• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Gypsum dan Abu Ampas Tebu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Gypsum dan Abu Ampas Tebu"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Dalam bidang keteknikan defenisi dari tanah tentu agak sedikit berbeda dengan defenisi yang digunakan dalam bidang lain. Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das,1998).

Berdasarkan asalnya, tanah dapat diklasifikasikan secara luas menjadi tanah organik dan anorganik.Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme kecil.Tanah inorganik berasal dari pelapukan batuan secara kimia maupun fisis (Dunn et al., 1980).

(2)

• Pasir lepas hanyalah suatu deposit pasir dengan kepadatan yang rendah. Beban bergetar cenderung akan memadatkan deposit ini. Pasir lepas juga menimbulkan masalah pada daerah resiko gempa, sebab beban gempa dapat mengakibatkan pencairan (liquifaction) apabila pasir tersebut jenuh dan juga penurunan yang cukup besar.

Tanah lus (loess) adalah suatu deposit yang relatif seragam, tanah lanau bawaan angin. Tanah ini mempunyai permeabilitas vertikal yang relatif tinggi dan permeabilitas horizontal yang rendah. Tanah lus menjadi sangat kompresibel apabila jenuh. Hal ini sering menimbulkan masalah pada bangunan air seperti saluran dan bendungan tanah yang dibangun di atas tanah lus.

• Lempung yang tekonsolidasi normal adalah tanah lempung yang tidak pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada pada saat sekarang. Tanah ini pada umumnya cenderung sangat kompresibel, mempunyai daya dukung ultimit rendah dan permeabilitas yang rendah. Tanah ini sering tidak mampu mendukung bangunan dengan pondasi dangkal.

• Lempung terkonsolidasi lebih adalah lempung yang pada masa silam pernah menderita tekanan yang lebih besar daripada tekanan yang ada sekarang. Lempung yang tingkat terkonsolidasi-lebihnya tinggi pada umumnya cenderung mempunyai suatu daya dukung ultimit yang agak tinggi dan relatif tidak kompresibel.

(3)

yang mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh. Bentonit sering dipergunakan secara menguntungkan sebagai pelapis kedap air suatu kolam tetapi akan menimbulkan masalah pada bangunan pondasi, trotoar, pelat beton dan elemen bangunan lain apabila tanah tersebut mengalami perubahan kadar air karena perubahan musim.

• Gambut adalah bahan organis setengah lapuk berserat atau suatu tanah yang mengandung bahan organis berserat dalam jumlah besar. Gambut mempunyai angka pori yang sangat tinggi dan sangat kompresibel.

2.2 Elemen Tanah

Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1

(4)

Gambar 2.1 memperlihatkan ketiga fase elemen tanah yang mempunyai volume V dan berat total W. Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume-berat dari tanah berikut :

� = � + � (2.1)

� = � + � +� (2.2)

Dimana :

��: volume butiran padat (cm3)

��:volume pori (cm3)

��: volume air di dalam pori (cm3)

��: volume udara di dalam pori (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :

� = � + � (2.3)

Dimana:

�� : berat butiran padat (gr)

(5)

Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah adalah angka pori(void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan (degree of saturation).

1. Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (�) dengan volume butiran (�) dalam tanah, atau :

� = ��

�� (2.4)

Dimana:

� : angka pori

�� : volume rongga(cm3)

�� : volume butiran(cm3)

2. Porositas (Porocity)

Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga (�) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :

� = ��� 100 (2.5)

Dimana: � : porositas

�� : volume rongga(cm3)

� : volume total(cm3)

(6)

Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air (�) dengan volume total rongga pori tanah (�). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan:

� (%) = ��

��� 100 (2.6)

Dimana:

� : derajat kejenuhan �� : berat volume air(cm3)

�� :volume total rongga pori tanah(cm3)

Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

4. Kadar Air (Moisture Water Content)

(7)

�(%) = ��

�� � 100 (2.7)

Dimana: �� ∶ kadar air

�� ∶berat air (gr)

�� ∶ berat butiran (gr)

5. Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)

Berat volume basah (�) adalah perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = � (2.8)

Dimana:

�� : berat volume basah (gr/cm3)

� : berat butiran tanah (gr) � : volume total tanah(cm3)

6. Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)

Berat volume kering (�) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (�) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = �� (2.9)

(8)

�� : berat volume kering (gr/cm3)

�� : berat butiran tanah (gr)

� : volume total tanah (cm3)

7. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (�) adalah perbandingan antara berat butiran tanah (�) dengan volume butiran tanah padat (�). Berat volume butiran padat (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :

�� = �� (2.10)

Dimana:

�� : berat volume padat (gr/cm3)

�� : berat butiran tanah (gr)

�� : volume total padat (cm3)

8. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah atau specific gravity (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah (�) dengan berat volume air (�) dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah (�) dapat dinyatakan dalam persamaan :

(9)

Dimana:

�� : berat volume padat (gr/cm3)

�� : berat volume air(gr/cm3)

�� : berat jenis tanah

Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)

Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 - 2,68 Pasir 2,65 - 2,68 Lanau tak organic 2,62 - 2,68 Lempung organic 2,58 - 2,65 Lempung tak organic 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

2.3 Uji Klasifikasi Tanah

Dalam mengklasifikasikan tanah dapat dilakukan beberapa uji yaitu uji batas Atterberg, analisa ukuran butir, analisis hidrometer.

2.3.1 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

(10)

konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi yang disebut batas-batas Atterberg. Kegunaan batas-batas Atterberg dalam perencanaan adalah memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan.

Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung, yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya. Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.

Padat Semi Padat Plastis Cair

Batas Susut Batas Plastis Batas Cair

(Shrinkage Limit) (Plastic Limit) (Liquid Limit)

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit).

(11)

2.3.1.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Pada kadar air yang sangat tinggi, tanah berperilaku sebagai cairan encer yang mengalir dan tidak dapat mempertahankan bentuk tertentu. Kadar air paling rendah dimana tanah dalam keadaan cair disebut batas cair (LL).

Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).Pengujian dilaksanakan dengan menempatkan segumpal tanah dalam sebuah mangkok dan membuat alur dengan ukuran standar pada tanah tersebut. Kemudian mangkok dijatuhkan ke atas permukaan yang keras dengan ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut selebar 12,7 mm (1

(12)

Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair

2.3.1.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis (plastic limit) merupakankadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat. Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).

Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan. Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1

8��), kadar airnya adalah batas plastis (ASTM D-424).

(13)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa.Batas susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.

�1 :berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) �2 :berat tanah kering oven (gr)

�1 :volume tanah basah dalam cawan(cm3) �2 :volume tanah kering oven(cm3)

��:berat jenis air(gr/cm3)

2.3.1.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis dan merupakan rentang kadar air dimana tanah berperilaku dalam keadaan plastis. Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai dengan Persamaan 2.13, seperti yang ditunjukkan pada rumusan dibawah ini.

(14)

Dimana:

PI : indeks plastisitas LL : batas cair

PL : batas plastis

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah(Hardiyatmo,2002)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

2.3.2 Gradasi Ukuran Butir (Sieve Analysis)

Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran partikel yang 10% dari berat tanah tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah yang uniform. Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.

Pembedaan antara tanah uniform dan bergradasi baik dapat ditentukan secara numerik dengan koefisien uniformitas � dengan koefisien lengkungan �. Koefisien uniformitas dan koefisien lengkungan digunakan sebagai bagian dari sistem klasifikasi tanah Unified. Koefisien uniformitas didefenisikan sebagai rasio:

(15)

Koefisien lengkungan didefenisikan sebagai :

�10 : diameter butir yang lolos 10% dari berat (mm) �30 : diameter butir yang lolos 30% dari berat (mm) �60: diameter butir yang lolos 60% dari berat (mm)

2.3.3 Analisa Hidrometer (Hydrometer Analysis)

Analisis hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari saringan No.200.Analisis hidrometer tidak secara langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984).

2.4 Sistem Klasifikasi Tanah

(16)

bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya.

Oleh karena itu, sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USC

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

2.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasar Tekstur/Ukuran Butir

Ukuran butir merupakan suatu metode yang jelas untuk mengklasifikasi tanah, hal tersebut juga sudah digunakan sejak dahulu untuk membuat sistem klasifikasi berdasar ukuran butir. Karena deposit tanah alam pada umumnya terdiri atas berbagai ukuran-ukuran partikel, maka perlu untuk menentukan kurva distribusi ukuran butir dan kemudian menentukan persentase tanah bagi tiap batas ukuran. Departernen Pertanian AS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi ukuran butir melalui prosentase pasir, lanau dan lempung.

(17)

halus.Pengklasifikasian tanah berdasar tekstur/ukuran butir dapat dilihat dalam Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Klasifikasi Berdasar Tekstur Tanah

2.4.2 Klasifikasi Tanah Sistem USC (Unified Soil Classification)

(18)

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1988), tanah dikelompokkan menjadi :

1. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan no.200 (0,075 mm).Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC.Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini adalah :

W :well graded (tanah dengan gradasi baik)

P :poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)

L :low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)

(19)

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini :

1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus). 2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.

3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu) dan koefisien gradasi (gradation coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0-12% lolos ayakan no.200.

(20)

Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem Unified

2.4.3 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO

(21)

kelompok tanah A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawa yang ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun 1945.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis ukuran butiran.

2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. 3. Batas susut.

4. Ekivalen kelembaban sentrifugal, sebuah percobaan untuk mengukur kapasitas tanah dalam menahan air.

5. Ekivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera diserap oleh permukaan tanah itu.

(22)
(23)

2.5 Tanah Lempung (clay)

2.5.1 Defenisi Lempung

Berdasarkan sudut pandang beberapa ahli, lempung memiliki defenisi antara lain:

1. Terzaghi (1987)

Mendefenisikan tanah lempung sebagai tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Das. Braja M (1988)

(24)

3. Bowles (1991)

Mendefinisikan tanah lempung sebagai deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50 %.

4. Hardiyatmo (1992)

Mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

(25)

2.5.2 Lempung dan Mineral Penyusun

Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silika tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988). Mineral lempung dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat cukup banyak alkali dan tanah alkalin untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia (Grimm, 1968).

Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang sedangkan pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan bahwa bahwa pada keadaan basah tanah memiliki kemampuan gaya tarik-menarik yang besar sehingga partikel-pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

(26)

Bowles (1984) menyatakan bahwa sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung :

 felspar ortoklas

 felspar plagioklas

 mika (muskovit)

yang semuanya dapat disebut silikat aluminium kompleks (complex aluminium silicates). Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group).Kaolinit merupakan mineral lempung paling tidak aktif yang pernah diamati.

Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran (Das, 1988).

(27)

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e )

Gambar 2.7 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )

lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).

2.5.2.1 Kaolinite

(28)

Kaolinitemerupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia

(OH)8Al4Si4O10

Keluarga mineral kaolinite1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga molekul tunggal dari air dapat masuk.Halloysite memiliki rumus kimia sebagai berikut.

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O

Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat dalam Gambar 2.8.

(29)

2.5.2.2 Illite

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di Illinois.Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

 Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng tetrahedral.

(30)

Gambar 2.9 Struktur Illite (Das, 2008)

2.5.2.3 Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847 yang memiliki rumus kimia

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

dimananH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya.

(31)

susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massamontmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses pengembangan.Gambar dari struktur kaolinite dapat dilihat di dalam Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Struktur Montmorillonite (Das, 2008)

2.5.3 Sifat Umum Lempung

Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :

1. Hidrasi.

(32)

2. Aktivitas.

Aktivitastanah lempung adalah perbandinganantaraIndeks

Plastisitas(IP)denganpersentase butiranlempung,dan dapat disederhanakandalampersamaan:

�= ��

����������ℎ�������

Dimana :

persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuknilaiA (Aktivitas),

A >1,25 : tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif 1,25<A<0,75 : tanah digolongkannormal

A<0,75 : tanah digolongkantidakaktif. Nilai- nilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel 2.4.

3 . Flokulasi dan disperse

(33)

bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.

Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telahdidiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).

4 .PengaruhZatcair

(34)

Gambar 2.11 Sifatdipolarmolekulair(Das,2008)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung secara elektrik dalam 3 kasus,hal ini disebut dengan hydrogen bonding, yaitu:

1. Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpo sitif dipolar.

2.

Tarikanantarakation-kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yangbermuatannegatif.

(35)

Gambar2.12Molekulairdipolardalamlapisanganda(Hardiyatmo,2002)

Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeablecation. Exchangeable cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik exchangeable cationyang besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium merupakan exchangeable cationyang paling dominanpada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan besarnya ion hidrasi.Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:

Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)

(36)

Sehingga ikatan antar partikel tanah yang disusun oleh mineral lempung akan sangat dipengaruhi oleh besarnya jaringan muatan negatif pada mineral, tipe, konsentrasi dan distribusi kation-kation yang berfungsi untuk mengimbangi muatannya. Pada penelitian ini akan dilakukan usaha penggantian kation-kation yang terdapat pada lempung dengan kation-kation dari bahan gypsum yang dicampurkan dengan abu ampas tebu dengan variasi yang berbeda-beda.

2.6 Stabilisasi Tanah

2.6.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah

Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.

(37)

yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

Bowles (1984) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Memperendah permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut. Menurut Ingels dan Metcalf (1972) ada beberapa karakteristik utama tanah yang harus dipertimbangkan sehubungan dengan masalah stabilisasi tanah, yaitu:

1. Stabilisasi volume

(38)

Bertambahnya kemampuan menyusut dan mengembang bergantung dari faktor lingkungan dan mineralogi seperti:

• Distribusi partikel • Kadar air mula-mula • Tekanan

2. Kekuatan

Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah.Hampir semua jenis stabilisasi berhasil mencapai tujuan ini, namun pada tanah organik hal ini sulit dicapai, jadi lapisan tanah organik (top soil) sebaiknya dibuang seluruhnya.Pelaksanaan pemadatan yang baik terbukti bermanfaat meningkatkan kekuatan tanah untuk bermacam-macam stabilisasi yang diterapkan, dengan demikian hampir semua jenis stabilisasi bertujuan meningkatkan stabilisasi volume sekaligus meningkatkan kekuatan tanah.

3. Permeabilitas

(39)

Untuk lempung permeabilitas yang terjadi disebabkan pori-pori mikro (micropore).Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya tekanan air dan terjadinya aliran perembesan (seepage flow), sedangkan pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan pemadatan yang kurang baik.

4. Durabilitas

Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi dan kondisi lalu lintas di atasnya.Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang keliru, bahan yang tidak sesuai atau karena masalah cuaca.Pengetesan untuk mengetahui ketahanan material terhadap cuaca sampai sekarang masih sulit dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka dipilih jenis atau bahan stabilisasi yang sesuai dengan kondisi lapangan.

5. Kompressibilitas

Kompresibilitas bergantung dari kandungan mineral lempung, umumnya kompresibilitas membesar dengan urutan mineral Kaolinite <Illite, dan Illite < Montmorillonite.

Umumnya proses stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu secara mekanis dan dengan bahan pencampur. Akan tetapi hal tersebut dapat lebih diperinci lagi dalam 3 (tiga) cara yaitu:

(40)

Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan(compaction) yang dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti : mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Fisis

Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna mencapai gradasi yang rapat.Hal ini bertujuan agar tanah dasar tersebut dapat memenuhi spesifikasi yang telah disyaratkan.

3. Kimiawi (Modification by Admixture)

Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkanbahan kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat berupa Portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan (admixtures) adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kekuatan tanah b. Mengurangi deformasi

(41)

d. Mengurangi permeabilitas e. Meningkatkan durabilitas

Stabilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan mencampur tanah dengan bahan kimia kemudian diaduk dan dipadatkan ataupun cara berikutnya adalah dengan memasukkan bahan kimia ke dalam tanah (grouting) sehingga bahan kimia bereaksi dengan tanah. Dalam analisa stabilisasi tanah lempung ini, penulis akan melakukan usaha perbaikan tanah lempung dengan menggunakan campuran atau bahan tambahan (admixtures) berupa gypsum yang kadar variasinya telah ditetapkan sebesar 2% kemudian dikombinasikan dengan abu ampas tebu dengan variasi kadar campuran yang berbeda-beda.

2.6.2 Stabilisasi Tanah dengan Gypsum

Stabilisasi adalah usaha meningkatkan kekuatan geser tanah sehingga memenuhi syarat yang diinginkan dan stabilisasi tersebut tergantung dari kondisi cuaca (Kedzy, 1979).Pada umumnya kondisi tanah yang ada tidak selalu memenuhi kriteria atau spesifikasiperencanaan, baik sebagian maupun seluruhnya, sehingga perlu diadakan modifikasi dengan merubah perencanaan yang ada.

Ingels dan Metcalf (1972) menyebutkan tiga alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan, yaitu:

(42)

2. Mengangkat material yang ada dan menggantikannya dengan material yang lebih baik atau perbaikan tanah yang memenuhi perencanaan.

3. Melakukan modifikasi pada material yang tersedia sehingga menghasilkan material dengan kualitas yang memenuhi standar perencanan yang telah ditetapkan.

2.6.2.1 Gypsum

Gypsum adalah salah satu contoh mineral dengan kadar kalsium yang mendominasi pada mineralnya. Gypsum sebagai perekat mineral mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan perekat organik karena tidak menimbulkan pencemaran udara, murah dan tahan api, tahan deteriorasi oleh faktor biologis dan tahan terhadap zat kimia (Purwadi, 1993).

Gypsum yang paling umum ditemukan adalah jenis hidrat kalsium sulfat yang memiliki rumus kimia :

CaSO4 . 2H2O

Gypsum termasuk mineral dengan sistem kristal monoklin 2/m, namun kristal gipsnya masuk ke dalam sistem kristal orthorombik. Gypsum umumnya berwarna putih, kelabu, cokelat, kuning, dan transparan.

Penggunaan gypsum secara garis besar dapat digolongkan sebagai berikut (Sanusi, 1986) :

1. Gypsum yang belum mengalami kalsinasi, digunakan dalam pembuatan

(43)

2. Gypsum yang mengalami proses kalsinasi, sebagian besar digunakan

sebagai bahan bangunan, bahan dasar untuk pembuatan kapur, untuk cetakan alat keramik, gigi dan sebagainya. Jenis ini meliputi 72% dari seluruh volume perdagangan.

Gypsum mempunyai sifat yang cepat mengeras yaitu sekitar 10 menit.Waktu pengerasan gypsum bervariasi tergantung pada kandungan bahan dan airnya. Dalam proses pengerasan gypsum setelah dicampur dengan air maka terjadi hidratasi yang menyebabkan kenaikan suhu. Kenaikan suhu tersebut tidak boleh melebihi suhu 400C ( Simatupang, 1985 ). Suhu yang lebih tinggi lagi akan mengakibatkan pengeringan gypsum dalam bentuk CaSO4.2H2O sehingga mengurangi bobot air hidratasi.

Dalam proses pencampuran antara tanah, gypsum dan air untuk menghindari terjadinya proses absorbsi air maka dilakukan penambahan air sebesar 2% dari berat bahan pencampur (gypsum). Beberapa kegunaan gypsum diantaranya sebagai berikut :

1. Dry wall, bahan perekat dan campuran pembuatan lapangan tenis.

2. Sebagai pengganti kayu pada zaman kerajaan-kerajaan ketika kayu menjadi langka di zaman perunggu, gypsum ini digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Sebagai pengental tofu, karena memiliki kadar kalsium yang tinggi khususnya di benua Asia diproses secara tradisional.

(44)

2.6.2.2 Komposisi Kimia Gypsum

Gypsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gypsum merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni dan merupakan bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya gypsum mengandung 90% CaSO4.2H2O (Habson, 1987). Gypsumakan terasa hangat bila disentuh dibandingkan dengan batubata. Komposisi kimia yang terdapat dalam gypsum, yaitu:

1. Calcium (Ca) : 23,28 % 2. Hidrogen (H) : 2,34 %

3. Calcium Oksida (CaO) : 32,57 % 4. Air (H2O) : 20,93 %

5. Sulfur (S) : 18,62 %

Gypsum juga memiliki sifat-sifat kimia dan fisis yang mempengaruhinya di dalam penggunaannya. Sifat-sifat kimia dari gypsum yaitu :

1. Pada umumnya mengandung SO3 = 46,5 %; CaO = 32,4 %; H2O = 20,9%. 2. Kelarutan dalam air adalah 2,1 gram tiap liter pada suhu 400C; 1,8 gram

tiap liter air pada 00C; 1,9 gram tiap liter pada suhu 700 – 900 C . 3. Kelarutan bertambah dengan penambahan HCl atau HNO3.

Sifat-sifat fisis dari gypsum yaitu :

1. Memiliki warna putih, kuning,abu-abu, merah jingga, hitam bila tak murni.

(45)

3. Keras seperti mutiara terutama permukaan. 4. Bentuk mineral : kristalin, serabut dan masif . 5. Kilap seperti sutera.

6. Konduktivitasnya rendah.

7. Sistem kristalin adalah monoklinik.

2.6.3 Stabilisasi Tanah Dengan Abu Ampas Tebu

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.

2.6.3.1Abu Ampas Tebu

Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil pembakaran ampas tebu yang berubahsecara kimiawi, dan terdiri dari garam-garam inorganik.

(46)

tanpa dibersihkan, maka akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya (Batubara, 2009).

Rata – rata ampas tebu yang diperoleh dari proses giling 32 % tebu. Dengan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 24 juta ton potensi ampas yang dihasilkan sekitar 7,68 juta ton ampas per tahun.

Abu ampas tebu yang dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan. Abu ampas tebu (AAT) pada setiap pabrik gula cukup banyak, mencapai sekitar 9.000 ton AAT yang dibuang tiap tahun sebagai tanah uruk (Noerwasito, 2004).

2.6.3.2Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II

Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II merupakan pabrik gula terbesar di Sumatera Utara selain Kuala Madu. PGSS menghasilkan gula cukup besar dengan dukungan dari 5 kebun yakni Sei Semayang, Bulu Cina, Helvetia, Klumpang dan Saentis. Produk gula yang dihasilkan sampai sekarang hanya untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri saja, khususnya daerah yang terdapat di pulau Sumatera.

Berdasarkan pengelompokan gula negara, Pabrik Gula Sei Semayang dikategorikan dalam D pengelompokan berdasarkan SK Menteri Pertanian No.59/ Kpst/EKK /10/1977 yang mengelompokan pabrik gula berdasarkan kapasitas :

(47)

limbah abu ampas tebu Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II umumnya dibuang begitu saja dihalam pabrik. Masyarakat sekitar biasanya menggunakan abu ampas tebu ataupun limbah hasil penggilingan tebu lain seperti blotong sebagai pupuk. Ini membuat limbah abu ampas tebu terbuang sia-sia karena tidak dimanfaatkan secara optimal.Produksi gula pada Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Data Produksi Gula PTPN II tahun 2012

(48)

Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat dilihat pada Tabel 2.6berikut.

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu Senyawa kimia Persentase(%)

SiO2 71

Al2O3 1,9

Fe2O3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3,0

MnO 0,2

Sumber:http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.pdf

2.7 Pemadatan Tanah

2.7.1 Konsep Umum Pemadatan Tanah

(49)

atau dinamis pada tanah.Tujuan pemadatan adalah untuk memperoleh tanah yang mempunyai sifat-sifat fisis yang sesuai bagi suatu pekerjaan tertentu.

Beberapa kegunaan pemadatan tanah (compaction) adalah:

1. Meningkatkan kekuatan geser. 2. Mengurangi kompresibilitas. 3. Mengurangi permeabilitas. 4. Mengurangi potensi likuifaksi. 5. Kontrol swelling dan shrinking. 6. Memperpanjang durabilitas

Pengujian pemadatan standar telah dikembangkan dalam tahun 1980-an oleh Proctor (1933). Terdapat dua macam cara pengujian pemadatan, yaitu pengujian pemadatan Proctor standar dan pengujian pemadatan Proctor modifikasi. Perbedaan antara kedua cara tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Pengujian Pemadatan Proctor

(50)

dengan penumbuk dengan masa dan tinggi jatuh tertentu.Standar ASTM maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.

Kadar air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut kadar air optimum (OMC). Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan oleh Gambar 2.13

Gambar 2.13 Hubungan Antara Kadar Air Dan Berat Isi Kering Tanah Hubungan berat volume kering (�) dengan berat volume basah (�) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

=

+ �� (2.16)

(51)

hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum adalah percobaan pemadatan standar (standard compaction test).

2.7.2 Pemadatan Laboratorium dan Pemadatan Lapangan

Metode pemadatan di laboratorium jika diurutkan terhadap peningkatan kerja geseran adalah pemadatan statis, getar, tumbuk dan remas.Uji pemadatan Proctor standar menggunakan metode tumbuk, yang mengsimulasikan sampai tingkat tertentu kerja mesin gilas kaki domba.Tidak ada alat lapangan yang ekivalen dengan pemadatan statis yang berupa penekanan tanah dalam cetakan dengan tekanan merata pada seluruh permukaan (Dunn et al., 1980).

(52)

2.8 Kuat Geser

2.8.1 Konsep Umum Kuat Geser

Kekuatan geser tanah ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan. Seperti material teknik lainnya, tanah

mengalami penyusutan volume jika menderita tekanan merata di sekelilingnya. Apabila menerima tegangan geser, tanah akanmengalami distorsi dan apabila distorsi yang terjadi cukup besar, maka partikel-partikelnya akan terpeleset satu sama lain dan tanah akan dikatakan gagal dalam geser.

Dalam hampir semua jenis tanah daya dukungnya terhadap tegangan tarik sangat kecil atau bahkan tidak mampu sama sekali. Tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada gesekan antara butir tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam kondisi jenuh, maka ø = 0 dan S = c. Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisa-analisa daya dukung tanah (bearing capacity), tegangan tanah terhadap dinding penahan (earth preassure) dan kestabilan lereng (slope stability).

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar seperti ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh :

o Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan pemadatannya, tetapi tidak tergantung dari tegangan vertikal yang bekerja pada gesernya.

(53)

Oleh karena itu kekuatan geser tanah dapat diukur dengan rumus :

τ=�+ (σ −u)tan ф (2.17)

Dimana:

� : kekuatan geser tanah (kg/cm2)

c : kohesi tanah efektif (kg/cm2) � : tegangan normal total (kg/cm2)

u : tegangan air pori (kg/cm2)

ф : sudut perlawanan geser efektif

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain :

o Pengujian geser langsung (Direct shear test)

o Pengujian triaksial (Triaxial test)

o Pengujian tekan bebas (Unconfined compression test)

o Pengujian baling-baling (Vane shear test)

Dalam penelitian ini yang digunakan untuk menentukan kuat geser tanah adalah pengujian tekan bebas (Unconfined Compression Test).

2.8.2 Uji Tekan Bebas

(54)

Tegangan aksial dilakukan terhadap benda uji secara relatif cepat mencapai keruntuhan. Pada titik keruntuhan, harga tegangan total utama kecil (total minor principal stress) adalah nol dan tegangan utama besar adalah σ1 seperti terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Skema Uji Tekan Bebas

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka:

�� = �21= �2� = �� (2.18)

Dimana:

�� : kuat geser(kg/cm2)

�1 : tegangan utama(kg/cm 2

)

�� : kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)

(55)

Pada Gambar 2.15 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compresion Test (UCT).

Gambar 2.15 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)

(56)

Tabel 2.8 Hubungan kuat tekan bebas lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 2002)

Konsistensi � (kN/m2)

Lempung keras >400

Lempung sangat kaku 200 – 400

Lempung kaku 100 – 200

Lempung sedang 50 – 100

Lempung lunak 25 – 50

Lempung sangat lunak < 25 * Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2

2.8.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan.Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat.

Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

�� =�+ �tan∅ (2.19)

Dimana :

c : kohesi (kg/cm2)

(57)

Gambar 2.16 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser

2.8.4 Sensitifitas Tanah Lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

(58)

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap.

Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

�� = ��������������� (2.20)

Dimana :

(59)

Nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.

Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas.Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Sensitifitas lempung (Das, 2008)

Consitency qu (kN/m2)

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% permenit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :

a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-.

b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama. c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit,

(60)

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : �= �0

1−� (2.22)

Dimana :

A : luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao : luas mula-mula (cm2)

Besarnya tegangan normal :

�= �

k : faktor kalibrasi proving ring N : pembacaan proving ring (div) A : luas penampang tanah (cm2)

(61)

�� = �′� (2.24)

Dimana :

St :nilai sensitivitas tanah

σ : kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)

Gambar

Gambar 2.1 Tiga fase elemen tanah
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo,  2002)
Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo,  2002)
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data-data tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan dalam pendidikan sangat rendah dibanding laki-laki (Supandi, 2008, hlm. 22) mengidentifikasi tiga kendala bagi

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan interaksi terhadap parameter kekerasan, kadar air, dan penampakan cabai merah pada hari ke-18 penyimpanan didapatkan

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kualitas tidur pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Unit Budi

The platform proposes an innovative service model to spread the Silk Road heritage through “science and technology support, cultural presentation,

Ungkapan yang tepat untuk melengkapi kalimat tersebut adalah

Furthermore the interaction with other long-term environmental factors (rainwater) as well as the impact of sudden environmental events (earthquakes, flood,

Test Purpose: Requirement /req/eowcs/getCapabilities-response-coverageSummary: In the response to a successful GetCapabilities request containing an EO Coverage in a

Berdasarkan hasil wawancara singkat antara peneliti dengan beberapa guru bahasa Inggris di SMP Negeri 14 Cirebon, ditemukan kesimpulan bahwa kecenderungan Kurikulum