• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Bottom Ash terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai UCT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Efektifitas Penggunaan Semen dan Bottom Ash terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai UCT"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles, J. E. 1984. Physical and Geotechnical Properties of Soil. United States of

America: McGraw-Hill,Inc.

Das, B. M. 2008. Advanced Soil Mechanics Third Edition. New York: Taylor &

Francis.

Das, B. M. 1994. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid II.

Jakarta: Erlangga.

Hardiyatmo, H. C. 2002. Mekanika Tanah I, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Umum.

Holdz, R. D., & Kovacs, W. D. 1981. An Introduction to Geotechnical Engineering, United States of America: Prentice-Hall.

Smith, M. J. 1984. Mekanika Tanah – Seri Pedoman Godwin Edisi Keempat.

Jakarta: PT. Erlangga.

Modul Praktikum Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Modul Praktikum Laboratorium Uji Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Bandung.

Rifa‟I, A.dkk. Characterization and effective utilizationOf coal ash as soil stabilization on Road application. Department of Civil and Environmental

Engineering. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

Mulyani, S Stabilisasi Tanah Lempung denganMenggunakan Abu Terbang danKapur”,Master Thesis,Graduate Program, Gadjah Mada University,

(2)

Takaendengan, P. P., Monintja, S., Ticoh, J. H., dan Sumampouw, J. R. 2013.

Pengaruh Stabilisasi Semen Terhadap Swelling Lempung Ekspansif.

Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi.

Silaban, F. A. 2013. Kajian Efektifitas Semen dan Fly Ash dalam Stabilitas Tanah Lempung dengan Uji Triaxial Cu dan Aplikasi pada Stabilisasi

Lereng. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rezky, A. 2014. Kuat Tekan Bebas pada Tanah Lempung yang Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera

Utara, Medan.

Fadilla, N. 2013. Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah (Unconfined Compression Test) pada Stabilitas Tanah Lempung yang Dicampur dengan Semen dan

Abu Sekam Padi. Program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Sinaga, H. H. P. 2013. Pengujian Kuat Tekan Bebas pada Stabilitas Tanah Lempung dengan Campuran Semen dan Abu Cangkang Sawit. Program

Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soehardjono, A.dkk. 2013 “Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Sebagai Pengganti Semen Terhadap Nilai Kuat Tekan Dan Kemampuan Resapan

Air Struktur Paving. Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya,

Malang.

Coal Bottom ash /BoilerSlag-Material Description,2000.

Luhur, P. A., Kuncoro, B. 2007. Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif Semarang-Purwodadi Km-57 Dengan Bottom Ash PT. APAC INTI CORPORA.

(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Program penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanah Lempung tanpa campuran Bottom Ash,

serta tanah Lempung yang telah diberi campuran Semen 1-2% dan Bottom Ash

dengan beberapa persen variasi kadar bahan campuran. Penelitian ini meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan uji laboratorium dan analisis terhadap hasil pengujian laboratorium. Adapun bagan alir yang digunakan dalam penelitian seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini

3.2 Pekerjaan Persiapan

Adapun pekerjaan persiapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni :

1. Mencari bahan literatur yang berkaitan dengan tanah lempung yang distabilisasi dengan semen dan Bottom Ash, serta literatur mengenai

pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).

2. Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Sihaporas, Sibuluan. Tanah yang diambil termasuk tanah lempung dengan kadar air rendah – sedang.

3. Pengadaan Semen

Semen yang dipakai adalah jenis semen Portland type I, dengan merk

(4)

4. Sampel BottomAsh

Diperoleh dari sisa pembakaran batu bara yang digunakan PT. ASAHI, Kota Sibolga

3.3 Proses Sampling

Proses samplimg ada proses pengambilan sample tanah tidak terganggu (undisturbedsample) yang diperoleh dengan menggunakan Handbor. Untuk

tanah terganggu diambil dari tanah yang berada± 30cm dari muka tanah , hal ini dimaksudkan agar humus dan akar-akar tanaman yang ada dapat terangkat dan tidak terikut dalam tanah yang akan dipakai, dan untuk sampel undisturbed

digunakan tabung berukuran ±50 cm. Adapun prosedur sampling yang dilakukan adalah:

 Menentukan lokasi tanah yang akan dilakukan sampel, yaitu di Desa Sihaporas, Sibuluan.

 Melakukan pembersihan humus dan akar-akar tanaman yakni ± 30cm dari muka tanah.

 Melakukan pengambilan sampel tanah yang akan digunakan. Untuk pengujian tanah asli diambil dari contoh tanah tidak terganggu

(undisturbed) menggunakan tabung ukuran ±50 cm dan untuk pengujian

tanah campuran diambil dari tanah disturbed dicampur dengan semen dan BottomAsh.

 Pada pengujian Kuat Tekan Tanah (unconfined compression test) sampel

tanah asli diambil dari tanah undisturbed dengan menggunakan alat

pengeluar sampel tanah dari tabung tanah undisturbed (extruder) dan

(5)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Uji Kuat Tekan Bebas ( 22 sampel)

Analisi Data Lab Pembuatan benda uji 1. Tanah asli (tanpa campuran BottomAsh)

Tanah Asli + 1% PC Tanah Asli + 2% PC

2. Kombinasi campuran (tanpa proctor test/compaction test)

1%PC 1%PC + 4% BA 1%PC + 8% BA 1%PC + 12% BA 1%PC + 2% BA 1%PC + 6% BA 1%PC + 10% BA 1%PC + 14% BA Kombinasi campuran (proctor test/compaction test)

2%PC 2%PC + 5%BA 2%PC + 9%BA 2%PC + 13%BA

- Bottom ash Pengujian Laboratorium Indeks Properties Uji Analisa Ayakan (2 Sampel) Uji Kadar Air (1 sampel) Uji Compaction (75 sampel)

(6)

3.4 Pekerjaan Laboratorium 3.4.1 Uji sifat fisik tanah

Dalam penelitian ini pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari tanah asli yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik serta sifat-sifat tanah yang akan diuji. Adapun pengujian-pengujian di laboratorium yang dilakukan untuk memperoleh nilai serta sifat fisik tanah diantaranya adalah :

1. Uji Kadar Air (Water Content Test)

2. Uji Berat Jenis (Specific Gravity Test)

3. Uji Berat Volume (Volume Weight Test)

4. Uji Batas-Batas Atterberg (Atterberg Limit )

5. Uji Analisa Saringan (Sieve Analysis)

3.4.2 Uji Sifat Mekanis Tanah 3.4.2.1 Uji Proctor Standar

Peneliti dalam hal ini turut melakukan pengujian pada sampel tanah asli yang berguna untuk mengetahui sifat mekanis dari tanah tersebut. Adapun sifat mekanis yang dilakukan pada tanah asli adalah :

Uji Proctor Standar ( Standart Compaction test )

Pengujian ini diperlukan agar mengetahui besar Kadar Air Optimum serta mengetahui Berat Isi Kering maksimum. Hal ini sangat diperlukan karena dalam proses pencampuran (mix design) yang akan dilakukan dapat diibaratkan bahwa

(7)

Dalam proses sebelum pencampuran tanah asli dengan bahan stabilisator perlu dilakukan pemeraman (curing time). Curing time dimaksudkan agar bahan

stabilisator yang telah dicampur dengan tanah dapat memberikan efek dan bereaksi dengan tanah sampel. Pada percobaan ini digunakan pemeraman selama 14 hari.

Pembuatan benda uji dilakukan dengan cara trial error, yang dimaksud

dengan membuat disturbed dengan cara mengupayakan kadar air campuran tanah,

semen dan Bottom Ash sama dengan sampel tanah asli. Hal ini dilakukan

berulang-ulang sehingga didapat ukuran kadar air keduanya yang relatif sama. Jika sampel dengan kadar air yang pas sudah didapat maka dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

Namun secara teori jika suatu tanah dicampur dengan semen maka campuran tersebut akan mengalami absorbsi air berlebih sehingga perlunya diperhitungkan berapa penambahan air yang diperlukan pada setiap variasi pencampuran benda uji, yaitu sebanyak 20% dari berat semen.

3.4.2.2 Uji UCT (Unconfined Compression Test)

(8)

3.5 Analisis data laboratorium

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil pengujian dan pembahasan penelitian uji Kuat Tekan Bebas tanah lempung dengan campuran Semen 2% dan

Bottom Ash yang bervariasi antara 2% sampai 14% dan Uji Tekan Bebas pada

semen 1% dan beberapa variasi Bottom ash 2% sampai 14 % . Penelitian

dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dengan sampel tanah yang diperoleh dari Desa Sihaporas, Sibuluan.

4.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah 4.2.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli

Adapun hasil uji sifat fisik tanah asli ditunjukkan pada Tabel 4.1. Hasil-hasil pengujian sifat fisik tanah ini meliputi :

 Kadar Air  Berat Jenis

 Batas-batas Atterberg  Uji Analisa Butiran

Tabel 4.1 Data Uji Sifat Fisik Tanah

No Pengujian Hasil

1 Kadar Air ( Water Content ) 14,68 %

2 Berat Jenis ( Specific Gravity ) 2,66

(10)

4 Batas Plastis ( Plastic Limit ), PL 13,54 %

5 Indeks Plastisitas ( Plasticity Index ), PI 34,61 %

6 Persen lolos saringan no 200 58,90 %

Menurut sistem klasifikasi AASHTO, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 58,90% dan nilai Batas Cair (Liquid Limit) sebesar 48,15% maka sampel tanah memenuhi persyaratan > 35% lolos

ayakan no. 200 dengan minimal lolos ayakan no. 200 sebesar 36%, memiliki Batas Cair (Liquid Limit) ≥ 41 dan Indeks Plastisitas (Plasticity Index) > 11,

sehingga tanah sampel dapat diklasifikasikan dalam jenis tanah A-7-6.

Menurut sistem klasifikasi USCS, dimana diperoleh data berupa persentase tanah lolos ayakan no. 200 sebesar 58,90% dan nilai Batas Cair (Liquid Limit) sebesar 48,15% sehingga dilakukan plot pada grafik penentuan klasifikasi

(11)

Gambar 4.1 Plot Grafik Klasifikasi USCS

(12)

Gambar 4.3 Grafik Batas Cair (Liquid Limit), Atterberg Limit

Tabel 4.2 Data Uji Sifat Fisik BottomAsh

No Pengujian Hasil

4.2.2 Pengujian Sifat Fisik Tanah dengan Bahan Stabilisator

Adapun hasil pengujian sifat fisik tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa 2% semen dan BottomAsh dengan variasi penambahan

(13)

ditunjukkan pada Gambar 4.5, dan hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (IP) dengan variasi campuran ditunjukkan pada Gambar 4.6

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Atterberg Limit

Sampel

Batas - Batas Atterberg

LL PL IP

Tanah Asli 48,15 13,54 34,61

2% Semen, 46,09 15,04 31,05

2% Cement + 2% BA , 45,47 15,76 29,71

2% Cement + 3% BA , 45,22 15,97 29,25

2% Cement + 4% BA , 44,44 16,5 27,94

2% Cement + 5% BA , 43,77 17,3 26,47

2% Cement + 6% BA , 43,12 17,51 25,61

2% Cement + 7% BA , 42,01 18,52 23,39

2% Cement + 8% BA , 41,98 18,86 23,12

2% Cement + 9% BA , 41,26 19,36 21,9

2% Cement + 10% BA , 40,8 19,85 20,95

2% Cement + 11% BA , 40,21 20,35 19,86

2% Cement + 12% BA , 39,85 21,59 18,26

2% Cement + 13% BA , 39,35 22,26 17,09

(14)

4.2.2.1 Batas Cair (LL)

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Nilai Batas Cair (LL) Dengan Variasi Campuran 2% Semen Dan % BottomAsh.

Dalam Gambar 4.4 menunjukkan hasil pengujian terhadap Batas Cair (Liquid Limit) dari tanah yang telah diberi bahan pencampur Bottom Ash

(stabilisator). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil

pengujian untuk tanah lempung terganggu (disturbed) dengan campuran Semen

2% tanpa penambahan Bottom Ash menghasilkan penurunan terhadap batas cair

yaitu sebesar 46,09% terhadap hasil pengujian Batas Cair sampel tanah tidak terganggu (undisturbed).

Untuk sampel tanah terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2%

dan dilakukan penambahan variasi kadar campuran Bottom Ash diperoleh hasil

bahwa nilai Batas Cair pada penambahan Bottom Ash mengalami penurunan

secara bertahap. 35

40 45 50

0 5 10 15

LL

2% PC + % Bottom Ash

(15)

Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya proses reaksi pengikatan antara Semen dan Bottom Ash sehingga tanah menjadi butiran yang lebih besar yang

menjadikan gaya tarik menarik antar partikel dalam tanah menurun.

4.2.2.2 Batas Plastis (PL)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Nilai Batas Plastis (PL) Dengan Variasi Campuran 2% Semen dan % BottomAsh

Dalam Gambar 4.5 menunjukkan hasil pengujian terhadap Batas Plastis (Plastic Limit) dari tanah yang telah diberi bahan pencampur Bottom Ash

(stabilisator). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil

pengujian untuk tanah lempung terganggu (disturbed) dengan campuran Semen 2

% tanpa penambahan Bottom Ash mengalami peningkatan terhadap Batas Plastis

yaitu sebesar 15,04% terhadap hasil pengujian batas cair sampel tanah tidak terganggu (undisturbed).

10 15 20 25

0 5 10 15

PL

2%PC + % Bottom Ash

(16)

Untuk sampel tanah terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2%

dan dilakukan penambahan variasi kadar campuran Bottom ash (2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%, 11%, 12%, 13%, 14% ) diperoleh hasil bahwa nilai Batas Plastis juga mengalami peningkatan secara signifikan.

4.2.2.3 Indeks Plastisitas (IP)

Gambar 4.6 Grafik hubungan antara nilai IP dengan variasi campuran 2% Semen dan % Bottom Ash.

Dalam Gambar 4.6 menunjukkan hasil pengujian terhadap nilai Indeks Plastisitas dari tanah yang telah diberi bahan pencampur BottomAsh (stabilisator).

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh bahwa hasil pengujian untuk tanah lempung terganggu (disturbed) dengan campuran semen 2% tanpa

penambahan Bottom Ash menghasilkan penurunan terhadap nilai Indeks

Plastisitas pada sampel tanah tidak terganggu (undisturbed). 15

(17)

Untuk sampel tanah terganggu (disturbed) dengan campuran

semen 2% dan dilakukan penambahan variasi kadar campuran Bottom Ash

diperoleh hasil bahwa nilai Indeks Plastisitas pada penambahan Bottom Ash 2%

penurunan dengan nilai mencapai 31,05 %. Begitu juga dengan nilai Indeks Plastisitas campuran variasi % BottomAsh juga mengalami penurunan .

4.3 Pengujian Sifat Mekanis Tanah

4.3.1 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction)

Dalam pengujian ini akan diperoleh hubungan antara Kadar Air Optimum dan Berat Isi Kering Maksimum. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pengujian dengan uji pemadatan (compaction) standart. Dimana alat yang

digunakan diantaranya :

Mould cetakan Ø 10,2 cm, diameter dalam Ø 10,16 cm.

 Berat penumbuk 3,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm.  Sampel tanah lolos saringan no 4.

Berdasarkan hasil uji sifat mekanis tanah yang dilakukan pada sampel tanah maka diperolehlah hasil uji pemadatan tanah sesuai dengan yang tertera dalam Tabel 4.4

Tabel 4.4 Data Uji Pemadatan Tanah

No Hasil Pengujian Nilai

1 Kadar Air Optimum 21,41 %

(18)

Gambar 4.7 Kurva Kepadatan Tanah

4.3.2 Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction) dengan Bahan Stabilisator

Adapun hasil pengujian sifat mekanis tanah yang telah dicampur dengan bahan stabilisator berupa Semen dan BottomAsh ditunjukkan pada Tabel 4.5. dan

(19)

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Compaction

Sampel

γ

d maks

Wopt (%) (gr/cm³)

Tanah Asli 1,30 21,41

2% Semen 1,32 21,26

2% Semen + 2% BA 1,33 20,38

2% Semen + 3% BA 1,34 20,01

2% Semen + 4% BA 1,35 19,45

2% Semen + 5% BA 1,37 18,98

2% Semen + 6% BA 1,40 18,65

2% Semen + 7% BA 1,43 18,46

2% Semen + 8% BA 1,44 18,26

2% Semen + 9% BA 1,50 17,96

2% Semen + 10% BA 1,48 18,00

2% Semen + 11% B, 1,45 19,08

2% Semen + 12% BA 1,40 20,31

2% Semen + 13% BA 1,38 21,38

(20)

4.3.2.1 Berat Isi Kering Maksimum ( γd maks )

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Antara Berat Isi Kering Maksimum ( γd maks) Tanah

Asli dan Variasi Campuran % BottomAsh

Dari hasil uji pemadatan tanah pada tanah asli diperoleh nilai Berat Isi Kering tanah sebesar 1,30 gr/cm³. Pada Gambar 4.8 menunjukkan nilai Berat Isi kering maksimum pada tanah yang diberi campuran 2% semen tanpa campuran

Bottom Ash mengalami peningkatam menjadi sebesar 1,32 gr/cm³. Dan untuk

sampel campuran 2% persen semen dan variasi 2% Bottom Ash mengalami

peningkatan Berat Isi Kering hingga mencapai maksimum di campuran 9%

Bottom Ash lalu mengalami penurunan Berat Isi Kering dimulai dari campuran

10% BA-14% BA. Hal ini dapat disebabkan oleh karena lama pemeraman yang mempengaruhi proses reaksi posolanik dan reaksi pertukaran ion antar campuran.

1,25

(21)

4.3.2.2 Kadar Air Maksimum Campuran

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Antara Kadar Air Optimum Tanah ( Wopt ) dan

Variasi % Bottom Ash.

Dari hasil uji pemadatan tanah pada tanah asli diperoleh nilai Kadar Air Optimum tanah sebesar 21,41 %. Pada Gambar 4.9 menunjukkan nilai Kadar Air Optimum pada tanah yang diberi campuran 2% Semen dan Variasi % BottomAsh

mengalami penurunan hingga mencapai kadar air minimum di campuran 9% Bottom ash, namun setelah itu mengalami peningkatan kembali dimulai dari 10% BA hingga 14 % BA.

4.3.3 Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

(22)

Hasil uji Kuat Tekan Bebas yang dilakukan pada setiap variasi campuran ditunjukkan pada Tabel 4.6. Pada Gambar 4.10 ditunjukkan perbandingan nilai Kuat Tekan tanah (qu) antara tanah asli dengan tanah remoulded dan pada Gambar 4.11 ditunjukkan nilai Kuat Tekan tanah (qu) yang diperoleh di setiap variasi campuran.

(23)

Dari hasil pengujian diperoleh nilai uji kuat tekan bebas tertinggi berada di campuran 9% BA. Untuk pengujian 1% PC + % variasi BA digunakan kadar air optimum dari hasil pengujian pemadatan di 9% BA.

Gambar 4.10 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Tanah (qu) dengan Regangan (strain) yang Diberikan pada Sampel Tanah Asli dan Tanah

Remoulded. 0,00

0,40 0,80 1,20 1,60

0 5 10

qu

(kg

/cm²)

Strain (%)

(24)

Gambar 4.11 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Tanah (qu) dengan Variasi Campuran Bottom Ash

Dari hasil pengujian diperoleh nilai uji Kuat Tekan Bebas tetinggi berada di campuran 9% BA. Untuk pengujian 1% PC + % variasi BA digunakan Kadar Air Optimum dari hasil pengujian pemadatan di 9% BA. Dari Tabel 4.6 diperlihatkan hasil uji kuat tekan bebas 1% pc dengan variasi campuran BA, dan grafik 4.12 memperlihatkan hubungan grafik 1%PC dan 2% PC dengan beberapa variasi campuran BA.

Tabel 4.7 Data Hasil Uji Kuat Tekan Bebas 1% Semen dengan Berbagai Variasi Penambahan BA

(25)

1% semen + 2% BA 1,62 0,81

Gambar 4.12 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Tanah (qu) 1% PC Dan 2% PCVariasi Campuran BottomAsh

Dari hasil pengujian diperoleh nilai Kuat Tekan tanah pada tanah asli adalah sebesar 1,45 kg/cm², sedangkan pada tanah remoulded diperoleh sebesar

0,51 kg/cm². Gambar 4.12 memperlihatkan perbandingan antara Kuat Tekan tanah 0,40

(26)

(qu) dengan penambahan 2% PC dan 1% PC dengan kadar variasi penambahan

BA. Kuat Tekan tanah dengan menggunakan 2% PC memiliki nilai maksimal pada kadar abu 9% yakni sebesar 2,69 kg/cm², sedangkan pada penggunaan 1% PC memiliki nilai Kuat Tekan paling tinggi pada saat penambahan Bottom Ash

sebanyak 10% yakni sebesar 2,02 kg/cm². Dari hasil percobaan juga didapat perbandingan kuat tekan antara tanah asli dengan 2% PC, dengan tanah asli dengan 1% PC. Dimana pada tanah asli dengan 2% PC memiliki nilai Kuat Tekan Bebas 1,77kg/cm², 9,62% lebih besar dibandingkan dengan 1% PC sebesar 1,61kg/cm

Hal tersebut dapat diakibatkan dengan adanya reaksi pozolan yang mengakibatkan konsistensi tanah menjadi lebih baik. Reaksi antara silika (SiO2)

dan alumina (AL2O3) yang membentuk kalsium silikat hidrat seperti: tobermorit,

kalsium aluminat hidrat 4CaO.Al2O3.12H2O dan gehlenit hidrat

2CaO.Al2O3.SiO2.6H2O yang tidak larut dalam air. Pembentukan

senyawa-senyawa ini berlangsung lambat dan menyebabkan tanah menjadi lebih keras, lebih padat dan lebih stabil. Dimana abu Bottom Ash yang mengandung unsur

kimia seperti Al2O3, Fe2O3, CaO dan MgO akan diserap oleh permukaan butiran lempung yang memiliki kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium (K+), serta

air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung yang dapat mengakibatkan kenaikan kekuatan konsistensi tanah tersebut.

(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan klasifikasi USCS, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis CL (

Clay – Low Plasticity ).

2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO, sampel tanah tersebut termasuk dalam jenis A-7-6 .

3. Dari hasil uji Water Content didapat bahwa nilai kadar air tanah asli sebesar

14,68%.

4. Dari hasil uji Specific Gravity didapat bahwa nilai berat spesifik tanah yaitu

sebesar 2,66; dan Berat Jenis BottomAsh 2,35

5. Dari uji Atterberg pada tanah asli diperoleh nilai Liquid Limit sebesar 48,15 % , Plastic Limit sebesar 13,54 dan Indeks Plastisitas (IP) sebesar 34,61.

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan diketahui bahwa dengan penambahan 2% PC + 14% BA, memiliki Indeks Plastisitas (IP) yang paling rendah yakni 16,49. Dengan nilai Liquid Limit sebesar 39,14%.

6. Hasil uji Proctor Standart menghasilkan nilai Kadar Air Optimum tanah sebesar

21,41% dan Berat Isi Kering maksimum sebesar 1,30 gr/cm³, sedangkan dari hasil percobaan didapat nilai Berat Isi maksimum yaitu sebesar 1,50 gr/cm³ dengan variasi 2% PC + 9% BA dengan waktu pemeraman selama 14 hari.

7. Dari uji Unconfined Compression Test yang dilakukan pada tanah asli diperoleh

(28)

remoulded diperoleh nilai Kuat Tekan tanah (qu ) sebesar 0,51kg/cm². Dari hasil penelitian yang dilakukan penambahan 2% PC + 9% BA memiliki nilai Kuat Tekan tanah (qu) yang paling besar yakni 2,69 kg/cm².

8. Pada percobaan 2 % PC diperoleh nilai Kuat Tekan Bebas sebesar 1,77 kg/cm². Sedangkan pada percobaan 1 % PC diperoleh nilai Kuat Tekan Bebas sebesar 1,61kg/cm². Sehingga diambil kesimpulan bahwa penambahan 2% PC meningkatkan kuat tekan sebesar 9.62 % disbanding campuran 1% PC

9. Pada penggunaan 1% PC, tanah memiliki Kuat Tekan yang paling besar pada penambahan 10% BA yaitu sebesar 2,02 kg/cm².

10. Nilai uji Tekan Tanah Bebas memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai uji Kuat Tekan pada tanah Remoulded

11. Berdasarkan penelitian stabilitas tanah menggunakan Bottom Ash dan semen

ditinjau dari nilai CBR oleh Anggi Rahmayani , diperoleh bahwa nilai CBR tertinggi diperoleh pada pencampuran 9% Bottom Ash sesuai dengan nilai UCT

yang tertinggi terdapat pada pencampuran 9% BottomAsh.

12. Diliat dari pengujian fisik Bottom Ash, dapat disimpulkan bahwa Bottom Ash

memiliki sifat Non-Plastis.

13. Dari penelitian terjadi penurunan Kuat Tekan setelah mencapai maksimum pada kadar 9% BA , hal ini dikarenakan penambahan Bottom Ash pada tanah yang

(29)

5.2 Saran

1. Melihat hasil penelitian ini, mungkin perlu dilakukan percobaan lanjutan dengan penambahan variasi dari BottomAsh dan semen.

2. Perlu dilakukan percobaan lainnya dengan waktu pemeraman yang berbeda. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses stabilisasi ini dengan

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Latar Belakang

2.1.1. Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari aggregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partkel padat tersebut.

Tanah merupakan material yang selalu berkaitan dengan konstruksi dan mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perencanaan seluruh konstruksi Karena itu, dalam perencanaan suatu konstruksi harus dilakukan penyelidikan terhadap karakteristik dan kekuatan tanah terutama sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kekuatan dukungan tanah dalam menahan beban konstruksi yang ada di atasnya atau disebut juga dengan daya dukung.

Menurut Terzaghi, “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil, pasir,

lanau, lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan

organik”. Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan

udara, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1.

(31)

Gambar 2.1 (a) Elemen Tanah dalam Keadaan Asli ; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Das,1995)

Pada Gambar 2.1 memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume

V dan berat total W. Berikut hubungan volume-berat:

�=��+=��+��+ (2.1)

� =��+ (2.2)

Dengan:

� = volume udara (cm3) �� = volume butiran padat (cm3)

�� = volume pori (cm3) �� = volume air (cm3)

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan:

= + (2.3)

Dengan:

� = berat butiran padat (gr)

(32)

2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)

Kadar Air Tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air () dengan berat butiran () dalam tanah. Kadar air tanah dapat dinyatakan dalam persamaan :

(2.4)

dengan :

: kadar air (%)

Ww : berat air (gr)

Ws : berat butiran (gr)

2.1.2.2 Porositas (Porocity)

Porositas ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga () dengan volume total () dalam tanah. Porositas tanah ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan :

v

V n

V

 (2.5)

2.1.2.3 Angka Pori (Void Ratio)

(33)

v

2.1.2.4 Berat Volume (Unit Weight)

Berat Volume Basah ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara ( ) dengan volume total tanah (). Berat Volume Tanah ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan :

γ (2.7)

Dengan :

γ : berat volume basah (gr/cm3) : berat butiran tanah (gr) � : volume total tanah (cm3)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Volume Weight)

Berat Volume Kering ( ) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah () dengan volume total tanah (). Berat Volume Tanah ( ) dapat dinyatakan dalam persamaan :

(34)

: berat butiran tanah (gr) � : volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Volume Butiran Padat () didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah () dengan volume butiran tanah padat (��). Berat Volume Butiran Padat () dapat dinyatakan dalam persamaan :

s

2.1.2.7 Derajat Kejenuhan (S)

(35)

Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

Keadaan tanah Derajat kejenuhan

Tanah kering 0

2.1.2.8 Berat Jenis (Specific Gravity)

(36)

Tabel 2.2 Berat Jenis Tanah

Macam tanah Berat jenis

Kerikil 2,65 - 2,68

Pasir 2,65 - 2,68

Lanau tak organic 2,62 - 2,68 Lempung organic 2,58 - 2,65 Lempung tak organic 2,68 - 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 - 1,80

Sumber :Hardiyatmo,2002

2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Dalam permasalahan karateristik tanah, perlu diketahui pengaruh kadar air terhadap perubahan sifat mekanis tanah, misalnya suatu sampel tanah berbutir halus dicampur dengan air sampai mencapai keadaan cair. Lalu bila dikeringkan sedikit demi sedikit maka tanah tersebut akan melalui beberapa keadaan tertentu dari cair sampai sampai keadaan padat (solid). Konsistensi suatu tanah tergantung

pada daya tarik antar partikel lempungnya.

Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara

(37)

Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Das, 2002) 2.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (Liquid Limit) adalah sebagai kadar air pada tanah ketika tanah

berada diantara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah

dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh

grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan dua sampel

dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu.

Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki batas nilai antara 0 –

1000, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair kurang dari 100. (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat

(38)

Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan GroovingTool (Das,1998)

2.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas Plastis (Plastic Limit) dapat diartikan sebagai kadar air pada tanah

ketika tanah berada diantara keadaan semi padat dan keadaan plastis. Untuk mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan pecobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm dan mulai mengalami retak-retak ketika digulung. Kadar air dari sampel tersebut adalah batas plastisitas.

2.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah di keadaan antara

(39)

Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat

= berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) = berat tanah kering oven (gr)

= volume tanah basah dalam cawan (cm3) = volume tanah kering oven (cm3)

= berat jenis air (gr/cm3)

2.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitas (PI) dapat diketahui dengan menghitung selisih antara batas cair dengan batas plastis dari tanah tersebut. Tabel 2.3 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.

(2.13)

Dimana :

(40)

PL = Batas Plastis

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non - Kohesif < 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

sumber :(Hardiyatmo,2002)

2.1.2.9.5. Indeks Kecairan (Liquidity Index)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan

perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks Plastisitanya. Berikut persamaannya:

(2.14)

Dimana :

LI = Liquidity Index (%) WN = kadar air asli (%)

(41)

Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan

1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk

lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>

LL akan mempunyai LI > 1.

2.1.2.10Gradasi Ukuran Butir (Sieve Analysis)

Ukuran partikel efektif dari sesuatu tanah didefenisikan sebagai ukuran partikel yang 10% dari berat tanah tersebut mempunyai ukuran lebih kecil dari ukuran itu. Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama) disebut tanah yang uniform. Apabila kurva membentang pada daerah yang agak besar, tanah

disebut bergradasi baik.

Pembedaan antara tanah uniform dan bergradasi baik dapat ditentukan secara numerik dengan Koefisien Uniformitas dengan Koefisien Lengkungan . Koefisien Uniformitas dan Koefisien Lengkungan digunakan sebagai bagian dari sistem klasifikasi tanah Unified. Koefisien Uniformitas didefenisikan sebagai rasio:

(2.15)

Koefisien Lengkungan didefenisikan sebagai :

(2.16)

Dimana :

(42)

: Koefisien Lengkungan

: diameter butir yang lolos 10% dari berat (mm) : diameter butir yang lolos 30% dari berat (mm) : diameter butir yang lolos 60% dari berat (mm)

Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk

tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan nilai Cc antara 1 – 3(untuk kerikil dan

pasir).

2.1.2.11 Analisa Hidrometer (Hydrometer Analysis)

Analisis Hidrometer dapat digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari saringan No.200. Analisis Hidrometer tidak secara langsung digunakan dalam sistem klasifikasi tanah. Detail dari uji ini dapat ditemukan di ASTM D422 (Bowles, 1984)

2.1.2.12. Klasifikasi Tanah

(43)

Unified Soil Classification System (USCS) dan American Association of State Highway Transportation Official (AASHTO)

2.1.2.12.1. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Pengklasifikasian menurut sistem Unified Soil Classification System

(USCS) didasari atas hasil analisa saringan. Jika suatu tanah tertahan pada saringan nomor 200 lebih dari 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir kasar, namun apabila tanah yang tertahan pada saringan nomor 200 lebih kecil dari pada 50% dari berat total tanah diklasifikasikan sebagai tanah berbutir halus. Pengklasifikasian tanah berdasarkan system USCS dapat dilihat pada Gambar 2.5. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya :

G = kerikil (gravel)

W = bergradasi baik (well-graded)

S = pasir (sand)

P = bergradasi buruk (poor-graded)

C = lempung (clay)

H = plastisitas tinggi(high-plasticity)

M = lanau (silt)

L = plastisitas rendah (low-plasticity)

O = lanau/empung organik (organic silt or clay)

(44)
(45)

2.2.12.2. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan

jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7

(46)

Gambar 2.6. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.3. Sifat-sifat Mekanis Tanah

2.1.3.1. Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan volume butiran tanah padat dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Pemadatan tanah dimaksudkan untuk mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya.

(47)

rendah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya.

Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana terdapat 4 (empat) variabel yang digunakan dalam fungsi compaction,

yaitu: berat jenis kering tanah, kadar air tanah, jenis tanah dan compactive effort

(Bowles, 1984).

Hubungan berat volume kering ( ) dengan berat volume basah ( ) dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan :

(2.17)

Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder

mould dengan volume 9,34 x , dan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan

tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian ini tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart Proctor) dan 5 lapisan (modified Proctor) dengan pukulan sebanyak 25

kali pukulan. Hasil dari pengujian compaction berupa kurva yang menunjukkan

hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan Gambar 2.7.

(48)

2.1.3.2 Pengujian Unconfined Compression Test (UCT)

Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan salah

satu cara percobaan laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada Gambar 2.8 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test

Gambar 2.8 Skema Uji Tekan Bebas (Hardiyatmo, 1992)

Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena 3 = 0, maka:

1

2 2

u

f u

q c

    (2.18)

Dimana:

(49)

qu : kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)

cu : kohesi (kg/cm2)

Pada Gambar 2.9 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).

Gambar 2.9 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu di Atas

Sebagai Kekuatan Tanah Kondisi Tak Tersekap (Das, 2008)

Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Hubungan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung Dengan Konsistensinya

Konsistensi (kN/m2)

Lempung keras >400 Lempung sangat kaku 200 – 400 Lempung kaku 100 200 Lempung sedang 50 – 100 Lempung lunak 25 50 Lempung sangat lunak < 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2

(50)

2.1.3.3 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah

ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat.

Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang

terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

tan

f c

    (2.19)

Dimana:

c : kohesi (kg/cm2)

: sudut geser internal ( o)

(51)

2.1.3.4 Sensitifitas Tanah Lempung

Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan

contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah

kemampuan masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.

Gambar 2.11 Grafik Sensitifitas Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada

(52)

Gambar 2.12 Kuat Tekan Tanah Asli dan Tanah Remoulded (Das, 1995)

Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio

(perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut

diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan:

asli kerusakan

u t

u

q S

q

 (2.20)

Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80.

(53)

Tabel 2.5 Sensitifitas lempung

Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan

Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% per menit 2. Kriteria keruntuhan suatu tanah :

a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut.

b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama.

c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit.

Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus :

(54)

Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat :

Besarnya tegangan normal : .

Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus :

(55)

2.2.1 Tanah Lempung

Definisi Lempung menurut beberapa ahli :

1. Das (2008), mendefinisikan tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

2. Hardiyatmo,(1992) Mengatakan sifat-sifat yang dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm, permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

3. Bowles (1984), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit yang mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm.

Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).

Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran

(56)

Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e )

Gambar 2.13 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) Lembaran Oktahedra (gibbsite) ; ( e )

Lembaran Silika gibbsite (Das, 2008).

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain

(57)

a. Kaolinite

Istilah “kaolinite” dikembangkan dari kata “ Kauling” yang berasal dari nama

sebuah bukit yang tinggi di Jauchau Fu, China, dimana lempung kaolinite putih mula-mula diperoleh beberapa abad yang lalu (Bowles, 1984). Kaolinite

merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang dan umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.

Struktur unit kaolinite terdiri dari lembaran-lembaran silika tetrahedral yang

digabung dengan lembaran alumina oktahedran (gibbsite). Lembaran silika

dan gibbsite ini sering disebut sebagai mineral lempung 1 : 1 dengan tebal

kira-kira 7,2 Å (1 Å=10-10 m). Mineral kaolinite berwujud seperti

lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr yang memiliki rumus kimia

(OH)8Al4Si4O10

Keluarga mineral kaolinite 1 : 1 yang lainnya adalah halloysite. Halloysite

memiliki tumpukan yang lebih acak dibandingkan dengan kaolinite sehingga

molekul tunggal dari air dapat masuk. Halloysite memiliki rumus kimia

sebagai berikut.

(OH)8Al4Si4O10 . 4H2O

(58)

Gambar 2.14. Struktur Kaolinite (Das, 2008)

b. Montmorillonite

Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur inilah Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å

(59)

Gambar 2.15 Struktur Montmorillonite (Das Braja M, 1988) c. Illite.

Illite adalah mineral lempung yang pertama kali diidentifikasi di

Illinois. Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai hubungan dengan mika biasa (Bowles, 1984). Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 . Fe4 . Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur

satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan

montmorillonite. Perbedaannya ada pada :

- Kalium(K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

- Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng tetrahedral.

- Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

(60)

anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan

bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite.

Struktur mineral illite dapat dilihat dalam Gambar 2.16

Gambar 2.16 Struktur Illite

2.2.1.1 Sifat Umum Tanah Lempung

Bowles (1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi

Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan- lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas IP) dengan prosentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam persamaan:

(61)

Dimana untuk nilai A>1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Pada nilai 1,25<A<0,75 tanah digolongkan normal sedangkan tanah dengan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Aktivitas Tanah Lempung

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4 0,5

Illite 0,5 – 1,0

Montmorillonite 1,0 – 7,

Sumber : (Bowles, 1984)

1 . Flokulasi dan Disperse

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam

2. Pengaruh Zat Cair

(62)

kutub) (Gambar 2.17b).

Gambar 2.17 Sifat Dipolar Molekul Air (Hardiyatmo, 1992) Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik:

1. Tarikan antara permukaan bermuatan negatif dari partikel lempung dengan ujung positif darl dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

(63)

Gambar 2.18 Molekul Air Dipolar Dalam Lapisan Ganda (Das,1991)

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhl kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus.

Partikel-partikel lempung, mempunyai muatan listrik negatif. Dalam suatu kristal yang ideal, muatan-muatan negatif dan positif seimbang. Akan tetapi, akibat substitusi isomorf dan kontinuitas perpecahan susunannya, terjadi muatan negatif pada permukaan partikel lempungnva. Untuk mengimbangi muatan negatif tersebut, partikel lempung menarik ion muatan positif (kation) dari garam yang ada di dalam air porinya. Hal ini disebut dengan pertukaran ion-ion.

Mekanisme 1

Mekanisme 2

(64)

Selanjutnya, kation-kation dapat disusun dalam urutan menurut kekuatan daya tarik menariknya, sebagai berikut:

Al3+ > Ca2+ > Mg2+ > NH 4+ > K+ > H+ > Na+ > Li+

Urutan tersebut memberikan arti bahwa ion Al3+ dapat mengganti ion Ca2+, ion Ca2+dapat mengganti Na+, dan seterusnya. Proses ini disebut dengan pertukaran kation. Sebagai contoh : Na ( lempung ) + CaCl 2  Ca ( lempung ) +

NaCl

Kapasitas pertukaran kation tanah lempung didefinisikan sebagai jumlah pertukaran ion-ion yang dinyatakan dalam miliekivalen per 100 gram lempung kering. Beberapa garam juga terdapat pada permukaan partikel lempung kering. Pada waktu air ditambahkan pada lempung, kation-kation dan anion-anion mengapung di sekitar partikelnya (Gambar 2.19 ).

(65)

2.2.1.2 Pertukaran Ion Tanah Lempung

Holtz dan Kovacs (1981) mengutip dari Mitchell (1976) mengatakan tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan dan akan berkurang seiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water. Perbandingan hydrogen bonds,

gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia dengan jarak molekul dengan partikel

lempung dapat dilihat pada Gambar.2.20.

Gambar 2.20 Grafik Perbandingan Unsur Kimia Dan Jarak Dari Permukaan Partikel Lempung (Holtz dan Kovacs, 1981)

2.2.2 Semen 2.2.2.1 Umum

Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

(66)

Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan, semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain. 2. Semen Hidrolik.

Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.

2.2.2.2 Semen Portland

Semen portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan.

2.2.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen portland antara lain :

1. Semen Portland Biasa

Semen portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen portland ini sebagai tipe I.

(67)

Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air

tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta PH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II. 3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi

Semen portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen portland biasa. Semen jenis ini

memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III.

4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah

Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium

aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang

lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat : a. Panas hidrasi rendah

b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa

c. Susut akibat proses pengeringan rendah

d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV. 5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat

(68)

yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing

0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air.

6. Semen Portland Blended

Semen portland Blended dibuat dengan mencampur material selain

gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan

sebagainya. Jenis-jenis semen portland blended adalah :

a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement)

b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement)

c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement)

d. Semen Super Masonry

2.2.3 Bottom Ash (BA)

BottomAsh adalah abu dasar hasil limbah pembakaran dari batubara yang

terletak dibawah tungku pembakaran. Limbah ini banyak di jumpai di beberapa pabrik yang masih menggunakan batubara sebagai sumber pemanas dalam proses pembakaran, sehingga tingkat limbah batubara meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu, perlu kajian penggunaan Bottom Ash sebagai bahan yang dapat

digunakan salah satunya sebagai stabilisasi tanah.

BottomAsh yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari PT. ASAHI

(69)

Berdasarkan data Soehardjono, 2000 dan Coal Bottom ash/Boiler Slag-Material Description 2000 diperoleh data BottomAsh sebagai berikut.

Tabel 2.7 Deskripsi BottomAsh

Tabel 2.8 Hasil Analisa BottomAsh MIPA, UNPAD

(70)

Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti terhadap bahan sampel Bottom ash, diperoleh hasil yang terlihat pada tabel 2.9

Tabel 2.9 Hasil analisa BottomAsh Laboratorium Kimia Analitik

Sumber : Laboratorium Kimia Analitik,FMIPA USU

2.3. Stabilitas Tanah

2.3.1 Konsep Umum Stabilisasi Tanah

Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.

Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan persyaratan dan memiliki mutu yang baik. Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah

NO Parameter Hasil Metode

1 SiO2 28.45 Gravimetri

2 Fe2O3 0.04 Spektrofotometri

3 Al2O3 5.31 Gravimetri

(71)

mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat. Sifat inilah yang menjadi alasan perlunya dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

Bowles (1984) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Memperendah permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut. Menurut Ingels dan Metcalf (1972) ada beberapa karakteristik utama tanah yang harus dipertimbangkan sehubungan dengan masalah stabilisasi tanah, yaitu:

1. Stabilisasi volume

Perubahan volume sangat erat hubungannya dengan kadar air. Banyak jenis tanah lempung yang mengalami susut dan kembang karena kepekaan terhadap perubahan kadar airnya, dimana perubahan kadar air sejalan dengan perubahan musim di wilayah tersebut misalnya retak-retak pada musim kemarau dan mengembang pada musim hujan. Masalah ini biasanya diatasi dengan waterproofing dengan berbagai bahan seperti

bitumen, dan lain-lain.

(72)

 Distribusi partikel

 Kadar air mula-mula

 Tekanan 2. Kekuatan

Pada umumnya parameter yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tanah adalah dengan percobaan kuat geser dan daya dukung tanah. Hampir semua jenis stabilisasi berhasil mencapai tujuan ini, namun pada tanah organik hal ini sulit dicapai, jadi lapisan tanah organik (top soil) sebaiknya

dibuang seluruhnya. Pelaksanaan pemadatan yang baik terbukti bermanfaat meningkatkan kekuatan tanah untuk bermacam-macam stabilisasi yang diterapkan, dengan demikian hampir semua jenis stabilisasi bertujuan meningkatkan stabilisasi volume sekaligus meningkatkan kekuatan tanah.

3. Permeabilitas

Biasanya untuk rentang harga normal dari kadar air, batas plastis dan batas cair, besaran permeabilitas akan lebih kecil dari 1 x 10-10 cm/sec, misalnya pada Montmorllionite. Pada umumnya untuk lempung asli berkisar antara 1 x 10-6 sampai 1x 10-8cm/sec. Bergantung dari jumlah mineral lempung yang paling dominan, maka harga permeabilitas mineral Montmorillonnite

< Attapulgite, Attapulgite < Illite, dan Illite < Kaolinite.

Untuk lempung permeabilitas yang terjadi disebabkan pori-pori mikro (micropore). Permeabilitas pada umumnya diakibatkan oleh timbulnya

(73)

pada tanah lempung yang permeabilitasnya tinggi disebabkan pelaksanaan pemadatan yang kurang baik.

4. Durabilitas

Durabilitas adalah daya tahan bahan konstruksi terhadap cuaca, erosi dan kondisi lalu lintas di atasnya. Pada tanah yang distabilisasi, durabilitas yang buruk biasanya disebabkan oleh pemilihan jenis stabilisasi yang keliru, bahan yang tidak sesuai atau karena masalah cuaca. Pengetesan untuk mengetahui ketahanan material terhadap cuaca sampai sekarang masih sulit dihubungkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan, maka dipilih jenis atau bahan stabilisasi yang sesuai dengan kondisi lapangan. 5. Kompressibilitas

(74)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pengertian teknik secara umum, Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan terdiri dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah terdiri dari butiran-butiran tanah itu sendiri serta ruang pori yang berisi air dan udara.

Berdasarkan ukuran butiran, tanah diklasifikasikan menjadi empat kelas yaitu kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay). Pada

penelitian tugas akhir ini digunakan tanah dari kelas tanah lempung (clay).

Das (1994) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain.

(75)

merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.

Stabilisasi tanah adalah suatu usaha yang dipakai untuk memperbaiki bahkan mengubah sifat tanah dasar dengan tujuan agar tanah dasar tersebut dapat meningkat mutu dan kemampuan daya dukungnya sehingga aman terhadap konstruksi bangunan yang akan didirikan di atasnya.

Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu kegiatan berikut :

1. Mekanik

Stabilisasi mekanik dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti : mesin gilas (roller), benda berat yang

dijatuhkan, ledakan, tekanan statis, tekstur,pembekuan, pemanasan ,dan sebagainya.

2. Fisis

Stabilisasi dengan fisis antara lain dengan perbaikan gradasi tanah dengan menambahkan butiran tanah yang dibutuhkan untuk mencapai gradasi yang baik (weel graded) dari keadaan sebelumnya (poor graded).

3. Kimiawi

Stabilisasi kimiawi ini dilakukan dengan cara menambahkan stabilizing agents pada tanah dasar yang akan ditingkatkan mutunya. Stabilizing agents ini antara lain adalah semen, kapur, fly ash, Bottom Ash

Gambar

Gambar 4.2 Grafik Analisa Saringan
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Atterberg Limit
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Nilai Batas Cair (LL) Dengan Variasi Campuran 2% Semen Dan % Bottom Ash
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Nilai Batas Plastis (PL) Dengan Variasi Campuran 2% Semen dan  % Bottom Ash
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan nilai index properties akibat penambahan 1% dan 2% PC dan Bottom ash terhadap tanah lempung, serta untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbaikan nilai index properties akibat penambahan 1% dan 2% PC dan Bottom ash terhadap tanah lempung, serta untuk

Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut.Apabila tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut disebut

Kajian Efektifitas penggunaan Semen dan Abu Kayu Bakar Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai UCT .Skripsi.. Jurusan

Bowles (1984) mengemukakan bahwa ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil,

Test) pada Stabilitas Tanah Lempung yang Dicampur dengan Semen dan. Abu Sekam

Dari pengujian Kuat Tekan Bebas pada sampel tanah asli diperoleh nilai. kuat tekan tanah sebesar

Gambar 4.10 Grafik hubungan antara nilai kuat tekan tanah (q u ) dengan regangan (strain) yang diberikan pada sampel tanah asli.. dan