontrol erosi tanah) (Gambar 4).

PRODUKSI

(Sumber: Kehlenbeck et al, 2007) Gambar 4. Fungsi-fungsi utama pekarangan dan contoh hasil produk keluarannya

Berbeda dengan Kehlenbeck et al. (2007), Kristyono (1983) cit. Mayanti (2007) membagi fungsi pekarangan menjadi dua berdasarkan aspek ekonomi, yaitu:

1. Ekonomi, hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan manusia. Fungsi ini banyak terdapat di pedesaan. 2. Non ekonomi, hasil pembudidayaan pekarangan dimanfaatkan secara tidak

langsung, seperti melindungi rumah dari iklim, meningkatkan nilai estetika dan status pemilik rumah. Fungsi ini banyak terdapat di perkotaan.

(34)

Pekarangan, sebagai habitat suatu keluarga dalam bentuk halaman rumah atau taman rumah memiliki fungsi multi guna antara lain sebagai tempat

dipraktikkannya sistem agroforestri, konservasi sumber daya genetik, konservasi tanah dan air, produksi bahan pangan dari tumbuhan dan hewan, tempat diselenggarakannya aktivitas yang berhubungan dengan sosial budaya, terutama bagi pekarangan yang berada di pedesaan. Oleh karena itu, pekarangan merupakan suatu penggunaan lahan yang optimal dan dapat berkelanjutan dengan menghasilkan produktivitas yang relatif tinggi di daerah tropis (Arifin, 2010). Dengan kata lain, pekarangan juga mudah diusahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga sehingga sering disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotek hidup (Deptan, 2002).

Pekarangan dari sudut ekologi merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik dan penghuninya dengan tanaman yang tumbuh dan ditumbuhkan serta dengan hewan-hewan yang diternaknya (Arifin, 2010). Interaksi antara tanaman, hewan dan manusia dapat membuat suatu rantai makanan dan daur ekologis tersendiri di dalam pekarangan (Abdoellah, 2003).

2.3. Dinamika dan Keanekaragaman Hayati Pekarangan

Struktur dan fungsi dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung faktor biofisik dan kebutuhan manusianya. Perkampungan dengan altitude dan iklim yang sama biasanya memiliki struktur yang sama. Pekarangan yang terdapat di dataran tinggi biasanya memiliki keragaman tanaman yang lebih rendah dan pola hubungan yang lebih sederhana daripada dataran rendah (Karyono, 1990).

(35)

ekologi (23,8%); pada pemukiman sedang adalah faktor estetika (83%), faktor ekonomi (83%) dan ekologi (41,7%); sedangkan pada pemukiman jarang adalah

faktor ekonomi (100%), faktor ekologi (77,8%) dan faktor estetika (55,6%). Keragaman tanaman di pekarangan dapat dibedakan menjadi keragaman vertikal dan horizontal. Keragaman vertikal diklasifikasikan berdasarkan tinggi tanaman sedangkan keragaman horizontal diklasifikasikan berdasarkan jenis dan pemanfaatan tanaman, yaitu 1) tanaman hias, 2) tanaman buah, 3) tanaman sayuran, 4) tanaman obat, 5) tanaman bumbu, 6) tanaman penghasil pati, 7) tanaman industri dan 8) tanaman-tanaman lain penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh (Arifin et al., 2009).

Keanekaragaman hayati di pekarangan Indonesia tercermin pada struktur pekarangan yang merupakan mimikri dari hutan alami (Soemarwoto and Conway, 1992). Keanekaragaman hayati di pekarangan akan berhubungan dengan budaya masyarakat, salah satunya adalah budaya pertanian. Galluzi et al. (2010) mencatat bahwa kultivar tanaman yang terdapat di pekarangan merupakan kombinasi dari kultivar-kultivar produk yang dibutuhkan pasar.

Selain itu, keanekaragaman hayati pekarangan juga berkaitan dengan habitat satwa liar (Yliskylä-Peuralahti, 2003) seperti keragaman jenis burung yang dapat mampir di pekarangan jika keragaman tanaman sebagai makanan tetap dijaga. Michon and Mary (1994) menyebutkan bahwa pekarangan di Bogor

merupakan tempat hinggap bagi berbagai hewan liar seperti burung (McWilliam, and Brown, 2001), kelelawar, serangga, tupai dan musang. Walau areanya kecil namun memiliki peran penting dalam proses biologi, seperti penyerbukan, hibridasi alami dan penyebaran benih.

2.4. Sosial Budaya dan Kearifan Lokal di Pekarangan

(36)

Abdoellah (1991) mengusulkan salah satu panduan pembangunan pekarangan adalah pengetahuan tradisional dan kearifan lingkungan dari

masyarakat lokal tidak boleh diabaikan karena kombinasi hal-hal tersebut dengan ilmu modern dan tekhnologi dapat meningkatkan kesuksesan sistem yang baru.

Komunitas yang erat dan adanya tujuan sosial yang biasanya terdapat dalam masyarakat pedesaan membuat pekarangan dimanfaatkan secara terbuka, bukan hanya oleh pemilik rumah tapi juga komunitasnya. Sebagai contoh, orang-orang yang membutuhkan buah-buahan tertentu, daun atau umbi-umbian untuk ritual keagamaan atau obat-obatan bisa meminta kepada pemilik rumah dan bebas mengambilnya (Arifin, 1998). Bukan hanya itu, orang-orang masih bebas untuk melintasi pekarangan tanpa izin dari pemilik rumah (Abdoellah, 1991)

Kebutuhan bekerja dan waktu senggang di pekarangan rumah, membuat keluarga atau suatu komunitas menyediakan ruang tertentu untuk kegiatan sosial dan budaya di pekarangan (Galluzi et al., 2010). Artikel yang ditulis oleh Abdoellah (1991) menunjukkan bahwa pekarangan memiliki ruang tersebut yang dikenal dengan halaman atau buruan (Sunda) atau pelataran (Jawa) atau halaman (Indonesia) dan biasanya di depan rumah. Halaman biasanya tidak ditanami tanaman dan dijaga kebersihannya. Ini adalah tempat yang penting untuk sosialisasi dan pendidikan nilai-nilai budaya dan sosial bagi anak-anak oleh orang tua mereka. Halaman juga berfungsi sebagai tempat untuk ritual keagamaan,

upacara budaya dan pertemuan informal.

(37)

Masyarakat Islam di Indonesia pada umumnya membagi pekarangan dan lahan kepada anak-anak saat orang tua meninggal. Fragmentasi atau pemisahan

(38)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di Kampung Cimandala, Kampung Landeh dan Kampung Leuwijambe, serta pemukiman Sentul City sebagai pembanding. Keempat lokasi penelitian tersebut berada di hulu DAS Kalibekasi. Pemilihan keempat lokasi penelitian ini berdasarkan ketinggian yang merepresentasikan daerah atas (>600 m dpl), tengah (300-600 m dpl) dan bawah (<300 m dpl) hulu DAS Kalibekasi yang berturut-turut diwakili oleh Kampung Cimandala, Desa Karang Tengah berada; Kampung Landeuh, Desa Karang Tengah; dan Kampung Leuwijambe, Desa Kadungmanggu serta Sentul City sebagai pembanding daerah urban hulu DAS Kalibekasi di Kecamatan Babakan Madang (Gambar 5).

Leuwijambe

Landeuh

Cimandala Sentul City

Gambar 5. Lokasi penelitian (sumber: ALOS AVNIR-2 17 Juli 2009, dengan pengolahan)

(39)

Lintang Selatan dan 106°53’05” – 106°58’35” Bujur Timur sedangkan Desa Kadungmanggu (desa administrasi Leuwijambe, sebagai representasi daerah

bawah) berada di 6°31’50” – 06°33’20” Lintang Selatan dan 106°50’20” –

106°51’55” Bujur Timur. Sebagai lokasi pembanding kota, Sentul City berada di

6°33’05” – 6°37’45” Lintang Selatan dan 106°50’20” –106°57’10” Bujur Timur (ANDAL Sentul City, 2009)

Penelitian ini mengambil data di lapangan pada bulan Juli 2010 sampai Juli 2011 dan dilanjutkan hingga akhir tahap penyusunan tesis sampai Maret 2012.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan adalah peta, kamera digital, GPS (Global

Position System), meteran, kuisioner, milimeter block, alat tulis, dan seperangkat

komputer. Software yang digunakan adalah MS Word 2007, MS Excel 2007, MS Visio 2007, SPSS 16.0, dan Adobe Photoshop CS3.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dipandu oleh rincian jenis dan sumber data penelitian (Tabel 1). Data tersebut mencangkup data iklim, biofisik, dan sosial ekonomi yang digunakan untuk menganalisis struktur dan fungsi keanekaragaman hayati pekarangan dan hubungannya dengan kondisi kampung serta untuk mengkomparasikan bagian atas-tengah-bawah hulu DAS Kalibekasi. Data tersebut didapatkan melalui observasi lapang, wawancara dengan pemilik rumah dan tokoh masyarakat, serta permintaan data resmi dari instansi terkait dan studi pustaka.

3.4. Metode Penentuan Sampel Pekarangan

(40)

Jumlah pekarangan sampel di daerah perkotaan juga 12, sehingga total pekarangan yang dijadikan sampel adalah 48 pekarangan.

Tabel 1. Jenis dan sumber data penelitian

No Jenis Data Unit Sumber Kegunaan dan

Peta kampung - Observasi dan RT/RW

Data pendukung DAS Analisis struktur dan fungsi pekarangan Peta administrasi kelurahan - Kelurahan

Citra IKONOS tahun terakhir - IKONOS

Peta DAS - BPDAS

Vegetasi

(jumlah dan ketinggian)

Spesies Observasi dan Internet dan buku Ukuran pekarangan Spesies

Orientasi rumah -

3 Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Jiwa BPS, Kelurahan, Kecamatan Jumlah rumah dg pekarangan rumah

Luas pekarangan m2 Observasi Pekerjaan - BPS,

Wawancara dengan Pemilik rumah

Pendidikan -

Usia tahun

Sejarah - Wawancara dengan tokoh masyarakat Budaya dan spiritual -

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Observasi Elemen Pekarangan

(41)

Pencatatan orientasi rumah dan pengukuran juga dilakukan untuk mengetahui bentuk pekarangan dan posisi elemen tersebut di pekarangan.

Pencatatan dilakukan dengan membuat denah pekarangan di millimeter blok dan diperkuat dengan dokumentasi foto menggunakan kamera digital.

3.5.2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah serta wawancara kepada tokoh masyarakat. Wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah membutuhkan panduan berupa kuisioner untuk mengetahui identitas, struktur dan fungsi dari pekarangan sampel. Kuisioner yang dipersiapkan terdiri beberapa aspek, yaitu: latar belakang identitas desa, responden dan rumah tangga, satuan ukur lahan, lahan milik di luar pekarangan, rumah dan pekarangan, aset-aset, konsumsi rumah tangga, pendapatan, pertanyaan kualitatif/subjektif (aspek biofisik, sosial-ekonomi-budaya-spiritual dan lingkungan) serta pengamanan pekarangan. Kuisioner ini merupakan adaptasi dari kuisioner yang dibuat oleh Departemen Arsitektur Lanskap IPB dan Rural Development Institute, Seattle USA dalam survey lahan pekarangan Jawa-Indonesia (2006). Pengisian kuisioner dilakukan oleh pewawancara dengan menanyakan langsung ke narasumber sambil melakukan pencatatan.

Wawancara berikutnya adalah wawancara kepada tokoh masyarakat, yaitu kepala desa, mantan kepala desa, pemuka agama, ketua RT dan RW serta tokoh pemuda. Wawancara ini merupakan wawancara mendalam tanpa panduan

kuisioner untuk mengetahui sejarah, latar belakang budaya, kearifan lokal serta kondisi sosial ekonomi di lokasi penelitian.

(42)

3.5.3. Studi Pustaka

Pengumpulan data melalui studi pustaka terkait dengan topik penelitian

mengenai kondisi lanskap hulu DAS Kalibekasi serta teori-teori mengenai struktur, fungsi, dan dinamika keanekaragaman hayati pekarangan. Data iklim didapatkan dari BKMG Darmaga dan data statistik TWA Gunung Pancar. Data statistik biofisik dan sosial ekonomi hulu DAS Kalibekasi didapatkan dari data BPDAS, BPS Kabupaten Bogor, profil Desa Karang Tengah dan Kadungmangu.

Studi pustaka mengenai struktur, fungsi, dan keanekaragaman hayati pekarangan diperlukan khususnya untuk pemantapan metode dan untuk membahas hasil dari penelitian ini. Studi pustaka ini didapatkan melalui artikel jurnal, buku dan internet.

3.6. Metode Pengolahan, Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data mentah yang dihasilkan dari penelitian ini ditabulasi dan diolah dengan bantuan MS. Excel 2007. Pengolahan data ini untuk mendapatkan jumlah, rata-rata, median serta grafik dan diagram yang diperlukan untuk tampilan data.

3.6.2 Analisis Struktur Pekarangan

Analisis struktur pekarangan meliputi luas pekarangan; tata ruang pekarangan; jenis tanaman (menghitung dominasi menggunakan SDR – Summed

Dominance Ratio) dan ternak; letak tanaman, kandang dan kolam; dan strata

tanaman berdasarkan lima kelas ketinggian tanaman (<1 m2; 1-2 m; 2-5 m; 5-10

m; dan >10 m) (Arifin, 1998). Data sebaran elemen di pekarangan ini ditampilkan dalam bentuk denah yang diolah menggunakan software Microsoft Office Visio 2007. Elemen yang umum ditemukan di pekarangan tersebut dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui fungsi dari elemen tersebut dan hubungannya dengan budaya masyarakat di lokasi penelitian.

(43)

dan

Nilai kerapatan dan frekuensi tersebut dihitung pada per spesies pada skala kampung. Sehingga didapatkan nilai SDR skala kampung setelah nilai RD dan RF dimasukkan ke dalam rumus:

Pengolahan SDR dimaksudkan untuk mendapatkan spesies yang paling mendominasi. Penyajian data dilakukan dengan bentuk tabel sepuluh tanaman yang paling mendominasi di setiap lokasi.

Pembahasan komposisi tanaman dilengkapi dengan menampilkan perhitungan serta grafik kelimpahan tanaman. Kelimpahan tanaman pada penelitian ini ditujukan untuk menginvestigasi pola stuktur pekarangan di komunitas pada skala kampung. Untuk tampilan grafik, axis x merupakan rangking dari kelimpahan spesies sedangkan axis y merupakan proporsi kelimpahan (nilai ditransformasikan ke dalam bentuk log10). Kemudian ditentukan presentasi spesies yang sangat berlimpah dan spesies yang kurang berlimpah. Spesies yang sangat berlimpah memiliki jumlah individu lebih dari 5% dari seluruh individu sementara spesies yang kurang berlimpah ada memiliki jumlah individu kurang dari 0,1% dari jumlah seluruh individu tanaman (Kehlenbeck, 2007).

Untuk melengkapi analisis struktur tanaman, pada identifikasi tanaman dilakukan analisis vertikal. Analisis vertikal dilakukan dengan mengidentifikasi

(44)

3.6.2. Analisis Fungsi Pekarangan

Fernandez and Nair (1986) menyebutkan bahwa setiap komponen di

pekarangan memiliki tempat yang spesifik, begitu pula dengan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan kajian terhadap fungsi pekarangan. Analisis fungsi pekarangan meliputi analisis fungsi ruang pekarangan. Fungsi ini didapatkan dari wawancara dengan pemilik atau penghuni rumah dan dijabarkan dengan deskriptif.

Analisis berikutnya adalah analisis fungsi tanaman. Fungsi utama tanaman dibagi menjadi tanaman penghasil pati; buah; sayuran; bumbu; obat; industri; hias; dan penghasil manfaat lainnya (seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh) (Arifin, 1998); Pengkategorian fungsi utama suatu spesies tanaman berdasarkan wawancara dari pemilik atau penghuni rumah. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel fungsi utama tanaman.

Analisis berikutnya berkaitan dengan analisis jasa lisngkungan. Jasa lingkungan yang dibahas pada penelitian ini adalah jejaring hijau dan cadangan karbon. Data didapatkan melalui pengamatan, wawancara dan studi pustaka.

3.6.3. Analisis Dinamika Keanekaragaman Hayati

Tahap berikutnya adalah melakukan analisis keragaman tanaman. Pada tahap ini, digunakan tiga rumus perhitungan, yaitu indeks Margalef, indeks Shanon-Wiener dan indeks Sørensen. Indeks Margalef menunjukkan kekayaan

jenis, indeks Shannon-Wiener menunjukkan keragaman jenis sedangkan indeks Sørensen menunjukkan kesamaan jenis antara dua lokasi. Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel. Perhitungan indeks Margalef dan Shanon-Wiener dilakukan pada skala kampung dan per pekarangan untuk mengetahui rentang kekayaan dan keragaman jenis tanaman di setiap lokasi sedangkan perhitungan indeks Sørensen hanya dilakukan pada skala kampung saja.

a. Indeks Margalef

(45)

b. Indeks Shannon-Wiener

Keterangan: H= Indeks Diversitas Shannon – Wiener

ni = Jumlah individu dari spesies ke-i N = Jumlah individu dari semua spesies ln = Logaritme natural (bilangan alami)

Nilai perhitungan indeks keragam (H) tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks keragaman kurang dari 1 menunjukkan keragaman spesies rendah, nilai indeks keragaman di antara 1 dan 3 menunjukkan keragaman spesies sedang dan nilai indeks keragaman di atas 3 menunjukkan keragaman spesies tinggi (Tabel 2).

Tabel 2. Standar indeks keragaman spesies

Nilai Indeks Keragaman (H) Keterangan

H<1 1<H<3

H>3

Keragaman spesies rendah Keragaman spesies sedang Keragaman spesies tinggi Sumber: Prasetyo, 2007

c. Indeks Sørensen

Keterangan: Ss = indeks Sørensen

Sab = jumlah spesies yang sama di pekarangan a dan b Sa = jumlah spesies di pekarangan a

Sb = jumlah spesies di pekarangan b

Uji homogenitas indeks kekayaan dan keragaman tanaman menggunakan uji

anova satu arah dilanjutkan dengan uji Tukey’s HSD dengan tingkat kepercayaan

95% menggunakan software SPSS 16.0.

(46)

Selain keragaman tanaman, keragaman ternak juga dianalisis secara deskriptif komposisi dan manajemen ternak. Selain itu, di bahas juga manajemen

ternak di pekarangan serta hubungan antara keberadaan ternak dengan struktur dan fungsi pekarangan, terutama mengenai keberadaan kandang dan kolam.

3.7. Penyusunan Rekomendasi 3.7.1. Metode SWOT

Rekomendasi konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan disusun berdasarkan metode SWOT dengan menentukan faktor-faktor kekuatan (strenght),

kelemahan (weakness) yang berupa faktor internal serta peluang (opportunity) dan acaman (threat) yang berupa faktor eksternal. Dari faktor-faktor tersebut kemudian ditentukan strategi yang tepat untuk konservasi keanekaragaman hayati di pekarangan. Berikut adalah tahap-tahap analisis yang dilakukan pada metode SWOT ini.

1. Pembobotan Faktor dan Orientasi Strategi

Pembobotan diawali dengan menentukan tingkat kepentingan setiap faktor berdasarkan pengamatan, wawancara, analisis dan pembahasan terhadap struktur, fungsi dan dinamika keanekaragaman hayati yang telah dilakukan sebelumnya. Setiap faktor internal dan eksternal diberi urutan (rating) berdasarkan tingkat kepentingannya (Tabel 3).

Tabel 3. Tingkat kepentingan dan bobot

Tingkat kepentingan

Rating

(47)

Proses pembobotan dilanjutkan dengan menggunakan metode paired

comparison (Kinnear and Taylor, 1991 cit. Puspita, 2011). Metode ini dilakukan

dengan mengidentifikasi hubungan antara faktor positif dan negatif di setiap faktor internal dan eksternal. Hubungan tersebut dilambangkan dengan menggunakan skala 1, 2, 3 dan 4. Berikut adalah definisi dari setiap skala:

1 = Jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada faktor vertikal 2 = Jika indikator faktor horizontal sama penting daripada faktor vertikal 3 = Jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada faktor vertikal 4 = Jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada faktor vertikal

Skala hubungan tersebut kemudian dijumlahkan secara horizontal. Nilai bobot terhadap variabel faktor horizontal merupakan persentase jumlah nilai skala tadi terhadap keseluruhan total skala yang didapatkan. Untuk memudahkan perhitungan, penentuan bobot dimasukkan pada formulir pembobotan (Tabel 4).

Tabel 4. Formulir pembobotan faktor internal dan eksternal

Faktor Internal

Simbol S1 S2 Sn W1 W2 Wn Total Bobot S1

S2 Sn W1 W2 Wn

Total

Faktor Eksternal

Simbol T1 T2 Tn O1 O2 On Total Bobot T1

T2 Tn O1 O2 On

Total

Nilai peringkat faktor positif (kekuatan dan peluang) tersebut berbanding terbalik dengan faktor negatif (kelemahan dan ancaman) (Rangkuti, 1997). Kemudian, nilai bobot yang ditemukan sebelumnya dikalikan dengan peringkat

untuk mendapatkan nilai skoring setiap variabel faktor.

(48)

Internal-Eksternal (IE) (Gambar 6). Pemetaan ke Matriks Internal-Internal-Eksternal (IE) bertujuan untuk mengetahui posisi pekarangan di hulu DAS Kalibekasi pada kolom tertentu

yang dapat menyatakan kekuatan dan kelemahannya. David (2003) cit. Puspita (2011) membagi matriks IE ke dalam sembilan kolom yang dibagi menjdai tiga kolom utama yaitu kolom I, II dan IV untuk strategi yang tumbuh dan membangun (growth and build); kolom III, V dan VII untuk strategi yang mempertahankan dan pelihara (hold and maintain) serta kolom VI, VII dan IX untuk strategi panen dan divestasi (harvest and divest).

Gambar 6. Orientasi strategi berdasarkan matriks IE

2. Penyusunan dan Penyusunan Peringkat Strategi Alternatif

Setelah melakukan penyusunan matrik IE, maka matrik SWOT dapat langsung dibuat. Setiap unsur SWOT dihubungkan untuk menemukan strategi-strategi alternatif (Tabel 5).

Tabel 5. Matrik strategi SWOT

Faktor kesempatan yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

Strategi WT Meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada

(49)

Peringkat strategi alternatif ditentukan bardasarkan prioritasnya. Penentuan prioritas ini dilakukan dengan cara menjumlahkan semua skor dari faktor-faktor yang mempengaruhi strategi tersebut. Penentuan peringkat ini dilakukan untuk mendapatkan prioritas strategi yang memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan. Strategi yang berada di peringkat

pertama merupakan prioritas utama.

3.7.1. Penyusunan Rekomendasi Gambar Denah Pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi

Rekomendasi gambar denah pekarangan di Hulu DAS Kalibekasi dihasilkan dari hasil dan pembahasan analisis struktur, fungsi dan dinamika keanekaragaman hayati pertanian di hulu DAS Kalibekasi serta dari hasil rekomendasi SWOT. Gambar yang dibuat terdiri atas 4 gambar untuk masing-masing daerah atas, tengah dan bawah serta pembanding kota.

Gambar disusun dengan menggunakan MS Visio 2007 dengan menggunakan denah pekarangan yang paling mendekati ukuran median di lokasi penelitian tersebut dan memiliki indeks keragaman spesies tanaman di atas rata-rata indeks keragaman spesies pada pekarangan di lokasi tersebut. Kemudian denah dimodifikasi dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut (dimodifikasi dari hasil penelitian Chrystanty et al., 1986; Karyono, 1990; Arifin

et al.,1997; dan Kehlenbeck and Maass, 2004):

1. Memiliki pekarangan depan, samping kanan dan samping kiri serta

pakarangan belakang.

2. Pemilihan tanaman mengikuti tanaman yang paling sering muncul di lokasi tersebut.

3. Pekarangan memiliki struktur tanaman dengan 5 strata yaitu 0 – 1 m, 1 – 2 m, 2 – 5 m dan di atas 10 m. Perbandingan antar strata mengikuti yang didapatkan di lapangan.

4. Pekarangan memiliki 8 fungsi tanaman, yaitu penghasil pati, buah, sayuran, bumbu, obat, industri, hias, dan penghasil manfaat lainnya (seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajianan tangan dan peneduh).

(50)

3.8. Tahapan Penelitian

Penelitian ini melewati tahap persiapan, pengumpulan, pengolahan dan

analisis data yang kemudian diakhiri dengan pembuatan model pekarangan untuk konservasi keanekaragaman hayati (Gambar 7).

1. Persiapan

Tahap persiaan ini diawali dengan kegiatan perumusan masalah dan penentuan lokasi penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pra survei ke hulu DAS Kalibekasi untuk menentukan kampung dan pekarangan sebagai unit sampling serta pembuatan kuisioner sebagai panduan wawancara kepada pemilik atau penghuni rumah.

2. Pengumpulan Data

Tahap ini meliputi pengumpulan data biofisik dan sosial untuk kondisi lanskap hulu DAS Kalibekasi serta data identitas, struktur dan fungsi pekarangan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka.

3. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data meliputi analisis struktur dan fungsi pekarangan, analisis keanekaragaman hayati serta analisis pola pekarngan dan analisis perbandingan dengan daerah rural. Analisis keragaman tanaman menggunakan rumusan tertentu dengan menghitung dominasi, kelimpahan, indeks kekayaan spesies (Margalef index), indeks keragaman spesies (Shanon-Wiener

index), dan indeks similaritas (Sørensen index). Selanjutnya dilanjutkan dengan analisis SWOT untuk menentukan rekomendasi.

4. Sintesis

(51)

26 - Atas, tengah, bawah hulu DAS - Bagian depan, kanan, kiri, belakang TANAMAN TERNAK kecil, sedang, besar, sangat besar

Sentul City (URBAN)

(52)
(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Situasional Hulu DAS Kalibekasi 4.1.1. Letak Geografis dan Administratif

Hulu DAS Kalibekasi berada di koordinat geografis 106°49’00” Bujur Timur sampai 107°07’00” Bujur Timur dan 06°26’00” Lintang Selatan sampai 06°41’00” Lintang Selatan. Luas hulu DAS Kalibekasi ini sekitar 47.054,50

hektar dan terletak pada ketinggian 0 sampai 1.647 m dpl. Hulu DAS ini

berbatasan langsung dengan DAS Citarum di sebelah timur serta DAS Ciliwung di sebelah barat dan selatan. DAS ini dan bermuara di Laut Jawa, utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Berdasarkan aspek administratif, hulu DAS Kalibekasi

meliputi 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Megamendung, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Jonggol, Cileungsi, Kalapa Nunggal, Gunung Putri, Citeureup dan Cibinong yang berada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cimanggis di Kabupaten Depok dan Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi.

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu kecamatan yang termasuk di dalam hulu DAS Kalibekasi, yaitu Kecamatan Babakan Madang dengan luas wilayah 98,71 km2. Kecamatan ini dibagi ke dalam sembilan desa, yaitu Cijayanti, Bojong Koneng, Karang Tengah, Sumur Batu, Babakan Madang, Citaringgul, Cipamban, Kadungmangu dan Sentul. Kecamatan Babakan Madang merupakan wilayah penting di hulu DAS Kalibekasi karena di kawasan ini terdapat beberapa mata air dan adanya kawasan konservasi hutan pinus Gunung Pancar pada area seluas 1.994 hektar pada ketinggian sampai 808 m dpl. Area konservasi ini sangat penting terutama untuk menjaga ketersediaan air DAS Kalibekasi.

Fokus pengambilan data pada penelitian ini adalah Kampung Cimandala (daerah atas), Kampung Landeuh (daerah tengah) dan Kampung Leuwijambe (daerah bawah) serta Sentul City (pembangun kota). Cimandala dan Landeuh berada di Desa Karang Tengah sedangkan Leuwijambe di Desa Kadungmangu. Ketiga lokasi tersebut berada di Kecamatan Babakan Madang. Secara geografis,

ketiga lokasi ini cukup berdekatan. Berdasarkan data BPS (2009), Desa Karang

(54)

Selatan sampai 06°38’30” Lintang Selatan dan 106°53’05” Bujur Timur sampai

106°58’35” Bujur Timur sedangkan Desa Kadungmanggu (desa administrasi

Leuwijambe) berada di 6°31’50” Lintang Selatan sampai 06°33’20” Lintang Selatan dan 106°50’20” Bujur Timur sampai 106°51’55” Bujur Timur. Pemilihan

keempat lokasi penelitian ini berdasarkan ketinggian yang merepresentasikan daerah atas (>600 m dpl), tengah (300-600 m dpl) dan bawah (<300 m dpl) hulu DAS Kalibekasi (Gambar 8) serta satu lokasi pembanding kota.

Leuwijambe

Landeuh Cimandala Sentul City

Sumber: DEM SRTM srtm_58_14 (http://seamless.usgs.gov/), dengan pengolahan oleh NW. Febriana Utami

1.647 m dpl

0 m dpl

Gambar 8. Peta elevasi hulu DAS Kalibekasi

Sentul city, sebagai pembanding daerah perkotaan, mencakup dua kecamatan, yaitu Babakan Madang dan Sukaraja. Pekarangan yang djadikan sebagai sampel pada penelitian ini berada di wilayah Kecamatan Babakan

Madang. Secara geografis, Sentul City terletak di 6°33’05” Lintang Selatan

sampai 6°37’45” Lintang Selatan dan 106°50’20” Bujur Timur sampai 106°57’10” Bujur Timur dengan luas 2.465,5 Ha (Sentul City, 2009).

4.1.2. Iklim, Tanah dan Topografi

(55)

Desa Karang Tengah (desa administratif daerah atas dan tengah) memiliki suhu rata-rata bulanan 24 – 30 °C dan kelembaban rata-rata tahunan 58 – 82%, sedangkan Desa Kadungmangu (desa administratif daerah bawah) memiliki suhu rata-rata bulanan 24,9 – 26,1°C dan kelembaban rata-rata tahunan 76 – 89,1%. Sentul City, sebagai pembanding daerah perkotaan memiliki suhu rata-rata bulanan 24,55 – 26,75 °C dan kelembaban rata-rata tahunan 76,86 – 87,91%. Kecamatan Babakan Madang memiliki curah hujan rata-rata bulanan 339,94 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 20 hari/bulan. Curah hujan di atas 300 mm ini menunjukkan bahwa Kecamatan Babakan Madang sangat basah (Tabel 6).

Tabel 6. Data suhu, kelembaban dan curah hujan di lokasi penelitian

Lokasi 2009 dan BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga 2010

Rentang suhu dan kelembaban tersebut menunjukkan bahwa daerah penelitian digolongkan ke dalam keadaan nyaman dan area yang membutuhkan bayangan sesuai dengan standar kenyamanan thermal Frick dan Suskiyatno (1998). Kondisi ini memerlukan keberadaan vegetasi peneduh sebagai ameliorasi iklim (Gambar 9).

Diolah dari Frick dan Suskiyatno (1998)

(56)

Selain iklim, aspek biofisik lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah jenis dan kesuburan tanah. Komposisi jenis tanah pada hulu DAS

Kalibekasi tersebar beragam. Terdapat tujuh jenis tanah yang teridentifikasi , yaitu komplek podsolik merah kekuningan dan podsolik kuning, komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat, komplek resina litosol dan brown forest soil, asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu, asosiasi glei humus rendah dan alluvial kelabu, komplek grumosol regosol dan mediteran serta asosiasi latosol merah, coklat kemerahan dan latosol (BPDAS, 2007). Jenis tanah yang dominan pada lokasi penelitian adalah komplek latosol merah kekuningan dan latosol coklat (Gambar 10).

Tanah latosol adalah tanah yang bersolum dalam, mengalami pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, konsistensi gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relatif seskwioksida didalam tanah sebagai akibat pencucian silikat. Tanah ini biasanya ditemukan di wilayah beriklim basah dengan curah hujan antara 2000 – 7000 mm/tahun, tahan terhadap erosi, dan memiliki produktifitas sedang hingga tinggi (Hanafiah, 2005). Secara umum, tanah ini dapat dikatakan subur dan cocok untuk kegiatan pertanian.

Faktor biofisik penting berikutnya adalah topografi. Hulu DAS Kalibekasi memiliki bentuk topografi yang beragam dari bentuk datar (0-8%), landai

(8-15%), bergelombang (15-25%), curam (25-40%) dan sangat curam (>40%). Berdasarkan pengolahan data DEM SRTM oleh Utami (2011), bentuk datar mendominasi dengan luas 25.458,28 hektar (54,10%) diikuti oleh landai 10.461,96 hektar (22,23%), bergelombang 5.818,23 hektar (12,36%), curam 3.289,41 hektar (6,99%) dan sangat curam 2.026,62 (43,31%) (Gambar 11).

(57)

Gambar 10. Peta jenis tanah hulu DAS Kalibekasi

(58)

4.1.3. Penutupan Lahan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Utami (2011), tutupan

lahan di hulu DAS Kalibekasi didominasi oleh semak (26,38%) diikuti oleh area terbangun (21,22%), kebun campuran (13, 76%), bambu (11,39%), tanah terbuka (7,70%), sawah (6,04%), hutan (5,57%), badan air (3,87 %) dan ladang (3,37%). Hasil ini merupakan pengolahan interpretasi citra ALOS AVNIR-2 sehingga 0,70% dari wilayah ini dibaca sebagai tutupan awan.

Titik lokasi penelitian yang berada di hulu DAS Kalibekasi ini tidak didominasi oleh area terbangun yang diwakili oleh warna jingga (Gambar 12). Daerah atas lebih ditutupi oleh hutan dan kebun sedangkan daerah tengah, bawah dan daerah pembanding kota lebih didominasi oleh warna kuning (semak). Hal itu dikarenakan di daerah atas terdapat hutan pinus Taman Wisata Alam Gunung Pancar sedangkan daerah tengah dan bawah merupakan perkampungan yang banyak memiliki wilayah yang ditutupi semak, seperti di kebun yang tak terurus di pinggiran sungai, sedangkan daerah pembanding kota memiliki wilayah terbangun 30% (Sentul City, 2009).

(59)

4.1.4. Hidrologi dan Sumber Air Pekarangan

DAS Kalibekasi pada dasarnya merupakan daerah ekologis yang

menunjukkan daerah tangkapan air dari beberapa anak sungai yang bersatu pada sungai utama, yaitu Kalibekasi. Data BPDAS menunjukkan bahwa di hulu DAS Kalibekasi terdapat 41 sungai besar dan kecil yang bermuara di Kalibekasi. Dari semua sungai di hulu DAS ini, Sungai Cimandala berada di bagian atas, Sungai Cipancar di daerah tengah dan Sungai Citaringgul di daerah bawah. Ketiganya mengalir menuju sungai Citeureup yang bermuara di sungai Kalibekasi. Selain anak-anak sungai, terdapat juga situ atau danau-danau kecil, embung-embung serta cadangan air tanah yang berpotensi menjadi sumber air bagi kehidupan manusia di hulu DAS Kalibekasi ini.

Keberadaan sumber air sangat mempengaruhi keberlanjutan pekarangan karena makhluk hidup yang berada di pekarangan membutuhkan air. Dari observasi yang telah dilakukan, sumber air yang umumnya digunakan oleh rumah tangga dan pekarangan di keempat lokasi pengamatan berbeda-beda. Sumber air di Cimandala pada umumnya adalah mata air. Selain dari mata air yang tersebar di dekat pemukiman, beberapa rumah menyalurkan air dari mata air di gunung-gunung sekitar yang mengelilingi kampung ini, antara lain Gunung Pancar, Gunung Paniisan, Gunung Cigangsa, Gunung Cimadari, dan Gunung Astana.

Pengamatan di daerah atas menunjukkan bahwa 100% memanfaatkan

mata air dari mata air untuk pekarangannya. Jarak antara pekarangan dengan sumber air beragam, antara 15 m sampai 500 m. Pengaliran pada umumnya menggunakan selang plastik (83%), namun ada juga yang menggunakan pipa paralon (17%).

Tabel 7. Sumber air pekarangan di hulu DAS Kalibekasi

Sumber air Mata air dengan selang

Mata air dengan pipa

Sumur timba

Sumur pompa listrik

PDAM Total

Atas 83% 17% 0 0 0 100%

Tengah 0 0 50% 50% 0 100%

Bawah 0 0 58% 42% 0 100%

Pembanding kota 0 0 0 0 100% 100%

(60)

tersebut mereka buat di dalam rumah atau pekarangan. Awalnya, mereka mengambil air dari anak sungai dan situ yang berada di wilayah tersebut. Karena

kualitas air yang semakin lama semakin menurun, mereka lebih memilih untuk menggali sumur. Bentuk sumur yang digunakan adalah sumur pompa dengan tenaga listrik (50% di daerah tengah dan 58% di daerah bawah) dan sumur timba (50% di daerah atas dan 42% di daerah bawah).

Sumber air di daerah perkotaan berbeda dengan ketiga lokasi lainnya di daerah perdesaan. Keseluruahan rumah di daerah ini menggunakan jasa PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Beberapa keluarga menggunakan air dari tampungan air hujan untuk menyirami pekarangan. Tampungan air hujan tersebut berupa tong atau ember yang terbuat dari plastik.

4.1.5. Sejarah dan Latar Belakang Budaya

Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe sebagai represanti daerah atas, tengah dan bawah memiliki sejarah yang berkaitan satu sama lain. Sejarah ini dimulai sekitar abad 18 di masa penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Penduduk Babakan Madang pada mulanya berasal dari Banten yang merupakan keturunan dari anak cucu dan pengikut Maulana Hasanuddin, termasuk Kampung Landeuh dan Leuwijambe. Namun, penduduk Cimandala berbeda, mereka pada mulanya berasal Cirebon yang merupakan keturunan dari anak cucu dan pengikut

Syarif Hidayatullah, yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Sebagai catatan, Maulana Hasanuddin sejatinya merupakan anak dari Syarif Hidayatullah yang menyebarkan Islam di Banten.

(61)

Beberapa makam letaknya di atas gunung atau lokasi tertentu sehingga lokasi tersebut memiliki juru kunci atau kuncen yang bertugas menjaga dan

mengawasi tempat-tempat tersebut. Aksi komunitas mengeramatkan makam terebut telah membawa dampak cukup baik untuk kelestarian lingkungan karena di lokasi-lokasi tersebut, pengunjung harus berlaku sopan termasuk kepada lingkungannya. Dari pengamatan kami ke salah satu kelompok makam keramat di Gunung Pancar, lingkungan di sekitarnya bersih dan biodiversitas terjaga cukup terjaga. Lokasi ini juga memiliki jarak dengan daerah budidaya tanaman (kebun-talun) dan wilayah pemukiman.

Kampung Cimandala di daerah atas memiliki nilai sejarah lebih sebagai tempat persembunyian tentara pemberontak Hizbullah Darul Islam sekitar satu dekade pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Penduduk menyebut mereka sebagai “gerombolan”. Berdasarkan keterangan pemuka desa, Karakter Cimandala yang berada di balik Gunung Pancar cocok dijadikan tempat persembunyian. Selain itu, gerombolan yang berasal dari Garut ini membaur di masyarakat Cimandala agar tidak ditangkap oleh pemeritah NKRI.

Mayoritas penduduk Cimandala, Landeuh dan Leuwijambe merupakan suku sunda dan beragama Islam. Ritual komunitas dan acara tradisional yang sering ditemukan di daerah sunda lainnya, seperti membakar kemenyan sebelum panen dan membawa dondang (seserahan yang dipikul) ketika pihak calon

mempelai pria melamar calon mempelai wanita sudah luntur dan hilang. Ritual komunitas yang tertinggal adalah yang masih berhubungan dengan momen-momen keagamaan, seperti acara memperingati maulid Nabi Muhammad SAW dan tahun baru Islam masih ada. Acara sukuran untuk makan bersama (seperti bancakan) secara esensi masih ada namun dengan bentuk yang telah cukup berubah. Walaupun lauk pauk yang disajikan kurang lebih masih sama namun bukan makan bersama dengan alas makan daun pisang seperti dulu. Penganan tersebut disajikan dengan piring dan air dalam kemasan gelas plastik.

4.1.6. Sosial dan Kependudukan

(62)

Sementara, populasi penduduk Desa Kadungmanggu, desa administrasi dari daerah bawah, adalah 14.245 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.474 jiwa/km2

(BPS, 2009).

Dari wawancara yang dilakukan, keluarga pada umumnya memiliki anak lebih dari 3 orang (kecuali keluarga muda). Jumlah orang per rumah berkisar dari 2 sampai 13 orang dengan nilai tengah 5 orang per rumah di daerah bawah dan 6 orang per rumah di daerah atas dan tengah. Dari seluruh anggota keluaraga, jumlah anggota yang aktif bekerja antara 1 sampai 2 orang. Sebanyak 88,89% kepala keluarga di ketiga lokasi rural adalah laki-laki dan sisanya perempuan. Kepala keluarga berusia sekitar 22 sampai 80 tahun dengan nilai tengah 45 tahun. Median usia menikah di keluarga sampel adalah 18 tahun untuk perempuan dan 23 tahun untuk laki-laki.

Pekerjaan kepala keluarga paling banyak adalah petani sebanyak 13 orang (36,11%) dengan 7 orang di daerah atas, 4 orang di daerah tengah dan 2 orang di daerah bawah. Sebagai catatan, petani di daerah ini pada umumnya tidak memiliki lahan sendiri dan lahan garapan tersebut berbeda dengan pekarangan, oleh karena itu fungsi utama pekarangan di ketiga lokasi sampel bukanlah untuk produksi komersial. Selanjutnya, pekerjaan kepala keluarga di daerah bawah lebih beragam daripada daerah atas dan tengah.

Lahan pekarangan dan rumah, sebagian besar merupakan warisan.

Bahkan 11 di antaranya masih atas nama orang tua atau mertua kepala keluarga yang direncanakan akan diberikan kepada pemilik rumah tersebut. Hanya 9 dari 36 pekarangan (25 %) yang merupakan hasil membeli. Berikutnya, 2 dari 12 pekarangan (16,67%) di daerah atas merupakan milik perusahaan PT. Fajar Mega Permai yang merupakan cikal bakal dari perusahaan pengembang dan pengelola Sentul City. Pemilik rumah hanya diizinkan menempati dan menggarap lahan tersebut dan harus siap kapanpun perusahaan ingin mengambil alih rumah dan lahan pekarangan mereka.

Gambar

Gambar 3.  Letak tanaman di pekarangan
Gambar 5.  Lokasi penelitian (sumber: ALOS AVNIR-2 17 Juli 2009, dengan
Tabel 1. Jenis dan sumber data penelitian
Tabel 2. Standar indeks keragaman spesies
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang disampaikan secara online melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) untuk paket kegiatan: Pada hari ini Senin Tanggal Dua Bulan Juli Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami

Tujuan dari perancangan ini adalah membuat sebuah light novel yang unik dan menarik dengan tema kehidupan kerja seorang barista, menjelaskan realita dan tantangan dalam

Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan Judul “ ANALISIS REALISASI DAN PROSPEK PENERIMAAN PAJAK REKLAME TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN BOYOLALI (TAHUN

CIRI POKOK MASYARAKAT NORMA Manusia yang hidup bersama Bergaul dalam jangka waktu tertentu Adanya kesadaran bahwa setiap individu adalah bagian dari

KERTAS LECES sebelumnya, did.c.:;atkan has il percobaan pengolahan limbah lime mud masih belum memberikan kualitas yang maksimal Lrrena masih belum terpenuhinya

Tidak mampu menyelesaik an masalah dengan benar Peserta didik mampu menyelesaika n masalah dengan cara yang tepat dan beragam namun terdapat banyak kesalahan dalam

Tujuan Pembelajaran Umum : Mahasiswa memahami migrasi dan pemencaran tumbuhan di muka bumi Kompetensi : Mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor migrasi tumbuhan di muka

They are to sustain or keep the talk, to make chit-chat, to express solidarity, to express friendship, to express hospitality, to break the silence, to