TUGAS AKHIR
KAJIAN KUAT TEKAN BEBAS PADA TANAH
LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN GYPSUM
DAN ABU AMPAS TEBU
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh :
07 0404 128
Deddy Jhon Jonatan Gultom
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Stabilisasi tanah sering sekali digunakan dalam proyek konstruksi guna memperbaiki struktural tanah di lapangan. Proses stabilisasi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara mencampurkan bahan stabilisator sepertigypsum, semen, bitumen, dan bahan-bahan olahan limbah pabrik seperti abu ampas tebu, abu sekam padi, abu cangkang sawit.
Penelitian ini meneliti suatu proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan campuran gypsum yang telah ditetapkan kadarnya sebesar 2% dan abu ampas tebu yang telah lolos ayakan nomor 200 dengan variasi kadar masing-masing campuran sebesar 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, 13%, 14% serta 15% dan diuji terhadap uji kuat tekan bebas tanah (Unconfined Compression Test).
Tanah yang digunakan adalah tanah dengan jenis lempung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 19,05 %, berat jenis tanah 2,64, batas cair 43,36 %. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gypsum dan abu ampas tebu pada tanah lempung dengan waktu pemeraman 7 hari (curing)mengakibatkan menurunnya batas cair serta nilai indeks plastisitas. Dengan bertambahnya persentase abu ampas tebu, kepadatan maksimum cenderung meningkat hinggapada persentase maksimum abu ampas tebu sebesar 8%. Kemudian nilai kepadatan maksimum menurun.Nilai kuat tekan yang diperoleh meningkat seiring bertambahnya kadar abu ampas tebu hingga batas maksimum nilai kuat tekan terbesar yang diperoleh pada kadar abu ampas tebu 8% yaitu sebesar 2,453 kg/cm².
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur di panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
atas segala berkat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan TugasAkhir ini dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil
bidang Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara, dengan judul “Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah
Lempung yang Distabilisasi dengan Gypsum dan Abu Ampas Tebu”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga
penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang
telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada
Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Ika Puji Hatuty, ST.MT sebagai Dosen
Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika
Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Teristimewa untuk keluarga saya, ayahanda Drs. Johanes Samping Aoh
dan ibunda saya Dr. Mastiur Panggabean, dan adik saya Dheby Eti
Caroline Gultom terima kasih yang teramat dalam untuk segala
pengorbanan cinta kasih yang tiada batas, dukungan dan doa.
8. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
9. Teman-teman saya angkatan 2007Samuel Pasaribu, Dedy G Simanjutak,
Markus Branly Siregar, Boyma Sinaga, Jefferey Bakara , Doan Siahaan,
Rustxell Simanungkalit dan Andreas Siahaan serta teman-teman
mahasiswa/i angkatan 2007 sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan
seluruhnyaterima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
10.Buat adik 2009 Elisa Dwijayanti Purba, terima kasih atas segala dorongan
dan motifasi dalam pengerjaan Tugas Akhir ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
11.Buat adik-adik saya 2010, yang telah membantu penulis baik dalam
kuliah, tugas, dan praktikum Tugas Akhir. Michael Tambunan, Agave
Pasaribu, Abdul Bangun, Anggi Badia Sihite, Nagel Sinaga, Steven
Rajagukguk, Ok Mudrikah serta adik-adik mahasiswa/i angkatan 2010sipil
lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnyaterima kasih atas semangat
dan bantuannya selama ini.
12.Asisten Lab. Mekanika Tanah USU yang turut membantu dan
memberikan izin, Iqbal Pasaribu dan Adik-adik 2011 Yogi, Jeriko
Sihotang asisten Lab. Mekanika Tanah USU yang lain, serta Adik-adik
angkatan 2013 yang membantu eksperimen Yogi , Akmal , Novra dan
Pacuk terimakasih atas kerjasamanya.
13.Asisten Lab. Jalan Raya USU yang telah memberikan bantuan dan izin
peminjaman tempat sementara kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pengujian Tugas Akhir penulis. Terimakasih atas
kerjasamanya.
14.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya
dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi
Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar–besarnya bagi kita semua.Amin.
Medan, Mei 2014
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Umum ... 1
1.2 Latar Belakang ... 2
1.3 Rumusan Masalah ... 3
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Metodologi Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Tanah ... 7
2.2 Elemen Tanah ... 9
2.3 Uji Klasifikasi Tanah ... 15
2.3.1Batas-Batas Atterberg ... 15
2.3.1.1 Batas Cair ... 16
2.3.1.2 Batas Plastis ... 18
2.3.1.4 Indeks Plastisitas ... 19
2.5.2.1 Kaolinite ... 32
2.5.2.2 Illite ... 34
2.5.2.3 Montmorillonite ... 35
2.5.3 Sifat Umum Lempung ... 36
2.6 Stabilisasi Tanah ... 41
2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah ... 41
2.6.2 Stabilisasi Tanah dengan Gypsum ... 46
2.6.2.1 Gypsum ... 47
2.6.2.2 Komposisi Kimia Gypsum ... 49
2.6.3 Stabilisasi Tanah dengan Abu Ampas Tebu ... 50
2.6.3.1 Abu Ampas Tebu ... 50
2.6.3.2 Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II ... 51
2.7 Pemadatan Tanah... 53
2.7.2 Pemadatan Laboratorium dan Pemadatan Lapangan ... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 67
3.1 Program Penelitian ... 67
3.2 Pekerjaan Persiapan ... 69
3.3 Proses Pengambilan Sampling Tanah ... 69
3.4 Pekerjaan Laboratorium ...70
3.5.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 70
3.5.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 71
3.5.2.1 Uji Proctor Standar... 71
3.5.2.2Uji UCT ... 72
3.5 Analisis Data Laboratorium ... 72
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73
4.1 Pendahuluan ... 73
4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 73
4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 73
4.2.2.1 Batas Cair ... 78
4.2.2.2 Batas Plastis ... 79
4.2.2.3 Indeks Plastisitas ... 80
4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 81
4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah ... 81
4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah dengan Bahan Stabilisator ... 83
4.3.3 Berat Isi Kering Maksimum ... 84
4.3.4 Kadar Air Maksimum Campuran ... 85
4.3.5 Pengujian Kuat Tekan Bebas ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
5.1 Kesimpulan ... 90
5.2 Saran ... 91
DAFTAR GAMBAR
2.1 Tiga Fase Elemen Tanah 9
2.2 Batas-Batas Atterberg 16
2.3 Alat Uji Batas Cair 17
2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah 23
2.5 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 25
2.6 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 27
2.7 Struktur Atom Mineral Lempung 32
2.8 Struktur Kaolinite 33
2.9 Struktur Illite 35
2.10 Struktur Montmorillonite 36
2.11 SifatDipolarMolekulAir 39
2.12 MolekulAirDipolardalamLapisanGanda 39
2.13 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 55
2.14 Skema Uji Tekan Bebas 59
2.15 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan
qudi atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap 60
2.16 Grafik Hubungan Tegangan Normal dan Tegangan Geser 62 2.17 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded 62
2.18 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded 63
3.1 Diagram Alir Penelitian 68
4.1. Plot grafik klasifikasi USCS 75
4.2. Grafik analisa saringan 75
4.3. Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 76 4.4. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL)
denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan abu ampas tebu
dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 78
4.5. Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL)
denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan abu ampas tebu
4.6. Grafik hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP)
denganpersentase bahan stabilisator gypsum dan abu ampas tebu
dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 80
4.7. Kurva kepadatan tanah 82
4.8. Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks)
tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama
7 hari. 84
4.9. Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt )
danvariasi campuran dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 86 4.10. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan
regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli
dan tanah remoulded. 88
4.11. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan
DAFTAR TABEL
2.1 Derajat KejenuhandanKondisi Tanah 12
2.2 Berat Jenis Tanah 15
2.3 IndeksPlastisitas Tanah 19
2.4 AktivitasTanahLempung 37
2.5 Pengujian Pemadatan Proctor 54
2.6 Hubungan Kuat Tekan Bebas Lempung Dengan Konsistensinya 61
2.7 Sensitifitas Lempung 64
4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 74
4.2 Data HasilUjiAtterberg Limit 77
4.3 Data UjiPemadatan Tanah 82
4.4 Data Hasil Uji Pemadatan (Compaction) 83
DAFTAR TABEL
2.8 Derajat KejenuhandanKondisi Tanah 12
2.9 Berat Jenis Tanah 15
2.10 IndeksPlastisitas Tanah 19
2.11 AktivitasTanahLempung 37
2.12 Pengujian Pemadatan Proctor 54
2.13 Hubungan Kuat Tekan Bebas Lempung Dengan Konsistensinya 61
2.14 Sensitifitas Lempung 64
4.6 Data Uji Sifat Fisik Tanah 74
4.7 Data HasilUjiAtterberg Limit 77
4.8 Data UjiPemadatan Tanah 82
4.9 Data Hasil Uji Pemadatan (Compaction) 83
ABSTRAK
Stabilisasi tanah sering sekali digunakan dalam proyek konstruksi guna memperbaiki struktural tanah di lapangan. Proses stabilisasi tanah tersebut dapat dilakukan dengan cara mencampurkan bahan stabilisator sepertigypsum, semen, bitumen, dan bahan-bahan olahan limbah pabrik seperti abu ampas tebu, abu sekam padi, abu cangkang sawit.
Penelitian ini meneliti suatu proses stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan campuran gypsum yang telah ditetapkan kadarnya sebesar 2% dan abu ampas tebu yang telah lolos ayakan nomor 200 dengan variasi kadar masing-masing campuran sebesar 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, 13%, 14% serta 15% dan diuji terhadap uji kuat tekan bebas tanah (Unconfined Compression Test).
Tanah yang digunakan adalah tanah dengan jenis lempung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa sampel tanah asli memiliki kadar air 19,05 %, berat jenis tanah 2,64, batas cair 43,36 %. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gypsum dan abu ampas tebu pada tanah lempung dengan waktu pemeraman 7 hari (curing)mengakibatkan menurunnya batas cair serta nilai indeks plastisitas. Dengan bertambahnya persentase abu ampas tebu, kepadatan maksimum cenderung meningkat hinggapada persentase maksimum abu ampas tebu sebesar 8%. Kemudian nilai kepadatan maksimum menurun.Nilai kuat tekan yang diperoleh meningkat seiring bertambahnya kadar abu ampas tebu hingga batas maksimum nilai kuat tekan terbesar yang diperoleh pada kadar abu ampas tebu 8% yaitu sebesar 2,453 kg/cm².
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau
tanpa kandungan bahan organik dapat didefenisikan sebagai material yang terdiri
dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat
secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk
(yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1998). Tanah
menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan konstruksi dengan
sifat-sifat yang dimilikinya seperti plastisitas serta kekuatan geser dari tanah
tersebut.
Tanah pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelas yaitu kerikil
(gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay), berdasarkan ukuran
partikel yang paling dominan dari tanah tersebut (Das, 1994). Butiran
lempunglebih halus dari lanau, merupakan kumpulan butiran mineral kristalin
yang bersifat mikroskopis dan berbentuk serpih-serpih atau pelat-pelat.Material
ini bersifat plastis, kohesif dan mempunyai kemampuan menyerap
ion-ion.Sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan air dalam tanah
(Hardiyatmo,2011).
Tanahlempungsangatkeras dalam kondisikering dan bersifat plastis
lengket(kohesif)dansangat lunak pada kadar air tertentu. Kohesif
menunjukankenyataan bahwa partikel-pertikel itumelekat satu
bahanitudirubah-rubahtanpaperubahanisiatautanpakembalike bentukaslinya
dantanpaterjadiretakan-retakanatauterpecah-pecah.Sifat yang khas dari tanah
lempung tersebutlah yang dapat membahayakan suatu konstruksi. Salah satu cara
untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menstabilisasikan tanah dengan
meningkatkan daya dukung tanah asli. Maka dari itu perlu dilakukan stabilisasi
pada tanah lempung ini.
Stabilisasi tanah dapat dilakukan secara mekanis, fisis maupun kimiawi.
Dimana dalam penelitian kali ini, penulis akan melakukan usaha penstabilisasian
tanah secara kimiawi yang digunakan dengan cara menambahkan bahan
pencampur (stabilizing agents) pada tanah yang akan distabilisasi. Bahan
pencampur yang dipilih adalah gypsum dan abu ampas tebu.
1.2 Latar Belakang
Lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sangat dipengaruhi oleh
kadar air dan memiliki sifat yang cukup kompleks. Dalam menangani masalah
pada lempung, salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan
penstabilisasian dengan bahan pencampur (stabilizing agents).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki cara perbaikan
tanah dengan menstabilisasikannya terhadap bahan pencampur seperti gypsum,
abu sekam padi, abu terbang (fly ash), bubur kayu, semen atau bahkan
pengkombinasian di antara bahan-bahan tersebut.
Dalam penelitian ini akan dilakukan penstabilisasian tanah lempung
kuat geser tanah dengan menggunakan cara uji kuat geser tanah melalui uji Kuat
Tekan Bebas UCS (Unconfined Compression Strength Test).
Gypsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik
dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran
udara, murah, tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap
zat kimia ( Purwadi, 1993). Sedangkan abu ampas tebu merupakan limbah dari
pabrik gula hasil penggilingan tebu yang umumnya sudah tidak.digunakan lagi
dan menjadi bahan buangan yang tidak begitu dimanfaatkan.Abu ampas tebu yang
digunakan sebagai bahan pencampur berasal dari limbah ampas tebu yang dibakar
kemudian dihaluskan dan diayak sehingga lolos saringan no. 200.
Dengan adanya penambahan bahan pencampur gypsum dan abu ampas
tebu maka tanah yang mengandung kadar air tertentu dapat mengeras sehingga
akan meningkatkan kestabilannya. Kedua bahan pencampur (stabilizing agents)
ini dipilih karena bahan stabilisasi tersebut mudah diperoleh di pasaran serta
efektif karena memanfaatkan bahan limbah olahan pabrik yang sudah tidak
terpakai lagi.
1.3 Rumusan Masalah
Melakukan pengujian penstabilisasian tanah lempung dengan bahan
pencampur gypsum dan abu ampas tebu. Kadar persentase gypsum ditentukan
sebesar 2% sedangkan variasi kadar persentase abu ampas tebu sebesar 2%, 3%,
1.4 Maksud Dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pencampuran gypsum pada tanah lempung yang disertai dengan abu ampas tebu
terhadap uji Kuat Tekan Bebas Tanah (Unconfined Compression Strength Test).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
• Mengetahui pengaruh penambahan gypsum dan abu ampas tebu pada tanah
lempung (clay) terhadap index properties.
• Melakukan pengujian terhadap tanah asli (dalam hal ini tanah lempung),
tanah asli yang telah diberi bahan pencampur berupa gypsum dan abu ampas
tebu sehingga dapat diketahui adanya pengaruh terhadap besarnya kuat tekan
dari tanah setelah diberi campuran tersebut selama 7 hari.
1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini terbagi atas sejumlah pengamatan terhadap contoh tanah
terganggu (disturbed) dan tidak terganggu (undisturbed). Berikut ini adalah
metodologi dari penelitian ini, yaitu :
1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal
dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.
2. Uji index properties tanah asli untuk mengetahui sifat fisis tanah yang
dilakukan pada awal penelitian, meliputi:
Uji berat jenis tanah
Uji nilai Atterberg (batas-batas konsistensi)
Uji distribusi butiran atau analisa saringan
3. Uji pendahuluan kepadatan tanah asli untuk pembuatan benda uji dengan
standard Proctor.
4. Diambil sebanyak 16 (enam belas) sampel tanah, dimana 1 (satu)
digunakan sampel tanpa campuran atau tanah asli, 1 (satu) sample lagi
dengan tambahan gypsum tanpa ampas tebu, dan 14 (empat belas)
digunakan sampel dengan campuran gypsum – abu ampas tebu.
5. Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gypsum,
tanah lempung (clay), dan abu ampas tebu dengan empat belas variasi
kadar yang berbeda yaitu 2%(GP)+2%(AAT) , 2%(GP)+3%(AAT) ,
2%(GP)+4%(AAT),
2%(GP)+5%(AAT),2%(GP)+6%(AAT),2%(GP)+7%(AAT),
2%(GP)+8%(AAT),2%(GP)+9%(AAT),2%(GP)+10%(AAT),
2%(GP)+11%(AAT), 2%(GP)+12%(AAT),2%(GP)+13%(AAT),
2%(GP)+14%(AAT), 2%(GP)+15%(AAT).
6. Gypsum yang digunakan adalah gypsum dengan merek Elephant dan abu
ampas tebu yang digunakan merupakan ampas tebu yang telah dibakar dan
lolos saringan no.200.
7. Menghitung pengaruh bahan campuran gypsum dan abu ampas tebu
terhadap parameter kuat geser tanah dengan persentase gypsum sebesar
sebesar 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, 13%, 14%
dan 15% dari berat kering udara lempung.
8. Dilakukan penambahan kadar air terhadap masing-masing bahan
pencampur sebesar 2% dari setiap persentase bahan campuran pada setiap
benda uji untuk menghindari terjadinya proses absorbsi air akibat bahan
pencampur.
9. Waktu pemeraman (curing time) pada masing-masing benda uji agar
campuran merata ditetapkan selama 7 hari.
10.Pengujian terhadap sifat fisik tanah yang dilakukan terhadap benda uji
yang telah diberi campuran bahan stabilisator mencakup pengujian
Atterberg, pemadatan tanah serta pengujian kuat tekan bebas
11.Pemeriksaan peningkatan daya dukung tanah dilakukan dengan cara uji
Kuat Tekan Bebas UCS (Unconfined Compression Strength Test).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Dalam bidang keteknikan defenisi dari tanah tentu agak sedikit berbeda
dengan defenisi yang digunakan dalam bidang lain. Tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1998).
Berdasarkan asalnya, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi
tanah organik dan anorganik.Tanah organik adalah campuran yang mengandung
bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan
kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil.Tanah
inorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia maupun fisis (Dunn et al.,
1980).
Secara garis besar karakteristik beberapa jenis tanah dapat dilihat sebagai
• Pasir lepas hanyalah suatu deposit pasir dengan kepadatan yang rendah.
Beban bergetar cenderung akan memadatkan deposit ini. Pasir lepas juga
menimbulkan masalah pada daerah resiko gempa, sebab beban gempa
dapat mengakibatkan pencairan (liquifaction) apabila pasir tersebut jenuh
dan juga penurunan yang cukup besar.
• Tanah lus (loess) adalah suatu deposit yang relatif seragam, tanah lanau
bawaan angin. Tanah ini mempunyai permeabilitas vertikal yang relatif
tinggi dan permeabilitas horizontal yang rendah. Tanah lus menjadi sangat
kompresibel apabila jenuh. Hal ini sering menimbulkan masalah pada
bangunan air seperti saluran dan bendungan tanah yang dibangun di atas
tanah lus.
• Lempung yang tekonsolidasi normal adalah tanah lempung yang tidak
pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada
pada saat sekarang. Tanah ini pada umumnya cenderung sangat
kompresibel, mempunyai daya dukung ultimit rendah dan permeabilitas
yang rendah. Tanah ini sering tidak mampu mendukung bangunan dengan
pondasi dangkal.
• Lempung terkonsolidasi lebih adalah lempung yang pada masa silam
pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada
sekarang. Lempung yang tingkat terkonsolidasi-lebihnya tinggi pada
umumnya cenderung mempunyai suatu daya dukung ultimit yang agak
tinggi dan relatif tidak kompresibel.
• Bentonit adalah lempung yang mempunyai plastisitas tinggi yang
yang mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh. Bentonit sering
dipergunakan secara menguntungkan sebagai pelapis kedap air suatu
kolam tetapi akan menimbulkan masalah pada bangunan pondasi, trotoar,
pelat beton dan elemen bangunan lain apabila tanah tersebut mengalami
perubahan kadar air karena perubahan musim.
• Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah
yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut
mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel.
2.2 Elemen Tanah
Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan
udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1
Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai
volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan
antara volume-berat dari tanah berikut :
� = �� + �� (2.1)
� = �� + �� +�� (2.2)
Dimana :
��: volume butiran padat (cm3)
��:volume pori (cm3)
��: volume air di dalam pori (cm3)
��: volume udara di dalam pori (cm3)
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
� = �� + �� (2.3)
Dimana:
�� : berat butiran padat (gr)
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah
angka pori(void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of
saturation).
1. Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga (��) dengan volume butiran (��) dalam tanah, atau :
� = ��
�� (2.4)
Dimana:
� : angka pori
�� : volume rongga(cm3)
�� : volume butiran(cm3)
2. Porositas (Porocity)
Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (��) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :
� = ���� 100 (2.5)
Dimana:
� : porositas
�� : volume rongga(cm3)
� : volume total(cm3)
Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (��) dengan volume total rongga pori tanah (��).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�)
dapat dinyatakan dalam persamaan:
� (%) = ��
Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
4. Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar air atau water content (w) adalah persentase perbandingan berat air
�(%) = ��
�� � 100 (2.7)
Dimana:
�� ∶ kadar air
�� ∶berat air (gr)
�� ∶ berat butiran (gr)
5. Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)
Berat volume basah (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
termasuk air dan udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah
(��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = �� (2.8)
Dimana:
�� : berat volume basah (gr/cm3)
� : berat butiran tanah (gr)
� : volume total tanah(cm3)
6. Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat volume kering (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
(��) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah (��) dapat dinyatakan
dalam persamaan :
�� = ��� (2.9)
�� : berat volume kering (gr/cm3)
�� : berat butiran tanah (gr)
� : volume total tanah (cm3)
7. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (��) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (��) dengan volume butiran tanah padat (��). Berat volume butiran padat
(��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���� (2.10)
Dimana:
�� : berat volume padat (gr/cm3)
�� : berat butiran tanah (gr)
�� : volume total padat (cm3)
8. Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat volume butiran tanah (��) dengan berat volume air (��)
dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah (��) dapat
dinyatakan dalam persamaan :
Dimana:
�� : berat volume padat (gr/cm3)
�� : berat volume air(gr/cm3)
�� : berat jenis tanah
Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Macam Tanah Berat Jenis Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organic 2,62 - 2,68
Lempung organic 2,58 - 2,65
Lempung tak organic 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
2.3 Uji Klasifikasi Tanah
Dalam mengklasifikasikan tanah dapat dilakukan beberapa uji yaitu uji
batas Atterberg, analisa ukuran butir, analisis hidrometer.
2.3.1 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Atterberg adalah seorang ilmuwan tanah dari Swedia yang pada tahun
konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi yang disebut
batas-batas Atterberg. Kegunaan batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah
memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang
bersangkutan.
Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,
yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah
yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu
kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam
hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah,
tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat,
plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.
Padat Semi Padat Plastis Cair
Batas Susut Batas Plastis Batas Cair
(Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu
batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage
limit).
2.3.1.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan
cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Pada kadar air yang
sangat tinggi, tanah berperilaku sebagai cairan encer yang mengalir dan tidak
dapat mempertahankan bentuk tertentu. Kadar air paling rendah dimana tanah
dalam keadaan cair disebut batas cair (LL).
Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan
menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi
sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan
pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan
dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah
dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan
sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki
batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair
kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).Pengujian dilaksanakan dengan
menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan
ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas
permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai
kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (1
2��) pada 25 pukulan. Alat uji
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
2.3.1.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (plastic limit) merupakankadar air tanah pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 –
100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz
dan Kovacs, 1981).
Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah
menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap
dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis
ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.
Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1
8��), kadar
airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa.Batas
susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada
rumusan dibawah ini.
�1 :berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 :berat tanah kering oven (gr)
�1 :volume tanah basah dalam cawan(cm3)
�2 :volume tanah kering oven(cm3)
��:berat jenis air(gr/cm3)
2.3.1.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis dan
merupakan rentang kadar air dimana tanah berperilaku dalam keadaan plastis.
Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai
dengan Persamaan 2.13, seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.
Dimana:
PI : indeks plastisitas
LL : batas cair
PL : batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah(Hardiyatmo,2002)
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
2.3.2 Gradasi Ukuran Butir (Sieve Analysis)
Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran
partikel yang 10% dari berat tanah tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari
ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang
hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah
yang uniform. Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah
disebut bergradasi baik.
Pembedaan antara tanah uniform dan bergradasi baik dapat ditentukan
secara numerik dengan koefisien uniformitas �� dengan koefisien lengkungan ��.
Koefisien uniformitas dan koefisien lengkungan digunakan sebagai bagian dari
sistem klasifikasi tanah Unified. Koefisien uniformitas didefenisikan sebagai
rasio:
Koefisien lengkungan didefenisikan sebagai :
�60: diameter butir yang lolos 60% dari berat (mm)
2.3.3 Analisa Hidrometer (Hydrometer Analysis)
Analisis hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva
distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang
butirannya lebih kecil dari saringan No.200.Analisis hidrometer tidak secara
langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat
ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984).
2.4 Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah
sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari
pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis
tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya
bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu
kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika
didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya.
Oleh karena itu, sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan
pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir
2. Klasifikasi tanah sistem USC
3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
2.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasar Tekstur/Ukuran Butir
Ukuran butir merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasi
tanah, hal tersebut juga sudah digunakan sejak dahulu untuk membuat sistem
klasifikasi berdasar ukuran butir. Karena deposit tanah alam pada umumnya
terdiri atas berbagai ukuran-ukuran partikel, maka perlu untuk menentukan kurva
distribusi ukuran butir dan kemudian menentukan persentase tanah bagi tiap batas
ukuran. Departernen Pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi
ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau dan lempung.
Pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan yaitu hanya
sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi tanah butir
halus (Dunn et al., 1980).Sehingga dilakukan pengembangan sistem klasifikasi
halus.Pengklasifikasian tanah berdasar tekstur/ukuran butir dapat dilihat dalam
Gambar 2.4 di bawah ini.
Gambar 2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah
2.4.2 Klasifikasi Tanah Sistem USC (Unified Soil Classification)
Klasifikasi tanah sistem Unified adalah sistem klasifikasi tanah yang
paling banyak dipakai untuk pekerjaan pondasi serta dapat digunakan untuk
bendungan dan konstruksi lainnya. Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh
A.Casagrande (1948) sebagai sebuah metode untuk mengidentifikasi dan
mengelompokkan tanah untuk konstruksi militer.Sistem ini biasa digunakan untuk
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1988), tanah dikelompokkan
menjadi :
1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada
ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan
huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil,
dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil)
Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah
lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai
dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)
anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan
kadar organik yang tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP,
GM, GC, SW, SP, SM dan SC.Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam
klasifikasi tanah ini adalah :
W :well graded (tanah dengan gradasi baik)
P :poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L :low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini :
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus).
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan
no.200.
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
2.4.3 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO(American Association of State
Highway Transportation Official) pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929
sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini
kelompok tanah A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawa yang
ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Setelah diadakan beberapa kali
perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway
Officials (AASHTO) dalam tahun 1945.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke
kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan
data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
4. Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur
kapasitas tanah dalam menahan air.
5. Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu
tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera
diserap oleh permukaan tanah itu.
Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus
diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya.Bagan
2.5 Tanah Lempung (clay)
2.5.1 Defenisi Lempung
Berdasarkan sudut pandang beberapa ahli, lempung memiliki defenisi
antara lain:
1. Terzaghi (1987)
Mendefenisikan tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis
sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur
kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan
kering dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas
lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada
keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak.
2. Das. Braja M (1988)
Mendefenisikan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel
mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila
hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah
lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar
air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat
3. Bowles (1991)
Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel
berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari
50 %.
4. Hardiyatmo (1992)
Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain
ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah,
kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut
yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki
diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS).Dibeberapa
kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan
sebagai partikel lempung (ASTM-D-653).Dari segi mineral tanah dapat juga
disebut sebagai tanah bukan lempung (non clay soil) meskipun terdiri dari
partikel-partikel yang sangat kecil (partikel-partikel quartz, feldspar, mika dapat
berukuran sub mikroskopis tetapi umumnya tidak bersifat plastis).
Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid, merupakan gugusan
kristal berukuran mikro, yaitu < 1 µm (2 µm merupakan batas atasnya). Tanah
lempung merupakan hasil proses pelapukan mineral batuan induknya, yang salah
satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau alkali, oksigen, dan
2.5.2 Lempung dan Mineral Penyusun
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang
kompleks.Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar,
yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988). Mineral lempung
dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat cukup banyak alkali dan
tanah alkalin untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia (Grimm, 1968).
Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada
kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan
bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa bahwa
pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar
sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas
merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa
perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi
retakan-retakan atau terpecah-pecah.
Lempung merupakan mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah,
dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous
aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar.Beberapa diantaranya
juga mengandung alkali dan/atau tanah alkalin sebagai komponen
dasarnya.Mineral lempung sebagian besar mempunyai struktur berlapis dimana
ukuran mineralnya sangat kecil yakni kurang dari 2 µm (1µm = 0,000001m),
meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah
0,005 m (ASTM)dan merupakan partikel yang aktif secara elektrokimiawi yang
Bowles (1984) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung
adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :
felspar ortoklas
felspar plagioklas
mika (muskovit)
yang semuanya dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex aluminium
silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral
lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain
yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group,
serpentinite group).Kaolinit merupakan mineral lempung paling tidak aktif yang
pernah diamati.
Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron
dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari
komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam
ikatan antara masing-masing lembaran (Das, 1988).
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika
(silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran
oktahedra (gibbsite sheet).Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran
oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikanposisi ion hidroksil
( a ) ( b )
( c ) ( d )
( e )
Gambar 2.7 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica
sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )
lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).
2.5.2.1 Kaolinite
Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari
nama sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite
Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat
pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu,
kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.
Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral
yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika
dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal
kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti
lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100
Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki
rumus kimia
(OH)8Al4Si4O10
Keluarga mineral kaolinite1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite
memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga
molekul tunggal dari air dapat masuk.Halloysite memiliki rumus kimia sebagai
berikut.
(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O
Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.8.
2.5.2.2 Illite
Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di
Illinois.Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena
illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite
memiliki rumus kimia sebagai berikut:
(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20
Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,
tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya
ada pada :
Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai
penyeimbang muatan.
Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng
tetrahedral.
Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Pembentukan mineral lempung yang berbeda disebabkan oleh subtitusi
kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral.Bila sebuah anion dari lembaran
oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium
maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan
kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral
Gambar 2.9 Struktur Illite (Das, 2008)
2.5.2.3 Montmorillonite
Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang
ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus
kimia
(OH)4Si8Al4O20 . nH2O
dimananH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral
montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit
satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.
Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng
SiO2.Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan
mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih
tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti y ang ditunjukkan pada
Gambar 2.10. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara
ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan
susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit
massamontmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat
sehingga mudah mengalami proses pengembangan.Gambar dari struktur kaolinite
dapat dilihat di dalam Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)
2.5.3 Sifat Umum Lempung
Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)
menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :
1. Hidrasi.
Partikelmineralselalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan
molekul airyangdisebut sebagai airterabsorbsi. Lapisan
iniumumnyamemiliki tebalduamolekul.Oleh karenaitu
2. Aktivitas.
Aktivitastanah lempung adalah perbandinganantaraIndeks
Plastisitas(IP)denganpersentase butiranlempung,dan dapat
disederhanakandalampersamaan:
�= ��
����������ℎ�������
Dimana :
persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA
(Aktivitas),
A >1,25 : tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif
1,25<A<0,75 : tanah digolongkannormal
A<0,75 : tanah digolongkantidakaktif.
Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel 2.4.
3 . Flokulasi dan disperse
Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang
bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan
mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan
bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi
larutan air dapat ditambahkan zat asam.
Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan
kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa
tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung
tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai
dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana
kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang
yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk
kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut.
Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau
lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara
lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).
4 .PengaruhZatcair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung.Molekulair
berperilakusepertibatang-batangkecilyang mempunyai muatan
positifdisatusisidanmuatan negatif disisilainnya hal ini dikarenakan
molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat
Gambar 2.11 Sifatdipolarmolekulair(Das,2008)
Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan
negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung
secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen
bonding, yaitu:
1. Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpo
sitif dipolar.
2.
Tarikanantarakation-kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar.
Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung
yangbermuatannegatif.
3. Andilatom-atom hidrogendalammolekul air,yaituikatanhidrogen
Gambar2.12Molekulairdipolardalamlapisanganda(Hardiyatmo,2002)
Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang
berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan
dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama
dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik
exchangeable cationyang besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium
merupakan exchangeable cationyang paling dominanpada tanah, sedangkan
potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan.Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan
besarnya ion hidrasi.Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari
besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)
Semakin luas permukaan spesifik tanah lempung, air yang tertarik secara
elektrik disekitar partikel lempung yang disebut air lapisan ganda jumlahnya akan
semakin besar. Air lapisan ganda inilah yang menyebabkan sifat plastis pada
tanah lempung.Konsentrasi air resapan dalam mineral lempung memberi bentuk
dasar dari susunan tanahnya sebagai berikut, tiap partikelnya terikat satu sama lain
lewat lapisan air serapannya. Selain itu jarak antara partikel juga akan
mempengaruhi hubungan tarik menarik atau tolak menolak antar partikel tanah
lempung yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls
serta macamikatan kimia dan organiknya. Bertambahnya jarak akan mengurangi
Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan
sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe,
konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi
muatannya. Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation
yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan gypsum yang
dicampurkan dengan abu ampas tebu dengan variasi yang berbeda-beda.
2.6 Stabilisasi Tanah
2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah
Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat
sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi
yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain
yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam
suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi
tanah.
Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau
menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan
persyaratan dan memiliki mutu yang baik. Tanah lempung merupakan salah satu
jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak
plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah.Sehingga menyebabkan
perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah
yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut
diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.
Bowles (1984) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepadatan tanah.
2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau
kekuatan geser dari tanah.
3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan
secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.
4. Memperendah permukaan air tanah.
5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.
Menurut Ingels dan Metcalf (1972) ada beberapa karakteristik utama tanah
yang harus dipertimbangkan sehubungan dengan masalah stabilisasi tanah, yaitu:
1. Stabilisasi volume
Perubahan volume sangat erat hubungannya dengan kadar air. Banyak
jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan
terhadap perubahan kadarairnya, dimana perubahan kadar air sejalan
dengan perubahan musim di wilayah tersebut misalnya retak-retak pada
musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini
biasanya diatasi denganwaterproofing dengan berbagai bahan seperti
Bertambahnya kemampuan menyusut dan mengembang bergantung dari
faktor lingkungan dan mineralogi seperti:
• Distribusi partikel
• Kadar air mula-mula
• Tekanan
2. Kekuatan
Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan
tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah.Hampir
semua jenis stabilisasi berhasil mencapai tujuan ini, namun pada tanah
organik hal ini sulit dicapai, jadi lapisan tanah organik (top soil) sebaiknya
dibuang seluruhnya.Pelaksanaan pemadatan yang baik terbukti bermanfaat
meningkatkan kekuatan tanah untuk bermacam-macam stabilisasi yang
diterapkan, dengan demikian hampir semua jenis stabilisasi bertujuan
meningkatkan stabilisasi volume sekaligus meningkatkan kekuatan tanah.
3. Permeabilitas
Biasanya untuk rentang harga normal dari kadar air, batas plastis dan batas
cair, besaran permeabilitas akan lebih kecil dari 1 x 10-10 cm/sec, misalnya
pada Montmorllionite. Pada umumnya untuk lempung asli berkisar antara
1 x 10-6 sampai 1x 10-8cm/sec. Bergantung dari jumlah mineral lempung
yang paling dominan, maka harga permeabilitas mineral Montmorillonnite
Untuk lempung permeabilitas yang terjadi disebabkan pori-pori mikro
(micropore).Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya
tekanan air dan terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan
pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan
pemadatan yang kurang baik.
4. Durabilitas
Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi dan
kondisi lalu lintas di atasnya.Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas
yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang
keliru, bahan yang tidak sesuai atau karena masalah cuaca.Pengetesan
untuk mengetahui ketahanan material terhadap cuaca sampai sekarang
masih sulit dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka
dipilih jenis atau bahan stabilisasi yang sesuai dengan kondisi lapangan.
5. Kompressibilitas
Kompresibilitas bergantung dari kandungan mineral lempung, umumnya
kompresibilitas membesar dengan urutan mineral Kaolinite <Illite, dan
Illite < Montmorillonite.
Umumnya proses stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara
yaitu secara mekanis dan dengan bahan pencampur. Akan tetapi hal tersebut dapat
lebih diperinci lagi dalam 3 (tiga) cara yaitu:
Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan(compaction) yang
dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti :
mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,
tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2. Fisis
Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan
menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna
mencapai gradasi yang rapat.Hal ini bertujuan agar tanah dasar tersebut
dapat memenuhi spesifikasi yang telah disyaratkan.
3. Kimiawi (Modification by Admixture)
Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkanbahan
kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat
berupa Portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen
aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan
bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti
abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.
Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixtures)
adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kekuatan tanah
b. Mengurangi deformasi
d. Mengurangi permeabilitas
e. Meningkatkan durabilitas
Stabilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
mencampur tanah dengan bahan kimia kemudian diaduk dan dipadatkan
ataupun cara berikutnya adalah dengan memasukkan bahan kimia ke
dalam tanah (grouting) sehingga bahan kimia bereaksi dengan tanah.
Dalam analisa stabilisasi tanah lempung ini, penulis akan melakukan usaha
perbaikan tanah lempung dengan menggunakan campuran atau bahan
tambahan (admixtures) berupa gypsum yang kadar variasinya telah
ditetapkan sebesar 2% kemudian dikombinasikan dengan abu ampas tebu
dengan variasi kadar campuran yang berbeda-beda.
2.6.2 Stabilisasi Tanah dengan Gypsum
Stabilisasi adalah usaha meningkatkan kekuatan geser tanah sehingga
memenuhi syarat yang diinginkan dan stabilisasi tersebut tergantung dari kondisi
cuaca (Kedzy, 1979).Pada umumnya kondisi tanah yang ada tidak selalu
memenuhi kriteria atau spesifikasiperencanaan, baik sebagian maupun
seluruhnya, sehingga perlu diadakan modifikasi dengan merubah perencanaan
yang ada.
Ingels dan Metcalf (1972) menyebutkan tiga alternatif penting yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan, yaitu:
1. Menggunakan material yang tersedia di lapangan dan merencanakan
2. Mengangkat material yang ada dan menggantikannya dengan material
yang lebih baik atau perbaikan tanah yang memenuhi perencanaan.
3. Melakukan modifikasi pada material yang tersedia sehingga menghasilkan
material dengan kualitas yang memenuhi standar perencanan yang telah
ditetapkan.
2.6.2.1 Gypsum
Gypsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang
mendominasi pada mineralnya. Gypsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat
yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan
pencemaran udara, murah dan tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan
tahan terhadap zat kimia (Purwadi, 1993).
Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat yang
memiliki rumus kimia :
CaSO4 . 2H2O
Gypsum termasuk mineral dengan sistem kristal monoklin 2/m, namun kristal
gipsnya masuk ke dalam sistem kristal orthorombik. Gypsum umumnya berwarna
putih, kelabu, cokelat, kuning, dan transparan.
Penggunaan gypsum secara garis besar dapat digolongkan sebagai berikut
(Sanusi, 1986) :
1. Gypsum yang belum mengalami kalsinasi, digunakan dalam pembuatan
semen Portland dan sebagai pupuk. Jenis ini meliputi 28% dari seluruh
2. Gypsum yang mengalami proses kalsinasi, sebagian besar digunakan
sebagai bahan bangunan, bahan dasar untuk pembuatan kapur, untuk
cetakan alat keramik, gigi dan sebagainya. Jenis ini meliputi 72% dari
seluruh volume perdagangan.
Gypsum mempunyai sifat yang cepat mengeras yaitu sekitar 10
menit.Waktu pengerasan gypsum bervariasi tergantung pada kandungan bahan
dan airnya. Dalam proses pengerasan gypsum setelah dicampur dengan air maka
terjadi hidratasi yang menyebabkan kenaikan suhu. Kenaikan suhu tersebut tidak
boleh melebihi suhu 400C ( Simatupang, 1985 ). Suhu yang lebih tinggi lagi akan
mengakibatkan pengeringan gypsum dalam bentuk CaSO4.2H2O sehingga
mengurangi bobot air hidratasi.
Dalam proses pencampuran antara tanah, gypsum dan air untuk
menghindari terjadinya proses absorbsi air maka dilakukan penambahan air
sebesar 2% dari berat bahan pencampur (gypsum). Beberapa kegunaan gypsum
diantaranya sebagai berikut :
1. Dry wall, bahan perekat dan campuran pembuatan lapangan tenis.
2. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan ketika kayu
menjadi langka di zaman perunggu, gypsum ini digunakan sebagai bahan
bangunan.
3. Sebagai pengental tofu, karena memiliki kadar kalsium yang tinggi
khususnya di benua Asia diproses secara tradisional.
4. Untuk bahan baku kapur tulis, sebagai indikator pada tanah dan air.