TUGAS AKHIR
KAJIAN KUAT TEKAN BEBAS PADA TANAH LEMPUNG
YANG DISTABILISASI DENGAN ABU AMPAS TEBU DAN
SEMEN
Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menjadi Sarjana
Disusun Oleh :
BIDANG STUDI GEOTEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013 ATINA REZKI
ABSTRAK
Stabilisasi merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan untuk perbaikan tanah (soil reinforcement). Stabilisasi yang biasa digunakan adalah compaction dan menggunakan bahan pencampur (admixture) seperti semen, fly ash, bitumen, dan kapur. Abu ampas tebu adalah limbah boiler hasil penggilingan
yang jumlahnya berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal dan terbuang sia-sia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan abu ampas tebu. Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan penelitian kuat tekan bebas dengan campuran abu sekam padi dan semen oleh Fadilla (2014) dan kuat tekan bebas dengan campuran abu cangkang sawit dan semen oleh Sinaga (2014). Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dimana sampel tanah asli merujuk pada penelitian Fadilla (2014) dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji UCT (Unconfined Compression Test).
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65 dan termasuk pada lempung tak berorganik, berat isi 1,24 gr/cm³, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut
termasuk dalam jenis A-7-6.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penambahan semen dan abu ampas tebu pada tanah lempung dengan waktu pemeraman 7 hari (curing) dapat
menurunkan batas cair menjadi 20,71 dan indeks plastisitas 7,04. Dengan bertambahnya persentase abu ampas tebu, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada persentase abu ampas tebu 9%. Dengan naiknya kadar abu ampas tebu , kuat tekan bebas selalu naik sampai dengan kadar abu 12% dengan prosentase kenaikan 61,80% kemudian menurun dan konstan pada kadar abu yang lebih tinggi 13% (53,88%) dan 14% (55,46%).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam keatas Baginda Rasullah
Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan dalam menjalankan setiap
aktifitas sehari-hari, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil
bidang Geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara, dengan judul “Kajian Kuat Tekan Bebas pada Tanah
Lempung yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Semen”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak sehingga
penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini pula, Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE., sebagai Dosen Pembimbing yang
telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada
Penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT., dan Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai
Dosen Pembanding dan Penguji Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ing-.Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen Teknik
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT., sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Ika Puji Hastuti, ST, MT., sebagai Kepala Laboratorium Mekanika
Tanah Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan
memberikan pengajaran kepada Penulis selama menempuh masa studi di
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Teristimewa keluarga saya, Ayahanda Ishaq Lubis dan Ibunda Fatimah
serta abang dan adik-adik saya Andi Habibi Pratama SE, Amelia Roni
Rezkinta dan Adinda Salsabila dan juga etek tersayang, Aisyah Lubis
SP,MP yang telah memberikan doa, motivasi, semangat dan nasehat.
Terima kasih atas segala pengorbanan, cinta, kasih sayang dan doa yang
tiada batas.
8. Seluruh staf pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
9. Teman-teman tersayang Hannawiyah Harahap, Sri Wahyuni Sebayang,
Hisbulloh Nasution, dan Merni Damalia. Terima kasih atas segala bantuan,
masukan, skandal dan kisah-kisah yang tercipta selama kita kuliah. Salah
satu dari kalian layak untuk menjadi penulis skenario sinetron.
10.Teman seperjuangan Nita Fadilla, terima kasih atas segala dorongan dan
motifasi dalam pengerjaan Tugas Akhir ini sehingga penulis dapat
11.Buat sahabat-sahabat angkatan 2009, yang telah membantu penulis baik
dalam kuliah, tugas, dan praktikum Tugas Akhir. Nora Usrina, Gustina
Arifin, Sarra Rahmadani, Putri Nurul Hardhanti, Lia Kartika Sitompul,
Gustara Iqbal, Ihsanuddin Saputra, Feri PH, Khairun Nazli, Afriansyah,
Rizki, M. Reza, Ahmad Prima, Ryan Pramana, Septian I.P, Deni Malik,
M. Taufik, Raja Fahmi, serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2009
sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas
semangat dan bantuannya selama ini.
12.Teman – teman geoteknik 2009, Hasoloan P. Sinaga, Erin A. Sebayang,
Manna G. Sihotang, Elisa D.J. Purba, Agrifa Sianipar, terima kasih atas
segala bantuannya selama ini.
13.Asisten Lab. Mekanika Tanah USU yang turut membantu dan
memberikan izin, M. Rizki Ridho, Iqbal dan Adik-adik 2011 asisten Lab.
Mekanika Tanah USU, serta Adik-adik angkatan 2012 yang membantu
eksperimen Wahyu, Muis dan Embas terimakasih atas kerjasamanya.
14.Asisten Lab. Beton USU yang telah memberikan bantuan dan izin
peminjaman tempat sementara kepada penulis, M. Reza sehingga penulis
dapat menyelesaikan pengujian Tugas Akhir penulis. Terima kasih atas
kerjasamanya.
15.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya
dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi
penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar–besarnya bagi kita semua. Amin.
Medan, Desember 2013
II.1.2.5 Berat Volume Kering ... 10
II.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat ... 11
II.1.2.7 Berat Jenis ... 11
II.1.2.8 Derajat Kejenuhan ... 12
II.1.2.9 Atterberg Limit ... 13
II.1.2.9.1. Batas Cair ... 14
II.1.2.9.2. Batas Plastis ... 15
II.1.2.9.3. Batas Susut ... 15
II.1.2.9.4. Indeks Plastisitas ... 16
II.1.2.10Klasifikasi Tanah ... 17
II.1.2.10.1.Klasifikasi Unified ... 18
II.1.2.10.2.Klasifikasi AASHTO... .. 19
II.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah ... 20
II.1.3.1 Pemadatan Tanah ... 20
II.1.3.2 Pengujian Unconfined Compresion Test ... 22
II.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb ... 24
II.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung ... 25
II.2 Bahan-bahan Penelitian ... 30
II.2.1Tanah Lempung ... 30
II.2.2Semen ... 35
II.2.2.1 Umum ... 35
II.2.2.2 Semen Portland ... 36
II.2.3Abu Ampas Tebu (AAT) ... 39
II.2.3.1 Ampas Tebu ... 39
II.2.3.2 Abu Ampas Tebu ... 44
II.3 Stabilisasi Tanah ... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48
III.1 Program Penelitian ... 48
III.2 Pekerjaan Persiapan ... 50
III.3 Proses Sampling ... 50
III.4 Pekerjaan Laboratorium ... 51
III.4.1 Uji Sifat Fisik Tanah ... 51
III.4.2 Uji Sifat Mekanis Tanah ... 52
III.4.2.1Uji Proctor Standar ... 52
III.4.2.2Uji UCT (Unconfined Compression Test) ... 53
III.5 Analisis Data Laboratorium ... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
IV.1 Pendahuluan ... 54
IV.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 54
IV.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 54
IV.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stablilisator ... 57
IV.2.2.1Batas Cair (LL) ... 59
IV.2.2.3Indeks Plastisitas (IP ... 61
IV.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah ... 61
IV.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah ... 61
IV.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator ... 63
IV.3.2.1 Berat Isi Kering Maksimum ( γd maks ) ... 64
IV.3.2.2Kadar Air Maksimum Campuran ... 65
IV.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas ( Unconfined Compression Test) ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
V.1 Kesimpulan ... 70
V.2 Saran ... 72
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
2.1 Diagram Fase Tanah 8
2.2 Batas-batas Atterberg 14
2.3 Alat Uji Batas Cair 15
2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified 19
2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO 20
2.6 Hubungan antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah 22
2.7 Skema Uji Tekan Bebas 22
2.8 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas 23 sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap
2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser 25 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded 25
2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded 26
2.12 Sensitifitas tanah lempung 28
2.13 Struktur Atom Mineral Lempung 32
2.14 Struktur Kaolinite 33
2.15 Struktur Montmorillonite 34
2.16 Struktur Illite 35
2.17 Proses penggilingan tebu 40
3. Diagram Alir Penelitian 49
4.1. Plot grafik klasifikasi USCS 56
4.2. Grafik analisa saringan 56
4.3. Grafik Batas Cair ( Liquid Limit) , Atterberg Limit 57
4.4. Grafik hubungan antara nilai batas cair (LL) dengan variasi
campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 59 4.5. Grafik hubungan antara nilai batas plastis (PL) dengan variasi
campuran PC dan AAT dengan waktu pemeraman selama 7 hari 60 4.6. Grafik hubungan antara nilai IP dengan variasi
4.7. Kurva kepadatan tanah 62 4.8. Grafik hubungan antara berat isi kering maksimum ( γd maks)
tanah dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama
7 hari. 64
4.9. Grafik hubungan antara kadar air optimum tanah ( wopt )
dan variasi campuran dengan waktu pemeraman selama 7 hari. 65 4.10. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan
regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli
dan tanah remoulded. 68
4.11. Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (qu) dengan
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
2.1 Berat Jenis Tanah 12
2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah 13
2.3 Indeks Plastisitas Tanah 17
2.4 Hubungan kuat tekan bebas
tanah lempung dengan konsistensinya 24
2.5 Senstifitas lempung 27
2.6 Produksi dan Produktivitas Tebu dan Gula 41
2.7 Data Penjualan Gula Tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007 (KG) 43
2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu 45
4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah 55
4.2 Data Hasil Uji Atterberg Limit 58
4.3 Data Uji Pemadatan Tanah 62
4.4 Data Hasil Uji Compaction 63
ABSTRAK
Stabilisasi merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan untuk perbaikan tanah (soil reinforcement). Stabilisasi yang biasa digunakan adalah compaction dan menggunakan bahan pencampur (admixture) seperti semen, fly ash, bitumen, dan kapur. Abu ampas tebu adalah limbah boiler hasil penggilingan
yang jumlahnya berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal dan terbuang sia-sia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kuat daya dukung tanah yang dicampur dengan semen dan abu ampas tebu. Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan penelitian kuat tekan bebas dengan campuran abu sekam padi dan semen oleh Fadilla (2014) dan kuat tekan bebas dengan campuran abu cangkang sawit dan semen oleh Sinaga (2014). Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dimana sampel tanah asli merujuk pada penelitian Fadilla (2014) dan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui nilai index properties dan engineering properties menggunakan uji UCT (Unconfined Compression Test).
Dari penelitian ini diperoleh bahwa sampel tanah memiliki kadar air 20,41%, berat jenis tanah 2,65 dan termasuk pada lempung tak berorganik, berat isi 1,24 gr/cm³, batas cair 44,23 dan indeks plastisitas 29,85. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (Clay – Low Plasticity) sedangkan berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut
termasuk dalam jenis A-7-6.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: penambahan semen dan abu ampas tebu pada tanah lempung dengan waktu pemeraman 7 hari (curing) dapat
menurunkan batas cair menjadi 20,71 dan indeks plastisitas 7,04. Dengan bertambahnya persentase abu ampas tebu, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada persentase abu ampas tebu 9%. Dengan naiknya kadar abu ampas tebu , kuat tekan bebas selalu naik sampai dengan kadar abu 12% dengan prosentase kenaikan 61,80% kemudian menurun dan konstan pada kadar abu yang lebih tinggi 13% (53,88%) dan 14% (55,46%).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Uraian Umum
Tanah merupakan material yang paling banyak digunakan dalam pembangunan suatu konstruksi, seperti tanah timbunan, bendungan urugan, tanggul sungai, dan timbunan badan jalan. Tanah juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena langsung tersedia di alam. Akan tetapi tidak semua tanah dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, tanah tersebut harus melalui proses
pengendalian mutu terlebih dahulu. Tanah haruslah bersifat keras sehingga sesuai dengan persyaratan teknis, apabila tanah tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka tanah tersebut perlu stabilisasi.
Stabilisasi tanah terbagi atas 3 cara, yaitu : 1. Mekanis
Stabilisasi secara mekanik adalah densifikasi tanah dengan kekuatan eksternal (external forces), antara lain dengan pemadatan (compaction)
dan drainase vertical (vertical drainage). Pemadatan dapat dilakukan
dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas (roller),
benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, getaran (vibration),
dan sebagainya. 2. Fisis
Stabilisasi secara fisis antara lain dengan perbaikan gradasi tanah, dimana butiran tanah ditambahkan pada tanah yang bergradasi kurang baik (poor graded) sehingga mencapai gradasi yang baik (weel graded). Stabilisasi
dengan cara fisis ini umunya dilakukan dengan cara mencampur berbagai jenis tanah, dan gradasi dari tanah campuran tersebut juga harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
3. Kimiawi
Stabilisasi secara kimiawi adalah dengan menambahkan bahan pencampur (stabilizing agents) pada tanah yang akan distabilisasi. Stabilizing agents
yang umum digunakan adalah semen, kapur, bitumen dan tar.
Bahan pencampur (additiver) tanah memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a. Meningkatkan tanah dasar atau pondasi bawah sifat untuk
mengurangi ketebalan perkerasan secara keseluruhan yang
b. Meningkatkan trafficability di lokasi konstruksi.
c. Tanah persiapan untuk pondasi dangkal.
d. Menstabilkan lereng dengan meningkatkan kekuatan geser tanah.
e. Mengurangi erosi oleh aliran permukaan atau rembesan dalam
(pipa).
f. Membangun tanggul.
g. Meningkatkan kemampuan kerja bahan galian.
h. Mengurangi debu lalu lintas yang dihasilkan.
i. Merehabilitasi tanah tercemar.
1.2 Latar Belakang
Abu ampas tebu adalah limbah dari pabrik gula yang dihasilkan dari proses penggilingan tebu dimana ampas tebu (bagasse) digunakan sebagai bahan
bakar proses penggilingan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan penelitian urrtuk memanfaatkan limbah abu ampas tebu menjadi bahan yang bermanfaat, yaitu sebagai bahan stabilisasi tanah lempung. Dalam penelitian ini ampas tebu tersebut dibakar terlebih dahulu untuk mendapatkan abu ampas tebu sebagai stabilisasi tanah lempung.
Pada penelitian ini, stabilizing agents yang digunakan tidak hanya abu
ampas tebu tetapi juga menggunakan semen. Semen merupakan salah satu bahan stabilisasi yang mudah diperoleh dan efektif. Semen memiliki kemampuan
mengeras dan mengikat partikel yang sangat bermanfaat untuk mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap deformasi.
Semen yang digunakan untuk penelitian ini berupa semen Portland tipe I yang sering digunakan. Abu ampas tebu yang digunakan sebagai bahan
pencampur berasal dari limbah abu ampas tebu Pabrik Gula Sei Semayang, Sumatera Utara.
1. Gunawan (2011) mengatakan bahwa tetes tebu dan kapur dapat
menurunkan batas cair dan indeks plastisitas tanah lempung ekspansif.
Tetes tebu dan kapur juga dapat meningkatkan nilai CBR tanah lempung
ekspansif dengan kadar optimum tetes tebu sebesar 30% dan kapur 7%.
2. Hatmoko (2003) melaporkan bahwa abu ampas tebu : menurunkan indeks
plastisitas, meningkatkan kepadatan, dan meningkatkan nilai CBR tanah
lempung. Kadar optimum abu ampas tebu terhadap tanah dalam keadaan
kering sebesar 12,5%. Pada kadar abu ampas tebu tersebut, kenaikan nilai
CBR cukup signifikans, namun demikian kenaikan kuat tekan bebasnya
tidak cukup berarti.
3. Hatmoko dan Lulie (2007) mengatakan abu ampas tebu dan kapur:
menurunkan potensi pengembangan dari 12% pada tanah asli menjadi
1,12% pada tanah dengan kadar kapur 10%. Dengan naiknya kadar abu
ampas tebu , kuat tekan bebas selalu naik sampai dengan kadar abu 10%
dengan prosentase kenaikan 43,84% kemudian menurun pada kadar abu
yang lebih tinggi 12,5% (31,54%) dan 15% (27,49%). Dengan
bertambahnya waktu pemeraman kuat tekan bebas tanah + kapur + abu
selalu mengalami kenaikan kuat tekan bebas.
4. Takaendengan, dkk., (2013) mengatakan semen: meningkatkan nilai daya
dukung tanah dan menurunkan indeks plastisitas yang cukup signifikan
pada tanah lempung ekspansif. Pada campuran semen sebesar 20% terjadi
peningkatan nilai daya dukung yang cukup tinggi yakni 767,01% dari daya
penurunan indeks plastisitas sebesar 56,4% dari indeks plastisitas tanah
asli. Semakin kecil indeks plastisitas, nilai daya dukung semakin besar.
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh penambahan semen dan abu ampas tebu pada tanah
lempung (clay) terhadap index properties.
2. Untuk mengetahui perkembangan nilai kuat tekan dari tanah yang
distabilisasi semen dan abu ampas tebu pada umur 7 hari.
1.3.2 Manfaat
Tugas Akhir ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Untuk mengurangi permeabilitas tanah lempung
2. Untuk memperbaiki sifat-sifat tanah lepung terutama sifat mekanik
3. Untuk meningkatkan stabilitas tanah lempung
4. Pihak-pihak atau mahasiswa yang akan membahas hal yang sama;
5. Pihak-pihak yang membutuhkan informasi dan mempelajari hal yang
dibahas dalam laporan Tugas Akhir.
1.4 Pembatasan Masalah
Pada Tugas Akhir ini, ruang lingkup yang akan dibahas adalah :
1. Tanah yang dipakai dalam pengujian adalah tanah lempung yang berasal
dari Jl. Raya Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara.
2. Bahan pencampur yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
3. Pengujian untuk engineering properties dilakukan dengan uji kuat tekan
bebas (unconfined compression test) dan uji Proctor standard.
4. Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan penelitian “Pengujian Kuat
Tekan Bebas Tanah (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah
Lempung yang Dicampur dengan Semen dan Abu Sekam Padi” oleh
Fadilla dan “Pengujian Kuat Tekan Bebas pada Stabilitas Tanah Lempung
dengan Campuran Semen dan Abu Cangkang Sawit” oleh Sinaga, dimana
digunakan sampel tanah asli dan remoulded yang sama untuk ketiga
penelitian tersebut.
5. Waktu pemeraman (curing time) yang diperlukan agar campuran merata
dilakukan selama 7 hari (Ariyani dan Wahyuni, 2007).
6. Proses absorbsi semen dalam campuran diabaikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah
Das (2008) mengatakan tanah merupakan material yang terdiri dari agregat
(butiran) mineral padat dengan zat cair, yang membentuk sistem tiga, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram fase tanah
Gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume V
dan berat total W, sedangkan Gambar 2.1 (b) memperlihatkan hubungan berat dan
volumenya. Dari gambar tersebut dapat dibentuk persamaan berikut :
�= ��+�� (2.1)
dan
�= ��+�� +�� (2.2)
�� =�� +�� (2.3)
Dengan:
�� = berat air
�� = volume butiran padat
�� = volume air
�� = volume udara
2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah
2.1.2.1 Kadar Air (Moisture Water Content)
Kadar air (��) adalah persentase perbandingan berat air (��) dengan berat
butiran (��) dalam tanah. Kadar air tanah (��) dapat dinyatakan dalam
2.1.2.2 Porositas (Porocity)
Porositas (�) merupakan persentase perbandingan antara volume rongga
� = Volume total
2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)
Angka Pori (�) adalah perbandingan antara volume rongga (��) dengan
volume butiran (��) dalam tanah. Angka pori tanah (�) dapat dinyatakan dalam
persamaan :
2.1.2.4 Berat Volume Basah (Wet Volume Weight)
Berat volume basah (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
termasuk air dan udara (�) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah
2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)
Berat volume kering (��) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
(��) dengan volume total tanah (�). Berat volume tanah (��) dapat dinyatakan
dalam persamaan :
�� = ��� (2.8)
Dimana:
�� = Berat volume kering
�� = Berat butiran tanah
� = Volume total tanah
2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)
Berat volume butiran padat (��) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (��) dengan volume butiran tanah padat (��). Berat volume butiran padat
(��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���
� (2.9)
Dimana:
�� = Berat volume padat
�� = Berat butiran tanah
2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)
Berat jenis tanah (��) adalah perbandingan antara berat volume butiran
tanah (��) dengan berat volume air (��) dengan isi yang sama pada temperatur
tertentu. Berat jenis tanah (��) dapat dinyatakan dalam persamaan :
�� = ���� (2.10)
Dimana:
�� = Berat volume padat
�� = Berat volume air
�� = Berat jenis tanah
Adapun penilaian serta batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah (Hardiyatmo, 2002)
2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)
Derajat Kejenuhan suatu (�) adalah perbandingan antara volume air (��)
dengan volume total rongga pori tanah (��). Bila tanah dalam keadaan jenuh,
maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�) dapat dinyatakan dalam
Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)
Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan
Swedia, Atterberg pada tahun 1911. Batas-batas Atterberg digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan engineering behavior tanah berbutir halus.
Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,
yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk
menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan
mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz dan Kovacs, 1981).
Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair, Batas-batas plastis dan Batas-batas susut. Hal ini dapat dilihat
dalam Gambar 2.2 .
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg
2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan
cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan
dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang
telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah
sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan
dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.
Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan
nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 –
1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100.
(Holtz dan Kovacs, 1981).
Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Alat uji batas cair
2.1.2.9.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (plastic limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah
Batas plastis memiliki batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah
memiliki nilai batas cair kurang dari 40 (Holtz dan Kovacs, 1981).
2.1.2.9.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.
Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin
diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh
pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan
dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas
susut dapat dinyatakan dalam persamaan
�� = �(�1−�2)
�2 −
(�1−�2)��
�2 � � 100 % (2.12)
dengan
�1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
�2 = berat tanah kering oven (gr)
�1 = volume tanah basah dalam cawan (��3)
�2 = volume tanah kering oven (��3)
�� = berat jenis air
2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis. Adapun
rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah sesuai dengan
PI = LL - PL (2.13)
Dimana:
PI = Indeks plastisitas
LL = Batas cair
PL = Batas plastis
Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 2002)
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Klasisfikasi tanah sangat membantu dalam perencanaan karena dapat
membantu para engineer untuk mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan
perilaku tanah selama masa konstruksi ataupun selama pembebanan. Hal ini
dikarenakan pengklasifikasian tanah didasarkan oleh sifat-sifat teknis tanah dan
akumulasi pengalaman-pengalaman para insinyur terdahulu (Holtz dan Kovacs,
1981).
Klasifikasi tanah biasanya menggunakan indeks tipe pengujian yang
sangat sederhana untuk menentukan karakteristik tanahnya. Klasifikasi tanah
dan plastisitasnya. Sekarang, terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan
yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO.
2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified
Pada sistem unified, tanah akan diklasifikasikan sebagai tanah berbutir
kasar jika lebih dari 50% tinggal dalam saringan nomor 200, dan akan
diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari
50% lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem
klasifikasi ini diantaranya :
G = kerikil (gravel)
S = pasir (sand)
C = lempung (clay)
M = lanau (silt)
O = lanau atau lempung organic (organic silt or clay)
Pt = gambut (peat)
W = bergradasi baik (well-graded)
P = bergradasi buruk (poor-graded)
H = plastisitas tinggi (high-plasticity)
Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem Unified
2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) membagi tanah ke dalam 7 kelompok yaitu A-1 sampai dengan A-7.
Dimana sistem AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna
empiris kemudian dievaluasi terhadap indeks kelompoknya. Pengujian yang
digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah
2.1.3.1 Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga
diisi dengan udara, sedangkan volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya
sama.
Beberapa kegunaan pemadatan tanah (compaction) adalah:
1. Meningkatkan kekuatan geser.
2. Mengurangi kompresibilitas.
3. Mengurangi permeabilitas.
4. Mengurangi potensi likuifaksi.
5. Kontrol swelling dan shrinking.
Pada tanah granuler mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan
sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Sedangkan pada Pada tanah lanau
sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah karena permeabilitasnya rendah.
Lempung padat mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak
dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah. Tanah lempung yang
dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi.
Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan
mineralnya.
Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah,
dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction,
yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort
(Bowles, 1984).
Hubungan berat volume kering (��) dengan berat volume basah (��) dan
kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :
�� =1 + ��� (2.14)
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould dengan volume 9,34 x 10−4 �3, dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan
tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan
(standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25
kali pukulan.
Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan
hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan oleh
Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compresion Test
Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compresion Test) merupakan salah satu
cara laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini
mengukur seberapa kuat tanah menerima kuat tekan yang diberikan hingga tanah
tersebut terpisah dari butiran-butirannya, uji kuat ini juga mengukur regangan
tanah akibat tekanan tersebut.
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah
sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0,
maka:
�� = �21= �2� = �� (2.15)
Dimana:
�� = Kuat geser
�1 = Tegangan utama
�� = kuat tekan bebas tanah
�� = kohesi
Pada Gambar 2.8 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian
Unconfined Compresion Test (UCT).
Gambar 2. 8 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan
Tabel 2.4 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo, 2002)
Konsistensi �� (kN/m2)
Lempung keras >400
Lempung sangat kaku 200 – 400
Lempung kaku 100 – 200
Lempung sedang 50 – 100
Lempung lunak 25 – 50
Lempung sangat lunak < 25
* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2
2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb
Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan
normal dan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah
ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan.
Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat
menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat
cepat.
Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang
terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.
�� =�+ �tan∅ (2.16)
dimana : c = kohesi
Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.
2.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung
Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan
contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah
kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat
nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan
didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana
perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.
Gambar 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded
Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah
diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural
(remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural
tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio
(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah
yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut
diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:
�� = ����������������� (2.17)
dimana, St = kesensitifan
umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai
8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai
Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap
gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang
berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Sensitifitas lempung (Das, 2008)
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan:
1. Penekanan
Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% permenit
2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :
a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-.
b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.
c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit,
berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.
Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :
� = ∆��
0
(2.18)
Dimana :
∆L = Perubahan panjang (cm)
Lo = Panjang mula-mula (cm)
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :
� = �0
1−� (2.19)
Dimana :
A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2)
Ao = Luas mula-mula (cm2)
Besarnya tegangan normal :
�= �
k = Faktor kalibrasi proving ring
N = Pembacaan proving ring (div)
Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :
�� = ��′ (2.21)
Dimana :
St = Nilai sensitivitas tanah
σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2)
2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung
Beberapa sumber dari penulis buku mengatakan tentang definisi tanah
lempung antara lain:
1. Das (2008), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah tanah
berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari
pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung
sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air
sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak.
2. Bowles (1984), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit
yang mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm.
Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri
dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah
silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari
empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri
dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das,
2008).
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika
(silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran
Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom
oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk
memenuhi keseimbangan muatan mereka.
( a ) ( b )
( c ) ( d )
( e )
Gambar 2.12 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )
lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).
Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral
lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain
a. Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung
karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya
berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.
Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan
diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000
Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr. Silica tetrahedral
merupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang digabung dengan satu
lembaran alumina oktahedran (gibbsite) dan membentuk satu unit dasar
dengan tebal sekitar 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada
Gambar 2.13. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen
dan gaya bervalensi sekunder.
Gambar 2.13 Struktur Kaolinite (Das, 2008).
b. Montmorillonite mempunyai susunan kristal yang terbentuk dari susunan
daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å
(0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gaya Van Der
Walls mengikat satuan unit sangat lemah diantara ujung-ujung atas dari
lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan kation dapat
dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan
kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa
montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat
sehingga mudah mengalami proses pengembangan.
Gambar 2.14 Struktur Montmorillonite (Das, 2008).
c. Illite.
Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illite
mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan. Illite
memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir
sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :
• Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus
sebagai pengikat.
• Pada lempeng tetrahedral terdapat ± 20% pergantian silikon (Si)
• Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.
Gambar satuan unit illite ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut ini.
Gambar 2.15 Struktur Illite (Das, 2008)
Mineral lempung dapat berbentuk berbeda, hal ini dikarenakan oeh
substitusi dari katkation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Apabila
ion-ion yang disubstitusikan memiliki ukuran yang sama disebut ishomorphous. Dan
jika anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation
diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation,
maka mineral tersebut disebut brucite.
2.2.1.1 Sifat Umum Tanah Lempung
Bowles (1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah:
1. Hidrasi.
Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung
biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-
lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini
lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas.
Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas
(IP) dengan prosentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan
dalam persamaan:
� = ��
����������ℎ�������
Dimana untuk nilai A>1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat
ekspansif. Pada nilai 1,25<A<0,75 tanah digolongkan normal sedangkan
tanah dengan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Nilai- nilai khas dari
aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Bowles, 1984)
Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas
Kaolinite 0,4 – 0,5
Illite 0,5 – 1,0
Montmorillonite 1,0 – 7,
3 .Flokulasi dan disperse
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan
air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan
dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung
asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan
mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat
4 .Pengaruh Zat cair
Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekul air
berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif
di satu sisi dan muatan negatif disisi lainnya hal ini dikarenakan
molekul air merupakan molekul dipolar. Sifat dipolar air terlihat pada
Gambar 2.16 berikut.
Gambar 2.16 Sifat dipolar molekul air (Das, 2008)
Karena molekul air bersifat dipolar, permukaan partikel lempung
menarik moleku air secara elektrik dalam 3 kasus, hal ini disebut dengan
hydrogen bonding, yaitu:
1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan
ujung positif dipolar.
2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan
negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh
permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.
3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu ikatan
Gambar 2.17 Molekul air dipolar dalam lapisan ganda (Hardiyatmo, 2002)
Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang
berbeda untuk menarik exchangeable kation. Exchangeable cation adalah
keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang
bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan
daya tarik exchangeable cation yang besar daripada kaolinite. Kalsium dan
magnesium merupakan Exchangeable cation yang paling dominan pada tanah,
sedangkan potassium dan sodium merupakan yang paling tidak dominan. Ada
beberapa factor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation,
besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari
kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut:
Al+3> Ca+2> Mg+2> NH +4> K+> H+> Na+> Li+
Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008)
Contohnya pada kapur (CaOH), dimana sodium tanah lempung diganti
oleh kalsium, dimana kalsium memiliki daya berganti (replacing power) yang
2.2.1.2 Pertukaran ion tanah lempung
Holtz dan Kovacs (1981) mengutip dari Mitchell (1976) mengatakan
tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat
permukaan dan akan berkurang seiiring dengan bertambahnya jarak dari
permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis
dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water.
Perbandingan hydrogen bonds, gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia
dengan jarak molekul dengan partikel lempung dapat dilihat pada
Gambar.2.18.
Gambar 2.18 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan partikel lempung
2.2.2 Semen 2.2.2.1 Umum
2.2.2.2 Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru
yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang
berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain
semen portland, semen pozzolan,semen alumina, semen terak, semen
alam dan lain-lain.
2 Semen hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan
untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras
di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.
2.2.2.3 Semen Portland
Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah
bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.
2.2.2.4 Jenis-Jenis Semen Portland
Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi
lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi,
dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain :
1. Semen Portland Biasa
Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi
secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti
ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal
yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen
2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat
Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap
sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3)
pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125
ppm, serta pH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan
semen jenis ini sebagai tipe II.
3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi
Semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung
tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland
biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal
yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih
tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan
semen ini sebagai tipe III.
4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah
Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan
tricalsium aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki
kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa
dan memiliki sifat-sifat :
a. Panas hidrasi rendah
b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu
lama sama dengan semen Portland biasa
c. Susut akibat proses pengeringan rendah
d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat
5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat
Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen
jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan
yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air
tanah dan tanah masing-masing 0,17% - 1,67% dan 125 ppm –
1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi
dibawah permukaan air.
6. Semen Portland Blended
Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain
gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah
terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen Portland blended adalah :
a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)
b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement) c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland
Balst-Furnase Slag Cement)
d. Semen Super Masonry
Persyaratan komposisi kimia semen Portland menurut ASTM Designation C
Table 2.8 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement
Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure 1992
2.2.3 Abu Ampas Tebu (AAT) 2.2.3.1 Ampas tebu
Ampas tebu (bagasse of sugar cane) merupakan limbah hasil penggilingan
tebu, dan memiliki campuran dari serat yang kuat dengan jaringan parenkim yang
lembut, yang mempunyai tingkat higroskopis yang tinggi. Pada proses
penggilingan tebu, terdapat 5 kali proses penggilingan dari batang tebu, dimana
hasil penggilingan pertama dan kedua merupakan nira mentah yang berwarna
kuning kecoklatan, dan pada proses penggilingan ketiga, keempat dan kelima
dihasilkan nira dengan volume yang berbeda-beda. Kemudian pada gilingan
terakhir menghasilkan ampas tebu kering. Sketsa penggilingan tebu dapat dilihat
Gambar 2.19 Proses penggilingan tebu Sumber: http://web.ipb.ac.id
Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah, yaitu limbah
padat, cair dan gas. Limbah padat, yaitu: ampas tebu (bagasse), abu boiler dan
blotong (filter cake). Berdasarkan data FAO
tebu ke-11 (sebelas) terbesar di dunia. Dimana Indonesia memproduksi tebu
sebanyak 24.000.000 tanaman tebu atau 3,3% dari produksi Brazil yang
merupakan Negara penghasil tebu terbesar di dunia, yaitu sebesar 734.000.000.
Tabel 2.7 Produksi dan Produktivitas Tebu dan Gula
R* = Rangking. (Sumber:
Ampas tebu memiliki beberapa kegunaan, antara lain:
1. Digunakan sebagai bahan bakar boiler
2. Digunakan sebagai pupuk
3. Digunakan sebagai energi alternatif (biomassa)
4. Digunakan sebagai bahan pembuat kertas nonkayu
5. Digunakan sebagai pakan ternak (tetes tebu)
6. Dll
Ampas tebu (bagasse) ini memiliki aroma yang segar dan tidak
menimbulkan bau busuk karena ampas tebu mudah dikeringkan. Limbah padat
yang kedua adalah blotong. Blotong merupakan endapan limbah pemurnian nira
sebelum dimasak dan dikristalkan menjadi gula pasir. Blotong memiliki bentuk
seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedap jika masih basah.
Limbah ampas tebu (bagasse) yang berlebih dapat membawa masalah bagi
area yang luas. Ampas tebu mengandung karena di dalamnya terkandung air, gula,
serat dan mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan
panas dan mudah terbakar. Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar
ketel,ampas tebu juga dibakar secara berlebihan (inefisien) untuk mengatasi
kelebihan ampas.
Berdasarkan siaran pers No :S. 563/II/PIK-1/2005 yang dikeluar kan oleh
Departemen Kehutanan, menyatakan bahwa potensi ampas tebu di Indonesia
cukup besar. Hal ini disebabkan oleh luas tanaman tebu di Indonesia adalah
395.399,44 ha ,yang tersebar di pulau Sumatera seluas 99.383,42 ha, pulau Jawa
seluas 265.671,82 ha, pulau Kalimantan seluas 13.970 ha, dan pulau Sulawesi
seluas 16.373,4 ha. Diperkirakan setiap hektar tanaman tebu mampu
menghasilkan 100 ton ampas tebu. Sehingga dari total luas tanaman tebu, potensi
yang dapat tersedia mencapai 39.539.994 ton per tahun.
2.2.3.2 Abu ampas tebu
Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil pembakaran
ampas tebu yang berubah secara kimiawi, dan terdiri dari garam-garam inorganik.
Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler
dengan suhu mencapai 5500-6000C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam, dan
dilakukan pengangkutan atau pengeluaran abu dari dalam boiler, apabila dibiarkan
tanpa dibersihkan, maka akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses
Rata – rata ampas tebu yang diperoleh dari proses giling 32 % tebu.
Dengan produksi tebu di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 24 juta ton potensi
ampas yang dihasilkan sekitar 7,68 juta ton ampas per tahun.
Abu ampas tebu yang dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah yang
tidak dimanfaatkan. Abu ampas tebu (AAT) pada setiap pabrik gula cukup
banyak, mencapai sekitar 9.000 ton AAT yang dibuang tiap tahun sebagai tanah
uruk (Noerwasito, 2004).
2.2.3.3 Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II
Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II merupakan pabrik gula
terbesar di Sumatera Utara selain Kuala Madu. PGSS menghasilkan gula cukup
besar dengan dukungan dari 5 kebun yakni Sei Semayang, Bulu Cina, Helvetia,
Klumpang dan Saentis. Produk gula yang dihasilkan sampai sekarang hanya untuk
memenuhi kebutuhan gula dalam negeri saja, khususnya daerah yang terdapat di
pulau Sumatera.
Berdasarkan pengelompokan gula negara, Pabrik Gula Sei Semayang
dikategorikan dalam D pengelompokan berdasarkan SK Menteri Pertanian No.59/
Kpst/EKK /10/1977 yang mengelompokan pabrik gula berdasarkan kapasitas :
a. Golongan A untuk pabrik dengan kapasitas 800 – 1200 ton
b. Golongan B untuk pabrik dengan kapasitas 1200 – 1800 ton
c. Golongan C untuk pabrik dengan kapasitas 1800 – 2700 ton
limbah abu ampas tebu Pabrik gula Sei Semayang (PGSS) PTPN II
umumnya dibuang begitu saja dihalam pabrik. Masyarakat sekitar biasanya
menggunakan abu ampas tebu ataupun limbah hasil penggilingan tebu lain seperti
blotong sebagai pupuk. Ini membuat limbah abu ampas tebu terbuang sia-sia
karena tidak dimanfaatkan secara optimal. Produksi gula pada Pabrik gula Sei
Semayang (PGSS) PTPN II dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Data Produksi Gula PTPN II tahun 2012
Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang dapat
dilihat pada Tabel 2.8 berikut.
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu
Senyawa kimia Persentase(%)
SiO2 71
2.2.4 Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau
menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan
persyaratan dan memiliki mutu yang baik.
Tanah lempung merupakam salah satu jenis tanah yang sering dilakukan
proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif pada tanah
lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar
karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam
dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat
meningkatkan daya dukung tanah tersebut.
Stabilisasi memiliki 3 (tiga) cara yaitu: mekanis, fisis dan penambahan
campuran (admixture)) seperti cara dengan menggunakan lapisan tambah pada
tanah (misalnya geogrid atau geotekstil), melakukan pemadatan dan pemampatan
di lapangan serta dapat juga dengan melakukan memompaan air tanah sehingga
air tanah mengalami penurunan. Stabilisator yang sering digunakan yakni semen,
kapur, abu sekam padi, abu cangkak sawit, abu ampas tebu, fly ash, bitumen dan
bahan-bahan lainnya. Kelebihan stabilisasi dengan menggunakan bahan tambahan
(admixture) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kekuatan
b. Mengurangi deformabilitas
c. Menjaga stabilitas volume
d. Mengurangi permeabilitas
e. Mengurangi erodibilitas
f. Meningkatkan durabilitas
2.2.4.1 Stabilisasi Tanah dengan Semen
Stabilisasi tanah dengan semen adalah pencampuran antara tanah yang
telah dihancurkan, semen dan air, kemudian dipadatkan dan menghasilkan suatu
material baru yaitu Tanah – Semen dimana karakteristik deformasi, kekuatan,
daya tahan terhadap air, cuaca dan sebagainya dapat disesuikan dengan kebutuhan
untuk perkerasan jalan, pondasi bagunan dan jalan, aliran sungai dan lain-lain
Pada penelitian ini digunakan semen dengan jenis Portland cement tipe-I
dan abu ampas tebu. Kelebihan penggunaan semen sebagai bahan stabilisasi tanah
adalah :
a. Meningkatkan kekuatan dan kekakuan (stiffness)
b. Stabilitas volume yang lebih baik
c. Meningkatkan durabilitas
2.2.4.2 Proses kimia pada stabilisasi tanah dengan Semen
Suardi (225) mengatakan tahapan proses kimia pada stabilisasi tanah
menggunakan semen adalah sebagai berikut:
a. Absorbsi air dan reaksi pertukaran ion;
Jika Semen Portland ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca++
dilepaskan melalui proses hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut
pada permukaan partikel-partikel lempung, Butiran lempung dalam
kandungan tanah berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion
positif seperti ion hidrogen (H+), ion sodium (Na+), ion kalsium
(K+), serta air yang berpolarisasi. Sehingga membentuk kalsium
silikat dan kalsium aluminat yang mengakibatkan kekuatan tanah
meningkat.
Reaksi pozolan; semuanya melekat pada permukaan butiran
lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung
menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensi tanah menjadi
b. Reaksi pembentukan kalsium silikat dan kalsium aluminat;
Secara umum hidrasi adalah sebagai berikut:
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2 . 3H2O+ Ca(OH)2
Reaksi antara silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) halus yang
terkandung dalam tanah lempung dengan kandungan mineral
reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan kapur dan air. Hasil reaksi
adalah terbentuknya kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit,
kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat
2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan
senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah
menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Jadi semen yang
umum digunakan untuk stabilisai tanah dengan bahan semen adalah
ordinary portland cement atau dikenal sebagai semen tipe I.
2.2.4.3 Stabilisasi Tanah Dengan abu ampas tebu
Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan
negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium
(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran
lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah
dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang
berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran
lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya
(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Program Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sampel tanah yang tidak diberikan bahan
stabilisasi (tanah asli) dan pada tanah yang diberikan bahan stabilisasi kimiawi
berupa penambahan Portland Cement (PC) dan abu ampas tebu (AAT) dengan
berbagai variasi campuran.
Penelitian tugas akhir ini dilakukan bersamaan dengan penelitian Fadilla,
“Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah (Unconfined Compression Test) pada
Stabilitas Tanah Lempung yang Dicampur dengan Semen dan Abu Sekam Padi”
dan penelitian Sinaga, “Pengujian Kuat Tekan Bebas pada Stabilitas Tanah
Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Cangkang Sawit”. Dimana pada
ketiga penelitian ini, digunakan sampel tanah asli dan tanah remoulded yang sama
kemudian dibandingkan bahan stabilisator masing-masing. Bahan stabilisator
yang digunakan adalah yaitu abu sekam padi, abu ampas tebu dan abu cangkang
sawit sehingga dapat dibandingkan bahan stabilisator mana yang terbaik.
Program penelitian dalam penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan,
pekerjaan uji laboratorium dan analisis hasil uji laboratorium. Skema program
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian 4. Analisa Saringan 5. Uji Proctor Standar
6. Uji Kuat Tekan Bebas (UCT)
Pembuatan Benda Uji 1. Kombinasi campuran
2% PC + 2% AAT 2% PC + 6%AAT 2 %PC + 10%AAT 2% PC + 14%AAT 2% PC + 3% AAT 2 %PC + 7%AAT 2 %PC + 11%AAT 2 %PC + 15%AAT 2% PC + 4% AAT 2 %PC + 8%AAT 2 %PC + 12%AAT
2% PC + 5% AAT 2 %PC + 9%AAT 2% PC + 13%AAT 2. Lakukan pemeraman (curing time) 7 hari.
3. Pemadatan dengan Proctor Standar.
Uji Kuat tekan Bebas
Analisis Data Lab
Kesimpulan dan Saran
3.2 Pekerjaan Persiapan
Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian
ini yakni :
• Mencari literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi
dengan semen dan abu ampas tebu, serta literatur mengenai pengujian kuat
tekan bebas (Unconfined Compression Test).
• Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini diambil dari Jalan Raya
Medan Tenggara, Sumatera Utara. Tanah yang diambil termasuk tanah
lempung dengan kadar air rendah – sedang.
• Pengadaan semen
Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland type I, dengan merk dagang
Semen Padang (PPC / Portland Pozzolan Cement).
• Pengadaan serbuk abu ampas tebu
Abu ampas tebu yang dipakai adalah abu ampas tebu yang berasal dari
limbah ampas tebu yang dibakar menjadi abu yang berasal dari pabrik gula
Sei Semayang di Jl. Medan-Binjai Km 12.5 , Medan.
3.3 Proses Sampling
Adapun pengambilan (proses) sampling tanah tidak terganggu
(undisturbed) yang diperoleh dari lapangan adalah dengan menggunakan hand bor
dan untuk sampel tanah terganggu diambil dari tanah yang berada ± 30cm dari
dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai. Adapun prosedur
sampling yang dilakukan adalah:
• Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Jalan Raya
Medan Tenggara, Medan, Sumatera Utara
• Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari
muka tanah.
• Sampel tanah asli (undisturbed) maupun tanah remoulded yang digunakan
sama dengan penelitian Fadilla (2014) dan Sinaga (2014).
• Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk
pengujian tanah asli diambil dari contoh tanah tidak terganggu
(undisturbed) dan untuk pengujian tanah campuran diambil dari tanah disturbed dicampur dengan semen dan abu ampas tebu.
• Pada pengujian kuat tekan tanah (unconfined compression test) sampel
tanah asli diambil dari tanah undisturbed dengan menggunakan alat
pengeluar sampel tanah dari tabung tanah undisturbed dan dimasukkan ke
dalam mould sampel UCT test.
3.4 Pekerjaan Laboratorium 3.4.1 Uji Sifat Fisik Tanah
Dalam penelitian ini pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui
sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini
dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat tanah yang akan
diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk