• Tidak ada hasil yang ditemukan

Test of Productivity of Soybean Lines in Mataram at Two Seasons

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Test of Productivity of Soybean Lines in Mataram at Two Seasons"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PADA DUA MUSIM TANAM

Ni Wayan Hari Sulastiningsih

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Uji Daya Hasil Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) di Mataram pada Dua Musim Tanam merupakan gagasan dan karya saya bersama komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2013

Ni Wayan Hari Sulastiningsih

(4)

in Mataram at Two Seasons. Under direction of SUHARSONO and ARIS TJAHJOLEKSONO.

Soybean with high yield, large seed size and short maturity are become consumer’s preference recently. Indonesia import two tons of soybean grain each year. The development of new varieties is one of the approach to increase the national production of soybean. We have developed several potential lines of soybean to be released as a new variety. The productivity of these lines has to be tested in several locations. The objective of this research was to study the productivity of six soybean lines and four national varieties as standard in Mataram in two seasons. The research was carried on by Randomized Block, with three block replications. The result showed that based on the seed production per plant, during two seasons all the lines tested had higher productivity than Anjasmoro variety. KH 55 and KH 71 were the potential lines to be released as new varieties with high productivity and bigger seed size.

(5)

oleh SUHARSONO, ARIS TJAHJOLEKSONO.

Kedelai merupakan komoditas penting yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi bagi Indonesia. Setiap tahunnya Indonesia mengimport kedelai karena produksi nasional tidak dapat mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan menggunakan varietas unggul. Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya hasil 6 galur kedelai hasil persilangan anatara varietas Slamet dan Nokonsawon (KH 8, KH 9, KH 31, KH 38, KH 55, dan KH 71) dan empat varietas unggul nasional (Anjasmoro, Slamet, Tanggamus, Wilis) sebagai pembanding.

Penanaman musim pertama dilaksanakan pada bulan April-Juli 2011 dan musim kedua dilaksanakan pada bulan November 2011-Maret 2012 di sawah petani Desa Kekeri Kecamatan Gunung Sari. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 10 genotipe kedelai (6 galur harapan dan 4 varietas pembanding) dengan tiga kali ulangan selama dua musim tanam. Setiap satuan percobaan merupakan petakan yang berukuran 5 m x 4 m. Analisis data menggunakan model linier umum SPSS (Statistical Product Service Solution) versi 17.0 untuk software Windows, meliputi analisis ragam, Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test), uji kontras orthogonal, dan analisis kuadran/IPA (Important Performance Analisys). Untuk mengetahui adaptasi galur-galur yang diuji dilakukan analisis model AMMI (Additive Main Effect Multiplicative Interaction) dengan software SAS.

Tinggi tanaman galur yang diuji pada musim pertama berkisar antara 32,87 sampai 42,07 cm, sedangkan untuk musim tanam ke dua berkisar antara 94,83 sampai 111,03 cm. Semua galur mempunyai kulit biji kuning terang dengan hilum yang terang menyerupai varietas Anjasmoro tetapi berbeda dengan varietas Slamet, Tanggamus dan Wilis. Umur berbunga galur yang diuji pada musim pertama yaitu berkisar antara 31,27-41,53 HST relatif sama dengan varietas pembanding yaitu berkisar antara 27 dan 40 hari setelah tanam (HST) dan umur panennya 90 HST. Sedangkan untuk musim tanam kedua umur mulai berbunga adalah 55,0-65,47 HST dan umur panennya berkisar antara 120-125 HST. Semua galur mempunyai ukuran biji besar dan lebih besar daripada varietas Wilis, Tanggamus dan Slamet, namun lebih besar atau sama dengan varietas Anjasmoro.

Pada musim pertama, KH 71 mempunyai produksi biji per tanaman yang lebih tinggi dari ke empat varietas pembanding, kecuali KH 38 yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Anjasmoro dan Wilis. Pada musim ke dua, KH 55 mempunyai produksi biji per tanaman yang lebih tinggi daripada keempat varietas pembanding. Galur yang diuji dapat beradaptasi lebih baik pada musim kedua dibandingkan dengan musim pertama. Berdasarkan produktivitas tanaman dan ukuran biji maka galur KH 55 dan KH 71 berpotensi untuk dijadikan varietas unggul baru layak untuk diajukan sebagai varietas unggul.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PADA DUA MUSIM TANAM

NI WAYAN HARI SULASTININGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

NIM : G353100151

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA

Ketua Anggota

Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)
(10)

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan pertolongan dan kekuatan dalam memyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang berjudul “Uji Daya Hasil Beberapa Galur Kedelai (Glycine max L. Merr) di Mataram Pada Dua Musim Tanam” telah diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA dan Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Dr. Ir. Miftahudin, M.Si, atas saran dan bimbingannya. Kepada Prof. Alex Hartana terimakasih atas saran dan informasinya. Disamping itu, penulis sampaikan terimakasih kepada IM-HERE B2C IPB yang telah mendukung dalam pendanaan proyek penelitian ini, yang berjudul (Test (Test of Adaptibility of SoeveralLines of Soybean in Several Locations in the Frame of the Creation of New Elite Cultivrs) atas nama Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.

Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu dan kedua orang adikku serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Seseorang yang terkasih terimakasih atas pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat.

Terima kasih juga kepada Bapak Adi, juga kepada teman-teman di Program Biologi Tumbuhan yang kesemuanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat mereka yang memerlukan, terutama bagi masyarakat petani.

Bogor, Maret 2013

(11)
(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan BiologiTanaman Kedelai ... 4

Tanggapan Kedelai Terhadap Beberapa Faktor Iklim ... 5

Varietas Kedelai... 5

Suhu ... 5

Pemuliaan Tanaman Kedelai ... 5

Budidaya Tanaman Kedelai ... 7

Uji Daya Hasil ... 7

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 8

Bahan ... 8

Rancangan Percobaan ... 8

Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petakan ... 8

Penanaman dan Pemeliharaan ... 8

Pemanenan ... 9

Pengamatan ... 9

Analisis Data ... 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 12

Penanaman Musim Pertama ... 12

Tinggi Tanaman ... 12

Jumlah Cabang ... 14

Jumlah Buku ... 14

Jumlah Polong ... 14

Jumlah Biji ... 16

Produksi Biji Per Tanaman ... 16

Produksi Biji Per Petak ... 16

Ukuran Biji ... 18

Umur Berbunga ... 19

Umur Panen ... 19

Pertanaman Musim Ke dua ... 20

Tinggi Tanaman ... 20

Jumlah Polong ... 21

(13)

Ukuran Biji ... 24

Umur Berbunga ... 24

Umur Panen ... 25

Pengelompokan Genotipe Berdasarkan Produksi dan Ukuran Biji ... 25

Interaksi Antar Musim dan Daya Adaptasi ... 27

Karakter Kualitatif ... 30

Kandungan Protein dan Lemak ... 31

5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rataankaraktervegetatiftanamankedelaipadamusimpertama ...12

2 Rataankarakterreproduktiftanamankedelaipadamusimpertama ...15

3 Perbandinganproduksibijipertanamanantaragalurharapandan varietaspembandingpadamusimpertama ... 16

4 Populasitanamanperpetak, produksibijiperpetakdanukuranbiji padamusimpertama ... 17

5 Perbandinganukuranbijiantaragalurdanvarietas pembandingpadamusimpertama ... 18

6 Rataankaraktervegetatiftanamankedelaipadamusimkedua ...21

7 Rataankarakterreproduktiftanamankedelaipadamusimkedua ... 21

8 Korelasiantarkarakterkuantitatifpadamusimkedua ...22

9 Perbandinganproduksibijipertanamanantaragalurharapandan varietaspembandingpadamusimkedua ... 23

10 Populasitanamanperpetak, produksibijiperpetakdanukuranbiji padamusimkedua ... 23

11 Perbandinganukuranbijiantaragalurharapandanvarietas pembandingpadamusimkedua ... 24

12 Perbandinganproduksibijipertanamanantaragalurharapandanvarietas pembandingpadaduamusimtanam ...28

13 Perbandinganukuranbiji per tanamanantaragalurharapandanvarietaspembandingpadaduamusimtanam ....31

14 Kandungan protein danlemakbijikedelai ...31

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Stadia pertumbuhan tanaman kedelai ... 4

2 Morfologi tanaman kedelai setelah panen pada musim pertama ... 13

3 Bentuk dan ukuran biji kedelai pada musim pertama ... 19

4 Morfologi tanaman kedelai setelah panen pada musim ke dua ... 20

5 Bentuk dan ukuran biji kedelai pada musim ke dua ... 22

6 Pengelompokan 10 genotipe berdasarkan produksi dan ukuran biji ... 26

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Deskripsi sifat varietas pembanding ...36

2 Hasil analisis tanah ...37

3 Penilaian criteria sifat fisik dan kimia tanah (PusatPenelitianTanah 1993) ... ...38

4 Diagram segitiga tekstur tanah ...39

5 Jumlah hari hujan dan curah hujan di Selaparang Mataram tahun2011-2012 ...40

6 Lama penyinaran matahari, tekanan udara, kelembaban udara, dan temperature di Selaparang Mataram tahun 2011-2012 ...41

7 Umur berbunga pada musim pertama dan musim ke dua ...42

8 Silsilah seleksi galur ...43

9 Deskripsi sifat enam galur harapan kedelai di Mataram ...44

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan komoditas penting yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi bagi Indonesia. Kedelai dikenal sebagai tanaman palawija yaitu tanaman yang ditanam setelah padi sawah. Di Indonesia, kedelai digunakan sebagai bahan makanan dan bahan pakan ternak. Kedelai mengandung 35% protein, 18% lemak, 32% karbohidrat dan 15% air. Dibandingkan dengan kacang tanah dan kacang hijau, kedelai memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (Wirawan 2004).

Kebutuhan kedelai di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pesatnya perkembangan peternakan yang diikuti dengan semakin tingginya kebutuhan akan pakan ternak. Pada tahun 2011 kebutuhan kedelai di Indonesia sebanyak 2,46 juta ton sedangkan produksi dalam negeri hanya 0,851 juta ton (BPS 2011). Rata-rata produksi dalam negeri hanya mampu mencukupi kebutuhan 35−40% sehingga kekurangannya (60−65%) dipenuhi dari impor (Marwoto & Suharsono 2008).

Kebutuhan kedelai yang terus meningkat harus diatasi, tidak hanya dari import saja tetapi yang lebih penting dengan cara meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri. Dalam rangka peningkatan produksi kedelai di Indonesia diperlukan ketersediaan varietas kedelai unggul dan benih yang bermutu tinggi, disamping teknik budidaya lainnya (Arsyad 2006). Usaha ini dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas tanaman maupun peningkatan luas areal tanam.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan menggunakan varietas unggul. Penggunaan varietas unggul dan penerapan teknologi budidaya yang tepat dapat meningkatkan produktivitas kedelai dari 1,1 ton/ha pada tahun 1990 menjadi 1,3 ton/ha pada tahun 2008 (Deptan 2009a).

Varietas unggul dapat berasal dari varietas lokal, varietas liar, varietas introduksi maupun mutan yang mempunyai produktivitas yang tinggi dan mempunyai sifat yang diinginkan. Ketersediaan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan cocok terhadap kondisi lingkungan sangat diperlukan.

Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang seharusnya mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusiyang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Varietas unggul kedelai yang telah dilepas di Indonesia sejak tahun 1918 sampai 2008, diantaranya adalah varietas Anjasmoro, Cikuray, Dempo, Slamet, Sindoro, Tanggamus, dan Wilis (Deptan 2011). Varietas dinyatakan sebagai varietas unggul, apabila telah melalui kegiatan seleksi dan uji daya hasil. Tingkat hasil yang diperoleh bervariasi tergantung pada faktor lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air dan pengelolaan tanaman.

(17)

tahan karat daun dan toleran terhadap tanah asam dan mempunyai biji yang berukuran sedang (12,5 g/100 biji). Varietas Nokonsawon merupakan varietas introduksi dari Thailand, berbiji besar (19,6 g/100 biji), mempunyai biji berwarna kuning bersih tetapi memiliki daya hasil rendah (1,5-2,0 ton/ha) (Deptan 2011). Seleksi generasi F3 dan F4 (Dasumiati 2003), dan seleksi pada generasi F5 dan F6 (Jambormias 2004) dan analisis keseragaman genetik terhadap generasi F7 hasil persilangan tersebut menghasilkan 18 galur yang mempunyai potensi produksi yang tinggi dan telah seragam secara genetik serta mantap secara genetik. Diantara 18 genotipe enam galur yaitu: KH 8, KH 9, KH 31, KH 38, KH 55 dan KH 71 diuji dalam penelitian ini untuk mengujikan potensi produksinya.

Uji daya hasil merupakan percobaan yang penting setelah persilangan dan seleksi, karena menentukan pemilihan galur potensial untuk dijadikan sebagai varietas unggul (Suhartina 2003). Untuk mengetahui potensi produktivitas, galur kedelai tersebut harus diuji daya hasilnya di beberapa lingkungan atau lahan dan musim tanam yang berbeda. Untuk mengetahui keunggulan dari galur yang diuji makavarietas unggul nasional perlu digunakan sebagai varietas pembanding. Varietas pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Anjasmoro, Slamet, Tanggamus, dan Wilis. Varietas Anjasmoro merupakan varietas pembanding utama, karena varietas ini merupakan varietas unggulan Kementrian Pertanian yang sedang dikembangkan di banyak daerah diantaranya: Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Aceh, Pasuruan, Bojonegoro, Tuban, Jember, Malang, Kalimantan, Bali dan Kabupaten Bima (Balitkabi 2011). Varietas Anjasmoro mempunyai ukuran biji besar (14,8-15,3 g/100 biji), mempunyai potensi hasil tinggi (2,3 ton/ha) (Deptan 2011), dan bijinya paling disukai pengrajin tahu dan tempe untuk digunakan sebagai bahan baku (Ginting et al. 2009).

Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian uji daya hasil kedelai pada beberapa lokasi salah satu syarat untuk pelepasan varietas baru. Mataram adalah salah satu sentra produksi kedelai di Nusa Tenggara Barat, sehingga dipilih sebagai salah satu lokasi uji daya hasil. Penelitian ini dilakukan di lahan sawah, karena di Mataram sebagian besar penanaman kedelai dilakukan di lahan sawah. Generasi F7 yang telah diseleksi kemudian digunakan dalam pengujian daya hasil lanjutan ini.

Tujuan Penelitian

(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai termasuk ke dalam famili Leguminoceae, sub famili Papilionoideae dan genus Glycine.

Kedelai diklasifikasikan menjadi tiga subgenus, yaitu Glycine, Bracteata, dan

Soja (Hidajat 1985).

Subgenus kedelai yang banyak dibudidayakan adalah subgenus Soja. Subgenus Soja terdiri atas dua jenis, yaitu Glycine ussuriensis dan Glycine max. Glycine ussuriensis merupakan kedelai liar yang merambat dengan daun bertangkai tiga, kecil dan sempit, berbunga ungu serta berbiji kecil keras berwarna hitam hingga coklat tua. Glycine max memiliki warna bunga putih atau ungu, memiliki bentuk daun dan biji yang beragam (Hidajat 1985).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30-100cm), memiliki 3-6 percabangan, berbentuk tanaman perdu, dan berkayu. Berdasarkan letak bunga pada ujung batang, pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe yaitu tipe determinate dan indeterminate. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan bunga yang terletak pada pucuk sehingga batang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Pertumbuhan indeterminate dicirikan dengan bunga yang terletak pada ketiak daun sehingga pada pucuk batang tetap tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto 2007).

Tanaman kedelai memiliki empat tipe daun, yaitu kotiledon atau daun biji, dua helai daun primer sederhana (unifoliat), daun bertiga (trifoliat), dan profila (Adisarwanto&Wudianto 2002). Kedelai memiliki dua tipe daun yang berkembang yaitu unifoliat yang terletak di buku bagian bawah dan trifoliat yang terletak di cabang utama. Bentuk daun kedelai adalah lancip, bulat, lonjong, atau lonjong-lancip.

(19)

Gambar 1 Stadia pertumbuhan tanaman kedelai (Irwan 2006)

Tanggapan Kedelai terhadap Beberapa Faktor Iklim

Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai adalah lama penyinaran, intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban udara, dan curah hujan. Kedelai merupakan tanaman semusim. Kedelai tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis yaitu melebihi 16 jam. Sebaliknya, lama penyinaran kurang dari 12 jam akan mempercepat pembungaan (Sumarno & Manshuri 2007).

Cahaya adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Interaksi antara suhu, intensitas radiasi matahari, dan kelembaban tanah sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu di dalam tanah dan di atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan akar dan tanaman kedelai. Suhu berinteraksi dengan lama penyinaran (photo period) dan berperan dalam menentukan waktu berbunga serta pembentukan polong. Suhu yang rendah akan menghambat pembentukan polong, sedangkan suhu yang tinggi berakibat pada rontoknya daun (Sumarno & Manshuri2007).

Pengaruh langsung kelembaban udara terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman berkaitan dengan perkembangan hama dan penyakit tertentu. Kelembaban udara terutama berpengaruh terhadap proses pemasakan biji dan kualitas benih. Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara 75-90% selama periode tanaman tumbuh sampai fase pengisian polong dan kelembaban udara rendah (60-75%) pada waktu pemasakan polong sampai panen (Sumarno & Manshuri 2007). Curah hujan yang tinggi selama proses pengisian polong menurunkan kualitas biji dan mutu benih.

(20)

Varietas Kedelai

Penggunaan varietas unggul atau varietas yang sesuai pada lingkungan (agroekologi) setempat merupakan salah satu syarat penting. Potensi hasil biji di lapangan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dan pengelolaaan kondisi lingkungan tumbuh. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan baik maka potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai (Adisarwanto 2007).

Suhu

Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Apabila ketersediaan air cukup di lapang, tanaman kedelai masih bisa tumbuh baik pada suhu 360C dan berhenti tumbuh pada suhu 90C. Suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai antara 180-300C, sedangkan rata-rata suhu harian berkisar antara 200-250C. Suhu yang lebih rendah dari 230C umumnya memperlambat pembungaan tanaman. Pembungaan pada kedelai lebih cepat terjadi pada suhu 260-320C, akan tetapi suhu yang terlalu tinggi (370C) akan menghambat pertumbuhan bunga. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan polong dan biji. Polong kedelai terbentuk optimal pada suhu antara 260-320C (Pitojo 2003).

Pemuliaan Tanaman Kedelai

Pemuliaan kedelai di Indonesia secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi. Sejak tahun 1990, program perakitan varietas kedelai mulai diarahkan untuk beradaptasi pada agroekologi spesifik seperti lahan sawah (irigasi dan tadah hujan), lahan kering (masam dan bukan masam), dan lahan rawa. Pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul kedelai pada dasarnya meliputi empat tahap penting, yaitu pembentukan populasi dasar untuk bahan seleksi, pembentukan galur murni, pengujian daya hasil, pemurnian dan penyediaan benih. Kegiatan pemuliaan tanaman kedelai diawali dengan melakukan seleksi terhadap varietas lokal dan introduksi. Introduksi adalah suatu upaya mendatangkan suatu kultivar tanaman dari suatu wilayah ke wilayah baru.

Cara pemilihan tanaman dapat dilakukan dengan seleksi massa maupun seleksi galur murni. Seleksi massa didasarkan pada penampilan luar (fenotipe). Pada seleksi massa, biji tanaman yang terpilih disatukan dan dijadikan sebagai benih untuk generasi berikutnya. Seleksi galur murni dilakukan dengan memilih tanaman terbaik dari barisan terbaik. Tanaman yang terpilih secara individual dipanen terpisah dan diberi nomor sendiri untuk bahan tanam musim berikutnya (Mangoendidjojo 2003).

(21)

sifat-sifat baik yang diinginkan. Penggabungan sifat-sifat-sifat-sifat baik dapat dilakukan dengan

single-cross (silang tunggal antara dua tetua) dan threeway-cross (silang tiga tetua). Persilangan diantara individu-individu yang berbeda sifatnya pada generasi F1 menghasilkan populasi yang bersegregasi (F2) yang memberikan peluang adanya keragaman genetik pada populasi tersebut.

Individu-individu pada generasi bersegregasi (F2) yang terpilih kemudian ditanam dan diseleksi lagi untuk mendapatkan galur-galur homozigot. Umumnya galur-galur homozigot hasil seleksi dievaluasi terlebih dahulu selama satu musim dan kemudian galur-galur yang superior dievaluasi lebih lanjut dalam pengujian daya hasil. Pengujian daya hasil meliputi tiga tahap yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP) terutama dilakukan terhadap 50-60 galur homozigot dilokasi yang terbatas (1-2 lokasi), uji daya hasil lanjutan (UDHL) dilakukan terhadap 15-20 galur di 4-5 lokasi, dan uji multi lokasi (UML) 8-10 galur termasuk varietas pembanding di 10-12 lokasi pada dua musim tanam. Tahap uji daya hasil pendahuluan membutuhkan galur dalam jumlah yang besar agar peluang untuk memperoleh galur yang hasilnya tinggi juga cukup besar pula. Pada tahap uji daya hasil lanjutan, umumnya galur yang diuji berjumlah 10-20 galur termasuk varietas unggul pembanding, dilakukan sekurang-kurangnya di empat lokasi selama 2–4 musim. Selanjutnya, dilakukan uji multilokasi terhadap 5–10 galur harapan dengan tujuan mengetahui daya adaptasi dari galur-galur harapan yang akan dilepas sebagai varietas baru.

Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor (PPSHB-IPB) sejak tahun 2001 telah menyilangkan varietas unggul nasional Slamet yang berukuran biji sedang dan berproduksi tinggi dengan varietas Nokonsawon yang berukuran biji besar (Paserang 2003). Sasaran akhir dari program pemuliaan ini adalah untuk memperoleh varietas berdaya hasil tinggi, berukuran biji besar dan toleran tanah masam.

(22)

bulan Agustus sampai Oktober 2002. Jambormias (2004) menunjukkan bahwa keragaman sifat-sifat kuantitatif (kecuali sifat ukuran biji) generasi F5 lebih rendah bila dibandingkan dengan tetua (Slamet). Sifat-sifat kuantitatif (kecuali sifat ukuran biji dan produksi biji) generasi F6 juga lebih rendah daripada tetua (Slamet), namun keragaan sifat-sifat kuantitatif untuk kedua generasi tersebut lebih baik daripada Nokonsawon. Bastanta (2004) telah melakukan analisis kemantapan genetik pada F7 terhadap 25 galur hasil persilangan varietas Slamet dengan Nokonsawon dan menunjukkan bahwa galur-galur tersebut sudah seragam dalam hal produksi biji. Uji daya hasil yang dilakukan di Majalengka terhadap delapan belas galur harapan kedelai hasil persilangan varietas Slamet dengan Nokonsawon menunjukkan bahwa galur KH 71 mempunyai produksi yang tinggi dan beradaptasi baik pada dua musim tanam (Astuti 2011).

Budidaya Tanaman Kedelai

Teknik budidaya kedelai meliputi penyiapan lahan, pemupukan pengairan, pengendalian hama dan penyakit, dan panen (Deptan 2009b). Kedelai yang ditanam setelah padi sawah tidak memerlukan pengolahan tanah. Lahan diberi saluran drainase dengan kedalaman 25-30 cm dan lebar 30 cm. Pupuk diberikan dengan cara penaburan dalam larikan yang dibuat di dekat lubang tanam di sepanjang barisan kedelai. Penanaman di lahan sawah memerlukan pupuk yaitu 100 kg urea, 150 kg SP36 dan 100 kg KCl. Pupuk organik diberikan dengan dosis 5-10 ton/ha kotoran ayam atau kotoran sapi. Ketersediaan air merupakan hal yang sangat penting dalam produksi kedelai (Edward & Purcell 2005). Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif yaitu sekitar 15-21 HST (hari setelah tanam), saat periode berbunga 25-35 HST dan saat pengisian polong 55-70 HST.

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara biologis maupun buatan. Kehilangan hasil kedelai akibat serangan hama dan penyakit sangat beragam tergantung pada kerapatan populasi, varietas kedelai yang ditanam, faktor-faktor lingkungan terutama kelembaban dan suhu, dan cara pengelolaan. Panen dilakukan apabila 90% jumlah polong pada batang utama telah matang berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman dan sebagian besar daunnya sudah rontok.

Uji Daya Hasil

(23)

3 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di sawah petani di Desa Kekeri Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat, NTB. Penanaman dilakukan pada dua musim. Penanaman musim pertama dilaksanakan pada bulan April-Juli 2011 dan penanaman ke dua dilaksanakan pada bulan November-Maret 2012. Penanganan dan pengamatan pascapanen tanaman sampel dilakukan di rumah kaca Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Kampus IPB Darmaga.

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan terdiri atas 6 galur hasil seleksi dari persilangan kedelai varietas Slamet dengan Nokonsawon dan empat varietas unggul nasional sebagai pembanding. Enam galur kedelai yang diuji adalah KH 8, KH 9, KH 31, KH 38, KH 55 dan KH 71. Empat varietas pembanding adalah Anjasmoro, Tenggamus, Wilis dan Slamet. Deskripsi varietas pembanding dapat dilihat pada Lampiran 1.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri atas 10 genotipe kedelai (6 galur harapan kedelai dan 4 varietas sebagai pembanding) dengan 3 ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri atas petakan dengan ukuran 5 m x 4 m.

Pengolahan Tanah dan Pembuatan Petakan

Lahan yang digunakan adalah lahan sawah dengan sifat fisik dan kimia tanah tercantum pada Lampiran 2. Tanah dibajak dengan traktor kemudian digemburkan dan diratakan dengan cangkul. Petakan dibuat dengan ukuran 5 m x 4 m. Antar petakan berjarak 50 cm dan dipisahkan oleh parit dengan kedalaman 20 cm.

Penanaman dan Pemeliharaan

(24)

Pemanenan

Pemanenan tanaman sampel dilakukan dengan mencabut 10 tanaman sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantung dan dijemur hingga beberapa polongnya pecah. Polong dikupas kemudian biji dihitung dan ditimbang. Pemanenan terhadap tanaman petakan dilakukan pada saat 90% polong sudah berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Pemanenan tanaman petakan dilakukan dengan mencabut semua tanaman yang tersisa kemudian menjemurnya hingga kering dan biji terpisah dari kulit polong. Tanaman pinggir tidak gunakan sebagai tanaman uji.

Pengamatan

Pengamatan data kuantitatif tanaman dilakukan terhadap beberapa karakter pada tanaman petakan dan tanaman sampel. Dari setiap petak diambil 10 tanaman sampel secara acak. Pengamatan karakter kuantitatif tanaman yang diamati meliputi umur mulai berbunga (hari setelah tanam, HST), tinggi tanaman, jumlah cabang tanaman, jumlah buku subur, jumlah polong isi dan hampa, produksi biji per petak (g), ukuran biji (g/100 biji), jumlah biji per tanaman, produksi biji per tanaman (g) dan umur panen (HST). Analisis kandungan biji meliputi kandungan protein dan kandungan lemak dengan menggunakan analisis proksimat.

Kriteria pengamatan adalah sebagai berikut:

a. Produksi biji tiap tanaman (g) adalah bobot biji bernas per tanaman.

b. Produksi biji tiap petak (g) adalah bobot biji total tanaman dalam satu petak kecuali tanaman pinggir.

c. Ukuran biji (g/100 biji) ditentukan dengan menimbang 100 biji bernas yang dibedakan menjadi ukuran kecil (≤ 10 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan besar (≥ 14 g/100 biji) (Adie 2007).

d. Jumlah tanaman tiap petak, ditentukan dengan menghitung tanaman yang dipanen tiap petak.

e. Umur mulai berbunga dilihat sejak tanam sampai kedelaimengeluarkan bunga pertama.

f. Umur panen dihitung sejak penanaman sampai dengan warna polong yang dihasilkan berubah warna menjadi kuning atau coklat.

g. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai bagian pucuk batang.

h. Jumlah buku subur per tanaman diamati pada saat panen dengan cara menghitung jumlah buku yang terdapat polong.

i. Jumlah buku tidak subur per tanaman diamati pada saat panen dengan cara menghitung jumlah buku yang tidak terdapat polong.

j. Jumlah cabang per tanaman diamati pada saat panen dengan cara menghitung cabang yang terdapat pada batang tanaman.

k. Jumlah biji per tanaman adalah jumlah biji bernas yang ada pada tiap tanaman.

l. Jumlah polong per tanaman adalah jumlah polong yang dihasilkan tanaman.

(25)

n. Jumlah polong hampa adalah jumlah polong yang hampa.

o. Dugaan produksi tiap hektar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = produksi/petak x 10000 m2 / luas petakan

p. Kandungan lemak dan protein ditentukan berdasarkan analisis proksimat pada biji.

Selain data kuantitatif, karakter kualitatif yang diamati meliputi warna hipokotil, warna bunga, warna bulu batang, tipe percabangan, bentuk daun, ukuran daun, intensitas warna hijau daun, intensitas warna coklat pada polong, bentuk biji, warna kulit biji, kecerahan kulit biji, dan warna hilum. Kriteria pengamatan karakter kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Warna bunga adalah warna pada mahkota bunga yang dibedakan menjadi warna bunga putih dan ungu.

2. Warna bulu batang adalah warna bulu yang terdapat pada batang yang dibedakan menjadi putih, coklat muda, dan coklat tua.

3. Bentuk daun adalah bentuk lembaran daun tunggal yang dibedakan menjadi lanset, segitiga, oval meruncing, dan oval membulat.

4. Tipe percabangan ditentukan oleh sudut percabangan yang dibedakan menjadi tipe percabangan tegak, agak tegak, agak tegak-horizontal dan horizontal.

5. Tipe tumbuh dibedakan menjadi tipe determinate (terbatas), semi determinate (setengah terbatas), dan indeterminate (tidak terbatas).

6. Intensitas warna hijau daun ditentukan pada daun tua yang dibedakan menjadi hijau muda, hijau, dan hijau tua.

7. Intensitas warna coklat pada polong ditentukan pada polong yang sudah kuning yang dibedakan menjadi lemah, sedang, dan kuat.

8. Bentuk biji dibedakan menjadi bentuk biji bulat, bulat pipih, lonjong, dan lonjong pipih.

9. Warna biji adalah warna pada kulit biji kering yang dibedakan menjadi kuning muda, kuning, kuning tua, kuning hijau, hijau kuning, coklat muda, coklat, coklat tua, dan hitam.

10.Warna hilum adalah warna pada tempat melekatnya biji pada polong yang dibedakan menjadi putih, kuning, coklat muda, coklat tua, agak hitam, dan hitam.

Analisis Data

(26)

kelompok ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh genotipe ke-i

βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak genotipe ke-i dan kelompok ke-j

Data untuk gabungan dua musim diolah berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + Mi + Bj/i + Gk+ (MG)ik + ε

Keterangan:

ijk

i = galur 1,2..10 dan j=1, 2, 3

Yij = Pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j

M = Rataan umum

Mi = Pengaruh musim ke-i

Bj/i = Pengaruh kelompok ke-j tersarang dalam i Gk = Pengaruh genotipe ke-k

εijk = galat genotipe ke-k, kelompok ke-j, musim ke-i

Hubunganantar karakter kuantitatif ditentukan berdasarkan analisis korelasi. Korelasi antara dua sifat yang diamati ditentukan berdasarkan rumus:

rxy = cov

dimana :

xy

rxy = korelasi fenotipe sifat x dan y covxy = kovarian fenotipe sifat x dan y

= akar dari ragam fenotipe sifat x dan y

(27)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kondisi lingkungan tanam meliputi tanah dan iklim. Faktor tanah meliputi sifat fisik dan kimia tanah. Hasil analisis kimia dan fisik tanah pada penelitan ini tercantum pada Lampiran 2. Berdasarkan kriteria penilaian tanah menurut Schoeneberger et al. (2002) (Lampiran 4) jenis tanah pada lokasi penelitian termasuk tanah berlempung dengan kandungan pasir 48.33%, debu 29.62 % dan liat 23.06%. Tanah yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan lebih besar sehingga kemampuan menahan air lebih tinggi. Berdasarkan kriteria dari Pusat Penelitian Tanah 1993 (Lampiran 3), tanah pada lokasi penelitian tergolong masam atau ber pH rendah, kandungan C organik rendah, status hara makro rtergolong rendah sampai sedang, sedangkan hara mikro berkisar dari sangat rendah sampai rendah. Tanah dengan tekstur pasir yang dominan, umumnya memiliki kandungan organik yang rendah. Tanah bertekstur kasar yaitu, yang banyak mengandung pasir, memiliki pori tanah lebih besar dan jumlahnya lebih banyak terekspos. Kondisi ini mempengaruhi aksesibilitas mikroorganisme dekomposer pada substrat bahan organik menjadi lebih cepat dan lebih luas sehingga bahan organik akan cepat terurai dan hilang dari dalam tanah.

Penanaman dilakukan pada dua musim tanam, yaitu musim tanam pertama pada bulan April-Juli 2011 (Musim Kemarau) dan musim ke dua pada buan November 2011-Maret 2012 (Musim Penghujan). Pada musim tanam pertama, curah hujan rata-rata 180,25 mm/bulan, dengan suhu maksimum bulanan berkisar antara 31,180C-32,050C dan suhu minimum adalah 24,00C -24,7 0C. Pada musim tanam ke dua curah hujan rata-rata adalah 264,57 mm/bulan, dengan suhu maksimum berkisar antara 30,20C-32,40C dan suhu minimum 23,00C-24,30C.

Penanaman Musim Pertama

Tinggi Tanaman

(28)

kecil (Burton 1997). Aliran panas suhu dan lama penyinaran juga mempengaruhi perkembangan tanaman pada masa vegetatif sampai berbunga (Akmal 1999). Rendahnya batang kedelai di Mataram kemungkinan besar disebabkan oleh suhu yang panas pada siang hari dengan suhu maksimum 320C (Lampiran 5). Suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai adalah 250-300C. Penyinaran antara 45% sampai 85 % dapat meningkatkan fotosintesis yang kemungkinan mengakibatkan peningkatan pada pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan lebar daun) (Bunce

et al. 1977). Tinggi tanaman merupakan karakter penting dan biasanya digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Morfologi tanaman disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Morfologi tanaman kedelai setelah panen pada musim pertama. A. Varietas Anjasmoro B. Varietas Slamet C. Varietas Tanggamus D. Varietas Wilis dan E. Galur harapan KH 31.

Genotipe

Tabel 1 Rataan karakter vegetatif tanaman kedelai pada musim pertama

Tinggi tanaman

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%.

Hasil penelitian di Majalengka Jawa Barat, menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada musim kemarau berkisar antara 59,0-84,5 cm (Astuti 2011) yang lebih tinggi daripada tanaman kedelai di Mataram. Faktor yang mempengaruhi rendahnya tinggi tanaman di Mataram dibandingkan di Majalengka adalah curah hujan, suhu udara, dan kesuburan tanah. Curah hujan di Majalengka lebih tinggi dibandingkan dengan di Mataram. Selain itu, suhu udara di Majalengka yang

(29)

berkisar antara 270-280

Jumlah Cabang

C juga lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu udara di Mataram (Lampiran 5). Lahan sawah yang digunakan di Majalengka juga lebih subur daripada di Mataram.

KH 55 memiliki jumlah cabang yang paling banyak jika dibandingkan dengan galur yang diuji lainnya dan varietas pembanding, tetapi tidak berbeda nyata dengan Wilis (Tabel 1). Jumlah cabang mempengaruhi jumlah polong, karena cabang kedelai yang banyak mempunyai jumlah buku-buku yang banyak, dan setiap buku dapat menghasilkan bunga yang pada akhirnya akan menjadi polong.

Galur-galur yang diuji pada penelitian ini, memiliki jumlah cabang berkisar 2,4-3,1. Jumlah cabang tersebut relatif sama dengan hasil penelitian yang dilakukan di Majalengka, yaitu berkisar 1,8-3,8 (Astuti 2011).

Jumlah Buku

Pada musim pertama, galur KH 71 memiliki jumlah buku subur lebih tinggi jika dibandingkan dengan keempat varietas pembanding (Tabel 1).

Penelitian Astuti (2011) menunjukkan bahwa jumlah buku subur di Majalengka berkisar antara 9,4-13,6. Galur yang diuji pada penelitian ini memiliki jumlah buku subur relatif sama dengan hasil penelitian di Majalengka.

Jumlah buku tidak subur merupakan jumlah buku yang tidak menghasilkan polong. Semua galur yang diuji dan keempat varietas pembanding memiliki jumlah buku tidak subur yang relatif sedikit yaitu rata-rata kurang dari satu buku (Tabel 1).

Jumlah Polong

(30)

Tabel 2 Rataan karakter reproduktif tanaman kedelai pada musim pertama

Genotipe Jumlah polong isi per tanaman

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%.

Pada genotipe yang sama jumlah polong isi pada penelitian ini lebih sedikit dibandingkan dengan hasil penelitian di Majalengka (Astuti 2011) yang menghasilkan jumlah polong isi per tanaman berkisar 56,6-81,0. Banyaknya polong ditentukan oleh banyaknya buku pada cabang maupun batang. Jumlah polong yang banyak akan mengindikasikan tingginya produksi tanaman kedelai, walaupun tidak selalu berkorelasi positif. Banyaknya biji yang dihasilkan berpengaruh langsung pada produksi biji. Selain jumlah, ukuran biji juga menentukan produksi biji. Jumlah polong isi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang meliputi kesuburan tanah, suhu, air dan serangan hama penyakit. Perbedaan jumlah polong di Mataram dan di Majalengka disebabkan oleh pengaruh iklim. Di Mataram, pertumbuhan tanaman terhambat karena ketersediaan air yang kurang dan suhu yang tinggi yaitu sekitar 310

Galur KH 55 dan KH 71 menghasilkan jumlah polong hampa yang relatif lebih sedikit daripada galur lainnya dan tidak berbeda nyata dengan keempat varietas pembanding (Tabel 2). Kehampaan polong dapat dipengaruhi oleh hama dan penyakit, kesuburan tanah dan intensitas cahaya matahari (Deptan 2012).

C. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan vegetatif sampai pembentukan polong. Kedelai membutuhkan air pada saat pembungaan, pembentukan polong, dan pengisian polong. Ketidaktersediaan air pada fase tersebut, menyebabkan pembentukan dan pengisian polong terhambat (Adisarwanto & Widianto 2002).

Jumlah Biji

(31)

Jumlah bji per tanaman pada penelitian ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Majalengka. Jumlah biji per tanaman yang dihasilkan di Majalengka berkisar 101,1-154,4 g (Astuti 2011).

Produksi Biji per Tanaman

Produksi biji per tanaman berkorelasi positif dengan tinggi tanaman, jumlah cabang dan jumlah buku subur. Pada penanaman musim pertama (Tabel 2), produksi biji per tanaman dipengaruhi oleh ukuran biji. Hal ini dapat dilihat pada galur KH 9 yang jumlah bijinya lebih sedikit daripada varietas pembanding (kecuali Slamet), tetapi memiliki produksi biji per tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan keempat varietas pembanding.

Berdasarkan hasil uji kontras, produksi biji semua galur harapan lebih besar atau sama dengan varietas Anjasmoro. Galur KH 8, KH 55 dan KH 71 produksi bijinya nyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan keempat varietas pembanding (Tabel 3).

Tabel 3 Perbandingan produksi biji per tanaman antara galur harapan dan varietas pembanding pada musim pertama

Galur Harapan Varietas Pembanding

Nama Produksi biji (g) Anjasmoro (9,21 g) (6,98 g) Slamet Tanggamus (7,47 g) (8,18 g) Wilis

KH 8 11,06 > > > >

KH 9 10,43 = > > >

KH 31 9,60 = > > =

KH 38 8,01 = > = =

KH 55 11,26 > > > >

KH 71 11,92 > > > >

Keterangan: > lebih besar dari varietas pembanding & = sama dengan varietaspembanding menurut uji kontras.

Produksi Biji per Petak

(32)

Tabel 4 Populasi tanaman per petak, produksi biji per petak dan ukuran biji pada musim pertama

Genotipe Petakan tidak terkoreksi Petakan terkoreksi Ukuran

biji

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%.*) Jumlah tanaman sebelum panen.

Berdasarkan jumlah tanaman pada petakan yang tidak terkoreksi, enam galur yang diuji dan empat varietas pembanding mempunyai produksi per petak relatif berbeda tetapi tidak nyata. Urutan produksi tiap petak tidak terkoreksi ini berbeda dengan urutan produksi per petak yang terkoreksi dengan menggunakan jumlah tanaman yang sama. Berdasarkan jumlah tanaman yang terkoreksi, galur KH 71 mempunyai produksi per petak paling tinggi dibandingkan dengan empat varietas pembanding maupun dengan galur lainnya. Hal ini terjadi karena jumlah tanaman berbeda. Tingginya produksi per petak terkoreksi sangat dipengaruhi oleh jumlah tanaman yang tumbuh. Pada petakan yang jumlah tanamannya sedikit maka produksi per petakan terkoreksinya lebih tinggi dibandingkan dengan petakan yang jumlah tanamannya banyak (Tabel 4). Hal ini terjadi karena persaingan dalam mendapatkan nutrisi, air dan sinar matahari antar tanaman yang jumlahnya sedikit lebih rendah daripada yang jumlahnya banyak.

Pada penelitian ini, semua varietas pembanding mempunyai produksi biji yang lebih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil yang dideskripsikan oleh Deptan (2011) (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pada penelitian ini kurang mendukung, salah satunya adalah keadaan tanah.

pH tanah yang baik untuk pertumbuhan kedelai di Indonesia berkisar antara 5,5 -7,0 (Sumarno dan Manshuri 2007). pH tanah pada penelitian ini cukup rendah yaitu 4,9 (Lampiran 2). pH tanah yang cukup rendah dapat menghambat proses nitrifikasi dan fiksasi nitrogen karena molybdenum (Mo) kurang tersedia pada pH tanah yang rendah (< 5,5). Selain itu, ketersediaan unsur hara menurun bila pH tanah lebih rendah dari 5,5 (Nyakpa et al.1988).

(33)

Ukuran Biji

Ukuran biji untuk musim pertama termasuk dalam dua kategori yaitu ukuran biji sedang (10-14 g/100 biji) untuk varietas Slamet, Tanggamus, dan Wilis, dan ukuran biji besar (≥ 14 g /100 biji) untuk keenam galur harapan yang diuji dan varietas Anjasmoro (Tabel 5).

Menurut Suhartina (2003) Slamet, Tanggamus, dan Wilis merupakan varietas berbiji kecil. Pada penelitian ini varietas Slamet, Tanggamus, dan Wilis termasuk berbiji sedang. Seluruh galur yang diuji memiliki ukuran biji relatif sama (17,22-18,36 g/100 biji) dan lebih besar jika dibandingkan dengan varietas pembanding Anjasmoro, Slamet, Wilis, dan Tanggamus.

Ukuran biji dikendalikan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Liu et al. 2010). Ukuran biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan semasa proses pengisian biji, seperti kondisi yang kering menyebabkan ukuran biji menjadi lebih kecil. Ukuran biji merupakan salah satu kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai karena berkaitan dengan keinginan konsumen yang lebih menyukai biji berukuran besar. Peningkatan ukuran biji melalui seleksi harus dilakukan bersamaan dengan upaya peningkatan daya hasil (Suharno 2006).

Variasi dari faktor lingkungan dapat mempengaruhi pola pertumbuhan tanaman seperti halnya luas daun. Remobilisasi nitrogen dalam jumlah besar juga sangat menetukan dalam proses pengisian biji (Harmida 2010).

Hasil uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa secara umum ukuran biji (g/100 biji) keenam galur harapan yang diuji (17,78 g) lebih besar daripada varietas pembanding Slamet (11,09 g), Tanggamus (11,07 g), dan Wilis (13,45 g) tetapi sama dengan varietas Anjasmoro (16,68 g) (Tabel 5). Dengan meningkatnya ukuran biji galur harapan yang diuji dibandingkan varietas Slamet sebagai salah satu tetuanya (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa hasil persilangan antara varietas Slamet dan Nokonsawon telah memperbaiki salah satu sifat varietas Slamet secara genetik.

Tabel 5 Perbandingan ukuran biji antara galur dan varietas pembanding pada musim pertama

Galur Harapan Varietas Pembanding

Genotipe

(34)

Gambar 3 Bentuk dan ukuran biji kedelai pada musim pertama. A. Galur harapan KH 71 dan B. Varietas Slamet.

Umur Berbunga

Umur mulai berbunga menentukan genjah atau dalamnya umur tanaman. Umur mulai berbunga seluruh galur pada musim tanam pertama berkisar antara 31,27 HST-41,53 HST (Lampiran 6). Pada musim pertama KH 9 umur berbunganya relatif lebih cepat dibandingkan dengan galur lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2011) galur yang diuji memiliki umur berbunga berkisar antara 29-33 HST. Hal ini menunjukkan bahwa umur berbunga pada penelitian ini relatif lebih lama daripada umur tanaman yang dilakukan oleh Astuti (2011) di Majalengka.

Umur Panen

Pada musim tanam pertama, semua galur dipanen pada umur berkisar antara 92-95 hari. Panen dilakukan secara tidak bersamaan karena tanaman dalam petakan memiliki umur panen yang berbeda-beda.

Umur panen pada penelitian ini relatif sama dengan umur panen pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2011) yaitu 90 hari. Masa reproduktif yang lama dapat meningkatkan hasil kedelai melalui peningkatan jumlah polong dan buku produktif (Syatrianti et al. 2008).

(35)

Penanamana Musim ke Dua

Tinggi Tanaman

Berdasarkan kriteria Deptan (2007), Tinggi tanaman pada musim ke dua tergolong yaitu sangat tinggi (>86 cm) untuk enam galur yang diuji (Tabel 6). Varietas Tanggamus, Slamet dan Wilis dari percobaan ini juga mempunyai batang yang lebih tinggi daripada tanaman yang di deskripsikan oleh Deptan (2011) (Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan pada percobaan ini sangat mendukung untuk pertumbuhan batang. Morfologi tanaman kedelai disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Morfologi tanaman kedelai setelah panen pada musim ke dua. A.Varietas Anjasmoro, B. Varietas Slamet, C. Varietas Tanggamus D. Varietas Wilis dan E. Galur KH 8 .

Secara umum tanaman pada musim kedua lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada musim pertama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh curah hujan musim ke dua lebih tinggi jika dibandingkan musim pertama. Penelitian yang dilaporkan Suyanto dan Adisarwanto (2006) menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada pengairan optimal rata-rata 82,8 cm dan akan menurun 23% pada kondisi tercekam kekeringan. Salah satu faktor pendukung adalah curah hujan yang tinggi sekitar 327 mm/bulan dan merata (BMKG Kecamatan Gunungsari Lombok Barat November 2011) (Lampiran 3). Curah hujan yang tinggi dan relatif merata dapat mengakibatkan pertumbuhan generatif dan pembentukan polong kedelai optimal sehingga dapat meningkatkan hasil kedelai (Sumarni & Manshuri 2007).

(36)

Genotipe

Tabel 6 Rataan karakter vegetatif tanaman pada musim ke dua

Tinggi tanaman

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan dengan taraf kesalahan 5%.

Jumlah Polong

KH 55 memiliki jumlah polong isi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas Anjasmoro dan galur yang diuji lainnya. Jumlah polong hampa yangpaling sedikit pada galur KH 31 dan KH 38 jika dibandingkan dengan empat varietas pembanding dan galur lain walaupun tidak selalu nyata (Tabel 7). Walaupun galur KH 71 menghasilkan jumlah polong hampa lebih banyak tetapi produksinya relatif sama dengan galur KH 8, KH 9, KH 31 dan KH 38 (Tabel 7). Jumlah polong isi pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Majalengka yang berkisar antara 56,6- 68,1.

Polong hampa pada penelitian ini relatif sama jika dibandingkan dengan penelitian di Majalengka yang dilakukan oleh Astuti (2011) yang berkisar 1,1-4,5. Polong hampa varietas Anjasmoro dan Tanggamus pada penelitian di Majalengka lebih sedikit jika dibandingkan dengan penelitian ini, meskipun jumlah polong hampa lebih banyak tetapi produksinya lebih tinggi (Tabel 7).

Tabel 7 Rataan karakter reproduktif tanaman pada musim ke dua

Genotipe Jumlah polong isi per tanaman

(37)

Jumlah Biji

KH 55 memiliki jumlah biji paling banyak dibandingkan dengan varietas Anjasmoro dan galur yang diuji lainnya (Tabel 7). Jumlah biji berkorelasi kuat terhadap jumlah polong dan jumlah polong isi (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah polong isi menentukan jumlah biji per tanaman.

Produksi Biji per Tanaman

Pada musim ke dua, enam galur yang diuji memiliki produksi biji per tanaman lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas Anjasmoro (Tabel 7).

Produksi biji per tanaman pada musim ke dua berkorelasi negatif terhadap komponen bukan produksi yaitu tinggi tanaman dan berkorelasi positif terhadap komponen produksi yaitu jumlah polong, jumlah polong isi dan jumlah biji (Tabel 7).

Gambar 5 Bentuk dan ukuran biji kedelai pada musim ke dua A.Galur KH 55 dan B. Varietas Slamet.

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi dipengaruhi oleh jumlah polong, jumlah polong isi dan jumlah biji akan tetapi tidak dipengaruhi oleh ukuran biji dan tinggi tanaman.

Tabel 8 Korelasi antar karakter kuantitatif pada musim ke dua

Karakter TT JC JS JBJ JPI JP JBK UB

JC -0,122*

JS 0,089 0,126*

JBJ 0,174** -0,304** -0,265**

JPI -0,270** 0,391** 0,011** 0,732**

JP 0,107** 0,311** 0,192 -0,221** 0,765**

JBK -0,012* 0,422** 0,092 1,000 0,732** 0,723**

UB -0,125* 0,326** 0,029 0,542** 0,656** 0,382** -0,193**

PB -0,048 0,104 0,059 0,402** 0,176** 0,152** 0,402** -0,100

Keterangan: *berkorelasi pada alpha 5%, **berkorelasi pada alpha 1%

TT: Tinggi tanaman, JC: Jumlah cabang per tanaman, JS: Jumlah buku subur per tanaman, JPI: Jumlah polong isi per tanaman, JP: Jumlah polong per tanaman, JBJ: Jumlah biji per tanaman, JBK: Jumlah buku, UB: Ukuran biji, PB: Produksi biji per tanaman.

(38)

Berdasarkan hasil uji kontras secara umum keenam galur harapan mempunyai rata-rata produksi biji per tanaman (25,97 g) lebih tinggi dari pada rata-rata keempat varietas pembanding (21,75 g). Setiap galuar harapan yang empat varietas diuji memiliki produksi biji per tanaman lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas Anjasmoro. Galur KH 55 yang produksinya lebih tinggi daripada empat varietas pembanding (Tabel 9).

Tabel 9 Perbandingan produksi biji per tanaman antara galur harapan dengan varietas pembanding pada musim ke dua

Galur Harapan Varietas Pembanding Nama Produksi

Keterangan: > lebih besar daripada varietas pembanding & = sama dengan varietas pembanding menurut uji kontras.

Produksi Biji per Petak

KH 55 mempunyai produksi per petak paling tinggi jika dibandingkan dengan varietas pembanding maupun galur lainnya (Tabel 11). Berdasarkan jumlah tanaman yang sama dalam satu petak, galur KH 55 mempunyai produksi tiap hektar paling tinggi jika dibandingkan dengan empat varietas pembanding maupun galur lainnya. Pada percobaan ini varietas Anjasmoro dan Slamet memiliki produksi yang lebih rendah dari potensinya (Lampiran 1), tetapi varietas Tanggamus dan Wilis berpotensi lebih tinggi dibandingkan dengan potensinya.

Tabel 10 Populasi tanaman per petak, produksi biji per hektar dan ukuran biji pada musim ke dua

Genotipe Petakan tidak terkoreksi Petakan terkoreksi Ukuran

biji

(39)

Ukuran Biji

Pada musim ke dua, semua galur harapan yang diuji dan varietas Anjasmoro termasuk dalam kategori berbiji besar (≥ 14 g/100 biji), sedangkan varietas Wilis dan Slamet berbiji sedang (10-14 g/100 biji) dan vaietas Tanggamus berbiji kecil (<10 g/100 biji).

Semua galur harapan yang diuji mempunyai ukuran biji (g/100 biji) lebih besar jika dibandingkan dengan keempat varietas pembanding (Tabel 10 dan Tabel 12). Ukuran biji ditentukan oleh potensial genetik tanaman kedelai dan masih bisa berubah oleh kondisi lingkungan. Hasil biji merupakan total fotosintat yang disimpan dalam biji, dan besarnya merupakan hasil perkalian antara laju akumulasi bahan kering di biji dengan periode pengisian biji dan jumlah biji (Harmida 2010).

Hasil uji kontras orthogonal menunjukkan bahwa biji dari keenam galur harapan memiliki ukuran lebih besar daripada keempat varietas pembanding. Pada musim tanam ke dua KH 71 memiliki ukuran biji yang paling besar jika dibandingkan galur lainnya dan keempat varietas pembanding (Tabel 11). Dengan meningkatnya ukuran biji galur harapan dibandingkan varietas Slamet sebagai salah satu tetuanya berarti bahwa hasil persilangan antara varietas Slamet dan Nokonsawon telah memperbaiki salah satu sifat varietas Slamet secara genetik. Dalam hal ini, galur harapan seperti KH 71 memiliki ukuran biji yang lebih besar daripada varietas Slamet (Gambar 6).

Tabel 11 Perbandingan ukuran biji antara galur harapan dan varietas pembanding pada musim ke dua

Galur Harapan Varietas Pembanding

Genotipe

Keterangan: > lebih besar daripada varietas pembanding & = sama dengan varietas pembanding menurut uji kontras

Umur Berbunga

(40)

tinggi (Susanto & Adie 2008). Selain curah hujan, temperatur musim ke dua rata-rata sekitar (23,5°C) lebih rendah jika dibandingkan musim pertama (31°C). Temperatur berhubungan dalam menentukan waktu berbunga dan pembentukan polong. Suhu hangat dapat mempercepat pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Sebaliknya, suhu yang lebih dingin akan menghambat kedua proses tersebut (Adie et al. 2006).

Jika dibandingkan dengan penelitian di Majalengka (Astuti 2011) umur berbunga pada penelitian ini lebih lama. Umur berbunga pada penelitian di Majalengka berkisar antara 35,8-40,1 HST, sedangkan pada penelitian ini, umur berbunga berkisar antara 55-65,47 HST.

Umur Panen

Pada musim ke dua, seluruh galur mempunyai umur panen antara 120-125 HST. Berdasarkan umur panen, kedelai dibedakan menjadi sangat genjah (<70 HST), genjah (70-79 HST), sedang (80-85 HST), dalam (86-90 HST) dan sangat dalam (>90 HST) (Deptan 2007). Pada musim ke dua ini semua galur maupun pembandingnya termasuk berumur sangat dalam karena lebih dari 90 HST. Waktu panen musim ke dua lebih lama dibanding musim pertama kemungkinan disebabkan curah hujan pada musim ke dua yang lebih tinggi dibandingkan musim pertama.

Pengelompokan Galur Berdasarkan Produksi dan Ukuran Biji

(41)

Gambar 6 Pengelompokkan 10 genotipe berdasarkan produksi dan ukuran biji.

ukuran biji ( gr/ 100 biji)

p

ukuran biji ( gr/ 100 biji)

p

ukuran biji ( gr/ 100 biji)

(42)

Sepuluh genotipe pada musim pertama, dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Gambar 7 A). Kelompok satu terdapat pada kuadran 1, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih tinggi dari pada varietas Anjasmoro dan ukuran biji relatif lebih besar. Kelompok satu terdiri atas 5 galur harapan yaitu adalah KH 8, KH 9, KH 55 dan KH 71. Kelompok dua terdapat pada kuadran 2, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman kurang dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji besar, terdiri dari satu genotipe adalah KH 38. Kelompok tiga terdapat pada kuadran 3, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman kurang dari varietas Anjasmoro dan berukuran biji sedang, terdiri dari varietas Tanggamus, Slamet dan Wilis.

Pada musim ke dua, enam galur dan empat varietas sebagai pembanding dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok (Gambar 7 B). Kelompok satu terdapat pada kuadran 1, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman untuk semua galur yang diuji lebih dari empat varietas pembanding dan berukuran biji besar. Kelompok dua terdapat pada kuadran3, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih tinggi dari varietas Anjasmoro dan ukuran biji sedang yaitu varietas Tanggamus, Slamet dan Wilis.

Pada gabungan dua musim tanam, enam galur harapan dan empat varietas pembanding dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Gambar 7 C). Kelompok satu terdapat pada kuadran 1, galur KH 8, KH 9, KH 31, KH 55 dan KH 71 mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih tinggi dari varietas Anjasmoro dan KH 38 dan ukuran biji lebih besar. Kelompok dua terdapat pada kuadran 2, mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih rendah yaitu varietas Anjasmoro dari KH 38 dan ukuran biji besar. Kelompok tiga terdapat pada kuadran 3, mempunyai ciri produksi biji per tanaman lebih tinggi dari varietas Anjasmoro dan berukuran biji sedang yaitu varietas Slamet, Tanggamus dan Wilis.

Berdasarkan ketiga pengelompokan ini, galur KH 8 KH 9, KH 55 dan KH 71 merupakan galur yang unggul sehingga keempat galur ini berpotensi untuk di daftarkan menjadi varietas nasional. Keempat galur tersebut berada dalam satu kelompok dengan ciri-ciri produksi lebih tinggi dari keempat varietas pembanding dan ukuran biji lebih besar.

Interaksi Antar Musim dan Daya Adaptasi

Produksi kedelai sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genotipe, dan interaksi genotipe x lingkungan. Interaksi genotipe dengan lingkungan berguna dalam menentukan wilayah adaptasi suatu genotipe pada lingkungan tertentu, menentukan adaptabilitas dan stabilitas suatu genotipe (Rao et al. 2002).

Secara keseluruhan produksi biji per tanaman pada musim pertama lebih rendah jika dibandingkan dengan musim ke dua. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh curah hujan mencukupi pada musim ke dua (Lampiran 4) sehingga pertumbuhan tanaman kedelai lebih baik terutama pada saat pengisian polong.

(43)

vegetatif, pembungaan dan pengisian polong (Adie 1992). Pada saat pertumbuhan vegetatif, pembentukan bunga dan pengisian polong di musim tanam pertama, terjadi kekurangan air karena tidak cukup hujan (Lampiran 4) dibandingkan musim ke dua (Lampiran 4). Pada saat pengisian polong, kekurangan air akan mempengaruhi produksi tanaman kedelai. Terjadinya kekurangan air pada jaringan tanaman walaupun dalam periode singkat dapat menurunkan aktifitas fotosintesis dan metabolisme yang berakibat langsung pada penurunan hasil (Nur

et al. 2006).

Tabel 12 Perbandingan produksi biji antara galur harapan dan varietas pembanding pada dua musim tanam

Galur Harapan Produksi rata-rata ke empat varietas pembanding (12,87 g) Genotipe Produksi biji (g)

KH 8 18,07 >

Keterangan: > lebih besar daripada varietas pembanding & = sama dengan varietas pembanding menurut uji kontras.

Tabel 13 Perbandingan ukuran biji antara galur harapan dan varietas pembanding pada dua musim tanam

Galur Harapan Produksi rata-rata ke empat varietas

pembanding (14,86 g/100 biji)

Genotipe Ukuran biji (g/100 biji)

Keterangan: > lebih besar daripada varietas pembanding & = sama dengan varietas pembanding menurut uji kontras.

Pada gabungan dua musim tanam enam galur yang diuji KH 9, KH 31, KH 38 dan KH 71 memiliki produksi biji dan relatif sama jika dibandingkan dengan rata-rata dari keempat varietas pembanding, sedangkan KH 55 dan KH 71 memiliki produksi biji lebih tinggi (Tabel 12). Keenam galur harapan yang diuji memiliki ukuran biji lebih besar daripada keempat varietas pembanding (Tabel 13).

(44)

lingkungan dan musim digolongkan sebagai genotipe yang stabil (Arsyad et al.

2006).

Beberapa model atau metode untuk dapat digunakan menjelaskan dan mengintrepretasikan respon genotipe terhadap kondisi lingkungan. Salah satumetode tersebut adalah additive main effect multiplicative interaction

(AMMI). Model AMMI merupakan suatu model gabungan dari pengaruh aditif pada analisis ragam dan pengaruh multiplikasi pada analisis komponen utama yang dapat menjelaskan pengaruh interaksi antar genotipe dan lingkungan dengan menggunakan pendekatan analisis komponen utama (Nur et al. 2007).

Galur kedelai dengan skor KU (komponen utama) produksi biji tiap tanaman > 0 memperlihatkan respons positif (beradaptasi baik) pada musim ke dua, sedangkan yang memiliki skor KU produksi biji tiap tanaman < 0 memperlihatkan respon positif pada musim pertama, begitu juga sebaliknya.Galur yang mempunyai jarak paling dekat dengan titik perpotongan nol dianggap memiliki adaptasi yang baik pada musim pertama dan musim ke dua.

Berdasarkan analisis AMMI, dapat diketahui bahwa KH 8, KH 9, KH 31, KH 71 dan varietas Anjasmoro sesuai ditanam pada musim pertama. Galur KH 55 dan KH 71 mampu memproduksi biji lebih tinggi dari pada rata-rata produksi biji per tanaman. Musim ke dua lebih cocok untuk galur KH 55, KH 38, varietas Tanggamus, Slamet, dan Wilis. Galur yang memproduksi biji di atas rata-rata pada musim ke dua hanya KH 55. Selain itu, galur KH 9, KH 31, KH 55, dan cukup stabil atau dapat beradaptasi baik di kedua musim tanam (Gambar 7).

Gambar 7 Biplot pengaruh interaksi model AMMI untuk data produksi biji per tanaman.

Galur yang hasilnya cukup baik bila diadaptasikan pada daerah tertentu dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan pengujiannya dengan tujuan untuk mendapatkan varietas unggul spesifik lokasi, seperti KH 71 yang tidak beradaptasi baik (spesifik lingkungan) pada dua musim tanam tapi dapat beradaptasi pada musim tanam pertama.

(45)

Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif diamati pada musim tanam ke dua. Hal ini karena karakter kualitatif hanya dikendalikan oleh sedikit gen sehingga akan sama untuk musim pertama dan musim kedua. Semua galur yang diuji mempunyai warna bunga ungu yang sama dengan keempat varietas pembanding (Lampiran 8).

Semua galur yang diuji memiliki tipe tumbuh determinate. Varietas pembanding Anjasmoro, Slamet dan Wilis juga memiliki tipe tumbuh determinate, sedangkan Tanggamus memiliki tipe tumbuhnya semi determinate. Varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi dicirikan oleh sifat tipe tumbuh determinate, dimana distribusi cahaya dalam tajuk tanaman baik, serta memiliki periode pengisian biji lebih lama dan laju pengisian biji tinggi sehingga produksi dapat ditingkatkan (Susanto & Adie 2008).

Sebagian besar galur yaitu KH 8, KH 9, KH 31, KH 38, KH 55 dan KH 71 memiliki warna bulu batang coklat muda sama dengan varietas pembanding Tanggamus sedangkan varietas Slamet dan Wilis berwarna coklat tua. Varietas pembanding Anjasmoro mempunyai warna bulu batang putih (Lampiran 8).

Tipe percabangan galur adalah tegak (KH 8 dan KH 55) dan agak tegak (KH 9, KH 31, KH 38 dan KH 71, sedangkan varietas pembanding Anjasmoro, Slamet, dan Tanggamus tipe percabangannya tegak, dan Wilis tipe percabangannya agak tegak. Bentuk daun pada tanaman kedelai diduga memiliki efek pleitropi terhadap beberapa komponen hasil. Daun lancip cenderung mempunyai jumlah polong dan hasil yang lebih tinggi daripada bentuk daun oval (Susanto & Adie 2008). Galur KH 8, KH 9, KH 31, KH 55, dan KH 71 memiliki bentuk daun lanset sama dengan varietas pembanding Wilis dan Tanggamus. Galur KH 38 memiliki bentuk daun oval meruncing sama dengan varietas pembanding Anjasmoro dan Slamet.

Kategori intensitas warna hijau daun berdasarkan deskripsi Deptan (2007) adalah hijau muda, hijau dan hijau tua. Semua galur yang diuji memiliki intensitas warna daun hijau sama dengan varietas pembanding kecuali varietas Wilis yang intensitas daunnya berwarna hijau tua.

Enam galur yang diuji yaitu memiliki warna polong coklat tua yang relatif sama dengan varietas Slamet. Warna polong coklat sedang pada varietas Wilis dan Tanggamus adalah coklat sedang. Varietas Anjasmoro memiliki intensitas warna coklat muda pada polongnya. Bentuk biji berdasarkan deskripsi Deptan (2007) adalah bulat, bulat pipih, lonjong, lonjong pipih. Galur yang memiliki bentuk biji lonjong adalah KH 8, KH 9, KH 31 dan KH 55 yang sama dengan varietas Slamet, Wilis dan Tanggamus, sedangkan KH 71 memiliki bentuk biji bulat sama dengan varietas pembanding Anjasmoro.

Warna kulit biji dibedakan menjadi kuning muda, kuning, kuning tua, kuning hijau, hijau kuning, coklat muda, coklat, coklat tua, dan hitam (Deptan 2007). Seluruh galur yang diuji memiliki warna kulit biji yang relatif sama dengan empat varietas pembanding (varietas Anjasmoro, Slamet, Wilis dan Tanggamus) yaitu kuning.

(46)

dan KH 38 yang sama dengan varietas Wilis, Tanggamus, Slamet. Galur KH 8, KH 9, KH 55 dan KH 71 memiliki kecerahan kulit biji mengkilap adalah sama dengan varietas pembanding Anjasmoro.

Warna hilum pada tanaman kedelai berdasarkan Deptan (2007) adalah putih, kuning, coklat muda, coklat tua, agak hitam, dan hitam. Seluruh galur harapan yang diuji memiliki warna hilum coklat muda yang sama dengan warna hilum pada varietas Anjasmoro, sedangkan varietas Slamet, Tanggamus dan Wilis warna hilumnya coklat tua.

Kandungan Protein dan Lemak

Enam galur harapan yang diuji memiliki kandungan protein berkisar antara 33,31% - 37,61%. Galur KH 8 mempunyai kandungan protein yang paling tinggi yaitu 37,61%, sedangkan galur yang paling rendah kandungan proteinnya adalah KH 31 yaitu 33,31%. Jika dibandingkan dengan varietas Anjasmoro, semua galur mempunyai kandungan protein yang lebih rendah. Galur KH 8, KH 31, KH 55 dan KH 71 mempunyai kandungan lemak lebih tinggi dari pada empat varietas pembanding (Tabel 14).

Tabel 14 Kandungan protein dan lemak biji kedelai

Genotipe Kandungan protein (%) Kandungan lemak (%)

KH 8 37,61 21,91

KH 9 34,92 19,84

KH 31 33,31 21,60

KH 38 35,92 17,82

KH 55 36,69 22,02

KH 71 36,82 22,97

Tanggamus 38,26 19,85

Wilis 35,80 18,18

Slamet 38,24 19,84

Anjasmoro 40,37 17,56

(47)

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada musim pertama, untuk galur yang diuji KH 55 dan KH 71 menghasilkan biji (produksi biji per tanaman) lebih tinggi dibandingkan dengan empat varietas pembanding (Anjasmoro, Slamet, Tanggamus dan Wilis).

Pada musim tanam ke dua, untuk produksi biji per tanaman dari ke enam galur yang diuji lebih tinggi dibandingkan empat varietas pembanding, akan tetapi KH 71 memproduksi biji paling tinggi dari empat varietas pembanding dan galur lainnya. Semua galur yang diuji memiliki ukuran biji lebih besar jika dibandingkan dengan empat varietas pembanding walaupun tidak selalu nyata.

Pada musim pertama dan ke dua dari enam galur harapan yang diuji KH 55 dan KH 71 memiliki produksi biji paling tinggi.

Pada gabungan dua musim tanam, galur KH 8, KH 9, KH 55, dan KH 71 mempunyai ciri-ciri produksi biji per tanaman lebih tinggi dan ukuran biji lebih besar dari empat varietas pembanding. Galur KH 8, KH 9, KH 31, KH 71 dan varietas Anjasmoro sesuai ditanam pada musim pertama. Sementara musim ke dua cocok untuk galur KH 55, KH 38, varietas Tanggamus, Slamet, dan Wilis. Pada penelitian ini, musim tanam ke dua lebih baik dibandingkan dengan musim pertama, yang menunjukkan bahwa kedelai dapat tumbuh lebih baik pada musim awal penghujan.

Saran

Galur KH 55 dan KH 71 berpotensi untuk dijadikan varietas unggul baru. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap galur-galur harapan kedelai tersebut pada tempat dan kondisi lingkungan yang berbeda, sehingga dapat dilepas sebagai calon varietas unggul.

DAFTAR PUSTAKA

[Balitkabi] Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2011.

Pengembangan Sistem Perbenihan Kedelai Berbasis Komunitas. [terhubung

berkala]

September 2011].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Tabel luas paen, produksi tanaman kedelai

seluruh propinsi [terhubung berkala] http//www.bps.go.id/tnmn_pgn,php?eng=0.[28 November 2012 ]

[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan kedelai (Glycine max L. Merr). http//www.deptan.go.id [10 Desember 2011 ].

Gambar

Gambar 1 Stadia pertumbuhan tanaman kedelai (Irwan 2006)
Tabel 1 Rataan karakter vegetatif tanaman kedelai pada musim pertama
Tabel 2 Rataan karakter reproduktif tanaman kedelai pada musim pertama
Tabel 4 Populasi tanaman per petak, produksi biji per petak dan ukuran biji pada musim pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan masjid di sisi barat dan bangunan penting lain di sekitar alun-alun tersebut menurut Lisa Dwi Wulandari terkait dengan konsep alun-alun sebagai upaya untuk memadukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan gegar budaya pada mahasiswa

bahwa hasil Pengambilan Keputusan dalam Tabel Rekapitulasi Nilai Kegiatan Audit (EQI- F077) Nomor Urut 130.1 tanggal 29 Desember 2016 menunjukkan PT DELSHARAYA PRIMA

Selain senibina tradisi Melayu, penyelidik turut menjelaskan penggunaan atap singgora pada senibina Siam seperti wakaf Siam yang terdapat di Kelantan.. Perbincangan

Abu dasar batubara merupakan bahan buangan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat

Prinsip dasarnya adalah jika seseorang melihat bahwa performance yang tinggi itu merupakan jalur (path) untuk memuaskan need (goal) tertentu, maka ia akan

Namun, jika si anak mendapatkan asuhan yang kurang baik, tidak konsisten, dan tidak dapat diandalkan, ia akan membangun rasa ketidakpercayaan dan tidak akan memiliki

No, ono ˇsto ˇ cini bit opisane tehnike jest ˇ cinjenica da moˇ zemo pokazati i obrnutu tvrdnju − za dokaz Teorema 2.1.4, odnosno ekvivalentne tvrdnje (2.1), dovoljno je